Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi dan Kesinambungan Dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
Menjadi Kompos
Kelapa Sawit (Elaeis Guineesis) saat ini telah berkembang pesat di
AsiaTenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, justru bukan di Afrika Barat
atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya [4].Data luas arel perkebunan
kelapa sawit dan produksi CPO di indonesia dari tahun 2008 hingga 2013
mengalami peningkatan yaitu 1-3 % tiap tahunnya [1]
Industri minyak sawit akan menghasilkan sejumlah limbah, seperti tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) (23%), serat mesocarp (12%), dan palm oil mill
effluent (POME) dari tiap pemprosesan satu ton tandan buah segar [11].
Proses pengolahan minyak sawit menghasilkan dua produk utama, yaitu
minyak mentah (CPO) dan minyak mentah kernel (CPKO). Selama proses
ektraksi, akan dihasilkan produk samping dan limbah seperti tandan kosong
kelapa sawit (TKKS), palm oil mill effluent(POME), kondensat dari sterilizer,
serat dan cangkang kernel kelapa sawit [14].
Tandan kosong kelapa sawit sangat pantas untuk didaur ulang karena
diproduksi dalam jumlah yang sangat besar. Sebelummnya tandan kosong kelapa
sawit digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan steam. Abu yang
dihasilkan mengandung potasium sekitar 30%. Pembakaran tandan kosong kelapa
sawit saat ini dilarang dengan adanya peraturan untuk mencegah polusi udara.
Tandan kosong kelapa sawit saat ini digunkan sama seperti jerami yaitu, tandan
kosong diletakkan disekitar tanaman kelapa sawit yang masih muda. Hal ini
dilakukan untuk membantu mengontrol pertumbuhan rumput liar, mencegah erosi,
dan memelihara kandungan air pada tanah. Tetapi untuk hal ini, dibutuhkan
pekerja dan transportasi untuk mendistribusikan tandan kosong kelapa sawit yang
akan membutuhkan biaya mahal [13]. Jadi, dari masalah diatas sangat baik di cari
cara lain yang lebih efektif. Salah satu cara potensial untuk pemamfaatan limbah
untuk menghasilkan nilai tambah adalah dengan mengkonversi tandan kosong
kelapa sawit menjadi kompos melalui degradasi mikroorganisme [15].
49
Salah satu bahan yang diperlukan untuk produksi kompos adalah Limbah
TKKS dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Sebagai gambaran,
apabila sebuahpabrikkelapa sawitmengolah sekitar100tondaritandan buah segar
(TBS)setiap hari menjadi crude palm oil (CPO), selama proses berlangsung akan
dihasilkan limbah (residu)baik dalam bentuk padatdancair.Limbah padat, terutama
dalam bentuk TKKS dihasilkan sebanyak 27% dari TBS yang diolah, sedangkan
limbah cair dalam bentukLCPKS yang dihasilkan lebih dari 500kg(sekitar 0,5m3).
Kebanyakan kedua limbah ini dibuangselama pengolahan, oleh karena itu dengan
memanfaatkan teknologi pengomposan, suatu pabrik yang mengolah TBS 100
ton/hari dan limbah yang dihasilkan sebanyak 27 ton TKKS dan 50 m3 POME,
maka akan menghasilkan produk kompos sebanyak 27 ton/hari [12]. Limbah
sebanyak ini semuanya dapat diolah menjadi kompos hingga tidak menimbulkan
masalah pencemaran, sekaligus mengurangi biaya pengolahan limbah yang cukup
besar.
2.2 Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pupuk Organik
Aktif(POA)
2.2.1
Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kosong kelapa sawit, adalah materi yang dapat di daur
ulang karena diproduksi dengan jumlah yang sangat besar. Rata-rata perkebunan
sawit menghasilkan 100 metrik ton dari tandan buah segar setipa hari. Tandan
kosong kelapa sawit mengandung banyak bahan selulosa yang mudah di
dekomposisi oleh kombinasi proses fisika, kimia dan biologis. Tandan kosong
kelapa sawit mengandung 70% cairan dan 30% padatan. Didalam tandan kosong
kelapa sawit terdapat holoselulosa 65,5%, lignin 21,2%, abu 3,5% serta ada
kandungan alkohol benzene sekitar 1-4% [9].
Tandan kosong kelapa sawit berwarna coklat kering dengan bentuk yang
tidak seragam dan bobot rendah. Panjang dan lebar tergantung pada ukuran tandan
buah segar dan dapat bervariasi dari panjang 17-30 cm dan lebar 25-35 cm. Dalam
setiap 1 ton tandan kosong kelapa sawit mengandung unsur hara yang setara
dengan 3 kg urea, 0.6 kg RP (Rock Phosphate), dan 12 kg MOP (Muriate of
Potash) [10].
50
Keunggulan kompos TKKS sebagai kompos meliputi: kandungan kalium
yang tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara
yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah. Kompos dari tandan kosong kelapa sawit memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan antara lain:
1. Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan.
2. Membantu
kelarutan
unsur-unsur
hara
yang
diperlukan
bagi
pertumbuhan tanaman.
3. Bersifat homogen dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama
tanaman.
4. Merupakan kompos yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap
dalam tanah.
5. Dapat diaplikasikan pada sembarang musim.
[10].
2.2.2 Karakteristik (POA) Dari Effluent Biogas Pengolahan Lanjut Limbah
Cair Kelapa Sawit (LCPKS)
Penggunaan pupuk dengan memanfaatkan jenis mikroorganisme lokal
(MOL) menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur hara.Larutan MOL
mengandung unsur hara makro, mikro, dan mengandung mikroorganisme yang
berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen
pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai
dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik [16].
Methanobacterium dan Methanobacillus yang terdapat dalam effluent
diketahui dapat membentuk N2 dan untuk menambah unsur makro lain seperti
posfat dibutuhkan bakteri pengolahnya yaitu Bacillus.sp, yang belum diketahui
kuantitasnya didalam effluent. Oleh karena itu dibutuhkan aktivator yang dapat
menambah mikroorganisme didalam pupuk organik aktif. Proses pembuatan
pupuk dilakukan menggunakan larutan effective microorganisme 4 disingkat EM4[17].
51
Berikut ini adalah tabel 2.1 tentang POA effluent dari pengolahan LCPKS
LP3M-Biogas USU yang akan digunakan sebagai bahan tambahan proses
pengomposan TKKS :
Tabel 2.1 Data POA effluent biogas dari pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU
[9].
Parameter
Nitrogen
P2O5 total
K2O
MgO
CaO
C- Organik
pH
Ratio C/N
Satuan
%
%
%
%
Mg/l
%
-
Kandungan
0,14
0,05
0,07
0,1
≤ 0,001
0,12
8,09
0,86
2.3 Proses Pengomposan dan Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Proses
Pengomposan
2.3.1 Kompos
Kompos adalah hasil penguraian bahan organik berbentuk padat melalui
proses biologis dengan bantuan organisme pengurai. Proses penguraian dapat
berlangsung secara aerob (dengan udara) maupun anaerob (tanpa bantuan udara).
