Studi Kasus: Peran Biro Otonomi Daerah Dan Kerjasama Setdaprovsu Dalam Pembangunan di Kabupaten Nias Selatan Chapter III IV

yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Telukdalam yaitu
75.145 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 157 jiwa per km². Sedangkan
kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Hibala
yaitu 9.379 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 173 jiwa per km². Bila
dilihat dari kepadatan penduduk, maka kecamatan yang memiliki kepadatan
penduduk tertinggi adalah Kecamatan Gomo sebanyak 338 jiwa per km² dengan
luas wilayah sebesar 158,60 km². Sedangkan daerah yang memiliki kepadatan
penduduk terkecil adalah Kecamatan Lahusa sebanyak 89 jiwa per km² dengan
luas wilayah 334,00 km².

BAB III
KONDISI KABUPATEN NIAS SELATAN SEBAGAI DAERAH OTONOM
DAN PERAN BIRO OTONOMI DAERAH DAN KERJASAMA
SETDAPROVSU DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN NIAS
SELATAN
Sesuai peran dan fungsi sebagai perpanjangan tangan antara Pemerintahan
Provinsi dengan Pemerintahan Daerah, biro otonomi daerah dan kerjasama adalah
birokrasi yang paling bertanggung jawab. Peran ini lebih diorientasikan untuk
memajukan daerah otonomi baru, sesuai dengan arah tujuan biro otonomi daerah
dan kerja sama berdiri. Sejalan dengan Dalam bagian profil sudah dijelaskan
secara umum tentang fungsi dan perannya yaitu sesuai dengan peraturan Daerah


Universitas Sumatera Utara

Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tetakerja Sekretariat Daerah dan
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara dan
Peraturan Gubernur Sumatera

Utara Nomor 65 Tahun 2011 tentang Tugas,

Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara, Biro Otonomi Daerah dan
Kerjasama Setdaprovsu memiliki tugas pokok membantu Sekretaris Daerah
Provinsi

dalam

menyusun

konsep


kebijakan

kepala

daerah

dalam

penyelenggaraan urusan pemerintahan atas pelaksanaan pembinaan, koordinasi,
fasilitasi, monitoring, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan pendapatan daerah,
hubungan pengembangan daerah, fasilitasi kerjasama dan penyelenggaraan
otonomi daerah.
Namun, secara khusus dalam bab ini peneliti akan mengkaji tentang arah
peran biro otonomi dan kerja sama dalam peningkatan dan kemajuan kualitas
Kabupaten Nias Selatan. Dalam aspek lain, peneliti lebih meniti beratkan tentang
arah penelitian ini untuk melihat peran biro otonomi daerah dan kerjasama dalam
kajian politik pembangunan. Dimana politik pembangunan ini menjelaskan
tentang arah kebijakan politik yang dilahirkan untuk melihat arah pembangunan
sebagai salah satu syarat kemajuan daerah otonomi baru Kabupaten Nias Selatan.
Untuk melihatnya, peneliti mencoba memaparkan fungsi dan peran biro

otonomi daerah dan kerja sama terhadap peningkatan politik pembangunan di
Kabupaten Nias Selatan dan perkembangan Kabupaten Nias Selatan pasca
pemakaran dalam bagian-bagian sub bab sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

3.1.Kondisi Kabupaten Nias Selatan Pasca Pemekaran Menjadi Kabupaten
Baru
Pasca dimekarkan dari Kabupaten Nias menjadi kabupaten daerah otonomi
baru ditahun 2003, Kabupaten Nias Selatan mulai berbenah diri untuk
menyukseskan pembangunan lima tahunan dibawah naungan pemerintahan
provinsi. Pembangunan yang dimulai dengan pembangunan infrastruktur maupun
suprasturktur mulai dipercepat oleh pemerintahan daerah. Anggaran yang
diberikan dari kabupaten induk dan melalui anggaran belanja provinsi, lebih
bertujuan untuk pembangunan pemenuhan sarana dan prasarana pemerintahan
daerah untuk memenuhi tujuan pemekaran.

Cita-cita pemekaran tentu menjadi sesuatu yang harus dipertaruhkan
selanjutnya, dan dalam hal ini komitmen semua elemen masyarakat Nias Selatan
bersama pemerintah dan legislatifnya terus diuji hingga apa yang dicita-citakan

dapat terwujud. Pemekaran wilayah adalah suatu hal yang diperjuangkan sebagai
manifestasi keinginan untuk mengangkat Kabupaten Nias Selatan dari
keterbelekangan sebagaimana dirasakan selama ini. Kabupaten Nias Selatan
selama ini sudah cukup dikenal secara Luas sebagai Daerah yang sangat
terbelakang di jajaran Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara.
Apa yang dikeluhkan selama ini oleh masyarakat Nias Selatan berupa
ketertinggalan, kesenjangan, keterbelakangan dan kemiskinan sudah saatnya
untuk dihilangkan dari masyarakat Kabupaten Nias Selatan.Salah satu jalan untuk
mengurangi ketimpangan wilayah adalah menyelenggarakan pembangunan,
meskipun pembangunan tidak serta merta dapat mengurangi ketimpangan

Universitas Sumatera Utara

wilayah. Untuk itu diperlukan pembangunan daerah yang merupakan bagian dari
pembangunan nasional. Pembangunan daerah dilaksanakan dengan tujuan
mencapai sasaran pembangunan nasional serta meningkatkan hasil-hasil
pembangunan daerah bagi masyarakat yang adil dan merata. Oleh karena itu
pembangunan ditujukan untuk mengatasi masalah kesenjangan antar daerah
(regional disparity).


Oleh sebab itu pengawalan perjuangan pemekaran sesungguhnya belum
berhenti sampai terbentuknya Kabupaten Nias Selatan hingga dilaksanakannya
sampai pada tahapan–tahapan program Pembangunan oleh Pemerintahan yang
akan terbentuk nantinya.Dalam hal pemerintahan, kita tentu berharap dapat belajar
dari pengalaman daerah-daerah hasil pemekaran yang telah lebih dahulu berdiri.
Di Sumatera Utara, salah satu contoh daerah hasil pemekaran yang dapat
dijadikan Contoh adalah Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai yang sudah
mensejajarkan diri dengan kabupaten-kabupaten lainnya di Sumatera Utara.
Keseriusan pembangunan terlihat dari Dana Alokasi Umum yang
digelontorkan sebesarRp. 66.466.000.000 dari pemerintahan pusat digunakan
untuk pembangunan kabupaten Nias Selatan. Pada tahun 2004 program
peningkatan sumber daya alam untuk menata pembangunan pasca pemekaran
mulai digalakan. Potensi alam yang kaya seperti sumber daya alam baik melaui
hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan sumber potensi lain mulai
ditingkatkan dengan tujuan untuk peningkatan perekonomian masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Seperti salah satu contohnya adalah tanaman komoditas yang melimpah
berupakomoditi karet sebesar 8.788,5 ton, kakao (coklat) sebesar 1.554,5%,

disusul oleh komoditi pinang sebesar 1.086,3% dan nilam sebesar 918,4%.
Sedangkan komoditi yang memiliki persentasepertambahan produksi terendah
adalah komoditi pala yaitu -99,7%, disusul oleh komoditi kopi sebesar -99,42%,
dan cengkeh sebesar -67,2%.

