Kajian Literatur Pengaruh Beban Eksentrisitas Terhadap Rancangan Dimensi Batang Struktur Rangka Bidang Baja Ringan

BAB - II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Penampang baja ringan yang dibentuk secara dingin dapat diklasifikasikan
menjadi dua tipe yakni:
1. Penampang struktur individu (tunggal).
2. Penampang panel dan dek.
2.1.1

Penampang Struktur Individu (Tunggal)
Gambar 2.1 memperlihatkan beberapa tipe profil baja yang dibentuk secara

dingin yang biasa digunakan pada konstruksi baja. Tipe yang biasa dipakai adalah tipe
Canal, Z, tipe Siku, tipe Hat, tipe I, tipe T, dan tipe berbentuk Hollow.

(a)

(b)

(d)


(j)

(I)

(o)

(c)

(p)

(l)

(k)

(q)

(f)

(e)


(r)

(s)

(g)

(m)

(h)

(n)

(t)

Gambar 2.1 Profil-profil yang Dibentuk Secara Dingin

(From Yu, W.W. 1991. Cold-Formed

Steel Design, JohnWiley & Sons, New York. With permission)


Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya tinggi dari penampang struktur individu yang diproduksi
berkisar antara 51 sampai dengan 305 mm, dan tebalnya berkisar antara 1,0 sampai
dengan 6,4 mm. Pada kasus-kasus tertentu, tinggi dari penampang bisa mencapai 457
mm dengan ketebalannya mencapai 13 mm.
Fungsi dari tipe penampang struktur individu adalah memikul beban-beban luar,
dengan demikian maka kekuatan bahan dan kekakuannya adalah pertimbangan utama
dalam perencanaan. Pada bangunan tinggi penggunaan baja hot-rolled dipakai untuk
struktur-struktur utama, sedangkan baja cold-formed digunakan untuk struktur-struktur
sekunder seperti rangka atap dan dek (panel), sebagaimana diperlihatkan pada
Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Gambar Struktur Rangka Atap
2.1.2 Penampang Panel dan Dek
Kategori lain dari penampang ini adalah seperti ditampilkan pada Gambar 2.4.
Penampang ini umumnya digunakan untuk atap, lantai, dan panel dinding. Tinggi
penampang panel ini berkisar 38 hingga 191 mm dengan ketebalan pelatnya 0,3 hingga
1,9 mm.


Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Gambar Panel Dinding

Panel ini digunakan bukan hanya untuk menahan beban akan tetapi juga sebagai
pengganti bekisting lantai, penutup atap maupun dinding, dan kadang kala dipakai juga
untuk cable tray atau trunking listrik.

(a)

(c)

(b)
Roof decks

(e)
Long-span roof decks

(d)


(g)

(k)
Curtain wall panels

(f)

(h)
(i)
Floor and roof panels

(l)
Ribbed panels

(j)

(m)
Corrugated sheets


Gambar 2.4 Profil-profil yang Dibentuk Secara Dingin

(From Yu, W.W. 1991. Cold-Formed

Steel Design, John Wiley & Sons, New York. With permission)

Universitas Sumatera Utara

2.2 Sifat-sifat Baja Ringan
Umumnya baja ringan mempunyai sifat-sifat yang sama dengan baja
konvensional, namun pada beberapa hal menjadi berbeda terutama dalam bentuk dan
fungsi. Bentuk penampang dibuat dengan menggiling secara dingin atas gulungan
lembaran-lembaran baja tipis sehingga memperoleh bentuk yang langsing dan ringan.
Dengan bentuk langsing dan ringan ini maka dapat melengkapi kebutuhan
konstruksi bangunan, baik yang non struktur maupun yang struktur. Berkaitan dengan
topik ini yang mengkaji tentang struktur rangka bidang baja ringan dalam
perancangannya tentunya membutuhkan pendalaman tentang sifat-sifat baja ringan
sebagaimana diuraikan berikut ini.
2.2.1 Konstanta Bahan
Hubungan linier sederhana antara gaya dan perpanjangan, pertama kali

ditemukan oleh ilmuan Inggris Robert Hook pada tahun 1678. Percobaan tersebut
seperti diperlihatkan Gambar 2.5, menghasilkan rumusan bahwa perpanjangan batang
dipengaruhi oleh gaya yang bekerja, panjang awal batang, luas penampang batang,
modulus elastisitas atau modulus Young bahan, tegangan aksial, dan unit perpanjangan
atau regangan tarik yang selanjutnya disebut Hukum exprimental Hook.
Penemuan yang sangat berharga dari hasil percobaan ini dan yang sangat sering
dibutuhkan sebagai dasar dalam analisis berbagai jenis bahan perancangan struktur
adalah munculnya nilai modulus elastisitas E yaitu harga perbandingan antara
tegangan dengan regangan yang terjadi seperti diturunkan dalam uraian berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

A = b.h

h
b

δ

lo


F

Gambar 2.5 Percobaan Tarik Suatu Batang Baja

δ = F l0
EA

( mm, cm, m)

δ

= perpanjangan batang (cm).

F

= gaya yang menyebabkan perpanjangan batang (kN).

(2.1)


lo = panjang awal batang (cm).
A = luas penampang batang (cm2 ).
E = modulus elastisitas atau modulus Young bahan (kN/cm2).
σ = tegangan aksial (kN/cm2).
ε = unit perpanjangan atau regangan tarik.

Memperhatikan Gambar 2.5 terlihat bahwa gaya tarik F diimbangi oleh kekuatan
bahan, maka menurut hukum keseimbangan diperoleh satuan tegangan adalah gaya per
satuan luas,

Universitas Sumatera Utara

σ=

F
A

( kN/cm 2 )

(2.2)


Perpanjangan batang per satuan panjang disebut sebagai unit perpanjangan atau
regangan tarik, ditetapkan dengan mempergunakan persamaan,

ε =

δ
L0

(2.3)

Menggunakan persamaan 2.1, 2.2, dan 2.3 akan diperoleh besaran Modulus
Elastisitas atau Modulus Young yaitu satuan tegangan dibagi satuan regangan yang
selanjutnya disebut juga sebagai Hukum Hook,

σ

E = ε

( kN/cm 2 )


(2.4)

2.2.2 Batas-batas Tegangan
Kekuatan struktur baja yang dibentuk secara dingin (Cold Formed) ditunjukkan
oleh besaran tegangan lelehnya. Menurut AISI (American Iron and Steel Institute),
tegangan leleh baja ini berada antara 172 sampai 483 MPa. Berikut dua jenis tipe
kurva tegangan-regangan pada baja yang menunjukkan tipikalnya relatif berbeda. Baja
yang dibentuk dengan cara lebur, cenderung memperlihatkan batas leleh yang jelas
(Sharp-yielding) yaitu terbentuknya kurva tegangan-regangan menjadi horizontal dan
posisi inilah yang disebut sebagai tegangan leleh fy. Baja yang dibentuk secara dingin
cenderung memperlihatkan batas leleh yang kurang jelas (Gradual-yielding) yaitu
terbentuknya kurva tegangan-regangan menjadi melengkung dan tegangan inilah yang
disebut sebagai tegangan proporsional fpr, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Universitas Sumatera Utara

Stress, s

fu

Inelastic
range

Strain hardening

Elastic
range

fy
-1

tan E
s
= e
Strain, e

(a)
(Sharp-yielding)

Fu

Stress, s

tan-1Et
ft

Et =

fpr

ds
de
fpr = proportional limit

-1

tan E
s
= e
Strain, e

(b)
(Gradual-yielding)
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan

(From Yu,W.W. 1991. Cold-Formed Steel

Design, John Wiley & Sons, New York. With permission)

Batas tegangan tarik cold formed ini berada antara 290 - 586 MPa dan rasio
perbandingan antara tegangan batas dengan tegangan leleh berkisar antara 1,17 - 2,22.
Modulus Elastisitas cold formed ditetapkan sebesar 203 kN/mm2.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Batas-batas Lendutan
Berpedoman kepada standar bangunan nasional SNI, maka batas-batas lendutan
untuk keadaan kemampuan layan harus sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan,
sifat pembebanan, serta elemen-elemen yang didukung oleh struktur tersebut,
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Batas Lendutan Maksimum
Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor

Beban
tetap

Beban
sementara

Balok pemikul dinding atau finishing yang getas

L/360

-

Balok biasa

L/240

-

Kolom dengan analisis orde pertama

h/500

h/200

Kolom dengan analisis orde kedua

h/300

h/200

L adalah panjang bentang, h adalah tinggi tingkat, beban tetap adalah beban mati dan
beban hidup, beban sementara meliputi beban gempa atau beban angin.

2.4 Pembebanan
Berdasarkan SNI-2002, beban-beban yang bekerja pada struktur dapat berupa
beban sebagai berikut:
1.

Beban sendiri termasuk beban tambahan, seperti

mechanical electrical

(ME), atap metal, dan sebagainya.
2.

Beban hidup.

3.

Beban angin.

Universitas Sumatera Utara

4.

Beban hujan.

5.

Beban gempa.

2.4.1 Beban Mati
Beban mati adalah beban yang membebani struktur secara menetap selama
masa layan struktur. Umumnya beban mati berasal dari berat sendiri struktur dan
komponen-komponen lain yang melekat pada struktur. Besar nilai beban mati dapat
ditentukan dengan mengetahui dimensi dan jenis material yang digunakan. Untuk
peralatan ME, berat peralatan dapat diperoleh dari pabrikannya.
Untuk perencanaan pembebanan yang lazim diterapkan terhadap rancangan
struktur rangka bidang baja ringan dari bangunan gedung dalam kelompok beban mati,
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.

Berat sendiri atap (tergantung dari jenis atap yang digunakan).

2.

Berat sendiri gording.

3.

Berat sendiri rangka bidang.

4.

Berat sendiri penggantung dengan rangka plafon.

5.

Berat sendiri plafon.

Keseluruhan beban-beban ini diperhitungkan secara global untuk dipikulkan
terhadap masing-masing struktur rangka bidang dan didistribusikan pada setiap nodal
yang disebut sebagai beban mati atau dead load (DL), dan hal yang sama juga
dilakukan

atas

rencana

perhitungan

untuk

beban

angin

(WL),

hujan,

pekerja/tukang(WL).
Berat sendiri bahan bangunan komponen gedung berdasarkan Pedoman
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987) berikut
diuraikan dalam Tabel 2.2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung
Berat Sendiri Bahan Bangunan Komponen Gedung
Adukan, per cm tebal:
dari semen
dari kapur, semen merah atau tras
Aspal, termasuk bahan-bahan mineral tambahan, per cm tebal
Dinding Pas. Bata merah:
satu batu
setengah batu
Dinding pasangan batako berlubang:
tebal dinding 20 cm (HB 20)
tebal dinding 10 cm (HB 10)
Dinding pasangan batako tanpa lubang:
tebal dinding 15 cm
tebal dinding 10 cm
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa
penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari:
semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal
maksimum 4 mm
kaca, dengan tebal 3 - 4 mm
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit
dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup
maksimum 200 kg/m²
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang
maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 0,8 m
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m² bidang atap
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m² bidang atap
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng
Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa
adukan, per cm tebal
Semen asbes gelombang (tebal 5 mm)

(kg/m²)

21
17
4
450
250
200
120
300
200

11
10

240
7
50
40
10
24
11

2.4.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah beban gravitasi yang memiliki besar dan atau posisi yang
berubah dari waktu ke waktu selama masa layan struktur (misalnya beban orang,
funiture, perkakas, beban kendaraan pada struktur jembatan dan beban lain yang dapat
berpindah).

Universitas Sumatera Utara

Untuk Indonesia pengaturan nilai minimum beban hidup untuk berbagai fungsi
bangunan diatur dalam Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983
(PPIG 1983). Beban-beban ini pada umumnya bersifat empiris dan konservatif yang
dapat diterima secara umum. Namun adakalanya nilai yang diberikan tidak tepat,
dengan demikian dalam menentukan beban hidup tersebut dapat dianalisa sendiri
dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang,
harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Atap dan atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang,
harus diambil yang terbesar dari:
1. Beban terbagi rata air hujan
Wah = 40 - 0,8 α
α

(2.5)

= sudut kemiringan atap, derajat ( jika a > 500 dapat diabaikan),

Wah = beban air hujan, kg/m2 (min. Wah atau 20 kg/m2).
2. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran
dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
2.4.3 Beban Angin
Berdasarkan PPIG 1987, beban angin didefinisikan sebagai tekanan angin yang
menerpa struktur baik berupa gaya tekan ataupun gaya hisap. Umumnya beban angin
baru diperhitungkan untuk struktur yang memiliki minimal 4 lantai atau memiliki
tinggi bangunan minimal 16 m. Angin yang bergerak menabrak struktur dianggap
bekerja sebagai tekanan positif pada sisi yang berhadapan langsung dengan arah angin

Universitas Sumatera Utara

dan tekanan negatif (isap) pada sisi belakangnya. Tekanan tiup angin yang bekerja
pada struktur untuk daerah normal sebesar 25 kg/m2 dan untuk daerah pantai diambil
40 kg/m2.
2.5 Metode Elemen Hingga Rangka Bidang (Truss)
Untuk menentukan lendutan dan gaya-gaya normal batang dari rangka bidang
seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7, dalam hal ini dilakukan dengan Metode
Kekakuan Elemen Hingga atau Finete Element Method yang secara umum disebut
Displacement Method. Tinjauan tentang metode ini dilakukan hanya pada struktur satu
dimensi yaitu bahwa idealisasi dari bentuk yang sebenarnya adalah merupakan
gabungan dari elemen satu dimensi.
Dalam menghitung matrik kekakuan suatu rangka bidang, berikut digambarkan
tinjauan rangka bidang yang bersesuaian dengan topik penelitian.
2

b

d

c

a

4

e

h

g

6

i
f

5

Gambar 2.7 Rangka Bidang

Titik 1 - 6 disebut nodal (node), sedangkan a - i disebut elemen (element). Ada dua
cara untuk menghitung matrik kekakuan rangka bidang yaitu dengan Metode
Kekakuan dan Metode Energi, akan tetapi dalam kasus penelitian ini yang digunakan
adalah Metode Kekakuan.

Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Matrik Kekakuan Terhadap Sumbu Lokal
Setiap elemen yang dianalogikan sebagai batang dari rangka bidang, masingmasing mempunyai sumbu lokal (x, y), sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.8
berikut di bawah ini.

y

U1
Sx1

a

1

U2
2

Sx2
x

Gambar 2.8 Sumbu Lokal Elemen Rangka Bidang

Pada elemen ini ada dua gaya yakni Sx1 dan Sx2 dan secara linier elemen ini
mempunyai dua perpindahan yaitu U1 dan U2

sehingga elemen rangka disebut

mempunyai dua derajat kebebasan/degree of freedom (dof).
Nodal 1 pada gambar disebut juga pangkal atau awal sedangkan untuk nodal 2
disebut ujung atau akhir.
Berdasarkan hukum Hook yaitu persamaan (2.2) dan (2.4) maka untuk titik
pangkal 1, P = Sx1 = σ A = E ε A = E (∆L/L)A sedangkan ∆L = U1 - U2 , oleh
karena itu maka,

Universitas Sumatera Utara

Sx1 =

EA
(U1 - U2)
L

(2.6)

Syarat keseimbangan ΣH = 0 maka,
Sx1 + Sx2 = 0,

dengan demikian

Sx2 =

EA
(-U1 + U2)
L

(2.7)

Persamaan (2.6) dan (2.7) kemudian ditulis dengan matrix

Sx1
Sx2

1

-1

u1

-1

1

u2

= EA

(2.8)

Persamaan di atas dapat ditulis dengan

{fe} = [K]{d}

(2.9)

dimana {fe} adalah gaya, sedangkan [K] adalah Matrix kekakuan dan {d} adalah
perpindahan dan masing-masing besarannya adalah sebagai berikut:

{fe} =

[K] =

{d} =

Sx1

(2.10)

Sx2

EA
L

u1
u2

1

-1

-1

1

(2.11)

(2.12)

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Matrik Kekakuan Terhadap Sumbu Global

_
y

_
Sy2

Sx2
_
Sx2

2

_
Sy1

α

1

_
x

Sx1
_
Sx1

Dengan meninjau suatu batang pada Gambar 2.9 maka didapat harga sebagai
berikut:

_
f2

_
Sx2
_
Sy2

=

=

Cosαe

Sinαe

Sinαe

Cosαe

_
Sx2
_
Sy2

(2.13)

Dengan demikian maka untuk satu elemen berlaku:
_
fe

T
= Te fe

dan

Te

0

dengan

=
0

T

T

=

Cosα

0

Sinα

0

(2.14)

Untuk displacement vector berlaku juga:
_
de = Te

(2.15)

de

Dari persamaan (2.9), (2.14) dan (2.15) maka didapat hubungan:
-1

Te

_
fe

-1

= Ke Te

_
de

Universitas Sumatera Utara

_
fe

-1

=

Te Ke Te

_
_
de = Ke

_
de

(2.16)

Keterangan:
-1

Ke = Te Ke Te

T

T

-1

Te

karena

Te

(2.17)

Ke Te

= Te

= Te

adalah Matrik Orthogonal

Dengan demikian didapat matrik kekakuan terhadap sumbu global sebagai berikut:

C

[K] =

EA
L

2

SC
-C

2

SC
2

S

-SC

-SC -S

2

-C

2

-SC
C

2

SC

-SC
2

-S

(2.18)

SC
S

2

Keterangan:
C = Cos α
S = Sin α

Dengan memasukkan syarat kompatibilitas dan syarat keseimbangan struktur
maka dapat dicari harga perpindahan (displacement) pada setiap titik nodal yang
ditinjau.
Dalam topik penelitian ini kondisi setiap ujung-ujung batang rangka bidang yang
diperkuat dengan masing-masing menggunakan sambungan tiga baut berjarak relatif
kecil diasumsikan sebagai sendi-sendi.

Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Tinjauan Matrik Kekakuan Geometri Non-linear Rangka Batang Praktis
Berasal dari beberapa metode seperti Metode Incremental (Euler), Iterative
(Newton-Raphson method) dan Kombinasi Incremental/Iterative solutions (full or
modified Newton-Raphson or the initial-stress) diperoleh solusi numerik untuk
tinjauan batang/pegas sederhana dengan satu dan dua derajat kebebasan. Untuk
mendapatkan solusi numerik maka dilakukan dalam konteks elemen hingga terhadap
teori rangka batang praktis dengan satu derajat kebebasan dan untuk iterasi initialsstress dilakukan dengan metode modified Newton-Raphson.
Penurunan untuk memperoleh persamaan elemen hingga terhadap rangka bidang
batang praktis tersebut akan terkait dengan prosedur kerja virtual sebagaimana
ditunjukkan dalam persamaan berikut,
δV = δpV δg = δpV
T

T

T
∂g
δp = δpV KT δp
∂p

(2.19)

Mengikuti prosedur konvensional elemen hingga maka analisis ini dapat memberikan
pengenalan kepada formulasi elemen hingga berikutnya terhadap tinjauan yang lebih
kompleks.
Penjelasan berikut, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10, memiliki empat
derajat kebebasan yaitu,
u1 = p1
u2 = p2
w1 = p3
w2 = p4
Geometri dan perpindahan didefinisikan dengan bantuan fungsi bentuk linier
sederhana dengan melibatkan koordinat non-dimensional ξ.

Universitas Sumatera Utara

z(w)
ξ=1
ξ=−1 w
1

w2

ξ=1
2
u1

1

u2

l
PT = (u1, w1 , u2 , w2 )
x(u)

Gambar 2.10 Elemen Rangka Bidang Praktis
bahwa
x=

_1
2

1-ξ
1+ξ

u=

_1
2

1-ξ
1+ξ

T

T

x1
,
x2
u1 ,
u2

z =

_1
2

1-ξ
1+ξ

w=

_1
2

1-ξ
1+ξ

T

T

z1
,
z2

(2.20)

w1 .
w2

(2.21)

untuk sistem regangan dengan dua variabel adalah
ε =-

u
+
l

z
l

w
+
l

1
_
2

w
l

2

(2.22)

maka, regangan di batang adalah
dz dw
du
ε =
+
+
dx dx
dx

1
_
2

dw
dx

2

(2.23)

Dari persamaan (2.20)
dx
= (x2 - x1)/2 = l /2


(2.24)

sedangkan dari persamaan (2.21),
du dξ (u - u )/l u /l
du
= 2 1 = 21
=
dx
dξ dx

(2.25)

Universitas Sumatera Utara

dimana u21 telah digunakan untuk u2 - u1. Dengan cara yang sama,
dw
= w21/l
dx

dz
= z21/l
dx

(2.26)

Oleh karena itu, dari persamaan (2.23),
ε =

u21

z21 w21

+

l

l

l

1
_

+ 2

w21

2

(2.27)

l

dan gaya aksial di batang adalah
N =EAε

(2.28)

Dari persamaan (2.23), perubahan regangan, ∆ε, sesuai dengan perubahan
perpindahan ∆u dan ∆w diberikan dengan
d∆u
dw d∆w
dz
+
+
+
dx
dx dx
dx

∆ε =

d∆ w
dx

1
_
2

2

(2.29)

Dengan menggunakan persamaan (2.25) dan (2.26):
∆ε =

∆u21

l

1

+

l

2

(z21 + w21)∆w21 +

1

∆w

2l

2

2
21

(2.30)

Perpindahan nodal virtual,
δpV = (δuv1, δuv2, δwv1, δwv2)
T

(2.31)

gunakan regangan yang dihasilkan, dari (2.29)
δεV =

1

l

1

δuv21 +

l

2

(z21 + w21) δwv21 = b δpv
T

(2.32)

dimana
T

b

=

1

l

(-1, 1, -β, β)

(2.33)

Universitas Sumatera Utara

dengan
β =

z21 + w21

(2.34)

l

Pada dasarnya persamaan (2.12) berasal dari persamaan (2 10.), istilah kuadrat
yang melibatkan δw v21,dianggap dapat diabaikan.
2

Persamaan kerja virtual dinyatakan sebagai,
V = ∫ σδεvdv

- qcTδpv = 0

(2.35)

dimana qe adalah nodal eksternal kekuatan sesuai dengan pemindahan nodal, δpv
Karena δεv, dapat dinyatakan, melalui persamaan (2.35), dari segi δpv, persamaan
(2.32) dapat ditulis ulang sebagai
T
T
T
V = δpv g = δpv (qi - qc) = δpv ∫ σbdv

- qc = 0

(2.36)

dimana qi adalah vektor gaya internal, yang diberikan oleh
qi = ∫ σbdv = N/b

(2.37)

Untuk keseimbangan, persamaan (2.36) harus dipastikan untuk setiap
perpindahan virtual δpv, dengan demikian
g = qi - qc = 0

(2.38)

di mana g adalah vektor gaya out-of-balance.
Dari persamaan kerja virtual, KT = δg / δp dan konfigurasi, g0 memberikan,
∂g

g0 = g0 +
δp = g0 + Kt δp
∂p

(2.39)

Universitas Sumatera Utara

Oleh karenanya, dari persamaan (2.37), (2.38), dan (2.39),
Kt =

∂ qi
∂g
=
=
∂p
∂p

lb

∂p
dN
+ lN
dp
dp

(2.40)

Dari persamaan (2.28) dan persamaan (2.32):
dN
dN ∂ε
= E A bT
=
dε ∂ p
dp

(2.41)

oleh karenanya,
∂b
∂p

Kt = E A l bb T+ l N

(2.42)

atau

Kt =

EA

l

1

-1

β



-1

1



β

2

2

β



β





β



2

2

β

+

N

l

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

-1

0

0

-1

1

(2.43)

Matriks ini bersumber dari teori geometri non-linear dengan satu derajat
kebebasan yang matriks keduanya adalah sebagai matriks 'inisial tegangan'.
Persamaan ini dapat ditentukan dengan menetapkan,
u1 = w1 = z1 = u2 = 0,

w2 = w dan z2 = z.

(2.44)

2.6 Interaksi Kombinasi Beban Aksial Tekan dan Lentur

Dalam perancangan profil batang yang memikul gaya aksial tekan dan lentur
sebagai akibat dari terjadinya beban eksentris maka batang tersebut akan mengalami
tegangan kombinasi oleh tekuk dan lentur. Menurut Wei-Wen Yu dalam bukunya yang

Universitas Sumatera Utara

berjudul “Cold-Formed Steel Structures” bahwa batasan perancangan profil yang
sesuai dapat diperoleh berdasarkan persamaan interaksi tegangan yang terjadi pada
batang tersebut.

Bila : Ωc P/Pn < 0,15 maka

Ωc P

Bila : Ωc P/Pn > 0,15 maka

Ωc P

Pn

Pno

Ωb Mx Ωb My _ 1.0
+ Mnx + Mny <

(2.45)

Ωb Mx Ωb My _ 1.0
+ Mnx + Mny <

(2.46)

Ωc = 1,80 adalah faktor keamanan untuk batang yang memikul aksial
tekan sentris sesuai dengan metode ASD.
Ωb = 1,67 adalah faktor keamanan untuk batang yang memikul lentur sesuai
dengan metode ASD.
P = gaya kerja aksial tekan sentris.

2.6.1 Daya Dukung Nominal Batang Struktur
Pn = Ae Fn

(2.47)

Pno = Ae Fy

(2.48)

Mn = S Fy

(2.49)

Ae = Luas efektip elemen tekan.
Fn

= Tegangan tekuk nominal.

Fy

= Tegangan leleh.

S

= I/y = Momen lawan.

Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Lebar Efektip Elemen Terkekang yang Tertekan Merata
Elemen yang disebut sebagai batang-batang baja ringan dari suatu struktur
rangka bidang untuk profil batang dimaksud, konsep "lebar efektif" telah digunakan
dalam perancangan praktis. Dalam pendekatan ini, distribusi tegangan diasumsikan
menjadi merata sebagai pengganti tegangan yang terjadi sebagaimana ditunjukkan
prosedurnya pada Gambar 2.11 sampai dengan Gambar 2.14. Lebar b dipilih sehingga
luas di bawah kurva dari distribusi tegangan yang tidak merata, tentunya adalah sama
dengan jumlah dari dua bagian dari luas persegi panjang yang diarsir dengan lebar
total b, dan intensitas tegangannya adalah fmax. Temuan ini berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh von Karman (1932), Sechler, Donnell, and Winter (1970), dan
persamaan tersebut telah dikembangkan dalam Spesifikasi AISI untuk perancangan
dalam menentukan lebar efektip b dibawah tegangan tekan merata.

a
c

b
d

Gambar 2.11 Tekuk Lokal pada Elemen yang Tertekan

Universitas Sumatera Utara

b

a

w
d

c

w

Gambar 2.12 Plat Bujur Sangkar yang Tertekan Merata

fmax

b/2

b/2
w

Gambar 2.13 Distribusi Tegangan pada Elemen Batang yang Tertekan

Actual Element

f

w

w

b/2

b/2

Gambar 2.14 Desain Elemen Terkekang yang Tertekan Merata

Universitas Sumatera Utara

λ < 0,673, b = ω

(2.50)

λ > 0,673, b = ρ ω

(2.51)

ρ = (1 − (0,22/λ))/λ < 1

(2.52)

0,5

λ = (1,052/k )( ω/t )( f/E )

0,5

(2.53)

Keterangan:
b = desain lebar efektip elemen yang tertekan merata untuk penentuan
kekuatannya.
w = lebar plat elemen tertekan.
r = faktor reduksi.
l = faktor kelangsingan.
k = koefisien tekuk plat = 4,0 untuk elemen terkekang seperti tergambar.
t = tebal elemen tekan.
E = modulus elastisitas.
f = tegangan tekan maksimum pada elemen tanpa faktor keamanan.

2.6.3 Lebar Efektip Elemen Bebas yang Tertekan Merata
Lebar efektip elemen bebas yang mengalami tegangan tekan merata dapat juga
dihitung menggunakan persamaan (2.50), (2.51), (2.52), dan (2.53), akan tetapi
koefisien tekuk plat yang digunakan adalah dengan nilai k = 0,43, dan lebar plat ω
diukur sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.15 berikut.
ω

Tegangan f

b

Gambar 2.15 Desain Lebar Efektip Elemen Bebas yang Tertekan Merata

Universitas Sumatera Utara

2.6.4 Luas Efektip Profil yang Mengalami Tegangan Tekan
Berdasarkan lebar efektip elemen terkekang dan bebas yang mengalami tegangan
tekan merata sebagaimana diuraikan pada pasal 2.6.2 dan 2.6.3 di atas maka
persamaan luas efektip profil C adalah luas total dikurangi total luas yang tak efektip
sebagaimana ditentukan pada persamaan (2.54) dengan memperhatikan Gambar 2.16
serta tabel-tabel penampang dan properties profil C produksi fabrikan yang diutarakan
pada pasal 2.6.6.
Ae = A - Σ ( ωi - bi ) t

0,5b2
R+t

(2.54)

0,5b2
R+t

ω3

R+t

R+t
R

ω3

b3

0,5b1

ω1

0,5b1
ω3

b3
R+t

R+t
ω3
R+t

R+t
0,5b2 0,5b2

Gambar 2.16 Luas efektip Profil C Baja Ringan

Universitas Sumatera Utara

2.6.5 Tegangan Tekuk Nominal Berdasarkan Kelangsingan Batang
Kekuatan nominal akibat adanya faktor tekuk dipengaruhi oleh angka
kelangsingan dan angka kelangsingan tersebut dipengaruhi oleh rasio kekuatan leleh
dengan kekuatan elastik baja ringan. Kekuatan elastik baja ringan ini dipengaruhi oleh
mutu bahan, faktor bentuk, panjang tekuk dan kualitas kekang ujung batang seperti
ditunjukan berikut pada persamaan (2.55), (2.56), (2.57), (2.58), dan ( 2.59).
2

Jika

λc < 1,5 maka

Fn = ( 0,658 λc )Fy

Jika

λc > 1,5 maka

Fn = ( 0,877 /λc ) Fy

λc = ( Fy /Fe )

2

0,5

Fe = π E /( KL / r )
2

(2.55)
(2.56)

(2.57)
2

r = ( I /Ae )0,5

(2.58)

(2.59)

Keterangan:

λc = parameter kelangsingan batang.
Fn = tegangan elastis baja ringan.
Fy = tegangan leleh baja ringan.
Fe = tegangan leleh baja ringan.
E = modulus elastisitas.
Lk = panjang tekuk batang.
r

= jari-jari girasi minimum.

Universitas Sumatera Utara

I

= momen inersia yang ditinjau.

Ae = luas efektip profil.
Selanjutnya dalam penentuan tegangan tekuk yang terjadi pada batang struktur
yang mengalami aksial tekan dibutuhkan panjang tekuk batang (Lk) dan besaran faktor k
teoritis ini dipengaruhi oleh kondisi tumpuan ujung-ujung batang seperti ditunjukkan
berikut pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Panjang Tekuk Lk Dipengaruhi oleh Ikatan Ujung Batang
(SNI 03 - 1729 - 2002)

Universitas Sumatera Utara

2.6.6 Daftar dan Propertis Profil C Produksi Fabrikan
Dalam hal perancangan dimensi struktur rangka bidang, dibutuhkan data-data
properties yang bersesuaian dengan bahan yang diproduksi oleh beberapa fabrikan
nasional maupun internasional.
Properties profil C ini disusun dalam bentuk daftar yang menguraikan informasi
tentang bentuk dan ukuran-ukuran tebal, luas profil, letak centroid, besaran momen
inersia, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan informasi kebutuhan perancangan.
Penelitian ini mengacu terhadap daftar C-Section Specifications & Properties
produksi

fabrikan

Prolamsa

yang

diakses

web

melalui

http://www.prolamsausa.com/pdf/co_brochures/SteelFraming.pdf

dan

site

produksi

fabrikan A Nuconsteel Properties & Specifications Table yang diakses melalui web site
http://www.nbslgt.com/designbuild/pdf/WallSystemNuframe.pdf.
2.6.7 Momen yang Terjadi Akibat Gaya Eksentrisitas pada Batang
Disamping tegangan tekuk pada batang, bersamaan dengan itu terjadi juga
tegangan lentur sebagai akibat adanya eksentrisitas garis gaya aksial antara batang
diagonal dengan batang tepi. Eksentrisitas ini adalah jarak antara titik pusat batang
diagonal dengan batang tepi sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.18, dan dapat
ditentukan melalui ukuran rancangan yang diinginkan dengan memperhatikan
propertis dan spesifikasi profil.
Dengan demikian maka momen M yang terjadi pada batang rangka adalah gaya
aksial batang P dikali dengan jarak eksentrisitas e antara titik pusat profil diagonal
dengan bidang kontak sambungan antar profil batang.
M=Pe

(2.60)

Universitas Sumatera Utara

H

Rangka Bidang
e
P
P
P
c

=
c

P
P

Detail - H
Gambar 2.18 Eksentrisitas Gaya Batang Rangka Bidang

2.6.8 Titik Pusat dan atau Titik Berat Profil C Batang Baja Ringan
Titik pusat profil dalam hal ini diperlukan dalam analisis besaran momen
sekunder yang terjadi pada batang sebagai akibat adanya eksentrisitas gaya aksial
antara batang-batang diagonal dan tepi. Variabel eksentrisitas ini dipengaruhi oleh
dimensi profil yang dirancang karena jarak tersebut adalah jarak titik pusat penampang
terhadap bidang kontak sambungan yang disebut e, seperti Gambar 2.19.
Untuk menentukan titik pusat ini digunakan teori keseimbangan momen luasan
yaitu bahwa penjumlahan momen luasan terhadap titik pusat adalah nol (persamaan
2.61), dan untuk penyederhanaan dianggap bahwa peralihan tidak mempunyai radius.

Universitas Sumatera Utara

e =

(A’B’)(0,5B’) - (B’- 2t)(A’- 2t)(0,5(B’- 2t) + t) - ((A’- 2C’)t)(B’- 0,5t)
(A’B’) - (B’- 2t)(A’- 2t) - (A’- 2C’)t

(2.61)

B’-2t
B’

R=0

C’
t

A’
A’-2t

A-2C

0.5A’

C

e

Gambar 2.19 Titik Pusat Profil Batang Rangka Bidang

2.6.9 Program Analisa Struktur
SAP2000 merupakan program versi terakhir dari revisi program struktur SAP,
dari SAP80 maupun SAP90. Keunggulan program SAP2000 ditunjukkan dengan
adanya fasilitas untuk desain elemen, baik untuk material baja maupun material beton.
Selain itu juga adanya fasilitas disain beton dengan mengoptimalkan penampang
seperti balok dan kolom, tetapi cukup memberikan data penampang balok dan kolom,
dan program akan memilih sendiri penampang yang paling optimal atau ekonomis.

Universitas Sumatera Utara

2.6.9.1 Merancang dengan Cara Konvensional
Merancang dengan cara konvensional (tanpa aplikasi komputer) secara umum
dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
1. Analisis Mekanika Teknik.
2. Disain struktur konstruksi sesuai bahan yang direncanakan seperti baja,
beton, kayu dan lain-lain.
Analisis Mekanika teknik sendiri bisa menggunakan berbagai metode misalnya
Clayperon, Cross, Takabeya, Mutoh, Matrik dan lain-lain. Secara garis besar, semua
metode tersebut melalui tahapan-tahapan antara lain:
1. Menentukan geometri model struktur.
2. Menetapkan beban yang bekerja pada model struktur.
3. Menentukan angka kekakuan berdasarkan pada modulus elastisitas bahan
dan momen inersia yang tergantung dari ukuran dan posisi penampang.
4. Menghitung momen primer.
5. Analisis struktur dengan metode tertentu.
6. Menghitung momen pada perletakan sendi-rol.
7. Menghitung momen maksimum.
8. Menggambarkan bidang momen M, geser D, dan aksial N.
Disain struktur dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku pada masingmasing tempat / daerah.
2.6.9.2 Merancang dengan Pemanfaatan Program Analisa Struktur
SAP2000 benar-benar mampu mengambil tugas analisis struktur karena jika kita
sudah melakukan input data dengan benar, maka proses analisis akan langsung

Universitas Sumatera Utara

diambil alih oleh SAP2000 dengan prosesnya berkategori sangat cepat.
Secara garis besar, perancangan model struktur dengan SAP2000 ini akan
melalui 7 tahap yaitu:
1.

Menentukan geometri model struktur.

2.

Mendefinisikan data-data;
Jenis dan kekuatan bahan,
Dimensi penampang elemen struktur,
Macam beban,
Kombinasi pembebanan.

3.

Menempatkan data-data yang telah didefinisikan ke model struktur;
Data penampang,
Data beban.

4.

Memeriksa input data.

5.

Analisis Mekanika Teknik.

6.

Disain Struktur baja ataupun beton sesuai aturan yang ada.

7.

Modifikasi struktur atau Redesign.
Kelebihan program ini tidak berhenti pada analisis struktur (untuk mengetahui

gaya-gaya dalam yang timbul) saja, tapi juga bisa melanjutkan ke bagian
koreksi/disain struktur untuk mengetahui jumlah tulangan beton atau deformasi yang
timbul pada profil baja.

Universitas Sumatera Utara