Perencanaan Rangka Atap Baja Ringan Berdasarkan SNI 7971:2013

(1)

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN

BERDASARKAN SNI 7971 : 2013

Disusun oleh:

IMMANIAR F. SINAGA

11 0404 079

Dosen Pembimbing:

Ir. Sanci Barus, M.T.

19520901 198112 1 001

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

ABSTRAK

Seiring dengan perkembangan zaman, baja ringan semakin populer digunakan pada konstruksi rangka atap. Hal ini dikarenakan baja ringan jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan baja konvensional maupun kayu. Baja ringan juga memiliki segudang kelebihan yang sangat menguntungkan sebuah konstruksi. Tahun 2013, Badan Standar Nasional mengeluarkan SNI 7971 yaitu standar untuk perencanaan struktur baja ringan (canai dingin). Dengan adanya SNI ini, diharapkan suatu struktur baja ringan yang kuat dan berumur panjang.

Tugas Akhir ini akan membahas tentang perencanaan rangka atap baja ringan menggunakan SNI 7971:2013. Rangka atap didesain menggunakan dua material yang berbeda yaitu baja ringan dan baja konvensional, dengan luas dan tipe rangka atap yang sama. Berpedoman pada standar dan referensi yang ada, direncanakanlah masing-masing rangka atap dan dihitung biayanya. Kemudian hasil dari kedua jenis rangka atap akan dibandingkan.

Berdasarkan perencanaan yang dilakukan, akan ditarik kesimpulan yang menyajikan perbandingan berat dan biaya kedua jenis rangka atap. Diharapkan rangka atap baja ringan lebih ekonomis daripada rangka atap konvensional.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “ Perencanaan Rangka Atap Baja Ringan Berdasarkan SNI 7λ71μβ01γ”. Penulisan Tugas Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwatanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Tugas Akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Sanci Barus, M.T., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penulisan skripsi ini.

2. Ir. Torang sitorus, M.T., dan Nursyamsi, S.T., M.T., selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan masukan-masukan yang membantu saya dalam penyusunan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, M.Sc., selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Syahrizal, M.T., selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral;dan

6. Semua sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwaTugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak/Ibu dosen serta rekan-rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.


(4)

Akhir kata, penulis berharapTuhanYang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, Oktober 2015 Penulis,

Immaniar F. Sinaga 11 0404 079


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan ... 2

1.4Pembatasan Masalah ... 2

1.5Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Umum ... 5

2.2.Baja Ringan (Cold-formed Steel) ... 6

2.3.Sejarah Baja Ringan (Cold-formed Steel) ... 7

2.4.Kelebihan dan Kekurangan Rangka Atap Baja Ringan ... 9

2.5.Detail Rangka Atap Baja Ringan ... 9

2.6.Spesifikasi Rangka Atap Baja Ringan ... 13

2.7.Lapisan Antikarat Baja Ringan (Coating) ... 14

2.8.Perencanaan Struktur Rangka Atap Baja Ringan ... 15

2.8.1. Pembebanan ... 15

2.8.2. Lebar Efektif Penampang ... 17 2.8.2.1.Lebar Efektif untuk Elemen Dengan Pengaku


(6)

tekan merata ... 18

b. Elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan lubang lingkaran ... 19

c. Elemen dengan pengaku dengan tegangan bergradien ... 20

d. Pelat badan penampang kanal berlubang dengan tegangan bergradien ... 22

2.8.2.2.Lebar Efektif dari Elemen Tanpa Pengaku a. Elemen dengan pengaku yang mengalami tegangan tekan merata ... 23

b. Elemen tanpa pengaku dan pengaku tepi yang mengalami tegangan bergradien ... 24

2.8.2.3.Lebar efektif elemen yang mengalami tekan merata dengan pengaku tepi ... 27

2.8.2.4.Lebar efektif elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan satu pengaku antara ... 29

2.8.2.5.Lebar efektif elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan pengaku antara majemuk ... 31

2.8.2.6.Lebar efektif dengan pengaku tepi yang mengalami tekan merata dengan pengaku antara ... 35

2.8.2.7.Elemen busur tekan ... 36

2.8.3. Perencanaan Batang Tarik ... 36

2.8.4. Perencanaan Batang Tekan ... 38

2.8.5. Perencanaan Sambungan ... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Pengumpulan Data ... 45

3.2.Metode Penelitian ... 46

3.3.Analisis Perhitungan ... 48

3.4.Konsep Perencanaan Struktur Rangka Atap ... 48

3.4.1. Rangka Atap Baja Ringan ... 48


(7)

4.1. Perencanaan Rangka Atap Baja Ringan ... 59

4.1.1. Model Struktur... 59

4.1.2. Pembebanan Rangka Atap ... 60

a. Beban Mati ... 60

b. Beban Hidup ... 63

c. Beban Angin ... 63

d. Beban Hujan ... 64

4.1.3. Gaya Batang Maksimum ... 65

4.1.4. Perencanaan Struktur Rangka Atap ... 42

a. Batang Tarik Bawah (Bottom Chord)... 66

b. Batang Tarik Web ... 68

c. Batang Tekan Atas (Top Chord) ... 70

d. Batang Tekan Web ... 76

e. Batang Tekan Web Horizontal ... 82

4.1.5. Desain Sambungan Rangka Atap ... 90

4.2. Perencanaan Rangka Atap Baja Konvensional ... 101

4.2.1. Model Struktur... 101

4.2.2. Material... 102

4.2.3. Perencanaan Gording... 102

4.2.4. Pembebanan Rangka Atap ... 106

4.2.5. Gaya Batang Maksimum ... 112

4.2.6. Perencanaan Dimensi Struktur Rangka Atap ... 113

4.2.6.1 Batang Tarik ... 113

4.2.6.2 Batang Tekan ... 115

4.2.7. Perencanaan Sambungan Rangka Atap ... 119

4.2.8. Tabulasi Perencanaan Rangka Atap Konvensional ... 122

4.3. Komparasi Desain Rangka Atap ... 123

4.3.1 Perbandingan Komposisi Rangka Atap ... 123

4.3.2 Perbandingan Berat ... 125

4.3.3 Perbandingan Harga ... 128

4.3.4 Rekapitulasi Perbandingan Rangka Atap ... 128 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


(8)

5.1 Kesimpulan ... 129 5.2 Saran ... 129 DAFTAR PUSTAKA ... 130


(9)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1. Nilai koefisien tekuk pelat ...28

Tabel 2.2. Faktor koreksi (kt) untuk elemen yang diarsir ...37

Tabel 2.3. Faktor tumpu (C) ...42

Tabel 4.1. Rekapitulasi perhitungan beban mati ...52

Tabel 4.2. Rekapitulasi dimensi profil baja ringan ...89

Tabel 4.3. Rekapitulasi sambungan pada rangka atap baja ringan ...100

Tabel 4.4. Kombinasi beban pada gording...105

Tabel 4.5. Rekapitulasi perhitungan beban mati ...110

Tabel 4.6. Gaya dalam maksimum pada rangka batang...113

Tabel 4.7. Tabulasi perencanaan rangka atap konvensional ...122

Tabel 4.8. Tabulasi berat rangka atap baja ringan ...125

Tabel 4.9. Tabulasi berat total rangka atap baja ringan ...126

Tabel 4.10. Tabulasi berat rangka atap baja konvensional ...126

Tabel 4.11. Tabulasi berat total rangka atap baja konvensioanal ...127

Tabel 4.12. Analisa harga bahan rangka atap baja ringan ...128

Tabel 4.13. Analisa harga bahan rangka atap konvensional ...129


(10)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1.1 Rangka atap baja segitiga tipe Pratt ...3

Gambar 2.1. Proses pembentukan profil baja ringan ...7

Gambar 2.2. Struktur kuda-kuda baja ringan ...10

Gambar 2.3. Tekuk lokal pada penampang langsing ...11

Gambar 2.4. Konsep lebar efektif penampang cold-formed ...12

Gambar 2.5. Jenis profil baja ringan ...14

Gambar 2.6. Elemen dengan pengaku menerima tegangan tekan merata...19

Gambar 2.7. Elemen dengan pengaku dan pelat badan dengan tegangan bergradien...21

Gambar 2.8. Elemen tanpa pengaku mengalami tegangan tekan merata ...23

Gambar 2.9(A). Elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien-kedua tepi dalam tekan ...26

Gambar 2.9(B). Elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien-satu tepi mengalami tekan dan satu tepi mengalami tarik ...26

Gambar 2.10. Elemen dengan pengaku tepi lip sederhana ...28

Gambar 2.11. Elemen-elemen dengan satu pengaku antara ...31

Gambar 2.12(A). Lokasi lebar efektif ...32

Gambar 2.12(B). Lebar pelat dan lokasi pengaku...33

Gambar 3.1. Diagram alir (Flow Chart) ...47

Gambar 4.1. Denah rangka atap baja ringan ...59

Gambar 4.2. Model rangka atap baja ringan ...60

Gambar 4.3 Distribusi beban mati pada rangka atap baja ringan ...61


(11)

Gambar 4.6. Distribusi beban angin kiri (W kiri) rangka atap...64

Gambar 4.7. Distribusi beban hujan (H) pada rangka atap ...65

Gambar 4.8. Sambungan buhul 1 ...90

Gambar 4.9. Sambungan buhul 6 ...93

Gambar 4.10. Sambungan buhul 18 ...97

Gambar 4.11. Denah rangka atap konvensional...101

Gambar 4.12. Model rangka atap baja konvensional ...101

Gambar 4.13. Distribusi beban mati pada rangka atap konvensional ...108

Gambar 4.14. Distribusi beban hidup (qL) ...110

Gambar 4.15. Distribusi beban angin kiri (W kiri) rangka atap ...111

Gambar 4.16. Distribusi beban angin kanan (W kanan) pada rangka atap ...111

Gambar 4.17. Distribusi beban hujan (H) pada rangka atap ...112

Gambar 4.18. Komposisi rangka atap baja ringan ...123

Gambar 4.19. Komposisi rangka atap baja konvensional ...124


(12)