Komposdarilimbah
padatorganiksemakin
kerangkaterpadumanajemen
pentingdi
seluruh
limbah
dunia,
dalam
padat
dankhususnyapengalihanbiodegradablesdaripenimbunan[10].
Fungsi utama kompos adalah membantu memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah. Secara fisik kompos dapat menggemburkan tanah, aplikasi
kompos pada tanah akan meningkatkan jumlah rongga sehingga tanah menjadi
gembur. Sementara sifat kimia yang mampu dibenahi dengan aplikasi kompos
adalah meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah dan dapat
meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air (water holding capacity).
Sedangkan untuk perbaikan sifat biologi, kompos dapat meningkatkan populasi
mikroorganisme dalam tanah.Keunggulan kompos adalah kandungan unsur hara
52
makro maupun mikronya yang lengkap. Unsur hara makro yang terkandung dalam
kompos antara lain N, P, K,Ca, Mg,dan S, sedangkan kandungan unsur mikronya
antara lain Fe, Mn, Zn, Cl, Cu, Mo, Na dan B[12]. Dalam proses pengomposan
organisme pengurai mengambil sumber makanan dari sampah atau bahan organik
yang diolah lalu mengeluarkan sisa metabolisme berupa karbon dioksida (CO),
serta panas yang menghasilkan uap air (H2O). Oleh karena itu, kinerja organisme
pengurai dapat dipantau dengan pengamatan temperatur (suhu), tekstur, struktur
dan perubahan warna serta bau.Peningkatan suhu, tekstur dan struktur tidak
lengket dan remah serta warna manjadi gelap mengkilat menandakan adanya
kegiatan organisme pengurai yang berjalan dengan baik dan bau menyengat
kompos yang semakin hari semakin hilang [12].
2.3.2 Proses Pengomposan
Pengomposan dapat terjadi secara alamiah maupun dengan bantuan
manusia. Pengomposan secara alamiah yaitu dengan cara penumpukan sampah di
alam, sedangkan pengomposan dengan bantuan manusia yaitu dengan cara
menggunakan
teknologi
modern
maupun
dengan
menggunakan
bahan
bioaktivator dan menciptakan kondisi ideal sehingga proses pengomposan dapat
terjadi secara optimal dan menghasilkan kompos berkualitas tinggi. Untuk dapat
membuat kompos dengan kualitas baik, diperlukan pemahaman proses
pengomposan yang baik pula. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal
proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik yang kemudian akan digantikan oleh bakteri
termofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, kemudian akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga mencapai
70 oC. Suhu akan tetap tinggi selama fase pematangan.
Mikroba mesofilik kemudian tergantikan oleh mikroba termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat terjadi penguraian bahan organik
yang sangat aktif, mikroba-mikroba yang ada di dalam kompos akan menguraikan
bahan organik menjadi NH+, CO, uap air dan panas melalui sistem metabolisme
dengan bantuan oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu
akan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu
normal seperti tanah. Pada fase ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut,
53
yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 3050 % dari bobot awal tergantung kadar air awal[12].
2.3.3 Metode Pengomposan
Metode pengomposanyang umum digunakan seperti :Silo (In-Vessel),
windrows, penumpukan aerasi,dan sekelompok metode yang umum dikenal
sebagai pengomposan di wadah tertutup. Pengomposan pasif hanya terdiri
daripenumpukan bahan baku danmeninggalkan bahan kompos untuk proses
pengomposan selama jangka waktu yang panjang. Pengomposan metode windrow
adalah pembuatan kompos dengan menumpuk bahan organikatau limbah
biodegradable, seperti kotoran hewan dan sisa tanaman, dalam tumpukan berbaris
yang panjang, metode windrowmerupakan metode yang paling umum digunakan
dalam pengomposan skala pertanian. Pengomposan metode penumpukan aerasi
menggunakan bloweruntuk memasok udara ke bahan kompos, blower ini
dilengkapi
pengontrolan
langsungdariproses
dan
memungkinkan
untuk
pengomposan tumpukan yang lebih besar. Pengomposan di wadah tertutup
merupakan bentuk industri kompos limbah biodegradable yang terjadi
dalamreaktor tertutup.Umumnya proses ini menggunakan tangki logam atau
bunker beton di mana aliran udara dan suhu dapat dikontrol [18].
2.3.3.1 Proses Pengomposan Silo (In-Vessel)
Teknologi pengomposan vertikal silo telah diperkenalkan sejak 1980
untuk biosolid kota. Vertikal silo digunakan untuk pengomposan sampah organik
kota secara pasif dan aerasi, maksudnya tidak ada aerasi paksa. Sebaliknya, bahan
terisi dalam kondisi vertikal, ayakan kawat yang ada didalam kurungan
memungkinkan udara untuk melintasi. Kurungan memiliki ukuran 3,7 - 4,3 m
tinggi dan panjang hanya beberapa kaki [19].
54
Gambar 2.1 Pengomposan In Vessel Menggunakan Empat Channel [19]
Keuntungan
utama
dari
sistemin-vesseldibandingkan
(windrows,tumpukanstatis soda dan lain-lain) adalahpemendekan tahap mesofilik
dan termofilik, efisiensi proses yang lebih tinggi, dan penurunan jumlah patogen,
sehingga lebih aman dan produk akhir lebih berharga. Selain itu, kebutuhan lahan
umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan metode lain.Namun, penting untuk
dicatat bahwa semua sistemmemerlukan stabilisasi akhir kompos.Kekurangan dari
metode in-vessel termasukmodal yang tinggi dan biaya operasional akibat
penggunaanperalatan komputer dan tenaga kerja terampil. In-vesselkompos
umumnya lebih otomatis dariwindrow atau sistem tumpukan statis, dan dapat
menghasilkan topkualitas produk jadi secara konsisten.Alasan umum untuk
memilih in-vessel pengomposanatas metode lain meliputi :kontrol bau,
keterbatasan ruang di lokasi, proses dan penanganan material kontrol, penerimaan
publik yang lebih baik karenaestetika/penampilan dari situs pengomposan,
kebutuhan tenaga kerja sedikit dan kualitas produk yang lebih konsisten[20]
2.3.3.2 Metode windrows
Metode pengomposan windrow merupakan metode tertua yang digunakan
dalam pengomposan. Windrow dapat di buat dengan menggunakan gundukan
55
setinggi 8-10 ft. Dimensi dari tumpukan ini dapat dipengaruhi oleh alat pengaduk
komposnya. Pengadukan dilakukan untuk mendapat suplai udara yang berfungsi
dalam pengaturan temperatur dan kelembapan. Pengadukan dapat juga
menimbulkan timbulnya bau karena kemungkinan terjadinya proses anaerobik
paada tumpukan kompos. Pengadukan tidak dilakukan terus-menerus. Setelah 3-4
minggu, kompos tidak perlu diaduk untuk mencapai periode curing. Pada periode
ini, residu materi organik akan didekomposisi oleh fungi [10].
