Konsep Diri Sales Promotion Girl Rokok (Studi Deskriptif Kualitatif Sales Promotion Girl Rokok di Kota Medan)

6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Perspektif/Paradigma Kajian
Paradigma

merupakan

kekuatan

dasar

yang mampu

mempertahankan

keberadaan sebuah ilmu pengetahuan. Paradigm pada wilayah riset penelitian

sebenarnya merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan
nilai-nilai dan tujuan penelitian serta memberikan arah tentang bagaimana
pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam
sebuah penelitian. Pada hakikatnya, paradigm memberikan batasan-batasan tertentu
apa yang harus dikerjakan, dipilih dan diprioritaskan dalam sebuah penelitian. Pada
aspek lain, paradigm akan memberikan rambu-rambu tentang apa yang harus
dihindari dan tidak digunakan dalam penelitian. Menurut sebuah analisis yang
dikutip dari Bogdan dan Biklen, paradigm merupakan kumpulan longgar dari
sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan
cara berpikir dan penelitian (Narwaya, 2006 : 110)
Paradigm atau paradigm (inggris) atau paradigme (Perancis), istilah tersebut
berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis, para berarti
(di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang berarti model,
contoh, arketipe, ideal). Deigma dalam bentuk kata kerja deiknynai berarti
menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Paradigma penelitian merupakan
sudut pandang peneliti dalam memandang realitas yang diteliti. Sudut pandang
penelitian akan berimplikasi pada pendekatan, prosedur, asumsi dan teori yang
dipilih. Paradigma adalah suatu set asumsi, konsep, nilai-nilai dan merupakan cara
pandang atau pola pikir komunitas ilmu pengetahuan atas peristiwa/ realitas/ ilmu
pengetahuan/ yang dikaji, diteliti, dipelajari, dipersoalkan, dipahami dan untuk

dicarikan pemecahan persoalannya (Pujileksono, 2015 : 25-26).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

7

Dalam menentukan paradigma yang akan digunakan dalam penelitian, peneliti
memiliki beberapa alasan yaitu (Pujileksono, 2015 : 26):
1. Paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan
mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian.
2. Paradigma penelitian menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian dan tipe
penjelasan yang digunakan.
Pemilihan paradigma memiliki implikasi terhadap pemilihan metode, teknik
penentuan subyek penelitian / sampling, teknik pengumpulan, teknik uji keabsahan
data dan analisis data. Menurut Dedy N. Hidayat ada tiga paradigma ilmu
komunikasi yang mengacu pada pemikiran Guba dan Lincoln (dalam Bungin, 2006
: 263) yaitu : (1) paradigma klasik yang mencakup positivism dan pospositivisme
(2) paradigma kritis dan (3) paradigma konstruktivisme. Namun dalam

perkembangan komunikasi saat ini telah muncul paradigma intrepretasi. Mengacu
pada pendapat sandjaja, bahwa pendekatan intrepretasi yang dikenal dalam istilah
Jerman „verstehen’ atau pemahaman, berusaha untuk menjelaskan makna dari
tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna tidak
dapat dengan mudah diungkap begitu saja.
Penelitian paradigma positivistik menggunakan metode empiris untuk dapat
menggambarkan fakta sosial sebagai realita atau objek penelitian. Paradigma ini
melihat fakta sosial sebagai realita, yang dimana realita ini memiliki syarat yaitu:
dapat diamati, dapat diukur dan dapat diulang. Paradigma ini mempertanyakan
suatu realita dengan „apa‟ atau menanyakan apa yang terjadi di masyarakat pada
umumnya dan dalam hal ini peneliti tidak berinteraksi secara langsung dengan
objek penelitian. Hasil penelitian dapat ditentukan kualitasnya melalui validitas
internal, validitas eksternal, reliabilitas dan objektivitas. Dalam paradigma ini,
penelitian menggunakan metode kuantitatif (Pujileksono, 2015 : 27-28).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

8


Paradigma pos-positivistik merupakan paradigma yang melakukan kritik
terhadap paradigma postivistik. Paradigma ini menganggap bahwa penelitian tidak
dapat dipisahkan dengan nilai-nilai pribadi peneliti sendiri. Peneliti perlu
memasukkan nilai-nilai sebagai pendapatnya sendiri. Realita yang diteliti berada
diluar dan peneliti berinteraksi dengan objek penelitian sehingga membuat
paradigma penelitian ini lebih bersifat kualitatif (Pujileksono, 2015 : 28)..
Paradigma kritis adalah paradigma yang melihat suatu realitas secara kritis
sebagai objek penelitian yang jaraknya dekat dengan peneliti. Realitas yang
dijadikan sebagai objek penelitian merupakan proses sejarah dan kekuatan sosial
yang semu dalam masyarakat. Penelitian ini sangat subjektif karena penilaian
terhadap suatu realitas berasal dari penelitian sendiri. Dalam memasukkan penilaian
dalam penelitian, peneliti juga melihat penilaian masyarakat pada umumnya dan
bersifat kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun kesadaran
kolekftif demi mengubah struktur untuk menjadi lebih baik. Paradigma penelitian
ini melihat realitas yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang sebainya seperti
ketimpangan, ketidakadilan, penindasan dan sebagainya (Pujileksono, 2015 : 29).
Penelitian paradigma konstruktivistik adalah paradigma yang melihat suatu
realita dibentuk oleh berbagai macam latar belakang sebagai bentuk konstruksi
realita tersebut. Penelitian ini mempertanyakan „mengapa‟ (why) akan suatu realitas

itu terjadi yang dalam hal ini realitas berada di luar peneliti namun dapat memahami
melalui interaksi dengan realita sebagai objek penelitian. Jarak antara peneliti
dengan objek penelitian tidak terlalu dekat. Paradigma penelitian yang bersifat
kualitatif ini memasukkan nilai-nilai pendapat peneliti sehingga menjadi subyektif.
Paradigma konstruktivisme bertujuan untuk memahami apa yang menjadi
konstruksi suatu realitas yang membuat peneliti harus dapat mengetahui dan
menggali faktor apa saja yang mendorong suatu realita dapat terjadi dan
menjelaskan bagaimana faktor-faktor tersebut merekonstruksi realitas tersebut
(Pujileksono, 2015 : 28-29).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

9

Paradigma yang digunakan oleh peneliti adalah paradigma konstruktivisme, hal
ini dikarenakan paradigma konstruktivisme sesuai dengan masalah yang akan
diteliti yaitu konsep diri sales promotion girl (SPG) rokok. Dimana para SPG rokok
memiliki pemahaman dan cara pandang tersendiri untuk memahami diri mereka

sendiri terhadap profesinya tersebut.
2.2 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan acuan atau landasan berpikir peneliti dengan basis
padabahan pustaka yang membahas tentang teori atau hasil penelitian terdahulu
yangberkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan. Pencarian dan penelusuran
kepustakaan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian sangat
diperlukan. Penelitian tidak dilakukan di ruang kosong dan tidak pula dapat
dikerjakan dengan baik, tanpa basis teoritis yang jelas. Penelitian kekinian
sesungguhnya menelusuri atau meneruskan peta jalan yang telah dirintis oleh peneliti
terdahulu (Iskandar, 2009:100).
Dengan adanya kajian pustaka, maka peneliti akan mempunyai landasan untuk
menentukan tujuan dan arah penelitian. Adapun teori yang dianggap relevan dalam
penelitian ini adalah:

2.2.1 Komunikasi Antar Pribadi

Joseph A. Devito mendefinisikan "komunikasi antar pribadi sebagai proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara
sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
seketika" (Fajar, 2009: 78).

Pola-pola komunikasi antar pribadi mempunyai efek yang berlainan pada
hubungan interpersonal. Semakin sering seorang melakukan komunikasi dengan
orang lain, semakin baik hubungan. Beberapa faktor lain yang dapat menumbuhkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

10

hubungan interpersonal yaitu percaya, sikap suportif dan sikap terbuka. Diantara
berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, faktor percaya
adalah yang paling penting. Percaya meningkatkan komunikasi antar pribadi karena
membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi,
serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Jika seseorang
tidak mau mengungkapkan bagaimana perasaan dan pikirannya, maka akan sulit
untuk memahami tentang diri orang tersebut (Rakhmat, 2007 :130)
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Orang yang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur dan tidak
empatis. Sudah jelas, dengan sikap defensif komunikasi antar pribadi akan gagal.

Karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang
ditanggapinya dalam situasi komunikasi dibandingkan memahami pesan orang lain.
Komunikasi defensif daoat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan,
kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan sebagainya) atau
faktor-faktor situasional (Rakhmat, 2007 :133)
Sikap terbuka sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi
antar pribadi yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatism sehingga
untuk memahami sikap terbuka harus mengidentifikasi terlebih dahulu karakteristik
orang dogmatis yaitu menilai pesan berdasarkan motif pribadi, berpikir simplistic,
berorientasi pada sumber, mencari informasi dari sumber sendiri, secara kaku
mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya dan tidak mampu
membiarkan inkonsistensi (Rakhmat, 2007 :129)
Agar komunikasi interpersonal yang dilakukan melahirkan hubungan antar
pribadi yang efektif, dogmatis harus diganti dengan sikap terbuka. Bersama-sama
dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling
pengertian,

saling

menghargai


dan

yang

paling

penting

adalah

saling

mengembangkan kualitas hubungan antar pribadi (Rakhmat, 2007 :138)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

11


Tujuan Komunikasi Antar Pribadi
Hal yang harus diperhatikan dalam tujuan komunikasi antar pribadi yaitu
komunikasi ini memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri
kita sendiri. Enam tujuan komunikasi antar pribadi yang dapat dipergunakan untuk
berbagai tujuan adalah sebagai berikut (Fajar, 2009: 78):
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain
Salah satu cara untuk mengenal diri kita sendiri adalah melalui komunikasi
antar pribadi. Komunikasi ini memberikan kesempatan bagi kita untuk
memperbincangkan diri kita sendiri. Melalui komunikasi antar pribadi, kita juga
belajar tentang bagaimana dan sejauh mana kita harus membuka diri pada orang
lain. Selain itu, komunikasi antar pribadi juga akan membuat kita mengetahui nilai,
sikap, dan perilaku orang lain. Kita dapat menanggapi dan memprediksi tindakan
orang lain.
2. Mengetahui dunia luar
Komunikasi antar pribadi memungkinkan kita untuk memahami lingkungan
kita secara baik, yakni tentang objek dan kejadian-kejadian orang lain. Banyak
informasi yang kita miliki sekarang berasal dari interaksi antar pribadi. Meskipun
ada yang berpendapat bahwa sebagian besar informasi yang ada berasal dari media
massa, tetapi infomasi dari media massa tersebut sering dibicarakan dan

diinternalisasi melalui komunikasi antar pribadi. Dalam komunikasi antar pribadi,
kita sering membicarakan hal-hal yang telah disajikan media massa. Namun
demikian, pada kenyataannya nilai keyakinan, sikap, dan perilaku kita banyak
dipengaruhi oleh komunikasi antar pribadi dibandingkan dengan media massa dan
pendidikan formal.
3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

12

Manusia diciptakan sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial.
Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, orang ingin menciptakan dan memelihara
hubungan dekat dengan orang lain. Kita juga tidak ingin hidup sendiri terisolasi dari
masyarakat dan kita ingin merasakan dicintai serta disukai maupun mencintai dan
menyukai orang lain. Oleh karenanya, kita menggunakan banyak waktu
berkomunikasi antar pribadi yang bertujuan untuk menciptakan dan memelihara
hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan ini membantu mengurangi kesepian
dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.
4. Mengubah sikap dan perilaku
Dalam komunikasi antar pribadi, sering kita berupaya mengubah sikap dan
perilaku orang lain. Singkatnya, kita banyak mempergunakan waktu untuk
mempersuai orang lain melalui komunikasi antar pribadi.
5. Bermain dan mencari hiburan
Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Sering
kali tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian
perlu dilakukan karena bisa memberi suasana yang lepas.

Proses-Proses Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi interpersonal tersusun dari banyak proses yang saling terkait,
terdiri dari produksi pesan, pengolahan pesan, koordinasi interaksi dan persepsi
sosial. Produksi pesan menghasilkan perilaku verbal dan perilaku nonverbal yang
dimaksudkan untuk menyampaikan suatu keadaan batin kepada orang lain guna
mencapai tujuan-tujuan sosial. Pengolahan pesan (kadang-kadang disebut
“penerimaan pesan” atau :menguraikan sandi pesan”) meliputi menginterpretasikan
perilaku dan ilmplikasi-implikasi perilaku mereka. Koordinasi interaksi adalah
proses menyelaraskan aktivitas produksi pesan dan pengolahan pesan sepanjang
berlangsungnya sebuah episode sosial sehingga menghasilkan pertukaran yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

13

lancar dan koheren. Terakhir, persepsi sosial adalah kumpulan proses yang kita
jalani untuk memaknai dunia sosial, termasuk menyelami diri kita sendiri, orang
lain, hubungan sosial dan pranata sosial. Proses-proses dapat dijelaskan dengan cara
(C.berger, dkk, 2014 :217) :
a. Memerinci struktur dan proses komponen yang mengawali setiap proses
berikutnya
b. Menjabarkan cara berlangsungnya proses, yang berbeda-beda untuk tiaptiap proses (misalnya, proses otomatis dibandingkan proses terkontrol)
dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya cara tertentu
c. Memerinci aspek-aspek esensial keluaran (output) proses yang khas untuk
masing-masing proses (yaitu, pesan untuk produksi, interpretasi untuk
pengolahan, interaksi untuk koordinasi, serta aneka persepsi dan inferensi
untuk persepsi sosial) dan keberagaman keluaran sebagai fungsi dari cara
berlangsungnya proses
d. Mengidentifikasi faktor-faktor (seperti arousal emosi) yang secara umum
memengaruhi cara berlangsungnya proses dan keluarannya.

