Balok Laminasi dengan Kombinasi dari Batang Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) dan Kayu Mahoni (Swietenia Mahagoni.)

(1)

BALOK LAMINASI DENGAN KOMBINASI DARI BATANG

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DAN

KAYU MAHONI (Swietenia mahagoni)

SKRIPSI

Oleh :

DENNI ARDIAN R. GINTING 061203038

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

ABSTRACT

The use of timber as a structural material is not only limited to solid timber but also as laminate called lamination wood (gluelam). This research explored the optimum total of layers, and height of the oil-palm stem to evaluate physis and mechanis properties of lamination wood which is a combination of oil-palm stem (Elaies guineensis jacq) and mahoni (Swietenia mahagoni). The lamination wood had 50 cm long, 5 cm wide, and 5 cm deep. Glue spread are 300 g/m2 with double side of glue lines. Each layer of lumber glued with water based polymer-isocianate (Koyo Bond) adhesive at pressure of 30 kg/cm2 for 50 minutes pressing time. Testing method followed American Society for Testing and Materials D143-93. The results of lamination wood testing shows that both of the treatment and its interaction did not show significant effect on moisture content,delamination, modulus of elasticity and modulus of rupture. But, was significant effect on density

Keywords : lamination wood, oil palm (Elaeis guineensis Jacq), Mahoni (Swietenia mahagoni), physis properties, mechanis properties, total of layers, and height of the stem.


(3)

ABSTRAK

Pemakaian kayu sebagai bahan struktural tidak hanya terbatas sebagai kayu utuh, tetapi juga sebagai kayu laminasi atau gluelam. Penelitian ini mencari jumlah lapisan, dan ketinggian posisi batang kelapa sawit yang optimum untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis kayu laminasi kombinasi dari batang kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq ) dan kayu mahoni (Swietenia mahagoni). Kayu laminasi berukuran panjang 80 cm, lebar 5 cm, dan tebal 5 cm. Jumlah perekat terlabur terdiri dari 300 g/m2 dengan perekatan dua sisi. Masing – masing lapisan papan direkat dengan water based polymer-isocianate (Koyo Bond) pada tekanan 30 kg/cm2, selama 50 menit. Pengujian benda uji dilakukan menurut ASTM D 143-93. Hasil pengujian kayu laminasi menunjukkan bahwa kedua perlakuan beserta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air,delaminasi, keteguhan lentur dan keteguhan patah. Namun berbeda nyata pada kerapatan. Kata Kunci : kayu laminasi, kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq), mahoni(Swietenia mahagoni), sifat fisis, sifat mekanis, jumlah lapisan, ketinggian posisi batang.


(4)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu adalah bahan konstruksi yang banyak digunakan pada pembangunan rumah dan gedung. Kebutuhan akan kayu terus meningkat dari tahun ke tahun sebagai konsekuensi logis dari suatu pembangunan bangsa yang sedang berlangsung seperti Indonesia. Bahkan pada abad modern seperti sekarang ini peranan kayu dalam kehidupan manusia terus meningkat. Peningkatan jumlah penduduk dan semakin majunya peradaban manusia menyebabkan kebutuhan kayu baik untuk bahan bangunan maupun untuk peralatan rumah tangga semakin meningkat. Secara bersamaan peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga juga akan memperbesar kebutuhan kayu untuk masing-masing rumah tangga. Hal ini dapat dimengerti kayu memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dijumpai pada bahan baku lainnya (Abdurachman dan Hadjib, 2005).

Meningkatnya kebutuhan akan kayu tidak diimbangi dengan ketersediaan kayu, dimana ketersediaan kayu semakin menurun. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan alternatif untuk menggantikan kayu. Salah satu sumber biomassa yang pemanfaatannya masih terbatas dan tersedia dalam jumlah yang melimpah, yaitu biomasa kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi kelapa sawit terbesar di dunia setelah Malaysia, baik milik pemerintah, swasta, maupun rakyat. Perkebunan kelapa sawit pertama kali dikembangkan secara massal di Sumatera Utara dan Lampung sejak tahun 1970. Sekarang ini kelapa sawit telah menyebar di hampir seluruh nusantara (Balfas, 2003).


(5)

Data Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan, luas areal lahan kelapa sawit di Indonesia pada 2011 mencapai 8.908.000 hektare, sementara di 2012 angka sementara mencapai 9.271.000 hektare. Luas lahan sawit Indonesia saat ini telah meningkat dibanding 2011. Data Ditjen Perkebunan Kementan juga menyebutkan, volume ekspor kelapa sawit (CPO) di semester I 2012 mencapai 9.776.000 ton. Di 2011, volume ekspor kelapa sawit mencapai 16.436.000 ton. Nilai ekspor kelapa sawit di semester I 2012 mencapai US$ 9.952 juta. Nilai ekspor kelapa sawit di 2011 sebesar US$ 17.261 juta. Produksi kelapa sawit nasional di 2011 mencapai 22.508 ribu ton, sementara di 2012 angka sementara 23.633 ribu ton, di target renstra Kementan ditetapkan 25.710 ribu ton (Ditjen Kementan, 2012).

Batang kelapa sawit mempunyai masa produktif sampai dengan 25 tahun. Setelah itu, batang akan ditebang karena produksinya mulai menurun dan batang terlalu tinggi dan sulit untuk dipanen. Selama ini pohon kelapa sawit tua yang ditebang, dibakar atau dibiarkan melapuk di lapangan. Pembakaran, selain tidak menghasilkan apa-apa, juga akan menimbulkan pencemaran udara yang dapat mengganggu lingkungan (Prayitno dan Darnoko, 1994).

Kayu mahoni atau mahoni ( Swietenia mahagoni ) merupakan salah satu jenis kayu yang banyak dipakai untuk bahan baku pembuatan mebel. Kayu mahoni ini sebenarnya bukan merupakan tumbuhan asli Indonesia, tetapi saat ini pohon mahoni sangat banyak tumbuh di Indonesia, terutama di daerah Jawa. Kayu mahoni ini memiliki kekerasan medium, mudah diolah, diukir dan dibentuk dengan mesin-mesin woodworking, dan mudah didapat sehingga menjadi favorit bagi para pelaku industri mebel. Kayu mahoni memilik serat dan pori-pori yang


(6)

lembut tetapi memiliki karakter serat yang sangat kuat, dengan finishing yang tepat maka kayu mahoni akan menghasilkan suatu produk dengan penampilan yang sangat menarik (BPDAS, 2010).

Potensi batang kelapa sawit yang tidak terpakai mengakibatkan banyak limbah kelapa sawit yang tidak digunakan dan dimanfaatkan. Sehingga terjadi penumpukan limbah batang kelapa sawit. Hal ini yang mendasari penelitian untuk memenfaatkan limbah batang kelapa sawit menjadi suatu produk baru yang dapat dimanfaatkan secara komersial. Tetapi limbah batang kelapa sawit ini memiliki kekurangan terhadap kekuatan dan rentan terhadap jamur, dengan demikian perlu dilakukan penggabungan dengan kayu mahoni. Kombinasi ini dilakukan karena batang kelapa sawit memiliki kekurangan yang lebih besar bila digunakan dalam bentuk sesungguhnya. Kekurangan bentuk sesungguhnya tersebut dapat diminimalisir oleh kayu mahoni, terutama dalam penggunaanya sebagai bahan konstruksi bangunan. Dalam penelitian ini, limbah batang kelapa sawit dibuat sebagai bahan baku pembuatan balok laminasi dengan kombinasi dari kayu mahoni yang memakai perekat isocyanat dan campurannya.

Perekat yang digunakan adalah isocyanat dan campurannya yang telah ditetapkan dalam penggunaannya. Pada dasarnya penggunaan perekat diupayakan dari jenis eksterior dan interior yang proses penekanannya dapat dilakukan dengan kempa. Atas dasar pemikiran yang dijelaskan sebelumnya, maka dilakukan penelitian dengan judul Balok Laminasi dengan Kombinasi dari batang Kelapa Sawit (Elaeies guineensis Jacq) dan Mahoni (Switenia mahagoni).


(7)

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis balok laminasi kombinasi batang sawit dan kayu mahoni.

Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan nilai ekonomis batang kelapa sawit sebagai bahan baku balok laminasi.

2. Memberikan alternatif penggunaan bahan baku pengganti kayu, sehingga secara tidak langsung mengurangi tekanan terhadap kelestarian hutan alam.

Hipotesis yang digunakan adalah :

 Perlakuan jumlah lapisan dan ketinggian batang serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi.

 Perlakuan jumlah lapisan dan ketinggian batang serta interaksinya berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi.

Untuk mengetahui pengaruh jumlah lapisan dan ketinggian batang terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung ≤ F tabel maka H0 diterima dan jika F hitung > F tabel

maka H0 ditolak. Untuk uji lanjutan dilakukan dengan menggunakan Uji Wilayah


(8)

TINJAUAN PUSTAKA

Balok Laminasi

Balok laminasi pertama kali digunakan pada tahun 1893 di Eropa pada sebuah auditorium di Basel, Swiss dengan tipe serat arah melengkung yang menggunakan perekat tulang. Kemajuan pemakaian perekat tulang selama Perang Dunia I antara lain dalam pembuatan balok laminasi struktural untuk pesawat terbang dan bingkai pada komponen bangunan (Schniewind dan Cahn, 1989). Menurut Wardhani (1999) saat ini balok laminasi banyak digunakan untuk konstruksi bangunan, perabot rumah tangga dan alat olahraga.

Balok laminasi adalah papan yang direkat dengan perekat tertentu secara bersama-sama dengan arah serat. Dari potongan-potongan kayu yang kecil dapat dibuat balok laminasi dengan panjang, lebar dan tebal yang dinginkan yaitu dengan cara menyambung ujung-ujung papan dan merekatkan sisi-sisinya (Wardhani, 1999). Menurut Schniewind dan Cahn (1989), balok laminasi untuk tujuan struktural adalah suatu teknik pembuatan produk yang berbasis tekanan, terdiri dari kumpulan lapisan kayu yang telah terseleksi dan siap digunakan yang saling mengikat dengan adanya perekat. Balok laminasi merupakan pembuatan suatu produk yang berbasiskan tekanan yang terdiri dari dua atau lebih lapisan kayu yang direkat secara bersamaan dengan arah penyusunan paralel maupun sejajar serat.

