Implementasi Kebijakan Kurikulum Tingkat. doc

LAPORAN EKSEKUTIF

Implementasi Kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Sekolah Dasar Negeri Di Kabupaten Tapin

Oleh:

Dr.H. Sarbaini, M.Pd, dkk

KERJASAMA
PUSLITJAK BALITBANG KEMDIKNAS
DENGAN
JARLIT KABUPATEN TAPIN
RANTAU
DESEMBER 2011

Peningkatan mutu pendidikan di era otonomi ditentukan oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah faktor sumber daya pendidikan dan faktor manajemen pendidikan. Faktor
sumber daya pendidikan berkaitan dengan pendanaan, kesiapan kualitas guru dan media
pembelajaran. Sementara itu faktor manajemen pendidikan berkaitan dengan kinerja,
mekanisme dan wewenang kerja dari masing-masing komponen pendidikan di daerah. Faktor

sumber daya pendidikan dan faktor manajemen pendidikan telah cukup beralasan untuk
melihat fenomena guru di Indonesia.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikkan (KTSP) dinilai merupakan pilihan yang tepat
dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional. Konsep KTSP memberikan kebebasan
dan kekuasaan yang besar kepada sekolah dan guru untuk mengelola pembelajaran dan
mengembangkan pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip otonomi dan akuntabilitas. Di era
desentralisasi pendidikan, Drost mengatakan, di berbagai sekolah banyak guru tidak siap
dengan penerapan pembelajaran kompetensi. Dalam prakteknya guru sendiri masih bingung
bagaimana pembelajaran dengan model KTSP bahkan para guru cenderung belum memahami
landasan filosofi dan landasan paedagogis dari KTSP.
KTSP telah diimplementasikan di tingkat sekolah secara bertahap mulai sejak tahun
2006, dan mulai tahun 2008 semua sekolah sudah melaksanakan KTSP untuk semua tingkat
kelas. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi sejauh mana pelaksanaan KTSP di sekolah-sekolah.
Berdasarkan identifikasi masalah, kajian ini dibatasi pada tingkat pemahaman,
penyusunan dan sikap guru berkaitan dengan konsep KTSP, Silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) serta sistem penilaiannya. Adapun masalah yang akan diteliti adalah
implementasi kebijakan KTSP di sekolah menurut kepala sekolah dan guru, serta kondisi
implementasi kebijakan KTSP yang dilaksanakan guru ke dalam RPP dan penerapan PBM di
kelas. Penelitian ini mempunyai tujuan adalah mengeksplorasi pandangan kepala sekolah dan
guru tentang implementasi kebijakan KTSP di sekolah, serta menggali penerapan KTSP di

sekolah oleh guru melalui RPP dan KBM di kelas. Sementara manfaat penelitian adalah
sebagai data awal dalam melakukan revitalisasi kualitas guru di Kabupaten Tapin,
memberikan informasi yang akurat dan ilmiah tentang tingkat kesiapan kepala sekolah dan
guru yang dimilikinya dalam pelaksanaan KTSP, serta memberikan gambaran umum kepada
guru dalam meningkatkan kemampuan wawasan, kreatifitas dan keterampilan professional
sebagai pembuat dan pelaksana KTSP.

Kepustakaan yang menjadi acuan adalah berkaitan dengan posisi Guru sebagai
Tenaga Profesional, Kemampuan Guru dalam Pelaksanaan Kurikulum, Konsep Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Evaluasi Pelaksanaan KTSP,

dan Kajian Hasil-hasil

Penelitian yang Relevan. Dari kajian kepustakaan, maka kerangka pikir yang disusun adalah
keberhasilan dan kegagalan pembelajaran disekolah sangat ditentukan oleh sejauhmana
kemampuan guru dalam membuat dan melaksanaan KTSP. Sebab antara guru dan kurikulum
tidak bisa dipisahkan. KTSP sebagai konsep strategi pembelajaran dan guru sebagai
pelaksana dari konsep itu. Sebagai indikator dari kemampuan guru dalam menyusun kegiatan
pembelajaran adalah terindikasinya PBM dalam RPP yang sesuai dengan prinsip KTSP,
yakni; 1) PBM menarik, menyenangkan dan inovatif; 2) melibatkan siswa secara aktif,