Kualitas Komunikasi Antar Pribadi
Menurut Joseph A. Devito (dalam Fajar, 2009:84), kualitas umum
komunikasi antar pribadi dapat dilihat melalui:
1. Keterbukaan
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
antar pribadi. Pertama, komunikator antar pribadi yang efektif harus terbuka kepada
orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan
segera membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi
biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk
membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan
pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

14

kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
Aspek ketiga menyangkut "kepemilikan" perasaan dan pikiran. Terbuka dalam
pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah
memang miliki kita dan kita bertanggung jawab atasnya.
2. Empati
Empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang
dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu,
melalui kacamata orang lain itu. Secara non verbal, kita dapat mengomunikasikan
empati dengan memperlihatkan keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi
wajah dan gerak-gerik yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata,
postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik, dan sentuhan yang
sepantasnya.
3. Sikap Mendukung
Hubungan antar pribadi yang efektif adalah hubungan yang di dalamnya
terdapat sikap mendukung. Jack Gibb menyatakan bahwa komunikasi yang terbuka
dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita
memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif,
spontan bukan strategis, dan provisional bukan sangat yakin.
4. Sikap positif
Sikap positif dapat dikomunikasikan dalam komunikasi antar pribadi dengan
dua cara, yaitu menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang
menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek
dari komunikasi antar pribadi. Pertama, komunikasi antar pribadi terbina jika
seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan
positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang
efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

15

yang menikmati interaksi atau bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau
suasana interaksi.
5. Kesetaraan
Dalam

beberapa

situasi

terjadi

ketidaksetaraan.

Terlepas

dari

ketidaksetaraan, komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama
bernilai dan berharga serta memandang satu dengan yang lain sebagai sesuatu yang
penting. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain dan memberikan penghargaan
positif tanpa syarat.

2.2.1.1 Konsep Diri

Pembentukan konsep diri adalah salah satu dari fungsi komunikasi sosial.
Selanjutnya Mulyana mengatakan bahwa manusia yang tidak akan pernah
berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak akan mungkin memiliki kesadaran
bahwa dirinya dalah manusia. Aspek-aspek konsep diri seperti jenis kelamin,
agama, suku, orientasi seksual, rupa fisik merupakan unsur penting dalam
pembentukan identitas sebagai manusia. Konsep diri (self concept) merupakan suatu
bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia.
Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan
untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnnya. Konsep diri seseorang
dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut.
Manusia sebagai makhlul yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada
akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang
berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang
bersangkutan (Mulyana, 2007: 7).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

16

Konsep penting yang dikemukakan oleh Mead selanjutnya (dikutip dari West
dan Turner, 2008: 106) adalah self (diri). Dijelaskan bahwa self merupakan
kemampuan seseorang dalam menilai dirinya sendiri, tidak hanya sebagai subjek tapi
juga sebagai objek. Mead (dikutip dari West dan Turner, 2008) mendefinisikan self
sebagai kemampuan individu dalam merefleksikan dirinya, baik dilihat dari diri
sendiri, maupun membayangkan jika dilihat oleh orang lain. Dapat dikatakan pula
self merupakan kemampuan individu dalam melihat konsep diri individu.
Konsep penting yang dikemukakan oleh Mead selanjutnya (dikutip dari West
dan Turner, 2008: 106) adalah self (diri). Dijelaskan bahwa self merupakan
kemampuan seseorang dalam menilai dirinya sendiri, tidak hanya sebagai subjek tapi
juga sebagai objek. Mead (dikutip dari West dan Turner, 2008) mendefinisikan self
sebagai kemampuan individu dalam merefleksikan dirinya, baik dilihat dari diri
sendiri, maupun membayangkan jika dilihat oleh orang lain. Dapat dikatakan pula
self merupakan kemampuan individu dalam melihat konsep diri individu.
Definisi konsep diri menurut Charon (1989) tersebut berkaitan pula dengan
konsep penting yang dikemukakan oleh Mead (dikutip dari West dan Turner, 2008:
22 106), yaitu self yang merupakan kemampuan individu melihat dirinya sebagai
subjek dan objek. Melihat diri sebagai objek dapat dilakukan pula dengan istilah yang
disebut Mead (dikutip dari West dan Turner, 2008) sebagai looking-glass self (cermin
diri), yaitu individu membayangkan bagaimana individu terlihat di mata orang lain,
individu membayangkan penilaian orang lain mengenai penampilannya serta individu
merasa tersakiti atau bangga berdasarkan perasaan pribadi.
Konsep diri merupakan tema utama psikologi humanistik yang muncul
belakangan ini, pembicaraan tentang konsep diri dapat dilacat sampai William Jamse.
James membedakan antara “The I”, diri yang sadar dan aktid, dan “The Me”, diri
yang menjadi objek renungan kita (Rakhmat, 2008: 99). Psikologi humanistik
merupakan salah satu teori psikologi komunikasi yang dianggap sebagai revolusi
ketiga dalam psikologi (Rakhmat, 2008: 30).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

