Pemberian Tunjangan Hari Raya Atau THR Bagi Pekerja Dirumah Sakit Kisaran Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 Chapter III V

BAB III
PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DI
RUMAH SAKIT KISARAN
A. Profil Rumah Sakit Kisaran
1. Sejarah berdirinya Rumah Sakit Kisaran
Sejak dahulu Rumah Sakit Kisaran, sudah sangat populer di telinga
masyarakat Asahan. Keberadaannya sebagai rumah sakit rujukan bagi pasien-pasien
“kritis” dari puskesmas di kecamatan seolah menjadikan Rumah Sakit Kisaran
sebagai RSUD kedua setelah Rumah Sakit Umum Daerah Kisaran. Sebagai Rumah
Sakit peninggalan Belanda, fasilitas dan peralatan medis memang relatif memadai.
Oleh karenanya tidak heran kemudian menjadi salah satu rumah sakit rujukan
ketika itu. Pernah disatu masa pada era 80-an setiap menyebut Rumah Sakit Kisaran,
yang terbayang dibenak setiap orang adalah kata Salima dan Jarum Gantung. Kisah
Salima dan Jarum Gantung itu masih melekat dibenak anak-anak Asahan Kisah
Salima dan Jarum Gantung adalah bagian dari perjalanan sejarah budaya bertutur
yang berkembang dimasyarakat Asahan ketika itu. Budaya yang telah membentuk
idiom baru bernama "Salima" dan "Jarum Gantung". Idiom ini menjadi populer dan
melekat dalam benak setiap orang ketika itu karena sangat berhubungan dengan
pasien yang sakit keras dan sedang bertaruh nyawa.

44

Universitas Sumatera Utara

Pokoknya jika ada anggota keluarga atau tetangga yang masuk rumah sakit
Kisaran kemudian mendengar informasi tentang Salima dan Jarum Gantung, itu
artinya mereka harus banyak berdoa dan menata hati, karena itu bisa berarti bahwa
kondisi pasien sudah kritis dan sangat mungkin nyawanya tidak tertolong. Jika
dibandingkan, popularitas kisah Salima dan Jarum Gantung ketika itu barangkali
sama seperti halnya popularitas Jalan Gandhi di Medan. Mungkin sebagian besar dari
kita sudah tidak ingat lagi.
Jalan Gandhi adalah lokasi Kantor Laksusda di Medan. Sejak tahun 67-an
sangat populer sebagai tempat penahanan (camp konsentrasi) tahanan politik, atau
tentara-tentara yang dianggap tidak setia kepada Pancasila. Dari Jalan Gandhi ini
banyak beredar cerita mulut kemulut tentang kerasnya perlakuan yang dialami
tahanan ketika itu. Kerasnya kehidupan dalam Jalan Gandhi kemudian diabadikan
dalam sebuah lagu rakyat yang juga beredar dari mulut ke mulut entah siapa
penciptanya, sepenggal lirik yang diingat Seputar Asahan sebagai berikut.
“Sudah berapa kali Abang katakan…. Jangan bermain cinta dengan
Pereman… Nanti Abang ditangkap oleh Polisi… Lalu masuk Jalan Gandhi… Kalau
Abang masuk Jalan Gandhi.. Tangan digari badan dipukuli… Sampai disana Abang
disiksa lagi…. ..dst Kembali ke kisah Salima dan Jarum Gantung”.

Salima itu adalah kependekan dari "Bangsal Lima", ruangan khusus untuk
merawat pasien-pasien kritis. Adapun Jarum Gantung adalah kata lain dari botol infus

Universitas Sumatera Utara

yang digantung dan biasanya diletakkan di sebelah fasien. Inilah cara bertutur dari
masyarakat kita yang sangat polos dan sederhana. Mereka tidak ambil pusing dengan
ketepatan artinya dalam tata bahasa. Bagi mereka yang penting maksud dan pesan
yang terkandung didalamnya tersampaikan. Penggunaan istilah "Jarum Gantung"
misalnya, begitu kita mendengarnya memang mengesankan sesuatu yang menakutkan
dan memberikan perasaan mencekam. Walaupun ternyata itu hanyalah untuk
menggambarkan botol infus yang digantung. Padahal, infus-kan tidak selalu
berhubungan dengan orang sakit keras dan kematian? Infus bisa berisi nutrisi biasa,
bahkan kadang hanya berisi glukosa dan cairan untuk pasien yang mengalami
dehidrasi (kurang cairan/minum). Walaupun tidak menutup kemungkinan juga infus
itu berisi antibiotik keras seperti misalnya untuk orang yang sakit kanker.
Penyederhanaan "infus" menjadi "Jarum Gantung" adalah bagian dari kekayaan
budaya bertutur masyarakat Asahan yang perlu di dokumentasikan. Sebab, dengan
demikian dapat mengetahui sejarah perjalanan budaya bertutur masyarakat Asahan
dari masa ke masa.

Sekarang Rumah Sakit Kisaran merupakan sebuah rumah sakit pemerintah
yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara,
terletak di lahan yang luas di pinggiran Kabupaten Asahan. Rumah Sakit ini pernah
menjadi pusat pelayanan dan penanganan korban di Kisaran Rumah Sakit Umum
Kisaran yang berfungsi pada Tahun 1982 hingga sekarang.

Universitas Sumatera Utara

2. Jumlah Tenaga Medis berstatus Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Non
Sipildi Rumah Sakit Kisaran

Dokter Melayani
35
30
25
20
15
10
5
0

RS. Kisaran

Sumatera Utara

Sumatera

Jumlah Dokter Rumah Sakit Kisaran tersedia 19 dokter, terdiri dari 3 Dokter Umum,
15 Dokter Spesialis, dan 1 Dokter Gigi.

Universitas Sumatera Utara

Pegawai di Rumah Sakit Kisaran
35
30
25
20
15
10
5
0

Dokter

Perawat

Pegawai Teknisi Medis
Khusus Terapi

Column1

Pegawai
Khusus
Kefarmasian

Pegawai
Pegawai Non
Khusus
Kesehatan
Kesehatan
Masyarakat


NON PNS

Tipe Tenaga Pendukung

Jumlah Orang
PNS

NON PNS

Dokter

17 Orang

2Orang

Perawat

20 Orang

13 Orang


Pegawai Khusus Terapi

1 Orang

-

Teknisi Medis

3 Orang

-

Pegawai Khusus Kefarmasian

1 Orang

-

Pegawai Khusus Kesehatan Masyarakat


2 Orang

-

Pegawai Non Kesehatan

8 Orang

2 Orang

Universitas Sumatera Utara

3. Upah dan Tunjangan yang diberikan di Rumah Sakit Kisaran 45
Posisi/Jabatan

Rata – Rata/Bulan Gaji

Tunjangan Hari Raya


Pokok dan Tunjangan

(THR) Masa Kerja satu

(Makan dan

Bulan secara terus

Transportasi)

menerus (1 x Upah/bulan)

Dokter (PNS)

Rp.10 JT + Rp.6 JT

Rp. 16 JT

Dokter (Non PNS)


Rp 8 JT + Rp.4 JT

Rp. 12 JT

Perawat (PNS)

Rp 1,5 JT + Rp.500

Rp.2JT

Ribu
Perawat (Non PNS)

Rp. 700 Ribu + Rp.