Keunggulan teknologi laminasi adalah: Pengadaan material di pasaran mudah karena kebutuhan papan pelapis yang digunakan maksimum adalah


(9)

20 mm, juga panjang pelapis tidak dibatasi. Penggunaan material kayu lebih efisien, penyediaan material akan lebih cepat karena potongan kayu yang tipis (sampai 5 mm), pendek, serta ada cacatnya masih bisa digunakan untuk konstruksi. Sedikit penggunaan bahan pengikat mekanis dengan dimensi lebih kecil dan bersifat hanya menyatukan permukaan bidang perekatan. Mudah dilakukan pemeriksaan cacat, karena dimensi bahan baku penyusun balok laminasi lebih kecil dan tipis, kekedapan dapat terjamin, konstruksi lebih rigit atau kaku. Pelindungan berganda dapat dilaksanakan, kayu yang kering dan dijenuhkan akan lebih tahan terhadap kerusakan, dan sifat lapisan perekat yang diciptakan khusus juga merupakan perlindungan terhadap kerusakan yang ada (Manik, 1997).

Potensi Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yaitu tanaman sejenis palem-paleman (palmae), buahnya menghasilkan minyak kelapa sawit yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri dan rumah tangga. Kelapa sawit diketahui berasal dari Guenea di Afrika, dan diperkenalkan ke Indonesia sejak zaman Belanda (1848). Sekarang kelapa sawit sudah berkembang sangat pesat. Khususnya di Malaysia dan Indonesia dan sedikit di Thailand dikatakan bahwa secara bersamaan Indonesia dan Malaysia menguasai lebih dari 95 % produksi kelapa sawit di dunia saat ini (Bakar, 2003).


(10)

Secara rinci, sistematika Kelapa Sawit diuraikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Familia : Arecaceae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq. (Bakar, 2003).

[

Gambar 1. Kelapa sawit (Elaeis guineensis

Jacq.)

Karakteristik Batang Kelapa Sawit

Karakteristik Umum Batang Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Tinggi maksimum yang ditanam diperkebunan antara 15-18 m sedangkan yang di alam mencapai 30 m (Fauzi et al., 2002).

Anatomi Batang Kelapa Sawit

Kelapa sawit tumbuh tegak lurus dapat mencapai ketinggian 15 - 20 m. Tanaman ini berumah satu atau monoecious dimana bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon. Bunga jantan dan betina terdapat masing-masing pada


(11)

tandan bunganya dan terletak terpisah yang keluar dari ketiak pelepah daun. Tanaman ini dapat menyerbuk sendiri dan dapatmenyerbuk silang.Mengetahui bagian yang penting dari tanaman ini seperti sistem perakaran, batang, daun bunga dan lain-lain perlu karena keterkaitannya dengan berbagai hal dibidang agronomi, pemuliaan, perlindungan tanaman, pemupukan, peramalan produksi, panen dan lain-lain. Sistem perakaran misalnya berhubungan erat dengan kegiatan yang berkaitan dengan pemupukan, pemeliharaan piringan pokok (bokoran) panen, pemberantasan gulma dan hama batang kelapa sawit ada yang cepat pertumbuhannya, ada yang lambat dan sifat ini dapat dipakai untuk pemilihan pokok induk karena berkaitannya dengan masalah panen. Sistem perdaunan yaitu susunan cabang daun (roset), pelepah, panjang pelepah daun, jumlah/ panjang/ lebar/ susunan anak daun dipakai untuk perhitungan luas permukaan daun digunakan untuk perhitungan jarak tanam atau kerapatan tanam, pengambilan contoh daun untuk pemupukan dan peringatan dini pada pengamatan serangan hama, pengambilan ortet pada teknik kultur jaringan dan lain-lain. Mengetahui proses pembentukan bunga baik tentang masa pembentukan, kelaminnya, proses kematangan tandan serta tahapannya perlu untuk peramalan produksi dan keseimbangan dalam pemupukan, perkembangan, kematangan buah pada tandan juga perlu diketahui guna mengetahui kriteria panen yang baik dari sudut kuantitas maupun kualitas dan dipakai untuk peramalan produksi jangka pendek. Susunan (komposisi) minyak yang terdapat pada buah juga akan penting (Abednego, 2012).

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus oleh pelepah daun (f r o n d b a s e) . Batang ini berbentuk silinderis berdiameter 0,5 m


(12)

pada tanaman dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar disebut bongkol batang atau bowl. Sampai umur 3 tahun batang belum terlihat karena masih terbungkus pelepah daun yang belumdipangkas ditunas. Batang kelapa sawit akan terus akan diselubungi oleh pangkal pelepah sampai umur 11-15 tahun. Pada umur diatas 15 tahun bekas pelepah daun akan rontok. Tinggi batang kelapa sawit berbeda beda tergantung dari varitas dan keadaan lingkungan pada lahan. Selain itu pertumbuhan tinggi kelapa sawit dipengaruhi oleh umur, dosis pemberian pupuk kerapatan tanam dan lain-lain. Perbedaan tinggi tidak mencerminkan dari produksi. Ketinggian kelapa sawit hanya berhubungan pada efektifitas pengambilan buah dan pemotongan pelepah daun kelapa sawit (Abednego, 2012).

Sifat Fisis Batang Kelapa Sawit

Kerapatan Batang Kelapa Sawit

Kerapatan batang kelapa sawit sangatlah bervariasi pada setiap bagiannya. Semakin tinggi dan dalam bagian batang maka semakin menurun kerapatannya. Dimana kerapatan batang kelapa sawit berkisar antara 200 sampai 600 kg/m3

dengan rata-rata 370 kg/m3. Hal tersebut juga mempengaruhi nilai dari berat jenis

batang kelapa sawit dimana semakin tinggi dan dalam bagian batang maka semakin rendah nilai berat jenisnya. Nilai berat jenis (BJ) tepi batang berkisar antara 0,11 sampai 0,15 (Bakar, 2003)


(13)

Banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu disebut kadar air kayu (KA). Banyaknya kandungan air pada kayu bervariasi. Tergantung jenis kayunya, kandungan tesebut berkisar sekitar 40-300%, dinyatakan dengan persentase dari berat kayu kering tanur. Berat kayu kering tanur dipakai sebagai dasar, karena berat ini petunjuk banyaknya zat padat kayu (Dumanauw, 1993)

Kadar air (KA) batang kelapa sawit bervariasi antara 100% sampai 500%, dimana KA tertinggi berkisar antara 345% sampai 500%. Kadar air pada batang kelapa sawit cenderung turun dari atas batang ke bawah dan dari empulur ke tepi. Perbedaan tersebut disebabkan pada posisi jaringan parenkim yang berfungsi menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh. Jaringan parenkim lebih banyak terdapat pada bagian puncak batang dan bagian luar batang ke bagian dalam (pusat) batang (Bakar, 2003).

Kondisi kadar air kayu dalam hubungannya dengan keberadaan air di dalam rongga/lumen sel dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Macam-Macam Kondisi Kadar Air Kayu No Kondisi kadar air

(KA) Nilai

Kondisi Rongga/Lumen dan Dinding Sel

1 KA Maksimal 40 – 400% Rongga/lumen sel penuh air, dinding sel jenuh air terikat

2 KA Basah Di atas TJS Rongga/lumen sel berisi air, dinding sel jenuh air terikat

3 KA Titik Jenuh Serat 28 – 30% Rongga/lumen sel kosong, dinding sel jenuh air terikat

4 KA Kering Udara 15 – 20% Rongga/lumen sel kosong, dinding sel mengandung sebagian air 5 KA kering Tanur ± 1% Rongga/lumen sel kosong, dinding

sel kosong Sumber: Hartono et al (2005).

Sejumlah air akan tetap tinggal di dalam struktur dinding-dinding sel bahkan setelah kayu diolah menjadi kayu gergajian, finir, partikel, atau produk serat. Sifat-sifat fifik dan mekaniknya ketahan terhadap penghancuran biologis,


(14)

dan kestabilan dimensi produk akan dipengaruhi oleh jumlah air yang ada dan fluktuasinya dengan waktu (Haygreen dan Bowyer, 1989).

Sifat Mekanis Batang Kelapa Sawit

Sifat mekanis kayu batang kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 1 dengan membandingkan beberapa sifat mekanis batang kelapa sawit dengan beberapa spesies kayu dan 2 jenis monokotil.

Tabel 2. Perbandingan Sifat Elaeis guineensis Jacq. dengan Beberapa Jenis Kayu Spesies Kerapatan (kering oven) kg/m2 MOE (MPa) MOR (MPa) Tekan // serat (MPa) Kekerasan (N) Kelapa sawit

(30 tahun) 220-550

800-8000 8-45 5-25 350-2450 Kayu Kelapa

(Cocos nucifera) (60 tahun)

250-850

3100-11400 26-105 19-49 520-4400 Cengal

(Neobalanocarpus heimii)

820 19600 149 75 9480

Kapur

(Dryobalanops camphora)

690 13200 73 39 5560

Kayu Karet

(Havea brasiliensis) 530 8800 58 26 4320

Sumber : Choon et al. (1991)

Bakar et al. (1999) menyatakan bahwa, untuk bahan konstruksi, kayu dituntut memiliki sifat-sifat mekanis yang memenuhi persyaratan struktural dan keamanan. Selain itu kayu yang digunakan disyaratkan memiliki penyusutan yang kecil, tidak mudah pecah, berserat lurus, ringan dan tidak bercacat.


(15)

Kelebihan dari batang kelapa sawit yang mendukung persyaratan-persyaratan di atas adalah (1) kelapa sawit mempunyai umur relatif pendek, (2) mudah tumbuh, (3) tidak mengandung cacat mata kayu, (4) berserat lurus, (5) berdiameter cukup besar, serta (6) bentuk batang lurus dan silinder.