2.3.3.3. Metode Penumpukan Aerasi
Dalam proses pengomposan aerobik membutuhkan oksigen secara mutlat
karena mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan membutuhkan
oksigen dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah
karbon, nitrogen, fospor, belerang dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma
sel tubuhnya [21].
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Untuk menghasilkan produk kompos yang bermutu tinggi, maka dalam
proses pengomposan harus juga memperhatikan faktor nutrisi dan faktor
lingkungan. Faktor nutrisi mencakup makronutrien, mikronutrien, sedangkan
faktor lingkungan dibagi menjadi temperatur dan kadar air, sedangkan faktor lain
seperti ukuran partikel, C/N, pencampuran dengan bahan lain, penambahan air,
penambahan mikroorganisme, kadar air, pengadukan, temperatur, kontrol
patogen, udara, pH, derajat dekomposisi, dan lahan pengomposan harus dikontrol
[22].Berikut ini penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan.
2.3.4.1 Nutrisi
Carbon (C), nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) adalah nutrisi utama
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan, serta
nutrisi utama untuk tanaman dan akan mempengaruhi kualitas kompos. Hampir
semua bahan organik yang digunakan untuk kompos mengandung semua nutrisi
ini di berbagai tingkatan yang menggunakan mikroorganisme untuk energi dan
pertumbuhan. Sebuah pasokan nutrisi tidak mencukupi atau berlebihan dapat
56
menyebabkan kompos berkualitas rendah. Tirado (2008) menjelaskan efek
menguntungkan dari kompos terhadap pertumbuhan tanaman dikaitkan dengan
peningkatan pasokan nutrisi bagi tanaman [17].
2.3.4.2 Rasio C/N
Zat arang atau karbon (C) dan nitrogen (N) ditemukan diseluruh bagian
sampah organik. Dalam proses pengomposan, C merupakan sumber energi bagi
mikroba sedangkan N berfungsi sebagai sumber makanan dan nutrisi bagi
mikroba. Besarnya rasio C/N tergantung pada jenis sampah, namun rasio C/N
yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1
[18].Sementara besarnya rasio C/N untuk kematangan kompos yaitu 10-20: 1,
[38].
2.3.4.3 Ukuran Partikel
Ukuran partikel bahan kompos berkaitan dengan nutrien misalnya
distribusi nutrien yang tergantung pada ukuran partikel sampah. Secara teoritis,
laju dekomposisi akan meningkat dengan partikel organik yang semakin kecil
[23]. Reduksi ukuran partikel dapat dilakukan dengan pencacahan. Ukuran
partikel mempengaruhi drag force antara partikel sampah, internal friction, dan
bulk density.
Sebagian besar dari dekomposisi aerobik pengomposan terjadi pada
permukaan partikel, karena oksigen bergerak mudah sebagai gas melalui ruang
pori tapi jauh lebih lambat melalui bagian cair dan padat dari partikel. Partikel
yang lebih kecil mengurangi porositas efektif. Kualitas kompos ynang baik
biasnya diperoleh ketika ukuran partikel berkisar dari rata-rata diameter 1/8-2 inci
[18].
2.3.4.4 Temperatur
Suhu adalah indikator proses yang baik. Pengomposan pada dasarnya
berlangsung dalam dua rentang, dikenal sebagai mesofilik (10–40oC) dan
termofilik (di atas 40oC) . Kebanyakan pengomposan berlangsung pada suhu
antara 45oC dan 65oC. Suhu termofilik merupakan kondisi suhu yang
menghasilkan dekomposisi yang lebih cepat [18].
57
Peningkatan temperatur disebabkan oleh reaksi eksoterm dan aktifitas
metabolisme mikroorganisme. Pada metode windrow, temperatur akan naik
karena pengadukan dan hanya dapat dikontrol secara tidak langsung dengan
pengukuran setelah pengadukan. Setelah pengadukan, biasanya temperatur akan
turun 5 – 10°C , namun akan kembali naik setelah beberapa jam. Temperatur pada
windrow turun 10 – 15 hari setelah oksidasi organik, suhu akan dapat berhenti
naik pada hari ke 9 atau ke 10 sehingga aktifitas mikroorganisme pun menurun
[22].
2.3.4.5 pH
Pengontrolan pH sangat penting seperti temperatur dalam mengevaluasi
aktifitas mikroorganisme dan kestabilan sampah.pH pengomposan awal sampah
organik berkisar antara 5 -7. Pada awal pengomposan, pH akan turun sampai 5
atau kurang dari itu karena organik akan berada pada temperatur ambien dan
aktifitas mikroorganisme mesofil akan meningkat dalam menduplikasi diri
sehingga produksi asam organik akan meningkat dan pH akan turun. Pada saat
termofilik, temperatur akan naik dan terjadi aerobik proses sehingga pH akan naik
sampai 8 – 8,5. Setelah kompos matang, pH akan turun menjadi 7 – 8 [22]. Pada
pengomposan bahan dengan kandungan lignin yang tinggi dengan lumpur
biologis, pH cenderung rendah yakni sekitar 5,1-5,5 [24].
2.3.4.6 Kadar Air
Moisture diperlukan untuk mendukung proses metabolisme mikroba dan
merupakan suatu paremeter penting untuk dikendalikan dalam pengomposan [17].
Kelembaban yang optimum berkisar antara 50 – 60%.Kadar air dapat juga
ditambahkan dengan penambahan air. Apabila kelembaban kompos kurang dari
40% maka reaksi akan melambat [22].
Pada saat matang, kadar air yang disayaratan oleh SNI 19-7030-2004
adalah kurang dari 50%. Kadar air dalam kompos matang tidak baik apabila
terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan karena kadar air secara langsung berhubungan
dengan nilai water holding capacity, hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Agricultural Analytical Services Laboratory The Pennsylvania State University
pada tahun 2008.
58
2.3.4.7 Penambahan Air, Mikroorganisme, dan Pencampuran Bahan Lain
Dua faktor desain yang menentukan penambahan air, mikroorganisme, dan
pencampuran dengan bahan lain yang mengandung C/N yang tinggi adalah
kelembaban dan nilai C/N. Untuk dapat mencapai C/N yang optimum, kompos
dapat juga dicampurkan dengan bahan-bahan yang mengandung sumber karbon
yang tinggi seperti kertas, daun, kotoran hewan, dan lumpur dari instalasi
pengoahan air limbah. Pencampuran dengan bahan lain menyebabkan
pengontrolan terhadap kelembaban. Penambahan mikroorganisme juga dapat
dilakukan untuk menghasilkan dekomposisi yang cepat.
