EPIDEMIOLOGI

KELOMPOK 6
Irnawati Nur Fadilah

J310150023

Tri Oktaviyani

J310150026

Fely Trelyoni

J310150070

Dwi Septiana Prihatin

J310150077

Kalista Putri Maharani

J310150082


Rizma Septianing Putri

J310150147

Sugar-sweetened soda consumption and
risk of developing rheumatoid arthritis in
women
Yang Hu, Karen H Costenbader, Xiang Gao, May Al-Daabil, Jeffrey A Sparks, Daniel H
Solomon, Frank B Hu,
Elizabeth W Karlson, and Bing Lu

Pengaruh konsumsi soda dengan
pemanis gula terhadap peningkatan
resiko rheumatoid arthritis pada wanita

PENDAHULUAN


Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi disebabkan
oleh gangguan autoimun, yang ditandai dengan synovitis

(inflamasi membran kapsul sendi bagian dalam) secara terusmenerus, peradangan sistemik dan auto antibodi. 1% dari orang
dewasa menderita RA, sebagian besar perempuan.



Walaupun etiologi belum terungkap, RA umumnya bisa disebabkan
berbagai
faktor,
yaitu faktor genetik dan paparan lingkungan termasuk gaya
hidup dan faktor-faktor risiko Diet.



Faktor – faktor lain yang terkait yaitu obesitas, dyslipidemia,
gangguan metabolisme glukosa, diabetes tipe 2 (T2D) dan
penyakit kardiovaskuler (CVD).



Soda tinggi gula adalah sumber utama asupan gula dalam diet Amerika,

yang dapat meningkatkan diabetes melitus tipe 2 dan CVD dengan
merangsang obesitas, resistensi insulin, dan peradangan, yang akhirnya
menjadi penyebab RA. Oleh karena itu, kita akan meneliti hubungan
antara konsumsi soda berpemanis gula dengan risiko RA.



Tidak
ada studi sebelumnya
yang telah menyelidiki hubungan konsumsi soda
tinggi
gula
yang
dikaitkan dengan risiko terjadinya RA. Oleh karena itu penelitian ini
menyelidiki hubungan antara diet soda
tinggi
gula dengan
risiko
 RA dalam 2 kelompok besar studi cohort, yaitu kelompok wanita
muda dan setengah baya.


SUBJEK PENELITIAN


Subjek dari penelitian ini adalah perawat yang terdaftar di NHS dan
NHS II. The Nurses’ Health Study (NHS) terdiri dari 121,700 perawat
wanita berusia 30-55 tahun, sedangkan The NHS II terdiri dari
116,671 perawat wanita berusia 25-42 tahun.



Para peserta  menjawab kuesioner yang
sudah
(FFQ) tentang gaya
sejarah medis dan terjadinya penyakit kronis.



Ada beberapa peserta yang tidak memenuhi kriteria inklusi
diantaranya

karena
menderita
psoriasis arthritis dan penyakit jaringan ikat,
kanker atau pengobatan yang dapat mengubah sistem kekebalan
tubuh, dan
dapat mengubah diet serta aktivitas fisik. Sehingga, total peserta
pada penelitian ini yaitu 79,570 peserta NHS dan 107,330  peserta
NHS II.

divalidasi
hidup,

IDENTIFIKASI
RA
 Penentuan kasus RA

di NHS dan NHS II adalah proses 2
langkah. Pertanyaan skrining penyakit jaringan ikat dikaitkan
dengan peserta yang melaporkan diagnosis dokter baru RA.
Dua rheumatologists bersertifikat dewan yang dilatih dalam

abstraksi bagan melakukan ulasan rekam medis independen
sesuai dengan kriteria klasifikasi American College of
Rheumatology tahun 1987 dari RA. Serostatus dari RA
ditentukan oleh RF positif atau ACPA dalam rekam medis.

ASSESSMENT OF SODA CONSUMPTION


Sejak tahun 1980 dan tahun 1991, FFQ telah diberikan kepada
peserta NHS dan NHS II, masing-masing juga diminta untuk
mengumpulkan informasi tentang asupan makanan dan
minuman selama tahun sebelumnya. Mulai tahun 1980, peserta
diminta mencatat seberapa sering mereka mengkomsumsi
soda tinggi gula (Coke, pepsi atau cola lainnya yang
mengandung
gula
dan
minuman
berkarbonasi
yang

mengandung gula) dan diet soda (rendah cola kafein), diet
soda (bebas kafein rendah kalori), atau minuman lain rendah
kalori dengan menggunakan ukuran standar porsi (1 porsi
standar, cangkir, kaca, botol).



