Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Partikel Dari Serbuk Batang Kelapa Sawit(Elaeis Guineensis Jacq) Dengan Perekat Berbasis Polipropilena Dan Polipropilena Grafting Maleat Anhidrat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Polipropilena
Polipropilena disusun oleh monomer-monomer yang merupakan senyawa dengan
struktur (CH 2 =CH-CH 3 ). Polipropilena yang dibentuk dengan monomer ini melalui
proses polimerisasi adisi secara umum ditunjukkan pada gambar (Rosen, 1982)
Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai linier berbentuk –A-A-A-AA- dengan A adalah propilena yang merupakan monomerpenyusun polipropilena.
H

n

CH3

H

H

H

CH3


H

propilena

H

n

polipropilena

Gambar 2.1. Polimerisasi Polipropilena
Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer yang
menunjukkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi
menyebabkan regangannya tinggi dan kaku (Al-Malaika, 1983). Dalam polipropilena,
rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin dan amorf
yang mana atom atom terikat secara tetrahedral dengan sudut ikatan C-C sebesar
109,50dan membentuk rantai zig-zag planar (Cowd, 1991). Struktur rantai zig-zag
planar tiga dimensi dapat terjadi dalam struktur isotaktik dan ataktik (Billmeyer,
1984). Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintesis isotaktik
sehingga kekristalinnya tinggi. Karena keteraturan ruang ini rantai dapat terjejal

sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Sifat-sifat Polipropilena
Polipropilena mempunyai kondiktifitas panas yang rendah (0,12 W/m), tegangan
permukaan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap pelarut
organik, bahan kimia anorganik, uap air, asam dan basa, isolator yang tetapi dapat
dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang lambat. Titik leleh
170oC dan suhu dekomposisi 380oC (Cowd, 1991).
Suhu kamar polipropilena nyaris tidak larut dalam toluene, dalam silena larut
dengan pemanasan, akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi
seperti asam nitrat dan hydrogen peroksida (Al-Malaika, 1983). Polipropilena
isotaktik memiliki sifat kekakuan yang tinggi, daya rentang yang baik, resistensi
terhadap asam, alkali dan pelarut. Densitas polipropilena berkisar antara 0,90 – 0.91
g/cm3 titik leleh (Tm) dari 165 – 170oC, dan dapat digunakan sampai 120oC.
Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas
merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul
yang lebih teratur. Pada polimer polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat
tersususn membentuk daerah kristalin (molekul tersususn teratur) dan bagian lain

membentuk daerah amorf (molekul tersususn secara tidak teratur) (Cowd, 1991).
Dalam struktur polimer atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut
antara ikatan C-C 109,5o dan membentuk rantai zigzag planar. Untuk polipropilena
struktur zig zag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung
pada posisi relative gugus metal satu sama lain di dalam rantai polimernya. Ini
menghasilkan struktur isotaktik, ataktik dan sindiotaktik

Universitas Sumatera Utara

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3


CH3

CH3

(a) Isotaktik

(b) Ataktik
CH3

CH3
CH3

CH3

CH3

(c) Sindiotaktik
CH3


CH3

Gambar 2.3. Struktur dari polipropilena

Ketiga struktur polipropilena tersebut pada dasarnya secara kimia berbeda satu
samalain. Polipropilena ataktik tidak dapat berubah menjadi polipropilena
sindiotaktik ata umenjadi struktur lainnya tanpa memutuskan dan menyususn kembali
beberapa ikatan kimia. Struktur yang lebih teratur memiliki kecenderungan yang
lebih besar untuk berkristalisasi daripada struktur yang tidak teratur. Jadi, struktur
isotaktik dan sindiotaktik lebih cenderung membentuk daerah kristalin dari pada
ataktik. Polipropilena berstruktur stereo gular seperti isotaktik dan sindiotaktik adalah
sangat kristalin, bersifat keras dan kuat. Dalam struktur polipropilena ataktik gugus
metal bertindak seperti cabang-cabang rantai pendek yang muncul pada sisi rantai
secara acak. Ini mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan daerah-daerah rantai
yang sama (tersusun) sehingga mempunyai sifat kristalin rendah menyebabkan
tingginya kadar oksigen pada bahan tersebut sehingga bahan polimer ini mudah
terdegradasi oleh pengaruh lingkungan seperti kelembaban cuaca, radiasi sinar
matahari dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


2.3.

Degdradasi polipropilena dengan benzoil peroksida

Tsucia dan Summil telah meneliti hasil dari dekomposisi termal polipropilena
isotaktik pada suhu 360°C, 380°C dan 400oC dalam ruang hampa. Kiran dan Gillham
juga telah mempelajari degradasi termal polipropilena isotaktik. Hasil yang diperoleh
oleh Kiran dan Gillhan 1 ternyata sama seperti yang diperoleh Tsucia dan Summi.
Kiran dan Gillham menyarankan mekanisme degradasi termal polipropilena sebagai
berikut: radikal primer dan sekunder selanjutnya akan terpolimerisasi sehingga akan
menjadi monomer-monomer. Reaksi perpindahan radikal intra molekular akan
menghasilkan radikal tersier. (Bark, 1982).
Polipropilena adalah suatu polimer atau makromolekul rantai panjang yang
mempunyai derajat polimer tinggi. Polipropilena termasuk polimer termoplastik yang
akan lunak bila dipanaskan dan kembali mengeras bila dingin. Pada pemanasan pada
suhu pengolahannya dengan adanya suatu initsiator peroksida, seperti benzoil
peroksida polimer ini akan mengalami degradasi, yaitu terjadi pemutusan pandai
rantai utama.
Pada penelitian ini degradasi polipropilena dilakukan dengan tujuan untuk