kontekstual, menggali kreatifitas siswa; 3) pengelolaan kelas bervariasi; 4) penggunaan
media yang sesuai, inovatif dan efektif; dan 5) kreatif memanfaatkan sumber belajar.
Sementara media yang digunakan mempunyai kriteria inovatif dan efektif, yakni, 1)
sederhana, murah; 2) hasil pemikiran/kreativitas; 3) mudah digunakan; 4) tersedia di
lingkungan belajar, 5) aplikasi dalam kehidupan nyata; dan lebih baik melibatkan siswa
dalam membuatnya.
Penelitian yang dilaksanakan ini adalah jenis penelitian kebijakan dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode deskriptif-eksploratif. Lokasi penelitian
adalah SD di Kabupaten Tapin yang diasumsikan relatif maju, sedang dan rendah dengan
kriteria; terletak di ibu kota kabupaten, ibu kota kecamatan, dan di luar ibu kota kecamatan.
Sampel sekolah ditentukan berdasarkan teknik proporsional strata random sampling,
sebanyak 27 SDN. Populasi dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru kelas 4,5
dan 6 SD di Kabupaten Tapin dengan responden 27 Kepala sekolah dan 81 Guru kelas.
Pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner digunakan untuk menggali data terhadap
kepala sekolah dan guru, kondisi RPP dan pelaksanaan PBM bermuatan KTSP berbasis
evaluasi diri. Data dianalisis dengan menggunakan teknik prosentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Implementasi Kebijakan KTSP Di Sekolah Menurut Kepala Sekolah
a. Upaya peningkatan kualitas pendidikan anak sebagai langkah penerapan KSTP di
sekolah lebih banyak diwujudkan dalam bentuk menyusun program tahunan,

program semester, silabus, RPP dan KKM.
b. Kepala sekolah melibatkan semua personil sekolah, dengan peran sebagai manajer
dan pemimpin. Peran guru belum menyentuh peran sebagai pendidik. Peran yang

dilabelkan kepada siswa masih sebagai objek. Peran orang tua dan peran komite
telah mencerminkan peran yang dikehendaki bagi penerapan KTSP. Peran yang amat
penting untuk disosialisasikan, ditingkatkan dan dikembangkan lebih lanjut adalah
peran tokoh masyakarat dan dunia usaha. Peran pemerintah dalam pembinaan dan
supervisi, layak juga diketahui kepala sekolah.
c. Penerapan KTSP di sekolah bervariasi. Pemahaman kepala sekolah terhadap RPS
sudah memadai, bahwa RPS terdiri dari rencana jangka panjang, jangka menengah
dan jangka pendek. Namun masih terdapat yang belum memenuhinya. Dalam
menyusun KTSP kebanyakan menggunakan analisis SWOT, namun ditemukan
kesamaan-kesamaan SWOT, padahal setiap SWOT sekolah tidaklah sama. Evaluasi
keterlaksanaan KTSP telah dilakukan, namun belum jelas dalam cara mengevaluasi
keterlaksanaan KTSP di sekolah. Prosentase keterlaksanaan KTSP kebanyakan 75%.
d. Pengembangan KTSP dalam RAPBS sudah terakomodasi, khususnya mengenai
sumber dana, strategi penggaliannya, dan melibatkan komponen yang beragam,
termasuk orang tua dan pihak UPT kecamatan. Peran sentral tetap pada kepala
sekolah sebagai pemimpin dan penanggung jawab, serta guru sebagai pemberi

informasi aktual dan sebagai pelaksana tugas di sekolah.
e. RAPBS yang disusun terlaksana dengan prosentasi mencapai 100% dan 75%.
Komponen RAPBS yang tidak terlaksana dengan prosentase yang rendah hanya
pendidikan kecakapan hidup, perbaikan sarana dan prasarana fisik, dan kegiatan
ekstrakurikuler. Kendala dihadapi berupa anggaran yang dibuat sering tidak sesuai,
sehingga ditempuh skala prioritas dan penyesuaian dengan kegiatan yang relevan;
pendanaan; dan pencairan dana yang tidak tepat waktunya. Beberapa cara mengatasi
kendala adalah pendanaan, diatasi dengan talangan dari pihak ketiga atau uang
sendiri; pembuatan laporan, diatasi dengan bertanya kepada orang yang sudah
memahaminya; dan pelaksanaan ekstrakurikuler, siswa tidak bisa hadir pada waktu
sore, karena mengikuti pendidikan di pesantren, belum ada solusi. Evaluasi dan
peninjauan kembali secara berkala RAPBS telah dilakukan oleh kepala sekolah
f.

kebanyakan setiap triwulan dan setiap tahun sekali.
Implementasi KTSP dalam Kegiatan Pembelajaran di kelas telah diterapkan di
sekolahnya oleh sekitar 10 orang.

