laporan praktikum farmasi fisika modul 1
Modul 1
K E LA R U TA N
A. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif
Menentukan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat
B. LANDASAN TEORI
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur
tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut
merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar, 1989).
Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon berbeda denga zat polar.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit
lemah dan kuat, karena tetapan dilektrtik pelarut yang rendah.Sedangkan pelarut polar
dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan yang sama melalui interaksi
dipole induksi (Martin , 1993).
Kekuatan tarik menarik antara atom-atom menyebabkan pembentukan molekul
ion. Kekuatan dari suatu intramolekuler yang berkembang diantara molekul-molekul
seperti itu, menentukan keadaan fisik bahan (yaitu padat, cair atau gas) pada kondisi
tertentu seperti suhu dan tekanan. Pada kondisi biasa kebanyakan senyawa organik, jadi
juga kebanyakan zat obat, berbentuk molekul suatu zat padat (Howard, 1990).
Apabila molekul-molekul saling mempengaruhi maka terjadi gaya tarik
menarik. Menyebabkan molekul-molekul bersatu, sedangkan gaya tolak menolak
mencegah terjadinya interpenetrasi dan dekstruksi molekuler. Bila gaya tarik menarik
dan tolak menolak sama maka energi potensial diantara dua molekul adalah minimum
dan sistem itu paling stabil (Howard, 1990).
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi
maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut
pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya,
larutan ini disebut larutan jenuh. Agar supaya diperhatikan berbagai akan kemungkinan
kelarutan diantara dua macam bahan kimia yang menentukan jumlah masing-masing
yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh, disebutkan dua contoh bahan sediaan
resmi larutan jenuh dalam air, yaitu larutan Tropikal Kalsium Hidroksida, USP
(Calcium Hydroxide Tropical Solution, USP), dan larutan Oral Kalium Iodida, USP
(Potasium Iodide Solution, USP) (Howard, 1990).
Faktor yang mempengaruhi kelarutan :
Sifat dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya.
Substansi nonpolar cenderung untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan
tidak miscible dengan substansi polar lainnya Sifat pelarut (Sukardjo, 1977)
pH
Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena tidak mudah
terionisasi. Semakin kecil pKanya maka suatu zat semakin sukar larut, sedangkan
semakin besar pKa maka suatu zat akan akan mudah larut (Lund, 1994).
Suhu
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses melarutnya melalui
penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik) dan akan menurunkan kelarutan zat yang
proses melarutnya dengan pengeluaran panas/kalor (reaksi eksotermik) (Lund, 1994).
Solution aditif.
Additivies baik dapat meningkatkan atau mengurangi kelarutan zat terlarut dalam
pelarut tertentu (Lund, 1994).
C. MONOGRAFI ZAT AKTIF
Acidum salicylicum
Asam Salisilat
C7H6O3
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% C7H6O3 .
BM 138,12
Pemerian Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hampir tidak
berbau; rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P; mudah larut
dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan amonium asetat P,
dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P.
Penetapan kadar Timbang seksama 3g, larutkan dalam 15ml etanol (95%) P hangat
yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P, tambahkan 20ml air. Titrasi
dengan natrium hidroksida 0,5N menggunakan indikator merah fenol P.
1ml natrium hidroksida 0,5N ≈ 69,06mg C7H6O3
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat dan penggunaan Keratolitikum, antifungi.
Aethanolum
Etanol
Etanol adalah campuran etil alkohol dan air. Mengandung tidak kurang dari 94,7% v/v
atau 92% dan tidak lebih dari 95,2% v/v atau 92,7% C2H6O.
Pemerian: cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas
rasa panas. Mudah terbakar dengan nyala biru yang tidak berasap.
Identifikasi: a. Campur dalam gelas kimia kecil dengan 1ml larutan kalium
permanganat p dan 5 tetes asam sulfat encer p, tutup segera dengan kertas saring yang
dibasahi dengan larutan segar yang dibuat dengan melarutkan 100mg natrium
nitroprusida p dan 500mg piperazinahidrat p dalam 5ml air, terjadi warna biru intensif
pada kertas saring yang setelah beberapa menit menjadi lebih pucat, b. Pada 5ml larutan
0,5% b/v , tambahkan 1ml natrium hidroksida 0,1N, kemudian tambahkan perlahan
lahan 2ml larutan iodium p, tercium bau iodoform dan terbentuk endapan kuning.
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya , ditempat sejuk,
jauh dari nyala api.
Khasiat dan kegunaan: sebagai zat tambahan
Propilenglicolum
Propilenglikol
Pemerian: Cairan kental,jernah, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis
Kelarutan: Dapat campur dengan air, dengan etanol p (95%) dengan kloroform p, larut
dalam 6 bagian eter p tidak campur dengan eter minyak tanah p dan dengan minyak
lemak .
Penyimpanan : Dalam wadah penutup baik
Khasiat dan kegunaan : Zat tambahan dan pelarut
D. BAHAN DAN ALAT
Alat
Bahan
Erlenmeyer 250ml
Gelas ukur 100ml
Gelas Ukur 50ml
Buret
Kaca arloji
Labu ukur 100ml
Batang pengaduk
Pipet tetes
Gelas kimia 100ml
Timbangan digital
Corong
Botol semprot
Stopwatch
Shaker
Spektrofotometer UV
Asam salisilat
Aquadest
Alkohol
Propilenglikol
NaOH
Dapar Fosfat
Kertas lensa
Kertas saring
Phenolftalen
.
E. PROSEDUR KERJA
A. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat
Pelarut campuran dibuat sebanyak 50 mL dengan komposisi sebagai berikut:
Solven ( %
Kosolven ( % v/v )
v/v )
1gram
Asam
Air
Alkohol
Propilenglikol
salisilat dilarutkan
1
30
0
20
2
30
2,5
17,5
ke
dalam
masing3
30
5
15
masing campuran
4
30
7,5
12,5
pelarut yang sudah
5
30
10
10
6
30
15
5
dibuat.
Larutan
7
30
17,5
2,5
dikocok
8
30
20
0
menggunakan lab.Sheaker selama 1 jam. Asam salisilat ditambahkan dalam jumlah tertentu
No
jika ada endapan sampai jenuh kembali. Larutan disaring, larutan dititrasi asam basa
menggunakan indicator fenolftalein dengan peniter NaOH 0,1 N. Kurva dibuat antara
kelarutan asam salisilat dengan konstanta dielektrik campuran pelarut.
B. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Dibuat larutan seri yang mengandung tween 80 dengan konsentrasi sebagaiberikut :
(0), (0.4), (0.8), (2.0), (4.0), (6.0), (8.0) gram tween
Ad 100ml air
1 gram Asam salisilat dilarutkan ke dalam masing-masing campuran pelarut yang
sudah dibuat. Larutan dikocok menggunakan lab.Sheaker selama 1 jam. Asam salisilat
ditambahkan dalam jumlah tertentu jika ada endapan sampai jenuh kembali. Larutan
disaring, larutan dititrasi asam basa menggunakan indicator fenolftalein dengan
peniter NaOH 0,1N. Kurva dibuat antara kelarutan asam salisilat dengan konsentrasi
surfaktan lalu tentukan KMK (Konsentrasi Misel Kritis) tween 80.
C. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
Larutan dapar fosfat dibuat sebanyak 100 ml dengan pH 5,6,7,8,9. Setiap larutan
diambil 25ml yang ditambahkan dengan asam salisilat sebanyak 0.5gram. Larutan
dikocok menggunakan lab.Sheaker selama 1jam. Asam salisilat ditambahkan dalam
jumlah tertentu jika ada endapan sampai jenuh kembali. Larutan disaring, larutan
dititrasi asam basa menggunakan indicator fenolftalein dengan peniter NaOH 0,1 N.
Kurva dibuat hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan pH larutan.
F. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGANNYA
A. Pengaruhpelarutcampurterhadapkelarutansuatuzat
NO
AIR
ALKOHOL
PROPILENGL
IKOL
1
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
0 ml
20 ml
VOLUME
NaOH
0,1N
31,2 ml
2,5 ml
17,5 ml
29,6 ml
5 ml
15 ml
39,1 ml
7,5 ml
12,5 ml
50 ml
10 ml
10 ml
56 ml
15 ml
5 ml
65,5 ml
17,5 ml
2,5 ml
60,7 ml
20 ml
0 ml
68,3 ml
2
3
4
5
6
7
8
B. Pengaruhpenambahansurfaktanterhadapkelarutansuatuzat
NO
1
2
3
4
5
6
7
AIR
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
TWEEN 80
0 gr
0,4 gr
0,8 gr
2 gr
4 gr
6 gr
8 gr
VOLUME NaOH 0,1N
17,4 ml
21,5 ml
27 ml
37,5 ml
55,4 ml
56,8 ml
65 ml
C. Pengaruh PH terhadapkelarutansuatuzat
NO
1
PH
5
VOLUME NaOH0,1N
49 ml
2
3
4
5
6
7
8
9
41 ml
29,3 ml
24,6 ml
24 ml
Perhitungan
A. V1.N1=V2.N2
1. 31,2 X 0,1 = 50 X N2
3,12 = 50 X N2
N2= 0,062 N
2. 29,6 X 0,1 = 50 X N2
2,96 = 50 X N2
N2= 0,06 N
3. 39,1 X 0,1 = 50 X N2
3,91 = 50 X N2
N2= 0,078 N
4. 50 X 0,1 = 50 X N2
5 = 50 X N2
N2= 0,11 N
5. 56,01 X 0,1 = 50 X N2 6.
5,6 = 50 X N2
N2= 0,11 N
65,5 X 0,1 = 50 X N2
6,55 = 50 X N2
N2= 0,13 N
7. 60,7 X 0,1 = 50 X N2
6,07 = 50 X N2
N2= 0,12 N
8. 68,3 X 0,1 = 50 X N2
6,83 = 50 X N2
N2= 0.137 N
B. V1.N1=V2.N2
1. 17,4 X 0,1 = 100 X N2 2.
1,74 = 100 X N2
N2= 0,017 N
21,5 X 0,1 = 100 X N2
2,15 = 100 X N2
N2= 0,0215 N
3.
27 X 0,1 = 100 X N2
2,7 = 100 X N2
N2= 0,027 N
4. 37,5 X 0,1 = 100 X N2
3,75 = 100 X N2
N2=0,0375 N
5.
55,4 X 0,1 = 100 X N2
5,54 = 100 X N2
N2= 0,055 N
6. 56,8 X 0,1 = 100 X N2
5,68 = 100 X N2
N2= 0,057 N
7.
65 X 0,1 = 100 X N2
6,5 = 100 X N2
N2= 0,065 N
C. V1.N1=V2.N2
1.
49 X 0,1 = 25 X N2
4,9 = 25 X N2
N2= 0,2 N
2. 41 X 0,1 = 25 X N2
4,1 = 25 X N2
N2= 0,16 N
3.
29,3 X 0,1 = 25 X N2
2,93 = 25 X N2
N2= 0,12 N
4. 24,6 X 0,1 = 25 X N2
2.46 = 25 X N2
N2= 0,1 N
5.
24 X 0,1 = 25 X N2
2,4 = 25 X N2
N2= 0,096 N = 0,1 N
PenimbanganNaOH :
gr 1000
X
40
V
gr 1000
X
N=
40 1000
N=
grNaOH = 0,1 X 40
= 4 gram
Air (pelarut A)
1.
2.
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
3.
4.
5.
6.
7.
8.
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
Propiletilenglikol (pelarut B)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
20
×100 =40
50
17,5
×100 =35
50
15
×100 =30
50
12,5
×100 =25
50
10
×100 =20
50
5
×100 =10
50
2,5
×100 =10
50
o
×100 =0
50
Alkohol (pelarut C)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
0
×100 =0
50
2,5
×100 =5
50
5
×100 =10
50
7,5
×100 =15
50
10
×100 =20
50
15
×100 =30
50
7.
8.
17,5
×100 =35
50
20
×100 =40
50
KD air = 78,5 KD propiletitilenglikol = 32 KD alcohol = 25,7
Rumus : (pelarut A X KD pelarut A)+(pelarut B X KD pelarut B)+(pelarut C X
KD pelarut C)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
(60%
(60%
(60%
(60%
(60%
(60%
(60%
(60%
X
X
X
X
X
X
X
X
78,5)+(40% X 32)+(0 X 25,7) = 47,1 + 12,8 + 0 = 59,9
78,5)+(35% X 32)+(5 X 25,7) = 47,1 + 11.2 + 1,28 = 59,58
78,5)+(20% X 32)+(10 X 25,7) = 47,1 + 9,6 + 2,57 = 59,27
78,5)+(35% X 32)+(15 X 25,7) = 47,1 + 8 + 3,85 = 58,95
78,5)+(20% X 32)+(20 X 25,7) = 47,1 + 6,4 + 5,14 = 58,64
78,5)+(10% X 32)+(30 X 25,7) = 47,1 + 3,2 + 7,71 = 58,1
78,5)+(5% X 32)+(35 X 25,7) = 47,1 + 1,6 + 8,99 = 57,69
78,5)+(0% X 32)+(40 X 25,7) = 47,1 + 0 + 10,28 = 57,38
LAMPIRAN
A. Pengaruh pelarut campur (kosolven) terhadap kelarutan suatu zat
Percobaan 1
Percobaan 5
Percobaan 2
Percobaan 6
Percobaan 3
Percobaan 7
Percobaan 4
Percobaan 8
B. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Konsentrasi 0
konsentasi 0,4
Konsentrasi 2,0
konsentrasi 4,0
Konsentrasi 8,0
konsentrasi 0,8
konsentrasi 6,0
C. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
pH 5
pH 6
pH 8
Instrumen
pH 7
pH 9
Lab. sheaker
Pembahasan
Dalam
percobaan
ini
menggunakan
pelarut
campur
yang
dibuat
dengan
mencampurkan air, alkohol dan propilenglikol dengan volume yang berbeda. Pelarut
campur ini dibuat sebanyak 8 buah. Setelah membuat pelarut campur kemudian
dimasukkan asam salisilat sebanyak 1 gram. Mencanpurkan air, alkohol dan propilglikol
karena asam salisilat dapat larut dengan 3 pelarut tersebut yang sesuai pada takarannya
masing-masing. Larutan asam salisilat ini harus dikocok menggunakan lab shaker selama
1 jam agar dapat mengetahui kelarutan asam salisilat dan membedakan tingkat
kelarutannya. Setelah dikocok menggunakan lab shaker. Larutan ini ditambahkahkan
indikator fenolftalein agar dapat dapat mengalami perubahan warna secara spesifik.
Larutan asam salisilat ini dititrasi asam basa untuk mengetahui kadar asam salisilat pada
campuran tersebut. Peniter yang digunakan adalah NaOH, karena NaOH adalah larutan
yang bersifat basa, sedangkan asam salisilat adalah larutan yang bersifat asam, sehingga
keduanya dapat direaksikan kemudian terjadi reaksi asam basa yang mengalami
perubahan warna. Jika warna terlalu ungu pekat disebabkan karena kelebihan tetesan
peniternya.
Larutan seri yang mengandung (0), (0.4), (0.8), (2.0), (4.0), (6.0), (8.0) gram tween
80 dan 1 gram Asam salisilat dilarutkan ke dalam masing-masing campuran pelarut.
Asam salisilat larut dalam tween 80 karena tween 80 yang berupa minyak dapat
melarutkan asam salisilat sesuai dengan konsentrasinya. Jadi, semakin tinggi
konsentrasinya maka asam salisilat akan semakin larut. Lalu larutan dikocok
menggunakan lab.Sheaker selama 1 jam untuk dapat mengetahui kelarutan asam salisilat
dan membedakan tingkat kelarutannya. Setelah dikocok, larutan ini ditambahkan
indikator fenolftalein. larutan asam salisilat ini dititrasi asam basa untuk mengetahui
kadar asam salisilat pada campuran tersebut. Peniter yang digunakan adalah NaOH,
karena NaOH adalah larutan yang bersifat basa, sedangkan asam salisilat adalah larutan
yang bersifat asam, sehingga keduanya dapat direaksikan kemudian terjadi reaksi asam
basa yang mengalami perubahan warna.
Semakin tinggi pH maka semakin tinggi kelaruta asam salisilat.
Kesimpulan
Dari kesimpulan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. NaoH yang ditimbang sebanyak 4 gram
2. Asam salisilat sukar larut dalam air, sesuai dengan literatur
3. Semakin besar konsentrasi tween 80 maka asam salisilat akan
larut, hal ini dilihat dari pengamatan
4. Semakin besar nilai pH maka kelarutan akan semakin tinggi
5. Pelarut polar akan melarutkan zat polar dan ionik, sedangkan
pelarut non polar hanya melarutkan zat non polar saja, karena
memiliki konstanta dielektrik yang rendah.
KD
0.16
0.14
0.12
0.1
KD
0.08
0.06
0.04
0.02
0
59.9
59.58
59.27
58.95
58.64
58.1
57.69
57.38
tween80
0.07
0.06
0.05
Column1
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0
0.4
0.8
2
4
6
8
pH
0.25
0.2
0.15
pH
0.1
0.05
0
5
6
7
8
9
Daftar Pustaka
Ansel C. Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Jakarta : Depkes.
Martin, Alfred, 1990, Farmasi Fisika Edisi I, Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Moechtar, 1989, Farmasi Fisika, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
K E LA R U TA N
A. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif
Menentukan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat
B. LANDASAN TEORI
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur
tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut
merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar, 1989).
Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon berbeda denga zat polar.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit
lemah dan kuat, karena tetapan dilektrtik pelarut yang rendah.Sedangkan pelarut polar
dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan yang sama melalui interaksi
dipole induksi (Martin , 1993).
Kekuatan tarik menarik antara atom-atom menyebabkan pembentukan molekul
ion. Kekuatan dari suatu intramolekuler yang berkembang diantara molekul-molekul
seperti itu, menentukan keadaan fisik bahan (yaitu padat, cair atau gas) pada kondisi
tertentu seperti suhu dan tekanan. Pada kondisi biasa kebanyakan senyawa organik, jadi
juga kebanyakan zat obat, berbentuk molekul suatu zat padat (Howard, 1990).
Apabila molekul-molekul saling mempengaruhi maka terjadi gaya tarik
menarik. Menyebabkan molekul-molekul bersatu, sedangkan gaya tolak menolak
mencegah terjadinya interpenetrasi dan dekstruksi molekuler. Bila gaya tarik menarik
dan tolak menolak sama maka energi potensial diantara dua molekul adalah minimum
dan sistem itu paling stabil (Howard, 1990).
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi
maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut
pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya,
larutan ini disebut larutan jenuh. Agar supaya diperhatikan berbagai akan kemungkinan
kelarutan diantara dua macam bahan kimia yang menentukan jumlah masing-masing
yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh, disebutkan dua contoh bahan sediaan
resmi larutan jenuh dalam air, yaitu larutan Tropikal Kalsium Hidroksida, USP
(Calcium Hydroxide Tropical Solution, USP), dan larutan Oral Kalium Iodida, USP
(Potasium Iodide Solution, USP) (Howard, 1990).
Faktor yang mempengaruhi kelarutan :
Sifat dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya.
Substansi nonpolar cenderung untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan
tidak miscible dengan substansi polar lainnya Sifat pelarut (Sukardjo, 1977)
pH
Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena tidak mudah
terionisasi. Semakin kecil pKanya maka suatu zat semakin sukar larut, sedangkan
semakin besar pKa maka suatu zat akan akan mudah larut (Lund, 1994).
Suhu
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses melarutnya melalui
penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik) dan akan menurunkan kelarutan zat yang
proses melarutnya dengan pengeluaran panas/kalor (reaksi eksotermik) (Lund, 1994).
Solution aditif.
Additivies baik dapat meningkatkan atau mengurangi kelarutan zat terlarut dalam
pelarut tertentu (Lund, 1994).
C. MONOGRAFI ZAT AKTIF
Acidum salicylicum
Asam Salisilat
C7H6O3
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% C7H6O3 .
BM 138,12
Pemerian Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hampir tidak
berbau; rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P; mudah larut
dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan amonium asetat P,
dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P.
Penetapan kadar Timbang seksama 3g, larutkan dalam 15ml etanol (95%) P hangat
yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P, tambahkan 20ml air. Titrasi
dengan natrium hidroksida 0,5N menggunakan indikator merah fenol P.
1ml natrium hidroksida 0,5N ≈ 69,06mg C7H6O3
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat dan penggunaan Keratolitikum, antifungi.
Aethanolum
Etanol
Etanol adalah campuran etil alkohol dan air. Mengandung tidak kurang dari 94,7% v/v
atau 92% dan tidak lebih dari 95,2% v/v atau 92,7% C2H6O.
Pemerian: cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas
rasa panas. Mudah terbakar dengan nyala biru yang tidak berasap.
Identifikasi: a. Campur dalam gelas kimia kecil dengan 1ml larutan kalium
permanganat p dan 5 tetes asam sulfat encer p, tutup segera dengan kertas saring yang
dibasahi dengan larutan segar yang dibuat dengan melarutkan 100mg natrium
nitroprusida p dan 500mg piperazinahidrat p dalam 5ml air, terjadi warna biru intensif
pada kertas saring yang setelah beberapa menit menjadi lebih pucat, b. Pada 5ml larutan
0,5% b/v , tambahkan 1ml natrium hidroksida 0,1N, kemudian tambahkan perlahan
lahan 2ml larutan iodium p, tercium bau iodoform dan terbentuk endapan kuning.
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya , ditempat sejuk,
jauh dari nyala api.
Khasiat dan kegunaan: sebagai zat tambahan
Propilenglicolum
Propilenglikol
Pemerian: Cairan kental,jernah, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis
Kelarutan: Dapat campur dengan air, dengan etanol p (95%) dengan kloroform p, larut
dalam 6 bagian eter p tidak campur dengan eter minyak tanah p dan dengan minyak
lemak .
Penyimpanan : Dalam wadah penutup baik
Khasiat dan kegunaan : Zat tambahan dan pelarut
D. BAHAN DAN ALAT
Alat
Bahan
Erlenmeyer 250ml
Gelas ukur 100ml
Gelas Ukur 50ml
Buret
Kaca arloji
Labu ukur 100ml
Batang pengaduk
Pipet tetes
Gelas kimia 100ml
Timbangan digital
Corong
Botol semprot
Stopwatch
Shaker
Spektrofotometer UV
Asam salisilat
Aquadest
Alkohol
Propilenglikol
NaOH
Dapar Fosfat
Kertas lensa
Kertas saring
Phenolftalen
.
E. PROSEDUR KERJA
A. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat
Pelarut campuran dibuat sebanyak 50 mL dengan komposisi sebagai berikut:
Solven ( %
Kosolven ( % v/v )
v/v )
1gram
Asam
Air
Alkohol
Propilenglikol
salisilat dilarutkan
1
30
0
20
2
30
2,5
17,5
ke
dalam
masing3
30
5
15
masing campuran
4
30
7,5
12,5
pelarut yang sudah
5
30
10
10
6
30
15
5
dibuat.
Larutan
7
30
17,5
2,5
dikocok
8
30
20
0
menggunakan lab.Sheaker selama 1 jam. Asam salisilat ditambahkan dalam jumlah tertentu
No
jika ada endapan sampai jenuh kembali. Larutan disaring, larutan dititrasi asam basa
menggunakan indicator fenolftalein dengan peniter NaOH 0,1 N. Kurva dibuat antara
kelarutan asam salisilat dengan konstanta dielektrik campuran pelarut.
B. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Dibuat larutan seri yang mengandung tween 80 dengan konsentrasi sebagaiberikut :
(0), (0.4), (0.8), (2.0), (4.0), (6.0), (8.0) gram tween
Ad 100ml air
1 gram Asam salisilat dilarutkan ke dalam masing-masing campuran pelarut yang
sudah dibuat. Larutan dikocok menggunakan lab.Sheaker selama 1 jam. Asam salisilat
ditambahkan dalam jumlah tertentu jika ada endapan sampai jenuh kembali. Larutan
disaring, larutan dititrasi asam basa menggunakan indicator fenolftalein dengan
peniter NaOH 0,1N. Kurva dibuat antara kelarutan asam salisilat dengan konsentrasi
surfaktan lalu tentukan KMK (Konsentrasi Misel Kritis) tween 80.
C. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
Larutan dapar fosfat dibuat sebanyak 100 ml dengan pH 5,6,7,8,9. Setiap larutan
diambil 25ml yang ditambahkan dengan asam salisilat sebanyak 0.5gram. Larutan
dikocok menggunakan lab.Sheaker selama 1jam. Asam salisilat ditambahkan dalam
jumlah tertentu jika ada endapan sampai jenuh kembali. Larutan disaring, larutan
dititrasi asam basa menggunakan indicator fenolftalein dengan peniter NaOH 0,1 N.
Kurva dibuat hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan pH larutan.
F. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGANNYA
A. Pengaruhpelarutcampurterhadapkelarutansuatuzat
NO
AIR
ALKOHOL
PROPILENGL
IKOL
1
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
30
m
l
0 ml
20 ml
VOLUME
NaOH
0,1N
31,2 ml
2,5 ml
17,5 ml
29,6 ml
5 ml
15 ml
39,1 ml
7,5 ml
12,5 ml
50 ml
10 ml
10 ml
56 ml
15 ml
5 ml
65,5 ml
17,5 ml
2,5 ml
60,7 ml
20 ml
0 ml
68,3 ml
2
3
4
5
6
7
8
B. Pengaruhpenambahansurfaktanterhadapkelarutansuatuzat
NO
1
2
3
4
5
6
7
AIR
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
TWEEN 80
0 gr
0,4 gr
0,8 gr
2 gr
4 gr
6 gr
8 gr
VOLUME NaOH 0,1N
17,4 ml
21,5 ml
27 ml
37,5 ml
55,4 ml
56,8 ml
65 ml
C. Pengaruh PH terhadapkelarutansuatuzat
NO
1
PH
5
VOLUME NaOH0,1N
49 ml
2
3
4
5
6
7
8
9
41 ml
29,3 ml
24,6 ml
24 ml
Perhitungan
A. V1.N1=V2.N2
1. 31,2 X 0,1 = 50 X N2
3,12 = 50 X N2
N2= 0,062 N
2. 29,6 X 0,1 = 50 X N2
2,96 = 50 X N2
N2= 0,06 N
3. 39,1 X 0,1 = 50 X N2
3,91 = 50 X N2
N2= 0,078 N
4. 50 X 0,1 = 50 X N2
5 = 50 X N2
N2= 0,11 N
5. 56,01 X 0,1 = 50 X N2 6.
5,6 = 50 X N2
N2= 0,11 N
65,5 X 0,1 = 50 X N2
6,55 = 50 X N2
N2= 0,13 N
7. 60,7 X 0,1 = 50 X N2
6,07 = 50 X N2
N2= 0,12 N
8. 68,3 X 0,1 = 50 X N2
6,83 = 50 X N2
N2= 0.137 N
B. V1.N1=V2.N2
1. 17,4 X 0,1 = 100 X N2 2.
1,74 = 100 X N2
N2= 0,017 N
21,5 X 0,1 = 100 X N2
2,15 = 100 X N2
N2= 0,0215 N
3.
27 X 0,1 = 100 X N2
2,7 = 100 X N2
N2= 0,027 N
4. 37,5 X 0,1 = 100 X N2
3,75 = 100 X N2
N2=0,0375 N
5.
55,4 X 0,1 = 100 X N2
5,54 = 100 X N2
N2= 0,055 N
6. 56,8 X 0,1 = 100 X N2
5,68 = 100 X N2
N2= 0,057 N
7.
65 X 0,1 = 100 X N2
6,5 = 100 X N2
N2= 0,065 N
C. V1.N1=V2.N2
1.
49 X 0,1 = 25 X N2
4,9 = 25 X N2
N2= 0,2 N
2. 41 X 0,1 = 25 X N2
4,1 = 25 X N2
N2= 0,16 N
3.
29,3 X 0,1 = 25 X N2
2,93 = 25 X N2
N2= 0,12 N
4. 24,6 X 0,1 = 25 X N2
2.46 = 25 X N2
N2= 0,1 N
5.
24 X 0,1 = 25 X N2
2,4 = 25 X N2
N2= 0,096 N = 0,1 N
PenimbanganNaOH :
gr 1000
X
40
V
gr 1000
X
N=
40 1000
N=
grNaOH = 0,1 X 40
= 4 gram
Air (pelarut A)
1.
2.
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
3.
4.
5.
6.
7.
8.
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
30
×100 =60
50
Propiletilenglikol (pelarut B)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
20
×100 =40
50
17,5
×100 =35
50
15
×100 =30
50
12,5
×100 =25
50
10
×100 =20
50
5
×100 =10
50
2,5
×100 =10
50
o
×100 =0
50
Alkohol (pelarut C)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
0
×100 =0
50
2,5
×100 =5
50
5
×100 =10
50
7,5
×100 =15
50
10
×100 =20
50
15
×100 =30
50
7.
8.
17,5
×100 =35
50
20
×100 =40
50
KD air = 78,5 KD propiletitilenglikol = 32 KD alcohol = 25,7
Rumus : (pelarut A X KD pelarut A)+(pelarut B X KD pelarut B)+(pelarut C X
KD pelarut C)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
(60%
(60%
(60%
(60%
(60%
(60%
(60%
(60%
X
X
X
X
X
X
X
X
78,5)+(40% X 32)+(0 X 25,7) = 47,1 + 12,8 + 0 = 59,9
78,5)+(35% X 32)+(5 X 25,7) = 47,1 + 11.2 + 1,28 = 59,58
78,5)+(20% X 32)+(10 X 25,7) = 47,1 + 9,6 + 2,57 = 59,27
78,5)+(35% X 32)+(15 X 25,7) = 47,1 + 8 + 3,85 = 58,95
78,5)+(20% X 32)+(20 X 25,7) = 47,1 + 6,4 + 5,14 = 58,64
78,5)+(10% X 32)+(30 X 25,7) = 47,1 + 3,2 + 7,71 = 58,1
78,5)+(5% X 32)+(35 X 25,7) = 47,1 + 1,6 + 8,99 = 57,69
78,5)+(0% X 32)+(40 X 25,7) = 47,1 + 0 + 10,28 = 57,38
LAMPIRAN
A. Pengaruh pelarut campur (kosolven) terhadap kelarutan suatu zat
Percobaan 1
Percobaan 5
Percobaan 2
Percobaan 6
Percobaan 3
Percobaan 7
Percobaan 4
Percobaan 8
B. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Konsentrasi 0
konsentasi 0,4
Konsentrasi 2,0
konsentrasi 4,0
Konsentrasi 8,0
konsentrasi 0,8
konsentrasi 6,0
C. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
pH 5
pH 6
pH 8
Instrumen
pH 7
pH 9
Lab. sheaker
Pembahasan
Dalam
percobaan
ini
menggunakan
pelarut
campur
yang
dibuat
dengan
mencampurkan air, alkohol dan propilenglikol dengan volume yang berbeda. Pelarut
campur ini dibuat sebanyak 8 buah. Setelah membuat pelarut campur kemudian
dimasukkan asam salisilat sebanyak 1 gram. Mencanpurkan air, alkohol dan propilglikol
karena asam salisilat dapat larut dengan 3 pelarut tersebut yang sesuai pada takarannya
masing-masing. Larutan asam salisilat ini harus dikocok menggunakan lab shaker selama
1 jam agar dapat mengetahui kelarutan asam salisilat dan membedakan tingkat
kelarutannya. Setelah dikocok menggunakan lab shaker. Larutan ini ditambahkahkan
indikator fenolftalein agar dapat dapat mengalami perubahan warna secara spesifik.
Larutan asam salisilat ini dititrasi asam basa untuk mengetahui kadar asam salisilat pada
campuran tersebut. Peniter yang digunakan adalah NaOH, karena NaOH adalah larutan
yang bersifat basa, sedangkan asam salisilat adalah larutan yang bersifat asam, sehingga
keduanya dapat direaksikan kemudian terjadi reaksi asam basa yang mengalami
perubahan warna. Jika warna terlalu ungu pekat disebabkan karena kelebihan tetesan
peniternya.
Larutan seri yang mengandung (0), (0.4), (0.8), (2.0), (4.0), (6.0), (8.0) gram tween
80 dan 1 gram Asam salisilat dilarutkan ke dalam masing-masing campuran pelarut.
Asam salisilat larut dalam tween 80 karena tween 80 yang berupa minyak dapat
melarutkan asam salisilat sesuai dengan konsentrasinya. Jadi, semakin tinggi
konsentrasinya maka asam salisilat akan semakin larut. Lalu larutan dikocok
menggunakan lab.Sheaker selama 1 jam untuk dapat mengetahui kelarutan asam salisilat
dan membedakan tingkat kelarutannya. Setelah dikocok, larutan ini ditambahkan
indikator fenolftalein. larutan asam salisilat ini dititrasi asam basa untuk mengetahui
kadar asam salisilat pada campuran tersebut. Peniter yang digunakan adalah NaOH,
karena NaOH adalah larutan yang bersifat basa, sedangkan asam salisilat adalah larutan
yang bersifat asam, sehingga keduanya dapat direaksikan kemudian terjadi reaksi asam
basa yang mengalami perubahan warna.
Semakin tinggi pH maka semakin tinggi kelaruta asam salisilat.
Kesimpulan
Dari kesimpulan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. NaoH yang ditimbang sebanyak 4 gram
2. Asam salisilat sukar larut dalam air, sesuai dengan literatur
3. Semakin besar konsentrasi tween 80 maka asam salisilat akan
larut, hal ini dilihat dari pengamatan
4. Semakin besar nilai pH maka kelarutan akan semakin tinggi
5. Pelarut polar akan melarutkan zat polar dan ionik, sedangkan
pelarut non polar hanya melarutkan zat non polar saja, karena
memiliki konstanta dielektrik yang rendah.
KD
0.16
0.14
0.12
0.1
KD
0.08
0.06
0.04
0.02
0
59.9
59.58
59.27
58.95
58.64
58.1
57.69
57.38
tween80
0.07
0.06
0.05
Column1
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0
0.4
0.8
2
4
6
8
pH
0.25
0.2
0.15
pH
0.1
0.05
0
5
6
7
8
9
Daftar Pustaka
Ansel C. Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Jakarta : Depkes.
Martin, Alfred, 1990, Farmasi Fisika Edisi I, Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Moechtar, 1989, Farmasi Fisika, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.