memperoleh polipropilena yang mempunyai bobot molekul lebih rendah dan rantai
lebih pendek. Polipropilena bobot molekul rendah dan rantai lebih pendek ini
diharapkan setelah digrafting dengan anhidrida maleat lebih mudah bereaksi dengan
gugus hidroksil selulosa dan masuk keantara serat-serat selulosa dalam papan
partikel.
Pada tahap awal reaksi karena pengaruh panas, inisiator benzoil peroksida
terdekomposisi secara homolitik membentuk radikal, RO•. Selanjutnya radikal ini
akan menarik sebuah atom hidrogen dari molekul polipropilena sehingga terbentuk
makromolekul radikal tertier, 3P•. Kemudian makromolekul radikal tertier ini
mengalami pemutusan rantai pada posisi ß sehingga rantai polipropilena makin
pendek, bobot molekul turun dan viskositas intrinsik turun dan proses ini akan terus

Universitas Sumatera Utara

berlanjut bila tidak ada terminasi rantai sesuai dengan mekanisme reaksi berikut
(Bettini, 1999)
Dekomposisi peroksida
ROOR →RO•+•OR

(1)


Penarikan atom hidrogen

CH3

CH3

+

RO

CH

H3C

CH2

CH

CH2


+

CH3 ROH

(2)

฀ PH
Pemutusan ß

CH3

CH3
H3C

CH

H3C

CH3


CH2

+

(3)

H2C

CH2

฀ Pt

฀ PH
Terminasi

฀ PH

C


CH3

+

฀ Pt

3 P2 Pt

(4)

Gambar. 2.4. Reaksi degdradasi polipropilena oleh suatu peroksida

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Maleat Anhidrida

Maleat anhidrida masih digunakan dalam penelitian polimer. Maleat anhidrida dapat
dibuatdari asam maleat, seperti reaksi dibawah ini:
O

O
HC

H3C
H3C

O
HC

OH
OH

+

O

HC
O

Asetat anhidrat

C

C

O

+

Asam maleat

O
C
OH

HC
O

฀ CH3

O

Asam asetat

Maleat anhidrida

Gambar. 2.5. Reaksi pembentukan maleat anhidrida
2.5.

Pembentukan Maleat Anhidrida

Maleat anhidrida dengan berat molekul 98,06 g/mol, larut dalam air, meleleh
padatemperatur 57-60oC, mendidih pada 202oC dan spesifik grafiti 1,5.g/cm3.Maleat
anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh merupakan bahan mentah dalam sintesa
resin poliester, pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan aditif dan minyak
pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat anhidrida mempunyai sifat kimia khas
yaitu adanya ikatan dengan gugus karbonil didalamnya, ikatan ini berperan dalam
reaksi adisi (Arifin,1996).
2.6.

Fungsionalisasi polipropilena

Polipropilena mempunyai kedudukan penting diantara polimer sintesis karena
aplikasi komersialnya. Kekurangan dari polipropilena adalah sensitif terhadap foto
oksidasi, sukar diwarnai dan permukaannya bersifat hirofobik sehingga membatasi
pemakaiannya dalam beberapa bidang penting secara teknologi. Kekurangan ini dapat
diatasi dengan fungsionalisasi dengan teknik grafting, yaitu mencangkokkan
monomer maupun polimer ke rantai poliproplena. Dengan teknik ini polipropilena
memperoleh sifat-sifat tambahan yang diperlukan untuk aplikasi khusus tanpa
mengubah sifat-sifat asli yang diinginkan. Fungsionalisasi polipropilena dengan suatu
gugus reaktif polar merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan polaritas

Universitas Sumatera Utara

polipropilena sehingga affinitasnya dengan bahan polar lain semakin bertambah.
Adanya gugus reaktif polar pada polipropilena akan memperbaiki adesi antar
permukaan antara komponen polipropilena dengan komponen selulosa dalam papan
partikel. Teknik grafting dapat dilakukan dalam larutan maupun dalam keadaan cair
(molten state). Polimer graft adalah suatu polimer yang terdiri dari satu atau lebih
spesi, terikat sebagai rantai samping pada rantai utama dan mempunyai susunan atau
konfigurasi yang berbeda dari susunan dan konfigurasi rantai utama. Struktur paling
sederhana dari suatu kopolimer graft adalah, seperti ditunjukkan pada gambar 2,6.






B

B

B

B

B

B

B

B









B

Gambar 2.6. Struktur kopolimer graft.
Rangkaian unit monomer M adalah rantai utama, G adalah rantai samping
(graft) dan X adalah unit pada rantai utama tempat G terikat. Pada polimer graft rantai
utama dan rantai samping dapat berupa unit homopolimer atau kopolimer. Reaksi
grafting ini pada umumnya diinisiasi oleh suatu radikal peroksida yang mentrasfer
aktifitasnya ke rantai polimer (Dean, 2001, Garcia, 1997, Russel, 2002 dan Keener,
2004)
Fungsionalisasi polipropilena dengan maleat anhidrida berlangsung secara
grafting dalam internal mixer pada suhu titik leleh polipropilena dengan adanya
benzoil peroksida sebagai sumber radikal bebas. Tahapan reaksi meliputi
dekomposisi inisiator membentuk radikal bebas, penarikan sebuah atom hidrogen
oleh radikal bebas dari polipropilena, pemutusan rantai polipropilena, reaksi grafting
maleat anhidrida pada polipropilena, transfer rantai dan terminasi. Menurut Bettini
(1999) mekaninme reaksi grafting anhidrida maleat pada PP adalah:

Universitas Sumatera Utara

Grafting anhidrida maleat
CH3

CH3
H3C

CH

+

CH2

H3C

CH3

HO

O

C

CH3

OH
HO

O

OH

(7)

CH3

CH3
H2C

CH2

HC

+

CH2

HO

CH2

OH

O

HO

OH

O

(8)

P - M

Transfer rantai
CH3

CH3

P-M

+H3C

CH

H3C
PM +

CH2

CH

฀ PH

CH2

CH3

(9)

Terminasi secara kombinasi
P-M

+

P-M

+

฀ Pt

+

฀ Pt

P-M-P

(10)

฀ Pt

P-M-P

(11)

฀ Pt

PP

(12)

Terminasi secara disproporsionasi
2P - M

(13)

2P - M

P-M

+

P-M

+

฀ Pt
฀P

2P - M

+P

(14)

2P - M

+P

(15)

Gambar 2.7 Mekanisme reaksi grafting polipropilena dengan anhidrida maleat

Universitas Sumatera Utara

Derajat grafting dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan menggunakan
larutan basa dalam metanol atau etanol seperti natrium hidroksida atau kalium
hidroksida, dengan indikator phenolptalein. Perlu diperhatikan sebelum titrasi
dilakukan harus ditambahkan beberapa tetes air agar gugus anhidrida terbuka menjadi
karboksilat. Untuk melihat apakah grafting anhidrida maleat telah terjadi dapat
diketahui dengan membandingkan spektrum FT-IR nya dengan spektrum FT-IR
polipropilena murni. Salah satu indikasi telah terjadi grafting ditandai dengan
munculnya serapan karbonil yang khas pada bilangan gelombang sekitar 1720 cm-1
(Eddyanto, 2007)
2.7.

Interaksi antara polipropilena-PPd-g-AM - Serbuk kayu

Interaksi antara polimer dengan serbuk kayu dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
interaksi fisik dan interaksi kimia. Pada interaksi fisik yang terjadi hanya ikatan
sekunder, yang terbentuk antara molekul polimer dengan molekul bahan filler
Interaksi ini termasuk ikatan hidrogen, ikatan van der waals, gaya-gaya dispers dan
gaya-gaya dipol. Dalam interaksi ini sturuktur molekul polimer dan sturuktur molekul
serbuk kayu tetap dipertahankan. Pada interaksi kimia, akan terbentuk suatu ikatan
antara gugus fungsi polimer dan gugus fungsi bahan aditif sehingga membentuk
kopolimer. Terbentuknya ikatan ini dapat diketahui dari analisis spektrum FTIR,
yaitu adanya pembentukan gugus fungsi baru atau hilangnya gugus fungsi pada
polimer dan bahan aditif. Bila ditinjau dari sudut kekuatan ikatan maka interaksi
kimia jauh lebih kuat daripada interaksi fisik (Singh, 1992)
Polipropilena dengan tepung kelapa sawit merupakan dua bahan polimer yang
sukar bercampur, karena derajat kepolaran yang berbeda dan daya adesinya yang
lemah. Untuk mendapatkan campuran yang homogen, pengolahannya tidak dapat
dilakukan dengan cara konvensional, yang hanya menghasilkan interaksi fisik antar
komponen polimer. Brown memberikan beberapa metode untuk meningkatkan
Kompabilitas komposit, yaitu kokristalisasi, penambahan bahan perekat, pengikatan

Universitas Sumatera Utara

silang dan pembentukan kopolimer. Keempat proses ini dilakukan dalam mesin
pengolah yang sekaligus berfungsi sebagai reaktor modifikasi. Cara ini disebut
Teknik Pengolahan Reaktif. (Caulfield, 2005, Hans 1977, Paul Fowler, 2006 dan
Khairijah, 2005) Buruknya interaksi antara segmen-segmen molekul yang dicampur
menyebabkan tingginya tegangan antarmuka antara polipropilena dan serbuk kayu
kelapa sawit sehingga mengakibatkan serbuk kelapa sawit sulit terdispersi pada
matrik keadaan ini menyebabkan kerapuhan campuran dan ini disebut kegagalan
mekanik dan cara menanggulanginya disebut kompabilitasi (Bledzi, 1999, Amash,
1998, dan Maloney, 1993)
Untuk mendapatkan kompabilitas dan kekuatan papan partikel yang baik, salah
satu cara yang dilakukan adalah dengan menambahkan bahan perekat. Dalam hal ini
bahan perekat yang digunakan adalah PPd-g-AM. Bahan perekat PPd-g-AM dibuat
dengan cara grafting (mencangkokkan) suatu gugus reaktif anhidrida maleat ke rantai
utama molekul polipropilena dalam internal mixer pada suhu titik lelehnya (170oC)
dengan adanya suatu inisiator benzoil peroksida. Sebelum dilakukan grafting
anhidrida maleat pada polipropilena, polipropilena terlebih dahulu didegradasi
dengan benzoil peroksida untuk memperoleh polipropilena yang mempunyai bobot
molekul lebih kecil dan rantai lebih pendek dengan tujuan agar PPd-g-AM yang
terbentuk mempunyai titik leleh lebih rendah. Terikatnya gugus anhidrida malet pada
molekul polipropilena (terbentuknya PPd-g-MA), maka polaritas PPd-g-MA semakin
meningkat sehingga akan menambah reaktifitasnya sebagai bahan perekat antara
serbuk kayu kelapa sawit (selulosa) dengan matrik polipropilena. Selanjutnya
diperediksi akan terjadi ikatan ester antara gugus anhidrida maleat dengan gugus
hidroksil dari selulosa kayu kelapa sawit dan ini akan meningkatkan sifat-sifat
mekanik papan partikel. Reaksi antara bahan perekat PPd-g-AM dengan serat
selulosa dan belitan rantai polipropilena ditunjukkan pada Gambar 2.8 dan Gambar
2.9.

Universitas Sumatera Utara

Grafting Maleat anhidrat
dengan Polipropilen

Lignin selulosa
Serbuk batang kelapa sawit

H

O

OH

O

H

2

O

2

C

C

+

C

H

O
C

C

OH

Polipropilena

O

O

C

OH

H

H

O

H

Ikatan ester anhidrida maleat
dengan hidroksil dari selulosa
Serbuk kayu kelapa sawit

Gambar 2.8 Reaksi gugus anhidrida dalam PPd-g-AM dengan gugus hidroksil
kayu (Caulfield, 2005)
Panjang rantai minimum yang diperluka n
Maleat anhidratPoliprpilena

Lignin Selulosa

Polipropilena

Berat molekul rendah
MAPP
Berat molekul tinggi

Gambar 2.9. Belitan EntanglementPoliprolena (PP) pada PPd-g- AM dalam papan
partikel (Caulfield, 2005)
2.8.

Metode grafting

Pembentukan kopolimer graft biasanya melibatkan difusi melewati batas fasa antara
monomer dan polimer. Ada empat macam metode grafting mekanisme yang umum
dilakukan, yaitu (Hans, 2005)
1. Mekanisme radikal bebas
Metode polimerisasi radikal bebas adalah metode tertua dan paling banyak
dipakai untuk mensistesis polimer graft karena relatif sederhana. Ada lima macam
metode grafting suatu polimer secara mekanisme radikal bebas.
a. Metode kimia sumber radikal bebas diperoleh dari suatu inisiator seperti
benzoil

peroksida

atau

azobisobutironitril

(AIBN).

Inisiator

akan

terdekomposisi menghasilkan radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas ini

Universitas Sumatera Utara

menarik satu atom hidrogen dari polimer sehingga dihasilkan polimer radikal.
Kemudian polimer radikal akan bereaksi dengan monomer (senyawa yang
akan digraft pada rantai polimer) membentuk polimer graft.
b. Metode fotografting gugus kromofor yang ada pada polimer menyerap radiasi
elektromagnetik pada daerah visible dan ultraviolet. Hal ini akan
memustuskan ikatan dan terbentuknya radikal yang akan menginisiasi radikal.
Bila polimer tidak menyerap, fotolisis secaratidak langsung diinisiasi dengan
menggunakan fotosensitizer yang menyerap sinar dan mentransfer energi
sinar tersebut ke spesi lain dalam sistem.
c. Metode grafting radiasi. Pada metode ini radikal dihasilkan akibat adanya
pemutusan rantai utama oleh energi radiasi yang tinggi (radiasi gamma).
Keburukan cara ini adalah ikatan silang dan degradasi polimer dapat terjadi
bersamaan dengan grafting.
d. Metode grafting plasma paparan (exposure) polimer terhadap glow discharge
menghasilkan radikal bebas pada rantai utama yang selanjutnya mengadisi
monomer. Pada discharge suhu rendah sistem terdiri dari elektron, atom, ionion, atom dan molekul tereksitasi. Partikel-partikel ini menyebabkan
terjadinya efek radiasi pada permukaan maupun pada bagian dalam zat.
e. Metode grafting mekanokimia gabungan gaya mekanik dan ultasonik dapat
menyebabkan polimer terdegradasi, dan umumnya akan menghasilkan radikal
bebas. Degradasi mekanik dapat dilakukan dengan cara mastikasi, miling,
ekstrusi atau pengadukan. Radikal yang dihasilkan akan mengadisi monomer
membentuk polimer graft
2. Mekanisme ion
a. Metode anion polimerisasi anion menjadi suatu metode yang sangat baik
untuk membuat polimer blok dan graft. Polimer graft diinisiasi oleh anionanion yang dihasilkan oleh reaksi antara basa dengan poroton asam pada
rantain utama. Pembawa rantai adalah muatan negatif.

Universitas Sumatera Utara

b. Metode kation Inisiasi reaksi antara alkil halida labil dan asam-asam lewis
digunakan untuk grafting kation pada polimer terhalogenasi. Pembawa rantai
adalah suatu makro radikal bermuatan positif.
c. Mekanisme koordinasi streospesifik inisiator dapat memberikan polimer
streoblock yang mengandung urutan isotaktik dan heterotaktik. Greber
menggrafting olefin pada polistirena-butadiena menggunakan sistem inisiator
Ziegler-Natta membentuk makromolekul trialkilaluminium
d. Mekanisme koupling polimer mengadung hidrogen aktif dapat dipakai untuk
sintesis polimer graft. Polimer graft juga dapat dibuat dengan koupling dua
atau lebih polimer yang mengadung gugus fungsi yang sesuai.

2.9.

Kayu kelapa sawit

Pohon kelapa sawit produktif hingga berumur 25 tahun, tingginya mencapai 9-12
meter dan diameter 45-65 cm. Komponen-komponen yang terkandung dalam kayu
kelapa sawit adalah selulosa, lignin, parenkim, air, dan abu (Tomimura, 1992).
Persentase kandungan dari kayu kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2.1 Persentase komponen-komponen kayu kelapa sawit
No

Komponen

Kandungan %

1

Air

12.05

2

SiO 2

2.25

3

Lignin

17.22

4

Hemiselulosa

16.81

5

α - selulosa

30.77

6

Pentose

20.05
(Sumber Darwin 2001)

Universitas Sumatera Utara

Kerapatan kayu kelapa sawit berkisar dari 0,2 g/ml sampai 0,6 g/ml dengan
kerapatan rata-rata 0,37 g/ml. Selulosa yang merupakan komponen utama dalam kayu
kelapasawit dan mempunya struktur seperti pada gambar 2.10 (Eero Sjostrom, 1993)
H

H

OH

H

O

HO
H

H

฀฀฀ O

OH
HO

H

H
HO

OH

฀฀฀ ฀

H

H

OH

H

O

O



H
H

O

HO
H

OH

H

H

H
OH

H

฀฀฀
H

HO
O



OH

H
O

H OH

OH

Gambar. 2.10. Struktur Selulosa
Selulosa adalah suatu polisakarida homopolimer yang tersusun dari unit-unit
ß-D-glukopiranosa yang diikat dengan ikatan ß(1,4) glukosida. Molekul-molekul
selulosa adalah liner dan mempunyai tendensi kuat membentuk ikatan hydrogen
secara intra dan antarmolekul. Molekul-molekul selulosa bergabung bersama-sama
membentuk mikrofibril yang terdiri dari bagian sangat teratur (kristalin) yang
berselang seling dengan bagian tidak teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril
dan akhirnya serat selulosa. Sebagai konsekuensi dari struktur fibril dan ikatan
hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik tinggi dan tidak larut dalam
kebanyakan pelarut.
Struktur kristalin selulosa dikarakterisasi secara analisis difraksi sinar-X dan
dengan metode yang didasarkan pada absorpsi radiasi infra merah terpolarisasi
Selulosa tidak larut dalam air, kristalin dan mempunyai bobot molekul tinggi. Adanya
gugus hidroksil menyebabkan selulosa dapat membentuk ikatan hidrogen baik secara
intra maupun antarmolekul. Teradapat dua ikatan hidrogen dalam setiap rantai
selulosa, yaitu dari O(6) pada sutu glukosa ke O(2)H pada glukosa didekatnya dan
juga dari O(3)H ke oksigen cincin. Rantai selulosa liner adalah merupakan bentuk
satu dimensi dan rantai ini akan membentuk ikatan hidrogen dengan rantai selulosa
liner lain membentuk selulosa dua dimensi. Ikatan hidrogen antar rantai ini terjadi
melalui O(3) pada suatu rantai ke posisi O(6) pada rantai lain. Selanjutnya struktur-

Universitas Sumatera Utara

struktur selulosa dua dimensi ini akan diikat dengan ikatan Van der Waals
membentuk struktur tiga dimensi yang disebut dengan struktur kristalin mikrofibril
(Eero, 1993).
2.9.1. Sifat Fisik Kayu kelapa sawit
Kadar air batang kelapa sawit bervariasi antara 100-500%. Kenaikan kadar air yang
bertahap ini diindikasikan terhadap ketinggian dan kedalaman posisi batang, yang
bagian terendah dan luar batang memiliki nilai yang sangat jauh dengan 2 bagian
batang lainnya. Kecenderungan kenaikan kadar air ini dapat dijelaskan dengan
mempertimbangkan distribusi jaringan parenklim yang berfungsi menyimpan atau
menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh. Ketersediaan jaringan
parenklim ini akan semakin berlimpah dari bagian luar batang ke bagian dalam
(pusat) batang (Choon, 1991).
Apabila kayu dikeringkan selama pengolahannya, semua cairan dalam rongga
sel dikeluarkan. Tetapi rongga sel selalu berisi sejumlah uap air. Banyaknya air yang
tetap tinggal di dalam dinding-dinding sel suatu produk akhir tergantung pada tingkat
pengeringan selama pembuatan dan lingkungan tempat tinggal produk tersebut di
kemudian hari ditempatkan. Setelah sekali dikeluarkan dengan pengeringan, air akan
terdapat kembali di dalam rongga sel hanya apabila produk tersebut dikenakan air.
Hal ini dapat terjadi sebagai akibat penempatan kayu di dalam tanah atau
menggunakannya di mana hujan mungkin mengenainya. Kebanyakan sifat fisik kayu
(selain berat) tidak dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan mengenai banyaknya air
dalam rongga sel. Misalnya, apabila rongga sel seperempatnya penuh dengan air, sel
akan mempunyai kekuatan yang sama seperti jika separuhnya penuh (Bowyer, 1996).
2.9.2. Kerapatan Batang Kelapa Sawit
Karena sifat dasarnya yang merupakan jenis monokotil, kerapatan batang kelapa
sawit memiliki nilai yang sangat bervariasi pada bagian yang berbeda dari batang
kelapa sawit. Nilai kerapatan tersebut berkisar antara 200-600 kg/m3dengan rata-rata

Universitas Sumatera Utara

370 kg/m3. Kerapatan batang kelapa sawit menurun terhadap ketinggian dan
kedalaman bagian batang (Choon, 1991).
2.9.3. Sifat Mekanik Kayu Kelapa sawit
Sifat mekanik kayu kelapa sawit menggambarkan kerapatan batang baik pada arah
radial maupun vertikal. Dari penelitian Bakar (2003) diketahui bahwa batang kelapa
sawit mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke bagian pusat batang dan
sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Beberapa sifat penting dari
batang kelapa sawit untuk setiap batang dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit
No

Sifat – sifat

Bagian dalam batang
Tepi

Tengah

Pusat

1

Berat jenis (kg/cm2)

0,35

0,28

0,20

2

Kadar air (%)

156

257

365

3

Modulus Elastisitas (Kg/cm2)

29.996

11.421

6.980

4

Keteguhan Lentur (kg/cm2)

295

129

67

5

Susut volume (%)

26

39

48

6

Kelas awet (Type)

V

V

V

7

Kelas kuat (Type)

III-V

V

V

(Sumber : Bakar 2003)
Menurut Balfas (2003), beberapa sifat yang kurang menguntungkan dari
batang kelapa sawit, diantaranya adalah:
1) Kandungan air pada kayu segar sangat tinggi (dapat mencapai 50%).
2) Kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenklim dapat mencapai 45%).
3) Keawetan alami sangat tinggi.
4) Kadar air keseimbangan relatif lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

5) Dalam proses pengeringan terjadi kerusakan parenklim yang disertai dengan
perubahan dan kerusakan fisik secara berlebihan terutama pada bagian kayu
dengan kerapatan rendah.
6) Dalam pengolahan mekanik batang kelapa sawit lebih cepat menumpulkan pisau,
gergaji dan amplas.
7) Kwalitas permukaan kayu setelah pengolahan relatif rendah. Dalam proses
pengerjaan akhir memerlukan bahan lebih banyak.Namun demikian kayu kelapa
sawit memiliki beberapa hal yang sangat menguntungkan diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Harga kayu atau eksploitasi sangat rendah.
b. Warna kayu cerah dan lebih seragam.
c. Tidak mengandung mata kayu.
d. Mudah diberi perlakuan kimia.
e. Mudah dikeringkan.

2.10. Papan Partikel
Papan partikel ialah produk panil yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikelpartikel kayu dan sekaligus mengikatnya dengan satu perekat. Tipe-tipe papan
partikel yang banyak itu sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah
resin (perekat) yang digunakan dan kerepatan panil yang dihasilkan (Haygreen,
1996).Papan partikel (particle board) merupakan papan buatan mempunyai
komponen utama berupa partikel kayu yang direkatkan dengan perekat organik
seperti tanin, urea formaldehid, fenol formaldehid, dan lain-lain. Partikel kayu dapat
berbentuk pasahan, serpih, bentuk biskit, tatal, serbuk gergaji, kerat, dan wool kayu
ekselsior (kerekatan yang panjang, berombak, dan rampingan) (Duljapar, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.10.1. Mutu Papan Partikel
Mutu papan partikel meliputi cacat, ukuran, sifat fisis, sifat mekanis, dan sifat kimia.
Dalam standar papan partikel yang dikeluarkan oleh beberapa negara masih mungkin
terjadi perbedaan dalam hal kriteria, cara pengujian, dan persyaratannya. Walaupun
demikian, secara garis besarnya sama.
2.10.2. Cacat
Pada Standar Indonesia Tahun 1983 tidak ada pembagian mutu papan partikel
berdasarkan cacat, tetapi pada standar tahun 1996 ada 4 mutu penampilan papan
partikel menurut cacat, yaitu:A, B, C, dan D. Cacat yang dinilai adalah partikel kasar
di permukaan, noda serbuk, noda minyak, goresan, noda perekat, rusak tepi dan
keropos.
2.10.3. Ukuran
Penilaian panjang, lebar, tebal dan siku terdapat pada semua standar papan partikel.
Dalam hal ini, dikenal adanya toleransi yang tidak selalu sama pada setiap standar.
Dalam hal toleransi telah, dibedakan untuk papan partikel yang dihaluskan kedua
permukaannya, dihaluskan satu permukaannya dan tidak dihaluskan permukaannya
2.10.4. Sifat fisis papan partikel
Sifat fisis papan partikel adalah sebagai berikut:
1. Kerapatan papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar,
tetapi persyaratannya tidak selalu sama. Menurut Standar Indonesia Tahun 1983
persyaratannya 0,50-0,70 g/cm3, sedangkan menurut Standar Indonesia Tahun
1996 persyaratannya 0,50-0,90g/cm3. Ada standar papan partikel yang
mengelompokkan menurut kerapatannya, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

Universitas Sumatera Utara

2. Kadar air papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar,
yaitu metode oven (metode pengurangan berat). Walaupun persyaratan kadar air
tidak selalu sama pada setiap standar, perbedaannya tidak besar (kurang dari 5%).
3. Pengembangan tebal papan partikel ditetapkan setelah contoh uji direndam dalam
air dingin (suhu kamar) atau setelah direndam dalam air mendidih, cara pertama
dilakukan terhadap papan partikel interior dan eksterior, sedangkan cara kedua
untuk papan partikel eksterior saja.
4. Menurut Standar Indonesia Tahun 1983, untuk papan partikel eksterior,
pengembangan tebal ditetapkan setelah direbus 3 jam, dan setelah direbus 3 jam
kemudian dikeringkan dalam oven 100°C sampai berat contoh uji tetap. Ada
papan partikel interior yang tidak diuji pengembangan tebalnya, misalnya tipe 100
menurut Standar Indonesia Tahun 1996, sedangkan untuk tipe 150 dan tipe 200
diuji pengembangan tebalnya. Menurut standar FAO, pada saat mengukur
pengembangan tebal ditetapkan pula penyerapan airnya
2.10.5. Sifat Mekanis
Sifat mekanis papan partikel adalah sebagai berikut:
1.