2. Implementasi Kebijakan KSTP Di Sekolah Menurut Guru
a. Pelaksanaan PBM KTSP melibatkan guru sebagai anggota dalam penyusunan dan

peninjauan kurikulum. Komponen KTSP yang terbanyak dilaksanakan di sekolah

adalah silabus, RPP, KKM dan PBM. Komponen yang tidak terlaksana berdasarkan
urutan prosentase adalah Pengembangan diri, karena kurang tahu dan belum
menguasai tujuan yang sesuai dengan kondisi sekolah; Kurikulum Muatan Lokal
belum disusun; Ekstrakurikuler, kurang tenaga pengajar, Seni Budaya dan
Keterampilan, belum menguasai tujuan yang sesuai dengan kondisi sekolah; RPP
belum selesai: Life skill, karena tidak ada guru yang ahli melaksanakannya;
Pengawasan proses pembelajaran; Analisis tingkat kesukaran dan daya beda tes;
Penggunaan media yang sesuai.
b. Peran guru dalam proses penyusunan RAPBS kebanyakan sebagai anggota. RAPBS
yang telah disusun telah dilaksanakan melalui komponen yang berdasarkan urutan
prosentase adalah semua kegiatan belajar mengajar, penunjang KBM, sarana
pembelajaran dan kebersihan sekolah, dan pengembangan profesional guru.
Komponen RAPBS yang tidak terlaksana hanya muatan lokal, karena kurikulumnya
belum disusun. Dalam proses evaluasi dan peninjauan kembali RAPBS, hanya
sebagian kecil dilibatkan.
c. Penerapan KTSP dan kegiatan pembelajaran Di kelas. Guru telah mampu
menerapkan prinsip KTSP dalam pembelajaran pada semua bidang studi setiap hari.
Namun masih terdapat mata-mata pelajaran yang belum disusun sesuai dengan

prinsip KTSP, yaitu Muatan Lokal, Seni Budaya dan Keterampilan, Baca Tulis Al
Qur’an Baca, Bahasa Inggeris dan Pengembangan Diri.
d. Kendala penerapkan KTSP untuk kegiatan pembelajaran berdasarkan urutan
prosentase adalah keterbatasan media/alat peraga, ketidakterampilan menggunakan
media/alat peraga, keterbatasan sarana dan prasarana sekolah, buku pelajaran sesuai
KTSP tidak lengkap, keterbatasan waktu dalam pertemuan, keterbatasan pengelolaan
kelas, keterbatasan kemampuan siswa dan keterbatasan dana, keterbatasan
penguasaan materi, keterbatasan dalam penilaian dan keterbatasan pelaksanaan
pengembangan diri.
e. Cara guru mengatasi kendala penerapan KTSP dalam pembelajaran, kebanyakan
guru abstain. Namun demikian sebagian kecil mengemukakan beberapa cara dalam
mengatasi kendala tersebut berdasarkan urutan prosentase, yakni dengan cara
membeli dari dana BOS; memanfaatkan lingkungan yang ada dan menggunakan
sarana milik masyarakat; mengatasi melalui cara menggunakan alat peraga, buku
dilengkapi secara bertahap, disuruh mengerjakan PR dan les; serta mencari
informasi dari sekolah yang lebih maju.

f.

Fasilitas pendukung untuk penerapan proses belajar mengajar di sekolah sesuai

dengan KTSP berdasarkan urutan prosentase adalah media dan alat peraga; buku
pegangan dan buku pelajaran; lingkungan dan sarana prasarana sekolah;

perpustakaan; laboratorium; dan perangkat KTSP.
g. Materi yang dibahas dalam KKG termasuk pengembangan KTSP, ada, tetapi
kebanyakan guru tidak menyebutkan materi yang dibahas. KKG dianggap berperan
untuk peningkatan profesionalisme guru.
h. Model pembelajaran dalam pembelajaran di kelas kebanyakan telah dilaksanakan.
Dari model-model pembelajaran yang dikemukakan para guru, ternyata masih ada
guru yang belum bisa membedakan antara model dengan metode, bahkan belum
mengerti sama sekali apa yang dimaksud dengan model pembelajaran.

3. Kondisi RPP dan PBM Sesuai Prinsip KTSP Di Sekolah
a. Guru dalam melaksanakan PBM selalu menggunakan RPP, dengan model yang
kurang inovatif, tujuan hanya memuat 2 ciri dan kegiatan pembelajaran memuat 5
ciri yang mengindikasikan PBM sesuai dengan prinsip KTSP, sehingga

hanya

mencakup 75% dari seluruh tujuan pembelajaran. Media yang digunakan hanya

mencakup 3 ciri saja. Evaluasi yang dibuat hanya mencakup 75% indikator.
b. Pelaksanaan PBM sesuai dengan RPP bermuatan KTSP hanya 75% yang sesuai,
sehingga hanya mampu memunculkan 3 ciri saja. Kebanyakan guru mampu
menguasai penggunaan media dengan baik, dan telah menggunakan fasilitas luar
kelas, yaitu 2-3 kali seminggu.
c. Agar masyarakat berpartisipasi untuk mendukung KTSP, guru kebanyakan belum
pernah melaksanakan, meskipun sudah direncanakan.