2.3.4.8 Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk menambah atau mengurangi kelembaban
pada kompos agar sampai pada kelembaban yang optimum.Pengadukan juga
dapat
dilakukan
untuk
meratakan
distribusi
nutrien
untuk
mikroorganisme.Pengadukan merupakan faktor yang penting dalam mengontrol
kelembaban, kebutuhan udara atau oksigen untuk keadaan aerob. Untuk kompos
dengan
menggunakan
sampah
organik
membutuhkan
15
hari
periode
pengomposan dengan kelembaban 50 -60% dan pengadukan lebih baik dilakukan
setelah hari ketiga dan dilakukan setelah hari itu sampai mendapatkan pengadukan
4 – 5 kali [22]. pengadukan sangat berpengaruh pada pencapaian suhu yang
maksimum dan memperpanjang periode pengambilan oksigen[26].
2.4 Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Sebagai Kompos
Dengan Penambahan Bahan Organik
Banyak penelitian terdahulu dilakukan untuk pengolahan kompos dari
TKKS.Zahrim dan Asis (2010) melakukan penelitian mengenai produksi semikompos tandan kosong kelapa sawit tanpa diparut dengan mencampurkan
POME.Dimana penelitian ini dilakukan tanpa memotong TKKS. Prosesnya
dilakukan dengan metode open turned windrow dengan dimensi area panjang 4 m,
tinggi 1,5 m dan lebar 40 m. Setiap windrow berisi sekitar 120 metrik ton TKKS
dan 324 metrik ton POME. Proses pembalikan dilakukan pada hari ke- 10, 20, 30
59
dan 40 dan pengambilan sampel untuk analisa dilakukan di sembilan titik pada
unit windrow. Gambar 2.2 dibawah ini adalah proses pembalikan menggunakan
traktor dengan macerator.
Gambar 2.2 Pembalikan Kompos TKKS-POME Menggunakan Traktor
Dengan Macerator [2]
Penelitian yang dilakukan oleh Kananam et all., (2011) adalah untuk
mengetahui perubahan biokimia pengomposan TKKS dengan lumpur decanter
dan kotoran ayam sebagai sumber nitrogen.Pada penelitian ini juga dilakukan
penambahan tanah merah yang mengandung Fe, berfungsi untuk acceptor elektron
mikroorganisme dalam kondisi anaerobik, dan lumpur decanter yang digunakan
berasal dari limbah pabrik kelapa sawit.Untuk kondisi aerobik pada penelitian ini
ditambahkan benih mikroorganisme yang terdiri dari jamur (Corynascus sp.,
Scytalidium sp., Chaetomium sp., dan Scopulariopsis sp) dan bakteri (Bacillus
sp), sedangkan untuk kondisi anaerobik benih mikroorganisme yang ditambahkan
mengndung ragi (Saccharomyces sp), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), dan
bakteri katabolisme protein (Bacillus sp).
2.5Kematangan Kompos
Agar dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman, kompos yang digunakan
harus benar-benar stabil (matang). Menurut Sahwan (2004) terdapat beberapa
parameter yang digunakan sebagai indikator kematangan kompos yang terdapat
pada tabel 2.2:
Tabel 2.2. Parameter Kematangan Kompos [26]
Parameter
Suhu
ratio C/N
penyusutan berat
Indikator
mendekati suhu udara
≤ 20
≥ 60%
60
Warna
coklat kehitamhitaman
bau tanah
hancur
< 10% total N
Bau
Struktur
kandungan N-NH4
2.6 Pemanfaatan Kompos
Pemanfaatan kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa
aspek yaitu:
1. Aspek Bagi Tanah Dan Tanaman
a. Memperbaiki produktivitas dan kesuburan tanah
Pemakaian kompos dapat meningkatkan produktivitas tanah baik secara
fisik,
kimia
maupun
biologi
tanah.Secara
fisik,
kompos
dapat
menggemburkan tanah, meningkatkan pengikatan antar partikel dan
kapasitas mengikat air sehingga dapat mencegah erosi dan longsor serta
dapat mengurangi tercucinya nitrogen terlalut dan memperbaiki daya olah
tanah.Sedangkan secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar
kation (KTK), ketersediaan unsur hara dan ketersediaan asam humat. Asam
humat akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral.
Secara biologi, kompos merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme
tanah, sehingga mikroorganismeakan berkembang lebih cepat dan dapat
menambah kesuburan tanah.
b. Menyediakan hormon,vitamin dan nutrisi bagi tanaman
Setiap tanaman membutuhkan nutrisi (makanan) untuk kelangsungan
hidupnya.Tanah yang baik mempunyai unsur hara yang dapat mencukupi
kebutuhan tanaman. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsure
hara yang diperlukan tanaman dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
•
Unsur hara primer, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah
banyak seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S),
•
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg)
Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit, seperti Tembaga (Cu), Seng (Zn), Klor (Cl), Boron (B), Mangan
(Mn) dan Molibdenum (Mo)
61
c. Memperbaiki struktur tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan
struktur terjadi karena butir-butir debu, pasir dan liat terikat satu sama lain
oleh suatu perekat seperti bahan organik dan oksida besi. Tanah tergolong
jelek apabila butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain atau saling
merekat erat. Tanah yang baik adalah tanah yang remah dan granuler yang
mempunyai tata udara yang baik sehingga aliran udara dan air dapat masuk
dengan baik.Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu
menjadi penyeimbang tingkat kerekatan tanah.Selain itu, kehadiran kompos
pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan
aktivitas pada tanah.Dengan demikian, tanah yang semula keras dan sulit
ditembus air maupun udara, kini dapat menjadi gembur akibat aktivitas
mikroorganisme.Struktur tanah yang gembur amat baik bagi tanaman.
d. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air
Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai
pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta
menahan ketersediaan air di dalam tanah.Kompos dapat menahan erosi
secara langsung. Hujan yang turun deras mengenai permukaan tanah akan
mengikis tanah sehingga unsur hara terangkut habis oleh air hujan. Dengan
adanya kompos, tanah terlapisi secara fisik sehingga tidak mudah terkikis
dan akar tanaman terlindungi. Kemampuan tanah untuk menahan air ini
(water holding capacity) berhubungan erat dengan besarnya kadar air dalam
gundukan kompos.
2. Aspek Ekonomi
a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
b. Mengurangi volume/ukuran limbah
c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
d. Proses pengomposan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan sampah.
3. Aspek Lingkungan
a. Membantu meringankan beban pengelolaan sampah
b. Tidak menimbulkan masalah lingkungan. Penggunaan pupuk kimia ternyata
berpengaruh buruk, tidak hanya meracuni tanah dan air saja, tetapi juga
62
meracuni produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, pupuk urea terbuat dari
senyawa hidrokarbon yang juga digunakan untuk kendaraan bermotor.