Kemudian dilakukan perkiraan rata-rata kumulatif konsumsi
soda untuk mencerminkan kebiasaaan konsumsi jangka
panjang dan mengurangi pengukuran kesalahan.



Pasien dengan praklinis RA biasanya memiliki gejala awal seperti 
nyeri sendi, yangdapat menyebabkan subjek mengubah diet bias
a. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut, dilakukan analisis di
mana soda asupan digunakan untuk memprediksi RA yang terjadi
setidaknya 2 tahun kemudian. Misalnya, untuk memprediksi
insiden RA selama periode 1992-1994, digunakan data asupan
soda yang diperoleh oleh rata-rata konsumsi sehari-hari yang

dilaporkan antara tahun 1980 dan 1990 (tidak termasuk asupan
di tahun 1992).

ASSESSMENT OF COVARIATES


Setiap tahun, dilakukan tindak lanjut kuesioner yang meliputi
umur, berat badan, status rokok, status menopause,
penggunaan terapi hormon menopause, konsumsi suplemen,
penggunaan kontrasepsi oral, dan sejarah kronis penyakit.
Selain itu, dilakukan penambahan informasi tentang konsumsi
alkohol, aktivitas fisik, pendapatan rata-rata keluarga, dan
status menyusui.



BMI dihitung sebagai berat badan dalam kilogram dibagi dengan
ketinggian dalam meter pesergi. Aktivitas fisik divalidasi dengan
menanyakan rata-rata waktu yang dihabiskan untuk kegiatankegiatan umum. Informasi disimpulkan dan dihitung sebagai
pengeluaran energi metabolik mingguan.


RESUL
baseline standar usia populasi penelitian
T Karakteristik
berdasarkan jumlah konsumsi gula manis disajikan pada Tabel 1.


HASIL :

Terdapat 857 kasus RA yang terjadi pada :


Usia 28 tahun untuk NHS terdapat kasus RA sebesar 559.



Usia 20 tahun untuk NHS II terdapat kasus RA sebesar 298.

HASIL TABEL 1 :
Bagi kedua kohort : Wanita yang mengkonsumsi lebih banyak soda cenderung

memiliki pendapatan keluarga median yang lebih rendah, tingkat aktivitas fisik yang
lebih rendah, konsumsi alkohol yang rendah dan konsumsi makanan manis, asupan
energi total yang lebih tinggi, dan kualitas diet yang buruk dan menstruasi dini
sebelum usia 12 tahun. Merokok, penggunaan kontrasepsi oral, dan paritas,
menyusui, dan status pasca menopause cenderung serupa pada kategori soda.
Meskipun konsumsi soda yang lebih tinggi dikaitkan dengan penggunaan
multivitamin dan hormon yang lebih rendah di NHS, hubungan yang serupa tidak
diamati pada NHS II.

Hubungan antara konsumsi soda dan risiko RA ditunjukkan pada Tabel 2.

TABEL 3 : KONSUMSI DIET SODA

HASIL :
TABEL 2 :
Hubungan antara konsumsi soda dan risiko RA ditunjukkan pada Tabel 2. Tingkat
kejadian RA sebesar 30 kasus per 100.000 orang tiap tahun di NHS dan 20 kasus
per 100.000 orang tiap tahun di NHS II. Konsumsi soda yang lebih tinggi secara
bersamaan dikaitkan dengan peningkatan risiko RA di NHS namun tidak di NHS
II.

TABEL 3 :
Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi soda diet dan risiko RA, RA
seropositif, dan RA seronegatif. Hasil ini konsisten antara kedua kohort.

KESIMPUL
AN
Dalam studi 2 kelompok besar cohort ini, masing-masing diikuti
selama 2 dekade, wanita yang mengonsumsi soda
berpemanis gula lebih bersiko menderita RA seropositif.
Pengaruh tersebut lebih terlihat pada kasus RA yang didiagnosis
ketika responden sudah berusia lanjut. Konsumsi diet soda tidak
dikaitkan dengan risiko RA. Peneliti tidak mengamati hubungan
yang signifikan antara soda atau konsumsi diet soda dan risiko RA
seronegatif


Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan antara
soda berpemanis gula dengan risiko T2D dan CVD dan ini
adalah studi pertama, untuk memberikan bukti bahwa
konsumsi soda juga dapat berperan dalam peningkatan
resiko RA.