Dari penelitian Bakar (2003) diketahui bahwa batang kelapa sawit mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Beberapa sifat penting dari batang kelapa sawit untuk setiap bagian batang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3. Sifat-Sifat Dasar Batang Kelapa Sawit

Sifat-sifat penting Bagian dalam batang

Tepi Tengah Pusat

Berat jenis 0,35 0,28 0,20

Kadar air, % 156 257 365

Kekakuan lentur, kg/cm2 29996 11421 6980

Keteguhan lentur, kg/cm2 295 129 67

Susut volume, % 26 39 48

Kelas awet V V V

Kelas kuat III-V V V

Sumber: Bakar (2003).

Pemanfaatan kayu mahoni

Pemanfaatan tanaman mahoni banyak ditemukan di pinggir-pinggir jalan sebagai pohon pelindung. Pohonnya yang besar cocok untuk berteduh. Disamping itu karena sifatnya yang tahan panas/hidup di tanah gersang sehingga tanaman ini tetap bertahan menghiasi tepi jalan di beberapa daerah. Dan sejak 20 tahun terakhir ini, tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk


(16)

meuble, furniture, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak mudah berubah. Kualitas kayu mahoni berada sedikit dibawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai kualitas kedua. Untuk mahoni yang tua kayunya berwarna merah kecoklatan. Ada beberapa jenis mahoni yaitu mahoni berdaun kecil (Swietenia mahagoni) dan mahoni berdaun lebar (Swietenia macrophilea). Swietenia mahagoni kualitas kayunya lebih bagus dibanding Swietenia macrophilea. Sedangkan kelebihan Swietenia macrophilea adalah lebih cepat tumbuh menjadi besar dan kayunya lempeng. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit mahoni akan menjadi kuning dan wantek (tidak luntur). Sedangkan getah mahoni yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem (perekat), dan daun mahoni untuk pakan ternak (BPDAS, 2011).

Penggunaan kayu mahoni

Kayu mahoni lebih banyak digunakan sebagai bahan baku mebel untuk indoor furniture. Furniture high end dengan harga yang relatif mahal dapat dihasilkan dan dibuat dengan kayu mahoni. Mebel-mebel dari kayu mahoni sudah dikenal sejak lama banyak mebel-mebel dengan model antik atau klasik dari Eropa atau Amerika yang dibuat dengan menggunakan kayu mahoni. Harga kayu yang relatif mahal akan sepadan dengan keindahan penampilan dari serat dan

warna yang dapat dihasilkannya. Penggunaan kayu mahoni untuk outdoor furniture tidak banyak dilakukan karena harganya yang relatif mahal dan


(17)

outdoor membutuhkan pelapisan dengan bahan finishing yang bisa bisa menahan cuaca luar ruangan. Penggunaan kayu untuk keperluan lain seperti untuk kerangka rumah atau pagar juga tidak banyak dilakukan. Kerangka rumah yang lebih mengutamakan kekuatan tidak terlalu cocok dengan kayu mahoni (Sigit, 2012).

Perekat Isocyanate

Pembuatan balok laminasi mutlak memerlukan perekat sebagai bahan pengikat bagian yang satu dengan yang lainnya. Pemilihan jenis perekat yang digunakan harus disesuaikan dengan peruntukan balok laminasi nantinya. Perekat adalah suatu zat yang mampu mengikat material yang satu dengan yang lain melalui kontak permukaan. Sirekat adalah substrat yang akan diikat dengan substrat lainnya dengan bantuan perekat. Perekat digunakan untuk merekatkan lapisan papan kayu sehingga terjadi pertemuan antara serat kayu dengan perekat untuk membentuk satu kesatuan konstruksi yang lebih kuat (Fakhri,2001).

Kelebihan dari perekat isocyanate adalah dapat mengeras tanpa bantuan panas dan curing pada suhu tinggi. Keunikan perekat ini adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, dan panas. Perekat ini tidak mengandung formaldehid, sehingga proses pengeringannya relatif cepat dengan pH netral (pH  7) dan kering pada variasi suhu yang luas. Perekat yang ekonomis dan sangat kuat ini tahan terhadap air, panas, dan solvent (Ruhendi dan Hadi, 1997). Keunikan perekat Isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas dan kedap terhadap solvent (pelarut organik. Perekat ini juga memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu ke kayu, kayu ke logam, dan kayu ke plastik. Perekat ini lebih toleran terhadap kekurangan


(18)

dari kondisi yang tidak sempurna, seperti permukaan kayu yang tidak sempurna atau kadar air yang agak tinggi (Fakhri,2002).

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kayu dan Komposit Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan, meliputi pembuatan balok laminasi dan pengujian sifat fisis balok laminasi. Pengujian sifat mekanis balok laminasi dilakukan di Laboratorium Kayu Solid bagian Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan September 2012.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan adalah batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan dua ketinggian posisi batang yaitu 3m dan 5m

yang diperoleh dari perkebunan percobaan PPKS di Bukit Sentang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kayu mahoni (Switenia mahagoni) yang dipilih secara visual yang berpenampang lurus dan siku serta perekat isocyanat dan campurannya yang telah ditetapkan penggunaannya yaitu PvAc.

Adapun alat yang digunakan adalah Mesin ketam, mesin potong, mesin belah, mesin amplas (sander), oven, sarung tangan dan masker, neraca analitik, sendok, lempengan seng, mesin kempa dingin hidrolik, stop watch, sekrap, plastik, kuas, alat uji mekanis Instron, dan alat tulis.


(19)

Prosedur Penelitian

Balok laminasi yang dibuat merupakan kombinasi batang kelapa sawit dengan kayu mahoni. Teknik laminasi yang dilakukan yaitu arah tebal pada

masing-masing kayu mahoni yang telah dibentuk menjadi ukuran 80 cm x 5 cm x 0,5 cm ( p x l x t) dan ukuran batang kelapa sawit untuk 3 lapis

80 cm x 5 cm x 4 cm, untuk 5 lapis ukuran batang kelapa sawit 80 cm x 5 cm x 1,75 cm, untuk 7 lapis batang kelapa sawit 80 cm x 5 cm x 1 cm.

Seluruh ukuran balok laminasi dengan kombinasi batang kelapa sawit dan mahoni seluruhnya yaitu 80 cm x 5 cm x 5 cm.

Dalam pembuatan balok laminasi ini dilakukan dua perlakuan berupa jumlah lapisan, dan ketinggian posisi batang yaitu 3m dan 5m dengan ulangan sebanyak 3 kali. Jumlah lapisan terdiri dari 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis. Berat labur yang digunakan yaitu 300 gr/m3. Pembuatan balok laminasi membutuhkan 27 potong kayu mahoni dan 18 potong masing-masing untuk kayu kelapa sawit.

Persiapan Bahan Baku

Sirekat (adheren): batang kelapa sawit dan kayu mahoni (Switenia mahagoni). Permukaaan sirekat diamplas, ditentukan kadar air (KA) awal sirekat, dikeringudarakan sirekat sampai kadar air (KA) sampai dengan konstan, komponen balok laminasi yang akan direkat disusun perbagian atau jumlah lapisan di atas meja guna mengetahui kelurusan dan kelengkungan sirekat, diberi tanda dengan kapur pada salah satu permukaan sirekat.


(20)

Jumlah perekat yang digunakan untuk setiap berat labur dapat dihitung

dengan rumus : Jumlah perekat (g) =

000 . 10 ) / ( )

(cm2 xBeratLabur gr m2 A

Berat labur pada kedua permukaan laminasi 300 gr/m2, sehingga dapat dihitung

Perekat dicampur dengan PvAc dengan perbandingan 100 : 15 berdasarkan berat labur.

jumlah perekat yang digunakan adalah: Jumlah perekat (gr) =

000 . 10 ) / ( 300 ) (

400 cm x g m2

= 12gr.

Berat isosianat pada kedua permukaan laminasi = 12

115 15

x = 1.6gr

Berat PvAc pada kedua permukaan laminasi 12 10.4

115

100

x gr.

Pembuatan Balok Laminasi

Pembuatan balok laminasi terdiri atas: (1) persiapan bahan baku, (2) proses pembuatan balok laminasi, dan (3) penyelesaian akhir (finishing).

Persiapan bahan baku

Balok kayu untuk laminasi diperoleh dari potongan log. Logdibelah sesuai dengan ukuran tebal tertentu menggunakan band saw sehingga menjadi papan. Papan tersebut dipotong dengan ukuran (80 cm x 5 cm x 0.5 cm) untuk kayu mahoni. Untuk pemotongan kayu sawit berdasarkan jumlah lapisan. Seluruh papan laminasi ditimbang dan dikeringkan dengan suhu ruangan sampai mencapai kadar air ± 12% atau konstan. Balok laminasi yang sudah dikeringkan ditimbang kembali dan diukur panjang, lebar dan tebalnya untuk mendapatkan kerapatan


(21)

balok laminasi. Kerapatan kayu yang lebih besar direkatkan pada bagian paling luar dan kerapatan terkecil pada bagian paling tengah. Permukaan papan laminasi dihaluskan dengan menggunakan amplas dan dibersihkan dari segala kotoran untuk memudahkan proses perekatan.


(22)

Skema Balok Laminasi 3 Lapis dengan Perbandingan Komposisi Batang Kelapa Sawit dengan Kayu Mahoni Adalah 80% : 20% dengan perbandingan ukuran 4 cm : 1 cm

Skema Balok Laminasi 5 Lapis dengan Perbandingan Komposisi Batang Kelapa Sawit dengan Kayu Mahoni Adalah 70% : 30% dengan perbandingan ukuran 3,5 cm : 1,5 cm

Skema Balok Laminasi 5 Lapis dengan Perbandingan Komposisi Batang Kelapa Sawit dengan Kayu Mahoni Adalah 60% : 40% dengan perbandingan ukuran 3 cm : 2 cm

Gambar 2. Skema Balok Laminasi dengan skala 1:10

0,5 cm Kayu Mahoni 4 cm Batang Kelapa Sawit

0,5 cm Kayu Mahoni

5,0 cm 80,0 cm

0,5 cm Kayu Mahoni 1,75 cm Batang Kelapa Sawit

0,5 cm Kayu Mahoni 1,75 cm Batang Kelapa Sawit

0,5 cm Kayu Mahoni

5,0 cm 80,0 cm

0,5 cm Kayu Mahoni 1,0 cm Batang Kelapa Sawit

0,5 cm Kayu Mahoni 1,0 cm Batang Kelapa Sawit

0,5 cm Kayu Mahoni 1,0 cm Batang Kelapa Sawit

0,5 cm Kayu Mahoni

5,0 cm 80,0 cm


(23)

Persiapan harus dilakukan dalam batas waktu 50 menit, karena campuran tersebut mempunyai batas waktu pemakaian 1 jam.