Senyawa ini akan berubah jadi nitrit. Senyawa inilah yang kemudian
menimbulkan efek jangka panjang berupa kanker atau keracunan langsung
[28]
63
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi dan Kesinambungan Dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
Menjadi Kompos
Kelapa Sawit (Elaeis Guineesis) saat ini telah berkembang pesat di
AsiaTenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, justru bukan di Afrika Barat
atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya [4].Data luas arel perkebunan
kelapa sawit dan produksi CPO di indonesia dari tahun 2008 hingga 2013
mengalami peningkatan yaitu 1-3 % tiap tahunnya [1]
Industri minyak sawit akan menghasilkan sejumlah limbah, seperti tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) (23%), serat mesocarp (12%), dan palm oil mill
effluent (POME) dari tiap pemprosesan satu ton tandan buah segar [11].
Proses pengolahan minyak sawit menghasilkan dua produk utama, yaitu
minyak mentah (CPO) dan minyak mentah kernel (CPKO). Selama proses
ektraksi, akan dihasilkan produk samping dan limbah seperti tandan kosong
kelapa sawit (TKKS), palm oil mill effluent(POME), kondensat dari sterilizer,
serat dan cangkang kernel kelapa sawit [14].
Tandan kosong kelapa sawit sangat pantas untuk didaur ulang karena
diproduksi dalam jumlah yang sangat besar. Sebelummnya tandan kosong kelapa
sawit digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan steam. Abu yang
dihasilkan mengandung potasium sekitar 30%. Pembakaran tandan kosong kelapa
sawit saat ini dilarang dengan adanya peraturan untuk mencegah polusi udara.
Tandan kosong kelapa sawit saat ini digunkan sama seperti jerami yaitu, tandan
kosong diletakkan disekitar tanaman kelapa sawit yang masih muda. Hal ini
dilakukan untuk membantu mengontrol pertumbuhan rumput liar, mencegah erosi,
dan memelihara kandungan air pada tanah. Tetapi untuk hal ini, dibutuhkan
pekerja dan transportasi untuk mendistribusikan tandan kosong kelapa sawit yang
akan membutuhkan biaya mahal [13]. Jadi, dari masalah diatas sangat baik di cari
cara lain yang lebih efektif. Salah satu cara potensial untuk pemamfaatan limbah
untuk menghasilkan nilai tambah adalah dengan mengkonversi tandan kosong
kelapa sawit menjadi kompos melalui degradasi mikroorganisme [15].
49
Salah satu bahan yang diperlukan untuk produksi kompos adalah Limbah
TKKS dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Sebagai gambaran,
apabila sebuahpabrikkelapa sawitmengolah sekitar100tondaritandan buah segar
(TBS)setiap hari menjadi crude palm oil (CPO), selama proses berlangsung akan
dihasilkan limbah (residu)baik dalam bentuk padatdancair.Limbah padat, terutama
dalam bentuk TKKS dihasilkan sebanyak 27% dari TBS yang diolah, sedangkan
limbah cair dalam bentukLCPKS yang dihasilkan lebih dari 500kg(sekitar 0,5m3).
Kebanyakan kedua limbah ini dibuangselama pengolahan, oleh karena itu dengan
memanfaatkan teknologi pengomposan, suatu pabrik yang mengolah TBS 100
ton/hari dan limbah yang dihasilkan sebanyak 27 ton TKKS dan 50 m3 POME,
maka akan menghasilkan produk kompos sebanyak 27 ton/hari [12]. Limbah
sebanyak ini semuanya dapat diolah menjadi kompos hingga tidak menimbulkan
masalah pencemaran, sekaligus mengurangi biaya pengolahan limbah yang cukup
besar.
2.2 Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pupuk Organik
Aktif(POA)
2.2.1
Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kosong kelapa sawit, adalah materi yang dapat di daur
ulang karena diproduksi dengan jumlah yang sangat besar. Rata-rata perkebunan
sawit menghasilkan 100 metrik ton dari tandan buah segar setipa hari. Tandan
kosong kelapa sawit mengandung banyak bahan selulosa yang mudah di
dekomposisi oleh kombinasi proses fisika, kimia dan biologis. Tandan kosong
kelapa sawit mengandung 70% cairan dan 30% padatan. Didalam tandan kosong
kelapa sawit terdapat holoselulosa 65,5%, lignin 21,2%, abu 3,5% serta ada
kandungan alkohol benzene sekitar 1-4% [9].
Tandan kosong kelapa sawit berwarna coklat kering dengan bentuk yang
tidak seragam dan bobot rendah. Panjang dan lebar tergantung pada ukuran tandan
buah segar dan dapat bervariasi dari panjang 17-30 cm dan lebar 25-35 cm. Dalam
setiap 1 ton tandan kosong kelapa sawit mengandung unsur hara yang setara
dengan 3 kg urea, 0.6 kg RP (Rock Phosphate), dan 12 kg MOP (Muriate of
Potash) [10].
50
Keunggulan kompos TKKS sebagai kompos meliputi: kandungan kalium
yang tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara
yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah. Kompos dari tandan kosong kelapa sawit memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan antara lain:
1. Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan.
2. Membantu
kelarutan
unsur-unsur
hara
yang
diperlukan
bagi
pertumbuhan tanaman.
3. Bersifat homogen dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama
tanaman.
4. Merupakan kompos yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap
dalam tanah.
5. Dapat diaplikasikan pada sembarang musim.
[10].
2.2.2 Karakteristik (POA) Dari Effluent Biogas Pengolahan Lanjut Limbah
Cair Kelapa Sawit (LCPKS)
Penggunaan pupuk dengan memanfaatkan jenis mikroorganisme lokal
(MOL) menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur hara.Larutan MOL
mengandung unsur hara makro, mikro, dan mengandung mikroorganisme yang
berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen
pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai
dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik [16].
Methanobacterium dan Methanobacillus yang terdapat dalam effluent
diketahui dapat membentuk N2 dan untuk menambah unsur makro lain seperti
posfat dibutuhkan bakteri pengolahnya yaitu Bacillus.sp, yang belum diketahui
kuantitasnya didalam effluent. Oleh karena itu dibutuhkan aktivator yang dapat
menambah mikroorganisme didalam pupuk organik aktif. Proses pembuatan
pupuk dilakukan menggunakan larutan effective microorganisme 4 disingkat EM4[17].
51
Berikut ini adalah tabel 2.1 tentang POA effluent dari pengolahan LCPKS
LP3M-Biogas USU yang akan digunakan sebagai bahan tambahan proses
pengomposan TKKS :
Tabel 2.1 Data POA effluent biogas dari pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU
[9].
Parameter
Nitrogen
P2O5 total
K2O
MgO
CaO
C- Organik
pH
Ratio C/N
Satuan
%
%
%
%
Mg/l
%
-
Kandungan
0,14
0,05
0,07
0,1
≤ 0,001
0,12
8,09
0,86
2.3 Proses Pengomposan dan Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Proses
Pengomposan
2.3.1 Kompos
Kompos adalah hasil penguraian bahan organik berbentuk padat melalui
proses biologis dengan bantuan organisme pengurai. Proses penguraian dapat
berlangsung secara aerob (dengan udara) maupun anaerob (tanpa bantuan udara).