DAFTAR NOTASI

Ae Luas efektif

Ag Luas bruto penampang Alob Luas lobang baut atau sekrup An Luas neto penampang

As Luas bruto pengaku b Lebar elemen profil be Lebar efektif

bed Lebar efektif untuk defleksi

bo Lebar rata total dari elemen dengan pengaku C Faktor tumpu

df Diameter nominal baut,sekrup, paku keling

dw Diameter yang terlihat dari permukaan luar atau kepala sekrup E Modulus elastisitas Young

fcr Tegangan tekuk pelat fn Tegangan desain

foc Nilai terkecil dari tegangan tekuk lentur, torsi, dan lentur-torsi elastis fu Tegangan ultimit

fu1 Kekuatan tarik lembarn yang kontak dengan kepala sekrup fu2 Kekuatan tarik lembaran yang tidak kontak dengan kepala sekrup fy Tegangan leleh

G Modulus geser h Tinggi elemen profil

Ia Momen inersia pengaku cukup

Is Momen inersia dari pengaku utuh terhadap sumbu titik beratnya yang sejajar dengan elemen yang akan diperkaku

Ix, Iy Momen inersia penampang terhadap sumbu utama x dan y k Koefisien tekuk pelat


(13)

L Panjang batang

le Panjang efektif penampang

Nc Kapasitas komponen struktur nominal dari komponen struktur dalam tekan

Nou Kapasitas cabut nominal n Eksponen

Nov Kapasitas sobek nominal

Nt Kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam tarik Nn Kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam tekan N* Gaya aksial desain

R Radius luar permukaan lengkung

r Radius girasi dari penampang utuh, tidak tereduksi S Faktor kelangsingan

Sf Jarak antar baut atau sekrup S1 Jarak baut ke tepi

t Tebal elemen profil

t1 Tebal lembaran yang kontak dengan kepala sekrup t2 Tebal lembaran yang tidak kontak dengan kepala sekrup Vb Kapasitas tumpu nominal bagian tersambung

x, y Sumbu utama penampang α, θ Sudut kemiringan

Koefisien

Faktor kepentingan

λ Rasio kelangsingan

�c Kelangsingan nondimensi yang digunakan untuk menentukan fn

ν Angka Poisson

Ø Faktor reduksi kapasitas sekrup yang menerima miring dan tumpu Øc Faktor reduksi pada elemen tekan

Øt Faktor reduksi pada elemen tarik


(14)

ABSTRAK

Seiring dengan perkembangan zaman, baja ringan semakin populer digunakan pada konstruksi rangka atap. Hal ini dikarenakan baja ringan jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan baja konvensional maupun kayu. Baja ringan juga memiliki segudang kelebihan yang sangat menguntungkan sebuah konstruksi. Tahun 2013, Badan Standar Nasional mengeluarkan SNI 7971 yaitu standar untuk perencanaan struktur baja ringan (canai dingin). Dengan adanya SNI ini, diharapkan suatu struktur baja ringan yang kuat dan berumur panjang.

Tugas Akhir ini akan membahas tentang perencanaan rangka atap baja ringan menggunakan SNI 7971:2013. Rangka atap didesain menggunakan dua material yang berbeda yaitu baja ringan dan baja konvensional, dengan luas dan tipe rangka atap yang sama. Berpedoman pada standar dan referensi yang ada, direncanakanlah masing-masing rangka atap dan dihitung biayanya. Kemudian hasil dari kedua jenis rangka atap akan dibandingkan.

Berdasarkan perencanaan yang dilakukan, akan ditarik kesimpulan yang menyajikan perbandingan berat dan biaya kedua jenis rangka atap. Diharapkan rangka atap baja ringan lebih ekonomis daripada rangka atap konvensional.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tugas akhir merupakan salah satu persyaratan yang diajukan untuk menyelesaikan studi program Strata 1 (S1) di jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Diharapkan tugas akhir ini berguna untuk kepentingan masyarakat banyak dan menjadi pengalaman bagi penulis saat terjun ke dunia kerja bidang konstruksi sipil.

Penggunaan baja ringan kini telah menjadi sebuah tren tersendiri. Banyak produsen baja ringan yang tersedia. Hal ini membuat masyarakat lebih mudah untuk mencapainya. Namun terkadang akibat banyaknya produsen baja ringan, persaingan di pasar tidak seimbang. Misalnya, beberapa produsen yang menyediakan baja ringan dengan harga yang lebih murah, namun mutu bajanya dikurangi. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih teliti dalam membeli baja ringan yang bermutu.

Penyimpangan yang terjadi di industri baja ringan tidak sedikit mengakibatkan runtuhnya konstruksi yang menggunakan baja ringan. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kegagalan sambungan, kegagalan elemen, dan kesalahan pengerjaan. Salah satu penyebab terjadinya kegagalan tersebut adalah karena belum adanya standar maupun prosedur khusus untuk baja ringan di Indonesia. Pada SNI 03-1729-2002 atau Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, belum menjelaskan aplikasinya pada baja canai dingin (cold-formed) atau baja ringan.


(16)

Seiring berkembangnya produksi baja canai dingin di Indonesia, pada tahun 2013 dikeluarkanlah SNI 7971:2013 sebagai acuan resmi di Indonesia. Dengan begitu, diharapkan untuk menggunakan baja ringan berstandar SNI dalam merencanakan rangka atap baja ringan yang aman. Pada Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai perencanaan rangka atap baja ringan menggunakan SNI 7971:2013.

1.2.Perumusan Masalah

Dari latar belakang, diperoleh perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perencanaan rangka atap baja ringan berdasarkan SNI 7971 : 2013 ?

2. Apakah pemakaian struktur rangka atap baja ringan lebih menguntungkan dibandingkan dengan struktur atap baja konvensional ?

1.3. Tujuan

1. Menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan perencanaan struktur rangka atap baja ringan.

2. Untuk mengetahui perencanaan struktur rangka atap baja ringan berdasarkan SNI 7971:2013.

1.4.Pembatasan Masalah

1. Direncanakan sebuah gedung dengan luas atap 15 m x 18 m.


(17)

3. Peraturan perencanaan baja ringan mengacu pada SNI 7971:2013.

4. Peraturan perencanaan baja konvensional mengacu pada SNI 03-1729-2002.

5. Pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987).

6. Merencanakan rangka atap baja ringan tanpa memperhitungkan tekuk torsional.

7. Analisis struktur bangunan dibantu dengan menggunakan program SAP 2000.

1.5.Sistematika Penulisan

Sistematika laporan Tugas Akhir ini dibagi dalam lima bab, yaitu : BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, metode pembahasan, dan sistematika laporan.


(18)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Membahas tentang dasar-dasar teori dari pelaksanaan analisis desain, yang mengacu pada referensi maupun analisis yang telah dilaksanakan sebelumnya.

BAB III METODE PENELITIAN

Menjelaskan mengenai tahapan dalam analisis desain yang berdasarkan ruang lingkup dari Tugas Akhir ini.

BAB IV ANALISIS DESAIN STRUKTUR RANGKA ATAP

Menguraikan analisis rangka atap baja ringan dan baja konvensionaldengan bantuan analisis program komputer. Analisis dilakukan berdasarkan desain data yang telah direncanakan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Membahas tentang kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan rangkaian proses yang telah dilakukan, beserta saran yang dapat menunjang analisis desain rangka atap baja ringan pada khususnya dan perkembangan dunia struktur umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Mencantumkan literatur-literatur yang digunakan sebagai pendukung dalam laporan Tugas Akhir.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum

Struktur bangunan terdiri dari struktur bawah dan struktur atas. Struktur bawah yaitu pondasi dan struktur atas yaitu dari sloof sampai atap. Konstruksi atap adalah bagian paling atas dari suatu bangunan, permasalahan konstruksi atap tergantung pada luasnya ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi yang dipilih, dan lapisan penutupnya.

Struktur rangka atap adalah salah satu bagian penting dalam konstruksi bangunan. Royani (2011) berpendapat bahwa, struktur atap adalah bagian bangunan yang menahan atau mengalirkan beban-beban dari atap. Struktur atap terbagi menjadi rangka atap dan penopang rangka atap. Rangka atap berfungsi menahan beban dari bahan penutup atap sehingga umumnya berupa susunan balok-balok (dari kayu/bambu/ baja) secara vertikal dan horizontal kecuali pada struktur atap dan beton. Berdasarkan posisi inilah maka muncul istilah gording, kasau, dan reng.

Setiap susunan rangka batang struktur atap haruslah merupakan satu kesatuan bentuk yang kokoh yang nantinya mampu memikul beban yang bekerja padanya tanpa mengalami perubahan (Wicaksono, 2011). Untuk merancang atap yang kuat dan berkualitas, struktur atapnya juga harus kuat dan awet tanpa melupakan faktor iklim. Adapun faktor-faktor yang menunjang kekuatan struktur atap menurut Danang (2007) adalah:


(20)

a. Jenis material yang digunakan

Bahan material yang akan digunakan untuk struktur atap yang kuat harus memiliki sifat awet, ringan dan presisi. Atapn dikatakan kuat bila mampu menahan besarnya beban yang bekerja pada stuktur atap tersebut.

b. Bentuk atap

Bentuk atap harus mampu menahan derasnya air hujan, sengatan matahari dan kuatnya dorongan angin. Bentuk atap harus disesuaikan pula dengan ketinggian bangunan. Semakin tinggi sebuah bangunan maka akan semakin kuat tekanan angin pada atap sehingga haus disesuaikan dengan kemiringan atapnya pula. c. Proses pengerjaan

Pengerjaan atap harus melaui pertimbangan dan persyaratan yang telah ditentukan sesuai dengan karakteristik bahan yang akan digunakan. Karakteristik tersebut antara lain bentangan dan detail pada sambungan.

Rangka atap konvensional maupun rangka atap baja ringan, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut akan dibahas mengenai kedua jenis rangka atap tersebut. Untuk keperluan Tugas Akhir ini, struktur baja ringan yang akan dianalisis didesain menurut Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 03-1729-2002 akan digunakan untuk menganalisis baja konvensional, sedangkan untuk analisis baja ringan digunankan SNI 7971:2013.

2.2. Baja Ringan ( Cold-formed Steel)

Profil baja ringan adalah komponen yang berkualitas struktural dari lembaran baja yang dibentuk model tertentu dengan proses press-braking atau


(21)

(tidak seperti baja hot-rolled), oleh sebab itu disebut cold-formed. Biasanya baja cold-formed merupakan komponen yang tipis, ringan, mudah untuk diproduksi, dam murah dibandingkan baja hot-rolled (Mutawalli, 2007).

Gambar 2.1. Proses pembentukan profil baja (Sumber : www.anekaroll.com)

2.3. Sejarah Baja Ringan ( Cold-formed Steel)

Riset tentang baja cold-formed untuk bangunan dimulai oleh Prof. George Winter dari Universitas Cornell mulai tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang “Light Gauge Steel Design Manual” tahun 1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute) (Wei-Wen Yu, 2000). Sejak dikeluarkan peraturan tersebut atau lebih dari lima dekade ini, maka pemakaian material baja canai dingin semakin berkembang untuk konstruksi bangunan, mulai struktur sekunder sampai struktur utama, misalnya untuk balok lantai, rangka atap dan dinding pada bangunan industri, komersial maupun rumah tinggal.


(22)

Proses pembebanan diluar elastic range menyebabkan perubahan dalam daktilitasnya yang berguna, jika digunakan dalam temperatur atmosfir. Proses semacam ini dikebal sebagai Cold Work (Oentoeng, 2000). Baja ringan atau light weight steel adalah komponen struktur baja dari lembaran atau pelat baja dengan proses pengerjaan dingin kemudian diproses kembali komposisi atom dan molekulnya (Irfan dkk., 2013). Potongan penampang, konfigurasi, proses manufaktur dan fabrikasi cold-formed steel berbeda dengan baja konvensional. Pada produksi cold-formed steel, baja dibentuk sedemikian rupa dalam suhu ruangan dengan menggunakan bending brakes, press brake, dan roll-forming machines. Baja canai dingin semakin populer digunakan sebagai alternatif pengganti kayu dan baja karena kelebihan yang dimilikinnya.

Pada baja cold-formed, pengaruhbentuk geometri penampang sangat besar terhadap perilaku dan kekuatannya dalam memikul beban. Adanya perubahan bentuk yang sedikit saja dari penampangnya maka kekuatan elemen struktur tersebut akan berbeda sama sekali termasuk juga perilaku tekuknya. Pemberian sedikit tekukan pada profil sehingga menjadi penampang corrugated maka kinerjanya mengalami peningkatan yang signifikan dibanding perilaku penampang pelat datar. Hal tersebut mengakibatkan proses perencanaannya relatif lebih rumit dibanding proses perencanaan baja canai panas.

Baja ringan (cold-formed atau cold-rolled) adalah jenis baja yang terbuat dari logam campuran yang terbuat dari logam campuran yang terdiri atas beberapa unsur metal, dibentuk setelah dingin dengan memproses kembali komposisi atom dan molekulnya, sehingga menjadi baja yang lebih ringan dan fleksibel. Produk


(23)

galavanis dan zincalume. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

2.4. Kelebihan dan Kekurangan Rangka Atap Baja Ringan

Penggunaan baja ringan sebagai struktur rangka kuda-kuda dan rangka atap memiliki kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihannya antara lain:

1. Karena bobotnya yang ringan maka beban yang harus ditanggung oleh struktur di bawahnya lebih rendah.

2. Baja ringan bersifat tidak mudah terbakar.

3. Baja ringan hampir tidak memiliki nilai muai dan susut.

4. Tahan terhadap karat, rayap serta perubahan cuaca dan kelembaban.

5. Proses desain menggunaan program komputer sesuai dengan pabrikator atau distributor baja ringan tersebut, tetapi pada umumnya masih menggunakan program komputer SAP 2000.

6. Pemasangan relatif mudah dan cepat. 7. Tidak memerlukan pengecatan.

Sedangkan kekurangannya adalah :

1. Rangka atap baja rigan kurang menarik apabila tidak diberi plafon.

2. Apabila ada salah satu bagian struktur yang salah hitung, maka akan mempengaruhi bagian lainnya.

3. Rangka atap baja ringan tidak sefleksibel kayu yang dapat dibentuk. 2.5. Detail Rangka Atap Baja Ringan

Rangka atap baja ringan merupakan sistem struktur yang berfungsi untuk menopang/menyangga penutup atap, dengan elemen-elemen pokok yang terdiri


(24)

dari: kuda-kuda (truss), dan reng (roof batten). Truss merupakan struktur rangka batang (kuda-kuda) sebagai penyangga utama rangka atap, yang terdiri dan batang utama luar (chords) dan batang dalam (webs), dan yang berfungsi untuk menahan gaya aksial (tarik dan tekan), maupun momen lentur. Berikut gambar salah satu contoh struktur kuda-kuda baja ringan:

Gambar 2.2. Struktur kuda-kuda baja ringan

Dalam perakitan struktur rangka atap baja ringan, perlu diperhatikan ketentuan pemilihan dan pemasangan alat sambung agar diperoleh sistem struktur yang stabil, kuat, dan tidak merusak lapisan anti karat. Alat sambung yang digunakan biasanya berupa sekrup.

Menurut Wei Wen Yu (2000), fenomena khas konstruksi baja canai dingin yang perlu dipertimbangkan dalam desain, sebagai berikut :

1. Tekuk lokal dan kekuatan pasca tekuk

Elemen struktur baja ringan umumnya mempunyai tebal yang relatif kecil sehingga mudah mengalami tekuk lokal (setempat) akibat tegangann


(25)

Tegangan tekan tersebut dapat timbul akibat gaya tekan, momen, gaya geser atau tumpu. Jadi tekuk lokal menjadi kriteria penting dalam perencanaan. Meskipun demikian, hal yang menaril bahwa elemenbaja ringan pada kondisi tegangan tekuk teoritis belum tentu runtuh, dari hasil penelitian diketahui bahwa elemen baja canai dingin tetap dapat memikul beban setelah pasca tekuk.

Gambar 2.3. Tekuk lokal pada penampang langsing 2. Kekakuan Torsi

Elemen struktur baja ringan umumnya langsing dan berupa penampang terbuka sehingga mempunyai kekakuan torsi berbanding lurus terhadap ketebalan (sebesar t3) sehingga kekuatannya relatif kecil terhadap torsi. Kecuali itu bentuk profil C banyak dipakai pada baja canai dingin yang

shear-center nya berada di luar titik berat (center of gravity) penampang. Kondisi tersebut menyebabkan tekuk lentur torsi menjadi faktor kritis dalam perecanaan kolom.


(26)

3. Pelat Pengaku (stiffner) pada elemen tekan

Sangat membantu meningkatkan tahanan terhadap tekuk, bentuk yang dapat digunakan adalah pengaku tepi (edge stiffner) dan pengaku di tengah (intermediate stiffner).

4. Sifat- sifat properti yang bervariasi

Akibat adanya bagian yang berpengaku dan tidak berpengaku mengakibatkan keseluruhan lebar penampang hanya akan efektif jika rasio lebar atau jika gaya tekan bekerja kecil. Tetapi karena rasio lebar yang besar maka bagian penampang berpengaku akan bekerja yang lebih efektif pada saat tekuk lokal telah terjadi. Sebagai hasilnya, distribusi gaya tekan tidak seragam pada keseluruhan penampang.Untuk itu maka properti penampang didasarkan pada luas efektif.


(27)

5. Sistem Sambungan

Pada sambungan baut, kelebihan bagian yang disambung relatif tpis pada baja ringan dibanding baja biasa (hot-rolled). Baja cold-formed

berbentuk lembaran sheet atau strip sebaran yang sempit antara tegangan leleh (fy) dan kuat tariknya (fu), sehingga perilaku sambungan baut berbeda antara baja cold-formed dan hot-rolled, khususnya pada kekuatan tumpu dan tegangan tarik.

6. Kekuatan Tumpu Ujung dari Baja Tipis

Tekuk pada badan menjadi masalah kritis cold-formed karena :

a. Pemakaian pelat pengaku pada tumpuan atau lokasi beban terpusat adalah tidak praktis pada konstruksi cold-formed

b. Rasio tinggi badan relatif lebih besar dibanding profil hot-rolled

7. Batasan Ketebalan

Yang paling penting adalah rasio lebar/tebal dari elemen tekan dan satuan tegangan yang digunakan.

8. Perencanaan Plastis

Konstruksi cold-formed dianggap tidak dapat menghasilkan mekanisme sendi plastis apabila dikategorikan sebagai penampang langsing yang tidak memenuhi persyaratan.

2.6. Spesifikasi Rangka Atap Baja Ringan

Di pasaran Indonesia beredar profil baja ringan yang di bedakan menjadi dua yaitu : profil C, ketebalan 0,75 mm dan 1 mm, digunakan pada pabrikasi kuda-kuda (truss) dan profil U dengan ketebalan antara 0,4 mm sampai 0,7 mm (idealnya 0,55 mm) yang biasa digunakan sebagai reng


(28)

(Topspan). Berat struktur baja ringan ±6-9 kg/m2 (Wicaksono, 2011).

Gambar 2.5. Jenis profil baja ringan

Baja yang digunakan adalah baja ringan tipe Zincalume G550 dengan spesifikasi sebagai berikut :

Modulus elastisitas (E) = 210.000 N/mm2 Modulus geser (G) = 81.000 N/mm2 Nisbah poisson ( ) = 0,3

Tegangan leleh (fy) = 550 MPa Kekuatan tarik (fu) = 550 MPa

2.7. Lapisan Antikarat Baja Ringan (Coating)

Baja tersusun dari besi (Fe) dan karbon (C) yang akan bereaksi jika bertemu dengan air dan udara menghasilkan karat. Baja ringan mengalami hal yang sama dengan baja pada umumnya. Karena itu, agar material ini awet atau tahan lama, perlu diberi coating sebagai berikut :


(29)

1. Lapisan zinc (Z) atau seng

Lapisan ini kerap disebut galvanis dengan bahan seng. Jumlah massa pelapis untuk lapisan coating ini bervariasi seperti Z125, Z175, Z225. Adapun angka dibelakang Z menunjukkan ketebalan lapisan dalam satuan gr/m2.

2. Lapisan aluminium dan zinc (AZ)

Sesuai namanya, lapisan ini tersusun atas aluminium dan seng. Sama seperti lapisan Z, AZ juga memiliki jumlah massa pelapis yang beragam seperti AZ50, AZ100, AZ150, AZ200. Angka dibelakang Z juga menunjukkan ketebalan lapisan dalam satuan gr/m2. Penetapan kadar ketebalan lapisan antikarat ini diperoleh berdasarkan uji tes pada laboratorium sebelumnya.

3. Lapisan magnesium, aluminium, dan zinc (MAZ)

Coating ini adalah coating yang dikembangkan oleh Jepang dengan adanya tambahan unsur magnesium. Coating ini belum masuk ke pasaran Indonesia.

2.8. Perencanaan Struktur Rangka Atap Baja Ringan

Struktur rangka atap baja ringan dianalisa berdasarkan SNI 7971 : 2013. 2.8.1 Pembebanan

Sesuai dengan SNI 7971:2013, struktur beserta komponen-komponen strukturnya harus disesain terhadap aksi dan kombinasi aksi sesuai dengan SNI 1727 (butir 1.6). Beban gempa diabaikan dalam perencanaan rangka atap ini.


(30)

Kombinasi beban (SNI 1727:2013 butir 2) 1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L +0,5 (Lr atau S atau R)

3. 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5 W) 4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) 5. 1,2D + 1,0E + L+ 0,2S

6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D + 1,0E

Keterangan: D = beban mati L = beban hidup Lr = beban hidup atap S = beban salju R = beban hujan W = beban angin E = beban gempa Pengecualian:

1. Faktor beban pada L dalam kombinasi 3, 4, dan 5 diizinkan sebesar 0,5 untuk semua tingkat hunian bila Lo kurang dari atau sama dengan 100 psf (4,79 KN/m2), dengan pengecualian daerah garasi atau luasan yang ditempati merupakan tempat pertemuan umum.

2. Dalam kombinasi 2, 4, dan 5, beban pendamping S harus diambil sebagai salah satu beban atap rata bersalju atau beban atap miring bersalju.


(31)

Bila ada beban fluida F, kombinasi harus menyertakan faktor beban yang sama seperti beban mati D pada kombinasi 1 sampai 5 dan 7.

Setiap keadaan batas kekuatan yang relevan harus diselidiki. i. Beban mati (D)

Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan laya terpasang lain termasuk berat keran. Dalam menentukan beban mati untuk perancangan, harus digunakan berat bahan dan konstruksi yang sebenarnya, dengan ketentuan bahwa jika tidak ada informasi yang jelas, nilai yang harus digunakan adalah nilai yang disetujui oleh pihak yang berwenang.

ii. Beban hidup (L)

Beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, bebah hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati.

iii. Beban angin (W)

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada suatu konstruksi yang disebabkan oleh selisih tekanan udara.

2.8.2 Lebar Efektif Penampang

Terdapat dalam SNI 7971 : 2013 butir 2.2. Penggunaan rumus lebar efektif ditentukan berdasarkan bentuk penampang yang digunakan. Dari


(32)

bentuk dari setiap bagian pada profil, dihitunglah lebar efektif masing-masing untuk mendapatkan luas efektifnya.

2.8.2.1 Lebar efektif untuk elemen dengan pengaku

a. Lebar efektif untuk pengaku yang mengalami tegangan tekan merata

i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas

Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (be) dari elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata harus ditentukan dari persamaan dibawah ini:

untuk ≤ 0,67γ ν be = b (2.1)

untuk > 0,67γ ν be = ρb (2.2)

Keterangan :

b = lebar rata dari elemen tidak termasuk lengkungan ρ = faktor lebar efektif

� Rasio Kelangsingan ( ) harus ditentukan sebagai berikut

� √

fn = tegangan desain pada elemen tekan yang dihitung berdasarkan

lebar desain efektif ( lihat gambar 4b) fcr = tegangan tekuk pelat


(33)

k = koefisien tekuk pelat = 4 E = Modulud elastisitas Young

= angka Poisson t = tebal elemen profil

Gambar 2.6. Elemen dengan pengaku yang menerima tegangan tekan merata

ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi

Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (bed) harus ditentukan dari persamaan berikut,

untuk ≤ 0,67γ ν bed = b untuk > 0,67γ ν bed = ρb

b. Elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan lubang lingkaran

i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas

Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, dimana 0,50 ≥ dh/b ≥ 0 dan b/t ≤ 70 dan jarak as ke as lubang >0,5b dan >3dh, lebar efektif (be) elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan lubang lingkaran harus ditentukan dengan persamaan berikut ini:


(34)

� (2.7) dimana dh adalah diameter lubang.

ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi

Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (bed) harus sama dengan be sesuai dengan persamaan (2.1) dan (2.2) dimana f* digantikan dengan , dimana adalah tegangan tekan desain dari elemen yang ditinjau, berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi.

c. Elemen dengan pengaku dengan tegangan bergradien (stress gradient)

i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas

Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (be1) (Gambar 2.7) harus ditentukan sebagai berikut:

Lebar efektif (be2) (lihat gambar 2.7) dimana (be1 + be2) tidak boleh melampaui bagian tekan dari pelat badan yang dihitung berdasarkan penampang efektif, harus ditentukan dari persamaan berikut yang sesuai :

untuk ψ ≤ - 0,236 ; be2 = be/2 (2.9)

untuk ψ > - 0,236 ; be2 = b – be1 (2.10) Keterangan:


(35)

be adalah lebar efektif yang ditentukan sesuai dengan bagian a dengan f* digantikan dengan dengan k ditentukan sebagai berikut:

k = 4 + 2(1-ψ)3 + 2(1-ψ)

adalah tegangan pelat badan yang dihitung berdasarkan

penampang efektif.

adalah tekan (+) dan dapat berupa tarik (-) atau tekan (+). Dalam kasus dimana dan keduanya dalam tekan, harus diambil lebih besar dari atau sama dengan

ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi

Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be1) dan (be2) harus ditentukan berdasarkan poin (2.9) dan (2.10) diatas dengan dan . Tegangan yang dihitung dan harus digunakan untuk menentukan dan . Perhitungan harus berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi.

Gambar 2.7. Elemen dengan pengaku dan pelat badan dengan tegangan bergradien


(36)

d. Pelat badan penampang kanal berlubang dengan tegangan bergradien

Perhitungan kapasitas dan defleksi untuk pelat badan penamoang kanal berlubang dengan tegangan bergradien harus ditentukan dalam batasan berikut:

 dwh/d1< 0,7 Keterangan :

dwh adalah tinggi lubang pelat badan

d1 adalah tinggi bagian rata pelat badan diukur sepanjang bidang pelat badan

 d1/t ≤ β00

 Lubang-lubang dipusatkan di tengah tinggi pelat badan

 Jarak bersih antar lubang, lebih besar atau sama dengan 450 mm  Lengkungan pojok untuk lubang nonlingkaran lebih besar atau

sama dengan 2t

 Lubang nonlingkaran dengan dwh ≤ 65 mm dan b ≤ 115 mm, dimana b panjang lubang pelat badan

 Diameter lubang lingkaran, kurang dari atau sama dengan 150mm  dwh> 15 mm

i. Perhitungan kapasitas

Bila dwh/d1< 0,38, lebar efektif (b1) dan (b2) harus ditentukan sesuai bagian c dengan asumsi tidak ada lubang pada pelat badan. Bila dwh/d1 ≥ 0,γ8, lebar efektif harus ditentukan sesuai pasal 2.8.2.2


(37)

pengaku di dekat lubang dengan f* = f1 seperti ditunjukkan pada gambar 2.8.

ii. Perhitungan defleksi

Lebar efektif harus ditentukan sesuai dengan pasal 2.8.2.2 dengan asumsi tidak ada lubang pada pelat badan.

2.8.2.2 Lebar efektif dari elemen tanpa pengaku

a. Elemen tanpa pengaku yang mengalami tegangan tekan merata i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas

Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (be) dari elemen tapa pengaku yang mengalami tekan merata, harus ditentukan berdasarkan pasal 2.8.2.1 kecuali nilai k harus diambil sebesar 0,43 dan b seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8.

iii.Lebar efektif untuk perhitungan defleksi

Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be) harus ditentukan berdasarkan bagian c pasal 2.8.2.1 kecuali menggantikan f* dan k = 0,43.


(38)

b. Elemen tanpa pengaku dan pengaku tepi yang mengalami tegangan bergradien

i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas

Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (be) diukur dari tepi terkekang dari elemen tekan tanpa pengaku dan pengaku tepi dengan tegangan bergradien, harus ditentukan dengan f* = dan k maupun ρ ditentukan berdasarkan pasal ini.

Ψ adalah rasio tegangan =

Faktor lebar efektif (ρ) dan koefisien tekuk pelat (k) harus ditentukan sebagai berikut:

 Untuk elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien yang menyebabkan tekan pada kedua tepi longitudinal sari elemen tanpa pengaku ( dan ) keduanya dalam tekan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(A)

- Bila tegangan berkurang ke arah tepi tanpa pengaku seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(A), k harus dihitung sebagai berikut:

- Bila tegangan bertambah ke arah tepi tanpa pengaku

seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(A)(b), k harus dihitung sebagai berikut:


(39)

 Untuk elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien yang menyebabkan tekan pada satu tepi dan tarik pada tepi longitudinal yang lain dari elemen tanpa pengaku:

- Untuk dalam tekan pada tepi yang tidak dikekang dan dalam tarik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(B)(a), ρ harus dihitung sebagai berikutμ

ρ = 1 untuk > 0,67γ(1-ψ) (2.14)

(2.15)

k = 0,57 –0,β1 ψ + 0,07 ψ2

- Untuk dalam tekan pada tepi terkekang dan dalam tarik seperti ditunjukkan pada gambar β.λ(B)(b), ρ harus dihitung sebagai berikut:

Untuk -1 < ψ < 0 ν ρ =1 untuk ≤ 0,67γ (2.16) (2.17) k = 1,70 - 5ψ + 17,1ψ2 (2.18) untuk ψ ≤ -1 ν ρ =1

Sebagai alternatif, koefisien tekuk pelat (k) boleh ditentukan menggunakan persamaan berikut ini untuk kanal yang melengkung pada bidang simetri dengan tepi tidak dikekang dari elemen tanpa pengaku dalam tekan, sebagai berikut:


(40)

Keterangan:

b2 adalah lebar elemen tanpa pengaku b1 adalah lebar elemen dengan pengaku

Gambar 2.9(A) Elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien-kedua tepi dalam tekan

Gambar 2.9(B) Elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien-satu tepi mengalami tekan dan bergradien-satu tepi mengalami tarik ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi

Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be) dari elemen tanpa pengaku dan pengaku tepi dengan tegangan bergradien harus ditentukan sesuai dengan bagian i diatas, kecuali dan


(41)

dan (B) harus digunakan masing-masing untuk menentukan dan . Perhitungan harus berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi.

2.8.2.3. Lebar efektif elemen yang mengalami tekan merata dengan pengaku tepi

i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas

Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (be) dari elemen yang mengalami tekan merata dengan pengaku tepi harus ditentukan sebagai berikut:

 b/t ≤ 0,γβ8S (tidak diperlukan pengaku tepi) (2.20)

be = b (2.21)

b1 = b2 = b/2 (2.22)

ds = dse (2.23)

As = Ase (2.24)

 b/t > 0,328S (2.25)

( ) ( ) ( )


(42)

[ ] Jika Is ≥ Ia, Is sama dengan Ia

[ ] S adalah faktor kelangsingan

√ be harus dihitung sesuai dengan bagian 2.8.2.1, dimana k

diambil dari tabel berikut


(43)

ii. Lebar Efektif untuk perhitungan defleksi

Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be) harus ditentukan berdasarkan persamaan (2.1) dan (2.2) diatas, kecuali menggantikan f*.

2.8.2.4. Lebar efektif elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan satu pengaku antara

i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas

Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (be) dari elemen yang mengalami tekan merata dengan satu pengaku antara harus ditentukan sebagai berikut:

Ia = 0 (tidak memerlukan pengaku antara) (2.35)

be = b (2.36)

b adalah lebar rata dari elemen tidak termasuk pojok atau bengkokan (lihat gambar 2.11)

As adalah luas tereduksi pengaku = Ase

Ase adalah luas efektif pengaku

Ase harus digunakan untuk menghitung seluruh properti-properti penampang efektif. Titik berat pengaku dianggap terletak pada titik berat luas utuh pengaku, dan momen inersia pengaku terhadap sumbu netral pengaku dihitung dari penampang utuh pengaku.


(44)

( ) n adalah eksponen

⁄ k adalah koefisien tekuk pelat

Keterangan:

b2 adalah lebar rata elemen dengan pengaku antara tidak termasuk lengkungan (lihat Gambar 2.11(a))

Is adalah momen inersia pengaku utuh terhadap sumbu yang melalui titik berat yang sejajar dengan elemen yang akan diperkaku.

S adalah faktor kelangsingan

√ Bila Is lebih besar atau sama dengan Ia, maka Is=Ia. Lebar efektif be harus dihitung, dimana k harus memenuhi pasal ini.


(45)

Gambar 2.11. Elemen-elemen dengan satu pengaku antara Nilai ds dihitung sesuai pasal ini, harus digunakan untuk menghitung seluruh properti penampang efektif.

ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi

Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be) harus detentukan dengan pasal ini, kecuali menggantikan f*.

2.8.2.5. Lebar efektif elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan pengaku antara majemuk

i. Penentuan lebar efektif

Lebar efektif elemen harus ditentukan sebagai berikut:

( ) Keterangan:

be adalah lebar efektif elemen, terletak pada ujung elemen termasuk pengaku (lihat Gambar 2.12(A))

ρ adalah faktor lebar efektif = 1 jka ≤ 0,67γ


(46)

√ √ bo adalah lebar rata total dari elemen dengan pengaku (lihat Gambar

2.12(B))

Ag adalah ketebalan elemen

Koefisien tekuk pelat (k) harus ditentukan dari yang terkecil antara Rkd dan k10c, yang ditentukan sesuai dengan pasal berikut ini

Keterangan:

R adalah faktor modifikasi untuk koefisien tekuk pelat distorsi = 2 jika bo/d1< 1

kd adalah koefisien tekuk pelat untuk tekuk distorsi

k10c adalah koefisien tekuk pelat untuk tekuk subelemen lokal

d1 adalah lebar elemen yang bersebelahhan dengan elemen dengan pengaku, misalnya tinggi pelat bada pada penampang topi dengan pengaku antara majemuk pada sayap tekan adalah sama dengan d1, bila elemen yang bersebelahan mempunyai lebar yang berbeda, maka digunakan yang paling kecil.


(47)

Gambar 2.12(B) Lebar pelat dan lokasi pengaku

ii. Kasus khusus: ‘n’ pengaku identik, dengan jarak yang sama  Perhitungan kapasitas

K10c = 4(n+1)2 (2.48)

[ ] Keterangan:

adalah koefisien

adalah faktor kepentingan δ adalah koefisien

Isp adalah momen inersia pengaku terhadap garis tengah bagian rata dari elemen. Lengkungan yang menghubungakan pengaku dengan bagian rata boleh diperhitungkan


(48)

bo adalah lebar rata total dari elemen dengan pengaku (lihat Gambar 2.12(B)

As adalah luas bruto pengaku

Bila Ibr< ba maka Ibr/bo dapat diganti dengan untuk memperhitungkan kenaikan kapasitas yang disebabkan oleh breising, dimana Ibr adalah panjang breising yang tidak didukung atau pengekang lain yang mengekang tekuk distorsi dari elemen.

Perhitungan defleksi

Lebar efektif (be) yang digunakan dalam menghitung defleksi harus ditentukan seperti pada perhitungan kapasitas diatas, kecuali menggantikan f*, dimana adalah tegangan tekan desain pada elemen yang ditinjau berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi.

iii.Kasus umum pengaku dengan ukuran, lokasi dan jumlah yang sembarang

Perhitungan kapasitas

( )


(49)

( )

Keterangan:

bp adalah lebar bagian rata subelemen yang paling besar (lihat Gambar 2.12(B))

adalah koefisien

Ci adalah jarak horizontal tepi elemen ke garis tengah pengaku (lihat Gambar 2.12(B))

i adalah indeks untuk pengaku „ i

Jika Ibr< bo maka Ibr/bo dapat diganti dengan untuk memperhitungakan pertambahan kapasitas yang disebabkan oleh breising.

Perhitungan defleksi

Lebar efektif (be) yang digunakan untuk menghitung defleksi harus ditentukan sesuai dengan pasal perhitungan kapasitas, menggantikan f*, dimana adalah tegangan tekan desain pada elemen yang ditinjau berdasarkan penampang efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi.

2.8.2.6. Lebar efektif elemen dengan pengaku tepi yang mengalami tekan merata dengan pengaku antara

Lebar efektif (be) dari elemen dengan pengaku tepi yang mengalami tekan merata dengan pengaku antara harus ditentukan sebagai berikut:


(50)

(a) Bila b2/t < S/3, elemen efektif seluruhnya dan tidak ada reduksi tekuk lokal

(b) Bila b2/t > S/3, koefisien tekuk pelat (k) harus ditentukan sesuai dengan pasal ini, tetapi b2 menggantikan b dalam semua notasi, Keterangan:

b2 adalah lebar rata total dari elemen dengan pengaku tepi (lihat Gambar 2.11 )

S adalah faktor kelangsingan 2.8.2.7. Elemen busur tekan

Elemen busur tekan berbentuk lingkaran atau parabola dengan pengaku pada kedua sisi, harus dianggap berpengaku dan efektif penuh bila momen inersia busur terhadap sumbu yang melalui titik berat yang sejajar bidang dasarnya, tidak kurang dari momen inersia minimum (Imin) yang ditentukan di pasal 2.8.2.4. Dalam pasal ini, b harus diambil setengah panjang lengkungan dan rasio b/t tidak melampaui 60. Untuk kondisi yang lain, properti-properti geometri penampang harus ditentukan dengan uji beban dengan bab selanjutnya.

2.8.3 Perencanaan batang tarik

Sebuah komponen yang menerima gaya aksial desain(N*) harus memenuhi:


(51)

Keterangan:

Nt = kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam

tarik yang ditentukan dengan rumus:

Keterangan:

Ag = luas bruto penampang

kt = faktor koreksi untuk distribusi gaya yang ditentukan dari tabel 1 An = luas neto penampang

fu = kekuatan tarik yang digunakan dalam desain


(52)

2.8.4 Perencanaan batang tekan

Gaya aksial tekan desain (N*) harus memenuhi persamaan berikut ini:

Nn = kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam tekan

Ae = luas efektif saat tegangan leleh (fy)

Nc = kapasitas komponen struktur nominal dari komponen struktur dalam tekan

Ae = luas efektif saat tegangn kritis (fn)

fn = tegangan kritis, harus ditentukan dari persamaan dibawah ini

Keterangan :

�c = kelangsingan nondimensi yang digunakan untuk menentukan fn

foc =nilai terkecil dari tegangan tekuk lentur, torsi, dan lentur-torsi elastis

atau analisa tekuk elastis yang rasional. Ae adalah luas efektif pada tegangan kritis (fn)


(53)

A adalah luas penampang utuh tidak tereduksi

CATATAN: Rasio kelangsingan (lc/r) dari semua komponen struktur tekan tidak boleh melampaui 200, kecuali selama pelaksanaan lc/r boleh dibatasi untuk tidak melampaui 300.

i. Penampang yang tidak menerima tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi

Untuk penampang simetris ganda, penampang tertutup dan penampang lain yang dapat ditunjukkan tidak menerima tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi, tegangan tekuk lentur elastis (foc) harus ditentukan sebagai berikut:

Keterangan:

le = panjang efektif penampang

r = radius girasi dari penampang utuh, tidak tereduksi

Untuk baja G550 dengan ketebalan kurang dari 0,9 mm, harus digunakan radius girasi tereduksi r dalam persamaan foc diatas jika nilai panjang efektif (le) kurang dari 1,1 lo,

Keterangan:

fcr = tegangan tekuk elastis pelat

(


(54)

2.8.5. Perencanaan Sambungan

Semua sistem pengencangan yang sesuai seperti las, baut, sekrup, paku keling, clinching, paku lem struktural atau alat mekanis lainnya, dapat digunakan untuk menghubungkan bagian-bagian komponen struktur. Pada umumnya, rangka atap baja ringan menggunakan sekrup sebagai alat sambung. Sebenarnya ada berbagai metode yang dibahas dalam SNI 7971:2013, namun masih jarang diaplikasikan ke lapangan.

Pada SNI 7971:2013 butir 5.4.1, dinyatakan syarat ukuran diameter nominal (df) harus memenuhi γ,0 mm ≤ df ≤ 7 mm. Sekrup harus dapat membentuk ulir, dengan atau tanpa titik self-drilling. a. Sambungan sekrup dalam geser

Kapasitas nominal sekrup harus ditentukan melalui pengujian dan tidak bolehkurang dari 1,25 Vb.

i. Tarik pada bagian tersambung

Gaya tarik desain Nt* pada penampang netto harus memenuhi;

Keterangan:

Ø = faktor reduksi kapasitas sambungan skrup dalam tarik = 0,65 Nt adalah kapasitas tarik nominal penampang neto bagian tersambung,


(55)

Untuk sekrup majemuk segaris dengan gaya

Keterangan:

df adalah diameter sekrup nominal

Sf adalah jarak sekrup tegak lurus garis gaya atau lebar lembaran pada kasus sekrup tunggal

An adalah luas neto bagian tersambung ii. Jungkit (tilting) dan tumpu lubang

Gaya tumpu desain (Vb*) pada suatu sekrup harus memenuhi

Keterangan:

Ø = faktor reduksi kapasitas sekrup yang menerima miring dan tumpu = 0,5

Vb = kapasitas tumpu nominal bagian tersambung  Untuk t2/t1 ≤ 1 , Vb harus diambil nilai terkecil dari

(i) √( ) (ii) (iii) Keterangan:


(56)

t1 = tebal lembaran yang kontak dengan kepala sekrup df = diameter sekrup nominal

fu2 =kekuatan tarik lembaran yang tidak kontak dengan kepala sekrup

fu1 = kekatan tarik lembarn yang kontak dengan kepala sekrup C = faktor tumpu (lihat Tabel 2.3)

 Untuk t2/t1 ≥ 1,β5, Vb harus diambil nilai terkecil dari berikut: (i) (ii)  Untuk 1 < t2/t1< 2,5, Vb harus ditentukan secara innterpolasi linier

antara nilai terkecil dari persamaan bagian a dan b diatas. Tabel 2.3. Faktor Tumpu (C)

Rasio diameter pengencang dan ketebalan komponen struktur,

df/t

C

df / t < 6 2,7

6 ≤ df / t ≤ γ 3,3 – 0,1 (df / t )

df / t >13 2,0

iii. Geser sambungan yang dibatasi jarak ujung

Gaya geser desain (V*fv) yang dibatasi jarak ujung harus memenuhi: Jika fu/fy ≥ 1,08 , Ø = 0,7


(57)

Jika jarak ke suatu tepi bagisn tersambung sejajar dengan garis gaya yang bekerja, gaya geser nominal harus dihitung sebagai berikut:

Keterangan:

t adalah tebal bagian yang jarak ujungnya diukur

e adalah jarak yang diukur pada garis gaya dari pusat lubang standar keujung terdekat bagian tersambung.

b. Sambungan sekrup dalam tarik

Kapasitas tarik nominal sekrup harus ditentukan melalui pengujian dan tidak boleh kurang dari 1,25 Nt.

 Cabut ( pull-out) dan tembus ( pull-through)

Gaya tarik desain Nt* pada sekrup harus memenuhi;

Keterangan:

Nt = kapasitas nominal sambungan dalam tarik Kapasitas nominal diambil nilai terkecil berikut:

- Kapasitas cabut nominal (Nou) dihitung sebagai berikut:

untuk t2> 0,9 mm (2.83) - Kapasitas sobek nominal (Nov) dihitung sebagai berikut:

untuk 0,5 < t1< 1,5 mm (2.84) Dimana dw adalah diameter kepala baut dan diameter ring yang lebih besar, tetapi tidak lebih besar dari 12,5 mm. Untuk sekrup yang


(58)

menerima gaya tarik, kepala sekrup atau ring harus memiliki dw tidak kurang dari 8 mm. Ring harus memiliki ketebalan minimum 1,27 mm. Kapasitas tarik nominal sekrup tidak boleh kurang dari 1,25 Nt. c. Syarat jarak baut

Jarak antara pusat-pusat sekrup harus menyediakan tempat yang cukup untuk ring sekrup tetapi tidak boleh kurang dari tiga kali diameter sekrup nominal (df). Jarak pusat sekrup ke tepi semua bagian tidak boleh kurang dari 3df.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Pengumpulan Data

Dalam perencanaan dan penyusunan Tugas Akhir dibutuhkan data sebagai acuan. Data yang dikumpulkan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu;

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari lokasi perencanaan atau percobaan/ penyelidikan material yang dilaksanakan (Dajan, 1973).

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang berasal dari peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku yang digunakan dalam perancanaan struktur-struktur gedung (Dajan, 1973).

Kedua jenis data diatas digunakan dalam perencanaan rangka atap pada Tugas Akhir ini. Adapun data-data yang dikumpulkan, secara garis besar meliputi:

a. Data Material

Data material dapat dikumpulkan dari distributor material. Adapun beberapa material yang dibutuhkan adalah; baja ringan, sekrup, aluminium foil, plafon, baja wf, gording, dll. Data-data tersebut dapat pula dengan mudah diperoleh dari internet mengingat sudah banyak distributor yang membuka toko online.


(60)

b. Standar dan Referensi

Standar yang digunakan dalam perencanaan meliputi SNI 7971: 2013, SNI 03-1729-2002, SNI 1727:2013, dan SKBI 1987. Referensi yang dipakai adalah buku-buku terkait dengan pembahasan Tugas Akhir. 3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu isu yang dihadapi. Metode Penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah studi literatur. Untuk memudahkan perencanaan dan perhitungan, tugas akhir ini menggunakan software AUTOCAD dan SAP 2000.

Dalam proses pelaksanaan tugas akhir ini, disusun kerangka pemecahan masalah sebagai dasar dalam penelitian untuk memudahkan, dengan langkah-langkah yang disusun seperti dalam diagran alir (Flow Chart) berikut:


(61)

KESIMPULAN & SARAN MULAI

PERUMUSAN MASALAH

PENGOLAHAN DATA :

A. ANALISA STRUKTUR MANUAL i. Pembebanan

ii. Perencanaan dimensi batang iii.Perencanaan sambungan

B. DENGAN BANTUAN SOFTWARE (SAP 2000)

KOMPARASI RANGKA ATAP BAJA RINGAN DENGAN BAJA KONVENSIONAL

SELESAI STUDI LITERATUR

TAHAP DESAIN DATA

Rangka atap baja ringan tipe G500, profil C Rangka atap konvensional BJ 37, profil

˪

Bentang (L) = 15 m Jenis Rangka Atap Prattα = 220

PENGUMPULAN DATA


(62)

3.3. Analisis dan Perhitungan

Analisis dan perhitungan dalam perencanaan rangka atap ini dibuat berdasarkan standar dan peraturan terkait, yaitu:

a. Perhitungan pembebanan

b. Perhitungan dimensi profil rangka atap c. Perhitungan desain sambungan rangka atap d. Perhitungan biaya

3.4. Konsep Perencanaan Struktur Rangka Atap

Berikut ini akan dijelaskan tahapan-tahapan pada perencanaan struktur rangka atap baja ringan. Tahapan perhitungan dan rumus yang digunakan disini sesuai dengan yang telah dituliskan pada BAB II.

3.4.1. Rangka atap baja ringan i. Denah Atap

Dalam mendesain rangka atap, perlu direncanakan terlebih dahulu denah atap. Gambar denah atap dapat dilihat pada bab 4.

ii. Pembebanan

Kombinasi beban dibawah ini hanya mencakup kombinasi yang digunakan oleh penulis.

1. 1,4D

2. 1,2D +0,5 (Lr atau R)

3. 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + 0,5 W 4. 1,2D + 1,0W + 0,5 (Lr atau R)


(63)

6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D

iii. Data Beban

Data-data pembebanan sebagai berikut:

 Beban atap : Atap spandek zincalume AZ150 tebal 0,4 dengan berat 4,45 kg/m2

 Beban reng : Reng zincalume steel topspan TS9610 tebal 1 mm dengan berat 1 kg/m

 Beban profil ditaksir sebesar 5 kg/m  Beban plafond : 11 kg/m2

 Beban hanger : 7 kg/m2  Beban pekerja : 100 kg/m2  Beban angin : 40 kg/m2

iv. Gaya batang maksimum diperoleh dengan bantuan software SAP 2000

v. Perencanaan desain batang tarik Kontrol kelangsingan profil :

Luas netto (An)


(64)

Syarat :

vi. Perencanaan batang tekan Kontrol kelangsingan profil :

Kontrol tekuk

Tegangan kritis (fn)

( ⁄ ) Menghitung luas efektif (Ae)

 Pada sayap

b = B – 2(R+t) (3.10)

b/t< 60

√ b/t ≤ 0,γβ8S (tidak diperlukan pengaku tepi) (3.12) b/t > 0,328S, maka dihitung:


(65)

Nilai koefisien tekuk (k)

( ) ( ) ( ) Rasio kelangsingan

 Web dengan dua pengaku

Dimensi pengaku

( ) Menghitung koefisien tekuk pelat

K1oc = 4(n+1)2 (3.21)

[ ]


(66)

[ ] Koefisien tekuk pelat ( k ) harus ditentukan yang terkecil antara k1oc dan kd.

√ ( )√

untuk ≤ 0,67γ ν be = b (3.27)

untuk > 0,673 ; be = ρb (3.28)

 Pada lip tepi

Rasio kelangsingan dengan nilai k = 0,43

( )


(67)

vii. Perencanaan Sambungan

Sambungan menggunakan sekrup self-drilling untuk rangka atap baja ringan.

Kapasitas geser

Syarat μ γ mm ≤df ≤ 7 mm

Untuk t2/t1 ≤ 1 , Vb harus diambil nilai terkecil dari:

(i) √ (ii) (iii)

Cek kapasitas geser

Kapasitas geser desain sekrup ≥ 1,β5 Vb

 Kapasitas tarik sekrup

Kapasitas nominal (Nt) diambil dari nilai terkecil dari: a. Kapasitas cabut nominal (Nou) (Pull Out)

b. Kapasitas sobek nominal (Nov) (Pull Over)

Cek kapasitas tarik

Kapasitas tarik nominal sekrup ≥ 1,β5 N

 Tarik pada bagian tersambung


(68)

Syarat:

 Persyaratan jarak sekrup

Jarak antar sekrup (S)

Jarak sekrup ke tepi (S1)

3.4.2. Rangka atap baja konvensional

i. Denah Atap

Dalam mendesain rangka atap, perlu direncanakan terlebih dahulu denah atap. Gambar denah atap dapat dilihat pada bab 4.

ii. Perencanaan Gording

 Hitung pembebanan pada gording yaitu, beban mati, beban hidup, beban angin, dan beban hujan.

 Hitung momen-momen pada gording Akibat beban mati

Mx = 1/8 . (q total) . cos α . Lx2 (3.44) My = 1/8 . (q total) . sin α . Ly2

(3.45)

Akibat beban hidup

Mx = 1/4 . P cos α . Lx (3.46)


(69)

Karena beban angin bekerja tegak lurus sumbu x sehingga hanya ada Mx.

Angin tekan : Mx = 1/8 . Wtekan . Lx2 (3.48) Angin hisap : Mx = 1/8 . Whisap . Lx2 (3.49) Akibat beban hujan

Mx = 1/8 . (q hujan) . cos α . Lx2

(3.50) My = 1/8 . (q hujan) . sin α . Ly2

(3.51)  Kombinasi beban pada gording

1,4D

1,2D+1,6L+0,5(La atau H)

1,2D+1,6(La atau H)+(0,5L atau 0,8W) 1,2D+1,3W+0,5L+0,5(La atau H) 1,2D+0,5L

0,9D+1,3W 0,9D-1,3W

Asumsikan penampang kompak:

(5.52)

(5.53)

Untuk mengantisipasi masalah puntir maka Mny dapat dibagi 2 sehingga:


(70)

iii. Pembebanan rangka atap

Struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan dibawah ini:

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L +0,5(La atau H)

3. 1,2D + 1,6(La atau H) + ( L L atau 0,8W) 4. 1,βD + 1,γW + L L + 0,5 (La atau H) 5. 1,βD + L L

6. 0,9D ± 1,3W

iv. Gaya batang maksimum diperoleh dengan bantuan software SAP 2000

v. Perencanaan batang tarik

Periksa syarat kelangsingan batang tarik

Kondisi leleh

Kondisi fraktur

Maka,

vi. Perencanaan batang tekan


(71)

flens

√ )

Arah sumbu bahan (sumbu x) :

Arah sumbu bebas bahan (sumbu y) :

( ⁄ ) √

Kelangsingan ideal

untuk maka

untuk � maka

untuk maka Periksa kekuatan nominal


(72)

Perhitungan dimensi pelat kopel

Syarat kekakuan pelat kopel adalah :

Cek kekuatan pelat kopel :

Kuat geser pelat kopel:

√ Maka harus dipenuhi syarat,

vii. Sambungan rangka atap baja konvensional

Syarat:

= 0,75


(73)

Persyaratan jarak baut

( )


(74)

BAB IV

ANALISIS DESAIN STRUKTUR RANGKA ATAP 4.1. Perencanaan Rangka Atap Baja Ringan

4.1.1. Model Struktur

Direncanakan sebuah gedung yang luas atapnya 15m x 18m. Untuk baja ringan direncanakan jarak antar kuda-kuda, yaitu 1,2m. Sedangkan untuk baja konvensional, direncanakan jarak antar kuda-kuda 6m.


(75)

Pemodelan struktur dibuat dengan bantuan software AUTOCAD 2014 dan SAP 2000. Model dibuat sesuai dengan desain data yang telah dibuat pada bab I. Model struktur ditampilkan pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Model rangka atap baja ringan 4.1.2. Pembebanan Rangka Atap

a. Beban Mati

i. Data-data Beban Mati

a. Beban atap : 4,45 kg/m2. b. Beban reng : 1 kg/m. c. Beban profil : 5 kg/m. d. Beban plafond : 11 kg/m2. e. Beban hanger : 7 kg/m2. ii. Perhitungan Beban Mati

Desain jarak antar kuda-kuda adalah sebesar 1,2 m. Beban ini didistribusikan secara merata pada masing-masing kuda-kuda. Beban mati pada rangka atap baja ringan dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini.


(76)

Gambar 4.3. Distribusi beban mati pada rangka atap baja ringan (qD) 1. Beban P1 = P11

Beban Rangka Atap = ½ x L batang (1+27+25+36) x berat profil = ½ x (1,25+1,25+0,51+1,61) m x 1,5 kg/m = 3,459 kg

Beban Plafond = Luas x berat plafond

= (1,2 m x 1,25 m) x 18 kg/m2 = 27 kg

Beban Bracing = 10% x berat kuda-kuda = 10% x 3,459 kg = 0,346 kg Beban total = 30,805 kg

2. Beban P12 = P24

Beban Atap = Luas x berat atap

= (1,2 m x 1,35 m) x 4,45 kg/m2 = 7,199 kg

Beban Reng = panjang reng x berat reng = 1,2 m x 1 kg/m = 1,2 kg


(77)

= 1,949 kg

Beban Plafond = Luas x berat plafond

= (1,2 m x 1,25 m) x 18 kg/m2 = 27 kg

Beban Bracing = 10% x berat kuda-kuda = 10% x 1,949 kg = 0,195 kg Beban total = 37,543kg

Tabel 4.1. Rekapitulasi Perhitungan Beban Mati

Buhul Beban Mati Input SAP (kg) Atap (kg) reng (kg) kuda-kuda (kg) plafond (kg) bracing (kg) Total (kg)

1 = 11 3,459 27 0,346 30,805 30,8

2 = 10 4,106 27 0,411 31,516 31,5

3 = 9 4,793 27 0,479 32,272 32,3

4 = 8 5,503 27 0,550 33,053 33,1

5 = 7 6,227 27 0,623 33,849 33,8

6 4,147 27 0,415 31,562 31,6

24 = 12 7,199 1,2 1,949 27 0,195 37,543 37,5

23 = 13 7,199 1,2 2,401 0,240 11,041 11,0

22 = 14 7,199 1,2 3,985 0,399 12,783 12,8

21 = 15 7,199 1,2 10,257 1,026 19,682 19,7

20 = 16 7,199 1,2 5,319 0,532 14,250 14,3

19 = 17 7,199 1,2 6,029 0,603 15,031 15,0


(78)

b. Beban Hidup

Beban hidup yang terjadi yaitu berat pekerja sebesar P=100 kg.

Gambar 4.4. Distribusi beban hidup (qL) c. Beban Angin

Dari SKBI- 1.3.53.1987 ditentukan nilai tekanan tiup angin = 40 kg/m2. α = ββ0

.

Koefisien angin tekan = (0,0β α – 0,4) = (0,02 x 22) - 0,4 = 0,04 Angin tekan (W1) = Luas x Koefisien x beban angin = (1,2 m x 1,35 m) x 0,04 x 40 kg/m2

= 2,59 kg

W1/2 = 1,29 kg

Koefisien angin hisap = - 0,4

Angin tekan (W2) = Luas x Koefisien x beban angin = (1,2 m x 1,35 m) x (-0,4) x 40 kg/m2

= - 25,9 kg


(79)

Gambar 4.5. Distribusi beban angin kiri (W kiri) rangka atap

Gambar 4.6. Distribusi beban angin kanan (W kanan) rangka atap

d. Beban Hujan

Beban air hujan berdasarkan SKBI- 1.3.53.1987 yaitu; H = 40 –0,8 α

= 40 – (0,8 x 22) = 22,4 kg/m2 Beban hujan H = luas x H

= (1,2 m x 1,35 m) x 22,4 kg/m2 = 36,24 kg


(80)

Gambar 4.7. Distribusi beban hujan (H) pada rangka atap 4.1.3. Gaya Batang Maksimum

Dari hasil analisis SAP 2000 diperoleh gaya batang maksimum struktur rangka atap. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

COMB 11 = 1,2D + 1,6L – Wkiri COMB 12 = 1,2D + 1,6L - Wkanan

FRAME KOMBINASI P MAX COMB 11 COMB 12

1 2957,33 3084,36 3084,36

2 2698,94 2806,96 2806,96

3 2438,09 2527,1 2527,1

4 2404,85 2473,57 2473,57

5 2278,23 2327,18 2327,18

6 2104,22 2133,65 2133,65

7 2104,22 2133,65 2133,65

8 2297,24 2308,17 2308,17

9 2442,87 2435,55 2442,87

10 2495,12 2470,06 2495,12

11 2774,99 2730,92 2774,99

12 3052,38 2989,3 3052,38

13 -3294,65 -3223,75 -3294,65

14 -3299,88 -3223,23 -3299,88

15 -3005,93 -2944,04 -3005,93

16 -1700,33 -1658,68 -1700,33

17 -1649,21 -1620,93 -1649,21


(81)

21 -1653,18 -1705,82 -1705,82

22 -2944,04 -3005,93 -3005,93

23 -3223,23 -3299,88 -3299,88

24 -3223,75 -3294,65 -3294,65

25 -171,8 -187,16 -187,16

26 -278,34 -301,38 -301,38

27 -15,06 -47,84 -47,84

28 -216,04 -255,98 -255,98

29 -381,21 -428,52 -428,52

30 37,92 37,92 37,92

31 -427,29 -382,44 -427,29

32 -254,44 -217,58 -254,44

33 -45,78 -17,12 -45,78

34 -301,38 -278,34 -301,38

35 -187,16 -171,8 -187,16

36 332,18 356,62 356,62

37 409,87 439,74 439,74

38 63,16 101,7 101,7

39 285,39 329,96 329,96

40 456,25 507,43 507,43

41 506,1 457,59 506,1

42 328,23 287,11 328,23

43 99,28 65,58 99,28

44 439,74 409,87 439,74

45 356,62 332,18 356,62

46 -935,54 -930,45 -935,54

4.1.4. Perencanaan Struktur Rangka Atap a. Batang Tarik Bawah (Bottom Chord)

Batang tarik bawah terdiri dari batang nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12. Untuk perencanaan diambil pada batang 1 dengan gaya aksial terbesar dengan data-data sebagai berikut :

Batang tarik 1 L = 125 cm


(82)

Nu = 3084,36 kg (Output SAP 2000) Fy = 550 MPa = 5500 kg/cm2

Fu = 550 Mpa = 5500 kg/cm2 Syarat desain:

Dicoba menggunakan profil C 75.70 h = 75 mm

b = 35 mm t = 0,7 mm l = 5,5 mm Ag = 107,24 mm2 Ix = 98828,1 mm4 Iy = 16619,5 mm4 ix = 30,4 mm iy = 12,4mm

Kontrol kelangsingan profil :


(83)

Direncanakan menggunakan sekrup dengan df = 4,8 mm

Cek kekuatan nominal penampang

b. Batang Tarik Web

Batang tarik web terdiri dari batang nomor 30, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 44, dan 45. Untuk perencanaan diambil batang dengan gaya aksial terbesar yaitu batang 40 dengan data-data sebagai berikut :

Batang Tarik 40 L = 328 cm

Nu = 507,43 kg (Output SAP 2000) Fy = 550 MPa = 5500 kg/cm2 Fu = 550 Mpa = 5500 kg/cm2


(84)

Syarat desain:

Dicoba menggunakan profil C 100.100 h = 100 mm

b = 40 mm t = 1 mm l = 12 mm Ag = 191 mm2 Ix = 292337,8mm4 Iy = 40844,5 mm4 ix = 39,1 mm iy = 14,6 mm

Kontrol kelangsingan profil :

Direncanakan menggunakan sekrup dengan df = 4,8 mm


(85)

dengan

(OK)

c. Batang Tekan Atas ( top chord )

Batang tekan atas terdiri dari batang nomor 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24. Untuk perencanaan diambil batang dengan gaya aksial terbesar yaitu batang 14 dan 23 dengan data-data sebagai berikut: Batang tekan 14 = 23

L = 135 cm

Nu = -3299,88 kg (Output SAP 2000) Fy = 550 MPa = 5500 kg/cm2

Fu = 550 Mpa = 5500 kg/cm2

Dicoba menggunakan profil C 100.100 h = 100 mm

b = 40 mm t = 1 mm l = 12 mm


(86)

Ag = 191 mm2 Ix = 292337,8 mm4 Iy = 40844,5 mm4 ix = 39,1 mm iy = 14,6 mm

Kontrol kelangsingan profil :

Kontrol tekuk

( ⁄ )


(87)

b = 40 – 2(1+1) b = 36 mm

b/t = 36/1 = 36 < 60 (OK)

θ = 900

⁄ [ ] [ ]


(88)

[ ]

Maka dihitung nilai koefisien tekuk (k) ( ) ( ) ( ) ( )

Rasio kelangsingan dengan nilai k = 3,31

( )

( )

= 36 Sayap efektif sepenuhnya.


(89)

As = luas bruto pengaku = 9,42 mm2 Isp = Momen inersia pengaku = 1,269 mm4 Dimensi pengaku

( )

⁄ ⁄

Menghitung koefisien tekuk pelat K1oc = 4(n+1)2

K1oc = 4(2+1)2 = 36

[ ]

[ ] [ ]

[ ]

Koefisien tekuk pelat ( k ) harus ditentukan yang terkecil antara k1oc dan kd. Maka, dipakai kd = 3,395.

√ ( )√

√ √


(90)

λ> 0,673 maka,

( ) ( )  Tampang efektif pada lip tepi

b = l – (R+t) b = 12 – (1+1) b = 10 mm

Rasio kelangsingan dengan nilai k = 0,43

( )

( )

Lip tepi efektif sepenuhnya

Luas Efektif (Ae)


(91)

d. Batang Tekan Web

Batang tekan atas terdiri dari batang nomor 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 38, dan 43. Untuk perencanaan diambil batang dengan gaya aksial terbesar yaitu batang 29 dengan data-data sebagai berikut:

Batang tekan 29 L = 253 cm

Nu = -428,52 kg (Output SAP 2000) Fy = 550 MPa = 5500 kg/cm2

Fu = 370 Mpa = 5500 kg/cm2

Dicoba menggunakan profil C 100.100 h = 100 mm

b = 40 mm t = 1 mm l = 12 mm Ag = 191 mm2


(92)

Ix = 292337,8 mm4 Iy = 40844,5 mm4 ix = 39,1 mm iy = 14,6 mm

Kontrol kelangsingan profil :

Kontrol tekuk

( ⁄ )

Menghitung luas efektif (Ae):


(93)

b = 40 – 2(1+1) b = 36 mm

b/t = 36/1 = 36 < 60 (OK)

θ = 900

⁄ [ ] [ ]


(1)

Dari daftar harga yang telah diperoleh, dapat disimpulkan dalam tabel 4.12 mengenai harga bahan dan upah pada pemasangan rangka atap baja ringan.

Tabel 4.12. Analisa harga bahan rangka atap baja ringan

Kebutuhan Satuan Harga

(Rp)/m L (m) Jumlah

Total harga

(Rp)

Bahan

C 75.75 m' 16500 7,5 16 1980000

C 75.70 m' 18400 14,4 16 4239360

C 100.100 m' 20000 58,464 16 18708480

Reng 32.45 m' 8200 18 20 2952000

Diagonal web

bracing m' 8200 8,32 10 682240

Bottom chord

bracing m' 8200 18 6 885600

Lateral tie m' 8200 18 4 590400

Total 30038080

Upah dalam pemasangan rangka atap baja ringan adalah Rp 25.000,-/m2. Luas atap miring adalah 291,6 m2. Jadi upah pemasangannya adalah :

Rp 25.000,- x 291,6 = Rp 7.290.000,-

Maka dapat disimpulkan total harga bahan + upah keseluruhan untuk rangka atap baja ringan 16 x 18 m adalah:

Rp 30.038.080,- + Rp 7.290.000,- = Rp 37.328.080,- Rp 37.328.100,- Pada umumnya, harga atap baja ringan dihitung berdasarkan luasan atap miringnya.


(2)

Gambar 4.20. Rangka atap baja ringan Luas atap miring = 2 x 8,1 m x 18 m = 291,6 m2

Harga pemasangan + upah = Rp 128.000,-/m2 Harga total = Rp 128.000,-/m2 x 291,6 m2 = Rp 37.324.800,-

b. Rangka atap baja konvensional

Dari daftar harga yang telah diperoleh, dapat disimpulkan dalam tabel 4.13 mengenai harga bahan dan upah pada pemasangan rangka atap baja ringan.

Tabel 4.13. Analisa harga bahan rangka atap konvensional

Kebutuhan Satuan Harga (Rp)/kg

Berat

(kg) Jumlah

Total harga (Rp)

Bahan

L 40.40.4 kg 9000 156,38 4 5629680

L 80.80.8 kg 10000 430,45 4 17218000

C 150 x 65 x 20 x 3,2 kg 9000 135,18 18 21899160

Ø16 kg 9800 23,7 3 696780

Ø19 kg 9700 21,44 12 2495616

Total 47939236

Dari tabel 4.13 dapat dilihat total harga bahan rangka atap baja konvensional adalah Rp 47.939.236,- Rp 47.939.300,-


(3)

Upah borongan dalam pemasangan rangka atap baja ringan adalah Rp92000,-/m2. Luas atap miring adalah 291,6 m2. Jadi upah pemasangannya adalah :

Rp 92.000,- x 291,6 = Rp 26.827.200,- Maka total harga + upah pemasangan baja konvensional adalah:

Rp 47.939.300,- + Rp 26.827.200,- = Rp 74.766.500,-

4.3.4 Rekapitulasi perbandingan rangka atap

Berikut ini akan disimpulkan perbandingan kedua jenis rangka atap berdasarkan aspek yang telah dibahas di atas.

Tabel 4.14. Rasio Perbandingan rangka atap

Perbandingan Satuan Rangka atap baja ringan

Rangka atap baja konvensional

Rasio

Berat Kg 2288,016 4568,355 1 : 1,997

Harga bahan Rp 30038100 47939300 1 : 1,596

Upah Rp 7290000 26827200 1 : 3,68


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis teori dan perhitungan antara rangka atap baja ringan dan baja konvensional. Dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil desain struktur rangka atap baja ringan menggunakan C75.70 pada bottom chord, C75.75 pada batang horizontal web, dan C 100.100 pada batang top chord dan web.

2. Masing-masing sambungan menggunakan 3 buah sekrup self-drilling(SDS) dengan df = 4,8 mm.

3. Rangka atap baja ringan lebih ekonomis daripada rangka atap baja konvensional.

5.2. Saran

Adapun saran penulis sehubungan dengan judul tugas akhir ini, yaitu: 1. Sehubungan dengan banyaknya penggunaan baja ringan pada konstruksi

bangunan, diharapkan adanya standar dimensi yang bervariasi untuk profil baja ringan.

2. Melihat perkembangan konstruksi baja ringan, semoga ada pembelajaran tambahan mengenai cold-formed steel agar lebih menambah wawasan mahasiswa/i.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2013. Struktur Baja Canai Dingin (SNI 7971:2013). Jakarta: BSN

Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987). Jakarta : Yayasan Badan Penerbit PU.

Multawalli M. 2010. Stabilitas Sambungan Struktur Baja Ringan SMART FRAME Type-T Terhadap Beban Siklik Pada Rumah Sederhana Tahan Gempa, Tesis Program Pasca Sarjana. Jakarta: Universitas Gajah Mada.

Nugroho, F. (2014). Baja Ringan Sebagai Salah Satu Alternatif Pengganti Kayu

Pada Struktur Rangka Kuda-Kuda Ditinjau dari Segi Konstruksi. Jurnal

Momentum Volume 16 No.2.

Oentoeng. 2004. Konstruksi Baja. Yogyakarta: ANDI.

Prastyawan, Irfan Yoga. 2014. Studi Eksperimental Terhadap Unjuk Kerja Kuda-Kuda Baja Ringan Profil C dengan Ketebalan 0,75 mm. Jurnal Teknik Sipil UNTAN Volume 1, No 1.

Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD. Jakarta: ERLANGGA.

Sucipta, Andry., Saggaff, Anis., & Muliawan, Sutanto. 2013. Analisa Pola Keruntuhan Konstruksi Rangka Atap dengan Menggunakan Profil Baja Ringan. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Volume 1, No 1.


(6)

Wei-Wen Yu, Ph.D., P.E. 2000. Cold Formed Steel Design. New York: John Wiley & Sons.

Wicaksono, Agustinus. 2011. Panduan Konsumen Memilih Konstruksi Baja Ringan. Yogyakarta: ANDI.

Wildensyah, Iden. 2010. Rangka Atap Baja Ringan untuk Semua. Bandung: ALFABETA.