Pelaburan Perekat

Pelaburan dilakukan secara cepat dan rata pada salah satu sisi permukaan dengan menggunakan kuas.

Perekatan Komponen Balok laminasi

Komponen balok laminasi yang sudah dilaburi perekat disusun pada mesin press (mengikuti tanda kapur yang dibuat sebelumnya), dengan batas waktu tunggu ± 50 menit. Kemudian balok disusun dan dikempa dengan klem pada kedua ujung balok dengan waktu tekan selama 2 jam.

Pengkondisian

Setelah kayu dibebaskan dari tekanan, dikikis perekat yang meleleh/keluar dari garis rekat. Kemudian disusun balok laminasi pada rak selama kurang lebih satu minggu pada suhu kamar

Pengujian

Pembuatan contoh uji dan pengujian balok laminasi didasarkan pada ASTM D143-94 yang dimodifikasi sesuai dengan ukuran balok laminasi yang dibuat. Pengujian yang dilakukan meliputi sifat fisis (kerapatan, kadar air, uji delaminasi) dan sifat mekanis (MOE dan MOR).


(24)

Pengujian Untuk Sifat Fisis:

Kerapatan

Kerapatan dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara contoh uji . Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm, kemudian ditimbang beratnya dengan menggunakan rumus:

V B

Keterangan:

: kerapatan (g/cm³)

B : berat contoh uji kering udara (g) V : volume contoh uji kering udara (cm³) Kadar Air

Penetapan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu (103±2)ºC. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Kadar air balok dihitung dengan rumus:

KA= 100%

1 1 0  

B B B

Keterangan:

KA : kadar air (%)

B0 : berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g) B1 : berat kering oven contoh uji(g)

Perendaman Uji Delaminasi

a. Persiapan Bahan Pengujian adalah: Diambil 3 bahan pengujian dengan panjang 80 mm pada penampang ujung kiri dari setiap balok laminasi.

b. Metode Pengujian adalah: Bahan pengujian setelah direndam dalam air pada suhu kamar (100– 250C) selama 6 jam kemudian dikeringkan selama 18 jam atau pada suhu lebih dari 40±30C dan harus diperhatikan agar tidak terlalu


(25)

lembab selama dalam pengeringan dan kadar air dari bahan pengujian tersebut lebih rendah sebelum diuji.

c. Standar Persyaratan Bahan Pengujian adalah: Panjang deliminasi tidak kurang dari 3 mm pada kedua ujung dan rasio deliminasi pada kedua ujung tidak lebih dari 10% dan panjang deliminasi garis perekat lain tidak lebih dari 1/3 panjang garis perekat.

Pengujian Untuk Sifat Mekanis:

Modulus Patah (MOR)

Modulus patah (MOR) adalah suatu sifat mekanis papan yang menunjukkan kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai MOR, maka pengujian pembebanan dilakukan sampai contoh uji patah. Pengujian MOR

dilaksanakan bersamaan dengan pengujian MOE. Contoh uji berukuran 80 cm x 5 cm x 5 cm.

Skema pengujian digambarkan pada Gambar.

71 cm 80 cm

8,75cm 8,75 cm

b P

l

L h


(26)

Gambar 3. Cara Pembebanan Pengujian MOE dan MOR Keterangan :

l : Panjang contoh uji h : Tebal contoh uji b : Lebar contoh uji Rumus yang digunakan adalah :

2 2 3 bh PL MOR Keterangan:

MOR : modulus patah (kgf / cm2) P : beban maksimum (kgf) L : jarak sangga (71 cm) b : lebar contoh uji (cm) h : tebal contoh uji (cm). Modulus Elastisitas (MOE)

Modulus elastisitas (MOE) menunjukkan ukuran ketahanan papan menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Sifat ini sangat penting jika papan digunakan sebagai bahan konstruksi. Rumus yang digunakan adalah :

Y bh PL MOE  

3 3

4 Keterangan:

MOE : modulus elastisitas (kgf / cm2) Δ P : beban sebelum proporsi (kgf) L : jarak sangga (71 cm)

Δ Y : lenturan pada beban sebelum batas proporsi (cm) b : lebar contoh uji (cm)


(27)

Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) sederhana dengan 2 faktor perlakuan yaitu faktor jumlah lapisan dan ketinggian batang untuk pengambilan sampel, untuk tiap-tiap tipe balok

laminasi masing-masing dengan 3 ulangan dengan menggunakan program SPSS for windows 12.00 (Pratisto, 2004).

1. Jumlah lapisan a. A1 = 3 lapis

b. A2 = 5 lapis

c. A3 = 7 lapis

2. Ketinggian 3m dan 5m

Dengan demikian diperoleh perlakuan: 18 kombinasi perlakuan:

A1B1, A1B2, A2B1, A2B2,A3B1,A3B2,

Jumlah ulangan = 3

Jumlah balok laminasi = 18 balok laminasi Model statistik dari rancangan percobaan ini adalah:

Yij = µi + εij i= 1, 2, …., t; j= 1, 2, …, r;

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan jumlah lapisan balok laminasi

µ = Nilai rata-rata umum

i = (µi - µ) = Pengaruh Aditif dari perlakuan ke-i

εij = galat percobaan/ pengaruh acak dari perlakuan ke-i ulangan ke-j dengan εij~ σ(0, 2)

ri = Banyaknya perlakuan ke-i, untuk percobaan yang mempunyai ulangan yang

sama, ri = r

Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Perlakuan jumlah lapisan dan ketinggian batang serta interaksinya tidak


(28)

H1 : Perlakuan jumlah lapisan dan ketinggian batang serta interaksinya

berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi.

Untuk mengetahui pengaruh jumlah lapisan dan ketinggian batang terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung ≤ F tabel maka H0 diterima dan jika F hitung > F tabel maka H0

ditolak. Untuk uji lanjutan dilakukan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test).


(29)

Kayu mahoni dan batang kelapa sawit

Dipotong kayu mahoni dengan ukuran 80 cm x 5

cm x 0,5 cm

Dipotong batang kelapa sawit

Dikeringkan sampai mencapai KA Konstan

Diampelas

Direkatkan Perekat

Isosianat

Dikempa dingin Selama 2 jam Pengkondisian

Selama 1 minggu

Pengujian Fisis dan Mekanis (ASTM D 143 -94)

Persiapan

Dipotong kayu mahoni dengan ukuran 80 cm x 5

cm x 0,5 cm

Dipotong batang kelapa sawit dengan ukuran 80 cm x 5 cm x

4 cm untuk 3 lapis; 1,75 cm untuk 5 lapis; dan 1 cm untuk 7

lapis

Uji Delaminasi dengan standar JAS 234:2003 Gambar 4. Skema Pembuatan Balok Laminasi


(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air (KA) dan Kerapatan Sirekat

Pada persiapan balok laminasi, dilakukan pengukuran kadar air dan kerapatan batang kelapa sawit dan kayu mahoni. Berdasarkan hasil analisis dan pengukuran bahan, nilai rata-rata kadar air dan kerapatan tersaji pada tabel 4. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1, lampiran 2 dan lampiran 3.

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Kadar Air dan Kerapatan Batang Kelapa Sawit dan Kayu Mahoni secara Umum

Jenis Serekat KA (%) ρ (gr/cm3)

BKS BP 10,33 0,49

BKS CP 11,71 0,57

M 12,80 0,59

keterangan :

BKS BP = Batang Kelapa Sawit Ketinggian posisi Batang 3 m BKS CP = Batang Kelapa Sawit Ketinggian posisi Batang 5 m M = Kayu mahoni

Pengukuran KA sirekat dilakukan untuk mengetahui keseragamannya sebelum dilakukan perekatan. KA umum sirekat berkisar antara10,33 % - 12,80%. Kondisi sirekat seperti ini telah memenuhi syarat untuk dilakukannya proses perekatan. Hal ini didukung oleh pendapat Manik (1997) yang menyatakan bahwa kandungan air dalam kayu yang akan digunakan harus berkisar antara 15 sampai 20% dan akan lebih baik sekitar 12%.

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa kerapatan umum batang kelapa sawit diperoleh antara 0,49 – 0,57 g/cm3. Menurut Den Berger (1923) dalam Martawijaya et al (1995), kerapatan batang kelapa sawit 0,49 g/cm3 dan 0,57g/cm3 termasuk ke dalam kelas kuat IV. Kayu mahoni yang memiliki


(31)

kuat III - IV sangat baik digunakan sebagai bahan baku balok laminasi, karena dengan proses balok laminasi, kayu dengan kerapatan rendah (batang kelapa sawit) dapat ditingkatkan kekuatan kayunya seperti keteguhan lengkung, keteguhan patah, dan keteguhan rekat, sehingga dapat menaikkan kelas kuat kayunya.

Sifat Fisis Balok laminasi

Sifat fisis balok laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat fisis sirekat pembentuknya. Sifat fisis yang dibahas pada penelitian ini adalah kadar air, kerapatan, uji delaminasi air panas dan air dingin.

1. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Kadar Air (KA) Balok Laminasi

Air dalam kayu menentukan kadar garis rekat, dan akan mempengaruhi kedalaman penetrasi perekat dan waktu pematangan perekat cair. Kadar air merupakan sifat fisis balok laminasi dalam keadaan keseimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Sesuai dengan pernyataan Dumanauw (1993), kayu memiliki sifat higroskopis yang mampu menyerap dan mengeluarkan air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan ini tergantung pada suhu dan kelembapan udara sekelilingnya. Semua sifat fisis kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu. Berdasarkan hasil analisis contoh uji, nilai rata-rata kadar air tersaji pada gambar 5. Data selengkapnya dilihat pada lampiran 4.


