Peta Lokasi dan Kondisi Beberapa Sumber (1)

Peta Lokasi dan Kondisi Beberapa Sumber Air Tawar sebagai Tempat Minum Satwa
di Taman Nasional Baluran
Ekki Totilisa1), Lina Mariantika1), R. Ayu Shufaira Habiebah1), Endang Arisoesilaningsih1)
1)

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang,
Jl. Veteran No. 169 Malang

ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan untuk melakukan pemetaan dan mengetahui penyebaran sumber air tawar untuk tempat
minum satwa di Taman Nasional Baluran pada akhir musim kemarau tahun 2013, dan mengetahui profil sumber air
tawar berdasarkan kuantitas air, kualitas air, kualitas vegetasi di sekitar lokasi, dan kunjungan satwa. Berdasarkan
wawancara dari petugas dan masyarakat setempat, 6 dari 18 sumber air untuk tempat minum satwa dapat tereksplorasi,
yakni Sumber Manting, Sumber Manting Utara, Sumber Bama, Kubangan Bekol, dan Sumber Kajang yang terletak di
Resort Bama, serta Sumber Kedung Biru yang terletak di Resort Perengan. Kualitas air pada keenam lokasi tersebut
masih tergolong baik karena beberapa variabel yang diamati masih memenuhi baku mutu untuk air minum hewan
berdasarkan PP No 82 tahun 2001. Sementara itu, Kubangan Bekol dan Sumber Kedung Biru digolongkan memiliki
kualitas air yang sangat baik, ditunjukkan oleh nilai pH sebesar 7, DO sebesar 5 mg/L, dan konduktivitas sebesar 550
μS/cm. Berdasarkan analisis QBR (Riparian Forest Quality) ditunjukkan bahwa empat dari enam sumber air yaitu
Manting Utara, Sumber Manting, Bama, dan Kedung Biru berada di area dengan kualitas vegetasi riparian yang baik,
dengan skor 80-85. Vegetasi riparian yang paling terdegradasi terdapat di Kajang akibat adanya bangunan sipil.

Berdasarkan kunjungan dan banyaknya jenis hewan, hampir semua lokasi sumber air yang terksplorasi mempunyai
ekosistem dan kualitas air yang baik, karena masih banyak jenis hewan yang ditemukan beraktifitas dan
memanfaatkan air di sumber air tersebut. Sumber Bama, Kedung Biru, dan Manting Utara digolongkan mempunyai
kualitas ekosistem perairan yang baik juga karena kondisi sumber air yang masih alami tanpa modifikasi manusia.
Kata kunci : kualitas dan kuantitas air, peta, riparian, satwa, sumber air tawar
ABSTRACT
The aims of this research are to mapping and explore the water spring for animals drinking at Baluran National Park
at the end of dry season on 2013, and know profile of water spring based on water quality and quantity, riparians
quality, and animal visit. Based on interview with Baluran National Park officers and local community, 6 from 18
water spring for animal drinking can explored, that are Sumber Manting, Sumber Manting Utara, Sumber Bama,
Bekol tub, and Sumber Bama located on Bama Resort, and Sumber Kedung Biru located in Perengan Resort. Water
quality at those location are relatively good, because all value of physicochemical water quality parameter are
appropriate with the standards for animal drinking water and husbandary based on PP No. 82 tahun 2001. Bekol tub
and Sumber Kedung Biru have very good water quality because have pH values is 7, DO value is 5mg / L, and
conductivity value between 550 μS /cm. The riparian analysis using QBR analysis shows that there are four locations
are very good with QBR range 85-80, there are Sumber Manting Utara, Sumber Manting, Sumber Bama, and Sumber
Kedung Biru. The lowest value of QBR (70) are found in Kajang with riparian quality category is good enough. Based
on the visit and number of animals, almost all of locations explored has good ecosystem and water quality, because
there are still many kinds of animals found and drink at those water source and tub. Sumber Bama, Kedung Biru and
Manting Utara are classified have good ecosystem quality because physically it have natural condition without human

intervention and modification.
Key words: ecosystem, map, riparian, water quality and quantity, water spring