17

Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Pada
psikonanalisa manusia dipengaruhi oleh naruli primitifnya sedangkan pada
behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan. Dalam
psikoanalisis, seperti pernyataan Freud sendiri, “we see a man as a savage beast”
dalam pandangan behaviorisme manusia menjadi tanpa jiwa, tanpa nilai. Keduanya
tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan
aspek eksistensu manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreativitass,
nilai, makna dan pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik
“humanistic psychology is not just the study of human being, it is a commitment to
human becoming” (Rakmat, 2008: 30-32).
1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pibadi
dimana,sang “Aku”, ”Ku”, atau diriku menjadi pusat. Perilaku manusia
berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi manusia tentang identitas dirinya
yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu meddan
fenomenal. Medan keseluruhan pengalaman-pengalaman “aku” dan “ku”
dan pengalaman yang “bukan aku”.
2. Manusia

berperilaku

untuk

mempertahankan,

meningkatkan

dan

mengaktualisasikan diri.
3. Individu beraksi pada situasi dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya,
ia bereaksi pada “realitas” seperti yang di persepsikan olehnya dan dengan
cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahan
diri,berupa penyempitan dan pangkuan (rigdification) persepsi dan prilaku
penyesuaian

serta

penggunaan

mekanisme

pertahanan

ego

seperti

rasionalisme.
5. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri.
Dalam kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta
memilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

18

Konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan
manusia. Menurut Symonds dan Fitts, menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak
langsung muncul pada saat kelahiran tetapi mulai berkembang secara bertahap
dengan munculnya kemampuan perseptif (Agustiani, 2009:18).
Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki.
Padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang
kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap terhadap kualitas
kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas
sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan. Sebaliknya pandangan positif
terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu
memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan.
Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.
(Mulyana, 2000: 7).
Beberapa ahli merumuskan defenisi konsep diri, menurut Burns (dalam
Mulyana, 2000: 7) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita
pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita dan seperti apa diri kita
yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri
individu dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang
diberikan orang lain pada diri individu. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa
konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat,
penilaian atau evaluasi dari orang lain mengenai dirinya.

Terdapat dua konteks budaya yang disebutkan oleh Gudykunst dan Tsukasa
Nishida (dikutip dari West dan Turner, 2008: 188), yaitu budaya konteks tinggi dan
budaya konteks rendah. Griffin (2003) menjelaskan bahwa budaya konteks rendah
adalah budaya di mana pesan dalam sebuah komunikasi disampaikan secara
langsung dan terbuka. Negara yang termasuk budaya konteks rendah adalah
Amerika Serikat, Jerman dan Swiss. Sedangkan budaya konteks tinggi dijelaskan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

19

oleh West dan Turner (2008) merupakan budaya mengutamakan penyampaian
pesan secara tidak langsung dan dengan pesan non verbal sehingga makna sebuah
pesan diinternalisasi oleh pendengar atau tergantung pada konteks. Negara
Indonesia termasuk di dalam budaya konteks rendah, di mana masyarakat pada
budaya konteks tinggi masih enggan untuk berbicara secara jujur, langsung dan
terbuka.
William D. Brooks mendefenisikan konsep diri sebagai ”those physical, social
and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experience
and our interaction with others”. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan
kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologis, sosial dan
fisis. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian
anda tentang diri anda. Jadi, konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa
yang anda rasakan tentang diri anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep
diri: komponen kognitif dan komponen afektif (Rakhmat, 1986:124).
Jenis-jenis Konsep Diri
Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas diri anda
(Rakhmat, 1986:130-131) yaitu :
1. Konsep diri negatif
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert (1976) ada beberapa tanda yang
memiliki konsep diri negatif, yaitu :
a. Peka terhadap kritikan
Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya dan mudah marah. Bagi
orang ini koreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha orang untuk menjatuhkannya.
Orang yang memiliki konsep diri negative cenderung menghindari dialog yang
terbuka dan bersikeras menpertahankan pendapatnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

20

b. Responsif terhadap pujian
Mencoba

untuk berpura-pura

menghindari

pujian, tetapi

tidak dapat

menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.
c. Tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan atau pengakuan pada kelebihan
orang lain
d. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain
Merasa tidak diperhatikan dan menganggap orang lain sebagai musuh.
e. Pesimis terhadap kompetisi
Menganggap tidak akan berdaya bersaing dengan orang lain yang merugikan
dirinya.

2. Konsep diri positif
Konsep diri positif ditandai dengan lima hal :
1) Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
2) Ia merasa setara dengan orang lain
3) Ia menerima pujian tanpa rasa malu
4) Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan
perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
5) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Dalam kenyataan, memang tidak ada orang yang betul-betul sepenuhnya
berkonsep diri negatif atau positif, tetapi untuk efektivitas komunikasi interpersonal,
sedapat mungkin memperoleh banyak tanda-tanda konsep diri positif. D.E
Hamachek menyebutkan sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri
positif:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

21

1) Ia

meyakini

betul-betul

nilai-nilai

dan

prinsip

tertentu

serta

bersedia

mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tetapi,
dia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila
pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.
2) Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang
belebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui
tindakannya.
3) Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang terjadi
besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu dan apa yang sedang terjadi waktu
sekarang.
4) Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan
ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.
5) Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah,
walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga
atau sikap orang lain terhadapnya.
6) Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang
lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.
7) Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan meneria pengharggaan
tanpa merasa bersalah.
8) Ia cenderung menolak usaha orang lain yang cenderung mendominasinya.
9) Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai
dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai
bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai sampai kepuasan yang mendalam
pula.
10) Ia mampu menikmati dirinya secarah utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi
pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan atau sekedar
mengisi waktu.
11) Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang diterima dan
terutaman sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan
mengorbankan orang lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

22

Pengaruh Konsep Diri Pada Komunikasi Interpersonal

a. Nubuat Yang Dipenuhi Sendiri
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi
interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan
konsep dirinya. Kecenderungan orang bertingkah laku sesuai dengan konsep diri
disebut sebagai nubuat yang dipenuhinya sendiri.

b. Membuka diri
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi dan pada saat yang sama,
berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan penegtahuan tentang diri kita.
Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan.
c. Percaya Diri (Self Confidence)
Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negative timbul dari
kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi
dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang
kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi
komunikasi.
d. Selektivitas
Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri
mempengaruhi kepada pesan apa anda bersedia membuka diri, bagaimana kita
mempersepsikan pesan itu dan apa yang kita ingat, “tulis Anita Taylor et al
(1977:112). Konsep diri menyebabkan terpaan selektif (selective exposure), persepsi
selektif (selective perception) dan ingatan selektif (selective attention).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

23

2.2.1.2

Pengungkapan diri (Self Disclosure)
Pengungkapan diri ialah jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan

informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan. Pengungkapan
diri adalah jenis komunikasi yang mengacu pada pengungkapan informasi secara
sadar, seperti pernyataan mengenai sesuatu. Pengungkapan diri berupa informasi
yang sebelumnya tidak diketahui oleh penerima. Pengungkapan diri merupakan
informasi tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dan perilaku seseorang atau
tentang orang lain yang sangat dekat dan yang sangat dipikirannya. Pengungkapan
diri menyangkut informasi yang biasanya dan secara aktif disembunyikan (DeVito,
1997: 62).
Teori self disclosure atau pengungkapan diri merupakan proses mengungkapkan
reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta
memberikan informasi guna memahami suatu tanggapan terhadap orang lain dan
sebaliknya. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita
terhadap suatu yang telah dikatakan atau dilakukan atau perasaan kita terhadap
suatu kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan (DeVito, 1997: 231-232).
Beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap hubungan antar pribadi
adalah sebagai berikut (DeVito, 1997 :234):
a. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubunga yang sehat antara dua orang.
b. Semakin kita bersikat terbuka kepada orang lain, maka orang tersebut akan
menyukai diri kita, sehingga ia akan semakin membuka diri kepada kita.
c. Orang yang membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-sifat
sebagai berikut: kompeten, terbuka, ekstrovert, fleksibel, adaptif dan intelegen.
d. Membuka diri pada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan
komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain.
e. Membuka diri berarti bersikap realistis, maka didalam pembukaan diri kita harusla
jujur, tulus dan autentik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

24

Menurut DeVito, ada beberapa keuntungan dari self disclosure (DeVito, 1997: 30)
1. Memahami diri sendiri
2. Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi rasa bersalah
3. Energy release
4. Meningkatkan efisiensi dan berkomunikasi
5. Membina hubungan yang bermakna
6. Kesehatan Fisiologis
Faktor-faktor pengungkapan diri ialah (DeVito, 1997: 62)
1. Besar kelompok
2. Perasaan menyukai
3. Efej diadik
4. Kompetensi
5. Kepribadian
6. Topik
7. Jenis kelamin
Kualitas hubungan antar pribadi dapat diteliti melalui komunikasi antar pribadi.
Salah satu yang terpenting dalam komunikasi antar pribadi adalah self disclosure.
Self disclosure merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada
orang lain atau sebaliknya (DeVito, 1997).
Self disclosure memiliki berbagai dimensi (DeVito, 1997: 40):
1. Ukuran/Jumlah self disclosure
Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak jumlah informasi diri kita
yang diungkapkan. Jumlah tersebut bisa dilihat berdasarkan frekuensi kita
menyampaikan

pesan-pesan

self

disclosure

atau

bisa

juga

dengan

menggunakan ukuran waktu, yakni berapa lama kita menyampaikan pesan-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

25

pesan yang mengandung self disclosure pada selirih kegiatan komunikasi kita
dengan lawan komunikasi kita.
2. Valensi self disclosure
Ini berkaitan dengan kualitas self disclosure kita positif atau negatif.
Saat kita menyampaikan siapa diri kita secara menyenangkan, penuh humor
dan menarik.
3. Kecermatan dan Kejujuran

Kecermatan dalam self disclosure yang kita lakukan akan sangat
ditentukan oleh kemampuan kita mengetahui atau mengenal diri kita sendiri.
Apabila kita mengenal dengan baik diri kita maka kita akan mampu
melakukan self disclosure dengan cermat.

4. Maksud dan Tujuan

Salah satu hal yang dipertimbangkan dalam melakukan self disclosure
adalah maksud dan tujuan. Tidak mungkin orang yang menyatakan dirinya
apabila tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu.

5. Kakraban

Seperti yang dikemukakan oleh Fisher, keakraban merupakan salah
satu hal yang serta kaitannya dengan komunikasi self disclosure. Apa yang
diungkapkan itu bisa saja hal-hal yang sifatnya umum. self disclosure tidak
berlangsung secara tiba-tiba, tidak seluruh informasi yang kita sampaikan
berisikan informasi yang sifatnya pribadi. Kemudia self disclosure
membicarakan soal kedalaman (depth) dan keluasan (breadth) self
disclosure. Sejauh mana kedalaman dalam self disclosure itu akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

26

ditentukan oleh derajat keakraban kita dengan lawan komunikasi. Makin
akrab kita dengan seseorang makan akan makin dalam self disclosure
tersebut. Selain itu, makin luas juga cakupan bahasa yang kita
komunikasikan melalui self disclosure itu.

Johari Window
Dalam komunikasi antar pribadi dibutuhkan pemahaman terhadap beberapa
pengetahuan. Pertama, individu yang berinteraksi harus paham cara terbentuknya
konsep diri. Konsep diri dapat dibentuk melalui perspektif sosial. Kedua, individu
membutuhkan informasi mengenai diri sendiri. Salah satu cara untuk mendapatkan
informasi ini melalui pembukaan diri, yaitu suatu proses mengungkap informasi
mengenai diri kita dengan dibantu oleh pandangan orang lain. Membuka diri adalah
cara yang penting untuk membantu penilaian terhadap diri sendiri. Seperti ketika
mengungkapkan harapan, ketakutan, impian, dan perasaan, kita mendapatkan
respons dari orang lain. Selain itu, kita juga mendapatkan wawasan mengenai diri
kita dengan melihat cara kita berinteraksi dengan situasi baru (Wood, 2013: 60).
Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi dan pada saat
yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang
diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan.
Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk
menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru, lebih cenderung menghindari
sikap defensive dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain (Rakhmat,
2007 :107)
Beberapa dekade lalu, Joseph Luft dan Harry Ingham menciptakan model
untuk mengklasifikasikan informasi yang mempengaruhi perkemabangan konsep
diri kita. Model ini dinamakan dengan "Johari Window" yang merupakan kombinasi
dari nama depan mereka, yaitu Joe dan Harry. Terdapat empat area dalam Johari
Window, yaitu (Wood, 2013: 60):

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

27

Dalam Johari Window diungkapkan tingkat keterbukaan dan tingkat
kesabaran tentang diri kita. Untuk membuat Johari Window gambarlah segi empat
dengan garis yang membelah jendela itu menjadi dua bagian. Sebelah atas jendela
menunjukkan aspek diri kita yang diketahui orang lain – public self. Sebelah bawah
adalah aspek diti yang tidak diketahui orang lain – private self.

Gaambar 2.1 Public dan Private Area
Publik
(diketahui rang lain)
Privasi
(tidak diketahui orang lain)

bila jendela kita belah ke bawah, sebelah kiri adalah aspek diri yang kita
ketahui, dan sebelah kanan adalah aspek diri yang tidak diketahui.

Gambar 2.2 Hidden dan Blind Area

Diri yang kita

Diri yang tidak kita

ketahui

ketahui

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

28

1. Area terbuka atau publik, informasi dalam area ini diketahui oleh kita dan
orang lain. Misalnya informasi mengenai nama, tinggi tubuh, alamat rumah
merupakan contoh informasi yang dapat kita bagikan kepada orang lain.
2. Area buta, informasi pada area ini diketahui oleh orang lain namun tidak
disadari oleh diri kita sendiri. Misalnya, orang lain menyadari kecemasan yang kita
alami tetapi tidak kita rasakan atau orang lain melihat kita berbakat melukis tetapi
kita tidak menyadarinya.
3. Area tersembunyi, kita mengetahui informasi di dalam area ini namun kita
memilih untuk tidak mengungkapkannya kepada orang lain. Kita memilih untuk
tidak menyampaikan beberapa kelemahan atau trauma yang pernah terjadi di masa
lalu.
4. Area gelap, area ini berisi informasi yang tidak diketahui oleh diri sendiri
maupun orang lain. Area ini berisi informasi mengenai potensi yang belum
terungkap, bakat yang belum dimanfaatkan, dan reaksi terhadap peristiwa yang
belum pernah kita alami. Kita tidak akan tahu cara menangani sebuah konflik
hingga kita sendiri mengalaminya.

