Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Beberapa Sumber P

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Inceptisol
Tanah terbagi atas lahan kering dan lahan basah yang memiliki potensi
dalam pemanfaatannya. Bila dilihat dari cakupan secara Nasional maka tanah
lahan kering merupakan prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Menurut
Nurdin (2012) Indonesia memiliki daratan sekitar 188,20 juta ha, terdiri atas 148
juta ha (78%) lahan kering dan 40,20 juta ha (22%) lahan basah berdasarkan Atlas
Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia skala 1 : 1.000.000. Tanah pada lahan
kering

umumnya

termasuk

ordo

Ultisol,

Oxisol

dan


Inceptisol

(Hidayat dan Mulyani, 2005). Lebih lanjut Kasno (2009) menyatakan bahwa dari
ketiga ordo tanah tersebut, Inceptisol merupakan jenis tanah yang potensial untuk
dikembangkan dengan luas mencapai 52,0 juta ha secara nasional.
Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang dari pada
entisol (inceptum, permulaan). Umumnya mempunyai horson kambik, karena
tanah belum berkembang lanjut kebanyakan tanah ini cukup subur. Tanah ini dulu
termasuk alluvial, regosol, gleihumus, latosol dan lainnya. Penyebaran liat ke
dalam tanah tidak dapat diukur. Kisaran kadar C-organik dan Kapasitas Tukar
Kation (KTK) dalam inceptisol dapat terbentuk hampir disemua tempat, kecuali
daerah kering, mulai dari kutub hingga tropika (Hardjowigeno, 2003).
Menurut Abdurachman dkk. (2008) umumnya lahan kering memiliki
tingkat kesuburan tanah yang rendah, dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini
makin diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada
tanaman pangan semusim. Di samping itu, secara alami kadar bahan organik tanah
di daerah tropis cepat menurun, mencapai 30-60% dalam waktu 10 tahun.

Tanah ini terbentuk dalam kolluvium dari batu pasir masam. Umumnya

terbentuk dari bahan induk masam jenis sedimen atau metamorfik sehingga
terbentu tanah yang kejenuhan basa dan pH yang relatif rendah. Epipedon okrik
berada di atas horizon Bw Kambik. Tanah ini berdrainase cepat/baik dan khas
(Marpaung, 2014).
Reaksi tanah ada yang masam sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) dan agak
masam sampai netral (pH 5,6 – 6,8). Kandungan bahan organik sebagian rendah
sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungan bahan organik
paling atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah dengan ratio C/N tergolong
rendah (5 - 10) sampai sedang (10 - 18). Kandungan P potensial rendah sampai
tinggi dan K potensial sangat rendah sampai sedang. Kandungan P potensial
umumnya lebih tinggi dari pada K potensial, baik lapisan atas maupun lapisan
bawah (Damanik dkk, 2010).
Jumlah basa-basa dapat tukar di seluruh lapisan tergolong sedang sampai
tinggi. Kompleks absorbs didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan ion K
relatif rendah. Tanah Inceptisol didominasi oleh kandungan liat yang relatif tinggi
sehingga fiksasi kalium sangat kuat yang mengakibatkan konsentrasi kalium pada
larutan tanah berkurang. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi
disemua lapisan. Kejenuhan Basa (KB) rendah sampai tinggi. Secara umum
disimpulkan kesuburan alami Inceptisol bervariasi dari rendah sampai tinggi
(Damanik dkk, 2010).

Bahan Organik
Bahan Organik tanah, berdasarkan pengetahuan kimia selanjutnya
dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu : senyawa karbohidrat, protein

dan lignin, serta sejumlah kecil senyawa lain (minyak, lilin, pigmen dan lainnya)
(Sutejo, 2002).
Bahan organik tanah lainnya adalah humus, yang juga merupakan hasil
perombakan bahan organik dalam tanah yang relatif tahan terhadap pelapupuk
kandang . Humus ini penting bagi tanah pertanian, mempunyai plastisitas dan
daya kohesi rendah, agregasi tanah dapat terpelihara dengan baik dan hal ini
memberikan kemudahan bagi pengolahan tanah serta sifat olah lain yang baik
(Sutejo, 2002).
Bahan organik tidak hanya berperan dalam membantu ketersediaan unsur
hara di dalam tanah tetapi juga turut membantu dalam perbaikan sifat fisik dan
biologi tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah akan menjadi sumber
energi dan makanan untuk bermacam mikroorganisme di dalam tanah
(Melati dan Andriyani, 2005).
Tan (1995) dalam Ginting (2003) melaporkan bahwa bahan organik tanah
mempunyai pengaruh terhadap pelapupuk kandang . Melalui dekomposisi bahan
organik, sejumlah senyawa organik dilepaskan atau dibentuk. Kebanyakan dari

senyawa tersebut, seperti asam fulfat dan humat mempunyai kapasitas untuk
mengkhelat atau mengkompleksi ion logam. Pemberian bahan organik pada tanah
masam dapat bertindak sebagai penawar keracunan Al, karena dengan bahan
organik akan membentuk senyawa kompleks yaitu khelat.
Pupuk Kandang Ayam
Pupuk Kandang memang dapat menambah tersedianya bahan makanan
(unsur hara) bagi tanaman yang dapat diserapnya dari dalam tanah. Selain itu,
pupuk kandang ternyata mempunyai pengaruh yang positif terhadap sifat fisik dan

kimia tanah, mendorong kehidupan (perkembangan) jasad renik. Dengan kata lain
pupuk kandang mempunyai kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah,
sehingga menjadi faktor yang menjamin kesuburan tanah (Sutejo, 2002).
Pupuk kandang dapat dikatakan selain mengandung unsur makro
(nitrogen, fosfor, dan kalium) juga mengandung unsur hara mikro (Kalsium,
Magnesium, dan Tembaga) yang semua membentuk pupuk, menyediakan unsur
atau zat makanan bagi kepentingan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pupuk kandang memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan pupuk alam lainnya
maupun pupuk buatan. Walaupun cara kerjanya kalau dibandingkan dengan cara
kerja pupuk buatan dapat dikatakan lambat karena harus mengalami proses
perubahan terlebih dahulu sebelum dapat diserap oleh tanaman (Sutejo, 2002).

Selama komposisi kotoran begitu bervariasi, data seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan Komposisi Kotoran Segar beberapa Jenis Hewan Ternak.
Hewan
Air (%)
N (%)
P2O5 (%)
K2O (%)
Kuda
78
14,2
4,8
12,4
Kerbau
86
9,7
2,8
9,5
Babi
87
7,6

6,8
8,4
Domba
68
20,6
7,0
19,8
Unggas
55
20,0
16,0
8,0
(Foth, 1991).

Menurut hasil penelitian Sastrosupadi dan Santoso (2005) pupuk kandang
ayam memiliki kandungan N yang cukup tinggi dibandingkan dengan kotoran
hewan ternak besar dengan kadar hara tiap tonnya yaitu 65,8 kg/ton N, 13,7 kg/
ton P dan 12,8 kg/ton K. Sedangkan hewan ternak besar dengan bobot kotoran
yang sama mengandung 22 kg/ ton N, 2,6 kg/ton P dan 13,7 kg/ton K. Hal ini
diperkuat dengan hasil penelitian Sutejo (2002) yang mengemukakan bahwa

pupuk kandang ayam mengandung nitrogen tiga kali lebih besar dari pada pupuk
kandang yang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan kandungan unsur hara dari

pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair (urin) bercampur dengan
bagian padat.
Berdasarkan hasil penelitian Simangunsong (2006) bahwa perlakuan
interaksi pemberian pupuk kandang ayam berbeda sangat nyata dalam
meningkatkan serapan P, berat kering atas tanaman, berat kering bawah tanaman.
Hal ini dikarenakan pupuk kandang ayam dapat memperbesar ketersedian P tanah
melalui dekomposisi yang menghasilkan asam organik di dalam tanah.
Asam tersebut menghasilkan ion yang dapat memutuskan ikatan antara P dengan
unsure Al, Fe dan Mn sehingga P menjadi tersedia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos kotoran ayam di
tanah masam berpengaruh terhadap sifat kimia tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk cenderung diikuti dengan
semakin tinggi pH, C organik, N total, serta kadar P2O5 dan K2O tanah. Kondisi
ini diharapkan juga ikut memperbaiki kadar Al dalam tanah yaitu semakin tinggi
dosis pupuk diikuti dengan semakin rendah Al-dd tanah. Hal ini dimungkinkan
terjadi karena dengan semakin tinggi dosis pupuk maka jumlah hara (seperti P, K,
dan bahan organik) yang mempengaruhi karakteristik tanah menjadi semakin

tinggi sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan pH tanah, kandungan N
total dan P tersedia tanah ( Tufaila dkk., 2014 ).
Fosfor (P)
Fosfor (P) termasuk unsur hara esensial bagi tanaman dengan fungsi
sebagai pemindah energi sampai segi gen, yang tidak dapat digantian hara lain.
Ketidakcukupan pasokan P menjadikan tanaman tidak tumbuh maksimal atau
potensi hasilnya tidak maksimal atau tidak melengkapi proses reproduktif normal.

Kehadiran P dibutuhkan untuk reaksi biokimia pentig, seperti : pemindahan ion,
kerja osmotik, reaksi fotosintesis dan glikolisis (Mas’ud, 1992).
Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion H2PO4 atau ion HPO42-.
Spesies ion yang merajai tergantung pada pH sistem tanah – pupuk – tanaman,
yang mempunyai ketersedian tinggi pada pH 5,5 – 7,0. Kepekatan H2O yang
tinggi dalam larutan memungkinkan tanaman mengangkutnya dalam takaran
besar, karena perakaran tanaman diperkirakan mempunyai 10 kali loka
penyerapan untuk H2PO4- dibandingkan untuk HP42- (Mas’ud, 1992).
Adanya berbagai reaksi pelepasan anion P ke dalam larutan dan
penjerapan P dari larutan tanah, yang terkait erat dan pH larutan, maka
kesetimbangan anion P dalam sistem tanah adalah sebagai berikut :
H2PO4-


+OH-

H2O + HPO42-

+OH-

H2O + PO3-

Reaksi ini memperlihatkan bahwa pada kisaran pH dari asam sampai alkalis,
larutan tanah dapat mengandung berbagai bentuk anion P. Pada pH 6 larutan
dirajai oleh bentuk H2PO4- dan HPO42- sedangkan pada tanah alkalis dirajai oleh
anion PO3-. Umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman dibandingkan
bentuk HPO42-. Takaran fosfat dalam bentuk ini sangat rendah dibandingkan
bentuk fosfat lain yang ditemui dalam system tanah (Mas’ud, 1992).
Sebagian besar senyawa P dalam tanah berbentuk senyawa – senyawa
organik. Beberapa tanah mengandung lebih separuh P-nya dalam bentuk organik.
Bahan organik tanah cenderung meningkatkan ketersedian P. Bahan organik ini
mampu melapisi jarah tanah sehingga mengurangi ketersedian lokal penambatan
dan reaksinya dengan liat (Mas’ud, 1992).


Kebutuhan tanaman terhadap unsur P relatif lebih sedikit dibandingkan
dengan unsur N dan K, walau demikian fungsi unsur P sangat penting sebagai
sumber energi pada setiap proses metabolisme tanaman. Pupuk P yang diberikan
sebagian besar tidak tersedia bagi tanaman karena terjerap di dalam tanah.
Penyerapan unsur P oleh tanaman dapat ditingkatkan dengan memberikan pupuk
Kandang (Rahardjo dan Pribadi, 2010).
Pupuk Fosfor (P)
Dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian di
Indonesia maka pemakaian pupuk buatan (anorganik) juga semakin mengalami
peningkatan. Menurut Sutejo (2002) untuk menambah zat makanan (hara)
ke dalam tanah dengan pupuk buatan, akan diperoleh keuntungan seperti pupuk
buatan dapat dibuat dalam jumlah yang besar sehingga dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat, dapat diangkut dalam jarak yang jauh dan ongkos
angkutannya murah, kandungan unsur hara yang sudah tertentu sehingga
memungkinkan pemberiannya sesuai perhitungan kebutuhan pada bidang tanah
pertanian, pemakaiannya lebih mudah daripada pupuk organik dan tidak banyak
memerlukan tenaga.
Dalam hal pupuk P ini para ali pada umumnya mengelompokkan pupuk
ini ke dalam 3 kelompok berdasarkan kelarutannya, yaitu :

a. Pupuk P yang melarut kedalam asam keras (mengandung P2O5) merupakan
pupuk P yang lambat tersedia bagi keperluan tanaman);
b. Pupuk P yang melarut dengan ammonium nitrat netral atau asam sitrum
(mengandung P2O5, merupakan pupuk yang mudah tersedia bagi keperluan
tanaman);

c. Pupuk P yang melarut dalam air (mengandung P2O5, juga merupakan pupuk
yang mudah tersedia bagi keperluan tanaman) (Sutejo, 2002).
Pupuk fosfat buatan berbentuk butiran (granular) yang dibuat dari batuan
fosfat dengan campuran asam fosfat dengan asam sulfat yang komponen
utamanya mengandung unsur hara fosfor berupa mono kalsium fosfat, Ca (H2PO4)
(SNI, 2005).
Menurut penelitian Mariam dan Hudaya (2002), menyatakan bahwa
peningkatan pH akibat pemberian pupuk SP -36 dengan dosis yang meningkat
sampai taraf 90 kg ha-1. P2O5 diduga terjadi karena sebagian anion fosfat (H2PO4-)
yang berasal dari pupuk P akan bereaksi ion penyebab kemasaman tanah, yaitu
oksida hidrat Al.
Salah satu sumber fosfat yang umum dipergunakan adalah TSP
(Triple Super Phosphate) yang mengandung kadar P2O5 43 – 45%. Pada tanah
yang miskin unsur P, pemupupuk kandang 75 – 100 kg TSP per hektar perlu
dilakukan untuk mendapatkan pertanaman dan hasil yang baik. Fosfor untuk
tanaman ditentukan oleh bentuk ion unsur ini. Bentuk ion ditentukan oleh pH
larutan di mana ion itu terdapat. Kalau larutan asam hanya terdapat ion H2PO4 dan
jika pH naik yang dominan mula ion HPO4 dan akhirnya ion PO4 (Rukmi, 2009).
Tanaman Jagung
Tanaman jagung merupakan tanaman semusim (annual), siklus hidup
jagung diselesaikan dalam 80 - 150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan
tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi taanaman jagung sangat bervariasi. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir
disemua jenis tanah, tetapi tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah yang

gembur dan kaya akan humus dan dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1300 mdpl
(Purwo dan Hartono, 2005).
Menurut Purwo dan Hartono (2005) hal-hal yang harus diperhatikan
tentang tanah sebagai syarat yang baik untuk pertanaman jagung adalah pH tanah
netral atau mendekati netral diperlukan untuk pertumbuhan optimal pada tanaman
jagung yakni berkisar antara pH 5,5 – 6,5 tanah dan tempat pertanaman
hendaknya memperoleh sinar matahari dan udara yang cukup, drainase yang baik
akan membantu usaha pengendalian pencucian tanah, pada tanah yang tinggi akan
membantu dalam penyediaan hara.
Menurut Novizan (2005), bahwa adsorbsi N oleh tanaman jagung
berlangsung selama pertumbuhannya. Pada awal pertumbuhan akumulasi N dalam
tanaman relatif lambat dan tanaman berumur 4 minggu akumulasi N sangat cepat,
pada saat pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah banyak
mengadsorsi N sebanyak 50% dari seluruh kebutuhan. Tanaman jagung
mengadsorbsi P dalam jumlah relatif sedikit daripada adsorbsi hara N dan K.
Menurut Barus (2012), bahwa dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman
jagung sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap.
Anjuran dosis rataan tanaman jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea
200-300 kg, pupuk TSP sebanyak 75-100 kg dan pupuk KCl sebanyak 50-100 kg.

Dokumen yang terkait

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Beberapa Sumber P

0 5 63

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Beberapa Sumber P

0 0 11

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Beberapa Sumber P

0 0 2

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Beberapa Sumber P

0 0 3

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Beberapa Sumber P

0 0 2

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Beberapa Sumber P

0 0 13

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 10

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 2

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 3

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 6