PENDAHULUAN
Taman Nasional Baluran merupakan salah satu
Taman Nasional di Indonesia yang memiliki beberapa
lokasi yang merupakan miniatur habitat di Indonesia
yang merupakan perwakilan tipe ekosistem savana
klimaks terluas di Pulau Jawa, dan merupakan habitat
ideal bagi mamalia besar [2]. Taman Nasional Baluran
memiliki iklim monsoon, dimana termasuk tipe iklim E
dengan temperatur berkisar antara 27,2-30,9°C,
kelembaban udara 77%, kecepatan angin 7 knots, dan
arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara

yang kuat. Dampak dari kondisi iklim yang demikian
mengakibatkan distribusi musim kemarau dan penghujan
yang relatif tidak seimbang, dimana musim kemarau
berlangsung sangat lama. Musim hujan pada bulan
November-April, sedangkan musim kemarau pada bulan

April-Oktober dengan curah hujan tertinggi pada bulan
Desember-Januari. Namun secara faktual, perkiraan
tersebut sering berubah sesuai dengan kondisi global
yang mempengaruhi [3].
Taman Nasional Baluran mempunyai tata air
radial, terdapat sungai-sungai besar termasuk sungai
Kacip yang mengalir dari kawah menuju Pantai Labuhan

Merak, Sungai Klokoran dan Sungai Bajulmati yang
menjadi batas Taman Nasional Baluran di bagian Barat
dan Selatan. Banyak dasar sungai yang berisi air selama
musim penghujan yang pendek, akan tetapi banyak air
yang meresap melalui abu vulkanik yang berpori-pori
sampai mencapai lapisan lava yang keras di bawah tanah
dan keluar lagi pada permukaan tanah sebagai mata air
pada sumber air di daerah pantai (Popongan, Kelor,
Bama, Mesigit, Bilik, Gatal, Semiang dan Kepuh), daerah
kaki bukit (sumber air Talpat), pada daerah ujung pantai
(teluk Air Tawar) dan air laut (dekat Tanjung Sedano).
Pada musim hujan, tanah yang hitam sedikit sekali dapat

ditembus air dan air mengalir di permukaan tanah,
membentuk banyak kubangan (terutama di sebelah
selatan daerah yang menghubungkan Talpat dengan
Bama). Pada musim kemarau air tanah di permukaan
tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air pada
beberapa mata air tersebut menjadi berkurang [15].
Air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
keberlangsungan kelestarian populasi satwa liar di Taman
Nasional Baluran. Semua satwa liar tersebut
membutuhkan air untuk keberlangsungan hidupnya. Pada
saat musim kemarau beberapa sumber air tempat minum
satwa mengalami kekeringan dan mengakibatkan satwa
berpindah mencari sumber air minum yang lain [13].
Menurut Tim Pengendali Ekosistem Hutan [15], sumber
air tawar sebagai lokasi minum satwa yang terdapat di
Taman Nasional Baluran yaitu Bekol, Bama, Kelor,
Manting, Manting Selatan, Manting Utara Nyamplung,
Sumber Batu, Popongan, Kedung Biru, Kalitopo, Kajang,
Tanjung Kajang/Batu Hitam, sungai Bajulmati, Rowo
Jambe, Palongan, Grekan dan Sigedung. Penelitian ini

dilaksanakan untuk melakukan pemetaan dan mengetahui
penyebaran serta profil sumber air tawar untuk tempat
minum satwa berdasarkan kuantitas air, kualitas air,
kualitas vegetasi di sekitar sumber, dan kunjungan
satwa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan
September–Desember 2013. Pengukuran kualitas dan
kuantitas air, pengamatan vegetasi riparian dan
kunjungan satwa dilakukan di Taman Nasional Baluran,
kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo Jawa Timur
pada awal November 2013. Pengolahan dan analisa data
dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Diversitas
Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.
Pengumpulan data lokasi minum satwa di Taman
Nasional Baluran di lakukan sebelum penelitian (dari
penelitian terdahulu dan internet), dan saat penelitian
(wawancara petugas Taman Nasional Baluran dan

penduduk lokal). Lokasi minum satwa yang ditemukan
pada
penelitian
kemudian
dipetakan
dengan
menggunakan GPS. Selama proses pengambilan data,
dilakukan proses marking lokasi dan dicatat koordinat
letaknya.