Namun disisi lain persoalan kemiskinan pada masyarakat Kabupaten Nias
Selatan menjadi tantangan tersendiri yang belum bisa diselesaikan. Persoalan
pembangunan sumber daya manusia pada tahapan awal menjadi tugas bagi
pemerintahan daerah. Melihat potensi jumlah penduduk secara kuantitas terus
bertambah.Selama periode 1988-2008 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten
Nias Selatan sebesar 1,8%, dimana angka tersebut lebih tinggi dari laju
pertumbuhan tingkat provinsi yaitu 1,33% pada periode yang sama pertumbuhan
penduduk dilihat per 5 tahun, maka dapat diamati bahwa laju pertumbuhan ratarata penduduk sebesar 1,88% (periode 1988-1993), 2,48% (periode 1994-1998),
3,02% (periode 1999-2003) dan -0,16 (periode 2004-2008). Hal ini menunjukkan
bahwa dari periode 5 tahun pertama sampai periode 5 tahun ketiga laju
pertumbuhan penduduk semakin meningkat, namun pada periode keempat laju
pertumbuhan penduduk langsung menjadi negatif.30

Tingginya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nias Selatan pada tahun 2008
berasal dari peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang cukup

30

http://penataanruang-sumut.net/sites/default/files/Microsoft%20Word%20-%20KABUPATEN
%20NIAS%20SELATAN. diakses pada minggu 24 Juli 2016. Pukul 14.00

Universitas Sumatera Utara

tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, PDRB Kabupaten Nias Selatan
atas dasar harga konstan 2000 tahun 2008 adalah sebesar Rp 1.150.631,51 juta.
Sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB adalah sektor
pertanian sebesar Rp 494161.07 juta, disusul sektor perdagangan, hotel dan
restoran sebesar Rp 278.568,24 juta, dan sektor bangunan sebesar Rp 127.363,13
juta31

Inilah yang menjadi persoalan bagi masyarakat Kabupaten Nias Selatan
Pasca pemekaran, memang pembangunan secara material terlihat begitu hebat.
Pembangunan infrastruktur, fasilitas umum, kantor-kantor pemerintahan dan
sarana prasarana masyarakat terlihat begitu pesat. Hal ini tentu karena sokongan
dana dari pemerintahan dan ditambah dana yang besar dari para donatur pasca
gempa bumi yang menimpa Kepulauan Nias di tahun 2005. Tetapi persoalan

kemiskinan yang seharusnya mampu teratasi dengan peningkatan sarana umum
sebagai penunjang peningkatan kualitas masyarakat seperti tidak terwujud di
Kabupaten Nias Selatan. Kehidupan masyarakat yang masih hidup dibawah garis
kemiskinan seharusnya sudah selesai pasca program lima tahunan sampai proses
evaluasi pembangunan Kabupaten Nias Selatan.

Hingga hari ini keadaan ini masih menjadi tugas pemerintahan dan
lembaga terkait yang sejak awal mencita-citakan kemajuan bagi masyarakat
hingga mengambil kebijakan untuk memekarkan diri menjadi daerah otonomi
baru.

31

Nias Selatan Dalam Angka Tahun 2009

Universitas Sumatera Utara

3.2. Peran Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama Terhadap Politik
Pembangunan Di Kabupaten Nias Selatan
Kajian tentang pembangunan yang merupakan salah satu tolak ukur untuk

melihat keberhasilan pemekaran daerah otonomi baru tidaklah bisa dilepaskan
dari peranlembaga eksekutif dan legislatif daerah hingga pusat.Peran eksekutif
dan legislatif dari daerah hingga sampai ke pusat tentu membutuhkan fungsi
kordinasi dari pemerintahan provinsi. Dalam hal ini adalah biro otonomi daerah
dan kerja sama. Sebagai lembaga di bawah kordinasi pemerintahan provinsi, biro
otonomi daerah dan kerja sama bertanggung jawab selama proses pemekaran
sampai dengan fase evaluasi yang tujuannya untuk memberi penilaian tentang
daerah otonomi baru. Untuk itu dalam pembahasan ini, penulis akan memaparkan
peran biro otonomi daerah selama proses pemekaran, proses pembangunan,
hingga evaluasi pembangunan di Kabupaten Nias Selatan.

3.2.1.Peran Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Dalam Proses Pemekaran
Kabupaten Nias Selatan
Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama sebagai lembaga penting yang
bertanggung jawab atas pemekaran suatu daerah memiliki beberapa syarat
mekanisme tujuannya untuk dapat menilai kualitas daerah yang akan dimekarkan.
Dalam prosesnya, biro ini harus menjalin komunikasi dengan lembaga eksekutif
dan legislatif mulai dari tingkatan daerah sampai tingkatan pusat. Hal ini sesuai

Universitas Sumatera Utara


dengan yang dikatakan oleh bapak Julianus Bangun selaku Kasubbag Pengkajian
Pengembangan Daerah di Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Setdaprovsu
bahwa setiap daerah yang ingin memekarkan daerahnya akan mempersiapkan
syarat-syaratnya. Ada syarat administrasi, ada syarat teknis kewilayahan. Setelah
itu daerah yang mau dimekarkan itu menyampaikan syarat-syarat tersebut serta
membuat kajian alasan daerah itu ingin dimekarkan dan kajian alasan penentuan
ibukota. Setelah selesai biro otda lalu mempersiapkan konsep surat untuk
persetujuan gubernur dan DPRD, setelah persyaratan lengkap, semua itu
disampaikan ke Kemendagri oleh biro otonomi daerah dan kerjasama.
32

Mekanisme ini kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007

Tentang Tata Cara Pembentukkan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

32

Hasil wawancara dengan bapak Julianus Bangun, kassubag pengkajian dan pengembangan
daerah,1 Maret 2016


Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Penulis bersama bapak Julianus Bangun (Kassubag
Pengkajian dan Pengembangan Daerah)

Mengenai mekanisme proses pembentukkan ataupun pemekaran daerah
yang kemudian disebut sebagai wujud pelaksanaan otonomi daerah, diatur dan
dijelaskan adanya pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi
atau daerah kabupaten/kota yang terbentuk melalui penggabungan beberapa
daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah
menjadi dua daerah atau lebih.
Adapun proses pembentukkan daerah kabupaten/kota baru dibawah
naungan pemerintahan provinsi bersama Kementerian Dalam Negeri diatur
sebagai berikut:

Tahap I :
Mengakomodir aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk
keputusan BPD untuk desa dan forum komunikasi kelurahan atau nama lain untuk
kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah kabupaten/kota yang
dimekarkan.
Tahap II :