Komposdarilimbah
padatorganiksemakin
kerangkaterpadumanajemen
pentingdi
seluruh
limbah
dunia,
dalam
padat
dankhususnyapengalihanbiodegradablesdaripenimbunan[10].
Fungsi utama kompos adalah membantu memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah. Secara fisik kompos dapat menggemburkan tanah, aplikasi
kompos pada tanah akan meningkatkan jumlah rongga sehingga tanah menjadi
gembur. Sementara sifat kimia yang mampu dibenahi dengan aplikasi kompos
adalah meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah dan dapat
meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air (water holding capacity).
Sedangkan untuk perbaikan sifat biologi, kompos dapat meningkatkan populasi
mikroorganisme dalam tanah.Keunggulan kompos adalah kandungan unsur hara
52
makro maupun mikronya yang lengkap. Unsur hara makro yang terkandung dalam
kompos antara lain N, P, K,Ca, Mg,dan S, sedangkan kandungan unsur mikronya
antara lain Fe, Mn, Zn, Cl, Cu, Mo, Na dan B[12]. Dalam proses pengomposan
organisme pengurai mengambil sumber makanan dari sampah atau bahan organik
yang diolah lalu mengeluarkan sisa metabolisme berupa karbon dioksida (CO),
serta panas yang menghasilkan uap air (H2O). Oleh karena itu, kinerja organisme
pengurai dapat dipantau dengan pengamatan temperatur (suhu), tekstur, struktur
dan perubahan warna serta bau.Peningkatan suhu, tekstur dan struktur tidak
lengket dan remah serta warna manjadi gelap mengkilat menandakan adanya
kegiatan organisme pengurai yang berjalan dengan baik dan bau menyengat
kompos yang semakin hari semakin hilang [12].
2.3.2 Proses Pengomposan
Pengomposan dapat terjadi secara alamiah maupun dengan bantuan
manusia. Pengomposan secara alamiah yaitu dengan cara penumpukan sampah di
alam, sedangkan pengomposan dengan bantuan manusia yaitu dengan cara
menggunakan
teknologi
modern
maupun
dengan
menggunakan
bahan
bioaktivator dan menciptakan kondisi ideal sehingga proses pengomposan dapat
terjadi secara optimal dan menghasilkan kompos berkualitas tinggi. Untuk dapat
membuat kompos dengan kualitas baik, diperlukan pemahaman proses
pengomposan yang baik pula. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal
proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik yang kemudian akan digantikan oleh bakteri
termofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, kemudian akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga mencapai
70 oC. Suhu akan tetap tinggi selama fase pematangan.
Mikroba mesofilik kemudian tergantikan oleh mikroba termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat terjadi penguraian bahan organik
yang sangat aktif, mikroba-mikroba yang ada di dalam kompos akan menguraikan
bahan organik menjadi NH+, CO, uap air dan panas melalui sistem metabolisme
dengan bantuan oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu
akan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu
normal seperti tanah. Pada fase ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut,
53
yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 3050 % dari bobot awal tergantung kadar air awal[12].
2.3.3 Metode Pengomposan
Metode pengomposanyang umum digunakan seperti :Silo (In-Vessel),
windrows, penumpukan aerasi,dan sekelompok metode yang umum dikenal
sebagai pengomposan di wadah tertutup. Pengomposan pasif hanya terdiri
daripenumpukan bahan baku danmeninggalkan bahan kompos untuk proses
pengomposan selama jangka waktu yang panjang. Pengomposan metode windrow
adalah pembuatan kompos dengan menumpuk bahan organikatau limbah
biodegradable, seperti kotoran hewan dan sisa tanaman, dalam tumpukan berbaris
yang panjang, metode windrowmerupakan metode yang paling umum digunakan
dalam pengomposan skala pertanian. Pengomposan metode penumpukan aerasi
menggunakan bloweruntuk memasok udara ke bahan kompos, blower ini
dilengkapi
pengontrolan
langsungdariproses
dan
memungkinkan
untuk
pengomposan tumpukan yang lebih besar. Pengomposan di wadah tertutup
merupakan bentuk industri kompos limbah biodegradable yang terjadi
dalamreaktor tertutup.Umumnya proses ini menggunakan tangki logam atau
bunker beton di mana aliran udara dan suhu dapat dikontrol [18].
2.3.3.1 Proses Pengomposan Silo (In-Vessel)
Teknologi pengomposan vertikal silo telah diperkenalkan sejak 1980
untuk biosolid kota. Vertikal silo digunakan untuk pengomposan sampah organik
kota secara pasif dan aerasi, maksudnya tidak ada aerasi paksa. Sebaliknya, bahan
terisi dalam kondisi vertikal, ayakan kawat yang ada didalam kurungan
memungkinkan udara untuk melintasi. Kurungan memiliki ukuran 3,7 - 4,3 m
tinggi dan panjang hanya beberapa kaki [19].
54
Gambar 2.1 Pengomposan In Vessel Menggunakan Empat Channel [19]
Keuntungan
utama
dari
sistemin-vesseldibandingkan
(windrows,tumpukanstatis soda dan lain-lain) adalahpemendekan tahap mesofilik
dan termofilik, efisiensi proses yang lebih tinggi, dan penurunan jumlah patogen,
sehingga lebih aman dan produk akhir lebih berharga. Selain itu, kebutuhan lahan
umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan metode lain.Namun, penting untuk
dicatat bahwa semua sistemmemerlukan stabilisasi akhir kompos.Kekurangan dari
metode in-vessel termasukmodal yang tinggi dan biaya operasional akibat
penggunaanperalatan komputer dan tenaga kerja terampil. In-vesselkompos
umumnya lebih otomatis dariwindrow atau sistem tumpukan statis, dan dapat
menghasilkan topkualitas produk jadi secara konsisten.Alasan umum untuk
memilih in-vessel pengomposanatas metode lain meliputi :kontrol bau,
keterbatasan ruang di lokasi, proses dan penanganan material kontrol, penerimaan
publik yang lebih baik karenaestetika/penampilan dari situs pengomposan,
kebutuhan tenaga kerja sedikit dan kualitas produk yang lebih konsisten[20]
2.3.3.2 Metode windrows
Metode pengomposan windrow merupakan metode tertua yang digunakan
dalam pengomposan. Windrow dapat di buat dengan menggunakan gundukan
55
setinggi 8-10 ft. Dimensi dari tumpukan ini dapat dipengaruhi oleh alat pengaduk
komposnya. Pengadukan dilakukan untuk mendapat suplai udara yang berfungsi
dalam pengaturan temperatur dan kelembapan. Pengadukan dapat juga
menimbulkan timbulnya bau karena kemungkinan terjadinya proses anaerobik
paada tumpukan kompos. Pengadukan tidak dilakukan terus-menerus. Setelah 3-4
minggu, kompos tidak perlu diaduk untuk mencapai periode curing. Pada periode
ini, residu materi organik akan didekomposisi oleh fungi [10].
2.3.3.3. Metode Penumpukan Aerasi
Dalam proses pengomposan aerobik membutuhkan oksigen secara mutlat
karena mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan membutuhkan
oksigen dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah
karbon, nitrogen, fospor, belerang dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma
sel tubuhnya [21].
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Untuk menghasilkan produk kompos yang bermutu tinggi, maka dalam
proses pengomposan harus juga memperhatikan faktor nutrisi dan faktor
lingkungan. Faktor nutrisi mencakup makronutrien, mikronutrien, sedangkan
faktor lingkungan dibagi menjadi temperatur dan kadar air, sedangkan faktor lain
seperti ukuran partikel, C/N, pencampuran dengan bahan lain, penambahan air,
penambahan mikroorganisme, kadar air, pengadukan, temperatur, kontrol
patogen, udara, pH, derajat dekomposisi, dan lahan pengomposan harus dikontrol
[22].Berikut ini penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan.
2.3.4.1 Nutrisi
Carbon (C), nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) adalah nutrisi utama
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan, serta
nutrisi utama untuk tanaman dan akan mempengaruhi kualitas kompos. Hampir
semua bahan organik yang digunakan untuk kompos mengandung semua nutrisi
ini di berbagai tingkatan yang menggunakan mikroorganisme untuk energi dan
pertumbuhan. Sebuah pasokan nutrisi tidak mencukupi atau berlebihan dapat
56
menyebabkan kompos berkualitas rendah. Tirado (2008) menjelaskan efek
menguntungkan dari kompos terhadap pertumbuhan tanaman dikaitkan dengan
peningkatan pasokan nutrisi bagi tanaman [17].
2.3.4.2 Rasio C/N
Zat arang atau karbon (C) dan nitrogen (N) ditemukan diseluruh bagian
sampah organik. Dalam proses pengomposan, C merupakan sumber energi bagi
mikroba sedangkan N berfungsi sebagai sumber makanan dan nutrisi bagi
mikroba. Besarnya rasio C/N tergantung pada jenis sampah, namun rasio C/N
yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1
[18].Sementara besarnya rasio C/N untuk kematangan kompos yaitu 10-20: 1,
[38].
2.3.4.3 Ukuran Partikel
Ukuran partikel bahan kompos berkaitan dengan nutrien misalnya
distribusi nutrien yang tergantung pada ukuran partikel sampah. Secara teoritis,
laju dekomposisi akan meningkat dengan partikel organik yang semakin kecil
[23]. Reduksi ukuran partikel dapat dilakukan dengan pencacahan. Ukuran
partikel mempengaruhi drag force antara partikel sampah, internal friction, dan
bulk density.
Sebagian besar dari dekomposisi aerobik pengomposan terjadi pada
permukaan partikel, karena oksigen bergerak mudah sebagai gas melalui ruang
pori tapi jauh lebih lambat melalui bagian cair dan padat dari partikel. Partikel
yang lebih kecil mengurangi porositas efektif. Kualitas kompos ynang baik
biasnya diperoleh ketika ukuran partikel berkisar dari rata-rata diameter 1/8-2 inci
[18].
2.3.4.4 Temperatur
Suhu adalah indikator proses yang baik. Pengomposan pada dasarnya
berlangsung dalam dua rentang, dikenal sebagai mesofilik (10–40oC) dan
termofilik (di atas 40oC) . Kebanyakan pengomposan berlangsung pada suhu
antara 45oC dan 65oC. Suhu termofilik merupakan kondisi suhu yang
menghasilkan dekomposisi yang lebih cepat [18].
57
Peningkatan temperatur disebabkan oleh reaksi eksoterm dan aktifitas
metabolisme mikroorganisme. Pada metode windrow, temperatur akan naik
karena pengadukan dan hanya dapat dikontrol secara tidak langsung dengan
pengukuran setelah pengadukan. Setelah pengadukan, biasanya temperatur akan
turun 5 – 10°C , namun akan kembali naik setelah beberapa jam. Temperatur pada
windrow turun 10 – 15 hari setelah oksidasi organik, suhu akan dapat berhenti
naik pada hari ke 9 atau ke 10 sehingga aktifitas mikroorganisme pun menurun
[22].
2.3.4.5 pH
Pengontrolan pH sangat penting seperti temperatur dalam mengevaluasi
aktifitas mikroorganisme dan kestabilan sampah.pH pengomposan awal sampah
organik berkisar antara 5 -7. Pada awal pengomposan, pH akan turun sampai 5
atau kurang dari itu karena organik akan berada pada temperatur ambien dan
aktifitas mikroorganisme mesofil akan meningkat dalam menduplikasi diri
sehingga produksi asam organik akan meningkat dan pH akan turun. Pada saat
termofilik, temperatur akan naik dan terjadi aerobik proses sehingga pH akan naik
sampai 8 – 8,5. Setelah kompos matang, pH akan turun menjadi 7 – 8 [22]. Pada
pengomposan bahan dengan kandungan lignin yang tinggi dengan lumpur
biologis, pH cenderung rendah yakni sekitar 5,1-5,5 [24].
2.3.4.6 Kadar Air
Moisture diperlukan untuk mendukung proses metabolisme mikroba dan
merupakan suatu paremeter penting untuk dikendalikan dalam pengomposan [17].
Kelembaban yang optimum berkisar antara 50 – 60%.Kadar air dapat juga
ditambahkan dengan penambahan air. Apabila kelembaban kompos kurang dari
40% maka reaksi akan melambat [22].
Pada saat matang, kadar air yang disayaratan oleh SNI 19-7030-2004
adalah kurang dari 50%. Kadar air dalam kompos matang tidak baik apabila
terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan karena kadar air secara langsung berhubungan
dengan nilai water holding capacity, hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Agricultural Analytical Services Laboratory The Pennsylvania State University
pada tahun 2008.
58
2.3.4.7 Penambahan Air, Mikroorganisme, dan Pencampuran Bahan Lain
Dua faktor desain yang menentukan penambahan air, mikroorganisme, dan
pencampuran dengan bahan lain yang mengandung C/N yang tinggi adalah
kelembaban dan nilai C/N. Untuk dapat mencapai C/N yang optimum, kompos
dapat juga dicampurkan dengan bahan-bahan yang mengandung sumber karbon
yang tinggi seperti kertas, daun, kotoran hewan, dan lumpur dari instalasi
pengoahan air limbah. Pencampuran dengan bahan lain menyebabkan
pengontrolan terhadap kelembaban. Penambahan mikroorganisme juga dapat
dilakukan untuk menghasilkan dekomposisi yang cepat.
2.3.4.8 Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk menambah atau mengurangi kelembaban
pada kompos agar sampai pada kelembaban yang optimum.Pengadukan juga
dapat
dilakukan
untuk
meratakan
distribusi
nutrien
untuk
mikroorganisme.Pengadukan merupakan faktor yang penting dalam mengontrol
kelembaban, kebutuhan udara atau oksigen untuk keadaan aerob. Untuk kompos
dengan
menggunakan
sampah
organik
membutuhkan
15
hari
periode
pengomposan dengan kelembaban 50 -60% dan pengadukan lebih baik dilakukan
setelah hari ketiga dan dilakukan setelah hari itu sampai mendapatkan pengadukan
4 – 5 kali [22]. pengadukan sangat berpengaruh pada pencapaian suhu yang
maksimum dan memperpanjang periode pengambilan oksigen[26].
2.4 Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Sebagai Kompos
Dengan Penambahan Bahan Organik
Banyak penelitian terdahulu dilakukan untuk pengolahan kompos dari
TKKS.Zahrim dan Asis (2010) melakukan penelitian mengenai produksi semikompos tandan kosong kelapa sawit tanpa diparut dengan mencampurkan
POME.Dimana penelitian ini dilakukan tanpa memotong TKKS. Prosesnya
dilakukan dengan metode open turned windrow dengan dimensi area panjang 4 m,
tinggi 1,5 m dan lebar 40 m. Setiap windrow berisi sekitar 120 metrik ton TKKS
dan 324 metrik ton POME. Proses pembalikan dilakukan pada hari ke- 10, 20, 30
59
dan 40 dan pengambilan sampel untuk analisa dilakukan di sembilan titik pada
unit windrow. Gambar 2.2 dibawah ini adalah proses pembalikan menggunakan
traktor dengan macerator.
Gambar 2.2 Pembalikan Kompos TKKS-POME Menggunakan Traktor
Dengan Macerator [2]
Penelitian yang dilakukan oleh Kananam et all., (2011) adalah untuk
mengetahui perubahan biokimia pengomposan TKKS dengan lumpur decanter
dan kotoran ayam sebagai sumber nitrogen.Pada penelitian ini juga dilakukan
penambahan tanah merah yang mengandung Fe, berfungsi untuk acceptor elektron
mikroorganisme dalam kondisi anaerobik, dan lumpur decanter yang digunakan
berasal dari limbah pabrik kelapa sawit.Untuk kondisi aerobik pada penelitian ini
ditambahkan benih mikroorganisme yang terdiri dari jamur (Corynascus sp.,
Scytalidium sp., Chaetomium sp., dan Scopulariopsis sp) dan bakteri (Bacillus
sp), sedangkan untuk kondisi anaerobik benih mikroorganisme yang ditambahkan
mengndung ragi (Saccharomyces sp), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), dan
bakteri katabolisme protein (Bacillus sp).
2.5Kematangan Kompos
Agar dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman, kompos yang digunakan
harus benar-benar stabil (matang). Menurut Sahwan (2004) terdapat beberapa
parameter yang digunakan sebagai indikator kematangan kompos yang terdapat
pada tabel 2.2:
Tabel 2.2. Parameter Kematangan Kompos [26]
Parameter
Suhu
ratio C/N
penyusutan berat
Indikator
mendekati suhu udara
≤ 20
≥ 60%
60
Warna
coklat kehitamhitaman
bau tanah
hancur
< 10% total N
Bau
Struktur
kandungan N-NH4
2.6 Pemanfaatan Kompos
Pemanfaatan kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa
aspek yaitu:
1. Aspek Bagi Tanah Dan Tanaman
a. Memperbaiki produktivitas dan kesuburan tanah
Pemakaian kompos dapat meningkatkan produktivitas tanah baik secara
fisik,
kimia
maupun
biologi
tanah.Secara
fisik,
kompos
dapat
menggemburkan tanah, meningkatkan pengikatan antar partikel dan
kapasitas mengikat air sehingga dapat mencegah erosi dan longsor serta
dapat mengurangi tercucinya nitrogen terlalut dan memperbaiki daya olah
tanah.Sedangkan secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar
kation (KTK), ketersediaan unsur hara dan ketersediaan asam humat. Asam
humat akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral.
Secara biologi, kompos merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme
tanah, sehingga mikroorganismeakan berkembang lebih cepat dan dapat
menambah kesuburan tanah.
b. Menyediakan hormon,vitamin dan nutrisi bagi tanaman
Setiap tanaman membutuhkan nutrisi (makanan) untuk kelangsungan
hidupnya.Tanah yang baik mempunyai unsur hara yang dapat mencukupi
kebutuhan tanaman. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsure
hara yang diperlukan tanaman dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
•
Unsur hara primer, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah
banyak seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S),
•
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg)
Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit, seperti Tembaga (Cu), Seng (Zn), Klor (Cl), Boron (B), Mangan
(Mn) dan Molibdenum (Mo)
61
c. Memperbaiki struktur tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan
struktur terjadi karena butir-butir debu, pasir dan liat terikat satu sama lain
oleh suatu perekat seperti bahan organik dan oksida besi. Tanah tergolong
jelek apabila butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain atau saling
merekat erat. Tanah yang baik adalah tanah yang remah dan granuler yang
mempunyai tata udara yang baik sehingga aliran udara dan air dapat masuk
dengan baik.Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu
menjadi penyeimbang tingkat kerekatan tanah.Selain itu, kehadiran kompos
pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan
aktivitas pada tanah.Dengan demikian, tanah yang semula keras dan sulit
ditembus air maupun udara, kini dapat menjadi gembur akibat aktivitas
mikroorganisme.Struktur tanah yang gembur amat baik bagi tanaman.
d. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air
Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai
pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta
menahan ketersediaan air di dalam tanah.Kompos dapat menahan erosi
secara langsung. Hujan yang turun deras mengenai permukaan tanah akan
mengikis tanah sehingga unsur hara terangkut habis oleh air hujan. Dengan
adanya kompos, tanah terlapisi secara fisik sehingga tidak mudah terkikis
dan akar tanaman terlindungi. Kemampuan tanah untuk menahan air ini
(water holding capacity) berhubungan erat dengan besarnya kadar air dalam
gundukan kompos.
2. Aspek Ekonomi
a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
b. Mengurangi volume/ukuran limbah
c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
d. Proses pengomposan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan sampah.
3. Aspek Lingkungan
a. Membantu meringankan beban pengelolaan sampah
b. Tidak menimbulkan masalah lingkungan. Penggunaan pupuk kimia ternyata
berpengaruh buruk, tidak hanya meracuni tanah dan air saja, tetapi juga
62
meracuni produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, pupuk urea terbuat dari
senyawa hidrokarbon yang juga digunakan untuk kendaraan bermotor.
Senyawa ini akan berubah jadi nitrit. Senyawa inilah yang kemudian
menimbulkan efek jangka panjang berupa kanker atau keracunan langsung
[28]
63