Rp. 1,2 JT

500 Ribu
Pegawai Khusus


Rp. 2,5 JT + Rp. 1 JT

Rp. 3,5 JT

Rp.4 JT + Rp. 2 JT

Rp. 6 JT

Rp. 6 JT + 2 JT

Rp. 8 JT

Rp. 4 JT + 1,5 JT

Rp. 5,5 JT

Terapi
Teknisi Medis
Pegawai Khusus
Kefarmasian
Pegawai Khusus
Kesehatan Masyarakat

45

http://www.qerja.com/company/salary/rumah-sakit-kisaran-sumaterautaradiunduh Senin 20
Pebruari 2017 Pukul 10.30 WIB

Universitas Sumatera Utara

Pegawai

Non

Kesehatan (PNS)
Pegawai

Rp 3,5JT + Rp 500

Rp. 4 JT

Ribu
Non Rp 3 JT + Rp 500 Ribu

Rp. 3,5 JT

Kesehatan (Non PNS)

B. Manfaat Psikologis, Ekonomis, dan Yuridis Menurut Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. 6 Tahun 2016 serta Peraturan Menteri Kesehatan

Pembayaran tunjangan hari raya kepada pegawai negeri sipil di rumah sakit
yang berstatus badan layanan umum (BLU) di lingkungan Kemenkes terdapat
kendala ketika keluar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 83
Tahun 2013 tentang tunjangan kinerja bagi pegawai di lingkungan Kementerian
Kesehatan.

Pasal 3 (f) pada peraturan tersebut berbunyi Tunjangan Hari Rayatidak
diberikan kepada Pegawai pada Badan Layanan Umum yang telah mendapatkan
remunerasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012. Pasal tersebut mengikuti
Perpres No. 81 Tahun 2013 tentang Tunjangan Hari Raya Pegawai di lingkungan
Kemenkes pasal 3 (f) yang menjabarkan hal yang sama.

Universitas Sumatera Utara

Dalam pelaksanaanya Kementerian Kesehatan memutuskan bahwa pegawai
pada satuan kerja yang berstatus badan layanan umum BLU di lingkungan Kemenkes
tidak dibayarkan Tunjangan Hari Rayadari kementerian (pusat) berdasarkan Perpres
81 Tahun 2013. Padahal besaran insentif yang diterima rata-rata pada rumah sakit
BLU tersebut (khususnya pegawai level menengah bawah) jauh lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah yang tercantum dalam lampiran Perpres tersebut.

Sedikit

banyak

keputusan

dari

Kemenkes

tersebut

menimbulkan

ketidakpuasan yang berujung kepada aksi keprihatinan dari beberapa UPT mapun
rumah sakit yang berstatus BLU. Beberapa perwakilan telah mengajukan tuntutan ke
DPR, selain itu juga diperjuangkan ke kementerian terkait sesuai prosedur yang ada
dengan tujuan agar dapat dibayarkan tunjangan hari raya sesuai Perpres No.81 Tahun
2013.

Persoalan yang dianggap sebagai peyebab tidak dibayarkannya tunjangan hari
raya sesuai Perpres No. 81 Tahun 2013 adalah karena Kemenkes beranggapan bahwa
pegawai BLU RS/UPT Vertikal telah menerima tunjangan kinerja berupa remunisasi
sesuai dengan kemampuan badan layanan umum. Tidak salah apabila tunjangan hari
raya tidak dibayarkan namun dengan syarat sistem remunerasi telah diterapkan oleh
rumah sakit BLU sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 36 ayat (2) PP Nomor 23 tahun 2005 sangat jelas ditegaskan bahwa
besaran remunerasi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan
Pengawas dan Pegawai BLU untuk masing-masing BLU harus ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan rumah sakit di lingkungan Kemenkes yang sudah mempunyai
penetapan remunerasi dari Kemenkeu hanyalah RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta yaitu dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
165/KMK.05/2008 tentang Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan
Pengawas, dan Pegawai BLU RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada
Depetemen Kesehatan.

Dari sini sebenarnya dapat dipahami bahwa alasan tidak diberikannya
tunjangan hari raya sesuai pasal 3 (f) unsur formilnya tidak terpenuhi, karena tidak
semua RS yang berstatus Badan Layanan Umum sudah ditetapkan remunerasinya
dengan peraturan Menteri Keuangan.

Penerapan remunerasi rumah sakit harus mempertimbangkan faktor-faktor
diantaranya fakor kepatutan, yakni menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang
bersangkutan (dalam hal ini pendapatan PNBP). Usulan remunerasi ke Kementerian
Keuangan harus melalui prosedur atau langkah-langkah tertentu: Persiapan,
Identifikasi Kondisi umum, Perhitungan, Analisa Faktor Tertentu dan Evaluasi.

Universitas Sumatera Utara

1. Manfaat Psikologis

Budaya yang sangat unik adalah tentang budaya mudik (pulang kampung),
festival kuliner, festival seni, tradisi memberi uang kepada sanak keluarga dan bahkan
sampai pada acara wisata keluarga dan acara reuni. Implementasi suatu budaya
masyarakat kita ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit bahkan sudah menjadi
agenda rutin bagi masyarakat, khususnya bagi warga kota yang masih memiliki
tautan kerabat yang berdomisili di wilayah pedesaan.

Pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi pekerja/buruh sudah merupakan
tradisi sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan
keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan.Pembayaran tunjangan hari
raya(THR) harus dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri No. 6 Tahun 2016 tentangtunjangan hari rayabagi Pekerja di Perusahaan. 46

Pembayaran psikologis dimaksudkan untuk memberikan imbalan finansial
semu, misalnya memberikan liburan tambahan dari yang di tentukan oleh instansi
tanpa mempengaruhi pada gaji, atau memberikan alat baru kepada karyawan atau
kelompok karyawan yang berprestasi atau memberikanTunjangan Hari Raya
(THR)dengan baik sebagai penghargaan untuk membangkitkan semangat bekerja.

46

https://m.tempo.co/read/news/2015/07/01/090680181/pengusaha-diminta-bayarkantunjangan-hari-raya-tepat-waktu diunduh pada tanggal 6 Desember 2016

Universitas Sumatera Utara

Disini Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan bentuk apresiasi masyarakat
terhadap masyarakat yang lain, dimana setiap orang yang tergabung dalam suatu
komunitas mereka diberikan tambahan penghasilan guna dapat memenuhi keperluaan
konsumtif dan kebutuhan lainnya selama menjalankan keyakinan ajaran agamanya
serta wujud rasa syukur atas nikmat ALLAH sehingga dapat menjalin tali silaturahim
dengan keluarganya yang berada di kampung halaman mereka.
Pemberian tunjangan hari raya seharusnya tidak dianggap sebagai beban oleh
perusahaan/lembaga, karena pegawai sudah memberikan waktu, tenaga dan pikiran
untuk kemajuan perusahaan, bahkan merekapun rela bekerja sesuai dengan irama
yang ditentukan oleh organisasi, mereka telah turut berkontribusi secara riil terhadap
proses kemajuan dan tercapainya tujuan organisasi.
Sangatlah naif jika masih ada kalangan pengusaha atau pimpinan organisasi
menunda bahkan tidak berkenan memberi hak pegawai yang disebut Tunjangan Hari
Raya (THR), memang Tunjangan Hari Raya (THR) bukanlah kewajiban tetapi sudah
menjadi normatif yang tentunya sudah menjadi bagian dari perencanaan organisasi,
tidak cukup alasan karena rugi terus manajemen tidak memikirkan hak pegawainya. 47

Pemberian tunjangan hari raya dapat menjadi alat motivasi bagi pegawai
sekaligus

menanamkan

rasa

percaya

yang

kuat

terhadap

eksistensi

dan

kesinambungan masa depan organisasi, oleh karena itu dapat menambah komitmen
47

http://mm.narotama.ac.id/2013/07/tunjangan-hari-raya/ diunduh pada tanggal 6 Desember
2016 pukul 15.30

Universitas Sumatera Utara

pegawai semakin kuat dalam rangka menghasilkan karya nyata bagi kemajuan dan
tumbuh berkembangnya organisasi. Sumberdaya manusia merupakan intangible
asset yang memiliki manfaat tak terbatas, tinggal bagaimana cara memilihara dan
memberdayakan mereka untuk menghasilkan value yang terbaik dalam pelayanan
terhadap stakeholder.

2. Manfaat Ekonomi

Perusahaan tanpa pekerja, tak ubahnya hanya sebuah bangunan kosong tanpa
aktivitas, tanpa keuntungan. Sedangkan pekerja tanpa ada perusahaan, tak lebih hanya
sekumpulan pengangguran, karena tidak berupah dan tahu apa yang dikerjakan. Itulah
gambaran sederhana tentang relasi antara perusahaan dengan pekerja. Tidak seperti
yang dikemukakan oleh Karl Marx dalam classs theory, hubungan pengusaha
(pemilik perusahaan) dengan pekerja di sini amat berbeda apabila dikomparasikan
terhadap hubungan antara kaum borjuis dengan ploretar di era Marx dulu. Sekarang,
semestinya tidak perlu lagi timbul kobaran-kobaran konflik antar keduanya jika
menilik tidak bisa dinafikkannya hukum alam yang berlaku, yaitu perusahaan dan
pekerja saling membutuhkan.
Kembali ke masalah substansi, pada tahun 2012, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE.05/MEN/VII/2012 tentang
Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Imbauan Mudik Lebaran
Bersama. Lebih lanjut lagi, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan

Universitas Sumatera Utara

Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga sudah
meminta para buruh untuk segera melapor ke posko pengaduan THR jika merasa
belum mendapatkan THR sesuai dengan ketentuan hukum.

48

Namun yang terjadi sekarang, ternyata di atas keidealan Peraturan Menteri
tentang THR plus berbagai Surat Edaran Menteri tentang THR dari tahun ke tahun
tersebut masih dapat ditemukan celah hukum (idealdoesn’t mean perfect). Contoh
kecil, tidak adanya sanksi tegas bagi perusahaan yang otoriter memecat pekerja
sebelum hari raya, serta larangan outsourching.
Namun demikian, jika dilihat menggunakan sisi kenetralan, sanksi yang tegas
kepada perusahaan-perusahaan secara tidak langsung juga akan berdampak buruk
bagi pekerja sendiri. Apalagi jika perusahaan yang bersangkutan adalah perusahaan
berskala mikro-menengah, sangat rawan terhadap kebangkrutan dan PHK. Kembali
lagi, karena antara perusahaan dan pekerja saling membutuhkan.
Tetapi dalam hal ini negara seharusya bisa lebih berperan aktif bersama-sama
perusahaan dan pekerja, saling bersinergis membangun hubungan yang haromonis.
Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 1999, maupun yang terbaru UU No. 9 Tahun 2004,
pemerintah yang baik adalah pemerintah yang melaksanakan asas akuntabilitas. Jadi,
tidaklah keliru seandainya tanggung jawab pemerintah terhadap nasib pekerja yang
dipecat oleh perusahaan tempatnya bekerja karena kolaps akibat sanksi patut

48

Surat Edaran Nomor SE.05/MEN/VII/2012 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya
Keagamaan

Universitas Sumatera Utara

dipertanyakan.

Begitu

juga

dengan

tanggung

jawab

pemerintah

terhadap

kelangsungan usaha berskala mikro yang harus turut pula diperhatikan. 49

3. Manfaat Yuridis

Jika menganalisis produk hukumTunjangan Hari Raya(THR), yaitu Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 6 Tahun 2016, pasti akan terbersit sebuah argumen perihal
betapa idealnya isi peraturan tersebut. Sebelumnya, ada beberapa indikator yang bisa
menjadi alat ukur untuk menilai baik tidaknya content suatu aturan hukum. Pertama,
setidaknya dapat dilihat dari materi isi yang spesifik (termuat pula hitung-hitungan
menentukan besaran THR). Kedua, manfaat yang diberikan kepada masyarakat luas
(terutama bagi para pekerja).
Pasal 4 ayat (2) yang menyebutkan bahwa, “Pembayaran THR sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib dibayarkan oleh pengusaha selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan”. 50 Tentu sebenarnya tidak menjadi
masalah jika THR baru dibayarkan 4 sampai 3 hari menjelang hari raya, atau bahkan
setelah hari raya. Namun tidak demikian adanya, karena di dalam ketentuan tersebut
secara implisit terkandung kesadaran etis atau kesadaran moral, yaitu pengetahuan
ada baik dan ada buruk. 51

49

Lihat Djumena, THR Belum Dibayarkan, Pemerintah Jangan Hanya Himbau, Http://www.
kompas.com //, diunduh pada tanggal 6 Desember 2016 pukul 17.50
50
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 6 tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya
51
Baca Poedjawijatna,2003, Etika Filsafat Tingkah Laku, PT. Rineka Cipta, hal. 27.