(32)

Gambar 5. Grafik Pengukuran Kadar Air Balok Laminasi

Berdasarkan Gambar 5, diketahui perlakuan jumlah lapisan diperoleh nilai rata-rata kadar air untuk balok laminasi 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis sebesar 11,82%; 12,83%; dan 11,41% pada ketinggian 3 m. Dan pada ketinggian 5 m diperoleh nilai rata-rata kadar air untuk balok laminasi 3 lapis, 5 lapis dan 7 lapis adalah sebesar 11,33%; 11,90%; 11,79%. Dari data yang diperoleh, nilai rata - rata kadar air tertinggi pada 5 lapis dengan ketinggian 3 m.

Dari hasil data yang diperoleh nilai rata-rata kadar air yang tertinggi terdapat pada jumlah 5 lapis diakibatkan, pada waktu pemotongan kayu sebelum dibuat menjadi balok laminasi kondisi kadar airnya mencapai kadar air kering udara dan dipengaruhi oleh perekat campuran PvAc. Jadi kadar air setiap lapisan bisa berbeda-beda dikarenakan pengeringan dilakukan kering udara, sesuai dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa kayu mempunyai sifat adsortptif sehingga mampu untuk menyerap air dari udara sekitar. Kemampuan tersebut membuat kadar air kayu akan menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya atau disebut dengan kadar kesetimbangan.


(33)

Kadar air maksimal yang disyaratkan dalam JAS 234:2003 adalah 15% sehingga nilai ini telah memenuhi standar tersebut. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa nilai rata-rata KA balok laminasi yang diteliti relatif sama. Hal ini juga didukung dengan hasil analisis sidik ragam kadar air yang menunjukkan bahwa perlakuan jumlah lapisan, dan ketinggian posisi batang serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air.

Selama proses penyiapan sirekat hingga pengujian sifat fisis balok laminasi, dilakukan pengukuran suhu dan kelembapan relatif ruangan. Suhu rata-rata dalam ruangan adalah 31,690C dan kelembapan relatif rata-rata 63,74%. Pada umumnya kayu akan mencapai Kadar Air Kesetimbangan (KAS) yang sama di bawah kondisi dan kelembapan relatif yang sama. Berdasarkan tabel perkiraan KAS oleh USFPL (1974) dalam Haygreen dan Bowyer (1989).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah lapisan balok laminasi serta interaksinya terhadap nilai kadar air balok laminasi yang dihasilkan tidak berpengaruh nyata.

2. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Kerapatan Balok Laminasi

Berdasarkan hasil pengukuran contoh uji, nilai rata-rata kerapatan disajikan pada Gambar 6.


(34)

Gambar 6. Grafik Pengukuran Kerapatan Balok Laminasi

Berdasarkan Gambar 6, nilai rata-rata kerapatan untuk balok laminasi 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis adalah sebesar 0,31 g/cm3; 0,39 g/cm3 ; dan 0,51 g/cm3

pada ketinggian 3 m dan nilai rata-rata kerapatan untuk balok laminasi 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis adalah sebesar 0,37 g/cm3; 0,39 g/cm3; dan 0,58 g/cm3 pada

ketinggian 5 m. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kerapatan 3 jenis jumlah lapisan dan ketinggian batang kelapa sawit serta interaksi balok laminasi yang diteliti relatif sama.

Hasil analisis sidik ragam kerapatan menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian posisi batang, dan interaksi jumlah lapisan menunjukkan berpengaruh nyata terhadap kerapatan. Dari pengujian lanjutan uji wilayah berganda Duncan (lampiran 11) menunjukkan pengaruh nyata. Dengan demikian, hasil analisis sidik ragam pada balok laminasi menunjukkan bahwa jumlah lapisan balok laminasi berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan. Hal ini dapat dilihat pada perbedaan nilai kerapatan balok laminasi 3 lapis, 5 lapis dan 7 lapis.

Penyebab terjadinya perbedaan nilai kerapatan balok laminasi disebabkan oleh perbadingan bahan baku balok laminasi 3 lapis 80% : 20% ; 5 lapis 70% :


(35)

30% ; dan 7 lapis 60% : 40%. Hal ini yang mendasari perbedaan nilai kerapatan dari jumlah lapisan balok laminasi dan ketinggian batang.

Faktor yang menyebabkan bertambahnya nilai kerapatan balok laminasi ini disebabkan adanya lapisan perekat dan terjadinya pemadatan bahan balok laminasi akibat proses pengempaan (30 kg/cm2), sesuai dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1989), produk seperti ini mengandung resin 1 – 30% dan bahan tambahan lain untuk meningkatkan kekuatan dan sifat tahan air.

Sifat Mekanis Balok laminasi

Sifat mekanis balok laminasi erat kaitannya dengan kekuatan kayu. Sifat mekanis yang dibahas pada penelitian ini adalah keteguhan lentur dan keteguhan patah.

3. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Keteguhan Lentur (Modulus of Elastisity/MOE) Balok

Laminasi

Berdasarkan hasil pengukuran contoh uji, nilai rata-rata keteguhan lentur tersaji pada gambar 7.


(36)

Gambar 7. Grafik Pengukuran MOE Balok Laminasi

Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6. Nilai rata-rata MOE yang paling tinggi adalah sebesar 40,675 x 103 kgf/cm3 yang dimiliki oleh 3 lapis dari ketinggian 3 m, nilai rata-rata MOE yang terendah terdapat pada 7 lapis dengan ketinggian 3 m sebesar 28,955 x 103 kgf/cm3 . Nilai MOE yang tinggi berarti ketahanan balok laminasi terhadap perubahan bentuk adalah besar. Nilai keteguhan lentur balok laminasi ini lebih besar bila dibandingkan dengan nilai

keteguhan lentur masing-masing penyusunnya (sirekat). Menurut Bakar et al (1999), keteguhan lentur batang kelapa sawit pada ketinggian 3 – 5 m

dari atas permukaan tanah berkisar 15,982 x 103 kgf/cm3 – 54,302 x 103 kgf/cm3.

Hasil pengujian balok laminasi menunjukkan nilai rataan MOE sebesar 28,955 x 103 kgf/cm3 - 40,675 x 103 kgf/cm3. Jika dibandingkan dengan nilai

MOE minimal yang dipersyaratkan pada standar JAS 234:2003 sebesar 7,5 x 104 kg/cm2 standar JAS yang dipergunakan hanya sebagai pembanding saja,


(37)

Selain ditentukan oleh nilai MOE penyusunnya, perbandingan penyusunan lapisan balok laminasi juga memberikan kontribusi terhadap nilai MOE balok laminasi.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam keteguhan lentur, diketahui bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan lentur. Dan tidak memenuhi standar JAS 234:2003 sebagai pembandingnya.

4. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Keteguhan Patah (Modulus of Rupture/MOR) Balok Laminasi

Bedasarkan hasil pengukuran contoh uji, nilai keteguhan patah tersaji pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Pengukuran MOR Balok Laminasi

Data selengkapnya dilihat pada lampiran 6. Berdasarkan gambar 8, nilai rata-rata keteguhan patah paling tinggi pada balok laminasi terdapat pada 7 lapis dengan ketinggian 5 m sebesar 3,85 x 102 kgf/cm3, yang terendah pada 5 lapis dengan ketinggian 5 m sebesar 2,72 x 102 kgf/cm3. Nilai keteguhan patah balok laminasi ini lebih besar dibandingkan dengan nilai keteguhan patah


(38)

masing-masing penyusunnya (sirekat). Menurut bakar et al (1999), keteguhan patah

batang kelapa sawit pada ketinggian 3 – 5 m berkisar 2,99 x 102 – 3,04 x 102 kgf/cm3. Sedangkan menurut Martawijaya et al (1995),

nilai keteguhan patah kayu solid mahoni ± 3,59 x 102 kg/cm2. Hal ini berarti, pembentukan balok laminasi dapat meningkatkan nilai keteguhan patah. Berdasarkan nilai-nilai keteguhan patah di atas, pembentukan balok laminasi lebih baik dilakukan pada ketinggian 5 m. Kayu mahoni dengan kelas kuat yang lebih tinggi ditempatkan di bagian tepi untuk menahan tekanan yang besar, sedangkan batang kelapa sawit dengan kelas kuat yang lebih rendah ditempatkan di tengah, pada bagian yang akan menerima tekanan yang lebih kecil. Hal ini diduga karena semakin banyaknya lapisan maka banyak pula bidang permukaan yang menimbulkan celah pada balok laminasi yang akan menimbulkan perlemahan keteguhan patah.

Hasil penelitian lain menunjukkan nilai MOR balok laminasi kayu

eukaliptus sebesar 4,20 x 102 kg/cm2 (Sinaga dan Hadjib, 1989) dan antara 4,76 x 102 – 8,58 x 102 kg/cm2 pada balok laminasi kayu kelapa (Rostina, 2001).

Perbedaan nilai MOR yang diperoleh dengan penelitian lain terutama berhubungan dengan karakteristik kayu yang digunakan. Kayu yang memiliki kerapatan lebih tinggi akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu yang kerapatannya lebih rendah. Disamping kerapatan kayunya, kekuatan juga dipengaruhi oleh ada tidaknya cacat pada kayu tersebut. Cacat yang dapat mengurangi kekuatan kayu antara lain adalah mata kayu, serat miring, retak atau pecah, dan adanya kayu tekan dan kayu tarik (Tsoumis, 1991).Nilai MOR balok laminasi dari kayu mahoni yang digunakan dalam penelitian ini masih dapat


(39)

ditingkatkan dengan cara mereduksi cacat terutama mata kayu dan menyambung kembali kayu dengan sambungan jari (finger joint) seperti yang umum digunakan dalam pembuatan balok laminasi secara komersial (Moody dan Hernandez (1997) dalam Herawati (2008)).

Dari hasil data yang diperoleh nilai rata-rata MOR pada jumlah lapisan 7 dan lapisan 3 lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah lapiasn 5 pada

ketinggian 5 m, hal ini diakibatkan karena perbandingan komposisi penyusun balok laminasi tidak seragam dan belum memenuhi standar JAS 234:2003 sebagai pembanding.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam keteguhan patah (lampiran 6), diketahui bahwa jumlah lapisan dan ketinggian tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan patah balok laminasi. Hal ini disebabkan balok laminasi yang diuji tidak memenuhi standar.

5. Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Delaminasi Balok Laminasi

Delaminasi merupakan kerusakan pada bidang rekat balok laminasi. Penyebab terjadinya delaminasi diakibatkan perendaman air dan kurangnya pengenmpaan terhadap balok laminasi.

Pengaruh Ketinggian Batang Dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Perendaman Air Panas Balok Laminasi

Gambar 9, menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang dihasilkan rasio deliminasi air panas adalah 22,26 % - 17,62%. Nilai rata-rata tertinggi rasio delaminasi air panas adalah 22,26% pada balok laminasi 7 lapis dengan


(40)

ketinggian 5 m, sedangkan nilai rata-rata terendah adalah 17,62% pada balok laminasi 3 lapis dengan ketinggian 5 m. Berdasarkan perbandingan nilai standar JAS 234:2003, nilai rasio delaminasi balok laminasi lebih tinggi dari 5%. Ini menandakan bahwa nilai rasio delaminasi perendaman air panas tidak memenuhi nilai standar JAS 234:2003.

Gambar 9. Grafik Pengukuran Uji Delaminasi Balok Laminasi Air Panas Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rasio delaminasi perendaman air panas menunjukkan bahwa jumlah lapisan balok laminasi tidak berpengarauh nyata terhadap rasio delaminasi perendaman air panas. Hal ini dapat dilihat dari nilai rasio delaminasi yang relatif sama. Nilai rasio delaminasi balok laminasi 7 lapis lebih besar dari 3 lapis, dikarenakan proses pengaplikasian perekat terhadap laminasi dan pengempaan yang kurang baik sehingga perekat tidak merekat dengan baik terhadap balok laminasi. Diketahui bahwa perekat isosianat yang

digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim. Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya kelembaban dan panas yang tinggi.


(41)

Pengaruh Ketinggian Batang dan Jumlah Lapisan serta Interaksinya

Terhadap Perendaman Air Dingin Balok Laminasi

Berdasarkan hasil penelitian perendaman air dingin, nilai rata-ratanya adalah 20,21% – 23,68 %. Nilai rata-rata tertinggi adalah 23,68% pada balok laminasi 7 lapis dengan ketinggian 5 m. Sedangkan nilai rata-rata terendahnya adalah 20,21% pada balok laminasi 3 lapis dengan ketinggian 3 m. Menurut standar JAS 234:2003, nilai rasio delaminasi tidak lebih dari 10%. Ini menunjukkan bahwa nilai rasio delaminasi perendaman air dingin tidak memenuhi standar.

Gambar 12. Grafik Pengukuran Uji Delaminasi Balok Laminasi Air Dingin Menurut hasil analisis sidik ragam rasio delaminasi perendaman air dingin menunjukkan bahwa jumlah lapisan balok laminasi tidak berpengaruh nyata terhadap rasio delaminasi perendaman air dingin. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan nilai rata-rata delaminasi yang berbeda. Pada balok laminasi 3 lapis jumlah perekat yang digunakan lebih banyak dari 7 lapis. Semakin banyak jumlah lapisan yang direkat maka semakin tinggi tingkat resiko delaminasinya. Faktor


(42)

perekatan juga mempengaruhi kualitas balok laminasi yang dihasilkan. Sementara pada uji delaminasi dengan air panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar karena nilainya berada di atas nilai minimal yang dipersyaratkan yaitu sebesar 10%. Hal ini berhubungan dengan kualitas rekatan yang telah dikemukakan sebelumnya selain dari faktor perekatnya sendiri (Herawati,2008).


(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Nilai rata – rata kadar air tertinggi pada balok laminasi 5 lapis dengan ketinggian 3 m besar persentase adalah 12,83%. Nilai rata – rata kerapatan tertinggi pada balok laminasi 7 lapis dengan ketinggian 5 m besaran 0,58 gr/cm3. Nilai MOE balok laminasi yang digunakan sebagai penyusun balok laminasi sangat bervariasi namun dapat menghasilkan balok laminasi yang memiliki kekuatan yang cukup tinggi berdasarkan nilai MOE dan MOR yang dihasilkan. Hasil pengujian balok laminasi yang meliputi kadar air, MOE, MOR, keteguhan rekat dan delaminasi dengan air dingin telah memenuhi tidak standar JAS 234:2003 sebagai pembanding tetapi tidak sama dengan ukuran JAS, sementara untuk nilai kerapatan balok laminasi memenuhi standar JAS 234:2003 sebagai pembanding persentase kerusakan kayu dan uji delaminasi dengan air panas dan air dingin tidak ada yang memenuhi standar.


(44)

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan sifat-sifat kekuatan balok laminasi kombinasi dari kayu mahoni ini perlu dilakukan penelitian dengan membuat sambungan finger joint untuk mereduksi cacat mata kayu serta penelitian lebih lanjut untuk menentukan besar tekanan kempa yang optimal untuk kayu mahoni dan perlakuan terhadap pengaruh zat ekstraktifnya sehingga dapat memperbaiki kualitas rekatannya.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan N. Hajib. 2005. Kekuatan dan Kekakuan Kayu Lamina dari Dua Jenis Kayu Kurang Dikenal. Jurnal Penelitaian Hasil Hutan Vol. 23 No. 2. Bogor.

Abednego, Ks. 2012. Anatomi Kelapa Sawit. http://www.scribd.com/doc/8206289 /ANATOMI-Kelapa-sawit. (17 Desember 2012).

ASTM. 2000. D 143-94. Standart test Methods for Small Clear Specimens of Timber. Annual Book of ASTM Standart. Phildelphia.

Bakar, E.S., O. Rachman, W. Darmawan, dan I. Hidayat. 1999. Pemanfaatan Batang Kelapa Sawit (Elaies guineensis Jacq.) Sebagai Bahan Bangunan dan Furniture (II): Sifat Mekanis Kayu Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Vol. XII No. 1, Bogor.

Bakar, E.S 2003. Kayu Sebagai Substitusi Kayu dari Hutan Alam. Forum Komunikasi Teknologi dan Industri Kayu Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB Volume 2/1/Juli 2003, Bogor.

Balfas, J. 2003. Potensi Kayu Sawit Sebagai Alternatif Bahan Baku Industri Perkayuan. Makalah Seminar Nasional Himpunan Alumni-IPB dan HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah Regional Sumatera Utara, Medan.

BPDAS.2010.Mahoni. http://www.bpdaspemalijratun.net/index.php?option=com_

content&view=article&id=61:mahoni&catid=18:tanaman-berkayu&Itemid=31. (25 November 2012).

______ . 2011. Kayu Mahoni. http://www.bpdaspemalijratun.net/index.php? option=comcontent&view=article&id=61:mahoni&catid=18:tanaman-berkayu&Itemid=31. (25 November 2012).

Choon, K.K, W. Killman, L.s. Choon dan H. Mansor. 1991. Oil Palm Utilisation : review of research Institute. Malaysia, Kepong.

Ditjen Kementan. 2012. Luas Lahan Sawit Indonesia 9,27 Juta Hektare. http://duniaindustri.com/berita-agroindustri-indonesia/1214-luas-lahan-sawit-indonesia-927-juta-hektare.html. (25 November 2012)

Dumanaw, J.F. 1993. Mengenal Kayu. Kanius, Yogyakarta.

Fakhri, 2001. Pengaruh Jumlah Kayu Pengisi Balok Komposit Kayu Keruing Sengon Terhadap Kekuatan Lentur Balok Laminasi (Glulam Beams). Tesis. Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Yogyakarta.


(46)

_____ , 2002. Kemampuan Perekatan Urea Formaldehyde pada Laminasi Kayu Sengon dan Keruing. Jurnal Sains dan Teknologi, Pekanbaru.

Fauzi Y., Yustina E.W, Irman S, dan Rudi Hartono. 2002. Kelapa Sawit: Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Depok.

Hartono R., Arif N., dan Apri H. I. 2005. Fisika Kayu. Departemen Kehutanan, Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Haygreen, J. G dan J.L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Penerjemah Sutjipto A. Hadikusumo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Herawati, E. 2008. Karakteristik Balok Laminasi dari Kayu Mangium. Jurnal Ilmu dan Teknologi hasil Hutan 1 (1): 1-8.

Manik, P. 1997. Teknologi Pembuatan Kapal Kayu Laminasi. http://www.kapal.ft.undip.ac.id (28 Oktober 2009).

Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir, dan S.A. Prawira.1995. Atlas Kayu Indonesia. Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Grmedia. Jakarta.

Prayitno, T. A. dan Darnoko. 1994. Karateristik Papan Partikel dari Pohon Kelapa Sawit. Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2, Medan.

Rostina T. (2001) Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa (Cocos nucifera Linn.) [skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ruhendi, S dan Y.S. Hadi. 1997. Perekat dan Perekatan. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Schniiewind, A. P dan R. W. Chan. 1989. Concise Encyclopedia of Wood and Wood-Based Materials. Pergamon Press. Colorado

Sigit. 2012. Kayu Mahoni. http://www.wisnoe.com/index.php/en/woodworking-knowledge/kayu-dan-produk-kayu/34-kayu-mahoni. (28 agustus 2012) Sinaga M, Hadjib N. 1989. Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalyptus. Duta Rimba. 15 : 113-114.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood. Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.

Vick, C. B. 1999. Wood Handbook : wood as engineering material. Southern Forest Products Association, wisconsin.


(47)

Wardani, I. Y. 1999. Kualiatas Perekat Kayu Lamina dari Empat Jenis Kurang Dikenal. http://unmul.ac.id/dat/pub/frontir/isna/.pdf. (03 Maret 2010).