Keteguhan (kuat) lentur umumnya diuji pada keadaan kering meliputi modulus
patah dan modulus elastisitas. Pada Standar Indonesia Tahun 1983 hanya
modulus patah saja, sedangkan pada Standar Indonesia Tahun 1996 meliputi
modulus patah dan modulus elastisitas. Selain itu, pada standar ini ada pengujian
modulus patah pada keadaan basah, yaitu untuk papan partikel tipe 150 dan 200.
Bila papan partikelnya termasuk tipe I (eksterior), pengujian modulus patah
dalam keadaan basah dilakukan setelah contoh uji direndam dalam air mendidih
(2 jam) kemudian dalam air dingin (suhu kamar) selama 1 jam. Untuk papan
partikel tipe II (interior) pengujian modulus patah dalam keadaan basah
dilakukan setelah contoh uji direndam dalam air panas (70°C) selama 2 jam
kemudian dalam air dingin (suhu kamar) selama 1 jam.

Universitas Sumatera Utara

2.

Keteguhan rekat internal (kuat tarik tegak lurus permukaan) umumnya diuji pada
keadaan kering, seperti pada Standar Indonesia tahun 1996. Pada Standar
Indonesia tahun 1983 pengujian tersebut dilakukan pada keadaan kering untuk
papan partikel mutu I (eksterior) dan mutu II (interior). Pengujian pada keadaan
basah, yaitu setelah direndam dalam air mendidik (2 jam) dilakukan hanya pada
papan partikel mutu I saja.

3.

Keteguhan (kuat) pegang skrup diuji pada arah tegak lurus permukaan dan
sejajar permukaan serta dilakukan pada keadaan kering saja. Menurut Standar
Indonesia tahun 1996 pengujian tersebut dilakukan pada papan partikel yang
tebalnya di atas 10 mm.

2.11.

Karakterisasi Papan Partikel

Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa campuran papan partikel
kayu kelapa sawit. Karakterisasi yang dilakakukan dengan kekuatan tarik, Faurier
Tranform Infrared Spectroscopy (FT-IR), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan
Termogravimetri analysis(TGA).
2.12.

Kekuatan lentur (Ultimate Flexural Strength)

Pengujian kekuatan lentur dilakukan adalah untuk mengetahui ketahanan suatu bahan
terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui keeleksitasan suatu
bahan. Pada pengujian ini pembebanan yang diberikan adalah tegak lurus terhadap
sampel dengan tiga titik lentur dan titik titik sebagai penahan berjarak tertentu. Titik
pembebanan diletakkan pada pertengahan panjang sampel.

Universitas Sumatera Utara

Skema pengujian kekuatan lentur seperti diperlihatkan pada Gambar 2.11:

Penekanan
L Defleksi Lentur

Perluasan

Gambar 2.11. Pengujian kekuatan lentur secara skematik
Pada pengujian ini akan terjadi perlengkungan pada titik tengah sampel dan besarnya
perlengkungan ini dinamakan defleksi (δ) (Haygreen, 1996).
Persamaan untuk memperoleh kekuatan lentur:
UFS = 3PL/2bd2
UFS (MoR) = Kekuatan lentur kg/cm

(16)
3

P

= Beban maksimum pematah sampel (kg)

Y

= Jarak defleksi (cm)

b

= lebar sampel (cm

Persamaan untuk memperoleh elastisitas yaitu:

MoE =

P.L 3

MoE = Elastisitas kg/cm
L

(17)

4ybd 3

d

= tebal sampel (cm)

= Jarak span (cm)

2.13. Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara
makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen
interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu
hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, elektron auger dan

Universitas Sumatera Utara

absorpsi elektron. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa
permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari
lapisan yang tebalnya sekitar 20μm dari permukaan. Gambar permukaan yang
diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang
pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder
yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap
oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang
khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di
monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula
direkam kedalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan menggunakan teknik
ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi, karena polimer
mempunyai konduktivitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor
(bahan penghantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika
dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan suatu campuran emas dan
paladium.
2.14. Spectroscopy Infra Red (FT-IR)
Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR
(Faurier transform infrared spectroscopy). Pada dasarnya teknik ini sama dengan
spektroskopi inframerah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan “Faurier
transform” dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang
lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang
telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19. Mikchelson telah mendapat
informasi spektrum dari suatu berkas radiasi dengan mengamati interferogram yang
diperoleh dari interfemeter tersebut. Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk
analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan
spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya senyawa organik) bersifat khas, artinya
senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan

Universitas Sumatera Utara

kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya di daerah
spektrum IR yakni 4000- 400cm-1
Pada temperatur biasa molekul organik frekuensi vibrasinya dalam keadaan
tetap. Masing-masing ikatan mempunyai vibrasi renggangan (stretching) dan vibrasi
tekuk (bending) yang dapat mengasorbsi energi radiasi pada frekuensi itu. Yang
dimaksud vibrasi renggangan adalah terjadinya terus menerus perubahan jarak antara
dua atom di dalam suatu molekul. Vibrasi renggang ini ada dua macam, yaitu
renggang simetris dan tidak simetris. Yang dimaksud vibrasi tekuk adalah terjadinya
perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi tekuk, yakni
vibrasi tekuk dalam bidang (in-plane bending) yang dapat berupa vibrasi “scissoring”
(deformasi) atau vibrasi “rocking” dan vibrasi keluar bidang (out of plane bending)
yang dapat berupa “wagning” atau berupa twisting (Gambar 2.12).

O

O

O

O
vibrasi
renggang

O

O

vibrasi
renggang
simetris

vibrasi
renggang tak
simetris

O

O

O

O

O
vibrasi
vibrasi
lentur
seiring
(deformasi)

O

+O

+

O

-

+O

O
O

O

lentur rocking waging

Twisting vibrasi
lentur bidang

(+) Gerakan keluar bidang kertas, keatas
(-) Gerakan keluar bidang kertas, kebawah

Gambar 2.12. Macam-macam vibrasi pada FT-IR
Formulasi bahan polimer komersial dengan kandungan aditif bervariasi seperti
pemplastis, pengisi, pemantap dan antioksidan, memberikan kekhasan pada spektrum
inframerahnya. Analisis inframerah memberikan informasi tentang kandungan aditif,
panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Disamping itu, analisis FT-IR dapat
digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan
munculnya gugus karbonil dan pembentukkan ikatan pada rantai polimer. Gugus lain
yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus hidroksida dan

Universitas Sumatera Utara

karboksilat. Umumnya pita serapan polimer pada spektrum inframerah adalah adanya
ikatan C-H renggangan pada daerah 2880 cm-1 – 2900cm-1 dan renggangan dari
gugus fungsi lain yang mendukung untuk analisis suatu material. Banyak faktor yang
mempengaruhi frekuensi vibrasi suatu ikatan dalam molekul dan tidak mungkin
memisahkan pengaruhnya dari suatu yang lain, sebagai contoh serapan ikatan C=O
dalam gugus keton (RCOCH 3 ) lebih rendah dari pada dalam RCOCl. Perubahan
frekuensi struktur C=O ini karena perbedaan massa diantara CH 3 dan Cl.
2.15.

Thermogravimetry Analysis (TGA)

Metode ini digolongkan kedalam metode fisika, dimana sampel secara terus-menerus
dinyatakan sebagai fungsi temperatur, sampel disubjeksikan ke suatu pengendalian
perubahan suhu, penentuan titik lebur dari sampel yang berbentuk solid atau padatan.
Bahan yang dikarakterisasi biasanya berupa senyawa organik atau suatu bahan yang
murni. Menggunakan proses pemanasan, kemudian sampel akan mengalami proses
dekomposisi dan secara fisika analisisnya ditinjau dari titik lebur yang diperoleh dari
sampel atau bahan yang telah mengalami proses pemanasan. Temperatur merupakan
kondisi suatu bahan kepenyaluran panas atau pemanasan yang berasal dari bahan lain.
Pengaruh dari proses pemanasan terjadi banyak perubahan dari sampel, perubahan berat
didasari dari termogravimetri dan ditentukan perubahan energinya dengan metode
Differensial Scanning Calorimetri (DSC).
Teknik ini penting dalam analisis termal (Dodd, 1987).
Pembelajaran lain yang mendekati ke fase transisi diperoleh dari alat yang
disebut thermobalance, dimana hasil dibaca dari penurunan berat sampel yang
terdekomposisi selama proses pemanasan (Ewing, 1960).
Thermogravimetry ditentukan dari berat bahan yang hilang melalui DSA dan
DSC yang akan ditunjukkan sebagai suatu reaksi endotermik atau eksotermik ketika
dekomposisi terjadi. Analisis termal memiliki beberapa bagian penting dalam prosesnya :
a)

Data termal dipengaruhi oleh panas yang spesifik, konduktivitas termal, panas
peleburan, dan kebanyakan dari titik lebur dari logam murni seperti Au, Pb, Sn, dan

Universitas Sumatera Utara

lain-lain sering digunakan sebagai standar umtuk kalibrasi data dalam bentuk
DSA/DSC.
b)

Perubahan fase solid-fase liquid (seperti titik lebur) atau fase liquid-fase uap (titik
didih)

c)

Perubahan struktur transisi solid-solid dimana terjadi perubahan struktur yang
berupa reaksi endotermik/eksotermik

d)

Stabilitas termal untuk material atau bahan polimer

e)

Dekomposisi termal, termogravimetri digunakan untuk pembelajaran stoikiometri
dari dekomposisi termal dari sampel

f)

Analisis kualitatif (identifikasi) pengendalian kualitas yang berkaitan dengan
kemurnian. Metode analisis termal disini digunakan untuk mengidentifikasi
kemurnian dari sampel atau bahan (Dodd, 1987).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Balok Laminasi dengan Kombinasi dari Batang Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) dan Kayu Mahoni (Swietenia Mahagoni.)

0 36 60

Karakterisasi Papan Partikel Dari Polipropilena Termodifikasi Maleat Anhidrida Dengan Serbuk Bambu Betung (Dendrocalamus)

10 67 69

Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Plastik Polipropilena Terhadap Serangan Rayap Tanah dan Rayap Kayu Kering

0 38 90

Pembuatan Papan Partikel Dari Serbuk Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat Polipropilena Difungsionalisasi Dengan Maleat Anhidrat

1 43 50

Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) dan Plastik Polipropilena Terhadap Cuaca

1 54 74

Kualitas Papan Komposit Plastik dari Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dan Polipropilena Daur Ulang

1 4 30

Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Partikel Dari Serbuk Batang Kelapa Sawit(Elaeis Guineensis Jacq) Dengan Perekat Berbasis Polipropilena Dan Polipropilena Grafting Maleat Anhidrat

0 0 18

Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Partikel Dari Serbuk Batang Kelapa Sawit(Elaeis Guineensis Jacq) Dengan Perekat Berbasis Polipropilena Dan Polipropilena Grafting Maleat Anhidrat

0 0 2

Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Partikel Dari Serbuk Batang Kelapa Sawit(Elaeis Guineensis Jacq) Dengan Perekat Berbasis Polipropilena Dan Polipropilena Grafting Maleat Anhidrat

0 0 6

Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Partikel Dari Serbuk Batang Kelapa Sawit(Elaeis Guineensis Jacq) Dengan Perekat Berbasis Polipropilena Dan Polipropilena Grafting Maleat Anhidrat

0 0 5