Citra Komisi Penyiaran Indonesia Dimata Publik (Studi Deskriptif Kualitatif Citra Komisi Penyiaran Indonesia di Mata Praktisi Penyiaran, Akademisi dan Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Kota Medan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah
Sejak Tahun 2014, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah memberikan
sanksi kepada beberapa stasiun televisi yang menyiarkan tayangan bermasalah.
Adapun sanksi-sanksi tersebut dijatuhkan karena beberapa hal seperti bermuatan
mistik, horor maupun supranatural, melanggar norma kesopanan dan kesusilaan,
melanggar nilai-nilai pendidikan, tidak melindungi anak dan remaja serta tidak
membatasi adegan kekerasan.
Hal itu terlihat dari salah satu tayangan sinetron bermasalah yang berjudul
Ganteng-Ganteng Serigala, tayangan tersebut diproduksi oleh Amanah Surga
Production dan ditayangkan di SCTV. KPI sudah mengeluarkan surat teguran
pada tayangan tersebut karena dianggap telah melanggar norma kesopanan dan
kesusilaan yang telah menayangkan adegan laki-laki dan perempuan sedang
berpelukan dan mengenakan seragam sekolah.
Begitu juga dengan tayangan 7 Manusia Harimau, tayangan tersebut
diproduksi oleh Produksi Sinemart dan ditayangkan di RCTI. KPI juga
mengeluarkan surat teguran karena dianggap tidak membatasi adegan kekerasan
dan bermuatan supranatural, terlihat pada adegan remaja laki-laki yang saling
memukul dan menendang. Serta menayangkan adegan saat artis bernama Syahnaz

mematikan bara api dengan tangannya dan juga mengandung adegan santet.
Namun, pemberian sanksi oleh KPI kepada para pelaku pelanggaran ternyata
tidak memberikan efek jera. Tayangan di televisi masih terus melakukan
pelanggaran meski sudah berulang kali dijatuhi sanksi. Disadur dari situs
remotivi.or.id penyebabnya adalah bahwa KPI dinyatakan tidak serius
menjatuhkan sanksi. Seharusnya semakin banyak melakukan pelanggaran maka
sanksi yang diberikan pun harus berat, tapi kenyataannya tidak demikian, justru
tetap atau malah semakin ringan. Sanksi yang diberikan hanyalah berupa teguran
dan peringatan, seharusnya diperlukan pula sanksi denda sebab hal demikian
diyakini dapat menimbulkan efek jera industri televisi. Seperti tercantum dalam

Universitas Sumatera Utara

P3SPS

Tahun 2012 Bab XXX pasal 75 bahwa pemberian sanksi meliputi

beberapa hal diantaranya:
a.
b.

c.
d.
e.
f.
g.

Teguran tertulis
Penghentian sementara mata acara bermasalah melalui tahap tertentu
Pembatasan durasi dan waktu siaran
Denda administratif
Pembekuan siaran untuk waktu tertentu
Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan siaran
Pencabutan izin penyelenggaraan siaran

KPI adalah kuasi (bentuk terikat semu/ kuasikontrak) suatu negara dalam
hal ini menjadi wakil publik untuk hal penyiaran yang fungsinya untuk menerima
aduan dari publik mengenai tayangan televisi yang mengandung nilai-nilai
negatif. KPI bertugas pula melayani hak publik atas informasi yang sehat dan
benar serta menata dan mengawasi isi siaran di Indonesia. Tetapi apakah sejauh
ini KPI telah mengoptimalkan kinerjanya dalam memenuhi tanggung jawab?.

Sejauh ini, hal-hal yang telah dilakukan oleh KPI tentunya memiliki kesan
yang tersimpan di benak publiknya, baik internal maupun eksternal. Dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya KPI tidak akan terlepas dari penilaianpenilaian akan kesan yang kemudian ditimbulkan oleh publiknya. Karena secara
sadar atau tidak, objektif maupun subjektif seringkali kesan yang muncul justru
berpengaruh terhadap persepsi yang akan ditimbulkan oleh publik.
Seperti halnya yang terdapat di situs remotivi.or.id bahwasanya kerja KPI
periode ke empat (2014-2016) yang akan berakhir menimbulkan pertanyaan
terhadap KPI itu sendiri. Bagaimana kinerja KPI selama ini, apakah dapat
dikatakan bahwa KPI sudah meningkatkan kualitas penyiaran di Indonesia.
Terbukti dari survey yang dilakukan secara daring dan diikutsertai 100 orang
tersebut, 6% diantaranya merasa puas dan selebihnya tidak puas dimana alasan
merasa puas dikarenakan KPI dianggap telah menjalankan tugas dan
kewajibannya dengan baik dan kinerja KPI telah berdampak bagi masyarakat.
Sementara itu beberapa alasan ketidakpuasannya adalah disebabkan masyarakat
masih menganggap tayangan televisi masih bermasalah, lemahnya aturan dan
sanksi yang diberikan, kurang mendengar aspirasi masyarakat, lemahnya
penegakan aturan, tidak memiliki itegritas, dan kurangnya sosialisasi literasi
media ke masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Perkembangan industri media dan teknologi berlangsung dengan pesat,
media cetak dan elektronik seperti surat kabar, majalah, radio dan televisi
(penyiaran) merupakan media yang paling sering digunakan oleh masyarakat dari
berbagai lapisan sosial terutama masyarakat kota. Tidak jarang media digunakan
sebagai alat untuk menyebarkan informasi-informasi yang terkadang hampir tidak
dapat terkontrol dengan baik dan serius oleh penegak hukum, belum lagi
informasi yang hadir justru menimbulkan nilai-nilai negatif yang tidak
diharapakan oleh masyarakat luas. Media penyiaran khususnya, sebagai media
yang menjunjung nilai kebebasan berekspresi malah menumbuhkan nilai negatif
bagi penonton dan khalayak luas.
Sebab itulah KPI lahir untuk membatasi tayangan program-program
penyiaran yang mengandung unsur kesusilaan dan melanggar hukum penyiaran.
Dasar pembentukannya adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
penyiaran, yang kemudian mengamanatkan bahwa KPI harus terbentuk satu tahun
setelah berlakunya undang-undang tersebut. Berdasarkan keputusan presiden
tertanggal 26 Desember 2003, Pasal 7 Ayat 3 berbunyi: KPI terdiri atas KPI Pusat
dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi. Pasal 9
Ayat 6 berbunyi, pendanaan KPI Pusat berasal dari APBN dan pendanaan KPI
Daerah berasal dari APBD.

KPI berkewajiban mengawal dan menjaga tujuan dibentuknya undangundang tersebut. Ditegaskan juga bahwasanya penyiaran diselenggarakan dengan
asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, kebebasan, etika, keamanan,
keberagaman, kemitraan, kemandirian dan tanggung jawab. KPI sebagai lembaga
penyiaran merupakan bagian dari kegiatan komunikasi massa yang fungsinya
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat
sosial serta fungsi ekonomi dan kebudayaan. Jasa penyiaran dibagi menjadi jasa
penyiaran radio dan televisi yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran publik,
lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas dan lembaga penyiaran
berlangganan. KPI mengatur seluruh siaran yang dipancarakan dan diterima
secara bersamaaan oleh khalayak luas, oleh karena itu isi siaran harus bernilai
positif, menjaga nilai moral, budaya, tanggung jawab dan kesatuan bangsa yang
berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan

Universitas Sumatera Utara

Beradab demi terciptanya pembentukan sikap, pendapat dan perilaku yang tidak
menyimpang.
Terkait mengenai keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan
kontrol publik, pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 8 dinyatakan,
Ayat 1: KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi

serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Ayat 2: dalam
menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai
wewenang: menetapkan standar program siaran; menyusun peraturan dan
menetapkan pedoman perilaku penyiaran; mengawasi pelaksanaan peraturan dan
pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; memberikan sanksi
terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar
program siaran; melakukan koordinasi dan atau kerjasama dengan pemerintah,
lembaga penyiaran, dan masyarakat. Serta pada ayat 3: KPI mempunyai tugas dan
kewajiban: menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan
benar sesuai dengan hak asasi manusia; ikut membantu pengaturan infrastruktur
bidang penyiaran; Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga
penyiaran dan industri terkait; memelihara tatanan informasi nasional yang adil,
merata, dan seimbang; menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan,
sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan
penyiaran; dan menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang
menjamin profesionalitas di bidang penyiaran (http://www.kpi.go.id).
Sebagai sebuah lembaga, KPI diharuskan menjalankan tugas dan
kewajibannya

sesuai


dengan

undang-undang

yang

berlaku

agar

dapat

mempertahankan keberadaan dan menjalankan fungsinya. KPI sebagai sebuah
lembaga bekerja untuk penyelenggara penyiaran dan masyarakat luas sebagai
proses mencapai tujuan, yaitu memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak
dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang
mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran
Indonesia.

Kesan atau pemikiran yang muncul berdasarkan pengalaman mengenai
suatu hal biasa disebut dengan citra. Citra umumnya diartikan sebagai cara

Universitas Sumatera Utara

seseorang memandang sesuatu sesuai dengan kerangka berpikir dan pengalaman
yang diterima sebelumnya. Persepsi terhadap lembaga didasari pada apa yang
diketahui atau yang dikira mengenai lembaga yang bersangkutan. Pemikiran
ataupun citra yang terbentuk dibenak publik sangat penting dalam penilaian
keberhasilan sebuah lembaga (dalam Sutojo, 2004: 3).
Menurut Lawrence L. Steinmetz, Ph.D (dalam Sutojo, 2004: 1) citra adalah
pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan, benda atau
organisasi. Bagi sebuah lembaga/ perusahaan/ institusi, citra dapat diartikan
sebagai sebuah persepsi terhadap jati diri lembaga dimana hal tersebut dapat
didasari oleh pengalaman dan apa yang masyarakat ketahui mengenai lembaga
tersebut karenanya citra dapat diartikan berbeda oleh orang yang berlainan
berdasarkan pandangan masing-masing pihak. Seperti contoh tiga orang buta
dapat mempersepsikan bentuk tubuh gajah dengan berbeda-beda, orang buta
pertama mengira belalai gajah adalah seekor ular, orang buta kedua mengira
kuping gajah adalah sebuah kipas, dan orang buta ketiga mengira kaki gajah

adalah sebuah pilar. Dengan memegang sebagian tubuh gajah, ketiga orang buta
tersebut memiliki persepsi yang berbeda-beda akan bentuk tubuh gajah.
Citra dapat menjadi pengaruh dalam mengambil suatu keputusan, seseorang
bisa percaya atau tidak percaya terhadap apa yang dilihatnya. Citra yang muncul
bisa saja positif dan negatif, hal itu tergantung bagaimana publik memberikan
kesan terhadap pengalaman yang telah didapatkan. Citra positif yang dihasilkan
sebuah lembaga dapat menjadi penyelamat di saat masa-masa krisis. Selain itu
citra positif dapat meningkatkan kerjasama dengan mendapatkan dukungan dari
pihak luar, meningkatkan investasi, mendukung keberhasilan kerja. Karena itu,
citra positif perlu dibangun untuk peningkatan keberhasilan dan keberlanjutan
sebuah lembaga. Citra yang positif juga merupakan cikal bakal yang dapat
memberikan keuntungan dan manfaat bagi lembaga itu sendiri, salah satunya
untuk mengambil keputusan penting dalam mepertahankan eksistensi lembaga
(daya saing). Berbanding terbalik dengan citra negatif karena citra yang negatif
dalam menimbulkan kesan yang kurang baik begitu pun dapat menjadi pengaruh
berkurangnya kepercayaan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil survey di remotivi.or.id tersebut dapat kita lihat bahwa

