Perencanaan Rangka Atap Baja Ringan Berdasarkan Australian/New Zealand Standard (AS/NZS 4600:1996)
PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN
BERDASARKAN AUSTRALIAN/NEW ZEALAND STANDARD
( AS/NZS 4600:1996 )
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan
memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil
Disusun oleh :
04 0404 044
RAHMAT AMAN SANTOSO
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
(2)
ABSTRAK
Produksi baja canai dingin di Indonesia semakin meningkat, umumnya ditujukan pada konstruksi rangka atap baja ringan yang digunakan sebagai material alternatif selain kayu dan baja konvensional. Hal itu dikarenakan rangka atap jenis ini dianggap lebih ekonomis dan cepat dari segi perakitan. Meskipun demikian akibat ketiadaan peraturan tentang baja canai dingin maka banyak pelaksana di lapangan tidak terbiasa dengan proses perencanaan dan pelaksanaannya.
Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas proses perencanaan struktur rangka atap baja ringan (berupa struktur rangka kuda-kuda) berdasarkan Australian/ New Zealand Standard (AS/NZS 4600:1996), yang terdiri dari perencanaan pembebanan, analisis struktur, perencanaan batang tarik dan batang tekan dan perencanaan sambungan dengan sekrup kemudian dibandingkan dengan proses perencanaan struktur rangka atap baja konvensional berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 “Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung”.
Pada aplikasi perhitungan dapat dilihat perbandingan berat struktur rangka atap baja ringan dengan rangka atap baja konvensional, dimana struktur rangka atap baja ringan dari segi berat lebih ekonomis 36,87 % dibanding rangka atap baja konvensional pada luas bentang 18 m x 38 m.
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT atas karunia-Nya memberikan pengetahuan, kekuatan, dan kesempatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “Perencanaan
Rangka Atap Baja Ringan Berdasarkan Australian/New Zealand Standard (AS/NZS 4600:1996)“.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Bantuan berupa dukungan moril, material, spiritual, maupun administrasi. Oleh karena itu, sudah layaknya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, Ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, Sekretaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, Bapak Ir. Robert Panjaitan dan Bapak Ir. Torang Sitorus, MT, selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan dan arahan.
4. Bapak dan Ibu Dosen/Staf pengajar yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama penulis berkuliah di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
5. Pegawai Adminitrasi Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
(4)
6. Kedua orang tua penulis yang tak pernah lelah berdoa, memberikan segala yang terbaik dan kasih sayang yang tak berkesudahan, serta seluruh saudara-saudara penulis semuanya.
7. Teman-teman seperjuangan, sahabat-sahabat, serta adik-adik seperkuliahan yang telah banyak memberikan dorongan serta bantuan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
8. Serta pihak – pihak lain yang turut berperan serta dalam penyelesaian Tugas Akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan referensi yang penulis miliki. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan pada masa mendatang.
Akhir kata, semoga Allah memberikan manfaat dan melimpahkan berkah atas Tugas Akhir ini sehingga dapat berarti bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada bidang Tekni Sipil.
Medan, Maret 2011
NIM : 040404044 Rahmat Aman Santoso
(5)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR NOTASI... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum ... 1
1.2 Latar Belakang ... 5
1.3 Maksud dan Tujuan ... 7
1.4 Pembatasan Masalah ... 7
1.5 Metode Pembahasan ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 10
2.1.1 Desain Struktur ... 12
2.1.2 Peraturan Baja di Berbagai Negara ... 13
2.1.3 Perbandingan Material Rangka Atap ... 14
2.1.4 Fenomena Khas Konstruksi Baja Canai Dingin ... 18
2.1.5 Baja Struktural Cold Formed ... 23
2.1.5.1 Baja yang Dapat Dipakai ... 23
2.1.5.2 Peningkatan Kekuatan Baja, Pengaruh dari Cold-Forming ... 25
2.1.5.3 Daktilitas ... 29
2.1.6 Desain Tegangan ... 31
2.2 Pembebanan ... 35
(6)
2.2.2 Beban Hidup ... 40
2.2.3 Beban Angin ... 42
2.2.4 Beban Gempa... 42
2.2.5 Kombinasi Pembebanan ... 43
2.3 Elemen Struktur Cold Formed Steel ... 44
2.3.1 Batang Tarik ... 44
2.3.2 Batang Tekan ... 46
2.3.3 Luas Efektif (Ae) Elemen Tekan ... 53
2.3.3.1 Lokasi Pengurangan Lebar Tampang ... 53
2.3.3.2 Batas Dimensional ... 56
2.3.3.3 Lebar Efektif Elemen Tekan Berpengaku ... 57
2.3.3.4 Lebar Efektif Untuk Elemen Tekan Dengan Pengaku Tepi ... 58
2.4 Sambungan Sekrup ... 61
2.4.1 Umum... 61
2.4.2 Sambungan Sekrup Untuk Menahan Geser ... 63
2.4.3 Sambungan Sekrup Untuk Menahan Tarik ... 67
2.4.4 Kekuatan Tarik Elemen Pada bagian Sambungan ... 69
BAB III ANALISA STRUKTUR 3.1 Pemodelan Struktur Rangka Atap ... 71
3.2 Material ... 72
3.3 Pembebanan Dalam Pemodelan SAP ... 73
3.3.1 Beban Mati ... 75
3.3.2 Beban Hidup ... 84
3.3.3 Beban Angin ... 85
3.3.4 Beban Hujan ... 87
(7)
BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA ATAP
4.1 Pendahuluan ... 91
4.2 Perencanaan Batang Tarik ... 91
4.2.1 Batang Tarik Bawah ... 91
4.2.2 Batang Tarik Web ... 93
4.3 Perencanaan Batang Tekan ... 95
4.3.1 Batang Tekan Atas ... 95
4.3.2 Batang Tekan Web ... 103
4.3.3 Batang Tekan Web Horizontal ... 108
4.4 Desain Sambungan Rangka Atap ... 116
4.4.1 Sambungan pada Joint 1 ... 116
4.4.2 Sambungan pada joint 19 ... 123
4.4.3 Sambungan pada joint 7... 129
BAB V PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA ATAP DENGAN BAJA KONVENSIONAL 5.1 Pemodelan Struktur Rangka Atap ... 143
5.2 Material ... 144
5.3 Perencanaan Gording ... 144
5.4 Analisa Struktur dengan SAP ... 149
5.4.1 Beban Mati ... 149
5.4.2 Beban Hidup ... 155
5.4.3 Beban Angin ... 156
5.4.4 Beban Hujan ... 157
5.5 Gaya Dalam Maksimum ... 159
5.6 Perencanaan Struktur Rangka Atap... 162
5.6.1 Batang Tarik ... 162
5.6.2 Batang Tekan ... 164
(8)
5.7.1 Batang Tarik ... 170 5.7.2 Batang Tekan ... 171 5.8 Perhitungan Berat Rangka Atap... 173
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 176 6.2 Saran ... 177
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 : Profil baja konvensional dan profil baja ringan ... 2
Gambar 1.1 : Model rencana kuda-kuda ... 8
Gambar 2.1 : Tekuk Lokal pada Penampang Langsing ... 19
Gambar 2.2 : Konsep Lebar Efektif Penampang Cold-formed ... 21
Gambar 2.3 : Properti Baja Akibat Proses Dingin ... 23
Gambar 2.4 : Pengaruh cold-work terhadap spesifikasi mekanis penampang baja cold formed ... 26
Gambar 2.5 : Pengaruh strain-hardening dan strain-ageing terhadap spesifikasi mekanis tegangan-regangan ... 27
Gambar 2.6 : Kurva tegangan-regangan baja ... 32
Gambar 2.7 : Single-symetric (monosymmetric) sections dan Doubly-symetric sections ... 49
Gambar 2.8 : Point-symetric sections ... 51
Gambar 2.9 : Non-symetric (asymmetric) sections ... 51
Gambar 2.10 : Elemen berpengaku dengan gaya tekan seragam ... 54
Gambar 2.11 : Elemen dan web berpengaku dengan gaya tekan tidak seragam ... 54
Gambar 2.12 : Elemen tidak berpengaku dengan gaya tekan seragam... 55
Gambar 2.13 : Elemen tidak berpengaku dengan tegangan tidak seragam ... 55
Gambar 2.14 : Elemen dengan pengaku tepi Lip biasa ... 60
Gambar 2.15 : Self-drilling screw ... 62
Gambar 2.16 : Pembatasan jarak sekrup ... 64
Gambar 3.1 : Model portal 2D ... 71
Gambar 3.2 : Profil C ... 72
Gambar 3.3 : Profil B atau Hat ... 72
(10)
Gambar 3.5 : Distribusi Beban mati (D) ... 77
Gambar 3.6 : Distribusi Beban hidup (L) ... 85
Gambar 3.7 : Distribusi Beban angin kiri (Wkiri) ... 86
Gambar 3.8 : Distribusi Beban angin kanan (Wkanan) ... 87
Gambar 3.9 : Distribusi Beban hujan (H) ... 88
Gambar 4.1 : Model Kuda-Kuda Baja Ringan ... 91
Gambar 4.2 : Luas Efektif (Ae) profil C ... 98
Gambar 4.3 : Joint dan batang Rangka Atap ... 116
Gambar 4.4 : Sambungan pada Joint 1 ... 116
Gambar 4.5 : Detail pemasangan sekrup joint 1 ... 122
Gambar 4.6 : Sambungan pada joint 19 ... 123
Gambar 4.7 : Detail pemasangan sekrup pada joint 19 ... 128
Gambar 4.8 : Sambungan pada joint 7 ... 129
Gambar 4.9 : Detail pemasangan sekrup pada joint 7 ... 137
Gambar 5.1 : Model Kuda-Kuda Baja Konvensional ... 143
Gambar 5.2 : Pembebanan pada Gording... 145
Gambar 5.3 : Distribusi Beban mati (D) ... 150
Gambar 5.4 : Distribusi Beban hidup (L) ... 155
Gambar 5.5 : Distribusi Beban angin kiri (Wkiri) ... 157
Gambar 5.6 : Distribusi Beban angin kanan (Wkanan) ... 157
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Perbandingan konfigurasi material baja konvensional
dengan baja ringan ... 4
Tabel 2.1 : Standar Perencanaan Baja di berbagai Negara... 14
Tabel 2.2 : Kekuatan Mnimum Baja Ringan Berdasarkan AS 1163, AS 1397, AS 1594, AS 1595 dan AS/NZS 3678 ... 34
Tabel 2.3 : Nilai faktor koreksi kt ... 46
Tabel 2.4 : Menentukan koefisien tekuk pelat (k) ... 59
Tabel 2.5 : Diameter Nominal Sekrup ... 63
Tabel 2.6 : Kuat tarik aksial minimum untuk sekrup self-drilling ... 69
Tabel 3.1 : Rekapitulasi Beban Mati ... 84
Tabel 3.2 : Gaya dalam maksimum ... 89
Tabel 4.1 : Rekapitulasi Perencanaan Rangka Batang... 115
Tabel 4.2 : Desain Sambungan ... 138
Tabel 5.1 : Kombinasi Gaya Dalam pada Gording ... 147
Tabel 5.2 : Rekapitulasi Beban Mati ... 155
Tabel 5.3 : Gaya Dalam Maksimum pada Rangka Batang ... 160
Tabel 5.4 : Rekapitulasi Perencanaan Rangka Batang... 169
Tabel 5.5 : Berat struktur rangka atap baja ringan (cold formed steel) .... 173
Tabel 5.6 : Berat struktur rangka atap baja konvensional (hot rolled steel) ... 174
(12)
DAFTAR NOTASI
b lebar dari elemen tidak termasuk bagian melingkar
b2 lebar elemen yang memiliki pengaku pada bagian tengah, tidak termasuk bagian melingkar
be lebar efektif suatu bagian penampang
c koefisien pengali untuk lebar efektif penampang d dimensi pengaku
db diameter baut df diameter sekrup
ds reduksi lebar efektif dari pengaku dsc lebar efektif dari pengaku
fn f kritis
foc nilai dari tegangan yang nilainya bervariasi sesuai dengan proses yang diterima oleh bagian struktur yang ditinjau
fy tegangan leleh penampang
fya rata-rata tegangan leleh desain dari baja berpenampang utuh dari elemen tekan
fyc rata-rata tegangan leleh tarik dari penampang tertekuk fyf rata-rata tegangan leleh tarik lembaran
fyv tegangan leleh tarik dari penampang yang belum dibentuk secara cold
form
fu tegangan fraktur penampang
fuv kuat tarik dari penampang yang belum dibentuk secara cold form
fu1 kekuatan tarik ultimate dari penampang yang menempel dengan bagian kepala sekrup
fu2 kekuatan tarik ultimate dari penampang yang tidak menempel dengan bagian kepala sekrup
(13)
f* tegangan desain dari elemen tekan berdasarkan lebar efektif, diambil sama dengan nilai fy
kt faktor koreksi akibat distribusi dari gaya yang bekerja
l panjang tak terkekang
le bentang efektif dari bagian struktur yang ditinjau m konstanta yang bernilai
r rasio tahanan - beban kombinasi aksial dan momen
rf rasio dari gaya yang disalurkan oleh sekrup pada luasan penampang yang ditinjau dibagi dengan kekuatan tarik yang ada pada luasan penampang tersebut.