Universitas Sumatera Utara

Tunjangan Hari Raya (THR), sesungguhnya tidak hanya mengandung
konsekuensi yuridis, akan tetapi juga etis. Pasalnya, aturan yuridis yang
mendasarinya sangat kental oleh muatan-muatan etis dan religius. Jadi, sudah
selayaknya muncul toleransi sosial dan moral sebagai tempat bersandar dalam
menyikapi persoalan THR. Misalnya, pekerja yang tidak perlu terlalu naïf harus
mematok pembayaran THR sesuai dengan hitung-hitungan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No. Per-04/MEN/1994 Tahun 1994. Karena pada substansinya, hitung-hitungan
THR juga bisa berupa kesepakatan kolektif antara perusahaan dan pekerja, tidak pula
harus dibayarkan dalam bentuk uang. 52
Kemudian, bagi perusahaan yang berkewajiban membayar THR harus bisa
memahami bahwa THR memang merupakan kepentingan yang sangat urgen
menjelang hari raya. Jadi, sudah selayaknya perusahaan berangkat dari inisiatif moral
dapat menjalankan kewajibannya (membayar THR) kepada pekerja. Terakhir,
pemerintah sebagai decision maker juga wajib untuk pro aktif senantiasa menjadi
supervisor dan bertanggung jawab terhadap segala persoalan yang terkait dengan
THR.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di atas, hukum itu dibuat salah
satunya untuk mempertegas etika. Tanpa hukum, etika hanya akan bersifat sebatas
ajaran moral belaka. Dengan demikian, dibuatlah sebuah aturan hukum. Jika hal

52

Diatur dalam pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 6 tahun 2016 Tentang
Tunjangan Hari Raya

Universitas Sumatera Utara

tersebut diresapi dan diimplementasikan, seharusnya tidak akan terjadi pelanggaranpelanggaran di dalam pemenuhan THR. Karena pada prinsipnya, isi aturan yang
dibuat sudah sangat ideal. Hanya saja, secara hierarkis (tata urutan) perundangundangan sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2004 53, kedudukan dasar hukum THR
terbilang kurang kuat karena baru diatur oleh Peraturan Menteri. Meskipun telah ada
UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja,
namun isinya masih belum spesifik mengatur tentang THR. Sehingga, Peraturan
Menteri yang sekarang ada sering dipandang sebelah mata. Tetapi terlepas dari semua
itu, bagaimanapun juga hukum yang berlaku, meski hanya sebatas Peraturan Menteri
tetap harus dilaksanakan.
Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, ada semacam istilah populer,
yaitu AUPB (Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik). Jika mempergunakan
a.u.b.p rumusan panitia de Monchy, dapat ditemukan asas keserasian dan atau asas
keseimbangan. Lantas apa relevansinya dengan tinjauan secara holistik di sini? Asas
keseimbangan tersebut bukan hanya asas keseimbangan biasa, akan tetapi asas
keseimbangan yang mengandung nilai-nilai perikehidupan. Artinya, keseimbangan
yang dimaksud bertalian erat dengan:
“Keseimbangan antara kepentingan keduniaan dan keakhiratan, antara
kepentingan materiel dan spiritual, antara kepentingan jiwa dan raga, antara
53

UU No. 10 Tahun 2004, tidak mencantumkan Peraturan Menteri termasuk dalam hierarkis
perundang-undangan. Sesuai urutan, dari yang teratas adalah: 1). UUD 1945; 2). Undang-Undang atau
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 3). Peraturan Pemerintah; 4). Peraturan Presiden; 5).
Peraturan Daerah.

Universitas Sumatera Utara

kepentingan

individu

dan

masyarakat/sosial,

antara

kepentingan

perikehidupan darat, laut dan udara, serta antara kepentingan nasional dan
internasional.” 54
Kata keseimbangan antara “keduniaan” dan “keakhiratan” secara khusus perlu
dicermati. Makna tersirat dari kedua kata tersebut mengisyaratkan adanya suatu
keharusan untuk menyeimbangkan kepentingan dunia dan akhirat. Itulah fungsi dan
relevansi tinjauan holistik di sini, yaitu mengedepankan cara pandang yang
menyeluruh dalam menyikapi persoalan THR, baik menggunakan kaca mata etis
maupun yuridis (masing-masing, tidak bisa dipungkiri memiliki kaitan terhadap nilainilai religiusitas dan material/keduniaan). Akhirnya, keseimbangan dalam arti
sesungguhnya dapat lebih mudah tercapai.

54

Lihat S.F. Marbun,2004, dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,
Semarang : UII Press, hlm. 21.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
KENDALA DALAM PEMBAYARAN TUNJANGAN HARI RAYA (THR)
BAGI PEKERJA DI RUMAH SAKIT KISARAN

A. Prosedur Pemberian Tunjangan Hari Raya Kepada Pekerja di Rumah Sakit
Kisaran
Tunjangan hari raya (THR) merupakan balas jasa yang diberikan kepada
karyawannya sesuai dengan jasa yang karyawan berikan kepada perusahaan. Jasa
disini berupa pengorbanan waktu, tenaga, pikiran yang diberikan untuk perusahaan.
Pemberian tunjangan hari raya (THR) yang diberikan harus mempunyai dasar yang
rasional dan juga mempertimbangkan faktor pri kemanusiaan.
Dalam pemberian tunjangan hari raya (THR) oleh Rumah Sakit Umum
Kisaran menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan serta prestasi karyawan. Besar
kecilnya tunjangan hari raya akan mempengaruhi kinerja karyawan untuk bekerja
lebih bersemangat sehingga karyawan mempunyai produktivitas yang tinggi.
Selain itu salah satu cara rumah sakit meningkatkan laba adalah dengan cara
meningkatkan prestasi kerja, kepuasaan kerja dan motivasi kerja karyawan. Untuk
meningkatkan motivasi kerja karyawan dapat dilakukan dengan cara seperti
peningkatan fasilitas yang menunjang pekerjaannya serta pemberian tunjangan hari