Secara keseluruhan guru

pernah melibatkan nara sumber dalam PBM urutan prosentase, yaitu 1 kali dalam 6
bulan;1 kali dalam 3 bulan; dan 1 kali dalam 1 bulan.

Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini
1. Cara mengevaluasi keterlaksanaan KTSP di sekolah nampaknya perlu ditindaklanjuti
oleh dinas pendidikan, karena beberapa kepala sekolah kebanyakan abstain. Perlu

dilacak pengetahuan dan kemampuan kepala sekolah dalam mengevaluasi, dan
memberikan petunjukan tentang komponen yang dievaluasi dan cara mengevaluasi.
Dinas Pendidikan perlu memberikan pelatihan kepada kepala sekolah tentang evaluasi

keterlaksanaan KTSP di sekolah, sehingga menghasilkan pemahaman dan penerapan
yang sama dalam melakukan evaluasi keterlaksanaan KTSP disekolahnya.
2. Dinas pendidikan juga perlu melacak dan menganalisis latar belakang prosentase
keterlaksanaan KTSP yang kebanyakan hanya mencapai 75%. Namun temuan di
lapangan berkaitan dengan keterbatasan kemampuan guru dalam menerapkan KTSP
ke dalam mata-mata pelajaran tertentu, baik dalam pengembangan materi, metode,
media maupun evaluasi. Dinas Pendidikan sebaiknya memberikan pelatihan atau
penyegaran terhadap kemampuan guru dalam pengembangan kurikulum pada matamata pelajaran tertentu, seperti Seni, Budaya dan Keterampilan, Muatan Lokal,
Pengembangan Diri maupun keterampilan yang berkaitan dengan analisis soal dan
penggunaan media IPA.
3. Cara mengevaluasi dan peninjauan kembali secara berkala RAPBS oleh sekolah yang
beragam perlu ditinjau kembali. Dinas Pendidikan hendaknya memberikan pelatihan
melakukan evaluasi berkala RAPBS sehingga menghasilkan pemahaman dan
penerapan yang sama berdasarkan standar pemeriksaan keuangan sekolah yang
sebenarnya menurut ketentuan-ketentuan normatif keuangan.
4. Dalam proses evaluasi dan peninjauan kembali, maka peran guru perlu ditentukan
secara normatif oleh dinas pendidikan dalam bentuk ketentuan atau peraturan,
sehingga asas akuntabilitas dan partisipasi dalam terlaksana sebagai salah satu bentuk
pertanggungjawaban sekolah kepada publik.
5. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah menciptakan

suasana kompetisi secara positif melalui lomba bidang studi. Ke depan Dinas
Pendidikan hendaknya melaksanakan lomba-lomba studi bekerja sama dengan
perguruan tinggi, untuk menciptakan suasana kompetisi dan kualitas pembelajaran,
sekaligus memberikan penghargaan kepada guru, siswa dan sekolah pemenang,
diikuti pemantauan pengaruhnya terhadap kinerja guru, kinerja sekolah dan kualitas
sekolah yang bersangkutan.
6. Meskipun guru banyak yang mengikuti KKG, namun kebanyakan tidak mampu
menyebutkan materi yang dibahas dalam KKG, sehingga kehadiran guru dalam
mengikuti KKG perlu dipertanyakan, bisa jadi juga materi yang dibahas tidak menarik
dan tidak sesuai dengan kebutuhan guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, para
pengurus KKG perlu melakukan “need assessment”, pengkajian apa saja yang

menjadi kebutuhan-kebutuhan para guru untuk dibahas, dan disusun berdasarkan
skala prioritas. Bagi guru yang tidak aktif dan tidak berpartisipasi, perlu diberikan
tindakan yang sifatnya mengingatkan. Sebaliknya yang aktif dan berpartisipasi
diberikan penghargaan, yang dilakukan oleh UPT dan Dinas Pendidikan atas usul dari
pengelola KKG.
7. Dinas pendidikan, UPT dan sekolah perlu melakukan sosialisasi, pelatihan atau
workshop tentang model-model pembelajaran, untuk meningkatkan pemahaman,
keterampilan dan penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang inovatif