Gambar 2.3. Johari Window
(sumber: Wood)

Area Terbuka

Area Buta

Area Tersembunyi

Area Gelap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

29

2.2.1.3

Disonansi Kognitif

Pengertian Disonansi Kognitif
Disonansi

kognitif

adalah

ketidaksetujuan

menyebabkan

konflik

dan

ketegangan, membuat anda mengubah pandangan-pandangan Anda atau mengakhiri
hubungan didasarkan pada konsep penguatan (Debbie Clayton & Jenny, 2012: 175)
Teori disonansi kognitif telah menunjukkan secara keseluruhan kemampuan
yang amat beraneka ragam, keuletan dan kemampuan melakukan prediksi. Dalam
teori ini Festinger mengganti konsep mengenai konsistensi atau keseimbangan
dengan konsonan atau consonance dan ketidakkonsistenan atau ketidakseimbangan
dengan istilah disonan atau dissonance. Menurut pandangannya, adanya tekanan
untuk menghasilkan hubungan-hubungan konsonan diantara kesadaran-kesadaran
atau cognitions dan menghindarkan disonan. Kognisi atau cognition dapat berupa
pengetahuan, dapat berupa keyakinan, dapat berupa pendapat yang ada pada orang
tentang dirinya, perilakunua atau lingkungannya (Budyatna, 2011 : 264)
Sebuah keadaan yang tidak menyenangkan, terjadi ketika kita menyadari bahwa
ada diskrepansi antara sikap-sikap kita atau antara sikap dan tingkah laku kita itu
disebut disonansi kognitif dan peneliti mengindikasikan bahwa hal itu menghasilkan
afek negative. Disonansi seringkali terjadi dalam situasi yang melibatkan induced
(forced) compliance, kepatuhan dimana kita dibujuk/didorong oleh faktorneksternal
untuk mengatakan atau melakukan perbuatan yang tidak konsisten dengan sikap kita
sebenarnya.
Disonansi didorong melalui perasaan munafik (hipokrisi) mendorong individu
untuk menyatakan sikap atau tingkah laku tertentu secara terbuka dan kemudian
mengingatkan mereka bahwa mereka tidak selalu bertingkah laku secara konsisten
dengan hal tersebut. Disonansi tampaknya menjadi aspek universal dari pemikiran
sosial, tetapi kondisi terjadinya dan taktik yang dipilih individu untuk mengurangi
hal tersebut tampaknya dipengaruhi oleh faktor budaya (Baron & Byrne, 2003: 159)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

30

Menurut Aronson dan Festinger disonansi difokuskan pada tiga mekanisme
dasar (Robert A. Baron&Donn Byrne, 2003:147) :
1. Kita dapat mengubah sikap atau tingkah laku sehingga konsisten satu sama lain
2. Kita dapat mengurangi disonansi kognitif dengan mencari informasi baru yang
mendukung sikap dan tingkah laku.
3. Dapat memutuskan bahwa sebenarnya ketidakkonsistenan tidak terlalu berpengaruh,
dengan kata lain dapat melakukan trivilisasi.
Steele, menyarankan individu yang mengalami disonansi dapat memfokuskan
diri tidak pada usaha untuk mengurangi perbedaan antara sikap mereka dan tingkah
laku, namun melakukan penegasan diri
Asumsi dari Disonansi Kognitif
Teori disonansi kognitif adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan
perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek inkonsistensi yang ada di
antara kognisi-kognisi. Berikut merupakan asumsi dasar dari teori disonansi kognitif
:


Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap dan
perilakunya



Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis



Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan
tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur



Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dari usaha untuk
mengurangi disonansi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

31

Asumsi pertama menekankan sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia
yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi. Asumsi kedua berbicara
mengenai jenis konsistensi yang penting bagi orang. Teori ini tidak berpegang pada
konsistensi logis yang kaku. Sebaliknya, teori ini merujuk pad fakta bahwa kognisikognisi harus tidak konsisten secara psikologis (dibandingkan tidak konsisten secara
logis) satu dengan yang lainnya untuk menimbulkan disonansi kognitif.
Asumsi ketiga menyatakan bahwa ketika orang mengalami inkonsistensi
psikologis disonansi yang tercipta menimbulkan perasaan tidak suka. Jadi, orang
tidak senang berada dalam disonansi. Akhirnya teori ini mengasumsikan bahwa
rangsangan yang diciptakan oleh disonansi akan memotivasi orang untuk
menghindari situasi yang menciptakan inkonsistensi dan berusaha mencari situasi
yang mengembalikan konsistensi. (West & Turner 2009: 139).
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian
yang bersifat kritis dan memperkirakan hasil penelitian yang dicapai dan dapat
mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001:40). Peneliti akan
menjelaskan kerangka pemikirannya sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

32

Sales Promotion Girl
di Kota Medan

Kerangka teori
-

KAP
Disonansi
kognitif
Konsep diri

Konsep diri
Sales Promotion Girl rokok

Tujuan penelitian
-

Pembentukan konsep
diri SPG rokok
Alasan memilih SPG
rokok

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara