Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pasal 91 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Di Kota Medan

28

BAB II
PENGAWASAN YANG DILAKSANAKAN OLEH PPAT/NOTARIS
TERHADAP PEMENUHAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN BPHTB ATAS
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA MEDAN

A. Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap pembayaran BPHTB
atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan di Kota Medan
BPHTB atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan adalah pajak
yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB
adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah
orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan.54
Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau
disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika
nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat
dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.55

BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas
tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan. 56
BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini :57
a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT
atau Notaris.
54

Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Teori Dan Praktek, Ed. I
,Cet. I, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2003, hal 10.
55
Ibid
56
Ibid
57
Indra Ismawan, Memahami Reformasi Perpajakan, Media Komputindo, Jakarta, 2001, hal.11

28
Universitas Sumatera Utara


29

b. Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang
atau Pejabat Lelang yang berwenang.
c.

Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau
Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena
pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.
Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah,

hibah wasiat, hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya
kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan
yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan
hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk
kepentingan ibadah.58
Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) beserta denda sebesar
2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang
pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKBKB jika

ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan
menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan
denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali Wajib
Pajak melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan.59

58

Ibid
Prayitno hasibuan, Pajak sebagai pemasukan utama Negara, http://myrizal76.blogspot.com/2011/03/bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan.html diakses 16 September 2012
59

Universitas Sumatera Utara

30

Undang-undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
menentukan beberapa Pejabat yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB
atas suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Para Pejabat ini diberi kewenangan
untuk memeriksa apakah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
terutang sudah disetorkan ke Kas Negara oleh Pihak yang memperoleh hak sebelum

pejabat yang berwenang menandatangani dokumen yang berkenaan dengan perolehan
dimaksud.
Pejabat yang dimaksud tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam

pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Pejabat tersebut adalah
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelang dan Pejabat Pertanahan.60
Pejabat yang berwenang sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-undang, dalam
pelaksanaannya mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1997 dan
Pasal 24 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undangundang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB).

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pelaksanaan UndangUndang tentang BPHTB mempunyai tugas pokok dan fungsi membuat serta
menanda tangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan setelah
subyek/wajib pajak BPHTB menyerahkan bukti penyetoran biaya pajak ke
Kas Negara. Kemudian Pejabat Pembuat Akta Tanah melaporkan pembuatan
akta Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan tersebut kepada Direktorat

60


Bastari M, Kuliah Umum tentang BPHTB, Makalah Kuliah MKN USU

Universitas Sumatera Utara

31

Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya.61
Apabila akta PPAT telah dapat menjawab pertanyaan mengenai telah
terpenuhi kecakapan dan kewenangan sedang Kantor Pertanahan masih memerlukan
persyaratan yang berkaitan dengan terpenuhinya kecakapan dan kewenangan, maka
Kantor Pertanahan akan ikut bertangung jawab atau setidak-tidaknya telah mengurus
sesuatu hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab PPAT.62
Subyek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
tercantum dalam ketentuan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai berikut :
(1) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi
atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
(2) Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi
atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Berdasarkan Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Maksudnya adalah pajak dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak dari
suatu peralihan hak atas tanah dan bangunan, sehingga orang atau pribadi atau badan
hukum yang memperoleh hak atas tanah yang menjadi wajib pajak BPHTB.

61

Adjie, Habib, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT Citra Aditya
Bandung, Bandung, 2009, hal 16.
62
Ibid

Universitas Sumatera Utara

32

Sedangkan yang dimaksud dengan Badan berdasarkan Pasal 1 ayat (11) UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang

melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan
Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk
apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, dana pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,
Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-26/PJ/2010 tertanggal 04 Mei 2010
tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Pajak (SSP) Atas Penghasilan Dari
Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, diatur hal-hal antara lain sebagai
berikut :
1.

Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian
kesepakatan atau risalah lelang atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan apabila kepadanya dibuktikan bahwa PPh telah dibayar ke Kas Negara
berupa SSP yang telah diteliti oleh Kantor Pajak Pratama.

2.

Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada

poin (1) adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang,
atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

33

3.

Dalam rangka penelitian SSP , Wajib Pajak yang melakukan Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau bangunan atau kuasanya harus menyampaikan formulir
penelitian SSP ke KPP tempat lokasi tanah berada dan dilampiri dengan :
a. SSP Lembar ke-1 yang sudah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara
(NTPN) atau yang dilampiri dengan Bukti Penerimaan Negara (BPN) serta
fotokopinya.
b. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau STTS/Struk ATM bukti
pembayaran PBB/bukti pembayaran PBB lainnya atas tanah dan/atau
bangunan yang dialihkan haknya.
c. Fotokopi faktur/bukti penjualan atau bukti penerimaan uang dalam hal
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dilakukan dengan cara

penjualan.
d. Fotokopi surat kuasa dan kartu identitas yang diberi kuasa dalam hal
pengajuan formulir SSP dikuasakan.
e. Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dilakukan dengan cara angsuran, maka Surat Setoran Pajak Lembar ke-1 yang
disampaikan untuk diteliti adalah semua Surat Setoran Pajak atas penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dihitung berdasarkan
jumlah setiap pembayaran angsuran dan pelunasan.63
Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem “self
assessment”. Artinya Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan
63

Riris Hutapea, Penelitian Surat Setoran Pajak di Indonesia, http://pajakkita.blogspot.com/2010/06/penelitian-ssp-pengalihan-hak-atas.html diakses 16 September 2012.

Universitas Sumatera Utara

34

membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya
surat ketetapan pajak.Pajak yang terutang dibayarkan ke kas Negara melalui

Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha
Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).64
B. Pembinaan Dan Pengawasan Pelaksanaan Tugas Pejabat Pembuat Akta
Tanah Kota Medan
Istilah pengawasan dikenal dan dikembangkan dalam ilmu managemen,
karena memang pengawasan ini merupakan salah satu unsur dalam kegiatan
pengelolaan. Wajarlah apabila pengertian tentang istilah ini lebih banyak diberikan
oleh ilmu manajemen dari pada ilmu hukum, adapun pengertian pengawasan yang
diberikan oleh Sujamto adalah: ”Pengawasan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau
kegiatan, apakah sesuai dengan yang semesti atau tidak”.65
Berdasarkan definisi tersebut dapat dianalisa bahwa wujud pengawasan
adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan
tujuan pengawasan hanyalah terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang
dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang telah ditentukan sebelumnya
(dalam hal ini berujud suatu rencana). Dengan demikian dalam kegiatan pengawasan
tidak terkandung kegiatan yang bersifat korektif ataupun pengarahan.

64

Maria,
Bea
Perolehan
Hak
atas
Tanah
dasn
Bangunan,
http://rozathohiri.wordpress.com/tag/bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan/
diakses
17
September 2012
65
Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983,
hal. 17.

Universitas Sumatera Utara

35

Pengawasan terhadap perbuatan aparat pemerintah dapat dilakukan oleh
sesama aparat pemerintah atau aparat lain diluar tubuh eksekutif secara fungsional,
dapat pula dilakukan oleh kekuasaan kehakiman. Secara skematis, pengawasan ini
dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yakni:
1.

Pengawasan administratif, yang bentuk pengawasan melekat dan pengawasan
fungsional dan

2.

Pengawasan oleh kekuasaan kehakiman, baik secara keperdataan maupun secara
administratif.
Undang Undang Nomor 28 tahun 2009 telah menentukan beberapa pejabat

yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB atas suatu perolehan hak atas
tanah dan bangunan. Pejabat tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam
pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Salah satu pejabat tersebut
adalah Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota.
Dalam melakukan pengawas pemenuhan pajak BPHTB, peranan Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota secara garis besar dapat dikelompok menjadi ;
1. Aturan yang mendasari kewenangan Kantor Pertanahan melakukan fungsi
pengawasan terhadap pemenuhan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
adalah Pasal 91 ayat (3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 berikut dengan
aturan pelaksanaannya, sedangkan aturan lain yang berkaitan dengan BPHTB
adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria, Perataturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran

Universitas Sumatera Utara

36

Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
2. Fungsi Pendaftaran tanah adalah untuk mendapatkan bukti berupa sertifikat yang
hanya dapat dilakukan oleh Kantor Pertanahan dimana lokasi tanah itu berada,
pendaftaran tanah tersebut merupakan kelanjutan dari proses perolehan hak atas
tanah, keputusan diterima atau ditolaknya pendaftaran atas suatu perolehan hak
atas tanah sangat tergantung kepada terpenuhinya syarat yang menjadi sistem dan
prosedur, salah satu syarat prosedural yang harus dipenuhi adalah telah
dibayarnya BPHTB sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau dengan kata lain
Kantor Pertanahan hanya dapat mendaftarkan perolehan hak atas tanah, kalau
dilakukan dengan cara yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan telah dilakukan pemenuhan atas BPHTB sesuai dengan tarif yang
berlaku.
3. Tata cara pengawasan pemenuhan BPHTB atas perolehan hak atas tanah, oleh
Kantor Pertanahan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, melalui pejabat yang berwenang dengan meminta bukti pemenuhan Surat
Setoran BPHTB yang dilampiri dengan bukti peralihan hak atas suatu tanah (akta
peralihan hak, surat keterangan waris, surat keputusan pemberian hak) dan Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah yang
menjadi objek peralihan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

37

4. Yang menjadi tolak ukur dalam pegawasan pemenuhan BPHTB adalah nilai
tertinggi diantara dua nilai yang menjadi dasar pengenaan BPHTB, dua nilai
tersebut adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dan Nilai Jual Objek Pajak.
Pengawasan yang dilakukan terhadap pemenuhan BPHTB ini secara garis
besarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengawasan oleh fiskus atau
petugas pajak dan pengawasan oleh pejabat lain yang diberikan berdasarkan
kewenangan yang dimilikinya.
Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas PPAT diatur dalam Pasal 65
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan, Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagai berikut :
1. Pembinaan dan Pengawasan pelaksanaan tugas PPAT dilakukan oleh Kepala
Badan sebagai berikut (dalam hal ini BPN Pusat) ;
a. Memberikan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas jabatan PPAT.
b. Memberikan arahan pada semua pemangku kepentingan yang berkaitan
dengan PPAT.
c. Melakukan pembinaan dan pengawasan atas organisasi profesi PPAT agar
tetap berjalan sesuai dengan arah dan tujuaannya.
d. Menjalankan tindakan-tindakan lain yang dianggap perlu untuk memastikan
pelayanan PPAT tetap berjalan sebagaimana mestinya.
e. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT dan PPAT sementara
dalam rangka menjalankan kode etik profesi PPAT.

Universitas Sumatera Utara

38

2. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan tugas PPAT yang dilakukan oleh
Kepala Kantor adalah sebagai berikut (dalam hal ini BPN Provinsi) :
a.

Menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta
petunjuk tehnis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh Kepala
Badan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b.

Membantu melakukan sosialisasi, diseminasi kebijakan dan peraturan
perundang-undangan pertanahan atau petunjuk tehnis;

c.

Secara berkala melakukan pengawasan ke kantor PPAT guna memastikan
ketertiban administrasi, pelaksanaan tugas dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan ke-PPAT-an.

3. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan PPAT, yang dilakukan oleh Kepala
Kantor Pertanahan sebagai berikut :
a.

Membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan
pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT yang telah
ditetapkan oleh Kepala Badan dan peraturan perundang-undangan;

b.

Memeriksa akta yang dibuat PPAT dan memberitahukan secara tertulis
kepada PPAT yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar pendaftaran haknya;

c.

Melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional PPAT.
Seorang Notaris seharusnya dianggap sebagai seorang pejabat tempat

seseorang dapat memperoleh nasehat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang
ditulis serta ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam

Universitas Sumatera Utara

39

suatu proses hukum. Kedudukan seorang Notaris sebagai suatu fungsionaris dalam
masyarakat yang disegani, namun saat ini kedudukannya agak disalah mengerti oleh
kebanyakan orang. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh tindakan dan perilaku para
Notaris itu sendiri.66
Pertama-tama yang perlu diketahui bahwa Notaris di Indonesia
mempunyai fungsi yang berbeda dengan notaris di Negara-negara AngloSaxon notary public seperti Singapura, Amerika dan Australia, karena
Indonesia menganut sistem hukum Latin/Continental. Notaris Latin
berkarakteristik utama dimana ia menjalankan suatu fungsi yang bersifat
publik. Diangkat oleh Pemerintah dan bertugas menjalankan fungsi pelayanan
publik dalam bidang hukum, dengan demikian ia menjalankan salah satu
bagian dalam tugas negara. Seorang Notaris diberikan kuasa oleh UndangUndang untuk membuat suatu akta memiliki suatu nilai pembuktian yang
sempurna dan spesifik. Oleh karena kedudukan Notaris yang independent dan
tidak memihak, maka akta yang dihasilkannya merupakan simbol kepastian
dan jaminan hukum yang pasti.67
Dalam sistem hukum latin Notaris bersifat netral tidak memihak, dan wajib
memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat. Itu sebabnya orang Notaris
dalam menjalankan tugasnya tidak bisa diatur oleh kemauan salah satu pihak
sehingga mengabaikan kepentingan pihak lainnya (meskipun sungguh sangat
disesalkan bahwa sekarang banyak Notaris yang mau diatur oleh pelanggannya
sekalipun harus bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau kode
etik profesi).68
Berkaitan dengan kedudukkan Notaris dan PPAT selaku Pejabat Umum,
kriteria Pejabat Umum berdasarkan undang-undang, maka dalam hal ini mengacu
66
Irfan Fachrudin, Kedudukan Akta Notaris dan Akta-aktanya dalam Sengketa Tata Usaha Negara,
Varia Peradilan, Jakarta, 1994, hal 35
67
Sutan Suhardjono, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, Varia Peradilan, Jakarta, 1995, hal 41
68
Ibid

Universitas Sumatera Utara

40

pada ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, yang berbunyi:“Akta otentik ialah suatu akta
yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau
dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu
dibuatnya”.
Pasal ini merupakan sumber lahirnya dan keberadaan Pejabat Umum yang
hanya menjelaskan batasan suatu akta. Pasal ini merupakan sumber lahirnya dan
keberadaan Pejabat Umum yang hanya menjelaskan batasan suatu akta otentik, dan
tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan Pejabat Umum, batas wewenang dan
tempat dimana Pejabat Umum itu berwenang serta bentuk aktanya. Suatu akta
memperoleh stempel otentisitas, maka harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan
dalam Pasal 1868 KUHPerdata.69
Selanjutnya menurut Irfan Fachridin, Pasal 1868 KUHPerdata secara implisit
memuat perintah kepada pembuat Undang-Undang supaya mengatakan suatu
Undang-Undang yang mengatur perihal tentang Pejabat Umum, dimana harus
ditentukan kepada siapa masyarakat dapat meminta bantuannya jika perbuatan
hukumnya ingin dituangkan dalam suatu akta otentik.70
Berikutnya menurut Wawan Setiawan mengatakan lahirnya akta otentik jika
akta itu dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum bukan berdasarkan Undangundang, sehingga dengan demikian bagi yang mempersoalkan apakah akta itu otentik

69
70

Lumban Tobing, GHS, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, hal. 60.
Irfan Fachridin, Op.Cit, hal. 146.

Universitas Sumatera Utara

41

atau bukan otentik hanya bisa dibantah dengan pembuktian bahwa akta tersebut
bukan dari Pejabat Umum.71
Apabila dilihat dari kenyataannya pengaturan dalam hukum positif yang
merupakan produk hukum nasional, pengaturan Pejabat Umum hanya terdapat pada
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebagai
implementasi dari Pasal 1868 KUHPerdata, telah menunjuk Notaris selaku Pejabat
Umum.
C. Fungsi dan Kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah antara Camat sebagai
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara.
Menurut Bayu Suryaningrat pengertian camat adalah : “Camat adalah kepala
wilayah

sebagai

pemerintahan,

wakil

pemerintahan

mengkoordinasikan

sebagai

pembangunan

penguasa
dan

tunggal

membina

dibidang
kehidupan

masyarakat disegala bidang”.72
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah menentukan bahwa : “Camat adalah kepala kecamatan yang menerima
pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati atau Walikota. Dalam
melaksanakan kewenangannya, Camat bertanggungjawab kepada Bupati atau
Walikota.”

71
Wawan Setiawan, Kedudukan dan Keberadaan Notaris Sebagai Pejabat Umum Serta
Pejabat Pembuat Akta Tanah menurut Sistem Hukum dibandingkan dengan Pejabat Tata Usaha
Negara, Makalah, Jakarta: 5 November 1997, hal. 3.
72
Bayu Suryaningrat, Wewenang, Tugas dan Kewajiban camat, Korpri Unit Depdagri, 1976,
hal.45.

Universitas Sumatera Utara

42

Selain sebagai seorang kepala pemerintahan kecamatan, Camat juga berfungsi
sebagai PPAT Sementara. Jadi kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara karena
status Camat sebagai Kepala Kecamatan pada Kecamatan tempat ia tinggal untuk
melakukan jabatannya. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara adalah sama
dengan kedudukan PPAT, yaitu sebagai pejabat umum. Hanya saja kedudukan Camat
adalah sebagai PPAT Sementara yang ditunjuk karena jabatannya sebagai kepala
wilayah kecamatan untuk mengisi kekurangan PPAT di kecamatan-nya pada
Kabupaten/Kota yang masih terdapat kekurangan formasi PPAT. Apabila untuk
Kabupaten/Kota tersebut formasi PPAT sudah terpenuhi, maka Camat yang
bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi kepala
Kecamatan dari kecamatan itu.
Fungsi Camat sebagai PPAT adalah membuat akta tanah. Fungsi ini tercipta
karena jabatan pekerjaan yang dilakukan yaitu kepala Kecamatan. Sebagai PPAT
Sementara, pertanggung jawaban Camat sama dengan PPAT lainnya yaitu kepada
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Kantor
Pertanahan Kota atau Kabupaten, Kepala Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan
Kepala Pelayanan Pajak. Pertanggung jawaban sebagai PPAT sementara itu berupa
laporan bulanan yang diberikan secara rutin setiap bulannya. Surat Keputusan
Penunjukan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ditandatangani
oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri sesuai bentuk yang sudah ditetapkan.
Dan juga penyampaian akta-akta tanah yang dibuatnya dan di serahkan ke Kantor
Pertanahan untuk di daftarkan 7 hari setelah di tanda-tanganinya akta tersebut.

Universitas Sumatera Utara

43

Didalam praktek di Kantor Pertanahan Medan keterlambatan penyampaian
akta dan berkas-berkasnya untuk pendaftaran oleh PPAT ke Kantor Pertanahan tidak
mengakibatkan batalnya akta yang bersangkutan dan menurut peneliti, ketentuan
demikian sudah semestinya, karena kelalaian dari PPAT untuk mendaftarkan akta
dari PPAT dalam batas waktu yang ditentukan oleh Undang-undang yaitu selambatlambatnya 7 (tujuh) hari setelah penandatanganan akta tidak selayaknya membuat
kepentingan para pihak diabaikan begitu saja dan sudah selayaknya pula PPAT yang
mendapat sanksi atas kelalaiannya, oleh karena itu akibat hukum atas pelanggaran
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 40 tersebut di atas, menurut ketentuan Pasal 62
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 hanya dikenakan terhadap PPAT yang
bersangkutan, sedangkan akibatnya atau akta tanahnya dapat didaftarkan.
Dalam penerapan sanksi terhadap adanya keterlambatan penyampaian akta
dan berkas-berkasnya untuk pendaftaran oleh Camat selaku PPAT Sementara ke
Kantor Pertanahan karena alasan teknis, kondisi dan letak geografis, menurut peneliti
peran Kepala Kantor Pertanahan setempat sangat besar dalam menilainya berdasarkan
situasi dan kondisi riil, apakah alasan yang bersangkutan dapat dipertanggung
jawabkan. Dalam kondisi ini, maka teguran lisan dapat dipergunakan sebagai sarana
dalam rangka menggali informasi apakah alasan yang diberikan oleh Camat selaku
PPAT Sementara tersebut dapat dipertanggung jawabkan, untuk selanjutnya dijadikan
dasar oleh Kepala Kantor Pertanahan mengambil keputusan berikutnya apakah Camat
selaku PPAT Sementara tersebut dapat dikenakan sanksi administrasi yang lebih

Universitas Sumatera Utara

44

berat atau tidak sebagaimana diatur pada Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997.
Praktek pembuatan akta peralihan hak atas yang dilakukan oleh Camat dalam
kedudukan dan fungsinya selaku PPAT Sementara di Kota Medan pada prinsipnya
sama dengan PPAT Notaris, yaitu kedudukannya sebagai pejabat umum dan
fungsinya sebagai pembuat akta.
Oleh karena itu praktek pembuatan akta peralihan hak atas tanah di hadapan
PPAT Sementara, melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Persiapan Pembuatan Akta, terdiri dari :
1) Pengajuan permohonan Pembuatan akta oleh para pihak
2) Pemeriksaan Sertipikat di Kantor Pertanahan setempat
3) Memenuhi syarat-syarat formal oleh para pihak
b. Pelaksanaan Pembuatan Akta, terdiri dari :
1). Memenuhi syarat-syarat material
2). Penghadiran saksi dalam pembuatan akta
3). Pembuatan akta PPAT dalam Formulir akta otentik
c. Pendaftaran dan penyampaian akta di Kantor Pertanahan.
Peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara
akan berkualitas dan berfungsi sebagai alat bukti mengikat para pihak jika disusun
secara yuridis dan memenuhi ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Untuk
mewujudkan hal tersebut dibutuhkan seorang PPAT yang berkualitas dan

Universitas Sumatera Utara

45

berpengalaman

dalam

membuat

akta-akta

ataupun

perjanjian-perjanjian,

berpengetahuan hukum acara, pembuktian dan segi yuridis lainnya.
Pada kenyataan di lapangan, jumlah pembuatan akta tanah di hadapan Camat
selaku PPAT Sementara disebabkan banyak hal antara lain proses pembuatan akta
tanah atau peralihan hak atas tanah masyarakat tidak dilakukan oleh Camat sendiri,
tetapi menyerahkan kepada staf Camat yang bekerja hanya berdasarkan pengalaman
dan tidak pernah mendapat pendidikan khusus tentang PPAT. Jabatan Camat selaku
PPAT ini oleh Camat dianggap sebagai pekerjaan tambahan, sehingga sistem
birokrasi dan manajemen pelayanannya berjalan ditempat dan tidak ada usaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Di samping itu juga bahwa jabatan Camat tidak
tetap, jika diperlukan oleh Pemerintah Daerah akan diganti dengan pejabat baru atau
mutasi di kecamatan lain sehingga pelayanan kepada masyarakat dalam peralihan hak
atas tanah kurang efektif.
Menurut peneliti, keberadaan Camat selaku PPAT Sementara di Kota Medan
untuk saat ini tidak diperlukan lagi keberadaanya. Karena disamping camat tidak
menguasai bagaimana cara membuat akta yang baik dan benar, juga tersedianya
banyak lulusan-lulusan dari Magister Kenotariatan di Kota Medan pada umumnya
dan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara pada khususnya yang lebih
siap dan pantas menjadi PPAT sementara di Kota Medan.
Peran dan Kehadiran PPAT sementara terasa sangat penting di tengah proses
pembangunan di Kota Medan, terutama pembangunan di bidang hukum khususnya
hukum pertanahan dalam rangka menciptakan jaminan kepastian hukum di

Universitas Sumatera Utara

46

masyarakat dalam perbuatan hukum peralihan hak atas tanah, untuk alasan inilah
pembuatan Akta ini tidak boleh sembarangan, Camat yang tidak pernah mengecam
pendidikan formal di Fakultas Hukum sebaiknya digantikan oleh sarjana-sarjana yang
telah lulus pendidikan formal dari Universitas-universitas di Kota Medan.
Mengingat pentingnya kedudukan dan fungsi seorang PPAT untuk pelayanan
masyarakat untuk kegiatan di bidang hukum pertanahan terutama dalam hal
pembuatan akta peralihan hak atas tanah seperti jual beli, hibah, tukar-menukar dan
lain-lain, maka peranan PPAT Sementara masih sangat dibutuhkan, terutama untuk
wilayah yang formasi PPAT Notarisnya masih belum terpenuhi namun alangkah
bagusnya bila diisi dengan lulusan Magister Kenotariatan yang lebih mengusai
pembuatan Akta daripada Camat.
D. Verifikasi Dispenda Kota Medan Munculkan Berbagai Masalah.
Dalam praktek sehari-hari, Wajib Pajak yang diwakiIi oleh Notaris/PPAT,
menyetorkan BPHTB yang terhutang atas transaksi yang dibuat dihadapannya ( Jual
Beli) ke Bank persepsi yaitu Bank Sumut dan Bank Rakyat Indonesia. Menurut
ketentuan Pasal 7 Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2011, Surat Setoran BPHTB
ini harus diteliti lebih dahulu (verifikasi) oleh Dinas Pendapatan Kota Medan, baru
dapat dipergunakan sebagai lampiran dari akta pemindahan hak untuk didaftarkan di
Kantor Pertanahan Kota Medan. Saat ini kegiatan verifikasi ini sudah mulai
mengarah kepada hal-hal yang sifatnya kolutif. Penelitian dilakukan mencakup 2 ha1
yaitu :

Universitas Sumatera Utara

47

1.

Kebenaran dari informasi yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak Daerah
(SSPD),

2.

Kelengkapan Dokumen pendukung Surat Setoran BPHTB.
Beberapa masalah yang timbul disebabkan karena tindakan penyalahgunaan

kekuasaan yang dilakukan Dinas Pendapatan Medan melalui surat edarannya yang
mewajibkan untuk melakukan verifikasi (pemeriksaan) terlebih dahulu ke Dinas
tersebut. Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menyebutkan
bahwa ketentuan lain mengenai Pajak Daerah akan di atur oleh pemerintah daerah
bila memang dibutuhkan, maka keluarlah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1
Tahun 2011 dan Peraturan Walikota Medan Nomor 24 Tahun 2011. Namun muncul
Surat Edaran Kepala Dinas Pendapatan Daerah nomor 973.SE/706.3/2011 yang
mengatur tentang Verifikasi pembayaran BPHTB, padahal di Peraturan Walikota
Medan Nomor 24 Tahun 2011 tidak ada menyebutkan boleh mengeluarkan suatu
peraturan lain untuk menunjang tata cara pembayaran BPHTB.
Peraturan atau persyaratan pembayaran pajak BPHTB harus terlebih dahulu
melalui verifikasi73, melanggar peraturan perundang-undangan di atasnya. Bahkan,
kebijakan Dispenda Medan tersebut hanya berdasarkan kekuasaan saja. Kepala
Dispenda Medan disinyalir hanya menganggarkan kekuasaannya saja dengan
melakukan verifikasi. Padahal, sesuai peraturan, tidak harus ada verifikasi. Jadi jelas

73

Surat Edaran Kepala Dinas Pendapatan Kota Medan Nomor 973.SE/706.3/2011

Universitas Sumatera Utara

48

wajib pajak kesulitan melakukan setor pajak.74
Permasalahan dalam hal ini ialah, penelitian/verifikasi yang dilakukan oleh
Dispenda Kota Medan, bukan saja terhadap kebenaran dari surat setoran BPHTB dan
kelengkapan dokumen pendukungnya, akan tetapi penelitian/verifikasi dilakukan juga
terhadap tunggakan pembayaran PBB mulai sejak tahun 1994 sampai tahun 2011, dan
verifikasi terhadap Surat Setoran BPHTB baru dapat diberikan apabila tunggakan
PBB yang ada sejak tahun 1994 sampai dengan tahun 2011 dilunasi oleh pemohon,
dalam hal ini pembeli yang terakhir dari objek pajak (tanah/bangunan), walaupun
data-data tunggakan yang disodorkan masih diragukan kebenarannya. Hal ini jelas
jelas menyimpang dari rasa keadilan dan kepatutan, sebab:
1) Menurut ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 dan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan
menetapkan bahwa penagihan pajak menjadi kadaluwarsa setelah lewat 10 tahun
sejak terhutang pajak. Berdasarkan ketentuan ini Pemko Medan tidak berhak lagi
menagih PBB mulai tahun 1994 sampai dengan tahun 2000 dan penagihan yang
telah dilakukannya terhadap PBB tahun 1994 sampai dengan tahun 2000, adalah
perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad).

74

Martina
Hutagaol,
Peraturan
Verifikasi
di
http://www.analisadaily.com/mobile/read/?id=37170 diakses 15 November 2012

Kota

Medan,

Universitas Sumatera Utara

49

2) Adalah tidak adil jika seseorang yang membeli objek pajak (tanah/bangunan)
tahun 2005, harus membayar PBB yang tertunggak sejak tahun 1994 sementara
kepemilikan dari dari tanah/bangunan tersebut telah silih berganti.
Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) juga mendesak agar Surat
Edaran Kepala Dispenda Medan Nomor 973.SJ/878 ditinjau kembali dan direvisi
agar Bank Sumut Kota Medan selaku Bank persepsi yang ditunjuk tetap bisa
melaksanakan fungsi selaku penampung pembayaran pajak daerah tanpa diverifikasi
terlebih dahulu, sedangkan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Medan
Syahrul Harahap menyatakan, Dispenda tetap berkomitmen untuk menerapkan Surat
Edaran tersebut. Dalam hal ini, peyetoran pajaknya harus melalui verifikasi terlebih
dahulu oleh Dispenda Medan.
Peraturan daerah yang mengatur BPHTB sudah sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan. Jadi tidak ada masalah dalam penerapannya di lapangan.
Karena itu, seluruh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kota Medan harus
mengikuti aturan berlaku, yakni, sebelum pembayaran dilakukan wajib pajak harus
diverifikasi terlebih dahulu, apakah pembayaran tersebut sesuai atau tidak dengan
kondisi terakhir di lapangan.
Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Medan, lanjut Syahrul,
pembayaran BPHTB dilakukan di depan tanpa memperhatikan syarat-syarat sesuai
dengan ketentuan berlaku. Padahal, bisa saja pembayaran yang dilakukan tersebut,
besarannya tidak lagi sesuai dengan kondisi di lapangan. Dalam artian, bisa saja
sudah ada tambahan bangunan di atas tanah tersebut yang harus ada tambahan

Universitas Sumatera Utara

50

pajaknya.75
Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Medan tetap berkomitmen
menerapkan aturan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Hal ini sesuai dengan
keluhan yang disampaikan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) yang
mengeluhkan kebijakan Perda tersebut karena dinilai menghambat wajib pajak
membayar pajak. IPPAT meminta pemerintah daerah mempermudah pelayanan
pembayaran pajak dengan tidak melakukan verifikasi syarat selama masih
menggunakan Surat Keputusan Nilai Jual Objek Pajak (SK-NJOP) sebagai pengganti
kelengkapan pembayaran karena tidak adanya surat BPHTB untuk 2012. Atas
keluhan tersebut, Dispenda menilai tidak bisa memberikan kemudahan pelayanan
seperti itu karena dikhawatirkan wajib pajak akan mengelak melakukan pembayaran
kekurangan di belakang atau tunggakan Kepala Dispenda Medan.
Pengalihan pemungutan PBB serta BPHTB dari Kementerian Keuangan
kepada Pemko Medan menimbulkan sejumlah masalah baru bagi wajib pajak. Ikatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Medan yang mengeluhkan rumit dan
berbelitnya pembayaran BPHTB ke Dinas Pendapatan Medan. Menurut Ketua
Pengurus Daerah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PD IPPAT) Kota Medan, rapat

75

Gilang Sutejo, Dispenda Medan anggar kekuasaan dalam pembayaran BPHTB,
http://harianandalas.com/Medan-Kita/IPPAT-Sebut-Dispenda-Medan-Anggar-Kekuasaan diakses 15
November 2012

Universitas Sumatera Utara

51

evaluasi tersebut merupakan inisiatif Dinas Pendapatan Kota Medan.76 Setelah
IPPAT beberapa waktu lalu mengeluhkan peraturan dan kebijakan tentang Bea
Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dinilai memberatkan klien.
Keluhan klien mulai bermunculan setelah munculnya Surat Edaran dari Kepala Dinas
Pendapatan (Dispenda) Kota Medan yang memerintahkan Bank Sumut tidak
menerima setoran BPHTB sebelum ada verifikasi dari Dispenda. Dalam rapat
evaluasi itu, betapa beratnya target Pendapatan Asli Daerah yang harus mereka
capai.77
Oleh peneliti hal ini telah pernah diprotes melalui surat ke Dinas Pendapatan
Kota Medan dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak I Sumatera Utara, namun
hasilnya sia-sia, dengan alasan Menteri Keuangan belum menghapus tunggakan
tersebut.
Sebenarnya yang diinginkan oleh peneliti adalah supaya setiap pejabat
pengambil keputusan di Pemko Medan memiliki nurani keadilan dan kepatutan,
kewajaran ketika melihat masalah yang dihadapi oleh wajib pajak, karena wajib pajak
sebagai subjek hukum harus dihormati juga. Tidak perlu harus menunggu Menteri
Keuangan untuk menghapus tunggakan itu.
Sistem pemungutan BPHTB di Kota Medan berdasarkan self assessment, dalam
pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB yang akan dilakukan sendiri oleh wajib
76
Muhammad Raffi Erlangga, Pembayaran BPHTB di Kota Medan yang berbelit,
http://medan.tribunnews.com/2012/04/09/pembayaran-bphtb-berbelit diakses 15 Nopember 2012.
77
Faisal Simbolon, Kadispenda dianggap melecehkan PPAT kota Medan,
http://medan.tribunnews.com/2012/02/23/kadispenda-dianggap-melecehkan-ppat-medan diakses 15
November 2012

Universitas Sumatera Utara

52

pajak. Ketentuan yang diberlakukan oleh Pemko Medan sejak bulan Januari 2011

sampai dengan bulan Maret 2011. Demikian juga pembayaran BPHTB karena hibah
dalam garis lurus satu derajat (dari Ayah/Ibu kepada anak, atau sebaliknya) diberikan
pengurangan sebesar 50 persen. Ketentuan ini masih diberlakukan oleh Pemko
Medan sesuai dengan Surat Edaran kepada para PPAT Kota Medan dan Kepala BPN
Kota Medan No.973.SJ/188 tanggal 01 Maret 2011. Namun dengan Surat Edaran
tanggal 30 Maret 2011 yang ditujukan kepada para PPAT di Medan dan Kepala BPN
Kota Medan, pengurangan sebesar 50 persen tidak ada lagi dan besarnya
pengurangan akan diberikan menurut keputusan Pemko Medan, dan sekarang tidak
diberikan lagi untuk peralihan Hak Hibah.
Jadi Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 dibatalkan oleh Surat
Edaran Pemko Medan. Perlu diingat bahwa sampai saat ini belum ada
pencabutan/pembatalan dari PP Nomor 111 Tahun 2000 tersebut, dan oleh karena itu
masih tetap berlaku. Berkaitan dengan pengurangan pembayaran BPHTB ini Pemko
Medan menerbitkan 2 (dua) Peraturan Walikota, sebagaimana yang telah disebutkan
diatas, yaitu :
a.

Peraturan Walikota Nomor 9 Tahun 2011 tanggal 14 Pebruari 2011 Tentang
Sistem dan Prosedur Pemungutan BPHTB, dan

b. Peraturan Walikota Nomor 24 tahun 2011 tanggal 04 Pebruari 2011 Tentang
Sistem dan Prosedur Pemungutan BPHTB Khusus Hibah mati dan Waris.
Dalam Peraturan Walikota Nomor 9 tanggal 14 Pebruari 2011, diberi judul
Prosedur Pengurangan BPHTB sedangkan datam Peraturan Walikota Nomor 24

Universitas Sumatera Utara

53

Tahun 2011 diberi judul Prosedur Pengurangan BPHTB khusus Hibah Mati dan
Waris. Literatur per-undangan-undangan kita tidak ada dikenal istilah "HIBAH
MATI" yang ada adalah "Hibah Wasiat" sebagaimana terdapat dalam pasal 876 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) artinya hibah yang diberikan oleh
seseorang ketika masih hidup, atas benda-benda tertentu kepada penerima hibah
namun hibah tersebut baru berlaku apabila pemberi hibah (wasiat) telah meninggal
dunia.
Dalam Pasal 12 dari kedua Peraturan Walikota ini, dimana ada pengurangan
pembayaran BPHTB dengan syarat wajib pajak mengajukan permohonan kepada
Kepala SKPKD melalui fungsi pelayanan (Dinas Pendapatan Kota Medan) dan
pengurangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam ayat 3
dikatakan bahwa prosedur pengurangan BPHTB adalah sebagaimana tercantum
dalam lampiran VII Peraturan Walikota ini dan merupakan bagian yang tidak
terpisah.
Prosedur pengurangan BPHTB yang didasarkan kepada azas kepatutan,
kewajaran dan keadilan.

Keadilan, kepatutan, kewajaran, sifatnya adalah sangat

subjektif, tergantung siapa dan dengan kacamata apa yang dipergunakan untuk
menilai sesuatu itu patut, wajar dan adil. Kemudian tarif pengurangan diberikan
maksimal 50 persen. Proses penentuan presentasi pengurangan inilah yang berpotensi
besar untuk terjadinya tawar menawar antara petugas dan wajib pajak, melalui staf

Universitas Sumatera Utara

54

PPAT. Tidak ada norma dasar yang menjadi acuan, semuanya tergantung pemberi
keputusan.78
Sejak 1 Januari 2011 berlaku Undang-Undang yang baru yaitu UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Berdasarkan
Undang-Undang ini, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
dialihkan menjadi Pajak Daerah. Pengertian "Daerah" dalam Undang-Undang ini
adalah Pemerintah Kota dan Kabupaten.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, maka UndangUndang Nomor 21 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang
BPHTB tidak berlaku lagi karena materi yang diatur dalam Undang-Undang tersebut,
yaitu tentang subjek dan objek BPHTB telah diatur kembali dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009. Tarif pajak tetap 5 persen namun Nilai Tidak Kena Pajak
ditetapkan minimal Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan Nilai Tidak Kena
Pajak karena Waris, minimal sebesar Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). Besaran
Nilai Tidak Kena Pajak ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan berpedoman
kepada apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut.
Oleh sebab itu untuk dapat terlaksananya Undang-Undang ini, maka Pemerintah Kota
dan Kabupaten harus membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota/Peraturan
Kabupaten yang mengatur tentang sistem Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).

78

Riana Siregar, Pengurangan BPHTB , http://www.analisadaily.com/mobile/read/?id=9997
diakses 17 September 2012

Universitas Sumatera Utara

55

Pada 04 Pebruari 2011 Walikota Medan menetapkan Peraturan Daerah Nomor
1 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
Namun dalam Perda ini mengatur kembali apa yang telah ditetapkan dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009, yaitu antara lain mengenai :
1. Nama, Objek, Subjek dan Wajib Pajak
2. Dasar Pengenaan,Tarif dan Cara Perhitungan Pajak.
3. Saat Terhutang Pajak.
Hal-hal lain yang diatur dalam Perda ini, ialah Tentang Penetapan,
Pemungutan Pajak, Tata Cara Pemungutan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Pembayaran
Pajak, Keberatan dan Banding, dan lain-lain. Pasal 9 peraturan ini, menetapkan
bahwa sistem dan prosedur pemungutan BPHTB Iebih lanjut diatur dengan Peraturan
Walikota.

Peraturan

Walikota

sebagaimana

dimaksud

mencakup

prosedur

pengurusana akta pemindahan hak, pembayaran, penelitian, pendaftaran akta,
pelaporan dan pengurangan.
Dari segi yuridis, dimasukkannya prosedur pengurusan akta pemindahan hak
dan pendaftaran akta dalam Peraturan Walikota ini adalah suatu hal kekeliruan,
karena masalah prosedur pemindahan hak atas tanah dan pendaftaran peralihan hak
atas tanah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dan
Walikota sama sekali tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur hal tersebut.
Menurut peneliti, verifikasi yang dilakukan oleh Dispenda seharusnya
dilakukan pemeriksaan harga jual beli, karena para pihak tidak pernah mencantumkan
harga sebenarnya di dalam akta pengikatan, yang ada dalam harga pengikatan

Universitas Sumatera Utara

56

biasanya mengikuti harga NJOP sebagai dasar pengenaan PBB. Inilah yang
seharusnya di periksa oleh Dispenda supaya pemasukan ke kas Negara lebih cepat
mencapai target.
Verifikasi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan
memakan waktu yang terlalu lama, inilah yang menjadi kelemahan yang harus
diperbaiki oleh instansi-instansi terkaitnya.

Universitas Sumatera Utara