61
Universitas Sumatera Utara

raya (THR) yang diberikan rumah sakit kepada karyawan atas jasa – jasa yang
diberikan karyawan kepada Rumah Sakit Umum Kisaran. 55
Rumah Sakit Umum Kisaran menetapkan peraturan dan prinsip – prinsip
dasar sebagai berikut :
1. Meningkatkan kompetensi SDM pada semua lini pelayanan RS dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang profesional, santun dan
mempunyai daya saing yang tinggi.
2. Menyediakan bangunan yang atraktif, fungsional dan nyaman yang
berwawasan lingkungan.
3. Mengembangkan manajemen modern berbasis Informasi Tekhnologi melalui
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.
4. Memberikan pelayanan unggulan yang didukung dengan peralatan canggih
untuk antisipasi tuntutan lingkungan dan perkembangan penyakit di Kisaran.
5. Menyelenggarakan pelayanan pendidikan kedokteran dan pendidikan
kesehatan lainnya.
6. Menekan angka kematian ibu dan bayi di Rumah Sakit Umum Kabupaten
Tangerang dalam rangka peran aktif mendukung MDG's sesuai dengan
RPJMD Kisaran.

55

Hasil wawancara dengan Iboy Tri S.berprofesi Bag. Farmasi tanggal 4, Hari Rabu, Bulan
Januari, Tahun 2017

Universitas Sumatera Utara

B.

Fakta Hukum Pelanggaran Hak dalam Pemberian Tunjangan Hari Raya
Kepada Pekerja di Lingkungan Rumah Sakit Kisaran
Rumah Sakit Kisaran mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak pekerjanya.

Salah satunya adalah rumah sakit wajib membayar tunjangan hari raya (THR) bagi
pekerjanya di tiap tahunnya sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing
pekerja. Pembayaran Tunjangan Hari Raya ini diatur dalam Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya. Peraturan tersebut
dijelaskan bahwa tunjangan hari raya (THR) merupakan pendapatan yang wajib
diterima oleh pekerja. Tunjangan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang ada
pada Permenaker tersebut.
Pelaksanaan pembayaran Tunjangan Hari Raya oleh pengusaha kepada
pekerjanya tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diatur oleh peraturan yang
ada. Banyak pengusaha yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam pada Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016. Bentuk-bentuk pelanggaran tersebut
memiliki pola yang sama di setiap tahun antara lain keterlambatan pembayaran
Tunjangan Hari Raya, kekurangan jumlah Tunjangan Hari Raya yang diterima atau
tidak sesuai dengan ketentuan dalam pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6
Tahun 2016, serta pengusaha-pengusaha tersebut tidak membayar sama sekali
Tunjangan Hari Raya yang seharusnya mereka peroleh dengan alasan yang beragam.
Permasalahan mengenai pembayaran Tunjangan Hari Raya yang sesuai
dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 menjadi hal yang rutin

Universitas Sumatera Utara

dialami oleh beberapa pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan. Permasalahan
tentang pembayaran ini berpangkal pada pihak Rumah Sakit Kisaran sebagai subyek
pemberi tunjangan. Pihak Rumah Sakit Kisaran belum membayarkan Tunjangan Hari
Raya kepada pekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 2012 karyawan yang sebagian besar adalah
perawat melancarkan mogok kerja sambil berkumpul di teras dan halaman Rumah
Sakit Kisaran menuntut hak untuk mendapat Tunjangan Hari Raya yang belum
dibayarkan. Saleh Suratno yang pada saat itu bertanggung jawab untuk memberikan
gaji maupun Tunjangan Hari Raya (THR) tidak disetor melainkan masuk rekening
pribadi Bank Bank Tabungan Negara (BTN). 56
Aksi yang dilakukan pekerja di Rumah Sakit kisaran tersebut membuahkan
hasil dengan terbuat suatu pertemuan antara Sekretaris Provinsi Muabdin Harahap
dan Direktur Rumah Sakit Kisaran Syamsul Bahri dengan agenda membuat suatu
kesepakatan untuk membayar semua hak perawat, pegawai, dan bidan dan akan
dibayarkan kepada direktur Rumah Sakit Kisaran dengan tambahan 5% dari
Tunjangan Hari Raya yang akan diberikan. 57
Pemenuhan hak pekerja khususnya dalam hal pembayaran Tunjangan Hari
Raya berada dalam pengawasan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan. Pasal 9

56

http://sumutpos.co/2012/12/29/ratusan-perawat-rs-kisaran-mogok/ diunduh 19 Februari
2017 Pukul 23.00 WIB
57
Hasil wawancara dengan Iwan Handoko.berprofesi Bag. Keperawatan tanggal 4, Hari
Rabu, Bulan Januari, Tahun 2017

Universitas Sumatera Utara

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 menegaskan bahwa
kewenangan dari Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan ini adalah sebagai pengawas
dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 216 agar
peraturan tersebut ditaati oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan pembayaran
tunjangan hari raya (THR). Sehingga seharusnya tidak perlu ada pelanggaran dalam
pembayaran tunjangan hari raya (THR) jika sudah ada pengawasan dalam
pelaksanaannya.
Pengawasan terhadap pelaksanaan pembayaran tunjangan hari raya (THR)
juga dilakukan oleh pekerja. Hal ini dikarenakan Tunjangan Hari Raya merupakan
hak yang diterima oleh pekerja. Untuk menghindari diabaikannya hak para pekerja
untuk mendapatkan tunjangan hari raya (THR) maka pekerja juga berhak mengawasi
pelaksanaan pembayaran Tunjangan Hari Raya. 58
Selain pemberian pengawasan terhadap pembayaran tunjangan hari raya
perlunya sanksi yang berfungsi sebagai alat memaksa untuk mengindahkan atau
menegakkan norma hukum. Sanksi diberikan dalam rangka proses lanjutan dalam
penyelesaian perselisihan yang terjadi. Nantinya sanksi ini untuk memberikan
efek jera bagi pengusaha yang melanggar ketentuan mengenai pembayaran
Tunjangan Hari Raya. Dari sanksi ini pun, pemenuhan hak pekerja dalam
penerimaan Tunjangan Hari Raya dapat terlaksana.

58

Hasil wawancara dengan Iboy Tri S.berprofesi Bag. Farmasi tanggal 4, Hari Rabu, Bulan
Januari, Tahun 2017

Universitas Sumatera Utara

Sanksi yang diberikan kepada pelanggar atas tindakan yang mereka lakukan
dalam hal melakukan pelanggaran terhadap hak dalam hubungan industrial, dibagi ke
dalam 3 (tiga) jenis, yakni :
1. Sanksi Administrasi
Sanksi dalam hukum administrasi merupakan alat kekuasaan yang bersifat
publik, yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap ketidak patuhan pada
norma tentang hukum administrasi. Hakikat dari sanksi administrasi adalah
pelaksanaan kekuasaan pemerintah dimana sanksi ini diberikan oleh pemerintah
bukan melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
Pasal 9 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 mengatakan
bahwa pengawasan bagi permenaker tersebut dilakukan oleh Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan. Dengan diubahnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Ketenagakerjaan menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pada Pasal 178
dinyatakan bahwa Pengawasan Ketenagakerjaan dilakukan oleh unit kerja tersendiri
pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan
pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Unit
Kerja Pengawasan Ketenagakerjaan inilah yang nantinya akan memberikan laporan
tentang pengusaha-pengusaha yang melanggar ketentuan tentang tunjangan hari raya
(THR) kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk ditindak lanjuti dengan pemberian
sanksi.

Universitas Sumatera Utara

Pengawas Ketenagakerjaan ini dimaksudkan untuk mendidik agar pengusaha
maupun perusahaan selalu tunduk menjalankan ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku sehingga akan dapat menjamin keamanan dan kestabilan pelaksanaan
hubungan kerja. Perselisihan tentang pembayaran tunjangan hari raya (THR)
seringkali tidak terlaksana karena pengusaha tidak menjamin hak pekerjanya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, pelaksanaan Pengawas Ketenagakerjaan
akan menjamin

pelaksanaan peraturan-peraturan ketenagakerjaan di

semua

perusahaan secara sama, sehingga akan menjamin tidak terjadinya persaingan yang
tidak sehat. 59
Pengawas Ketenagakerjaan berdasarkan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan
Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, Unit Kerja
Pengawasan Ketenagakaerjaan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang diangkat
dan ditugaskan dalam jabatan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan. Pengawas
Ketenagakerjaan inilah yang akan melakukan pengawasan terhadap pengusahapengusaha.
Selain itu, Pengawas Ketenagakerjaan ini juga diberikan kewenangan sebagi
Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang berwenang khusus sebagai Penyidik tindak
59

Lalu Husni, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta :
Rajagrafindo Persada,hal 130

Universitas Sumatera Utara

pidana pada lingkup Ketenagakerjaan. Diatur dalam Pasal 181 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 jo. Pasal 20 Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 bahwa
Pengawas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib merahasiakan segala
sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan serta tidak menyalahgunakan
kewenangannya.
Jika hak – hak pekerja salah satunya Tunjangan Hari Raya (THR) tidak
terpenuhi oleh Rumah Sakit Kisaran, sanksi yang diberikan kepada pihak Rumah
Sakit Kisaran terkait hasil laporan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan adalah
berupa sanksi administrasi. Bentuk – bentuk sanksi administrasi yang dapat diterima
oleh pihak rumah sakit karena telah melanggar ketentuan mengenai tunjangan hari
raya menurut Pasal 59 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 yaitu :
a. Teguran tertulis
b. Pembatasan kegiatan usaha
c. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan
d. Pembekuan kegiatan usaha
2. Sanksi Perdata
Pada umumnya sanksi perdata akan diberikan jika pihak yang dirugikan
menggugat pihak yang merugikan dengan cara pemenuhan kewajiban dari pihak yang
merugikan. Sanksi perdata biasanya berbentuk pemenuhan kewajiban beserta ganti
rugi. Sebagian besar pengenaan sanksi kepada pengusaha yang melanggar ketentuan

Universitas Sumatera Utara

tentang tunjangan hari raya (THR) adalah mendapat sanksi perdata yakni berupa
pemenuhan hak penerimaan Tunjangan Hari Raya sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016. 60
Semua proses yang ada pasti menggunakan tuntutan dipenuhinya kewajiban
pengusaha untuk membayar tunjangan hari raya (THR). Apabila tunjangan hari raya
(THR) diperjanjikan pada Perjanjian Kerja namun perjanjian tersebut bukan karena
kesepakatan dan kecakapan kedua belah pihak maka Perjanjian Kerja serta
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka
perjanjian tersebut batal. Sehingga klausul tentang tunjangan hari raya juga
dibatalkan, mengakibatkan dalam pemberian tunjangan hari raya tidak lagi sesuai
kesepakatan para pihak

tetapi harus didasarkan pada Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016. Jadi, bentuk sanksi perdata bagi pelanggar
ketentuan tentang pembayaran Tunjangan Hari Raya adalah pemenuhan hak pekerja
dalam penerimaan Tunjangan Hari Raya sesuai dengan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016.
3. Sanksi Pidana
Sanksi pidana merupakan sanksi yang secara jelas disebutkan dalam Pasal 90
ayat 1 dan Pasal 185 ayat 1 Undang – Undang No. 13 Tahun 2003tentang
Ketenagakerjaan yaitu Sebagai kejahatan dan diancam pidana penjara paling singkat
satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
60

Pasal 10 ayat 1 Peraturan Menteri no. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR)

Universitas Sumatera Utara

100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi pengusaha yang membayar
upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum. 61 Sanksi pidana dalam sebuah
peraturan perundang- undangan biasanya bersifat ultimum remedium yakni sanksi ini
dipergunakan manakala sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya atau mampu
memberikan efek jera kepada pelaku. 62 Dengan perkataan lain, dalam suatu undangundang sanksi pidana dicantumkan sebagai sanksi yang terakhir, setelah sanksi
perdata, maupun sanksi administratif.
C.

Upaya Hukum Dalam Rangka Pemenuhan Pembayaran Tunjangan Hari
Raya Melalui Pengadilan Hubungan Industrial
Daritahunketahunselaluterjadiberbagaipelanggarandalampelaksanaan

pembayaranTunjanganHariRaya.Pelanggaranyangterjaditidaklaindatangdari
pihakpengusahasebagaipihakyangberkewajibanuntukmemberikanTunjangan Hari
Raya tersebut. Berkaitan dengan hak menerima Tunjangan Hari Raya, meskipun
pekerja dijaminkan haknya menurut hukum ketenagakerjaan yang berlaku,
namun pada kenyataannya masih saja terjadi banyak pelanggaran oleh
pengusahadalampemenuhanTunjanganHariRayabagipekerjayangsemestinya tidak
bisa ditawar lagi, dikurangi apalagi tidak diberikan atau dihambat. Peran pekerja
sebagai

pengawas

diperlukan

sehingga

tidak

hanya

berperansebagai

penerima. Selain itu juga pekerja juga dapat melakukan upaya dalam rangka

61

Pasal 90 ayat 1 dan Pasal 185 ayat 1 Undang-undang no. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
62

Didik Endro P.,2008, Diktat Mata Kuliah Hukum Pidana, Surabaya, hal. 8

Universitas Sumatera Utara

pemenuhan haknya.
Demimenjunjungtinggikeadilan,parapekerjadiberikankesempatanuntuk
melakukan sebuah upaya hukum dalam terciptanya pemenuhan pelaksanaan
Tunjangan Hari Raya. Upaya hukum merupakan suatu sarana atau usaha dalam
rangka pencarian keadilan. Upaya ini adalah hak dari pihak yang dilanggar
kepentingannya sehingga pihak tersebut dapat memperbaiki kepentingan yang
dilanggarmelaluiupayahukumyangada.Karenaupayahukuminihakdariyang
berkepentingan maka pihak yang bersangkutan sendiri yang mengajukan upaya
hukum.
Upaya hukum diajukan oleh pekerja sebagai pemilik hak Tunjangan Hari
Raya. Upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi pelanggaran dalam
pelaksanaan pembayaran Tunjangan Hari Raya adalah sesuai dengan ketentuan
tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
tepatnya pada Pasal 2 dijelaskan bahwa terdapat 4 (empat) jenis Perselisihan
Hubungan Industrial yaitu :
1. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang undangan, perjanjian kerja
perjanjian

kerja

bersama.

peraturan perusahaan, atau

(Pengertianpada

Pasal1angka2Undang-

UndangNomor2Tahun2004).

Universitas Sumatera Utara

2. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau
perubahan syarat – syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja
bersama. (Pengertian pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2
Tahun2004).
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah satu pihak. (Pengertian pada Pasal 1 Angka 4 Undang –
Undang No. 2 Tahun 2004).
4. Perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan adalah perselisihan
antara serikat pekerja/ serikat buruh dengan serikatpekerja/serikat buruh lain
hanya dalam satu perusahaan, karena tidakadanya persesuaian paham
mengenai
pekerjaan.

keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat
(Pengertian

pada

Pasal

1

angka

5

Undang-

UndangNomor2Tahun2004)
Dilihat dari keempat jenis perselisihan tersebut, perselisihan yang
menyangkut tentang pembayaran Tunjangan Hari Raya dikategorikan sebagai
perselisihanhak.TunjanganHariRayamerupakanhakdariparapekerja.Apabila

hak

ini tidak dibayar oleh pengusaha ataupun terjadi perbedaan pelaksanaan dengan
ketentuan

yang

sudah

diatur

dalam

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya.

Universitas Sumatera Utara

Permasalahan mengenai tunjangan hari raya dapat dikategorikan sebagai
perselisihan kepentingan apabila pengusaha mengubah perjanjian kerja, Peraturan
Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan cara meniadakan pasal
pemberian tunjangan hari raya (THR). Sehingga ketika terjadi adanya perubahan
dalam perjanjian antar kerja dan pengusaha dipengaruhi oleh adanya kepentingan
pengusaha. Namun dalam prakteknya adanya perselisihan kepentingan dalam
rangka pembayaran tunjangan hari raya yang jarang sekali ditemui.
Namun, dalam praktek adanya perselisihan kepentingan dalam rangka
pembayaran Tunjangan Hari Raya jarang sekali ditemui. Hampir semua
permasalahan tentang pembayaran Tunjangan Hari Raya adalah tentang tidak
dibayarnya Tunjangan Hari Raya atau dibayar tetapi tidak sesuai dengan Pasal 3
Permenaker Nomor 6 Tahun 2016. Jadi, lebih banyak menyangkut tentang
perselisihan hak.
Upaya hukum yang dilakukan dalam rangka penyelesaian perselisihan
tentang ketenagakerjaan diatur pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Maksud dari Perselisihan
Hubungan Industrial menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 1
angka 1 adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha dan gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat

Universitas Sumatera Utara

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Perselisihan yang terjadi diselesaikan sesuai dengan mekanisme yang
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Pada dasarnya, upaya
yang ditempuh untuk melakukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
adalah sama. Yang membedakannya hanyalah pada saat mediasi, konsiliasi dan
arbitrase.
Pasal 136 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatakan bahwa
apabila terjadi perselisihan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha,
wajib diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat terlebih dahulu. Jika
musyawarah untuk mencapai mufakat tersebut tidak tercapai, maka para pihak
menyelesaikan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Sehingga dapat dikatakan
bahwa para pekerja terlebih dahulu melakukan proses musyawarah sebagai
langkah awal dalam melakukan penyelesaian perselisihan tentang Tunjangan Hari
Raya.
Adapun upaya penyelesaian perselisihan menurut Undang – Undang
Hubungan Industrial :
a. Penyelesaian di Luar Pengadilan Hubungan Industrial
Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial di luar pengadilan
dilakukan melalui lembaga ataupun mekanisme. Penyelesaian sengketa di luar
pengadilan adalah pilihan alternatif untuk para pihak yang menghadapi sengketa

Universitas Sumatera Utara

tunjangan hari raya (THR) untuk menyelesaikan sengketa yang di hadapinya.
Adapun upaya hukumnya :
1. Bipartit
Penyelesaian melalui perundingan bipartit, adalah perundingan/musyawarah
untuk mufakat antara pekerja/Buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan
perselisihan Hubungan Industrial. Dalam hal Perundingan Para Pihak tersebut dicapai
kesepakatan maka Para Pihak wajib membuat Kesepakatan Bersama. Dalam
pelaksanaan Kesepakatan tersebut wajib didaftarkan pada pengadilan Hubungan
Industrial yang ada di Pengadilan Negeri di wilayah Para Pihak berdomisili. 63
Bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
merupakan suatu perundingan yang dilakukan oleh pekerja atau serikat pekerja
dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Bipartit ini dilakukan hanya oleh pekerja atau serikat pekerja dan pengusaha,
tidak ada pihak lain yang menjadi penengah dalam perundingan yang terjadi.
Jangka waktu pelaksanaan proses perundingan bipartit diatur pada Pasal 3 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yakni berlangsung selama 30 hari
kerja sejak dimulainya perundingan. Jika pada saat proses bipartit, para pihak
telah mencapai suatu kesepakatan, maka menurut Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004, bahwa hasilnya dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para pihak.
63

https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/penyelesaian-perselisihan-hubunganindustrial/ diunduh 1 Januari 2017 pukul 20.55