Universitas Sumatera Utara

DPRD memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi masyarakat
dalam bentuk keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat
setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain forum komunikasi
kelurahan untuk kelurahan atau nama lain.
Tahap III :
Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi
sebagaimana asprisasi dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota berdasarkan hasil
kajian daerah. Bupati mengusulkan pembentukkan kabupaten/kota kepada
gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan :
a. Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota
b. Hasil kajian daerah
c. Peta wilayah calon kabupaten/kota.
d. Keputusan DPRD dan keputusan Bupati/Walikota.
Tahap IV :
Gubernur

memutuskan

untuk

menyetujui

atau

menolak

usulan

pembentukkan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi kajian daerah yang diusulkan
dibentuk daerah otonomi baru. Kemudian usulan kepada Gubernur dilanjutkan
kepada DPRD Provinsi untuk diputuskan menyetujui atau menolak usulan
tersebut bersama-sama dengan keputusan Gubernur.
Tahap V :

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya, keputusan Gubernur bersama DPRD akan diusulkan kepada
presiden melalui menteri, dengan melampirkan :
a. Dokumen aspirasi masyarakat calon kabupaten/kota
b. Hasil kajian daerah
c. Peta wilayah calon kabupaten/kota
d. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota dari kabupaten/kota
induk
e. Keputusan DPRD provinsi dan Gubernur.
Tahap VI :
Menteri yakni dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri menerima usulan
dari Gubernur dan selanjutnya mengusulkan kepada Presiden. Jika Presiden
menerima usulan maka Kemendagri menyusun rancangan undang-undang yang
nantinya akan dibahas kembali oleh DPR RI melalui rapat program legislasi untuk
mengesahkan sebuah undang-undang. Hasil keputusan tersebut nantinya akan
dikembalikan lagi kepada Gubernur untuk melakukan evaluasi daerah otonomi
baru selama 5 tahun berturut-turut terhadap kabupaten/kota yang disetujui
dibentuk. Tata cara proses evaluasi diatur dalam Peraturan Menteri dalam Negeri
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Perkembangan
Daerah Otonomi Baru dan keputusan Gubernur dalam membentuk tim evaluasi.33
Dari aturan tentang tahapan proses pembentukkan daerah otonomi baru
seperti yang dijelaskan diatas, maka pemekaran kabupaten/kota otonomi baru
menjadi salah satu tanggung jawab Gubernur Provinsi. Sebagai pemerintahan
33

Lihat bagan 2

Universitas Sumatera Utara

perwakilan pemerintah pusat di daerah, pemerintahan provinsi membutuhkan
sebuah lembaga yang khusus membawahi proses pemekaran daerah yaitu dibawah
kontrol Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama. Dalam hal ini gubernur bersama
biro khusus ini yang kemudian akan bertanggung jawab penuh dan berkoordinasi
dengan daerah otonomi baru dan pemerintahan pusat.

Penjaringan
Aspirasi
Pengesahan

Pengesahanoleh

Pembentukan

Oleh DPRD dan

DPRD danGubernur

Tim Teknis

Bupati

Pengkajian

Pengajuanusulan

Pengajuanusulanke

Kelayakan

Keprovinsi

Pemerintah

Presentasioleh
Daerah Persiapan
dan Daerah Induk

Lobby dan
dialog politik.

Daerah Induk

Provinsi

Daerah Persiapan
Bagan 2. Alur Pembentukkan Daerah

Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pemerintahan provinsi dibawah Gubernur yang bertanggung
jawab dalam hal proses pembentukkan kabupaten/kota baru. Adapun proses kerja
Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama secara khusus akan bekerja dalam ranah
pemenuhan syarat pemekaran daerah otonom baru. Syarat ini sebatas syarat
administrasi sesuai dengan UU No.78 tahun 2007. Sehingga untuk pemenuhan
syarat administrasi yang diperoleh dari daerah, kemudian akan divalidasi oleh biro

Universitas Sumatera Utara

otonomi daerah. Data hasil validasi ini akan diserahkan kepada pemerintahan
pusat dalam hal ini adalah Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu, selama proses pemekaran Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama
bertanggung jawab mengakomodir berbagai hambatan dari kabupaten/kota induk
atas

kelengkapan

persyaratan

awal

pengusulan

pembentukkan

daerah

kabupaten/kota baru. Dalam hal ini biro otonomi daerah dan kerjasama menjadi
pusat informasi dan konsultasi bagi seluruh jajaran pemerintahan daerah
kabupaten/kota terhadap proses pembentukkan daerah otonomi baru.
Selanjutnya Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama melakukan penilaian
dan kajian terhadap dokumen-dokumen ataupun administrasi pengusulan
pemerintahan daerah kabupaten/kota atas pembetukkan kabupaten/kota baru.
Nantinya hasil penilaian dan kajian tersebut selanjutnya diberikan kepada
Gubenur untuk disepakati ataupun ditolak usulan tersebut yang kemudian jika
disepakati akan dilanjutkan kepada Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan
proses dalam undang-undang.
Adapun aspek penilaian dan kajian tersebut yakni berkaitan dengan
kelengkapan dokumen dari 3 syarat utama dalam proses pembentukan daerah
berupa pemekaran menjadi daerah otonomi baru yang berupa :
1. Syarat Administrasi yang meliputi keputusan DPRD kabupaten/kota induk
tentang persetujuan pembentukkan calon kabupaten/kota, keputusan
Bupati/Walikota

induk

tentang

kabupaten/kota,

keputusan

persetujuan

DPRD

provinsi

pembentukkan
tentang

calon

persetujuan

pembentukkan calon kabupaten/kota, keputusan Gubernur

tentang

Universitas Sumatera Utara

persetujuan

pembentukkan

calon

kabupaten/kota,

dan

terakhir

rekomendasi menteri.
2. Syarat Teknis yang meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial daerah, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan,
keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan
rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.Adapun teknis
menilai syarat ini dijelaskan dibawah ini.
3. Syarat Fisik yang meliputi cakupan wilayah, lokasi ibukota, sarana dan
prasarana pemerintahan. Dalam hal ini cakupan wilayah untuk
pembentukan daerah baru kabupaten/kota harus memiliki sekurangkurangnya 5 kecamatan untuk kabupaten dan 4 kecamatan untuk kota34
Begitu juga yang dilaksanakan Bamus Pernis dalam menjalankan proses
pemekaran. Melalui rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Nias, masyarakat Nias Selatan menjalankan proses pelengkapan admisnistrasi
pemerkaran dimulai dari syarat teknis kewilayahan Kabupaten Nias Selatan
dengan Kabupaten Nias. Syarat ini meliputi syarat paling sedikit 5 (lima)
kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk
pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan35.
Dalam fakta dilapangannya, Panitia pemekaran Kabupaten Nias Selatan
(Bamus Pernis) mulai melengkapi syarat ini dengan mangajukan 8 kecamatan
yang menyatakan kesiapan menjadi bagian dari Kabupaten Nias Selatan meliputi
Kecamatan Lolomatua, Kecamatan Gomo, Kecamatan Lahusa, Kecamatan
34