ri radius girasi penampang
sf jarak antar baut tegak lurus dengan garis gaya t ketebalan penampang
t1 ketebalan dari penampang yang menempel dengan bagian kepala sekrup t2 ketebalan dari penampang yang tidak menempel dengan bagian kepala
sekrup
x0 pusat geser arah x y0 pusat geser arah y
A luas area dari penampang Ae luas efektif dalam keadaan leleh Ag luas kotor dari penampang An luas bersih dari penampang As luas area reduksi pengaku Asc luas area efektif dari pengaku BBc konstanta yang bernilai
(14)
Cb koefisien amplifikasi momen Cm koefisien momen
D beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding , lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap
E modulus young Et tangen modulus
F rasio dari rata-rata terhadap spesifikasi penampang Fpr proportional limit
G modulus geser
H beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air
E beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989, atau penggantinya
Ia second moment yang dibutuhkan di daerah pengaku, sehingga setiap
komponen elemen bertindak sebagai elemen pengaku
Ib second moment dari daerah dengan luas penampang tak tereduksi
Is second moment dari daerah dengan pengaku utuh di sekitar sumbu
sentroid parallel terhadap elemen yang harus diperkaku Iw nilai kelengkungan untuk luas penampang
J nilai torsi untuk luas penampang K koefisien tekuk
L beban hidup yang ditumbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain La beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak
M rasio dari rata-rata terhadap spesifikasi nominal material Nc kapasitas nominal member tekan
(15)
Ns kapasitas nominal penampang tekan Nt* kekuatan tarik desain
N* kuat ultimit aksial desain Nt kekuatan nominal tarik V koefisien variasi
Vb kekuatan geser dari penampang dimana terdapat sistem sambungan W beban angin
X tinggi penampang
Zc modulus penampang efektif
Zf modulus penampang efektif tak tereduksi
α sudut kemiringan atap
αnx faktor amplifikasi momen
β reliability index βo reliability target
δ deformasi
ε regangan
γL koefisien pengali kombinasi beban hidup
ρ faktor lebar efektif
λ angka kelangsingan
σ tegangan
Ф faktor kapasitas
Фb faktor reduksi untuk kekuatan lentur
Фc faktor reduksi untuk kekuatan tekan
(16)
ABSTRAK
Produksi baja canai dingin di Indonesia semakin meningkat, umumnya ditujukan pada konstruksi rangka atap baja ringan yang digunakan sebagai material alternatif selain kayu dan baja konvensional. Hal itu dikarenakan rangka atap jenis ini dianggap lebih ekonomis dan cepat dari segi perakitan. Meskipun demikian akibat ketiadaan peraturan tentang baja canai dingin maka banyak pelaksana di lapangan tidak terbiasa dengan proses perencanaan dan pelaksanaannya.
Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas proses perencanaan struktur rangka atap baja ringan (berupa struktur rangka kuda-kuda) berdasarkan Australian/ New Zealand Standard (AS/NZS 4600:1996), yang terdiri dari perencanaan pembebanan, analisis struktur, perencanaan batang tarik dan batang tekan dan perencanaan sambungan dengan sekrup kemudian dibandingkan dengan proses perencanaan struktur rangka atap baja konvensional berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 “Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung”.
Pada aplikasi perhitungan dapat dilihat perbandingan berat struktur rangka atap baja ringan dengan rangka atap baja konvensional, dimana struktur rangka atap baja ringan dari segi berat lebih ekonomis 36,87 % dibanding rangka atap baja konvensional pada luas bentang 18 m x 38 m.
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, struktur sipil
dituntut untuk menjadi lebih berkualitas disegala aspek selain aspek kekuatan
yang mutlak harus dipenuhi seperti aspek ekonomi dan kemudahan
pembangunan/perakitan. Salah satu struktur yang menjadi perhatian saat ini
adalah struktur rangka atap dimana semakin banyaknya pilihan material
pembentuk yang tersedia.
Struktur rangka atap baja ringan saat ini sudah semakin populer dan banyak
digunakan di Indonesia sebagai material alternatif selain kayu dan baja
konvensional. Hal itu dikarenakan rangka atap jenis ini dianggap lebih ekonomis
dan cepat dari segi perakitan.
Baja ringan adalah baja canai dingin yang keras yang diproses kembali
komposisi atom dan molekulnya, sehingga menjadi baja yang lebih fleksibel.
Saat ini baja ringan menjadi material bangunan yang sedang trend, rangka atap
baja ringan lebih dominan terkenal dibanding material baja ringan untuk struktur
lainnya.
Hal ini karena gencarnya iklan-iklan yang menawarkan produk rangka
(18)
semakin hari semakin langka juga karena harga kayu yang relatif mahal, maka
pemilihan material rangka atap baja ringan menjadi satu pilihan para kontraktor
atau owner dalam membangun rumah. Selain karena faktor keawetan dan tahan
rayap dan karat, rangka atap baja ringan mempunyai kelebihan yaitu kekuatan
struktur yang lebih bagus, seperti lebih kuat, lebih kaku dibanding konstruksi
kayu.
Disamping itu kemudahan dalam mendapatkan, kecepatan pemasangan,
dan struktur yang kuat membuat rangka atap baja ringan terkenal. Teknologi
dalam perencanaan dan pemasangan rangka atap baja ringan beragam sesuai
dengan profil dari elemen kuda-kuda itu sendiri. Profil kuda-kuda rangka atap
baja ringan yang beredar di pasaran terdiri dari C, Z, hollow dan UK atau profil
Omega atau HAT. Tiap profil memiliki kelebihan-kelebihan serta perbedaan
prinsip dalam pemasangannya.
(19)
b. profil baja ringan (cold formed steel)
Gambat 1.1 Profil baja konvensional dan profil baja ringan
Rangka
konstruksi. Meskipun tipis, baja ringan memiliki derajat kekuatan tarik yang
tinggi yaitu sekitar 550 MPa, sementara baja biasa sekitar 300 MPa. Kekuatan
tarik dan tegangan ini untuk mengkompensasi bentuknya yang tipis. Ketebalan
baja ringan yang beredar sekarang ini berkisar dari 0,4 mm – 1 mm.
Inilah kelebihan dan kekurangan baja ringan :
Kelebihan:
• Karena bobotnya yang ringan maka dibandingkan kayu atau baja
konvensional, beban yang harus ditanggung oleh struktur di bawahnya
jauh lebih rendah sehingga dapat mengurangi struktur pondasi, kolom dan
(20)
• Baja ringan bersifat tidak membesarkan api (non-combustible).
• Anti Rayap, tidak bisa dimakan rayap.
• Pemasangannya relatif lebih cepat apabila dibandingkan rangka kayu dan
baja konvensional.
• Pada baja ringan tidak terjadi muai dan susut, jadi tidak berubah karena
panas dan dingin.
Kekurangannya :
• Kerangka atap baja ringan tidak bisa diekspos seperti rangka kayu, sistem
rangkanya yang berbentuk jaring kurang menarik bila tanpa penutup
plafon.
• Karena strukturnya yang seperti jaring ini maka bila ada salah satu bagian
struktur yang salah hitung ia akan menyeret bagian lainnya maksudnya
jika salah satu bagian kurang memenuhi syarat keamanan, maka kegagalan
bisa terjadi secara keseluruhan.
• Rangka atap baja ringan tidak sefleksibel kayu yang dapat dipotong dan
(21)
Tabel 1.1 Perbandingan konfigurasi material baja konvensional dengan baja
ringan
Baja konvensional (hot rolled steel)
Baja ringan (cold formed steel) Modulus elastisitas : E 200.000 N/mm2 210.000 N/mm2
Modulus geser : G 80.000 N/mm2 E/2(1+ μ) N/mm2
81.000 N/mm2
Nisbah poisson : μ 0,3 0,3
Koefisien pemuaian : α 12 x 10-6 / 0C 12 x 10-6 / 0C
Berat jenis : ρ 7850 kg/m3 7850 kg/m3
Tegangan lelelh : fy 240 MPa 200 – 550 MPa
Kekuatan tarik : fu 370 MPa 300 – 550 MPa
Ketebalan material > 3 mm 0,4 – 1 mm
Baja ringan sebagai alternatif baru material rangka atap akhir-akhir ini
semakin populer dan bahkan menjadi trend tersendiri, ditandai dengan
banyaknya jumlah merk rangka atap baja ringan di Indonesia. Di satu sisi,
jumlah merk yang banyak itu membuat konsumen bisa bebas memilih mana
yang dianggap paling cocok dengan kebutuhan ataupun dana yang tersedia.
Tetapi di sisi lain, banyaknya merk tersebut juga mengakibatkan terjadinya
“perang harga” yang bisa merugikan konsumen. Karena sudah banyak penjual
(22)
menjadi “miring”.
Penurunan standar kualitas itu tentu saja sangat membahayakan. Sudah
banyak berita mengenai robohnya rangka atap baja ringan di berbagai lokasi.
Salah satu penyebab munculnya “kualitas non-standar” itu adalah karena sampai
saat ini Indonesia belum memiliki peraturan mengenai material cold formed
steel yang merupakan material pembentuk rangka jenis ini. Hal ini
menyebabkan banyak pelaksana di lapangan tidak terbiasa dengan proses
perencanaan dan pelaksanaannya.
1.2 Latar Belakang
Baja cold-formed atau cold-rolled (canai dingin) atau light-gage atau baja
ringan adalah komponen struktur baja dari lembaran atau pelat baja dengan proses
pengerjaan dingin. Baja canai dingin semakin populer digunakan sebagai
alternatif pengganti kayu dan secara intensif dipakai pada bangunan rendah
tidak-bertingkat (low-rise building).
Riset tentang baja cold-formed untuk bangunan dimulai oleh Prof. George
Winter dari Universitas Cornell mulai tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau
maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang “Light Gauge Steel Design Manual”
tahun 1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute). Sejak
dikeluarkan peraturan tersebut atau lebih dari lima dekade ini, maka pemakaian
(23)
struktur sekunder sampai struktur utama, misalnya untuk balok lantai, rangka atap
dan dinding pada bangunan industri, komersial maupun rumah tinggal.
Negara-negara selain USA umumnya sudah melengkapi dengan peraturan
perencanaan dan karena didukung dengan hasil-hasil penelitian maka aplikasi baja
canai dingin semakin maju yang berimbas pada semakin efisien dan luas
pemakaiannya.
SNI 03-1729-2002 atau Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk
Bangunan Gedung adalah acuan terbaru perencanaan konstruksi baja Indonesia
dan setara dengan peraturan AISC (American Institute of Steel Construction).
Meskipun demikian aplikasinya terbatas pada profil baja canai panas (hot-rolled)
yang umumnya cocok dipakai pada konstruksi berat. Pada sisi lain ada juga profil
baja canai dingin (cold-formed) yang banyak digunakan pada konstruksi ringan.
Bagaimanapun juga perilaku baja canai dingin berbeda dengan baja canai panas
(Wei-Wen Yu 2000) sehingga perencanaannyapun berbeda.
Produksi baja canai dingin di Indonesia semakin meningkat, umumnya
ditujukan pada konstruksi baja ringan yang bersaing dengan konstruksi kayu yang
cenderung semakin langka dan mahal. Meskipun demikian akibat ketiadaan
peraturan tentang baja canai dingin maka banyak pelaksana di lapangan tidak
terbiasa dengan proses perencanaan dan pelaksanaannya.
Menghadapi kondisi seperti itu, umumnya para insinyur yang ada bilamana
(24)
perencanaan sampai pelaksanaannya pada kontraktor spesialis yang umumnya
sekaligus pemasok material tersebut.
Penelitian mengenai perencanaan baja konvensional sudah banyak
dilakukan dan memberikan hasil yang memuaskan. Namun, penelitian mengenai
perencanaan baja ringan belum banyak dilakuka n.
Di Indonesia diketahui bahwa rangka atap jenis ini banyak mengalami
kegagalan. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh kegagalan elemen,
kegagalan sambungan, kombinasi keduanya atau kesalahan pengerjaan sehingga
diperlukan analisis lebih lanjut mengenai perilaku struktur rangka atap baja ringan
dan sambungannya yang didesain menurut prosedur yang biasa dilakukan saat ini.
1.3 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan Tugas Akhir ini adalah :
1. Mendefinisikan dan menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan
perencanaan struktur rangka atap baja ringan.
2. Menganalisa dan merencanakan struktur rangka atap baja ringan
berdasarkan Australian/ New Zealand Standard (AS/NZS 4600:1996).
3. Merencanakan sambungan menggunakan sekrup (self-drilling screw).
4. Membandingkan dengan proses perencanaan struktur rangka atap baja
konvensional berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 “Tata Cara Perencanaan
(25)
1.4 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup masalah yang akan timbul maka ditetapkan
batasan-batasan sebagai berikut :
1. Baja yang digunakan adalah high tension steel G-550 berlapis Zincalume
atau Galvanis.
2. Profil yang digunakan adalah profil C dan double C.
3. Sistem sambungan menggunakan sekrup (self-drilling screw).
4. Untuk analisa struktrur, garis gaya batang-batang yang disambung pada
tiap titik buhul dianggap bertemu disatu titik.
5. Peraturan pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan
untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987).
6. Kombinasi pembebanan yang dipakai berdasarkan SNI 03-1729-2002
tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung.
1,4D
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) ) + (γ L L atau 0,8W)
1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (La atau H)
1,2D ± 1,0E + γ L L
0,9D ± (1,3W atau 1,0E)
(26)
8. Model yang digunakan adalah kuda-kuda segitiga penuh bentang 18 m
dan α = 25o
dengan tumpuan sendi dan rol di kedua ujungnya.
Gambar 1.2 Model rencana kuda-kuda
1.5 Metode Pembahasan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi
analitis berdasarkan data-data dan buku literatur yang berhubungan dengan
pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen
pembimbing. Penganalisaan struktur dilakukan dengan program komputer yaitu
program SAP 2000 versi 10.0.1 untuk mempermudah proses perhitungan.
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Baja cold-formed atau cold-rolled (canai dingin) atau light-gage atau baja
ringan adalah komponen struktur baja dari lembaran atau pelat baja dengan proses
pengerjaan dingin. Potongan penampang, konfigurasi, proses manufaktur dan
fabrikasi cold-formed steel berbeda dengan baja konvensional. Pada produksi
cold-formed steel, baja dibentuk sedemikian rupa dalam suhu ruangan dengan
menggunakan bending brakes, press brake, dan roll-forming machines. Baja canai
dingin semakin populer digunakan sebagai alternatif pengganti kayu dan secara
intensif dipakai pada bangunan rendah tidak-bertingkat (low-rise building).
Riset tentang baja cold-formed untuk bangunan dimulai oleh Prof. George
Winter dari Universitas Cornell mulai tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau
maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang “Light Gauge Steel Design Manual”
tahun 1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute). Sejak
dikeluarkan peraturan tersebut atau lebih dari lima dekade ini, maka pemakaian
material baja canai dingin semakin berkembang untuk konstruksi bangunan, mulai
struktur sekunder sampai struktur utama, misalnya untuk balok lantai, rangka atap
(28)
Bahkan untuk kategori struktur dinding-tipis (thin-walled structures) dapat
lebih luas lagi pemakaiannya; seperti box-girder jembatan, anjungan kapal (ship
hulls) dan badan pesawat terbang. Dapat juga untuk pekerjaan infrastruktur
sebagai elemen struktur yang ditanam di tanah seperti tangki, pipa dan saluran
(culvert). Ide dari struktur dengan baja canai dingin adalah mendapatkan kekuatan
maksimum dari material seminimum mungkin.
Kenyataannya di lapangan, pemakaian baja canai dingin bila digabungkan
dengan strategi perencanaan yang inovatif dan tepat dapat diwujudkan untuk
berbagai keperluan, mulai dari rak penyimpan sampai bangunan hanggar raksasa
untuk pesawat Boeing 747.
Sebagai kelompok yang sama dalam sistem struktur dinding tipis maka baja
cold-formed mempunyai kekhususan dalam perencanaannya yaitu pengaruh
bentuk geometri penampang sangat besar terhadap perilaku dan kekuatannya
dalam memikul beban. Adanya perubahan bentuk yang sedikit saja dari
penampangnya maka kekuatan elemen struktur tersebut akan berbeda sama sekali
termasuk juga perilaku tekuknya. Pemberian sedikit tekukan pada profil sehingga
menjadi penampang corrugated maka kinerjanya mengalami peningkatan yang
signifikan dibanding perilaku penampang pelat datar.
Kekhususan tersebut mengakibatkan proses perencanaannya relatif lebih
rumit dibanding proses perencanaan baja canai panas. Tetapi karena keuntungan
(29)
kuat/berat yang relatif tinggi dan (3) sesuai untuk berbagai aplikasi, maka
konstruksi baja canai dingin tetap populer. Di Inggris bahkan diberitakan industri
konstruksinya menghabiskan sekitar 300,000 ton komponen baja canai dingin
setiap tahunnya dan selanjutnya memperlihatkan pertumbuhan yang meningkat.
2.1.1 Desain Struktur
Desain struktur dapat didefinisikan sebagai suatu perpaduan ilmu
pengetahuan dan seni yang mengkombinasikan perasaan intuitif seorang
perencana berpengalaman mengenai perilaku struktur dengan didasari
pengetahuan yang mendalam mengenai prinsip-prinsip statika, dinamika,
mekanika bahan dan analisis struktur, untuk menghasilkan suatu struktur yang
aman dan ekonomis sehingga dapat berfungsi seperti yang diharapkan. (Salmon.
Johnson,1996)
Hal-hal ilmiah dan ilmu pengetahuan akan menolong perencana menemukan
dasar-dasar berpikir untuk mengambil keputusan, akan tetapi hal itu sering tidak
mencukupi untuk menentukan keputusan akhir. Disinilah perlunya intuisi seorang
perencana dalam mengambil keputusan akhir yang mungkin secara ilmiah sulit
untuk diuraikan.
Intuisi seorang perencana juga diperlukan pada saat proses desain struktur
berlangsung. Sehingga data-data keluaran hasil analisis struktur tidak diterima
(30)
struktur dengan komputer, akan tetapi perlu ditambahkan pertimbangan perencana
(engineer review) sebelum data-data keluaran tersebut dikatakan layak untuk
digunakan. Dengan kata lain proses desain struktur bukanlah suatu proses kaku
yang hanya menjalankan prosedur perhitungan struktur dari awal hingga akhir,
akan tetapi lebih diharapkan menjadi suatu ajang pemunculan kreativitas
perencana dalam memadukan ilmu pengetahuan, seni dan intuisi untuk mencapai
suatu desain yang optimal, oleh karena itu pengetahuan perencana secara ilmu
pengetahuan harus ditunjang dengan pemahaman realisasi desain dilapangan
melalui pengalaman-pengalaman desain yang telah dilakukan maupun dari
sharing sesama perencana sehingga intuisi seorang perencana terasah dengan baik.
2.1.2 Peraturan Baja di berbagai Negara
Standar Nasional Indonesia SNI 03 – 1729 – 2002 “Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung” merupakan standar perencanaan
konstruksi baja paling baru di Indonesia. Meskipun demikian, standar tersebut
belum memasukkan strategi perencanaan baja canai dingin dalam
pembahasannya, dan dikhususkan hanya untuk pemakaian baja canai panas saja.
Bagaimanapun juga, pemakaian baja canai dingin berbeda perlakuannya
dibanding baja canai panas (Wei-Wen Yui 2000), dan sudah banyak
negara-negara yang memahami hal tersebut yaitu dengan membuat peraturan perencanaan
(31)
Tabel 2 memperlihatkan masing-masing peraturan perencanaan struktur
baja untuk beberapa negara.
Tabel 2.1 Standar Perencanaan Baja di berbagai Negara
Catatan : judul yang dicantumkan mungkin sudah out-of dated dan sudah ada versi barunya
2.1.3 Perbandingan Material Rangka Atap
Kelebihan Cold Formed Steel
1. Penggunaan lebih luas
(32)
furniture rumah, rak penyimpanan, peti dan fasilitas drainase.
2. Berat
Berat komponen Cold Formed Steel 35% sampai 50% lebih ringan
dibandingkan dengan kayu pada kekuatan yang sama yang berarti
penanganan dan transportasi lebih mudah.
3. Kekakuan dan kekuatan yang tinggi
Sebagai akibat cold formed process dimana tidak ada tegangan sisa yang
menyebabkan pengurangan kekuatan material, cold formed steel adalah
salah satu material dengan rasio kekuatan dan kekakuan terhadap berat yang
paling tinggi.
4. Pemasangan yang lebih mudah, cepat ,dan efisien
5. Material dengan dimensi yang stabil tahan perubahan bentuk karena suhu
ruang atau cuaca.
6. Material yang tahan lama.
Penggunaan lapisan galvanis menyebabkan material ini lebih tahan terhadap
korosi dibandingkan dengan baja biasa.
7. Material yang bersifat tidak membesarkan api (non-combustible) , sehingga
lebih tahan terhadap api.
(33)
Kekurangan Cold Formed Steel
1. Ketebalan material yang terbatas menyebabkan material tidak dapat
digunakan untuk struktur yang memikul momen dan gaya tekan yang
sangat besar dikarenakan kemungkinan bahaya tekuk yang tinggi. Contoh
untuk struktur gedung maksimum enam lantai.
2. Tidak semua jenis sambungan dapat digunakan untuk material yang sangat
tipis.
3. Peraturan yang belum terlalu populer, untuk beberapa negara penggunaan
material cold formed steel masih merupakan hal yang baru.
4. Standar ukuran profil dari tiap produsen tidak selalu sama.
5. Jenis profil tunggal yang terbatas, sehingga untuk mendapatkan kekuatan
yang diharapkan banyak dilakukan profil gabungan.
Kelebihan Baja Konvensional
1. Tahan terhadap semua gaya termasuk kombinasinya sehingga dapat
digunakan untuk semua jenis struktur.
2. Profil tunggal yang beragam sehingga profil tunggal dapat digunakan untuk
struktur dengan pembebanan tinggi. Dapat digunakan juga untuk baja
tulangan.
3. Semua jenis sambungan untuk baja dapat digunakan pada baja
(34)
4. Peraturan yang lebih umum dan standar profil yang sama sehingga lebih
mudah dalam perencanaan.
Kekurangan Baja Konvensional
1. Adanya pengaruh tegangan sisa yang menyebabkan penurunan kekuatan
material dikarenakan ketidakseragaman kecepatan pendinginan pada saat
pembentukan profil.
2. Tidak tersedianya material yang tipis sehingga untuk struktur-struktur
ringan cenderung menjadi boros.
3. Ketahanan terhadap korosi rendah.
4. Proses pengerjaan yang lebih sulit.
Kelebihan Kayu
1. Material ramah lingkungan dikarenakan dapat mengalami proses
pembusukan.
2. Mudah didapatkan karena tersedia di alam.
3. Memiliki nilai artistik yang tinggi
4. Merupakan material yang paling banyak diketahui dan digunakan oleh
masyarakat
Kekurangan Kayu
1. Kekuatan yang tidak seragam terhadap arah gaya dikarenakan termasuk
(35)
2. Umur dan durabilitas material yang tidak lama dikarenakan ketahanan
terhadap perubahan cuaca dan rayap rendah.
3. Penggunaan terbatas untuk struktur ringan.
4. Mahal
2.1.4 Fenomena Khas Konstruksi Baja Canai Dingin
Penggunaan material baja yang tipis dan proses pengerjaan dingin
menghasilkan problem dalam perencanaannya yang berbeda dengan material baja
canai panas yang umumnya relatif lebih tebal. Uraian berikut menjelaskan
fenomena pada baja canai dingin yang perlu menjadi pertimbangan dalam desain,
sebagai berikut (Wei Wen Yu 2000) :
1. Tekuk Lokal dan Kekuatan Pasca Tekuk
Elemen struktur baja ringan umumnya mempunyai tebal yang relatif kecil
sehingga mudah mengalami tekuk lokal (setempat) akibat tegangan tekan
meskipun kondisi masih elastis (belum mencapai tegangan leleh). Tegangan
tekan tersebut dapat timbul akibat gaya tekan, momen, gaya geser atau
tumpu. Jadi tekuk lokal menjadi kriteria penting dalam perencanaan.
Meskipun demikian, hal yang menarik bahwa elemen baja ringan pada
kondisi tegangan tekuk teoritis belum tentu runtuh, dari hasil penelitian
diketahui bahwa elemen baja canai dingin tetap dapat memikul beban
(36)
menunjukkan bahwa balok ringan (rasio lebar / tebal ≅ 184) pada beban tekuk teoritis 2.2 kN (100%) belum mengalami runtuh, dan keruntuhan baru
terjadi pada beban 15.4 kN (700%). Percobaannya lain, balok I dengan rasio
lebar / tebal ≅ 46 mencapai keruntuhan sebesar 350% dari beban teoritis yang menyebabkan tekuk pada sayap bagian atas. Oleh sebab itu kekuatan
pasca tekuk dari elemen baja canai dingin perlu dipertimbangkan untuk hasil
perencanaan yang ekonomis.
(37)
2. Kekakuan Torsi
Elemen struktur baja canai dingin umumnya langsing dan berupa
penampang terbuka (open section) sehingga mempunyai kekakuan torsi
berbanding lurus terhadap ketebalan (sebesar t3) sehingga kekuatannya
relatif kecil terhadap torsi. Kecuali itu bentuk profil C banyak dipakai pada
baja canai dingin yang mana shear-center nya berada di luar titik berat
(center of gravity) penampang. Kondisi tersebut menyebabkan tekuk
lentur-torsi menjadi faktor kritis dalam perencanaan kolom.
3. Pelat Pengaku (stiffner) pada Elemen Tekan sangat membantu
meningkatkan tahanan terhadap tekuk, bentuk yang dapat digunakan adalah
pengaku tepi (edge stiffener) dan pengaku di tengah (intermediate stiffener).
4. Sifat-sifat properti penampang yang bervariasi
Akibat adanya bagian yang berpengaku dan tidak berpengaku yang
mengakibatkan keseluruhan lebar penampang hanya akan efektif jika rasio
lebar/tebal kecil atau jika gaya tekan yang bekerja kecil. Tetapi karena rasio
lebar / tebal yang besar maka bagian penampang yang berpengaku akan
bekerja lebih efektif pada saat tekuk lokal telah terjadi. Sebagai hasilnya,
distribusi gaya tekan tidak seragam pada keseluruhan penampang. Untuk itu
(38)
Gambar 2.2. Konsep Lebar Efektif Penampang Cold-formed (Bambach 2003)
5. Sistem Sambungan
Pada sambungan baut, ketebalan bagian yang disambung relatif tipis pada
baja ringan dibanding baja biasa (hot-rolled). Baja cold-formed berbentuk
lembaran sheet atau strip mempunyai sebaran yang sempit antara tegangan
leleh (fy) dan kuat tariknya (fu), sehingga perilaku sambungan baut berbeda
(39)
6. Kekuatan Tumpu Ujung dari Baja Tipis
Tekuk pada badan (web crippling) menjadi masalah kritis pada baja
cold-formed dikarenakan (1) pemakaian pelat pengaku pada tumpuan atau lokasi
beban terpusat adalah tidak praktis pada konstruksi cold-formed, (2) rasio
tinggi / tebal dari bagian badan relatif besar dibanding profil hot-rolled. Itu
semua memerlukan kriteria khusus.
7. Batasan Ketebalan
Pada perencanaan baja cold-formed, faktor penting adalah rasio lebar/tebal
dari elemen tekan dan satuan tegangan yang digunakan, sedangkan
ketebalan pelat baja itu sendiri tidak menjadi permasalahan. Meskipun
demikian ketebalan pelat baja menentukan kemudahan material tersebut
dibentuk, tetapi itu tergantung pabriknya.
8. Perencanaan Plastis. Akibat dikategorikan sebagai penampang langsing
yang tidak memenuhi persyaratan perencanaan plastis (penampang kompak)
maka pada konstruksi cold-formed dianggap tidak dapat menghasilkan
mekanisme sendi plastis.
9. Pengaruh proses Pengerjaan Dingin (Cold Work of Forming). Telah
diketahui bahwa properti mekanik baja akan dipengaruhi proses pengerjaan
dingin (cold-formed). Maka peraturan yang mengkhususkan pada baja canai
dingin seperti AISI dapat memanfaatkan adanya penambahan tegangan leleh
(40)
Gambar 2.3. Properti Baja Akibat Proses Dingin
(Brockenbrough dan Merritt 1999).
2.1.5 Baja Struktural Cold Formed 2.1.5.1 Baja yang dapat dipakai
Untuk keperluan Tugas Akhir ini, struktur baja ringan yang akan dianalisis
didesain menurut Australian and New Zealand Standards. Peraturan ini memuat
standar spesifikasi baja yang memenuhi persyaratan untuk keperluan desain.
Peraturan dalam Standard Australia yang digunakan dalam tugas akhir ini
(41)
eksperimen terhadap elemen struktur yang diberi beban statis. Peraturan ini tidak
mengakomodasi ketahanan struktur terhadap api dan fatigue.
Karakteristik material yang penting untuk desain cold-formed steel adalah
tegangan leleh, kuat tarik, dan daktilitas. Daktilitas adalah kemampuan baja
menahan regangan plastis atau permanen sebelum mengalami fraktur.
Kemampuan ini cukup penting untuk keamanan struktural maupun proses
pembentukan penampang cold-formed steel. Kemampuan ini diukur dengan
penguluran baja sampai 50 mm satuan panjang. Rasio tegangan leleh dengan kuat
tarik juga merupakan karakteristik yang penting karena rasio ini adalah indikasi
adanya strain-hardening dan kemampuan material mendistribusikan tegangan.
Dalam daftar yang dibuat oleh Australian and New Zealand Standards, kuat
leleh tekan dari baja berkisar antara 200 sampai 550 MPa. Sedangkan kuat tarik
bervariasi antara 300 sampai 550 MPa. Penguluran yang terjadi paling tidak lebih
dari 8%. Terdapat pengecualian untuk Baja G550 dalam AS 1397 yang memiliki
kuat leleh tekan minimal 550 MPa dengan penguluran minimal sebesar 2% dalam
50 mm satuan panjang. Baja dengan daktilitas rendah ini memilki keterbatasan
dalam penggunaannya sebagai elemen struktural sehingga hanya diizinkan untuk
penampang baja dengan ketebalan tidak kurang dari 0.9 mm. Meskipun demikian,
baja tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam aplikasi khusus sebagai elemen
(42)
2.1.5.2 Peningkatan Kekuatan Baja, Pengaruh dari Cold-Forming
Sifat mekanik dari pelat tipis baja, strip, pelat atau batang seperti tegangan
leleh, kuat tarik, dan penguluran mungkin amat berbeda dengan sifat yang
ditunjukkan oleh penampang cold-formed steel.
Spesifikasi mekanis dari lembaran baja tipis, strip, pelat atau batang, seperti
tegangan leleh, kuat tarik, dan penguluran dapat berbeda dengan spesifikasi yang
ditampilkan oleh penampang cold-formed steel. Peningkatan kekuatan leleh dan
kuat tarik material dasar (virgin material) di lokasi penampang pada baja cold
formed berpenampang kanal dan joist (Karren dan Winter 1967) ditunjukkan oleh
gambar 2.4.
(43)
b. Joist chord
Gambar 2.4 Pengaruh cold-work terhadap spesifikasi mekanis penampang baja
cold formed (Wei Wen Yu 2000)
Pengaruh dari cold-work pada spesifikasi mekanis baja diteliti oleh Chajes,
Britvec, Winter, Karren, dan Uribe dari Cornell University. Dari penelitian ini,
disimpulkan bahwa penyebab utama perubahan spesifik mekanis tersebut adalah
strain-hardening dan strain ageing. Dalam gambar 2.5, kurva A memperlihatkan
kurva tegangan-regangan pada material dasar. Kurva B dihasilkan ketika beban
dihilangkan (unloading) pada saat baja melalui daerah strain-hardening. Kurva D
menunjukkan kurva tegangan-regangan jika baja dibebani kembali setelah terjadi
strain-ageing. Perlu diperhatikan bahwa titik leleh kurva C dan D lebih tinggi
(44)
strain-hardening dan strain ageing.
Gambar 2.5 Pengaruh strain-hardening dan strain-ageing terhadap spesifikasi
mekanis tegangan-regangan (Wei Wen Yu 2000)
Penelitian tersebut juga menghasilkan kesimpulan bahwa pengaruh dari
cold-work terhadap spesifikasi mekanis di sudut-sudut penampang baja
tergantung pada hal-hal sebagai berikut:
1. Tipe baja
2. Tipe tegangan (tarik atau tekan)
3. Arah tegangan terhadap arah cold work (transversal atau longitudinal)
4. Rasio fu/fy
5. Rasio jari-jari girasi terhadap ketebalan (ri/t)
(45)
Rasio fu/fy dan ri/t merupakan faktor yang terpenting dalam terjadinya
perubahan spesifikasi mekanis dari penampang baja. Material dasar dengan ratio
fu/fy yang besar memiliki potensi cukup besar untuk mengalami strain hardening.
Dengan demikian, jika terjadi kenaikan dari rasio tersebut, pengaruh dari
cold-work terhadap peningkatan titik leleh baja juga semakin besar. Sebaliknya, bila
rasio ri/t kecil maka pengaruh dari cold work pada bagian sudut makin besar
sehingga titik lelehnya pun meningkat.
Berikut ini merupakan beberapa persamaan untuk rasio dari tegangan leleh
sudut akibat cold work terhadap tegangan leleh material dasar :
���
���=
��
(��/�)� (2.1)
�� = 3,69�������� −0,819�������� 2
−1,79 (2.2)
�= 0,192����
���� −0,068 (2.3)
di mana :
fyc = tegangan leleh tarik penampang tertekuk
fyv = tegangan leleh tarik dari penampang yang belum dibentuk secara
cold form
Bc = konstanta
m = konstanta
(46)
ri = jari-jari girasi
t = ketebalan pelat baja tipis
Untuk spesifikasi penampang yang utuh, tegangan leleh tarik dari
penampang utuh dapat diperkirakan nilainya menggunakan :
��� =����+ (1− �)��� (2.4)
di mana :
fya = rata-rata tegangan leleh desain dari baja berpenampang utuh dari
elemen tekan
C = rasio luas area tertekuk terhadap luas penampang total
Untuk elemen fleksural yang memiliki flens berbeda, flens yang memiliki
nilai C lebih kecil dianggap sebagai flens penentu.
fyc = rata-rata tegangan leleh tarik dari penampang tertekuk
= �����
(��/�)� (2.5)
fyf = rata-rata tegangan leleh tarik lembaran
2.1.5.3 Daktilitas
Lembaran dan strip baja kadar karbon rendah dengan titik leleh minimum
yang telah ditentukan antara 250 MPa sampai 500 MPa disyaratkan memenuhi
(47)
sebesar 8% dalam 50 mm satuan panjang. Tetapi, untuk baja AS 1397 – G550
dengan tegangan leleh minimal 550 MPa, penguluran minimal adalah sebesar 2%
dalam 50 mm satuan panjang untuk baja dengan t = 0.60 mm. Tidak ada
ketentuan khusus mengenai penguluran untuk baja yang lebih tipis dari 0.6 mm.
Setelah ditemukan baja dengan kekuatan yang lebih tinggi (310 sampai 690
MPa), syarat mengenai penguluran ditentukan antara 50 sampai 1.3% dalam 50
mm satuan panjang. Rasio fu/fy ditetapkan berkisar antara 1.51 hingga 1. Namun,
ketentuan ini cukup memberatkan untuk kepentingan desain. Peneliti sebelumnya
merekomendasikan persyaratan-persyaratan untuk baja yang memiliki daktilitas
tinggi sebagai berikut:
a. Rasio fu/fy > 1,08
b. Total penguluran dalam 50 mm satuan panjang tidak kurang dari 10%, atau
tidak kurang dari 7% dalam 200 mm satuan panjang.
Ketentuan dalam AS 4600 membatasi rasio fu/fy sebesar 1.08. Karena
kurangnya data uji coba performa elemen struktural yang memiliki rasio fu/fy <
1.08, ketentuan dalam AS 4600 membatasi penggunaan baja tersebut hanya untuk
purlin dan girt. Namun, desain gaya aksial dengan bentang pendek diizinkan
selama persyaratan dari Standard mengenai daktilitas dipenuhi dan N*/Ru tidak
melebihi 0,15.
(48)
daktilitas yang cukup. Penggunaannya dibatasi untuk konfigurasi khusus. Batas
dari desain tegangan leleh sampai 75% dari tegangan leleh minimal yang telah
ditentukan, dan desain kuat tarik sampai 75% dari kuat tarik minimal yang telah
ditentukan, atau 450 MPa (lebih kecil) akan memiliki safety factor yang lebih
besar. Meskipun demikian, Standard tetap memperbolehkan baja dengan daktilitas
rendah, seperti AS 1397 – G550 dengan tebal kurang dari 0,9 mm, untuk
digunakan berdasarkan hasil dari loading test yang diijinkan sebagai sebuah
alternatif untuk melakukan reduksi ini. Penggunaan tegangan desain yang lebih
tinggi dari ketentuan di atas juga diperbolehkan bila daktilitas material tersebut
tidak mempengaruhi kekuatan, stabilitas, dan daya layan dari elemen struktural.
2.1.6 Desain Tegangan
Kekuatan dari baja cold-formed elemen struktur bergantung dari nilai
tegangan lelehnya, kecuali dalam kasus di mana tekuk lokal elastis atau tekuk
globalnya kritis. Karena kurva tegangan-regangan dari lembaran atau strip baja
bisa berupa kurva sharp-yielding type atau gradual-yielding type, metode untuk
menentukan tegangan leleh untuk sharp-yielding steel dan tegangan leleh untuk
gradual-yielding steel ditentukan dalam AS 1391. Tegangan leleh untuk
sharp-yielding steel ditentukan oleh level tegangan dari plateau. Tegangan leleh untuk
gradual-yielding steel ditentukan dengan metode penguluran non-proporsional
(49)
a. Sharp yielding
b. Gradual yielding
Gambar 2.6 Kurva tegangan-regangan baja
(Wei Wen Yu 2000)
Kekuatan dari elemen yang tertekuk tidak hanya bergantung dari tegangan
leleh, tetapi juga dari modulus elastisitas (E) dan tangen modulusnya (Et).
(50)
sampai 207 GPa. Nilai 200 GPa digunakan untuk standard pendesainan. Tangen
modulus ditentukan oleh kemiringan dari kurva tegangan-regangan di setiap level
tegangan.
Untuk sharp-yielding steel, Et bernilai sama dengan E sampai tegangan
leleh, tetapi untuk gradually-yielding stress, Et bernilai sama dengan E hanya
sampai proportional limit (Fpr). Setelah tegangan melampaui proportional limit,
nilai tangen modulus (Et) akan menurun dibandingkan modulus elastisitasnya.
Berbagai macam ketentuan mengenai tekuk dalam Standard ditulis untuk
gradually-yielding steels dengan proportional limit tidak kurang dari 70% dari
(51)
Tabel 2.2. Kekuatan Minimum Baja Ringan Berdasarkan
AS 1163, AS 1397, AS 1594, AS 1595 dan AS/NZS 3678
Standard Grade Tegangan leleh (fy)
MPa
Kuat tarik (fu) MPa AS 1163 C250 and C250L0
C350 and C350L0 C450 and C450L0
250 350 450 320 430 500
AS 1397 G250 G300 G350 G450* G500† G550‡ 250 300 350 450 500 550 320 340 420 480 520 550
AS 1594 Hd1 Hd2 Hd3 Hd4 Hd200 Hd250 Hd300 Hd300/1 Hd350 HW350 Hd400
(lihat catatan 1) (lihat catatan 1) (lihat catatan 1)
200 200 250 300 300 350 340 400
(lihat catatan 1) (lihat catatan 1) (lihat catatan 1)
200 300 350 400 430 430 450 460
AS 1595 CX85T CX70T CX60T CX50T CX1 CX2 CX3 CA4
(lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2)
550 380 310 300 280 280 280 280 AS/NZS 3678
200 (t ≤ 8 mm)
200 (8 mm < t ≤ 12 mm)
200 (12 mm < t ≤ 20 mm)
200 (20 mm < t ≤ 25 mm)
200 200 NA NA 300 300 300 300
250 (t ≤ 8 mm)
250 (8 mm < t ≤ 12 mm)
250 (12 mm < t ≤ 20 mm)
250 (20 mm < t ≤ 25 mm)
280 260 250 250 410 410 410 410
250L15 (t ≤ 8 mm)
250L15 (8 mm < t ≤ 12 mm)
250L15 (12 mm < t ≤ 20 mm)
250L15 (20 mm < t ≤ 25 mm)
280 260 250 250 410 410 410 410
(52)
300, 300L15 (8 mm < t ≤ 12 mm)
300, 300L15 (12 mm < t ≤ 20 mm)
300, 300L15 (20 mm < t ≤ 25 mm)
310 300 280 430 430 430
350, 350L15 (t ≤ 8 mm)
350, 350L15 (8 mm < t ≤ 12 mm)
350, 350L15 (12 mm < t ≤ 20 mm)
350, 350L15 (20 mm < t ≤ 25 mm)
360 360 350 340 450 450 450 450
400, 400L15 (t ≤ 8 mm)
400, 400L15 (8 mm < t ≤ 12 mm)
400, 400L15 (12 mm < t ≤ 20 mm)
400, 400L15 (20 mm < t ≤ 25 mm)
400 400 380 360 480 480 480 480
WR350, WR350/L0 (t ≤ 8 mm)
WR350, WR350/L0 (8 mm < t ≤ 12 mm)
WR350, WR350/L0 (12 mm < t ≤ 20 mm)
WR350, WR350/L0 (20 mm < t ≤ 25 mm)
340 340 340 340 450 450 450 450
* berlaku untuk material hard-rolled dengan tebal lebih besar atau sama dengan 1.5 mm.
† berlaku unutk material hard-rolled dengan tebal lebih besar dari 1.0 mm tapi lebih kecil dari 1.5 mm.
‡ berlaku unutk material hard-rolled dengan tebal lebih kecil atau sama dengan 1.0 mm.
Catatan :
1. Untuk tujuan desain, tegangan leleh dan kuat tarik mendekati Grade Hd200. 2. Untuk tujuan desain, tegangan leleh diperoleh dari :
a. dari pabrik;
b. dengan uji berdasarkan AS 1391; atau c. dengan menggunakan 170 MPa
2.2 PEMBEBANAN
Proses penentuan beban-beban yang bekerja pada struktur mungkin
merupakan tahapan terpenting sekaligus tersulit yang harus dihadapi perencana
struktur dalam suatu rangkaian proses desain. Disebut demikian karena untuk
mencapai hasil rancangan yang tepat dan akurat perencana harus :
(53)
selama masa layan.
b. Mampu menentukan penempatan beban yang paling memberikan pengaruh
paling buruk (worst) terhadap struktur.
c. Pada struktur tertentu perencana juga dituntut harus mampu menentukan
tahapan pembebanan yang tepat, misalnya pada struktur komposit dimana
tahapan pembebanan menentukan kapasitas suatu penampang.
Disinilah diperlukan kejelian dan intuisi perencana untuk memperkirakan
(predicting) hal-hal tersebut diatas. Secara umum, ada tiga kategori beban yang
harus dikenal baik oleh perencana struktur, yaitu: beban mati, beban hidup dan
beban lingkungan. Beban-beban tersebut dapat membebani struktur dalam arah
vertikal maupun horizontal dan dalam bentuk beban terpusat (membebani struktur
dalam area relatif kecil), beban garis berupa berat sendiri elemen ataupun berat
dinding partisi ataupun beban permukaan yang menyebar merata diatas
permukaan lantai. Karakteristik masing-masing beban diuraikan lebih lanjut pada
bab berikut ini. Berdasarkan SNI, beban yang bekerja pada struktur adalah :
1. Beban sendiri termasuk beban tambahan, seperti mechanical electrical
(ME), atap metal, dan sebagainya.
2. Beban hidup
3. Beban angin
(54)
5. Beban gempa
2.2.1 Beban Mati
Beban mati adalah beban yang membebani struktur secara menetap selama
masa layan struktur. Umumnya beban mati berasal dari berat sendiri struktur dan
komponen-komponen lain yang melekat pada struktur. Sebagai contoh: berat
balok, berat lantai, berat lantai atap, langi-langit, dinding-dinding partisi,
pipa-pipa dan peralatan mechanical-electrical (ME) yang menetap pada struktur. Besar
nilai beban mati dapat ditentukan dengan mengetahui dimensi dan jenis material
yang digunakan. Untuk peralatan ME, berat peralatan dapat diperoleh dari
pabrikannya.
Berat sendiri bahan bangunan komponen gedung berdasarkan Pedoman
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987) :
BAHAN BANGUNAN
Baja 7.850 kg/m3
Batu Alam 2.600 kg/m3
Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1.500 kg/m3
Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m3
Batu pecah 1.450 kg/m3
Besi tuang 7.250 kg/m3
(55)
Beton bertulang (2) 2.400 kg/m3
Kayu (Kelas I) (3) 1.000 kg/m3
Kerikil, koral (kering udara sampai lembap, tanpa diayak) 1.650 kg/m3
Pasangan bata merah 1.700 kg/m3
Pasangan batu belah, batu belat, batu gunung 2.200 kg/m3
Pasangan batu cetak 2.200 kg/m3
Pasangan batu karang 1.450 kg/m3
Pasir (kering udara sampai lembap) 1.600 kg/m3
Pasir (jenuh air) 1.800 kg/m3
Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembap) 1.850 kg/m3
Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) 1.700 kg/m3
Tanah, lempung dan lanau (basah) 2.000 kg/m3
Tanah hitam 11.400 kg/m3
Catatan :
i. Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi
ii. Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis,
berat sendirinya harus ditentukan sendiri.
iii. Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis kayu tertentu lihat Peraturan
(56)
KOMPONEN GEDUNG
Adukan, per cm tebal :
- dari semen 21 kg/m2
- dari kapur, semen merah atau tras 17 kg/m2
Aspal, termasuk bahan-bahan mineral tambahan, per cm tebal 14 kg/m2
Dinding Pas. Bata merah :
- satu batu 450 kg/m2
- setengah batu 250 kg/m2
Dinding pasangan batako :
Berlubang :
- tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/m2
- tebal dinding 10 cm (HB 10) 120 kg/m2
Tanpa lubang
- tebal dinding 15 cm 300 kg/m2
- tebal dinding 10 cm 200 kg/m2
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa
penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari :
- semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal
maksimum 4 mm 11 kg/m2
(57)
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit- 40 kg/m2
langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup
maksimum 200 kg/m2
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang 7 kg/m2
maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 0,8 m
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 50 kg/m2
bidang atap
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2 40 kg/m2
bidang atap
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng 10 kg/m2
Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, 24 kg/m2
tanpa adukan, per cm tebal
Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 11 kg/m2
2.2.2 Beban Hidup
Berbeda dengan beban mati, beban hidup adalah beban gravitasi yang
memiliki besar dan/atau posisi yang berubah dari waktu ke waktu (moving loads)
selama masa layan struktur. Sebagai contoh adalah beban orang, funiture,
perkakas, beban kendaraan pada struktur jembatan dan beban lain yang dapat
bergerak. Karena sifatnya yang berubah-ubah, umumnya beban hidup sangat sulit
(58)
minimum yang harus diperhitungkan pada suatu struktur, pada umumnya
mengacu pada peraturan pembebanan yang ditentukan oleh pemerintah. Untuk
Indonesia pengaturan nilai minimum beban hidup untuk berbagai fungsi bangunan
diatur dalam Peraturan Pembehanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIG 1983).
Beban-beban ini pada umumnya bersifat empiris dan konservatif yang dapat
diterima secara umum. Namun adakalanya nilai yang diberikan tidak tepat, untuk
kondisi demikian menentukan beban hidup sendiri dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang,
harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Atap dan/atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang,
harus diambil yang menentukan (terbesar) dari:
• Beban terbagi rata air hujan Wah = 40 - 0,8 A
dengan,
A = sudut kemiringan atap, derajat ( jika A > 50o dapat diabaikan).
Wah = beban air hujan, kg/m2 (min. Wah atau 20 kg/m2)
• Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
(59)
2.2.3 Beban Angin
Berdasarkan PPIG 1987, beban angin didefinisikan sebagai tekanan angin
yang menerpa struktur baik berupa gaya tekan ataupun gaya hisap. Umumnya
beban angin baru diperhitungkan untuk struktur yang memiliki minimal 4 lantai
atau memiliki tinggi bangunan minimal 16 m. Angin yang bergerak menabrak
struktur dianggap bekerja sebagai tekanan positif pada sisi yang berhadapan
langsung dengan arah angin dan tekanan negatif (isap) pada sisi belakangnya.
Tekanan tiup angin yang bekerja pada struktur untuk daerah normal sebesar 25
kg/m2 dan untuk daerah pantai diambil 40 kg/m2.
2.2.4 Beban Gempa
Beban gempa terjadi akibat pergerakan tanah dasar ke arah horizontal atau
vertikal secara tiba-tiba dalam periode tertentu. Umumnya pergerakan arah
horizontal memiliki guncangan yang lebih besar. Gerakan tanah yang diakibatkan
oleh getaran gempa bumi meliputi percepatan, kecepatan, dan perpindahan.
Ketiganya pada umumnya teramplifikasi sehingga menimbulkan gaya dan
perpindahan yang dapat melebihi kapasitas yang dapat ditahan oleh struktur yang
bersangkutan. Nilai maksimum besarnya gerakan tanah yaitu kecepatan tanah
puncak, percepatan tanah puncak, dan perpindahan tanah puncak menjadi
(60)
2.2.5 Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu
memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini:
1,4D
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) ) + (γ L L atau 0,8W)
1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (La atau H)
1,2D ± 1,0E + γ L L
0,9D ± (1,3W atau 1,0E)
Keterangan:
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,
termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan
layan tetap
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk
kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan
lain-lain
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh
pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang
dan benda bergerak
(61)
W adalah beban angin
E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–1989, atau
penggantinya dengan,
γ L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan γ L = 1 bila L≥ 5 kPa.
Pengecualian:
Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan ke
3,4 dan 5 yang diambil dari SNI, harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir,
daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana
beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.
2.3 ELEMEN STRUKTUR COLD FORMED STEEL 2.3.1 Batang Tarik
Batang tarik adalah elemen struktur baja yang hanya memikul/ mentransfer
gaya aksial tarik antara dua titik pada struktur. Batang tarik didesain untuk
mencegah beberapa mode keruntuhan yang mungkin akibat gaya yang bekerja
pada batang dalam kondisi normal, keruntuhan tersebut diantaranya, leleh di
seluruh luasan penampang, fraktur di luasan efektif penampang, blok geser, retak
akibat geser sepanjang sambungan. Secara teoritis, kekuatan penampang batang
tarik dapat dimobilisasikan secara maksimal hingga penampang mencapai
keruntuhan. Akan tetapi pada kondisi sebenarnya, kekuatan batang tarik harus
(62)
bekerja. Dengan ungkapan lain, kekuatan batang tarik ditentukan oleh seberapa
luas suatu penampang secara efektif ikut serta memikul gaya aksial tarik tersebut.
Kekuatan tarik penampang dari baja ringan untuk keperluan analisis
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
N∗ ≤ΦtNt (2.7)
dengan,
Φt = faktor reduksi kuatan tarik (0.90)
Nt = Kuat tarik nominal, nilai terkecil dari :
1. Nt = Ag.fy (2.8)
2. Nt = 0.85.kt.An.fu (2.9)
dengan :
Ag = Luas bruto penampang
fy = Tegangan leleh
kt = Faktor koreksi akibat distribusi dari gaya yang bekerja (Tabel 2.1)
An = Luas netto penampang
= Ag – d.t
(63)
Tabel 2.3 Nilai faktor koreksi kt (AS/NZS 4600:1996)
2.3.2 Batang Tekan
Sama halnya seperti batang tarik, batang tekan juga hanya memikul/
mentransfer gaya aksial antara dua titik pada struktur. Akan tetapi sifat gaya aksial
yang diterima adalah gaya aksial tekan. Sehingga pengaruh tekuk (buckling) atau
lenturan tiba-tiba akibat ketidakstabilan merupakan persoalan yang mendapat
(64)
tidak hanya dipengaruhi kekuatan bahannya akan tetapi turut dipengaruhi bentuk
geometris penampang (jari-jari girasi penampang). Model keruntuhan yang
mungkin terjadi pada elemen batang tekan diantaranya; leleh (tekuk plastik) ,
tekuk inelastik dan tekuk elastik.
Tekuk yang terjadi pada penampang batang tergantung dari rasio
kelangsingan penampang (λ) batangnya. Penampang dengan rasio kelangsingan
rendah cenderung mengalami keruntuhan leleh (tekuk plastik) sedangkan elemen
batang dengan rasio kelangsingan yang tinggi cenderung mengalami keruntuhan
tekuk elastik. Sebagian besar elemen batang tekan didesain agar mengalami
keruntuhan tekuk inelastik yaitu elemen batang dengan rasio kelangsingan
menengah, hal ini agar desain yang dilakukan optimal karena memiliki kuat tekan
efektif dan dimensi yang efisien bila dibanding skenario tekuk elastik dan tekuk
plastik. Seluruh tekuk yang terjadi pada batang akan mengikuti salah satu dari 3
macam tekuk yang ada, yaitu; lentur, lokal, torsi.
Penjelasan ketiga macam tekuk ini adalah sebagai berikut; Tekuk lentur
(flexural buckling) adalah tekuk menyebabkan elemen batang mengalami lentur
terhadap sumbu lemah batang, tekuk lokal (local buckling) adalah tekuk yang
terjadi pada elemen pelat penampang (sayap/ badan) yang menekuk karena terlalu
tipis. Ini dapat terjadi sebelum batang menekuk lentur secara keseluruhan. Tekuk
torsi (torsional buckling) adalah tekuk yang terjadi pada elemen pelat yang
(65)
Elemen tekan terhadap beban aksial konsentris yang akan dianalisis didesain
kuat tekannya dengan persamaan berikut:
1. N∗≤ΦcNs (2.10)
2. N∗≤ΦcNc (2.11)
dimana :
Ns = Kapasitas nominal penampang (compression)
= Ae x fy, (Ae = luas efektif dalam keadaan leleh) (2.12)
Nc = Kapasitas nominal elemen (compression)
= Ae x fn (2.13)
Ae = luas efektif saat f critical (fn)
fn = fkritis, fungsi dari λc
untuk �� ≤1.5∶ ��=�0.658��2���� (2.14) untuk �� > 1.5∶ �� =�0.877
��2 ���� (2.15)
dimana :
�� =������ (2.16)
��� = elastic flexural buckling stress
Nilai elastic flexural buckling stress dihitung dengan persamaan:
a. Flexural Buckling Stress
Elemen yang tergolong langsing dan dibebani secara aksial memiliki
(66)
lintangnya doubly-symmetric shape, closed shape, silindris atau
point-symmetric shape. Untuk bentuk penampang single-point-symmetric, flexural
buckling merupakan salah satu mode kegagalan.
Persamaan yang digunakan:
��� = �
2�
���� �� 2 (2.17)
dengan ���� �� = rasio kelangsingan efektif
Single-symetric (monosymetric) sections
Doubly-symetric sections
(67)
Doubly-b. Flexural-Torsional Buckling Stress
��� =2�1 �(���+���)− �(���+���)−4���������� (2.18)
Dengan
��� = �
2�
����� ��� 2 (2.19)
��� =��××�012� �1 + �
2�� �
�����2� (2.20)
Iw = nilai kelengkungan untuk luas penampang
lex, lez = panjang efektif
G = modulus geser (80000 MPa)
J = Kontanta torsi St.Venant untuk penampang
A = Luas total penampang
R01 = radius girasi polar terhadap pusat geser, dihitung dengan
�01=���2+��2+�02+�02 (2.22)
rx, ry = radius girasi
x0, y0 = pusat geser
β = 1 – ( xo / r01)2 (2.22)
c. Point-symetric section
Elastic buckling stress untuk penampang ini dihitung baik dengan
(68)
buckling stress yang mengalami torsi dihitung dengan persamaan berikut:
��� =��××�012� �1 + �
2���
�����2� (2.23)
Gambar 2.8 Point-symetric sections (AS/NZS 4600:1996)
d. Non-symetric section ( lihat gambar 2.9 )
Untuk kondisi ini, nilai foc dihitung dengan mengambil nilai minimum
dari persamaan eksponensial di bawah ini :
foc (r012 - xo2 - xo2) – foc2 [ r012 ( fox + foy +foz ) – ( foyxo2 + foxyo2 )] +
focr012 ( foxfoy + foyfoz + foxfoz ) – ( foxfoyfozr012) = 0 (2.24)
(69)
e. Singly-symmetric sections
Untuk penampang dengan singly-symmetric sections yang menerima
gaya tekuk distorsi, nilai Nc dihitung dengan mengambil nilai minimum
dari kedua persamaan di bawah ini :
i. �� =���� ii. ��� = �
2��(�1+�2)− �(�1+�2)2−4�3�
Dimana :
�1 =��1�����20.039��2�+��1���
�3 =� ��1�� −��1��2×���2�
�2 =� ���+�21����2 ����
�1=�̅2+��+��� (2.27)
�= 4.80�����2��
�3 �
0.25
(2.28)
� =����2
�� = ��
3
5.46(��+0.06�)�1−
1.11�′��
��2 �
��2�
��2�2�
2
� (2.29)
nilai f’od diambil dari persamaan fod awal dengan nilai α1 :
�1 =��1�����2+ 0.039��2� (2.30)
Untuk nilai ���>��
2 :�×�� =�×�� �1− ��
4���� (2.31) Sedangkan untuk nilai fod :
��
13≤ ��� ≤ ��
2 :
��� =��� �0.055�����
��−3.6�
2
(70)
Rasio kelangsingan ( le / r ) untuk semua batang tidak melebihi 200, kecuali hanya
selama masa konstruksi ( le / r ) tidak melebihi 300.
2.3.3 Luas Efektif (Ae) Elemen Tekan
Untuk desain baja cold formed dengan elemen langsing, area penampang
harus di kurangi pada bagian-bagian tertentu. Pengurangan area tampang
disebabkan oleh :
a. Efek shear lag
b. Ketidakstabilan lokal elemen tekan
2.3.3.1 Lokasi Pengurangan Lebar Tampang
a. Untuk perencanaan elemen berpengaku dengan gaya tekan seragam, bagian
yang dikurangi akan diambil pada pertengahan elemen ( lihat gambar 2.10
dan 2.14b )
b. Untuk perencanaan elemen dibawah tegangan gradien atau dimana hanya
sebagian elemen mendapat tekanan (contoh web), bagian yang dikurangi
ditunjukkan dalam Gambar 2.11.
c. Untuk elemen tidak berpengaku, baik dibawah tegangan tekan gradien atau
tekan seragam, bagian yang dikurangi akan diambil pada tepi yang tidak
berpengaku seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.12. Jika elemen
(71)
bagian yang dikurangi akan diambil seperti yang ditetapkan dalam gambar
2.13.
d. Untuk perencanaan elemen dengan pengaku tepi, bagian yang dikurangi
akan ditunjukkan pada gambar 2.14.
Gambar 2.10. Elemen berpengaku dengan gaya tekan seragam
(72)
Gambar 2.12 Elemen tidak berpengaku dengan gaya tekan seragam
a. Elemen tidak berpengaku dengan tegangan tidak seragam – kedua sudut dalam tekan
b. Elemen tidak berpengaku dengan tegangan tidak seragam – satu sudut dalam tekan dan satu sudut dalam tarik
(73)
2.3.3.2 Batas Dimensional
Rasio maksimum lebar dengan tebal plat (b/t)
a. Untuk elemen tekan berpengaku yang mempunyai satu bagian tepinya
terhubung ke web atau sayap sedangkan yang lain diperkaku dengan
i. Lip biasa...60
ii. Bentuk pengaku lainnya dimana
A.Is < Ia ...60
B.Is ≥ Ia ...90 b. Untuk elemen tekan berpengaku dengan kedua bagian tepinya terhubung
ke elemen pengaku lainnya
...500
c. Untuk elemen tekan tanpa pengaku ...60
Rasio maksimum tinggi dengan tebal web (d1/tw)
Rasio maksimum tinggi dengan tebal web (d1/tw) dari elemen lentur tidak
melebihi ketentuan berikut
a. Untuk web yang tidak diperkuat : d1/tw ...200
b. Untuk web dengan pengaku melintang
(i) jika menggunakan pengaku bearing saja: d1/tw ...260
(ii) jika menggunakan pengaku bearing dan pengaku tengah: d1/tw... 300
(74)
d1 = tinggi bagian yang datar dari web diukur sepanjang bidang web
tw = tebal web
Jika web terdiri dari dua sheets atau lebih, rasio d1/tw akan dikalkulasi untuk tiap
sheets.
2.3.3.3 Lebar Efektif Elemen Berpengaku dengan Tekan Seragam Untuk λ ≤ 0,673 : be = b
Untuk λ ≥ 0,673 : be= ρb Dimana :
b = lebar pelat tanpa bagian lengkung
ρ = faktor lebar efektif
= �1− 0,22
� �
� ≤1
Rasio kelangsingan (λ) dihitung sebagai berikut :
� = ���∗
����
Dimana
f* = tegangan desain pada elemen tekan
fcr = tegangan tekuk elastik plat
= � � �2�
12(1−�2)� �
� ��
2
(75)
untuk tipe elemen lainnya ditentukan dengan rumus yang berlaku )
E = modulus elastisitas (200x103 Mpa)
v = poisson rasio ( 0,3)
t = ketebalan elemen
Dengan memasukkan fcr ke rumus rasio kelangsingan dengan nilai v = 0,3
diperoleh :
� =1,052
√� � � �� �
�∗
�
2.3.3.4 Lebar Efektif Untuk Elemen Tekan Dengan Pengaku Tepi
a. �
� ≤0,328�
Ia = 0 (tanpa pengaku tepi)
be = b
b1 = b2 = b/2 (lihat gambar 2.10)
ds = dse (untuk pengaku tepi biasa)
As = Ase (untuk bentuk pengaku lainnya)
b. �
� ≥0,328�
�1 =�2������� (lihat gambar 2.10)
b2 = be – b1 (lihat gambar 2.10)
�� =��������� (untuk pengaku tepi biasa)
(76)
Ase = dset (untuk pengaku yang ditunjukkan dalam gambar 2.10)
Is/Ia ≤ 1
�� =�
3����2�
12 (untuk pengaku yang ditunjukkan dalam gambar 2.10)
��= 399�4��� ��� �−0,328� 3
≤ �4�115�� �� �
� + 5�
�=�0,582−�� �4�� �� ≥13 S = faktor kelangsingan
= 1,28���∗
Tabel 2.4. Menentukan koefisien tekuk pelat (k) Koefisien tekuk pelat (k)
bentuk pengaku tepi sederhana(140o≥ θ ≥ 40o)
bentuk pengaku tepi lainnya
d1/b ≤ 0,25 0,25 ≤ d1/b ≤ 0,8
3,57���
���
�
+ 0,43 ≤4 �4,82−5�1
� � � ��
���
�
+ 0,43≤4 3,57���
���
�
(77)
Dimana : d1, d = dimensi pengaku aktual
a. Pengaku aktual dan efektif
Dimana : dse , ds = lebar efektif pengaku
(78)
2.4 SAMBUNGAN SEKRUP 2.4.1 Umum
Sambungan sekrup adalah jenis sambungan yang paling banyak digunakan
pada rangka atap baja ringan. Peraturan AS 4600 mengenai sambungan sekrup
dapat diterapkan pada kasus dimana beban yang bekerja pada sambungan adalah
gaya geser dan tarik normal. Aturan ini tidak dapat diterapkan untuk kasus dimana
sambungan akan mengalami momen atau gaya kedua yang signifikan seperti
pembongkaran. Untuk kasus tersebut atau untuk mendapatkan kapasitas geser dan
tarik yang lebih akurat maka diperlukan tes.
Tes tersebut berguna apabila:
- Ketebalan dari baja ringan kekuatan tinggi G550 kurang dari 0.90 mm
- Rasio fu/fy adalah 1.0 untuk 0.40 mm sampai 1.08 untuk 0.90 mm
Dianjurkan minimal dua sekrup untuk menyambungkan komponen
individual. Sekrup dengan ulir halus baik digunakan untuk material tebal, dimana
beberapa ulir akan bekerja. Sebaliknya sekrup dengan ulir yang lebih kasar
biasanya bekerja lebih baik pada material yang lebih tipis, khususnya jika
ketebalan material berada diantara dua ulir.
(1)
5.8. PERHITUNGAN BERAT RANGKA ATAP
Jarak kuda-kuda rangka atap baja ringan berbeda dengan baja konvensional. Sehingga untuk mendapatkan perbandingan berat yang tepat, berat struktur dihitung dalam luas area.
Struktur rangka atap direncanakan untuk bentang 18 m x 36 m Jumlah kuda-kuda rangka baja ringan36�
1,4�= 25,71 = 26 Jumlah kuda-kuda rangka baja konvensional36�
6� = 6 + 1 = 7 Tabel 5.5. Berat struktur rangka atap baja ringan (cold formed steel)
no batang
panjang jumlah
profil
berat profil
berat
kuda-kuda luas bentang 18 x 36 m
m batang kg/m kg jumlah
kuda-kuda berat 1, 2, 3,
4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
1,5 1 x 12 C100.100 1,88 33,840 26 879,840
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24
1,6551 2 x 12 2-C100.100 1,88 74,678 26 1941,631
25, 45 0,6995 1 x 2 C 75 100 1,55 2,168 26 56,380 26, 44 1,6551 1 x 2 C 75 100 1,55 5,131 26 133,401 27, 43 1,3989 1 x 2 C 75 100 1,55 4,337 26 112,751 28, 42 2,0511 1 x 2 C 75 100 1,55 6,358 26 165,319 29, 41 2,0984 1 x 2 C 75 100 1,55 6,505 26 169,131 30, 40 2,5794 1 x 2 C 75 100 1,55 7,996 26 207,900 31, 39 2,7978 1 x 2 C 75 100 1,55 8,673 26 225,503 32, 38 3,1746 1 x 2 C 75 100 1,55 9,841 26 255,873 33, 37 3,4973 1 x 2 C 75 100 1,55 10,842 26 281,882 34, 36 3,8054 1 x 2 C 75 100 1,55 11,797 26 306,715 35 4,1968 1 x 1 C 75 100 1,55 6,505 26 169,131 46 9 1 x 1 C 75 100 1,55 13,950 26 362,700
(2)
Tabel 5.6. Berat struktur rangka atap baja konvensional (hot rolled steel)
no batang
panjang jumlah
profil berat profil berat kuda-kuda luas bentang 18 x 36 m
m batang kg/m kg jumlah
kuda-kuda
berat kg 1 2 3 4 5 6
7 8 2,25 2 x 8 ⊥60.60.6 5,42 195,120 7 1365,840 9 10 11 12
13 14 15 16
2,4826 2 x 8 ⊥80.80.10 11,9 472,687 7 3308,809 17 29 1,0492 2 x 2 ⊥60.60.6 5,42 22,747 7 159,227 18 28 2,4826 2 x 2 ⊥60.60.6 5,42 53,823 7 376,759 19 27 2,0984 2 x 2 ⊥60.60.6 5,42 45,493 7 318,453 20 26 3,0766 2 x 2 ⊥60.60.6 5,42 66,701 7 466,905 21 25 3,1476 2 x 2 ⊥60.60.6 5,42 68,240 7 477,680 22 24 3,8691 2 x 2 ⊥70.70.11 11,2 173,336 7 1213,350 23 4,1968 2 x 1 ⊥70.70.11 11,2 94,008 7 658,058
jumlah 1192,154 8345,081
Berat struktur rangka atap baja ringan (cold formed steel) lebih ringan dibandingkan dengan berat struktur rangka atap baja konvensional (hot rolled steel).
Tabel 5.7. Perbandingan berat struktur rangka atap
Jenis material
Berat
kuda-kuda luas bentang 18 x 36 m (kg) jumlah kuda-kuda Berat (kg) Baja ringan 202,621 26 5268,156 Baja konvensional 1192,154 7 8345,081
Perbandingan berat struktur rangka atap = 5268,156
8345,081 � 100 % = 63,13 %
(3)
Perbandingan berat struktur rangka atap baja ringan = 63,13 % dari berat struktur rangka atap baja konvensional. Sehinga persentase pengurangan berat struktur rangka atap jika menggunakan baja ringan adalah 36,87 % dibandingkan jika menggunakan baja konvensional.
(4)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis teori dan perhitungan pada tugas akhir ini, dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
1. Hasil design struktur rangka atap baja ringan untuk top chord menggunakan profil double C100.100, bottom chord menggunakan profil C100.100 dan web menggunakan profil C75.100
2. Sambungan sekrup untuk tiap joint menggunakan 3 – 10 buah sekrup
3. Berat struktur rangka atap baja ringan (cold formed steel) lebih ringan dibandingkan dengan berat struktur rangka atap baja konvensional (hot rolled steel). Dimana perbandingan berat struktur rangka atap baja ringan untuk luas bentang 18 m x 36 m adalah 63,13 % dari berat struktur rangka atap baja konvensional pada luas bentang yang sama.
4. Akibat material yang tipis, jarak antar batang pada struktur rangka atap didesign lebih rapat dan dilengkapi dengan batang pengaku / bracing yang cukup untuk menghindari rasio kelangsingan yang besar dan memperkecil panjang tekuk batang tekan.
(5)
6.2 Saran
Setelah dianalisis dan dibuat suatu aplikasi, maka diambil beberapa saran, yaitu: 1. Untuk meminimalkan beban struktur bangunan secara keseluruhan maka
struktur rangka atap baja ringan dapat dijadikan material pilihan untuk struktur bagian atas.
2. Melihat semakin meningkatnya produksi dan penggunaan baja ringan di Indonesia maka perlu dipikirkan untuk menyusun tata cara perencanaan struktur baja ringan (SNI khusus baja ringan) yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia sebagai standard resmi yang berlaku.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Standards Australia and Standards New Zealand. Cold-formed steel structures (AS/NZS 4600:1996), Australian/New Zealand Standard. 1996.
Wei-Wen Yu, Ph.D., P.E. 2000. Cold Formed Steel Design Third Edition. United States of America: John Wiley & Sons,Inc.
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 1729 – 2002). Departemen Pekerjaan Umum. Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk
Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987). Jakarta : Yayasan Badan Penerbit PU.
Sungguno, Ir.1995. Buku Teknik Sipil. Bandung: Nova. Oentoeng. 2004. Konstruksi Baja. Yoyakarta : ANDI.
CEN. 1996. ENV 1993-1-3:1996 Eurocode 3: Design of Steel Structures, Part 1.3 Supplementary rules for cold-formed thin gauge members and sheeting. European Committee for Standardisation. Brussels.
Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (sesuai SNI 03-1729-2002). Semarang : Erlangga.
Pramono, Handi dan rekan ILT komputer. 2006. 17 aplikasi rekayasa konstruksi menggunakan SAP 2000 versi 9. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Akmal, imelda. 2009. seri rumah ide baja ringan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan T, Ir dan Margaret S, Ir. 2002. Diktat teori soal dan penyelesaian konstruksi baja II jilid 1. Jakarta : Delta Teknik Group.