(48)

Lampiran 1. Kadar Air dan Kerapatan Batang Kelapa Sawit dengan Ketinggian Batang 3 m

Kode

Berat Awal (gr)

Berat Akhir

(gr)

KA (%)

Dimensi

Kerapatan (gr/cm3)

Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata

BP1 48,98 43,94 11,47 51,00 52,00 51,00 51,33 40,00 41,00 45,00 42,00 51,00 56,00 51,00 52,67 0,43 BP2 48,20 43,04 11,99 50,00 50,50 51,00 50,50 44,00 48,00 40,00 44,00 53,00 52,00 52,00 52,33 0,41 BP3 59,38 54,39 9,17 50,00 51,00 52,00 51,00 35,00 40,00 40,00 38,33 51,00 55,00 50,00 52,00 0,58 BP4 59,20 54,17 9,29 50,00 50,00 51,00 50,33 41,00 40,00 45,00 42,00 50,00 54,00 52,00 52,00 0,54 BP5 59,64 54,68 9,07 50,50 51,00 52,00 51,17 42,00 35,00 40,00 39,00 52,00 53,00 53,00 52,67 0,57 BP6 55,88 50,96 9,65 50,00 51,00 50,00 50,33 35,00 41,00 41,00 39,00 52,00 50,00 52,00 51,33 0,55 BP7 46,48 41,43 12,19 51,00 50,50 50,00 50,50 47,00 46,00 45,00 46,00 51,00 54,00 50,00 51,67 0,39 BP8 58,88 53,86 9,32 52,00 50,00 50,50 50,83 46,00 45,00 46,00 45,67 53,00 52,00 51,00 52,00 0,49 BP9 50,20 45,19 11,10 51,00 51,00 51,00 51,00 43,00 44,00 43,00 43,33 50,00 51,00 50,00 50,33 0,45 BP10 55,08 50,06 10,02 50,00 50,00 50,50 50,17 44,00 45,00 44,00 44,33 51,00 50,00 50,50 50,50 0,49

Rata-rata 54,19 49,17 10,33 50,72 42,37 51,75 0,49

Keterangan


(49)

Lampiran 2. Kadar Air dan Kerapatan Batang Kelapa Sawit dengan Ketinggian batang 5m

Kode

Berat Awal (gr)

Berat Akhir

(gr)

KA (%)

Dimensi

Kerapatan (gr/cm3)

Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata

CP1 77,54 69,43 11,67 50,00 52,00 50,50 50,83 41,00 41,00 40,00 40,67 60,00 64,00 62,00 62,00 0,60 CP2 73,26 65,04 12,64 50,00 51,00 51,00 50,67 40,00 40,00 41,00 40,33 65,00 66,00 63,00 64,67 0,55 CP3 80,56 72,65 10,88 50,00 50,00 50,00 50,00 45,00 45,00 45,00 45,00 66,00 63,00 60,00 63,00 0,57 CP4 76,35 68,13 12,06 51,00 50,00 52,00 51,00 40,00 42,00 44,00 42,00 68,00 62,00 62,00 64,00 0,56 CP5 75,79 67,51 12,27 52,00 51,00 51,00 51,33 48,00 35,00 43,00 42,00 60,00 60,00 60,00 60,00 0,59 CP6 77,88 69,63 11,83 52,00 51,00 50,00 51,00 44,00 42,00 42,00 42,67 62,00 63,00 61,00 62,00 0,58 CP7 80,27 71,92 11,61 50,00 50,00 52,00 50,67 35,00 40,00 45,00 40,00 64,00 61,00 65,00 63,33 0,63 CP8 69,68 62,39 11,68 51,00 52,00 51,00 51,33 40,00 45,00 45,00 43,33 65,00 64,00 60,00 63,00 0,50 CP9 75,70 68,30 10,84 52,00 51,00 50,50 51,17 40,00 44,00 43,00 42,33 63,00 62,00 62,00 62,33 0,56 CP10 79,98 71,69 11,56 50,00 50,00 51,00 50,33 41,00 45,00 42,00 42,67 61,00 65,00 63,00 63,00 0,59

Rata-rata 76,70 68,67 11,70 50,83 42,10 62,73 0,57

Keterangan


(50)

Lampiran 3. Kadar Air dan Kerapatan Kayu Mahoni

Kode

Berat Awal (gr)

Berat Akhir

(gr)

KA (%)

Dimensi

Kerapatan (gr/cm3)

Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata

M1 90,24 80,04 12,74 52 53 51 52,00 45 46 45 45,33 58 57 57 57,33 0,59

M2 89,75 79,22 13,29 52 53 51 52,00 46 46 45 45,67 57 57 57 57,00 0,59

M3 90,63 80,23 12,96 53 52 52 52,33 44 45 47 45,33 57 56 57 56,67 0,60

M4 91,28 81,18 12,44 51 52 53 52,00 48 47 48 47,67 56 55 56 55,67 0,59

M5 89,98 79,26 13,53 52 51 51 51,33 47 47 48 47,33 55 58 58 57,00 0,57

M6 91,48 81,16 12,72 53 52 52 52,33 45 48 45 46,00 57 57 58 57,33 0,59

M7 90,72 80,96 12,06 53 51 52 52,00 45 45 45 45,00 57 56 57 56,67 0,61

M8 90,93 80,46 13,01 51 53 53 52,33 46 45 47 46,00 58 57 57 57,33 0,58

M9 91,13 81,02 12,48 52 51 51 51,33 48 46 45 46,33 56 58 56 56,67 0,60

M10 89,68 79,55 12,73 51 52 51 51,33 45 45 46 45,33 56 56 58 56,67 0,60

Rata-rata 90,58 80,31 12,80 51,90 46,00 56,83 0,59

Keterangan


(51)

(52)

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Kadar Air Balok Laminasi

Jumlah Lapisa

n

Ulangan

Kadar Air (%) Pada Ketinggian batang 3

m

Pada Ketinggian batang 5 m Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr) KA Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr) KA 3

1 44,160 39,265 12,47 41,232

37,22

2 10,77

2 40,165 36,287 10,69 41,882

37,61

9 11,33

3 45,902 40,869 12,31 45,821

40,95

7 11,88

Rata-rata 11,82 11,33

5

1 64,882 56,743 14,34 64,718

57,81

8 11,93

2 66,532 59,432 11,95 59,856

53,75

5 11,35

3 65,556 58,426 12,20 65,215

58,01

8 12,40

Rata-rata 12,83 11,90

7

1 70,50 63,25 11,46 70,25 62,45 12,49 2 68,95 61,83 11,52 68,55 61,89 10,76 3 69,26 62,72 10,43 69,65 62,12 12,12


(53)

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Kerapatan Balok Laminasi

Jumlah

Lapisan Ulangan

Kerapatan (gr/cm3)

Pada Ketinggian batang 3 m Pada Ketinggian batang 5 m

P L T Berat (gr) Volume

(cm3) K P L T Berat (gr)

Volume

(cm3) K

3

1 5,3 4,2 5,0 32,88 111,30 0,30 5,2 4,8 5,3 36,06 132,29 0,27

2 5,3 4,3 5,1 37,41 116,23 0,32 5,3 4,5 5,3 47,64 126,41 0,38

3 5,2 4,4 5,2 36,14 118,98 0,30 5,2 4,6 5,0 54,05 119,60 0,45

Rata-rata 0,31 0,37

5

1 5,4 5,2 5,2 50,88 146,02 0,35 5,3 5,3 5,2 57,61 146,07 0,39

2 5,2 5,3 5,3 61,56 146,07 0,42 5,3 5,2 5,4 51,17 148,82 0,34

3 5,2 5,1 5,3 57,15 140,56 0,41 5,1 5,2 5,2 59,42 137,90 0,43

Rata-rata 0,39 0,39

7

1 5,3 4,4 5,6 63,48 130,59 0,49 5,2 3,8 5,3 60,98 104,73 0,58

2 5,3 4,2 5,6 64,55 124,66 0,52 5,0 4,0 5,4 61,64 108,00 0,57

3 5,2 4,3 5,4 62,18 120,74 0,51 5,0 4,2 5,3 63,78 111,30 0,57


(54)

Lampiran 6. Hasil Pengukuran MOE dan MOR Balok Laminasi

Jmlah

Lapisan Ulangan

MOE dan MOR Balok Laminasi

Pada Ketinggian 3 m Pada Ketinggian 5 m

Dimensi (cm) dy/ dx panjang / span (L) cm Pmax (kgf) MOE

(kgf/cm3)

MOR

(kgf/cm3)

Dimensi (cm) dy/ dx panjang / span (L) cm Pmax (kgf) MOE

(kgf/cm3)

MOR

(kgf/cm3)

tebal (h)

lebar

(b) Panjang

tebal (h)

lebar

(b) panjang

3

1 5,60 4,00 80,00 386 71 433 49193 368 5,30 4,00 80,00 361 71 494 54302 468

2 5,60 4,10 80,00 365 71 451 45309 374 6,10 4,80 78,00 195 71 252 15982 150

3 6,10 4,50 81,00 314 71 444 27524 282 6,20 4,40 82,00 378 71 391 32279 246

Rata-rata 40675 341 34188 288

5

1 5,60 3,50 81,00 270 71 304 39247 295 5,40 4,10 79,00 319 71 329 44267 293

2 5,50 4,00 73,00 279 71 351 37445 309 5,50 4,00 79,00 222 71 278 29848 244

3 5,70 4,00 79,50 305 71 358 36865 293 6,00 4,50 80,00 279 71 424 25711 279

Rata-rata 37852 299 33276 272

7

1 6,80 4,20 79,00 279 71 418 18931 229 6,20 3,50 76,00 278 71 487 29788 386

2 6,50 3,50 80,00 408 71 568 38009 409 6,50 4,10 80,00 444 71 580 35284 357

3 6,50 4,00 78,50 367 71 451 29926 284 6,00 4,10 80,00 466 71 574 47123 414


(55)

Lampiran 7. Hasil Pengukuran Uji Delaminasi Air Panas Balok Laminasi

Jumlah

Lapisan Ulangan

Rasio Delaminasi Air Panas Balok Laminasi (%)