Universitas Sumatera Utara

Perjanjian Bersama ini bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh
para pihak. Perjanjian ini wajib didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah tempat perjanjian
tersebut diadakan. Apabila setelah pendaftaran perjanjian tersebut terdapat salah
satu pihak yang tidak melaksanakan, maka pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri ditempat Perjanjian Bersama tersebut terdaftar. Permohonan
tersebut ditujukan untuk mendapatkan penetapan eksekusi.
Perundingan bipartit dianggap gagal apabila dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari tersebut terdapat salah satu pihak yang menolak untuk berunding atau
proses bipartit telah berjalan namun tidak tercapai suatu kesepakatan. Ketentuan
tentang gagalnya suatu perundingan bipartit diatur dalam Pasal 3 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Sesuai
Dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, hasil
perundingan bipartit yang gagal, oleh salah satu pihak atau kedua belahpihak
mencatatkan pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans)
setempat sebagai instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.
Setelah didaftarkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004, Disnakertrans menawarkan kepada para pihak untuk
memilih penyelesaian dengan cara lain yakni melalui konsiliasi atau arbitrase,
namun apabila para pihak dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja tidak menentukan

Universitas Sumatera Utara

pilihan, maka Disnakertrans melimpahkan penyelesaian perselisihan tersebut
kepada mediator sesuai dengan ketentuan pada Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004.
Para pekerja dapat menjadikan bipartit sebagai langkah awal dalam
pemenuhan hak Tunjangan Hari Raya. Perselisihan yang terjadi tentang
Tunjangan Hari Raya dibicarakan secara musyawarah antara pekerja atau serikat
pekerja dengan pengusaha pemberi Tunjangan Hari Raya. Perundingan ini
dilaksanakan untuk membicarakan pemenuhan hak bagi pekerja dan kewajiban
bagi pengusaha dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya.
2. Mediasi
Jalurmediasi ditempuh karena gagalnya perundingan bipartit. Setelah
pencatatan hasil bipartit, para pihak tidak menetapkan cara lain untuk
menyelesaikan perselisihan, maka Disnakertrans akan menggunakan jalan
mediasi untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Penunjukkan mediasi
sebagai jalan penyelesaian setelah para pihak tidak memilih cara penyelesaian
yang ada (konsiliasi atau arbitrase) didasarkan pada Pasal 3 ayat (3) UndangUndang Nomor 2 Tahun 2004. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyelesaian
perselisihan melalui jalan mediasi adalah wajib karena para pihak tidak memilih
cara penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitersebagai kelanjutan dari
perundingan bipartit. 64

64

Adrian Sutedi,2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, hal 110.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, mediasi
dalam hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Berbeda dengan
perundingan bipartit yang hanya dilakukan oleh para pihak, mediasi dalam proses
pelaksanaannya dilakukan oleh mediator sebagai juru damai yang dapat menjadi
penengah dalam menyelesaikan perselisihan yang ada. 65
Penentuan mengenai siapa yang menjadi mediator telah diatur dalam Pasal
1 angka 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Mediator yang melakukan
perdamaian adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan yakni pegawai Disnakertrans, yang memenuhi syaratsyarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban
memberikan anjuran tertulis
menyelesaikan

perselisihan

kepada
hak,

para

pihak

perselisihan

yang

berselisih

kepentingan,

untuk

perselisihan

pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam
satu perusahaan. Sehingga dengan adanya mediator sebagai pihak penengah,
dapat dikatakan bahwa pemerintah melalui pegawai Disnakertrans sebagai
tripartit yang berkedudukan sebagai pihak ketiga.

65

Ibid

Universitas Sumatera Utara

Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, mediator harus
telah menyelesaikan semua tugasnya dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan
sebagai

kelanjutan

dari

proses

bipartit.

Setelah

menerima

pelimpahan

penyelesaian perselisihan, mediator memiliki waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja untuk mengadakan penelitian tentang perselisihan yang sedang terjadi
dan segera mengadakan sidang mediasi. Selama sidang mediasi, sesuai dengan
anjuran Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mediator dapat
memanggil saksi atau saksi ahli untuk diminta dan didengar keterangannya
menyangkut perselisihan yang terjadi yakni menyangkut tentang tunjangan hari
raya (THR).
b. Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial
Kasus mogok kerja di Rumah Sakit Kisaran dapat diselesaikan melalui PHI,
sebagaimana disebutkan Pasal 57 UU No 2 Tahun 2004 adalah sama dengan Hukum
Acara Perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Perbedaannya hanya
terletak pada pokok gugatan, yaitu dalam surat gugatan hubungan industrial khusus
perkara yang ada hubungannya dengan ketenagakerjaan. Selain itu, perbedaannya
dengan Hukum Acara Perdata, dalam penyelesaian sengketa melalui PHI hanya
melalui dua tingkat pemeriksaan/persidangan, yaitu PHI sebagai pengadilan tingkat
pertama dan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tingkat Terakhir. Pengadilan
Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara di

Universitas Sumatera Utara

tingkat pertama mengenai perselisihan hak;di tingkat pertama dan terakhir mengenai
perselisihan kepentingan;di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. 66
Pengadilan Hubungan Industrial menjadi cara penyelesaian yang terakhir
setelah para pihak mencoba melakukan penyelesaian melalui mediasi. Sehingga jika
mediasi atau gagal atau tidak tercapai suatu kesepakatan, salah satu pihak atau
keduanya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Hal ini
dikuatkan dengan Pasal 83 ayat (1) bahwa gugatan akan dikembalikan kepada
penggugat apabila pengajuan gugatan tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui
mediasi atau konsiliasi. Pengadilan Hubungan Industrial sebagai upaya terakhir
yang dapat ditempuh (ultimum remidium) oleh para pihak yang berselisih setelah
melakukan mediasi.

66

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52fb06158c4bc/bagaimana-cara-menentukanpilihan-hukum-dalam-suatu-perjanjian diunduh 4 Januari 2017 Pukul 23.30

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pada bab –
bab sebelumnya mengenai pemberian tunjangan hari raya (THR) oleh pihak Rumah
Sakit Umum Kisaran. Bahwa tunjangan hari raya (THR) adalah balas jasa yang
diberikan kepada karyawannya sesuai dengan jasa yang karyawan berikan kepada
perusahaan. Jasa disini berupa pengorbanan waktu, tenaga, pikiran yang diberikan
untuk perusahaan. Pemberian tunjangan hari raya (THR) yang diberikan harus
mempunyai dasar yang rasional dan juga mempertimbangkan faktor pri kemanusiaan.