Profil kondisi lokasi minum satwa dicari dengan
mengukur kualitas dan kuantitas air berdasarkan
parameter fisik air yaitu suhu, warna, kecerahan,
konduktivitas, lebar dan kedalaman sumber air, dan
parameter kimia air yaitu pH, DO dan salinitas. Kualitas
vegetasi riparian di sekitar lokasi minum satwa diukur
dengan menggunakan metode penilaian berdasarkan
pengamatan sederhana dan indeks QBR (Qualitat del
Bosc de Ribera atau Riparian Forest Quality). Kualitas
vegetasi riparian dinilai berdasarkan empat kategori yaitu

tutupan vegetasi, struktur tutupan, kualitas tutupan dan
pemanfaatan saluran. Masing-masing komponen diberi
nilai 0, 5, 10, dan 25 [9]. Berikut klasifikasi kualitas
riparian berdasarkan indeks QBR:
≥ 95 = habitat riparian dalam kondisi alami
75-90 = sedikit gangguan, kualitas baik
55-70 = mengalami gangguan yang penting, kualitas
cukup baik
30-50 = ada perubahan yang kuat, kualitas tidak baik
≤ 25 = degradasi besar, kualitas jelek.
Kualitas lokasi minum satwa juga dinilai dengan
melihat satwa yang berkunjung ke lokasi. Metode yang
digunakan yaitu langsung dan tidak langsung. Metode
langsung yaitu melihat satwa yang berkunjung di lokasi
secara langsung, sedangkan metode tidak langsung yaitu
dengan melihat jejak kaki, dan feses (kotoran satwa) yang
terdapat di sekitar lokasi minum satwa.
Pemetaan lokasi minum satwa di analisis dengan
menggunakan program Quantum GIS dengan cara
menginput data terlebih dahulu dengan menggunakan

program berbasis teks, yakni data dengan ekstensi .txt,
atau .cvs [1]. Titik lokasi sumber air yang ditampilkan
dalam Quantum GIS berupa data vektor sehingga ketika
diolah akan tampak titik lokasinya. Penambahan
informasi peta juga dilakukan untuk menambah kejelasan
dari peta yang dibuat. Penginderaan jauh yang dipakai
untuk menambah informasi lokasi sumber adalah dengan
menggunakan plugins Google Layers. Tampilan dari
Google Layers akan sama dengan tampilan pada Google
Earth.
Data pengukuran kualitas dan kuantitas air yang
diperoleh dikompilasi menggunakan Microsoft excel
2007. Profil sifat fisiko-kimia air ditentukan dengan
menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi pada
masing-masing parameter di seluruh lokasi penelitian dan
dibandingkan dengan Baku Mutu Air berdasarkan PP No.
82 Tahun 2001 tentang pengolahan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air [5].
Kesamaan habitat antar lokasi ditentukan
menggunakan indeks kesamaan Bray-Curtis. Untuk

mengetahui parameter fisiko-kimia air yang mencirikan
masing-masing stasiun diketahui menggunakan analisis
biplot. Perhitungan indeks kesamaan dan analisis biplot
menggunakan program PAST.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional
Baluran berdasarkan kuantitas air dan profil kubangan
Gambar 1. Peta sumber air tawar dan kubangan sebagai tempat minum
satwa di Taman Nasional Baluran

Berdasarkan wawancara dari petugas dan
masyarakat setempat ketika pelaksanaan penelitian
lapang, 6 dari 18 sumber air tawar [2,13,15] untuk tempat
minum satwa dapat tereksplorasi, yakni Sumber Manting,
Sumber Manting Utara, Sumber Bama, Kubangan Bekol,
Sumber Kajang di Resort Bama, dan Sumber Kedung
Biru di Resort Perengan (gambar 1). Semua sumber air
tawar yang berhasil dieksplorasi merupakan perairan

tergenang.
a

b

c

d

e

f

Gambar 4. Volume air pada masing-masing lokasi minum satwa

Gambar 2. Profil kondisi sumber air yang diteliti. Sumber Manting
Utara (a), Sumber Bama (b), Sumber Kedung Biru (c),
Sumber Manting (d), Kubangan Bekol (e), Sumber
Kajang (f).


Kuantitas air yang dihitung dari volume air ,
menunjukkan nilai yang bervariasi berkisar 47,086648,95 m3. Volume terrendah terdapat di Kajang sebesar
47,08 m3, dan terbesar terdapat di Bama sebesar 6648,95
m3. Besar kecilnya volume air ini tergantung dari luasan
sumber dan
kubangan, kondisi tanah, topografi,
penutupan lahan dan luas [14]. Dari keenam sumber air
dan kubangan yang diteliti, diketahui bahwa Sumber
Bama, Sumber Manting Utara dan Sumber Kedung Biru
memiliki kondisi yang masih alami, dan tanpa modifikasi
bangunan dari manusia seperti Sumber Kajang dan
Sumber Manting. Hal ini mempengaruhi kualitas air,
kualitas riparian dan kualitas ekosistem sumber air tawar
tersebut. Kubangan Bekol merupakan kubangan air
buatan sebagai tempat minum satwa di savana seperti
Rusa dan Merak. Hal ini dikarenakan hilangnya
kubangan alami di daerah savana Bekol, sehingga dibuat
kubangan sebagai tempat minum hewan di savana [16].

Gambar 5. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional
Baluran berdasarkan kualitas fisikokimia air

Kualitas air pada tempat minum satwa
digolongkan sangat baik karena semua nilai parameter
fisikokimia air memenuhi baku mutu untuk air minum
hewan sesuai PP No. 82 tahun 2001 [5]. Kualitas air
digolongkan baik karena terdapat satu nilai parameter
kualitas fisikokimia air yang besarnya dibawah baku
mutu air untuk air minum hewan. Sumber air Bekol dan
Kedung Biru digolongkan memiliki kualitas air yang
sangat baik karena memiliki nilai pH antara 6-9 dan, DO
antara 3-6 mg/L, dan konduktivitas antara 250-700
μS/cm. Sumber air Bama, Manting Utara, dan Sumber
Manting digolongkan memiliki kualitas air yang baik
karena nilai DO kurang dari 3 mg/L [8]. Sumber air
Kajang digolongkan memiliki kualitas air yang baik
karena hanya nilai konduktivitas air yang melebihi baku
mutu air untuk air minum hewan, yakni sebesar 785
μS/cm.

Rata-rata nilai pH pada enam lokasi yang di amati
berkisar antara 6,7-8,4 (Gambar 3a). Nilai tersebut masih
memenuhi standar baku mutu kualitas air golongan III
yaitu 6-9 yang diperuntukan untuk air minum hewan.
Nilai pH mempengaruhi ketersediaan nutrisi bagi
tanaman yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan t anaman. Nilai pH tinggi (>8,5) disebabkan
oleh tingginya konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-),
karbonat (CO32-) dan Na+ [4].
Hasil pengukuran DO di enam lokasi berkisar
antara 1,1-4,9 mg/L (Gambar 3b). Kisaran tersebut
menunjukkan masih terdapat sumber air yang berada
dibawah batas yang diijinkan sebesar 3-6 mg/L. Nilai DO
yang berada dibawah batas yaitu terdapat pada sumber air
Manting Utara, Sumber Manting, dan Bama, sedangkan
untuk Kajang, Bekol dan Kedung Biru memiliki nilai DO
yang tergolong normal berdasarkan ketetapan PP No.82
tahun 2001 [5].
Hasil pengukuran salinitas pada ke enam lokasi
berkisar 0-0,2 ‰. Manting Utara, Sumber Manting,
Bekol, Bama dan Kajang nilai salinitas 0 ‰, sedangkan
Kedung Biru mempunyai nilai salinitas 0,2 ‰.
Berdasarkan Effendi [6] kisaran salinitas 0-0,5 tergolong
dalam perairan tawar.
Hasil pengukuran konduktivitas (Gambar 3c) di
enam lokasi menunjukkan hanya terdapat satu lokasi
yang melebihi batas maksimum baik berdasarkan
Semwall dan Alkolkar [14] yaitu sumber Kajang,
sedangkan untuk lima sumber yang lain tergolong
katergori konduktivitas yang baik. Konduktivitas
berpengaruh terhadap peningkatan kadar garam atau
salinitas. Salintas yang tinggi akan berpengaruh pada
produktivitas tanaman karena ketidakmampuan tanaman
untuk menyerap air dalam tanah sehingga akan
mengalami dampak kekeringan [7].
Suhu air pada enam lokasi sumber air bervariasi,
berkisar 28,7-32,60C. Nilai suhu terrendah ditemukan
pada Sumber Manting sebesar 28,70C, sedangkan suhu
tertinggi terletak pada Kedung Biru sebesar 32,60C. Suhu
paling rendah ditemukan di Sumber Manting karena
terdapat banyak pohon yang menaungi sehingga suhu
lebih rendah dibanding lokasi yang lain. Dilihat pula dari
penutupan vegetasi kualitas riparian yang baik
berdasarkan indeks QBR yakni dengan skor 85. Skor
QBR tinggi pada Sumber Manting karena tingginya
persentase penutupan vegetasi, karena banyaknya
tanaman dengan habitus pohon [10,12], kubangan masih
alami atau tidak termodifikasi oleh manusia.

Gambar 6. Rata-rata nilai pH (a), DO (b), konduktivitas (c), dan suhu
(d) di beberapa lokasi minum satwa
Keterangan gambar:
batas baku mutu air golongan III untuk air minum hewan

Gambar 7. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional
Baluran berdasarkan kualitas vegetasi riparian

Kualitas vegetasi riarian di sekitar tempat minum
satwa yang tereksplorasi digolongkan sangat baik karena
memiliki nilai indeks QBR sebesar ≥ 95, digolongkan
baik karena memiliki nilai indeks QBR antara 75-90,
digolongkan cukup baik karena memiliki nilai indeks
QBR sebesar 55-70. Kriteria baik dan tidaknya kualitas
riparian, dilihat dari banyaknya jumlah pohon yang
menaungi, jenis tanaman, dan habitus tanaman [9]. Hasil
analisis kualitas riparian di enam lokasi menggunakan
indeks QBR menunjukkan bahwa pada enam lokasi
sumber air terdapat lima lokasi yang tergolong baik
dengan kisaran nilai riparian sebesar 85-80 yaitu Manting
Utara, Sumber Manting, Bama, dan Kedung Biru. Nilai
riparian terrendah terdapat di Kajang sebesar 70 dengan
katergori kualitas riparian cukup baik.

Gambar 8. Kualitas riparian berdasrakan indeks QBR (Qualitat del
Bosc de Ribera atau Riparian Forest Quality) di enam
lokasi sumber air dan kubangan

kualitas fisiko-kimia, vegetasi riparian dan kunjungan
hewan berdasarkan Principal Component Analysis (PCA)
memperoleh hasil yang sama dengan analisis cluster .
Berdasarkan analisis cluster menunjukkan bahwa
kelompok 2 yaitu Sumber Bama dan Sumber Kajang
mempunyai kesamaan nilai konduktivitas yang tinggi
dibanding yang lainnya. Kubangan Bekol, Sumber
Manting utara, Sumber Kedung biru mempunyai nilai
yang hampir sama tingginya pada parameter DO, suhu,
salinitas, pH, nilai QBR dan kunjungan hewan.
Gambar 9. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional
Baluran berdasarkan banyaknya jenis hewan yang
berkunjung dan memanfaatkan

Tempat minum satwa yang digolongkan
memiliki riparian yang sangat baik dan baik yaitu
Sumber Manting Utara, Bekol, Bama, dan Kedung Biru
digolongkan juga memiliki kualitas ekosistem yang baik
berdasarkan jumlah jenis hewan yang berkunjung dan
memanfaatkan sumber air tersebut sebagai habitat dan
sumber air minum (gambar 9). Banyak ditemukan
mamalia yang minum (rusa, monyet, dan lutung), jejak
mamalia (babi hutan dan kerbau) di sumber air tersebut.
Banyak juga ditemukan amfibi (katak), reptil (ular, tokek,
dan biawak), dan serangga air (capung, kumbang air, dan
anggang-anggang) yang beraktivitas di sumber air
tersebut. Hal ini dikarenakan sumber air tawar tersebut
memiliki riparian yang cukup baik, yang sering
dimanfaatkan sebagai sumber makanan serta habitat [10].
Hal ini juga berhubungan dengan kualitas air yang baik,
yang memenuhi baku mutu air untuk air minum hewan
[5]. Kehadiran serangga air, amfibi dan reptil yang
melakukan aktivitasnya di sumber air tersebut juga
didukung oleh sifat fisikokimia air dangan nilai pH, DO
dan konduktivitas yang cocok untuk habitat mereka [9].
Hewan yang ditemukan beraktivitas di sumber
air Kajang hanya serangga air (kumbang air), karena
kualitas air yang mendukung untuk menjadi habitatnya.
Tidak ditemukan hewan yang menggunakan sumber air
Kajang sebagai sumber air minum, diduga karena
kondisi ekosistem sumber air yang sudah merupakan
ekosistem buatan, riparian dan jenis tanaman tidak
mendukung sebagai area feeding ground, dan kedalaman
sumur yang sulit dijangkau oleh hewan serta kuantitas air
yang kecil.
Berdasarkan pemantauan kualitas air terhadap
beberapa parameter kualitas fisiko-kimia (pH, DO,
konduktivitas, suhu dan salinitas), vegetasi riparian, dan
kunjungan hewan, dapat dilakukan pengelompokan
wilayah berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis
(Gambar 10), selanjutnya dibuat analisis cluster (Gambar
11). Berdasarkan analisis cluster tersebut, pada tingkat
80%, wilayah penelitian terbagi menjadi dua kelompok
yaitu kelompok 1 (Kubangan bekol, Sumber Manting
utara, Sumber Manting, dan Sumber Kedung biru), dan
kelompok 2 (Sumber Kajang dan Sumber Bama) yang
memiliki karakteristik yang hampir serupa, tingkat
kesamaan antara kelompok 1 dana kelompok 2 kurang
dari 80%. Pengelompokan kualitas air berdasarkan

Gambar 10. Pengelompokan wilayah penelitian berdasarkan kualitas
fisiko-kimia air, vegetasi riparian, dan kunjungan hewan
dengan menggunakan Principal Component Analysis
(PCA) menggunakan biplot.
Keterangan: K.B= Kubangan bekol, S.Mu= Sumber
Manting utara, S.M= Sumber manting, S.Kb= Sumber
Kedung biru, S.K= Sumber Kajang, S.B= Sumber Bama

Gambar 11. Kesamaan habitat sumber air berdasarkan kualitas fisikokimia air, vegetasi riparian, dan kunjungan hewan
berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis.
Keterangan: K.B= Kubangan bekol, S.Mu= Sumber
Manting utara, S.M= Sumber manting, S.Kb= Sumber
Kedung Biru, S.K= Sumber Kajang, S.B= Sumber Bama
Keterangan gambar:
batas kesamaan lokasi (80%)

KESIMPULAN
Pada akhir musim kemarau, masih ada sumber air
tawar yang berfungsi sebagai tempat minum satwa, yang
mempunyai volume air yang cukup dan kualitas air yang
baik untuk air minum hewan, yakni sumber air Bama,
Bekol, Sumber Manting, Manting Utara, dan Kajang
yang terletak di Resort Bama, serta sumber air Kedung
Biru yang terletak di Resort Perengan. Kualitas air pada
keenam lokasi tersebut masih tergolong baik karena
beberapa variabel yang diamati masih memenuhi baku
mutu untuk air minum hewan berdasarkan PP No 82
tahun 2001. Kubangan Bekol dan Sumber Kedung Biru
digolongkan memiliki kualitas air yang sangat baik,

ditunjukkan oleh nilai pH sebesar 7, DO sebesar 5 mg/L,
dan konduktivitas sebesar 550 μS/cm.
Sumber Bama, Kedung Biru, dan Manting Utara
digolongkan mempunyai kualitas ekosistem perairan
yang baik juga karena kondisi sumber air yang masih
alami tanpa modifikasi manusia. Sumber Manting dan
Kajang sudah dimanfatkan oleh masyarakat untuk cuci
dan minum, serta dibuat kubangan buatan (dari semen),
sehingga kondisi menjadi tidak alami. Kubangan Bekol
merupakan kubangan buatan sebagai tempat minum
hewan di Savana Bekol, dan masih memiliki kualitas air
yang sangat baik untuk air minum hewan.
Berdasarkan analisis QBR ditunjukkan bahwa empat
dari enam sumber air yaitu Manting Utara, Sumber
Manting, Bama, dan Kedung Biru berada di area dengan
kualitas vegetasi riparian yang baik, dengan skor indeks
QBR 80-85. Vegetasi riparian yang paling terdegradasi
terdapat di Kajang akibat adanya bangunan sipil.
Berdasarkan kunjungan dan banyaknya jenis hewan,
hampir semua lokasi sumber air yang terksplorasi
mempunyai ekosistem dan kualitas air yang baik, karena
masih banyak jenis hewan yang ditemukan beraktifitas di
sumber air tersebut, didukung dengan kondisi sumber air
tersebut yang masih alami, tanpa ditemukan modifikasi
dan aktifitas manusia.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada tim dosen dan asisten mata
kuliah Survei dan Manajemen Data Sumber Daya Hayati
yang telah mendampingi mahasiswa dalam pelaksanaan
penelitian lapang di Taman Nasional Baluran.
Terimakasih juga kepada petugas Taman Nasional
Baluran Resort Bama dan Perengan yang telah
mendampingi ketika pelaksanaan penelitian lapang.
DAFTAR PUSTAKA
[1]Alifianto, F., R. Azrianingsih, B. Rahardi. 2013. Peta
Persebaran Porang (Amorphophallus muelleri
Blume) Berdasarkan Topografi Wilayah di Malang
Raya. Jurnal Biotropika. Edisi (1) No.2.
[2]balurannationalpark.web.id. 2008. Peta Kerja Taman
Nasional Baluran. Diakses Tanggal 17 September
2013.
[3]balurannationalpark.web.id.
2008.
Iklim
dan
Topografi
Taman
Nasional
Baluran.
balurannationalpark.web.id/iklim-dan-topografi/.
Diakses 1 Desember 2013.
[4]Bauder, T.,R.M. Waskom, P.L. Sutherland dan J.G.
Davis. 2011. Irrigation Water Quality Criteria.
Colorado State University. Cooperative Extension.
7/03.
[5]Depkes. 2008. Peraturan Pemerintah. No. 82 Tahun
2001. Tetang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian
Pencemaran
Air.
http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 19
November 2013
[6]Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air (Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

[7]Fernandez, Nelson., Ramirez, Alberto., dan Solano,
Fredy. 2008. Physico-chemical Water Quality
Indice. Department of Environmental Quality.
Universidad de Pamplona . Colombia.
[8]Joshi, D.M., A. Kumar dan N. Anggrawal. 2009.
Assesment of the Irrigation Water Quality of River
Ganga in Haridwar Distric. Rasayan Journal of
Chemistry. 2(2):285-292.Joshi dkk., 2009).
[9]Munne, A., N. Prat, C. Sola, N. Bonada, and M.
Rieradevall. 2003. A simple field method for
assessing the ecological quality of riparian habitat
in rivers and streams: QBR index, Aquatic
Conservation: Mar. Freshw. Ecosyst, 13:147-163.
[10]Nasir, D.M., A. Priyono, M. D. Kurrini. 2003.
Keanekaragaman Amphibi (ordo Anura) di Sungai
Ciapus Leutik, Bogor, Jawa Barat. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
[11]Pengendali Ekosistem Hutan. 2006. Laporan
Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan: Labelisasi
Pohon.
[12]Philips, Don., Burdick, Connie., Merja, Becky., dan
Brown, Norm. 2009. Assesment of Ecosystem
Serivices Provided by Urban Trees. Technical
Report Public Lands Within the Urban Growth
Boundary of Corvalis, Oregon.
[13]Pratiwi, A. 2005. Pengamatan Kondisi Sumber Air
Tempat Minum Satwa di Taman Nasional Baluran.
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan.
[14]Semwal, N dan P. Akolkar. 2011. Suistability of
Irrigation Water Quality of Canals in NCR Delhi.
International Journal of Basic and Applied
Chemical Sciences. 1(1):60-69
[15]Tim Pengendali Ekosistem Hutan. 2007. Pemantauan
Sumber Air Minum Satwa. Laporan Kegiatan
Pengendali
Ekosistem
Hutan.
balurannationalpark.web.id. Diakses tanggal 17
September 2013.
[16]Tim Pengendali Ekosistem Hutan. 2010. Savana
Baluran Berkarya untuk Hutan Lestari. Edisi 1
januari-maret. www.balurannasionalpark.web.id.
Diakses tanggal 2 Desember 2013.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24