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 78 Tahun 2007 tentangTata CaraPembentukan,
Penghapusan, DanPenggabungan Daerah
35
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Hibala, Kecamatan Pulau-pulau Batu, Kecamatan Lolowa’u dan Kecamatan Teluk
Dalam.
Selain itu peran legislatif dalam hal ini adalah DPRD Kabupaten Nias
melakukan rekomendasi untuk menetapkan nama kabupaten, hingga akhirnya
disepakatilah daerah otonomi baru dengan nama Kabupaten Nias Selatan,
rekomendasi lokasi calon ibukota yang kemudian ditetapkan Teluk Dalam sebagai
Ibukota Kabupaten, penetapan batas wilayah, penetapan aset kekayaan meliputi
barang yang bergerak dan tidak bergerak, dan rekomendasi segala aspek yang
menyangkut alokasi dana pembangunan Kabupaten Nias Selatan.
Setelah proses ini perlu ada persetujuan atas rekomendasi dari DPRD
Kabupaten Nias kepada Bupati Kabupaten Nias. Dalam perjalannya terjadi
penolakan pemekaran daerah otonomi baru oleh Bupati Kabupaten Nias. Sehingga
terjadi gejolak gerakan sosial dari elemen masyarakat yang dipimpin oleh Bamus
Pernis untuk pendukung pemekaran daerah Kabupaten Nias Selatan. Melalui
diplomasi antara pemerintahan daerah dan legislatif, perjuangan masyarakat
Kabupaten

Nias

Selatan

membuahkan

hasil.

Bupati

Kabupaten

Nias

mengeluarkan nota kesepakatan hingga seluruh berkas diserahkan kepada
Pemerintahan Provinsi melalui perpanjangan tangannya yaitu Biro Otonomi
Daerah untuk melaksanakan tahapan berikutnya.
Disinilah peran biro otonomi daerah dan kerja sama yang kemudian
melaksanakan seleksi syarat pelengkapan sesuai dengan PP No. 78 tahun 2007
tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang
kemudian akan diserahkan kepada Kementrian Dalam Negeri untuk disahkan

Universitas Sumatera Utara

menjadi Kabupaten Baru. Tahapan ini berupa tahapan pemeriksaan seleksi berkas
atas semua syarat dan ketentuan Kabupaten Nias Selatan. Setelah biro otonomi
daerah dan kerja sama melakukan tahapan kelengkapan berkas, kemudian biro ini
juga bertanggung jawab untuk tentang kajian alasan Kabupaten Nias Selatan akan
melaksanakan pemekaran.
Setelah semua tahapan administrasi selesai, biro otonomi daerah dan kerja
sama membuat surat persetujuan dari Gubernur Sumatera Utara dan DPRD
Kabupaten Nias selatan untuk bersedia memberikan bantuan pembiayaan untuk
PILKADA pertama kali dan bantuan pembiayaan sebelum APBD daerah ada
untuk Kabupaten Nias Selatan. Setelah itu lengkap semua, Biro Otonomi Daerah
Dan Kerja Samamenyerahkan berkas seluruhnya untuk di analisis oleh
Kementerian Dalam Negeri.
Pada tahun 2003 dikeluarkan keputusan dari Kementerian Dalam Negeri
yang diwujudkan dalam UU No 9 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, Dan Kabupaten Humbang Hasundutan di
Provinsi Sumatera Utaradan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 29
tahun 2002 tanggal 28 Juli 2003, maka Kabupaten Nias resmi dimekarkan
menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan. 36

Aspirasi Masyarakat
Nias Selatan
Daerah Induk
(Pemkab Nias )

Pemprovsu
(Biro Otda
& Ks)

DPR RI
UU NO.9
Thn 2003

Bamus Pernis
36

Lihat bagan 3

Universitas Sumatera Utara

KEMENDAGRI

DPRD Provinsi
Sumatera Utara

DPRD
Kab. Nias

Presiden

Kabupaten Nias Selatan

Bagan 3. Proses Pemekaran Kabupaten Nias Selatan
Jika kita melihat secara objektif tentang peran dan fungsi dari biro
otonomi daerah dan kerjasama selama proses pemekaran, campur tangan
pemerintahan provinsi hanya sebatas sebagai lembaga administrasi yang berfungsi
untuk

menengahi

hubungan antara Pemerintahan

Kabupaten Nias dan

Pemerintahan Pusat dalam hal ini adalah Kemendagri. Dari proses panjang ini,
biro otonomi daerah tidak terlalu dibebankan kepada tugas politik, tugasnya hanya
admininstrasi yang bertujuan untuk penangan persoalan daerah (sengketa batas
wilayah, pembagian aset daerah, distribusi kekayaan alam daerah, dll). Sehingga
untuk bertanggung jawab memberikan keputusan yang bersifat final semua akan
dikembalikan ke pusat.

Pengambil

kebijakan tetap

diserahkan

kepada

Kementerian Dalam Negeri.
Walaupun selama proses pemekaran biro otonomi daerah bersama DPRD,
Bupati dan Pemerintahan Provinsi (Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama)
melakukan pendampingan untuk meninjau langsung secara fisik tentang potensi
pembangunan dalam konteks kesiapan daerah Kabupaten Nias Selatan semua
keputusan akan diserahkan

kepada pemerintahan pusat. Ini memang tidak

melanggar aturan dari undang-undang yang berlaku namun jika kita berkaca dari

Universitas Sumatera Utara

keadaan objektif dilapangan maka sudah sewajarnya yang lebih mengenal
keadaan kondisi objektif daerah adalah pemerintahan daerah itu sendiri.
Penyerahan urusan pemerintahan oleh pusat kepada daerah sebagai urusan
rumah tangga daerah merupakan konsekuensi dianutnya prinsip desentralisasi
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan:
Pemerintahan daerah provinsi dan daerah kabupaten dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan pembantuan.
Urusan rumah tangga daerah hakekatnya bersumber dari otonomi dan
tugas pembentukan. Otonomi dan tugas pembantuan bersumber pada paham
desentralisasi. Oleh karena itu tidak tepat bahkan keliru, ketentuan yang
membatasi pengertian desentralisasi dalam kerangka otonomi. Tugas pembantuan
dipandang sebagai suatu diluar desentralisasi baik otonomi maupun tugas
pembantuan dalam bentuk desentralisasi37
Selain lembaga biro otonomi daerah dan kerja sama yang berperan sebagai
perantara kabupaten dan pusat, biro otonomi daerah dan kerja sama juga memiliki
peran dan tanggung jawab sebagai mediator atas permasalahan pemekaran berupa
permasalahan aset, daerah perbatasan, dan dana pembangunan. Namun sesuai
dengan penuturan biro otonomi daerah, pada masa proses pemekaran Nias Selatan
tidak terdapat permasalah dengan Kabupaten Nias. Akan tetapi kembali keputusan
atas permasalahan pemekaran tetap akan dikembalikan kepada keputusan
Kementrian Dalam Negeri.