Pada Ketinggian 3 m Pada Ketinggian 5 m

Jumlah Panjang Delaminasi (cm) Jumlah Total Garis Perekat (cm) Rasio Delaminasi (%) Jumlah Panjang Delaminasi (cm) Jumlah Total Garis Perekat (cm) Rasio Delaminasi (%) 3

1 9,00 35,61 25,27 5,50 38,12 14,43

2 10,00 36,86 27,13 7,00 39,60 17,68

3 3,00 37,21 8,06 8,40 40,50 20,74

Rata-rata 20,16 17,62

5

1 14,70 69,08 21,28 18,40 78,86 23,33

2 18,60 70,25 26,48 17,20 79,92 21,52

3 10,80 70,58 15,30 16,80 78,50 21,40

Rata-rata 21,02 22,09

7

1 25,50 116,32 21,92 27,80 116,51 23,86

2 27,70 117,80 23,51 20,90 116,94 17,87

3 25,30 118,84 21,29 29,50 117,82 25,04


(56)

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Uji Delaminasi Air Dingin Balok Laminasi

Balok Ulangan

Rasio Delaminasi Air Dingin Balok Laminasi (%)

Pada Ketinggian 3 m Pada Ketinggian 5 m

Jumlah Panjang Delaminasi (cm) Jumlah Total Garis Perekat (cm) Rasio Delaminasi (%) Jumlah Panjang Delaminasi (cm) Jumlah Total Garis Perekat (cm) Rasio Delaminasi (%) 3 Lapis

1 12,00 36,31 33,05 8,21 37,20 22,07

2 4,50 37,71 11,93 7,20 40,00 18,00

3 6,00 38,31 15,66 9,50 38,68 24,56

Rata-rata 20,21 21,54

5 Lapis

1 14,50 77,31 18,76 18,30 76,20 24,02

2 20,00 78,28 25,55 16,00 76,24 20,99

3 17,00 79,02 21,51 19,60 77,44 25,31

Rata-rata 21,94 23,44

7 Lapis

1 24,80 115,20 21,53 27,50 114,72 23,97

2 26,20 116,68 22,45 28,90 114,72 25,19

3 28,60 117,44 24,35 25,50 116,64 21,86


(57)

Lampiran 9. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, Kadar Air

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:KA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 8.137a 7 1.162 1.926 .168

Intercept 2506.320 1 2506.320 4152.057 .000

Ketinggian * Lapisan 5.203 5 1.041 1.724 .217

Ulangan 2.935 2 1.467 2.431 .138

Error 6.036 10 .604

Total 2520.494 18

Corrected Total 14.174 17

a. R Squared = ,574 (Adjusted R Squared = ,276)

Lampiran 10. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, Kerapatan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Kerapatan

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .149a 7 .021 13.169 .000

Intercept 3.226 1 3.226 1995.340 .000

Ulangan .008 2 .004 2.485 .133

Ketinggian * Lapisan .141 5 .028 17.443 .000

Error .016 10 .002

Total 3.391 18

Corrected Total .165 17


(58)

Lampiran 11. Analisis Keragaman Uji Duncan, Kerapatan

Lapisan N

Subset

1 2

3 Lapis 6 .3400

5 Lapis 6 .3900

7 Lapis 6 .5400

Sig. .059 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,002. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = ,05.

Lampiran 12. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, MOE

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:MOE

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 3.933E8 7 5.618E7 .401 .881

Intercept 2.255E10 1 2.255E10 160.729 .000

Ulangan 1.372E8 2 6.860E7 .489 .627

Ketinggian * Lapisan 2.561E8 5 5.121E7 .365 .861

Error 1.403E9 10 1.403E8

Total 2.434E10 18

Corrected Total 1.796E9 17


(59)

Lampiran 13. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, MOR

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:MOR

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 31207.889a 7 4458.270 .610 .737

Intercept 1792355.556 1 1792355.556 245.190 .000

Ulangan 5473.444 2 2736.722 .374 .697

Ketinggian * Lapis 25734.444 5 5146.889 .704 .633

Error 73100.556 10 7310.056

Total 1896664.000 18

Corrected Total 104308.444 17

a. R Squared = ,299 (Adjusted R Squared = -,191)

Lampiran 14. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, Uji Delaminasi Air Panas

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Rasio Delaminasi

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 96.399a 7 13.771 .473 .833

Intercept 7858.818 1 7858.818 270.158 .000

Ulangan 47.234 2 23.617 .812 .471

Ketinggian * Lapisan 49.165 5 9.833 .338 .879

Error 290.898 10 29.090

Total 8246.115 18

Corrected Total 387.297 17


(60)

Lampiran 15. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, Uji Delaminasi Air Dingin

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Rasio Delaminasi

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 96.399a 7 13.771 .473 .833

Intercept 7858.818 1 7858.818 270.158 .000

Ulangan 47.234 2 23.617 .812 .471

Ketinggian * Lapisan 49.165 5 9.833 .338 .879

Error 290.898 10 29.090

Total 8246.115 18

Corrected Total 387.297 17


(1)

Lampiran 7. Hasil Pengukuran Uji Delaminasi Air Panas Balok Laminasi

Jumlah

Lapisan

Ulangan

Rasio Delaminasi Air Panas Balok Laminasi (%)

Pada Ketinggian 3 m

Pada Ketinggian 5 m

Jumlah

Panjang

Delaminasi

(cm)

Jumlah Total

Garis Perekat

(cm)

Rasio

Delaminasi (%)

Jumlah

Panjang

Delaminasi

(cm)

Jumlah Total

Garis Perekat

(cm)

Rasio

Delaminasi (%)

3

1

9,00

35,61

25,27

5,50

38,12

14,43

2

10,00

36,86

27,13

7,00

39,60

17,68

3

3,00

37,21

8,06

8,40

40,50

20,74

Rata-rata

20,16

17,62

5

1

14,70

69,08

21,28

18,40

78,86

23,33

2

18,60

70,25

26,48

17,20

79,92

21,52

3

10,80

70,58

15,30

16,80

78,50

21,40

Rata-rata

21,02

22,09

7

1

25,50

116,32

21,92

27,80

116,51

23,86

2

27,70

117,80

23,51

20,90

116,94

17,87

3

25,30

118,84

21,29

29,50

117,82

25,04


(2)

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Uji Delaminasi Air Dingin Balok Laminasi

Balok

Ulangan

Rasio Delaminasi Air Dingin Balok Laminasi (%)

Pada Ketinggian 3 m

Pada Ketinggian 5 m

Jumlah

Panjang

Delaminasi

(cm)

Jumlah Total

Garis

Perekat (cm)

Rasio

Delaminasi

(%)

Jumlah

Panjang

Delaminasi

(cm)

Jumlah Total

Garis

Perekat (cm)

Rasio

Delaminasi

(%)

3 Lapis

1

12,00

36,31

33,05

8,21

37,20

22,07

2

4,50

37,71

11,93

7,20

40,00

18,00

3

6,00

38,31

15,66

9,50

38,68

24,56

Rata-rata

20,21

21,54

5 Lapis

1

14,50

77,31

18,76

18,30

76,20

24,02

2

20,00

78,28

25,55

16,00

76,24

20,99

3

17,00

79,02

21,51

19,60

77,44

25,31

Rata-rata

21,94

23,44

7 Lapis

1

24,80

115,20

21,53

27,50

114,72

23,97

2

26,20

116,68

22,45

28,90

114,72

25,19


(3)

Lampiran 9. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, Kadar Air

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:KA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 8.137a 7 1.162 1.926 .168

Intercept 2506.320 1 2506.320 4152.057 .000

Ketinggian * Lapisan 5.203 5 1.041 1.724 .217

Ulangan 2.935 2 1.467 2.431 .138

Error 6.036 10 .604

Total 2520.494 18

Corrected Total 14.174 17

a. R Squared = ,574 (Adjusted R Squared = ,276)

Lampiran 10. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, Kerapatan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Kerapatan

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .149a 7 .021 13.169 .000

Intercept 3.226 1 3.226 1995.340 .000

Ulangan .008 2 .004 2.485 .133

Ketinggian * Lapisan .141 5 .028 17.443 .000

Error .016 10 .002

Total 3.391 18

Corrected Total .165 17


(4)

Lampiran 11. Analisis Keragaman Uji Duncan, Kerapatan

Lapisan N

Subset

1 2

3 Lapis 6 .3400

5 Lapis 6 .3900

7 Lapis 6 .5400

Sig. .059 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,002. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. Alpha = ,05.

Lampiran 12. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, MOE

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:MOE

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 3.933E8 7 5.618E7 .401 .881

Intercept 2.255E10 1 2.255E10 160.729 .000

Ulangan 1.372E8 2 6.860E7 .489 .627

Ketinggian * Lapisan 2.561E8 5 5.121E7 .365 .861

Error 1.403E9 10 1.403E8

Total 2.434E10 18

Corrected Total 1.796E9 17


(5)

Lampiran 13. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, MOR

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:MOR

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 31207.889a 7 4458.270 .610 .737

Intercept 1792355.556 1 1792355.556 245.190 .000

Ulangan 5473.444 2 2736.722 .374 .697

Ketinggian * Lapis 25734.444 5 5146.889 .704 .633

Error 73100.556 10 7310.056

Total 1896664.000 18

Corrected Total 104308.444 17

a. R Squared = ,299 (Adjusted R Squared = -,191)

Lampiran 14. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, Uji Delaminasi Air Panas

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Rasio Delaminasi

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 96.399a 7 13.771 .473 .833

Intercept 7858.818 1 7858.818 270.158 .000

Ulangan 47.234 2 23.617 .812 .471

Ketinggian * Lapisan 49.165 5 9.833 .338 .879

Error 290.898 10 29.090

Total 8246.115 18

Corrected Total 387.297 17


(6)

Lampiran 15. Analisis Keragaman Tabel ANOVA, Uji Delaminasi Air Dingin

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Rasio Delaminasi

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 96.399a 7 13.771 .473 .833

Intercept 7858.818 1 7858.818 270.158 .000

Ulangan 47.234 2 23.617 .812 .471

Ketinggian * Lapisan 49.165 5 9.833 .338 .879

Error 290.898 10 29.090

Total 8246.115 18

Corrected Total 387.297 17