Membangun Kedekatan Keilmuan Hukum Tata

Politik dan Hukum

Membangun Kedekatan Keilmuan
Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik
Bilal Dewansyah1

Pendahuluan
Salah satu buku Prof. Sri Soemantri yang cukup fenomenal di masanya adalah buku
“iste Dua Pa tai ang diterbitkan pada tahun 1968.2 Karya tersebut merupakan hasil
penelitian Sri Somantri terhadap sistem-sistem kepartaian yang ada di dunia, terutama
untuk merespon gagasan penerapan sistem dua partai di Indonesia dalam perdebatan
pembahasan RUU Pemilihan Umum pada tahun 1967.3 Yang menarik dari buku tersebut,
analisis yang disajikan merujuk pada kajian-kajian yang lazim digunakan dalam ilmu
politik. Misalnya, pandangan bahwa sistem Pemilu distrik akan memaksa partai politik
tidak kuat, bergabung dengan partai atau partai-partai politik lain yang memiliki
persamaan,4 atau jika sistem Pemilu distrik terus menerus digunakan, akhirnya akan
mengakibatkan terjadinya sistem dua partai.5
Bagi para sarjana Hukum Tata Negara saat ini, hal di atas tentu tidak aneh, karena
sudah diajarkan sejak mengambil mata kuliah Hukum Tata Negara (HTN) pada program
S1. Namun demikian, pada masa itu, buku tersebut dianggap breakthrough atau
terobosan, karena dianggap memberikan perspektif baru dalam studi HTN, khususnya

untuk mengkaji bidang politik.6 Saat ini, 48 tahun setelah buku itu lahir, kajian tentang
partai politik atau politik Indonesia pada umumnya, tentu sangat berkembang, termasuk
di kalangan para ahli hukum.7
Karya ilmiah pakar dan praktisi hukum yang juga menggunakan pendekatan hukum
dan politik pun juga mulai bermunculan, dimulai dari disertasi Moh. Mahfud MD yang
dibukukan tentang Politik Hukum8, atau buku dari tesis Benny K. Harman mengenai
Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman.9 Di sisi lain, pakar Ilmu Politik Indonesia
yang mengkaji hukum, hampir tidak ada (bisa jadi saya salah), kecuali jika menyebut
1

2
3

4
5
6

7

8


9

Dosen pada Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unpad, dan peneliti pada Pusat Studi Kebijakan
Negara (PSKN) di fakultas yang sama.
Sri Soemantri, Sistem Dua Partai, Bandung : Binatjipta, 1968.
Penelitian tentang sistem dua partai ini, dilakukan setelah Sri Soemantri mundur dari jabatan Pembantu Dekan di
Fakultas Hukum Unpad, terutama terinspirasi dari gagasan yang dilontarkan Pangdam VI Siliwangi saat itu,
Mayjen H.R. Dharsono. Lihat “usi D i Ha ija ti, “ i “oe a t i , u ik Khazanah, Padjadjaran Jurnal Ilmu
Hukum (PJIH), Vol. 3 No. 1, 2016, hlm. 202.
Sri Soemantri, Op.Cit., hlm. 15.
Ibid., hlm. 16.
Lihat lebih lanjut dalam Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Mengawal Konstitusi: Pengabdian
Seorang Guru Besar, Bandung : Unpad Press, 2006, hlm. 137.
Pada saat tulisan ini disusun, para pakar, pemerhati dan mahasiswa hukum tata negara membicarakan isu tentang
demokrasi internal partai politik dalam Konferensi Hukum Tata Negara Ke-3 yang diselenggarakan oleh Pusat
Studi Konstitusi (PusaKo) FH Universitas Andalas (5 – 8 September 2016) di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1998, hlm. 2-6. Disertasinya diselesaikan tahun
1993 di UGM.
Benny K. Harman, Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Jakarta: ELSAM, 1997.

311

Interaksi Konstitusi dan Politik

Indonesianis pakar Ilmu Politik asal Amerika Serikat, Daniel S. Lev, sebagai bagian dari
kelompok ini.10 Di sisi lain, tidak ada ruang bersama bagi para pakar hukum, khususnya
Hukum Tata Negara, dan pakar Ilmu Politik untuk membicarakan isu keilmuan dalam
interaksi kedua disiplin ilmu ini.
Hal di atas sangat kontras dengan sikap para scholar Indonesia pada kedua cabang
Ilmu ini, yang mengakui kedekatan yang erat antara hukum - terutama HTN - dan politik.
Mochtar Kusmaatmadja, misalnya, mengakui antara hukum dan politik memiliki
hubungan yang saling bergantung.11 Demikian pula Sri Soemantri yang menganggap
hukum dan politik memiliki kedekatan fungsional, analog dengan hubungan antara rel dan
lokomotif kerata api. Ahli politik seperti Miriam Budiarjo pun melihat adanya kedekatan
ilmu politik dan ilmu hukum terutama dari historis keilmuan.12 Secara substansi, pakar
politik Ramlan Surbakti pun menegaskan hukum sebagai salah satu faktor legitimasi
sistem politik suatu negara.13 Artinya, pernyataan-pernyataan keilmuan tersebut, lebih
dari sekedar pengakuan hubungan erat antara dua disiplin ilmu, namun juga menyiratkan
perlunya ruang bersama untuk membuka dialog keilmuan di antara cabang ilmu ini.
Dalam praktik, sesekali para ahli politik diundang oleh komunitas/ asosiasi ahli

huku , a u ha a se agai ta u , de ikia se alik a. Na u de ikia , ha pi
dapat dipastikan, para pakar dari kedua disiplin ilmu tersebut pasti bertemu dalam
e agai fo u
de ga pe dapat ketika le aga-lembaga negara membuat kebijakan
negara yang penting, seperti perubahan konstitusi, pembentukan undang-undang, dan
sebagainya. Namun kedekatan praktis demikian, tentu tidak cukup. Dalam konteks
tersebut, para pakar, baik pakar Hukum Tata Negara maupun Ilmu Politik, tidak akan akan
sempat, atau mungkin memiliki waktu yang terbatas, untuk bertukar-pikiran tentang isu
politik ketatanega aa se a a ko p ehe sif, a g pada akhi a ha us diputuska
sendiri oleh para politisi, yang seringkali dalam momen politik nyata, hanya mencari
pembenaran rasional atas rancangan keputusan politik yang sudah dikemas sebelumnya.
Tulisan ini dimaksudkan untuk membahas hubungan antara studi hukum, khususnya
hukum tata negara, dan studi ilmu politik di Indonesia, dengan agenda utama: mendorong
dialog kelimuan antara kedua disiplin limu tersebut.
Keilmuan Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik: Dua Tradisi
Telah banyak dikemukakan bahwa studi tentang negara adalah objek dari berbagai
disipli il u. Tho as Flei e & Lijida D. Basta, isal a e egaska : The diverse
catalogue of questions about the state proves that it is beyond the scope of a single

10


11

12
13

312

Kumpulan terjemahan tulisannya yang diterbitkan pada beberapa jurnal di Amerika Serikat tentang hukum dan
politik di Indonesia diterbitkan oleh LP3ES yaitu Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan
(1990).
Pandangan Mochtar Kusumaatmadja mengenai hal i i dike al dala adagiu : Huku ta pa kekuasaa adalah
angan-a ga , kekuasaa ta pa huku
adalah kelali a . Lihat dala
Atip Latipulha at, Mo hta
Kusu aat adja , kolo Khazanah, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum (PJIH), Vol. 1 No. 3, 2014, hlm. 641.
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 26.
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 1992: 118-119.

Politik dan Hukum


scientific discipline to provide all the answers. 14 Dua dari sekian banyak disiplin ilmu yang
menstudi negara adalah Ilmu Hukum, khususnya Hukum Tata Negara15, dan Ilmu Politik.
Dari perspektif hukum, tidak ada yang menyangkal bahwa sistem hukum Indonesia,
sangat dipengaruhi oleh tradisi hukum Eropa Kontinental (civil law), yang berbeda –
walaupun telah terjadi konvergensi sistem hukum – dengan tradisi common law.
Demikian pula keilmuan para pakar Hukum Tata Negara kita, yang banyak terpengaruh
oleh teori-teori hukum tata negara (constitutional theory) dari para pemikir hukum tata
negara Eropa, khususnya Belanda16, termasuk Sri Soemantri.
Berbicara hubungan hukum, khususnya Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik, Eropa
juga memiliki historisitas tersendiri, yang pada akhirnya memperlihatkan perbedaan
hubungan keduanya dengan hubungan di negara-negara common law, khususnya
Amerika Serikat, kecuali Inggris.17 Ilmu Politik di Eropa, khususnya Eropa Barat, lebih
menekankan pada pendekatan normative – institusionalis dengan memfokuskan studi
te ta g ega a , khusus a kele agaa ega a da pe kembangan (sejarah)-nya.18 Ini
mencerminkan pendekatan Ilmu Politik di Eropa Barat memang sangat dipengaruhi oleh
studi Ilmu Hukum.
Di Amerika Serikat (AS) pun pada awalnya, perkembangan Ilmu Politik juga dimulai
dari studi Ilmu Huku , khusus a elalui studi te ta g la a d politi s yang
dikembangkan pada akhir Abad ke-19.19 Pada awal Abad Ke-20 studi tersebut dikenal

se agai studi Pu li La /Judi ial Politi s/La a d Cou t yang mulanya memfokuskan
perhatian pada studi terhadap putusan hakim, dengan asumsi preferensi personal hakim
akan menentukan putusannya atau penerapan hukum pada umumnya.20 Dari segi historis,
School of Political Science pertama di AS juga dilahirkan oleh Sekolah Hukum (law school)
di Colombia University pada tahun 1880 terutama untuk tujuan membekali para pegawai
baru di pemerintahan federal.21 Pe dekata
a g digu aka pu sa gat huku o atif , dan para tokoh terkenal dari studi ini (Law & Politics/Public Law), juga

14

15

16

17

18
19

20


21

Thomas Fleiner dan Lidija R. Basta Fleiner, Constitutional Democracy in a Multicultural and Globalised World,
te je aha Bahasa I gg is da i edisi ketiga Allge ei e “taatsleh e oleh Kat Le ‘o , Be li : “p i ger, 2009, hlm.
23.
Dua cabang Ilmu Hukum lain yang menaruh perhatian penelitiannya terhadap negara yaitu Hukum Internasional
(publik), Hukum Administrasi (Negara).
Ini tidak berarti menyangkal pengaruh keilmuan hukum tata negara dari negara-negara common law, seiring
dengan banyaknya para pakar hukum tata negara lulusan Amerika Serikat, Australia atau negara common law
lainnya.
Inggris dari segi sistem hukum merupakan pendahulu common law system, dan keilmuan hukumnya secara umum
memiliki tradisi yang sama dengan negara-negara common law lainnya, temasuk dengan Amerika Serikat. Namun
untuk pendekatan Ilmu Politiknya, tradisi keilmuan di Inggris hampir sama dengan beberapa negara besar Eropa
(seperti Jerman dan Perancis) yang lebih bersifat normatif, berbeda dengan Amerika Serikat. Kenneth Newton &
Josep M. Valles, I t odu tio : Politi al “ ie e i Weste Eu ope,
, European Journal of Political
Research, 20: 227-238, 1991, hlm. 235.
Ibid., hlm. 235 – 236.
Keith E. Whittington, R. Daniel Kelemen, & Gregory A. Caldeira, “tud of La a d Politi s , dala Keith E.

Whittington, R. Daniel Kelemen, & Gregory A. Caldeira (ed), Oxford Handbook of Law and Politics, Oxford: Oxford
University Press, 2008, hlm. 4.
A d e D. Ma ti & Mo ga L.W. Hazelto , What Politi al “ ie e Ca Co t i ute to the “tud of La , Review
of Law and Economic, Vol. 8, No. 2, 2012, hlm. 512 – 513.
Keith E. Whittington, R. Daniel Kelemen, & Gregory A. Caldeira, “tud of La a d Politi s , Op.Cit., hlm. 5.
313

Interaksi Konstitusi dan Politik

merupakan para ahli Hukum Tata Negara, seperti Edward S. Corwin 22, yang karyanya terus
diperbarui, bukan oleh ahli hukum, tetapi oleh ahli Ilmu Politik.23
Namun demikian, berbeda dengan di Eropa, Ilmu Politik di AS mulai menemukan
pe dekata a se di i a g dise ut
eha io alis e pada tahu
a -1970an.24
Berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang oleh pembaharunya disebut
t adisio alis e , pe dekata
eha io alis e e fokuska studi a pada akto politik,
termasuk perilaku dan sikapnya dalam sistem politik.25 Secara metode pun, pendekatan
ini mulai menggunakan metode kuantitatif26 yang kontras dengan pendekatan

sebelumnya (kualitatif). Pendekatan ini menjadi ciri pembeda Ilmu Politik dengan ilmu
lainnya, termasuk dengan Ilmu Hukum, baik dari segi ruang lingkup maupun metode,
walaupun kemudian pendekatan ini juga berkembang termasuk dari para pengkritiknya.27
Di Eropa, pendekatan behavioralisme, walaupun diterima oleh para pakar Ilmu
Politik di beberapa negara, namun secara umum tidak disukai (namun tidak seluruhnya
ditolak), terutama dari pakar politik di negara-negara yang memiliki tradisi Ilmu Politik
yang kuat, khususnya Inggris, Jerman dan Perancis.28 Menurut kebanyakan pandangan
ilmuwan politik di Eropa, pendekatan behavioral seperti pendekatan ekonomi
politik/pilihan rasional (rational choice)/pilihan publik (public choice), dianggap sebagai
permainan intelektual saja, bukan sesuatu yang nyata.29 Ini mencerminkan betapa sebuah
tradisi keilmuan yang mengakar memang agak sulit menerima perubahan ekstrim dalam
hal pendekatan.
Pada kedua tradisi tersebut sangat jelas kedudukan Ilmu Politik dalam hubungannya
dengan Ilmu Hukum, khususnya Hukum Tata Negara. Di Eropa tren untuk
e pe taha ka
t adisi la a a g e fokuska studi te ta g
ega a se agai
i stitusi tetap te jadi, alaupu de ga o jek a g e ta ah i stitusi sup a-nasional
pada Uni Eropa). Dalam hal ini studi Ilmu Politik tetap in-line dengan Hukum Tata Negara,
22


23

24
25

26
27

28

29

314

Lihat Ibid., hlm. 5. Lihat juga Andrew D. Martin & Morgan L.W. Hazelton, Loc.Cit. Salah satu buku Corwin yang
melegenda berjudul The Constitution and What It Means Today. Buku tersebut berisi pasal-pasal Konstitusi
Amerika Serikat beserta amandemennya dan dibahas beserta putusan dari Mahkamah Agung Amerika Serikat
sesuai dengan sistem.
Salah satu buku Corwin yang melegenda berjudul The Constitution and What It Means Today, yang terbit pertama
kali tahun 1920. Buku tersebut berisi pasal-pasal Konstitusi Amerika Serikat beserta amandemennya dan dibahas
beserta putusan – putusan dari Mahkamah Agung Amerika Serikat. Pada tahun 1978, buku tersebut sudah
diterbitkan dalam 14 edisi. Sejak Corwin meninggal, buku tersebut beberapa kali direvisi oleh para muridnya.
Pada Edisi ke-14 buku tersebut direvisi oleh Harold W. Chase dan Craig R. Ducat, yang keduanya merupakan
professor Ilmu Politik. Begitu istimewanya buku ini, sampai-sampai para per- e isi a sa gat a gga: We who
have had the responsibility for revising this classical work of Edward S. Corwin wish to acknowledge what a great
a d a e p i ilege. Lihat Harold W. Chase & Craig R. Ducat, Ed a d “. Co i s The Co stitutio a d What It
th
th
Means Today, 14 Edition - 6 Printing, Princeton: Princeton University Press, 1992, hlm. vii.
Kenneth Newton & Josep M. Valles, Op.Cit., hlm. 236.
st
Elle G igs , Histo of The Dis ipli e , dala Joh T.Ishi a a, Ma ijke B eu i g, 21 Century Political Science:
A Reference Handbook, California: Sage Publication, 2011, hlm. 6.
Ibid.
Pa a pe gk itik pe dekata i i, e ge al pe dekata postbehavioralis
yang menekankan bahwa riset Ilmu
Politik harus lebih bermakna yang mengedepankan pada urgensi masalah politik, dimana ilmu dan nilai -nilai saling
berhubungan (kritik terhadap behavioralisme yang menekankan pada ilmu yang bebas nilai). Ibid., hlm. 8.
Beberapa negara yang ahli politiknya sangat terbuka terhadap pendepatan ini adalah Swedia (karena memang
sudah memiliki tradisi behavioralis), Finlandia, Norwegia, Denmark. Lihat Kenneth Newton & Josep M. Valles,
Op.Cit., hlm. 234.
Loc.cit., hlm. 236.

Politik dan Hukum

khususnya ketika berbicara tentang berbagai teori-teori kenegaraan. Sebagaimana
diketahui, Ilmu Negara/teori umum tentang negara (the general theory of state) atau
Allgemeine Staatslehre (dalam bahasa Jerman), yang menjadi fondasi Hukum Tata Negara
dan Ilmu Politik di Eropa masih tetap berkembang walaupun dengan penyesuaian ruang
lingkup penyelidikan.30
Di AS, dimana hubungan Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik memiliki kedekatan
historis, dalam perjalanannya memiliki perbedaan pendekatan. Kedekatan historis ini lah
yang menjadikan hubungan keduanya unik. Namun demikian, perbedaan pendekatan dan
metodologi yang terjadi setelah behavioral-isme tersebut, dalam perkembangannya
menjadi relatif. Sejak tahun 1988, ada perkembangan pendekatan dalam Ilmu Politik AS
a g e de gu gka ke ali pe dekata a g dia ggap t adisio al a alisis huku ,
yaitu pendekatan New Institutionalism, yang mulai popular digunakan tahun 1990an pada
studi judicial politics31 (Public Law). Artinya, ada kelompok Ilmuwan Politik di AS yang
masih memiliki pendekatan keilmuan yang sejalan dengan pendekatan Ilmu Hukum,
sehingga pasti terjadi dialog atau lebih mudah melakukan dialog keilmuan.
Bagaimana dengan di Indonesia? Generasi awal para Ilmuwan Politik di Indonesia,
seperti Miriam Budiaro, walaupun sempat mengenyam pendidikan Ilmu Politik di AS 32,
namun karyanya masih terpengaruh oleh pendekatan institusional.33 Namun generasi
berikutnya, semisal Maswadi Rauf, Ramlan Surbakti, yang juga mengenyam pendidikan
ilmu politik lanjut di AS, apalagi generasi ilmuwan politik yang lebih muda, seperti
Burhanuddin Muhtadi yang juga mengenyam studi ilmu politik di negara non-Eropa
(Australia), pasti lebih dekat dengan pendekatan behavioralisme atau pendekatan paska
itu. Para pakar Ilmu Politik yang tidak dididik secara formal di AS pun sedikit banyak
terpengaruh behavioralisme, seperti Rusadi Kantaprawira, walaupun ada juga yang tidak,
misalnya Bintan R. Saragih.34 Walaupun bagi Ilmu Politik Indonesia perkembangan ini
sangat positif secara keilmuan (perkembangan selain pendekatan normatif institusional),
namun jarak keilmuannya dengan para ahli Hukum Tata Negara semakin jauh.35
30

31

32

33
34

35

Buku Allgemeine Staatslehre yang ditulis oleh dua guru besar universitas di Swiss, Thomas Fleiner, Lidija R. Basta
Fleiner, ditulis kembali untuk mengokomodasi perkembangan-perkembangan terkini seperti transisi (di beberapa
negara Eropa), globalisasi, dan multikulturalisme, setelah sebelumnya juga memasukkan materi mengenai hak
asasi manusia. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, berjudul Constitutional Democracy in a
Multicultural and Globalised World. Lihat Thomas Fleiner, Lidija R. Basta Fleiner, Op.Cit., hlm. ix.
st
Ma k C. Mille , Neoi stitutio alis , dala Joh T.Ishi a a, Ma ijke B eu i g, 21 Century Political Science: A
Reference Handbook, California: Sage Publication, 2011, hlm. 23.
A o i ,
Prof. Miriam Budiardjo: Ungkapkan Kebenaran Walaupun Pahit , Senin, 17 Maret
2014,
Lihat Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik.., Loc.Cit.
Kedua pakar politik ini cukup unik secara keilmuan dimana keduanya mendapatkan pendidikan S1 Ilmu Hukum.
Perbedaannya, Rusadi Kantaprawira memilih untuk menekuni studi Ilmu Politik, sementara Bintan R. Saragih
tetap memilih studi ilmu hukum (S3 di Unpad). Keduanya adalah bimbingan Sri Seomantri. Karya Rusadi, seperti
sistem politik Indonesia dipengaruhi pendekatan behavioralisme dalam Ilmu Politik, walaupun tidak bisa 100%
meninggalkan perspektif Ilmu Hukum. Sementara karya Bintan R. Saragih cenderung normative-historis, misalnya
terlihat dari salah satu bukunya (Politik Hukum). Lihat Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia Suatu Model
Pengantar, cetakan kesepuluh, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006. Lihat juga Bintan R. Saragih Politik Hukum,
Bandung: C.V. Utomo, 2006.
Secara pribadi saya pernah mendengarkan Ramlan Surbakti menjadi pembicara di forum para ahli Hukum Tata
Negara (2014). Acara yang saya maksud ada Konferensi HTN Ke-1 yang diselenggarakan oleh PusaKo FH Andalas di
Sawahlunto, Sumatera Barat. Ketika itu beliau membahas tentang Pemilu Serentak, dengan bahasan yang agak
315

Interaksi Konstitusi dan Politik

Di sisi lain, pendekatan ahli hukum yang meminjam pendekatan ilmu politik seperti
disertasi Mahfud MD, walaupun dianggap terobosan, namun dianggap nyeleneh
e ga tika politik huku
untuk mengkaji hubungan politik dengan hukum (pengaruh
konfigurasi politik terhadap karakter produk hukum36), karena berbeda dengan
pengertian politik hukum dalam tradisi Eropa Kontinental, khususnya Belanda37 (yang
berarti kebijakan tentang hukum).38 Pendekatan yang digunakan Prof. Mahfud, walaupun
tidak bersifat kuantitatif, namun mempertimbangkan faktor behavioral pada pembentuk
undang-undang dalam suatu konfigurasi politik (penekanan pada aktor). Pandangan ahli
hukum kebanyakan, tentu saja tidak dapat disalahkan karena persoalan historisitas
keilmuan Hukum Tata Negara kita yang dekat dengan tradisi Kontinental yang normatif –
institusionalis. Namun demikian, jika dilihat dari studi Ilmu Politik dan hukum di AS, tentu
saja pendekatan ini dapat diterima, khususnya ketika dilakukan oleh ahli politik dalam
kajian Public Law/Judicial politics. Gambaran ini menegaskan sekali lagi, bahwa
membangun kedekatan keilmuan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik adalah suatu
kebutuhan bagi perkembangan keilmuan di Indonesia, dan secara praktik bagi
penyempurnaan sistem ketatanegaraan dan politik Indonesia.
Membangun Kedekatan Keilmuan: Dialog Ilmu Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik
Upaya membangun kedekatan keilmuan antara Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik
ada pada 1 kata kunci: dialog. Dialog yang dimaksud bukan hanya dialog secara lisan,
a u te asuk dialog o lisa
sepe ti pe elitia
e sa a a g
e ahas
pendekatan multidispliner di antara kedua cabang ilmu, khususnya untuk memahami
pe soala ke ega aa /politik p aktis kita, a g se i gkali dia ggap suka dipaha i
dengan teori politik mana pun, dan dalam suatu ruang hukum yang tidak konsisten
a ta a o a da pe egaka .
Upaya mendekatkan kedua disiplin ilmu ini, juga dirasakan di AS yang sebenarnya
memiliki keuntungan, karena studi hukum dan Ilmu Politik di sana telah memiliki
kedekata histo is. Na u , a a g Il u Politik a g e studi huku , ak i Public
Law/Judicial Politics, memang sempat terisolir interaksinya dengan Sekolah Hukum di AS,
bahkan juga terisolasi dari Ilmu Politik kontemporer, walaupun kemudian kembali
mendekat dan menggunakan pendekatan metode behavioralis (teori rational choice,
metide riset kuantitatif).39 Namun implikasinya, pendekatan studi Public Law menjadi
sangat kontras dengan studi Ilmu Hukum pada umumnya di AS yang menekankan pada
implikasi normatif.40

36
37

38

39
40

316

behavioral walaupun sifatnya teoritikal, yakni mengenai coat-tail effect dalam Pemilu, yang bagiahli Hukum Tata
Negara merupakan konsep yang masih asing.
Lihat Moh. Mahfud MD, Politik Huku …., Op.Cit., hlm. 15.
Bahkan Mahfud MD sempat menegaskan kembali dalam bukunya kemudian, bahwa beliau pun mengakui bahwa
studi politik hukum juga dapat diartikan sebagai policy atau arah resmi tentang hukum. Lihat Moh. Mahfud MD,
Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta: LP3ES, 2006, hlm. 48.
Lihat Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan Pandangan, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014, hlm. 122.
Andrew D. Martin & Morgan L.W. Hazelton, Op.Cit., hlm. 513.
Ibid., hlm. 514.

Politik dan Hukum

Dalam konteks di atas, Andrew D. Martin & Morgan L.W. Hazelton, mengusulkan
upaya integrasi Ilmu Politik pada studi hukum di AS, dalam dua hal : (1) memikirkan
integrasi hasil riset ilmu Politik pada mata kuliah yang saat ini diajarkan di Sekolah Hukum,
(2) para akademisi hukum harus mulai untuk memperkenalkan mata-mata kuliah nontradisional yang membahas topik-topik dalam Ilmu Politik.41 Dengan model integrasi
demikian, menurut kedua pakar tersebut, pada dasarnya baik pendekatan Ilmu Politik
maupun Ilmu Hukum saling melengkapi. Dalam hal ini, pendekatan Ilmu Politik dapat
membantu akademisi hukum untuk membuktikan asumsi dari implikasi normatif yang
diperdebatkan, sementara pendekatan hukum dapat membantu Ilmu Politik untuk
mengarahkan pertanyaan-pertanyaan secara tepat (mungkin dalam penelitian kuantatif),
untuk memastikan jawaban akhir memang penting secara substantif.42
Di Indonesia, oleh karena saat ini tidak tradisi khusus dalam Ilmu Politik yang
mengkaji hukum, seperti tradisi Public Law di AS, maka di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik/FISIP43, juga perlu dikemukakan perspektif Ilmu Hukum tentang negara dan
pengambilan keputusan negara. Saat ini, sepanjang pengetahuan saya, hanya ada mata
kuliah Pengantar Ilmu Hukum untuk mahasiswa FISIP atau beberapa cabang hukum
lainnya yang dikembangkan oleh ahli hukum yang kebetulan mengajar di FISIP. Di Fakultas
Hukum pun, tidak cukup diajarkan Ilmu Negara yang sangat khas berasal dari tradisi Eropa
Kontinental dengan konten saat ini, namun juga perlu dikembangkan topik-topik yang
dikembangkan dalam Ilmu Politik kontemporer, yang bisa jadi disisipkan pada pokok
bahasan Ilmu Negara atau dikembangkan studi tersendiri (misalnya studi Hukum dan
Politik).
Integrasi di atas, sangat mungkin diterapkan di Indonesia, namun mungkin perlu
waktu lama, karena berkaitan dengan perubahan kurikulum dan tradisi keilmuan. Dalam
jangka pendek, upaya membangun kedekatan Ilmu Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik
perlu dikembangkan melalui tindakan praktis di luar pengajaran yang relatif lebih
fleksibel. Penelitian bersama antara akademisi hukum dengan ilmuwan politik adalah
salah satu upaya yang perlu diarus-utamakan, terutama untuk menggunakan pendekatan
iset ultidispli e pada satu topik iset a g e kaita de ga
ega a se agai o jek
material.
Selain itu, berbagai forum ilmiah yang didedikasikan khusus bagi para ilmuwan
Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik perlu diinisiasi. Bisa jadi ini dimulai melalui konferensi
tahunan bersama, dan sangat mungkin dapat berlanjut pada pembentukan asosiasi
keilmuan yang mencurahkan perhatiannnya pada penyelidikan multidispiliner tentang
negara dari aspek hukum dan politik.44 Tentu saja demikian harapan yang ideal. Namun,

41
42
43
44

Ibid., hlm. 515.
Loc. Cit., hlm. 514.
Khususnya pada Departemen Ilmu Politik atau departmen lain yang berdekatan.
Ha apa sepe ti uka hal a g uskil. Pe ke a ga studi La a d “o iet (hukum dan masyarakat) dapat
menjadi contoh untuk harapan tersebut. Studi tersebut merupakan studi interdispliner yang berakar dari
pandangan filosofis para ahli hukum realist (legal realist) di AS yang menganggap aturan dan keputusan hukum
harus dipahami dalam konteks, dimana hukum tidak otonom namun berada pada lingkungan sosial. Mereka yang
sebagian besar para ahli hukum dan ilmuwan sosial melakukan riset-riset empiris bersama, dan pada tahun 1964
membentuk sebuah asosiasi (Law and Society Association). Para anggotanya berisifat multidisiplin, terdiri dari
317

Interaksi Konstitusi dan Politik

paling tidak, jika ada agenda bersama para pakar hukum dan pakar ilmu politik, yang
diharapkan bukan hanya sekedar sikap untuk saling memahami pendekatan yang
digunakan. Lebih dari itu, para ilmuwan pada kedua disiplin ini diharapkan mampu
mencari pendekatan terbaik untuk memahami persoalan hubungan politik dan hukum di
Indonesia, yang dalam konteks praktik dapat membuahkan hasil untuk penyempurnaan
kehidupan bernegara kita. Para pendahulu kita, seperti Sri Soemantri telah memulai
upaya ini, dan kita para pelanjutnya, tentu diharapkan lebih dari sekedar mereplikasi
pendekatan beliau untuk merespon perkembangan politik Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku
Benny K. Harman, Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, ELSAM,
Jakarta, 1997.
Bintan R. Saragih Politik Hukum, C.V. Utomo, Bandung, 2006.
Harold W. Chase & Craig R. Ducat, Ed a d “. Co i s The Constitution and What It Means
Today, 14th Edition - 6th Printing, Princeton University Press, Princeton, 1992.
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Mengawal Konstitusi: Pengabdian
Seorang Guru Besar, Unpad Press, Bandung, 2006.
John T.Ishiyama dan Marijke Breuning, 21st Century Political Science: A Reference
Handbook, Sage Publication, California, 2011.
Keith E. Whittington, R. Daniel Kelemen, & Gregory A. Caldeira (ed), Oxford Handbook of
Law and Politics, Oxford University Press, Oxford, 2008.
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2003.
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998.
----------, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, LP3ES, Jakarta, 2006.
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 1992.
Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar, cetakan kesepuluh,
Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2006.
Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan Pandangan, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2014.
----------, Sistem Dua Partai, Bandung : Binatjipta, 1968.
Thomas Fleiner dan Lidija R. Basta Fleiner, Constitutional Democracy in a Multicultural and
Globalised World, terjemahan Bahasa Ingg is da i edisi ketiga Allge ei e
“taatsleh e oleh Kat Le ‘o , “p i ge , Be li ,
.

Jurnal, Artikel, Makalah
paka sosiologi, il u politik, ahli huku , da e e apa a a g il ua sosial lai a. Lihat L Matte , La a d
“o iet , dalam Keith E. Whittington, R. Daniel Kelemen, & Gregory A. Caldeira (ed), Op.Cit., hlm. 681 – 682.
318

Politik dan Hukum

A d e D. Ma ti & Mo ga L.W. Hazelto , What Politi al “ ie e Ca Co t i ute to the
“tud of La , Review of Law and Economic, Vol. 8, No. 2, 2012.
Atip Latipulha at, Mo hta Kusu aat adja , u ik Khazanah, Padjadjaran Jurnal Ilmu
Hukum (PJIH), Vol. 1 No. 3, 2014.
Ke eth Ne to & Josep M. Valles, I t odu tio : Politi al “ ie e i Weste Eu ope,
1960, European Journal of Political Research, 20: 227-238, 1991.
“usi D i Ha ija ti, “ i “oe a t i , u ik Khazanah, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum
(PJIH), Vol. 3 No. 1, 2016.
Sumber Lain
A o i , Prof. Miriam Budiardjo: Ungkapkan Kebenaran Walaupun Pahit ,
,
diunduh 17 Maret 2014.

319