37

Bagir Manan. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Pustaka Sinar
Harapan. .Jakarta.1994

Universitas Sumatera Utara

Tentu saja ini tidaklah bertentangan dengan sistem politik yang bersifat
sentralisasi. Namun pasca ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004 menggantikan
UU No.22 tahun 1999, sistem politik di Indonesia tidak lagi menganut sistem
politik yang sentralistik melainkan sudah desentralistik. Jatuhnya rezim orde baru
memberikan semangat baru kepada pemerintahan daerah untuk melakukan
pembangunan yang selama ini difokuskan di pusat saja. Sehingga peran
pemerintahan pusat hanya sebatas kepada persoalan-persoalan yang bersifat
nasional.38
Tetapi dari kasus pemekaran Kabupaten Nias Selatan, pemerintahan pusat
memiliki peran yang sangat krusial dalam pengambilan keputusan tidak terkecuali
dalam hal pemekaran daerah. Keputusan atas pemekaran daerah bukanlah terletak
final di pundak Pemerintahan Provinsi. Atau dengan kata lain ketika lembaga
tingkat daerah dan provinsi menyepakati pembentukan daerah otonom dengan
pertimbangan khusus dan umum atas daerah otonom, namun pemerintahan pusat
dapat secara sepihak untuk menolak pembentukan daerah otonomi baru maka
otomatis tidak akan tercipta daerah otonomi baru.
Peneliti melihat jika sistem administrasi seperti ini tentu juga rentan akan
terjadinya timpang tindih peran birokrasi yang dijalankan secara bersama-sama
oleh lembaga legislatif dan eksekutif tingkat daerah. Sehingga dapat terindikasi
terjadi pertarungan kepentingan antara penguasa-penguasa lokal daerah. Selain
itu jika melihat dari peran lembaga di kabupaten induk yang juga mencakup
kajian tentang kelengkapan admistrasi yang mirip dengan peran biro otonomi
daerah, ini juga berbenturan dengan tugas dan tanggung jawab pemerintahan
38

Irwan Soejito. Hubungan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah. Rineka Cipta. Jakarta.1990

Universitas Sumatera Utara

kabupaten.

Akan tetapi timpang tindih kekuasaan ini akan ditentukan oleh

keputusan dari pemerintahan pusat.
Kebijakan pemekaran daerah adalah salah satu wujud dari kebijakan
politik yang bertujuan untuk pembangunan kehidupan bermasyarakat. Akan
tetapi, sistem sentralisasi yang memberikan kekuasaan luas kepada pemerintahan
pusat berakibat kepada seluruh politik pembangunan akan diarah kepada kaca
mata pemerintahan pusat tentang kemajuan pembangunan daerah otonom.
Kebijakan politik pemerintahan pusat ini berupa persetujuan atau penolakan
pemekaran daerah terkhusus Kabupaten Nias Selatan. Dalam penelitian ini
misalnya, tentu pemerintahan pusat memiliki pandangan sendiri tentang
pemekaran Kabupaten Nias Selatan walaupun tidak akan terlepas dari keputusan
Pemerintahan Daerah.
Namun, persoalan sentralisasi yang harusnya sudah digantikan dengan
sistem desentralisasi memberikan dampak lain tentang arah pembangunan pra
pemekaran Kabupaten Nias Selatan. Jika kita melihat dari sisi arah kebijakan
politik tentang seluruh keputusan pemekaran ada di pundak pemerintahan pusat,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan pembentukan daerah Kabupaten
Nias Selatan adalah kebijakan politik dengan menggunakan cara pandang
pemerintahan pusat dalam melihat pembangunan. Karena pemerintahan pusat
memiliki peran sebagai lembaga yang bersifatdiktator. Maka akan menciptakan
arah politik pembangunan Kabupaten Nias Selatan menggunakan paradigma
kebijakan politik milik pemerintahan pusat atau pandangan Kementrian Dalam
Negeri bukan kaca mata Pemerintahan Daerah.

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat Kabupaten Nias Selatan yang secara umum tidak akan
mengerti tujuan dari pemekaran Kabupaten Nias Selatan. Masyarakat hanya akan
melihat tujuan pemekaran dari propaganda yang mereka terima dari media.
Persoalan perbedaan kultur dan tertinggalnya pembangunan menjadi salah satu isu
yang akan menghegemoni pemikiran masyarakat tentang arti penting pemekaran.
Tujuan dari pembuatan kebijakan bukan untuk memenuhi proyek pemerintahan
pusat atau bahkan mendirikan hirarki kekuasaan sampai kepada tingkatan
terendah. Akan tetapi harus ditujukan kepada pembanguan ekonomi, sosial,
politik dan budaya yang berasaskan kepada kepentingan masyarakat umum.
3.2.2. Peran Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama Dalam Penyelenggaraan
Pembangunan Kabupaten Nias Selatan
Pencapaian pembangunan kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan
pada periode 2003-2005 bertitiktolak dari penetapan Undang-undang No 9 tahun
2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pak-pak Barat,
Dan

Kabupaten

menyelenggarakan

Humbang
kebijakan

Hasundutan
yang

pada

berorientasi

28

Juli
untuk

2003.

Untuk

pembangunan.

Pembentukan pondasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah
diawali dengan terbentuknya DPRD Kabupaten Nias Selatan, dan selanjutnya
melalui proses pemilihan di lingkungan DPRD Kabupaten Nias Selatan ditetapkan
Pelaksana TugasBupati untuk memimpin jalannya pemerintahan.
Melalui perwakilan rakyat yang dimandatkan kepada 30 orang anggota
DPRD Kabupaten Nias Selatan, Pemerintahan Kabupaten Nias Selatan mulai
menjalankan proses pembangunan Kabupaten. Dalam implementasinya, beberapa

Universitas Sumatera Utara

permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi seluruh
perangkat daerah periode 2003-2005 antara lain seperti belum efektifnya
penetapan struktur kelembagaan perangkat daerah, masih dirasakannya tumpang
tindih tugas pokok dan fungsi antar perangkat daerah, belum optimalnya
penetapan dan pemilihan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah berdasarkan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta belum
optimalnya hubungan kerja antar lembaga, termasuk antara pemerintah daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah.
Ini menjadi pekerjaan rumah Biro otonomi dan kerjasama sebagai sebuah
lembaga informasi dan lembaga konsultasi kepada pemerintahan daerah.Tujuan
dari pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk
terbentuknya

kesejahteraan

masyarakat

melalui

peningkatan

mempercepat
pelayanan,

pemberdayaan masyarakat serta peran serta masyarakat dalam pembangunan
daerah. Di samping itu, dengan diberikannya otonomi daerah kepada Kabupaten
Nias Selatan diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan berlandaskan
pada prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan.
Oleh karena itu, dengan diberlakukannnya otonomi ini maka pemerintah
daerah

Kabupaten

Nias

Selatan

diharapkan

lebih

berorientasi

dan

bertanggungjawab kepada masyarakat melalui kerjasama dengan pihak-pihak
yang berkepentingan (stakeholder) serta masyarakat dalam mencapai tujuan
pembangunan daerah yang sejak awal menjadi tujuan pemekaran. Karena pada
dasarnya pemerintah bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan melainkan
sistem sinergi antara ketiga

(pemerintahan,stakeholder

dan masyarakat)

Universitas Sumatera Utara

komponen tersebut.

Namun, tujuan awal pemekaran terkadang tidak sesuai

dengan kinerja penyelenggaraan pemerintah. Persoalan seperti penyelenggaran
tentang arah pembangunan Kabupaten Nias selatan tidaklah boleh terlepas dari
kepentingan pembangunan Provinsi Sumatera Utara.
Program dan kebijakan pemerintahan harus juga berbarengan dengan
kesiapan birokrasi dan aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara berkorelasi dengan efisiensi dan efektivitas pemerintahan dan pelayanan
publik, sebab aparatur masih menggunakan pola pikir inward looking (beorientasi
ke dalam) dan belum outward looking (berorientasi ke luar) sebagaimana yang
diharapkan selama ini. 39 Disinilah fungi dan peran biro otonomi daerah dan kerja
sama ini haruslah terealisasi dengan terus memantau perkembangan kabupaten
Nias Selatan sebagai daerah otonom baru (DOB).
Lembaga ini merupakan lembaga yang bertanggung jawab dalam
terlaksananya monitoring dan asistensi politik pembangunan Nias Selatan pasca
pemekaran. Sehingga arah pembangunan Kabupaten Nias Selatan bisa
berkembang. Selain itu penyelenggaraan penyusunan perencanaan dan program
juga harus berbarengan dengan tujuan otonomi.Sehingga dirumuskanlah tugas
biro otonomi daerah, sebagai lembaga untuk:
1. Penyelenggaraan perumusan bahan kebijakan umum, serta bahan
koordinasi, bahan pembinaan dan bahan pengendalian bidang otonomi
daerah dan kerjasama, meliputi aspek fasilitasi urusan pemerintahan

39

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara , Kajian Evaluasi Kinerja
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang Baru Dimekarkan di Sumatera Utara.Tahun 2012.
Hal.4

Universitas Sumatera Utara

provinsi, fasilitasi urusan pemerintahan kabupaten/kota, kerjasama
dalam negeri dan kerjasama luar negeri;
2. Penyelenggaraan koordinasi, pembinaan dan pengendalian, serta
fasilitasi pelaksanaan urusan pemerintahan provinsi bidang otonomi
daerah dan kerjasama; dan
3. Penyelenggaraan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
urusan pemerintahan provinsi bidang otonomi daerah dan kerjasama40
Dilain sisi jika mengkaji tentang perannya sebagai lembaga perpanjangan
tangan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, lembaga ini harus mampu
menjangkau kepentingan daerah dan arah pembangunan pemerintahan provinsi.
Selama berjalannya proses pembangunan Kabupaten Nias Selatan dalam periode
awal, walaupun tanggung jawab ini bukan hanya dibebankan kepada
pemerintahan provinsi tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintahan induk
yaitu Kabupaten Nias. Pemerintahan provinsi dalam hal ini adalah bagian
pengembangan dibawah biro otonomi daerah dan kerja sama harus mampu
menjadi mediator berjalannya stimulusasi bagi kabupaten Nias Selatan dari
Kabupaten Induk.
Jika kita melihat dari kondisi objektif Kabupaten Nias Selatan pasca
pemekaran tentu masih jauh dari kata sejahtera. Keadaan ini bisa terlihat dari
kondisi sumber daya manusia di pemerintahan Kabupaten Nias Selatan yang
masih rendah, anggaran yang didapatkan untuk pembangunan juga masih
bergantung kepada dana alokasi umum, dana alokasi khusus,dan dana bagi hasil
yang berasal dari pemerintahan pusat, dan masih sangat bergantung kepada
40

http://otdaksm.jabarprov.go.id/tugas.php diakses tanggal 16 Mei 2016 Pukul 13:09 WIB

Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Nias. Inilah menjadi penghambat berlangsungnya pembangunan di
Kabupaten Nias selatan, sehingga Kabupaten Nias Selatan menjadi Kabupaten
dengan pendapatan terendah dikawasan Sumatera Utara dalam kurun waktu lima
tahun pasca pemekaran.
Ditambah lagi Kabupaten Nias Selatan memiliki pencapaian pembangunan
yang lebih rendah dibandingkan rata-rata pembangunan skala provinsi dan
nasional. Laporan ini mengindikasikan bahwa rendahnya tingkat pengeluaran
publik sebagai penyumbang dari pencapaian pembangunan yang dibawah rata-rata
untuk 720.000 penduduk Nias.41Persentase penduduk miskin di Kabupaten Nias
Selatan menduduki posisi tertinggi dari seluruh kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2006, BPS mencatat jumlah penduduk
miskin Kabupaten Nias Selatan sebanyak 102.100 jiwa dengan persentase
37,66%. Kemudian pada tahun 2007, kondisi jumlah penduduk miskin menurun
menjadi 91.100 jiwa dengan persentase 33,84% Ini menjadi sebuah ironi sendiri
bagi masyarakat Nias Selatan yang sejak awal dijanjikan kesejahteraan.
Penyebabnya salah satunya adalah ketidaksiapan Pemerintahan Nias
Selatan dalam menjalankan politik pembangunan di Kabupaten Nias Selatan.
Tujaun awal pemekaran terabaikan oleh semangat otonomi yang menyebar luas
dihampir seluruh provinsi di Indonesia, terkhusus di Provinsi Sumatera Utara. Ini
berdampak kepada pendistribusian sumber dana kepada kabupaten baru
(Kabupaten Nias Selatan, Pak-pak Barat dan Humbang Hasundutan) yang mekar
ditahun yang sama akan terbagi dan tidak terfokus kepada satu daerah. Hasilnya,

41

http://web.worldbank.org.html (diakses pada tanggal 23 April 20116,pukul 13:27 WIB)

Universitas Sumatera Utara

penyebaran

alokasi dana Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara akan

menghambat pembangunan disegala sektor.
Tidak selesai sampai disitu, kondisi khusus lain di Kepulauan Nias yang
membentuk dua daerah otonom baru dalam waktu yang berdekatan yaitu daerah
otonomi baru Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias Barat semakin
menyurutkan pembangunan di Kabupaten Nias Selatan. Faktor ini menjadi
penanda ketidaksiapan Kabupaten Nias sebagai satu-satunya kabupaten induk
yang harus mendistribusikan alokasi dana kedaerah otonom baru. Keadaan ini
tidak terlepas dari tujuan pembentukan Provinsi Nias. Sehingga pemekaran
kabupaten dipercepat untuk mengejar pemenuhan syarat administrasi.
Selain dua faktor diatas yang menghambat perkembangan Kabupaten Nias
Selatan, Kabupaten Nias Selatan memiliki kondisi khusus yang menghambat
pembangunan. Pada tahun 2005 di Kepulauan Nias terjadi bencana alam yang
mengakibatkan kehancuran pembanguan yang sejak awal sudah dimulai dibangun
dibeberapa daerah vital di Nias Selatan. Pemerintahan provinsi harus melihat
kondisi khusus ini dengan kebijakan khusus pula. Daerah induk yang juga terkena
dampak bencana alam ini berdampak kepada ketidak mampu daerah induk untuk
menopang pembangunan Kabupaten Nias Selatan.
Perlu kita garis bawahi bahwa sudah ada upaya untuk kembali
membangun kembali Nias Selatan pasca bencana gempa melalui program
pemerintahan pusat yang dijalankan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
(BRR). Sejak itulah Kabupaten Nias Selatan mendapatkan perhatian lebih dari
pemerintahan

provinsi,

pemerintahan

pusat

bahkan

lembaga-lembaga

Universitas Sumatera Utara

internasional dalam pembangunan. Hal ini juga sesuai dengan dana yang
didapatkan untuk pembangunan kembali Kepulauan Nias yang diperoleh dari
dana yang dikucurkan oleh Bank Dunia dan alokasi untuk BRR yaitu sekitar 1,7
Triliun. Dana ini berjumlah empat kali lipat lebih banyak dari yang didapat untuk
pembangunan sebelum bencana. 42
Seperti yang dikatakan oleh Ketua DPRD Kabupaten Nias Selatan, Bapak
Sidiadil Harita tentang perubahan infrastruktur di Nias Selatan pasca bencana
gempa, beliau beranggapan bahwa pasca bencana gempa yang terjadi di
Kepulauan Nias terjadi pembangunan yang sangat luar biasa karena terjadi
perubahan yang begitu hebat. Kabupaten Nias Selatan mendapatkan perhatian
begitu besar dari pemerintah pusat bahkan dunia dalam rangka rekonstruksi pasca
gempa bumi pada saat itu, sehingga sampai saat ini bisa terlihat perbedaan yang
sangat mencolok.43

42

www.niasbarat.wordpress.com/2007/09/12/nias-4-kali-lipat-lebih-baik-sejak-tahun-2005(diakses
pada tanggal 23 April 20116,pukul 13:22 WIB)
43
Hasil wawancara dengan bapak Sidiadil Harita (ketua DPRD Kab.Nias Selatan) pada tanggal 29
Maret 2016

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Penulis bersama bapak Sidiadil Harita ( Ketua
DPRD Kab.Nias Selatan)

Pendapat ketua DPRD Nias Selatan itu dikuatkan juga oleh bapak Herman
Laia selaku ketua Bamuspernis yang saat itu masih aktif dipemerintahan Nias
Selatan, bahwa pasca bencana alam gempa bumi yang melanda Nias Selatan,
BRR bekerja keras membangun kembali Nias Selatan seperti pembangunan yang
sampai ke Lolomatua, jembatan-jembatan di Idanomo, Oyou, siwalawa, dan
banyak lagi akses-akses jalan yang dibangun. 44

Gambar 3. Penulis bersama bapak Herman Laia (Ketua Bamuspernis)
44

Hasil wawancara dengan bapak Herman Laia, ketua Bamuspernis. 15 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara

Telah terlaksana sebanyak dua kali pemilihan kepala daerah melalui
pemilihan umum oleh rakyat. Selama itu pula pembangunan Kabupaten Nias
Selatanmulai berbenah diri.Baik dari sisi pembangunan infrastruktur maupun dari
sisi pembangunan pemerintahannya. Mulai para pengisi pemangku jabatannya
dari kepala daerah,SKPD dan termasuk menjalankan MUSPIDA DPRD.
Kemudian pembangunan lembaga kepolisian setingkatPolisi Resort Nias Selatan
dan ada juga kejaksaan.Ditambah lagi mulai berbenah dalam proses keamanan
dengan pembentukan Kodim dan kemudian Pengadilan Negeri diTelukdalam.
Untuk aspek birokrasi, daerah mulai berbenah diri dengan mengisi struktur
pemerintahan secara rapi untuk mensukseskan pembangunan.
Pembangunan infrastruktur pasca bencana memang telihat sangat
signifikan tetapi kita telisik dari kajian pendapatan perkapita bagi masyarakat Nias
Selatan masih menjadi daerah terendah dikawasan Sumatera Utara. Ini
membuktikan bahwa Pemerintahan daerah masih sangat bergantung kepada
pemerintahan pusat untuk membiayai pembangunan di Kabupaten Nias Selatan.
Pemerintahan Provinsi secara khusus biro otonomi daerah dan kerja sama melihat
kondisi ini sebagai capaian pembangunan infrastuktur. Tanpa sadar, tidak
membarenginya dengan pembangunan sufrastruktur masyarakat. Kabupaten Nias
yang memiliki tanggung jawab untuk mensukseskan pembangunan Kabupaten
Nias Selatan juga mengalami keterbatasan akibat bencana gempa bumi di tahun
2005. Sehingga pembangunan kasat mata yang dilihat sebagai pembenahan pasca
bencana saja.

Universitas Sumatera Utara

Akan tetapi bukan berarti tidak ada usaha yang dijalankan oleh
Pemerintahan Provinsi kepada Pemerintahan Kabupaten Nias Selatan, melalui
peraturan daerah seperti Perda No.5Tahun 2011 dan Perda No. 6 tahun 2011 yang
berisikan tentang pembebasan biaya kesehatan dan biaya pendidikan untuk
menciptakan tenaga pendidik dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Nias
Selatan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Daerah Nias selatan. Kebijakan ini
tidaklah terlepas dari campur tangan Pemerintahan Provinsi melihat tingginya
angka buta huruf di Kabupaten Nias Selatan.
Sebab tujuan mulia dari pembangunan haruslah mengabdi kepada
kepentingan Masyarakat Nias Selatan. Pembangunan Kabupaten Nias Selatan
bukanlah hanya melihat dari aspek gedung pemerintahan atau fasilitas umum saja.
Tetapi haruslah pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Nias Selatan. Ini menjadi catatan khusus dari sub-bab ini
pembangunan haruslah menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintahan Provinsi
secara khusus bagi biro otonomi daerah dan pemerintahan Kabupaten Nias
Selatan sebagai perpanjangan tangan masyarakat Sumatera Utara secara khusus
lagi Masyarakat Nias Selatan. Pemerintahan provinsi bersama Pemerintahan
Pusat, Badan Pembangunan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
seluruh elemen pemerintahan lokal di Kabupaten Nias Selatan harus bersamasama bekerja untuk kemajuan Nias Selatan.
Semangat awal pemekaran Daerah Kabupaten Nias Selatan adalah
semangat akan kesejahteraan masyarakat Nias Selatan. Hal ini disebabkan oleh
anggapan bahwa daerah Nias Selatan masih jauh dari perhatian pemerintah. Jika

Universitas Sumatera Utara

passca pemekaran masyarakat Nias Selatan masih beranggappan demikian maka
otonomi di Kabupaten Nias Selatan adalah kebijakan yang gagal. Kebijakan
otonomi daerah tidak boleh terlepas dari kaedahnya. Kebijakan otonomi daerah
tidaklah bertujuan untuk menciptakan raja-raja lokal kecil atau memenuhi
kebutuhan pemerintahan lokal semata.
3.2.3.Peran Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama Dalam Evaluasi
Pemekaran Kabupaten Nias Selatan
Evaluasi diartikan sebagai suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai
secara obyektif atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program) yang telah
direncanakan sebelumnya dan dilakukan secara sistematis dan obyektif dengan
menggunakan metode evaluasi yang relevan45. Secara teoritis tujuan evaluasi
adalah memberikan penilaian tentang kinerja ataupun kemanfaatan sesuatu
kegiatan

tertentu46.

Kegiatan

evaluasi

dilakukan

baik

sebelum

suatu

program/kegiatan dilaksanakan (ex-ante evaluation), pada saat berlangsung (ongoing evaluation), maupun setelah program/kegiatan selesai dilaksanakan (ex-post
evaluation).
Evaluasi dampak (evaluation impact) adalah identifikasi sistematik atas
efek-efek–positif atau negatif, baik yang diharapkan atau tidak pada individu,
rumah

tangga,

institusi

dan

lingkungan

yang

disebabkan

oleh

suatu

kegiatan/intervensi seperti program atau proyek. Kegiatan/intervensi itu dapat
diartikan sebagai suatu rangkaian proses dari input, ke output antara dan akhirnya

45

Pedoman Penyusunan Indikator, Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja, Tim
Penyusun Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja 2004, Bappenas, 2004
46

Lihat LAN (2005) tentang Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Otonomi Daerah 1999-2003

Universitas Sumatera Utara

kepada dampak/hasil akhir. Proses evaluasi dapat fokus pada semua rangkaian
tersebut. Evaluasi yang menganalisis daridampak/hasil akhir dinamakan evaluasi
dampak. Dampak itu sendiri merupakan perbedaan pada apa yang terjadi antara
ada atau tidaknya suatu intervensi/kegiatan.
Tujuan evaluasi kinerja program adalah agar dapat diketahui dengan pasti
apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan
program dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program di
masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi kinerja diarahkan kepada hasil,
manfaat, dan dampak dari program. Pada prinsipnya, untuk menciptakan proses
dan kegiatan perencanaan yang efisien, efektif, transparan dan berakuntabilitas,
perlu dibuat perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui penyusunan indikator
dan sasaran kinerja program yang mencakup indikator masukan, indikator
keluaran, dan indikator hasil/manfaat. Dalam PP 39 tahun 2006, definisi evaluasi
adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran
(output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standart47
Jika kita hubungkan dengan peran biro otonomi daerah dan kerja sama
dalam kebijakan evaluasi tentu akan sesuai dengan Peraturan Menteri dalam
Negeri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi
Perkembangan Daerah Otonomi Baru serta sesuai dengan Surat Keputusan
Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/ 694/ KTPS/ 2010 tentang Tim Evaluasi
Daerah Otonom Baru di provinsi Sumatera Utara, maka dibentuklah tim evaluasi
untuk melihat perkembangan daerah otonomi baru. Tim evaluasi bertugas

47

PP 39 Tahun 2006 secara khusus membahas mengenai tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaa
rencana pembangunan.

Universitas Sumatera Utara

melakukan Monitoring, pembinaan dan kunjunngan ke daerah-daerah otonom
baru yang berusia 0-5 tahun termasuk di Kabupaten Nias Selatan.
Pelaksanaan evaluasi perkembangan daerah otonom dilakukan 2 (dua) kali
dalam setahun, yaitu pada awal tahun dan akhir tahun yang meliputi kegiatan
pengisian kuesioner, validasi dan verifikasi data, pengolahan data dan penyusunan
laporan. Mekanisme evaluasi perkembangan daerah otonom baru dilakukan
dengan 10 aspek sesuai dengan yang dimuat dalam instrumen Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2010 yaitu :
1.

Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah

2.

Pengisian Personil

3.

Pengisian Keanggotaan DPRD

4.

Penyelenggaraan urusan Wajib dan Urusan Pilihan

5.

Pembiayaan

6.

Pengalihan Aset, Peralatan dan Dokumen

7.

Pelaksanaan Penetapan Batas Wilayah

8.

Penyediaan Sarana dan Prasarana Pemerintahan

9.

Penyiapan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah

10.

Pemindahan Ibukota bagi ibukotanya yang dipindahkan.

Berikut akan dijelaskan satu-persatu mengenai kesepuluh aspek tersebut,
yakni :
1. Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah: Penilaian dilakukan terhadap
bentuk produk hukum pembentukan perangkat daerah berupa peraturan pejabat
atau peraturan daerah.

Universitas Sumatera Utara

2. Penilaian pengisian personil dilakukan berdasarkan pada pembentukan
organisasi perangkat daerah dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala
Daerah yang terdiri dari:


Pengalihan dan penempatan personil;



Jumlah personil yang ada di masing-masing SKPD;



Kualitas personil atau aparatur.

3. Penilaian pengisian keanggotaan DPRD dilakukan terhadap:


Pengisian unsur pimpinan;



Pengisian unsur anggota.

4. Penilaian penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan dilakukan terhadap
jumlah urusan wajib dan urusan pilihan yang telah dijabarkan dalam penyusunan
SKPD serta terhadap input dan proses pelaksanaan urusan wajib dan urusan
pilihan yang merupakan pelaksanaan pelayanan dasar prioritas.
5.

Penilaian

pembiayaan

dilakukan

terhadap

kemampuan

pembiayaan

penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan yang bersumber dari APBD
yang terdiri atas:


PAD;



Dana perimbangan;



Dan pendapatan lainnya yang sah.

6. Penilaian pengalihan aset dan dokumen meliputi:


Jenis dan jumlah aset yang dialihkan dari daerah induk kepada
DOB;

Universitas Sumatera Utara



Jenis dan jumlah peralatan yang dialihkan dari daerah induk
kepada DOB;



Jenis dan jumlah dokumen yang dialihkan dari daerah induk
kepada DOB.

7. Penilaian pelaksanaan penetapan batas wilayah ditetapkan setelah dilakukan
penegasan batas dengan tahapan meliputi:


Penelitian dokumen;



Pelacakan batas;



Pemasangan pilar batas;



Pengukuran dan penentuan posisi pilar batas;



Pembuatan peta batas;



Penetapan Peraturan Menteri.

8. Penilaian penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan meliputi:


Jumlah gedung atau kantor yang digunakan untuk melaksanakan
urusan wajib dan urusan pilihan dengan peruntukannya;



Jumlah peralatan yang digunakan untuk mel