citra yang ditampilkan oleh KPI dapat bernilai positif dan negatif oleh publik.
Publik sasaran komunikasi terbagi menjadi internal dan eksternal. Publik internal
merupakan publik yang berada di dalam lembaga, seperti karyawan, manajemen,
pemegang saham, direksi perusahaan dan lain sebagainya. Sementara publik
eksternal adalah publik yang berada di luar lembaga seperti masyarakat, pers,
pelanggan mahasiswa, dan lain sebagainya. Citra yang terbentuk dari kedua
publik ini mempunyai peran yang signifikan dalam keberlanjutan lembaga.
Sehingga untuk membangun citra yang baik dibutuhkan hubungan yang baik
diantara lembaga dan publiknya. Secara logika, apabila suatu lembaga mengalami
“krisis kepercayaan” dari publik atau masyarakat umum, maka akan membawa
dampak negatif terhadap citranya. Bahkan akan terjadi penurunan citra sampai
pada titik yang paling rendah (lost of image). Pada sebuah lembaga yang bertugas
dalam pembentukan citra di mata publik adalah seorang public relations, seperti
di dalam KPI itu sendiri seorang public relations dituntut untuk mengikuti
teknologi yang update serta memanfaatkan teknologi yang berkembang agar bisa
menjalin hubungan baik dengan publik secara daring maupun langsung. Tidak
sampai disitu saja, public relations KPI melalui tugasnya untuk mendekatkan diri
kepada publik dan membentuk citra yang positif selalu menindaklanjuti segala
aduan dari publik agar publik itu dapat mempercayai dan dapat mengapresiasi
kinerja KPI.

Penelitian ini berfokus pada citra yang ditampilkan oleh KPI kepada
publiknya apakah bernilai positif maupun negatif sesuai dengan bagaimana KPI
telah menjalankan tugas, kewajiban, fungsi dan wewenang selama ini. Adapun
publik yang dimaksud adalah publik eksternal, yaitu praktisi penyiaran, akademisi
dan mahasiswa

Ilmu Komunikasi di Kota Medan. Alasan peneliti memilih

praktisi penyiaran, akademisi dan mahasiswa Ilmu Komunikasi adalah karena
mereka dianggap dapat lebih kritis dalam menilai citra yang ditampilkan oleh KPI
sebagaimana informan tersebut adalah orang yang paling mengerti dan dapat
memberikan penilaian terhadap kinerja dan apa-apa yang sudah diberikan KPI
kepada publik selama ini.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti CITRA KOMISI
PENYIARAN INDONESIA (Studi Deskriptif Kualitatif Citra Komisi
Penyiaran Indonesia di Mata Praktisi Penyiaran, Akademisi Mahasiswa
Ilmu Komunikasi di Kota Medan) untuk melihat bagaimana publik eksternal
menilai citra KPI tanpa mengetahui apa yang KPI lakukan di luar pengetahuan
publik luas sehingga menimbulkan citra di benak publik serta mampu
mempertahankan keberlanjutan lembaga tersebut.

1.2 Fokus Masalah
Tujuan dari fokus masalah adalah untuk menghindari ruang lingkup
penelitian yang terlalu luas. Berdasarkan konteks masalah yang terlah diuraikan di
atas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
citra Komisi Penyiaran Indonesia di mata publik eksternal yaitu Praktisi
penyiaran, akademisi dan mahasiswa Ilmu Komunikasi di Kota Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui citra Komisi Penyiaran
Indonesia di mata publik eksternal yaitu praktisi penyiaran, akademisi dan
mahasiswa Ilmu Komunikasi di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas atau
menambah khasanah penelitian di Departemen Ilmu Komunikasi serta
dapat memberikan kontribusi agar penelitian ini dapat menjadi referensi
dan sumbangan pemikiran bagi pembacanya.
2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan bagian dari ilmu yang peneliti
terapkan selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU, serta
diharapkan mampu memperluas pengetahuan, memperkaya wawasan
peneliti.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan
kepada siapa saja yang berkenan membaca penelitian ini terutama lembaga
independen KPI dan praktisi penyiaran di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara