bab 1 5 belum dirapihin

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Seiring dengan bertambahnya pertumbuhan dan perkembangan
penduduk yang setiap tahunya meningkat ,otomatis kebutuhan penduduk pun
semakin banyak. Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) pun semakin meningkat pesat dan berbanding lurus dengan
pembangunan industri guna untuk memenuhi semua kebutuhan penduduk
yang dinamis dan untuk mendukung keberlangsungan hidup serta kepuasan
penduduk.
Menurut UU NO 03 Tahun 2014 tentang Perindustrian ,Industri adalah
seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan / atau
memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang
mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi .Industri di bangun di
indonesia salah satunya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
indonesia, telah banyak industri yang dibangun di indonesia , seperti industri
textile,industri makanan dan minuman,industri peralatan elektronik , dan
masih banyak yang lainnya.
Industri tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu industri yang

di prioritaskan untuk dikembangkan karna memiliki peran yang strategis
dalam perekonomian nasional ,yaitu sebagai penyumbang devisa negara,
menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar,dan sebagai industri yang
diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sandang nasional.Industri tekstil juga
merupakan salah satu industri yang berkembang di Indonesia,ssampai dengan
tahun 1998,jumlah industri di indonesia mencapai 2.581 unit yang tersebar
diberbagai wilayah di Pulau Jawa,Bali, dan Sulawesi .Jumlah yang terbanyak
berada di Jawa Barat yaitu 1.448 unti atau 56,01% dari total industri yang ada
dan sisanya tersebar di DKI Jakarta, Jawa Tengah,Jawa Timur,Suatera,DI
Yogyakarta,Bali dan Sulawesi.

Perkembangan pembangunan industri di indonesia juga dapat
membantu membuka lapangan pekerja bagi masyarakat semakin luas
,kegiatan tersebut juga mendukung penggunaan peralatan atau mesin dan
bahan-bahan kimia dalam proses produksi untuk menghasilkan produk atau
jasa yang bagus agar dapat bersaing di pasaran , Namun ,disisi lain kemajuan
dan perkembangan tersebut memicu berbagai masalah keselamatan dan
kesehatan kerja (K3),seperti bertambahnya sumber bahaya , meningkatnya
potensi bahaya ,penyakit akibat kerja di tempat kerja (Notoadmodjo,2007).
Kecelakaan, dan penyakit akibat kerja dapat timbul karena adanya

potensi-potensi bahaya yang dapat membahayakan,dan mengakibatkan
kerugian baik secara material yang tidak sedikit dan non material ,seperti
menyebabkan korban jiwa. Oleh karena itu setiap industri harus melakukan
program sanitasi industri guna untuk melakukan upaya pencegahan atau
preventif dan promotif terhadap penyakit akibat kerja ataupun penyakit akibat
hubungan kerja dalam lingkungan kerja, dan hal ini harus diterapkan disemua
tempat kerja yang didalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga
kerja,bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan. Aspek perlindungan
dalam hyperkes meliputi : tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian,
peralatan dan bahan yang dipergunakan, Faktor-faktor lingkungan fisik,
biologi, kimiawi, sosial, proses produksi dan sifat pekerjaan serta teknologi
dan metodologi kerja. Semua aspek ini merupakan tugas dari tenaga ahli K3
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja termasuk mensosialisasikan
bagaimana

bekerja

secara

aman


kepada

para

pekerja,

seperti

mensosialisasikan pentingnya penggunaan APD (Alat Pelindung Diri).
Karena jika hal ini tidak dilakukan akan berdampak buruk sekali bagi
industri, karena kegiatan di industri memerlukan pekerja yang sehat dan
produktif dengan suasana kerja yang aman dan nyaman sehingga tidak
menggangu terhadap keproduktifitasan pekerja dan dapat menjamin
keselamatan dan kesehatan pekerja upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
pekerja itu sendiri.

Berdasarkan artikel yang ditulis Kementrian Kesehatan Indonesia
mencantumkan bahwa berdasarkan data International Labour Organiation
(ILO) tahun 2013 , 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena

kecelakaan kerja dan 160 pekerja

mengalami sakit akibat kerja. Tahun

sebelumnya (2012) ILO mencatat angka kematian dikarenakan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2juta kasus setiap tahun.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami sebagai mahasiswi
Politeknik Kesehatan Bandung, khususnya Jurusan Kesehatan Lingkungan
tertarik untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dilapangan mengenai
aspek sanitasi lingkungan dan program K3 yang sudah berjalan di suatu
industri, terutama industri tekstil, maka dari itu kami menjadikan PT.
TRISULA sebagai tempat untuk melakukan praktek belajar lapangan, agar
kami dapat mengiplementasikan teori perkuliahan tentang sanitasi industri dan
mengetahui gambaran secara umum maupun spesifik, serta mendapatkan
pengalaman secara langsung mengenai pengawasan dan pemeriksaan sanitasi
industri serta SMK3 di lapangan.
1.2.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Sanitasi Industri di PT.Trisula Textile Industries?

2. Bagaimana Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT.Trisula
Textile Industries?

1.3.

Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
1. Mengetahui Konsep Sanitasi Industri di PT. Trisula Textile Industries
2. Mengetahui Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Trisula
Textile Industries
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui diagram alur produksi yang ada di PT.Trisula Textile
Industries
2. Mengetahui kualitas udara fisik ruangan produksi di PT.Trisula
Textile Industries
3. Mengetahui kualitas dan kuantitas air bersih yang ada di PT.Trisula
Textile Industries

4. Mengetahui kualitas makanan dan minuman di PT.Trisula Textile
Industries

5. Mengetahui penyakit akibat kerja yang ada di PT. Trisula Textile
Industries
6. Mengetahui potensi bahaya dan faktor resiko lingkungan kerja serta
dampak terhadap kesehatan di setiap tahapan produksi di PT.Trisula
Textile Industries
7. Mengetahui Alat Pelindung Diri (APD) yang wajib digunakan di
setiap tahapan produksi di PT.Trisula Textile Industries
8. Mengetahui kualitas sanitasi industri di PT.Trisula Textile Industries
9. Mengetahui cara melakukan monitoring lingkungan kerja di
PT.Trisula Textile
10. Mengetahui Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SMK3) di PT.Trisula Textile.
1.4.

Manfaat
1.4.1. Manfaat bagi Mahasiswa:
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah sanitasi lingkungan dan
K3 di PT. Trisula Textile Industries pada setiap tahapan produksi.
2. Mahasiswa dapat menentukan faktor penyebab masalah sanitasi
lingkungan dan K3 di PT. Trisula Textile Industries pada setiap

tahapan produksi.
3. Mahasiswa dapat menyusun pemecahan masalah sanitasi
lingkungan dan K3 di PT. Trisula Textile Industries pada setiap
tahapan produksi.
4. Mahasiswa
dapat
membuat/menyusun
rencana
untuk
penaggulangan masalah sanitasi dan K3 di PT. Trisula Textile
Industries
5. Mahasiswa mendapatkan pengalaman praktek belajar lapangan di
PT. Trisula Textile Industries.
1.4.2. Manfaat bagi PT. Trisula Textile Industries:
1. PT. Trisula Textile Industries dapat mengetahui masalah sanitasi
industri dan K3 pada setiap tahapan produksi.
2. PT. Trisula Textile Industries dapat mengetahui cara
penanggulangan masalah sanitasi dan K3 pada setiap tahapan
produksi.


3. PT. Trisula Textile Industries mendapatkan saran-saran dari
mahasiswa mengenai aspek penting sanitasi industri dan K3 pada
setiap tahapan produksi.
1.4.3. Manfaat bagi pembaca:
1. Pembaca dapat mengetahui tentang gambaran umum PT. Trisula
Tekstil Industries
2. Pembaca dapat mengetahui permasalahan yang ada, serta saran
tindak untuk menyelesaikan masalah tersebut pada setiap tahapan
produksi di PT. Trisula Tekstil Industries
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kesehatan
Menurut UU no 36 tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut WHO kesehatan adalah keadaan fisik , mental dan
kesejahteraan sosial dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan.
Menurut WHO, ada empat komponen penting yang merupakan satu kesatuan
dalam definisi sehat yaitu:
1. Sehat Jasmani

Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya,
berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar,
rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau,
selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh
berjalan normal.
2. Sehat Mental
Sehat Mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam
pepatah kuno “Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat “(Men
Sana In Corpore Sano)”.
Atribut seorang insan yang memiliki mental yang sehat adalah sebagai
berikut:

a. Selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak
pernahmenyesal dan kasihan terhadap dirinya, selalu gembira, santai
dan menyenangkan serta tidak ada tanda-tanda konflik kejiwaan.
b. Dapat bergaul dengan baik dan dapat menerima kritik serta tidak mudah
tersinggung dan marah, selalu pengertian dan toleransi terhadap
kebutuhan emosi orang lain.
c. Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak mudah takut,
cemburu, benci serta menghadapi dan dapat menyelesaikan masalah

secara cerdik dan bijaksana.
3. Kesejahteraan Sosial
Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit
diukur dan sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat
kemakmuran masyarakat setempat. Dalam arti yang lebih hakiki,
kesejahteraan sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman
damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Dalam kehidupan
masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai
kepentingan orang lain serta masyarakat umum.
4. Sehat Spiritual
Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO
dan memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap
individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan
untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti
ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis
dan tidak monoton.
Keempat komponen ini dikenal sebagai sehat positif atau disebut sebagai
“Positive Health” karena lebih realistis dibandingkan dengan definisi
WHO yang hanya bersifat idealistik semata-mata.
Dapat disimpulkan, Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah

satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap kegiatan

dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif,

partisipatif,

dan

berkelanjutan

dalam

rangka

pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan
ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Setiap
upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam
arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat
dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun
masyarakat.
2.2 Pengertian Kesehatan Kerja
Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja melalui
berbagai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan gangguan kesehatan
atau penyakit yang mungkin dialami oleh tenaga kerja akibat pekerjaan
atau tempat kerja.
Sebuah bentuk dari adanya jaminan kesehatan yang diberikan pada
seseorang

pada

saat

melakukan

sebuah

pekerjaan.

Sedangkan

keselamatan kerja menurut Wordl Health Organization, kesehatan kerja
merupakan sebuah upaya yang bertujuan untuk dapat peningkatan dan
juga pemeliharaan terhadap derajat kesehatan baik secara fisik, mental
ataupun sosial bagi pekerja untuk semua jenis pekerjaan yang dilakukan.
Menurut Suma’mur kesehatan kerja adalah sebuah spesialisasi yang
terdapat didalam ilmu kesehatan. Hal ini agar masyarakat pekerja dapat
memperoleh derajat kesehatan dengan baik, baik fisik atau pun mental
dan juga sosial dengan berbagai usaha-usaha prevantif dan juga kuratif
terhadap berbagai jenis penyakit dan berbagai gangguan-gangguan
kesehatan yang bisa terjadi karena diakibatkan oleh faktor-faktor
pekerjaan atau lingkungan kerja.
2.3 Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja merupakan upaya untuk menjamin terhindarnya
pekerja dari kecelakaan yng terjadi akibat proses kerja yang meliputi cara
kerja, peralatan maupun mesin ataupun kondisi tempat kerja.Keselamatan

kerja juga merupakan keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat
alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukam pekerjaan.
Menurut Suma’mur 1996, Keselamatan Kerja merupakan sebuah
sarana yang di lakukan untuk melakukan upaya pencegahan terhadap
adanya kecelakaan, cacat, ataupun kematian sebagai bentuk akibat dari
kecelakaan kerja.
Bagi mereka para pekerja, keselamatan kerja merupakan sebuah
gerbang keamanan tenaga kerja yang menyangkut pada proses produksi
dan juga distribusi baik berupa barang maupun jasa. Ada banyak kaitan
dari keselamatan kerja yakni seperti halnya dengan mesin pesawat, alat
kerja, bahan, dan juga berbagai proses pengolahan dalam melakukan
pekerjaan.
2.4 Pengertian Kecelakaan Kerja
Penyakit Akibat kerja adalah istilah yang dipakai dalam peraturan yang
dibuat atas dasar UndangUndang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, sedangkan Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan
Kerja merupakan istilah yang erat kaitannya dengan kompensasi (ganti
rugi) kecelakaan kerja.
Penyakit Akibat Kerja maupun Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja sebetulnya mempunyai pengertian yang sama yaitu
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Dengan
kata lain, Penyakit Akibat Kerja sama dengan Penyakit Yang Timbul
Karena Hubungan Kerja
2.4.1

Penyebab Kecelakaan Kerja

Penyebab kecelakaan kerja dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Prinsiple faktor ( Pekerjaan, lingkungan kerja)
2. Primary factor ( agent bahan kimia, fisik, ergonomi)
3. Contributory factor ( memperberat /mencetus terjadinya
penyakit)
Kriteria penyebab akibat kerja:

1. Penyebab berhubungan dengan pekerja
2. Pegawai selalu kontak dengan bahan penyebab dalam pekerjaan
3. Sebelumnya belum pernah menderita penyakit
2.5 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
2.5.1

Pengertian
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen
yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.Perlindungan
tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan.K3
bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan
kerja (zero accident).
Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi
keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.

2.5.2 Pengertian K3 Menurut Para Ahli
1. Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya
untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
2. Menurut Suma’mur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan
rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan
tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
3. Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi
keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan
dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan,
kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.

4. Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah
merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang
terhadap cidera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah
merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi
secara umum.
5. Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang
sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja
tersebut.
6. Jackson, menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja
menunjukkan

kepada

kondisi-kondisi

fisiologis-fisikal

dan

psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja
yang disediakan oleh perusahaan.
7. Lalu Husni, 2003: 138, ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan
dan keselamatan kerja adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja di tempat kerja
2.5.3 Tujuan K3
Tujuan K3 menurut ILO dan WHO, sebagai berikut :
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja
yang setinggi-tingginya baik jasmani maupun rohani.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kondisi kerja.
3. Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang timbul
akibat pekerjaan.
4. Menempatkan tenaga kerja pada suatu lingkungan kerja yang
sesuai dengan kondisi fisik, faal tubuh dan mental pskologis
tenaga kerja yang bersangkutan.
2.5.4 Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman,

1990) :
1.

Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat
kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai
tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.

2.

Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
a.

Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian

b.

Peralatan dan bahan yang dipergunakan

c.

Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun
sosial.

3.

d.

Proses produksi

e.

Karakteristik dan sifat pekerjaan

f.

Teknologi dan metodologi kerja

Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak
perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri
barang maupun jasa.

4.

Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan
ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

2.6 Sumber-sumber Bahaya Bagi Kesehatan
Sumber-sumber bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja
antara lain dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Fisik, yakni gangguan fisik seperti kebisingan, getaran, suhu/panas terlalu
tinggi atau rendah, cahaya, radiasi partikel ion atau non ion.
a. Suara yang terlalu bising menyebabkan ketulian.
b. Suhu (temperatur), meliputi :
1) Panas (suhu tinggi), menyebabkan heat stroke, heat creamp, heat
exhauster dan hyperpyrexia.
2) Dingin (suhu rendah), menyebabkan frostbite, chilblain, transfoot
dan hypertemia.
c. Penerangan yang kurang memadai dapat menyebabkan gangguan
penglihatan.

2. Kimia, yakni pengaruh bahan kimia yang berupa gas, uap maupun debu
beracun dan fume. Bahan kimia dapat berupa :
a. Gas/uap
b. Cairan
c. Debu-debu
d. Butiran Kristal dan bentuk-bentuk lain
e. Bahan-bahan kimia yang mempunyai sifat-sifat beracun, karsinogenik,
menggigit dan menimbulkan alergi.
3. Biologis, yakni yang disebabkan oleh organisme mikro dan debu tanaman
yang biasa menyebabkan alergi, terdiri dari :
a. Bakteri, virus, jamur, cacing, serangga, parasit.
b. Tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang atau timbul dalam lingkup
tempat kerja.
4. Faal/ergonomik, yakni disebabkan sikap dan cara kerja yang tidak benar
atau sesuai prosedur serta penggunaan peralatan yang tidak tepat.
a. Sikap benar yang tidak baik/cara kerja yang keliru dapat
menyebabkan :
1) Sakit otot.
2) Sakit pinggang.
3) Cidera punggung.
4) Kelelahan fisik.
5) Perubahan fisik tubuh.
b. Peralatan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan tenaga kerja.
c. Kerja yang senantiasa berdiri atau duduk.
d. Proses, sikap, cara kerja yang monoton.
e. Bebas bekerja yang melampaui batas kemampuan.
5. Psikologis, yakni gangguan kejiwaan yang disebabkan hubungan kerja
yang tidak serasi yang meliputi :
a. Kerja

yang

terpaksa/dipaksakan

yang

kemampuan.
b. Suasana kerja yang tidak menyenangkan.

tidak

sesuai

dengan

c. Pikiran yang senantiasa tertekan terutama karena sikap atasan atau
teman kerja yang tidak sesuai.
d. Pekerjaan yang cenderung lebih mudah menimbulkan kecelakaan.
(LK3I, 2001 dan Depnaker, 1996).

2.7 Penyakit Akibat Kerja
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian
Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made
disease.
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja terdiri atas:
1. Penyakit

yang

hanya

disebabkan

oleh

pekerjaan,

misalnya

Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada
bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja,
sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab
dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan
yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,
maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu,
uap, gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur

4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja
dan cara kerja
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress
2.8 Dasar Hukum
1

Kepmenkes No.1405 Tahun 2002 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

2

Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2014 Tentang Baku
Mutu Air Limbah “lampiran XII Tentang Air Limbah Bagian Usaha dan
atau Kegiatan Industri Textile.

3

Permenkes Republik Indonesia No. 416 tahun 1990 Tentang Persyaratan
Kualitas Air Bersih dan Air Minum.

4

Peraturan Mentri kesehatan Republik Iindonesia No. 1096 tahun 2011
Tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga.

5

Keputusan Mentri Kesehatan No. 1098 Tahun 2003 Tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.

6

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

7

Undang-Undang No. 36 Tahun 1996 Tentang Kesehatan.

8

Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 Tentang Limbah B3.

9

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pencemaran Udara.

10 Undang- Undang No. 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian.
11 Peraturan Pemerintah No. 20 Tentang Penerapan Sistem Manajemem
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
12

Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Lingkungan.

13

Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 205
Tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak.

2.9.

Sanitasi Lingkungan Kerja Industri

2.9.1 Pengertian Sanitasi Lingkungan Kerja industri
Berdasrkan pengertian hygine sanitasi industri oleh para ahli, maka
secara umum disimpulkan bahwa hygine industri atau disebut juga hygine

perusahaan mempunyai karakteristik mendasar sebagi ilmu kesehatan
lingkungan

yang

menghususkan

garapnya

untuk

mengantisipasi,

menegakan, menilai dan mengawasi faktor lingkungan industri atau
perusahaan yang akan atau berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
2.9.2 Persyaratan Sanitasi Lingkungan Kerja industri
1. Air Bersih
A. Pengertian
Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan seharihari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilengkapi alat
pengolah air bersih sesuai dengan kebutuhan.
B. Persyaratan
Tersedia air bersih untuk kebutuhan karyawan dengan kapasitas
minimal 60 lt/orang/hari.Kualitas air bersih memenuhisyarat kesehatan
yang meliputi persyaratan fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Tata Cara Pelaksanaan
1) Air bersih untuk keperluan industri dapat diperoleh dari
Perusahaan Air Minum (PAM), Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) sumber air tanah atau sumber lain yang telah diolah
sehingga memenuhi persyaratan kesehatan.
2) Tersedia air bersih untuk kebutuhan karyawan sesuai dengan
persyaratan kesehatan.
3) Distribusi air bersih untuk perkantoran harus menggunakan
sistim perpipaan.
4) Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari
pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis.
5) Dilakukan pengambilan sampelair bersih pada sumber, bak
penampungan dan pada kran terjauh untuk diperiksakan di
laboratorium minimal 2 kali setahun, yaitu musim kemarau dan
musim hujan.

2.

Udara Ruangan
 Suhu dan Kelembaban
A. Pengertian
Suhu udara adalah besaran yang menyatakan derajat panas
dingin suatu benda dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu
adalah thermometer. Persyaratan Keputusan
Republik Indonesia

Menteri

Kesehatan

Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002

Tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri
standar Suhu adalah 18°C – 28°C.
Kelembaban adalah konsentrasi uap air diudara. Alat yang digunakan
untuk mengukur kelembaban disebut dengan Hygrometer. Persyaratan
Keputusan

Menteri

Kesehatan Republik

1405/MENKES/SK/XI/2002

Tentang

Indonesia

Persyaratan

Nomor
Kesehatan

Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri standart Kelembaban
adalah 40 % - 60 % .
Dampak dari suhu dan kelembaban yaitu jika kelembaban relative
rendah

<

20%

dapat

menyebabkan

kekeringan

selaput

lendir

membran.Jika kelembaban >60% dapat menjadi tempat pertumbuhan
bakteri.Sedangkan suhu jika lebih dari 28˚C menyebabkan dehidrasi bagi
pekerja.
B. Tata Cara Pelaksanaan
Agar ruang kerja industri memenuhi persyaratan kesehatan perlu
dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1) Tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m
2) Bila suhu udara > 30⁰Cperlu menggunakan alat penata udara
seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll
3) Bila suhu udara luar 95 % perlu menggunakan
alat dehumidifier.

5) Bila kelembaban udara ruang kerja < 65 % perlu menggunakan
humidifier (misalnya : mesin pembentuk aerosol).
 Debu
A. Pengertian
Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau
alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu
merupakan partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatankekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari
bahan-bahan baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu,
arang batu, bijih logam dan sebagainya. Debu juga merupakan salah
satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di
udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron
sampai dengan 500 mikron.
B. Persyaratan
Kandungan debu maksimal didalam udara ruangan dalam
pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Persyaratan Konsentrasi Debu Maksimal
No.

Jenis Debu

Konsentrasi Maksimal

1.

Debu total

10 mg/m3

2.

Asbes bebas

5 serat/ml udara dengan panjang serat 5 µ (Mikron)

3.

Silicat total

50 mg/m3

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/Sk/Xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri
C. Tata Cara Pelaksanaan
Agar kandungan debu di dalam udara ruang kerja industri
memenuhi persyaratan kesehatan maka perlu dilakukan upaya-upaya
sebagai berikut :

a. Pada sumber dilengkapi dengan penangkap debu (dust
enclosure).
b. Untuk menangkap debu yang timbul akibat proses produksi,
perlu

dipasang

ventilasi

lokal

(lokal

exhauster)

yang

dihubungkan dengan cerobong dan dilengkapi dengan penyaring
debu (filter).
c. Ruang proses produksi dipasang dilusi ventilasi (memasukkan
udara segar).
3.

Limbah
A. Pengertian
Pengertian limbah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999
Jo.PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu
usaha dan/atau kegiatan manusia.
Limbah merupakan suatu barang (benda) sisa dari sebuah kegiatan
produksi yang tidak bermanfaat/bernilai ekonomi lagi. Limbah sendiri dari
tempat asalnya bisa beraneka ragam, ada yang limbah dari rumah tangga,
limbah dari pabrik-pabrik besar dan ada juga limbah dari suatu kegiatan
tertentu.
B. Persyaratan
1. Limbah padat domestik Pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan
sampah domestik harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2. Limbah cair Kualitas limbah cair hasil proses pengolahan harus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
4. Penanganan limbah B3 harus sesuai dengan perturan perundangundangan yang berlaku.
5. Limbah gas emisi limbah gas harus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
C. Tata Cara Pelaksanaan
1) . Limbah padat

a) Limbah padat yang dapat dimanfaatkan kembali dengan
pengolahan daur ulang dan pemanfaatan sebagian (Re-use,
recycling, recovery) agar dipisahkan dengan limbah padat yang
non B3.
b) Limbah B3 dikelola ke tempat pengolahan limbah B3 sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Limbah radioaktif dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Limbah cair
a) Saluran limbah cair harus kedap air, tertutup, limbah cair dapat
mengalir dengan lancar dan tidak menimbulkan bau.
b) Semua limbah cair harus dilakukan pengolahan fisik, kimia atau
biologis sesuai kebutuhan
4.

Pengelolaan Sampah Organik dan Anorganik
1) Jenis dan Sumber Sampah
Pada umumnya jenis sampah di industri terdiri dari sampah
domestik, sampah komersial, sampah-sampah yang berasal dari
perkantoran, Bahan Beracun Berbahaya (B3). Sedangkan sumber
sampah diantaranya berasal dari kantor, ruang produksi, kantin, gudang,
ruang tunggu, dan sebaginya.
2) Tahap pengumpulan dan pengangkutan ( Collection Phase )
Pengumpulan sampah adalah kegiatan yang tidak hanya proses
pengumpulan atau pengambilan sampah dari berbagai sumbernya, tetapi
termasuk

pengangkutannya

sampai

ke

tempat-tempat

untuk

mengosongkan alat pengumpul sampah. Sistem pengumpul sampah
dapat dilakukan dengan menggunakan gerobak pengangkut sampah dari
sumber sampah sampai ke TPS dan ke alat pengangkut yang lebih
besar, harus memiliki persyaratan sebagai berikut :
a. Gerobak harus tertutup rapat dan volumenya sesuai dengan
kapasitas jumlah sampah yang dihasilkan dalam satu hari, jumlah
gerobak dan rit ( Siklus ) pengangkutan sampah tidak boleh

kurang dari yang dibutuhkan untuk mengangkut sampah tersebut
agar tidak terjadi penumpukan sampah bila tidak diangkut oleh
truk pengangkut sampah.
b. Dinding bagian dalam gerobak, harus dilapisi seng atau terbuat
dari bahan logam (Anti Karat ).
c. Konstruksi kuat tidak bocor dan ada penutup atau pintu untuk
membongkar

sampah

dan

selesai

dipakai

harus

segera

dibersihkan.
d. Untuk petugas yang melayani harus disediakan Alat Pelindung
Diri (APD), minimal terdiri dari : Pakaian kerja, sarung tangan,
masker, topi, sepatu boots.
3) Tahap Penyimpanan Sementara (Storage Phase)
Sampah yang dihasilkan dari industri dipisahkan antara B3 dan
Non B3.Setelah itu, untuk sampah Non B3 dibuang ke Tempat
pengelolaan sampah untuk dimanfaatkan kembali. Hal yang mendapat
perhatian dalam tahap penyimpanan ini adalah pemilihan tong atau
kontainer yang baik, penempatan dan pemeliharaannya, antara lain :
a. Tong atau kontainer sampah yang baik.
b.

Harus terbuat dari bahan yang kedap air

c.

Harus dalam konstruksi atau struktur yang kuat, sehingga tahan
terhadap perlakuan kasar atau tidak mudah rusak.

d. Tahan terhadap korosif
e. Diperlengkapi dengan tutup yang rapat
f.

Diberikan label dan warna yang berbeda sesuai jenis sampah

4) Pembuangan Akhir/Pemusnahan dan Pemanfaatan Kembali
Pembuangan atau pemusnahan akhir dapat dilakukan melalui
insenerator dan TPA. Selain itu, sampah juga dapat dimanfaatkan
kembali menjadi barang yang berguna sehingga dapat mengurangi
kuantitas sampah.
5.

Pencahayaan
A. Pengertian

Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja
yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

B. Persyaratan
Tabel 2.2
Baku Mutu Tingkat Intensitas Pencahayaan
Tingkat
Jenis Kegiatan

Pencahayaan

Keterangan

Minimal (lux)
Ruang penyimpanan &

Pekerjaan kasar
dan tidak terus

100

menerus
Pekerjaan kasar
& terus menerus
Pekerjaan rutin

200

300

peralatan/instalansi yang
memerlukan pekerjaan yang
kontinyu.
Pekerjaan dengan mesin dan
perakitan kasar.
R. administrasi, R. Kontrol,
pekerjaan mesin &
perakitan/penyusun.
Pembuatan gambar atau

Pekerjaan agak
halus

500

bekerja dengan mesin kantor
pekerja pemeriksaan atau
pekerjaan dengan mesin.
Pemilihan warna,

Pekerjaan halus

1000

pemprosesan tekstil,
pekerjaan mesin halus &

Pekerjaan amat

1500 Tidak

perakitan halus.
Mengukir dengan tangan,

halus

menimbulkan

pemeriksaan pekerjaan mesin

dan perakitan yang sangat

bayangan

halus.

3000 Tidak
Pekerjaan terinci

menimbulkan

Pemeriksaan pekerjaan,

perakitan sangat halus.
bayangan
Sumber KepMenKes RI No 1405/MenKes/Sk/XI/2002
C. Tata Cara Pelaksanaan
Agar pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan perlu
dilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Pencahayaan

alam

maupun

buatan

diupayakan

agar

tidak

menimbulkan kesilauan dan memilki intensitas sesuai dengan
peruntukannya.
b. Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau
bayangan.
c. Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan
untuk tidak menggunakan lampu neon.
d.

Penempatan bola lampu dapatmenghasilkan penyinaran yang
optimum dan bola lampu sering dibersihkan.

e. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.
6.

Kebisingan
A. Pengertian
Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No.Kep.Men
48/MENLH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan
dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak
dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat
menimbulkan ketulian.
B. Persyaratan

Tingkat pajanan kebisingan maksimal selama 1 (satu) hari pada
ruang proses adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3
Persyaratan Pajanan Kebisingan Maksimal Selama 1 Hari
N

Tingkat Kebisingan (dBA)

Pemaparan harian

1

85

8 jam

2

88

4 jam

3

91

2 jam

4

94

1 jam

5

97

30 menit

o

6
100
15 menit
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/Sk/Xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri
C. Tata Cara Pelaksanaan
Agar

kebisingan

tidak

mengganggu

kesehatan

atau

membahayakan perlu diambil tindakan sebagai berikut :
a. Pengaturan tata letak ruang harus sedemikian rupa agar tidak
menimbulkan kebisingan.
b. Sumber bising dapat dikendalikan dengan cara antara lain :
meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman
pohon, membuat bukit buatan, dan lain-lain.
7.

Getaran
A. Pengertian
Menurut Keputusan Mentri No. 51 Tahun 1999 getaran adalah
gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik
dari kedudukan keseimbangan. Sedangkan menurut Sugeng Budiono
tahun 2003, getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan
motor, sehingga pengaryhnya bersifat mekanis.
B. Persyaratan

Tingkat getaran maksimal untuk kenyamanan dan kesehatan
karyawan pada masing-maing ruangan lingkungan industri sebagai
berikut:

Tabel 2.4
Persyaratan Tingkat Getaran Maksimal
No

Frekuens

Tingkat Getaran Maksimal

.

i

(dalam mikron = 106 M)

1

4

>100

2

5

>80

3

6,3

>70

4

8

>50

5

10

>37

6

12,5

>32

7

16

>25

8

20

>20

9

25

>17

10

31,5

>12

11

40

>9

12

50

>8

13

63

>6

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/Sk/Xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri

C. Tata Cara Pelaksanaan
Agar getaran tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan
perlu diambil tindakan sebagai berikut :
a.

Melengkapi ruang kerja dengan peredam getar.

b.

Memperbaiki/memelihara sistem penahan getaran.

c.

Mengurangi getaran pada sumber, misalnya dengan memberi
bantalan pada sumber getaran.

8.

Radiasi
A. Pengertian
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang
dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya
(foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal
di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan,
alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain. Radiasi
dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau disebut juga dengan foton
adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan muatan listrik.
Misalnya adalah gamma dan sinar-X, dan juga termasuk radiasi tampak
seperti sinar lampu, sinar matahari, gelombang microwave, radar dan
handphone, (BATAN, 2008)
B. Persyaratan
Tingkat pajanan oleh radiasi medan listrik dan medan magnit listrik
adalah sebagai berikut :
1. Medan listrik :
a. Sepanjang hari kerja

: maksimal 10 kV/m.

b. Waktu singkat sampai dengan 2 jam per hari : maksimal 30 kV/m.
2.Medan magnit listrik :
a. Sepanjang hari kerja

: maksimal 0,5 mT
(mili Tesla).

b. Waktu singkat sampai dengan 2 jam per hari : 5 mT

C. Tata Cara Pelaksanaan
a. Pencegahan terhadap radiasi medan listrik
b. Merancang instalasi yang sesuai dengan peraturan
c. Menyediakan alat pelindung (isolasi) radiasi pada sumber
d. Pencegahan terhadap radiasi medan magnet listrik :
1. Lokasi perkantoran jauh/tidak berada dibawah Saluran
Udara Tegangan Tinggi (SUT) atau Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), jarak vertikal bangunan
dari sumber maksimal 10 m dan jarak horisontal minimal
20 m.
2. Untuk pengguna kabel umum tegangan menengah tidak
dipergunakan sebagai tempat kerja (20 kV)
9.

Vektor Penyakit
A. Pengertian
a. Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan,memindahka dan/atau
menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia.
b. Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang
ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin
sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan
penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak
masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit
tular vektor dapat dicegah.
B. Persyaratan
1)

Serangga penular penyakit
a.

Indeks lalat

: maksimal 8 ekor/fly grill (100 x 100 cm)
dalam pengukuran 30 menit.

b.

Indeks kecoa

: maksimal 2 ekor/plate (20 x 20 cm) dalam
pengukuran 24 jam.

c.

Indeks nyamuk Aedes aegypty container indeks tidak melebihi
5%.

2)

Tikus

Setiap ruang kerja industri harus bebas tikus.
C. Tata Cara Pelaksanaan
a. Pengendalian secara fisika
1) Konstruksi bangunan tidak memungkinkan masuk dan
berkembang biaknya vektor danreservoar penyakit kedalam
ruang kerja dengan memasang alat yang dapat mencegah
masuknya serangga dan tikus.
2) Menjaga

kebersihanlingkungan,

sehingga

tidak

terjadi

penumpukan sampah dan sisa makanan.
3) Pengaturan peralatan dan arsip secara teratur.
4) Meniadakan tempat perindukan serangga dan tikus.
b. Pengendalian dengan bahan kimia
Yaitu dengan melakukanpenyemprotan, pengasapan, memasang
umpan, membubuhkan abate pada tempat penampungan air bersih.
c. Pengendalian penjamu dengan listrik frekwensi tinggi.
d. Cara mekanik dengan memasang perangkap.
10.

Ruang dan Bangunan
A.

Persyaratan
Bangunan harus kuat, terpelihara, bersih dan tidak
memungkinkan terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan.
1.

Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata,
dan tidak licin, pertemuan antara dinding dengan lantai
berbentuk conus.

2.

Dinding harus rata, bersih dan berwarna terang, permukaan
dinding yang selalu terkena percikan air terbuat dari bahan yang
kedap air.

3.

Langit-langit harus kuat, bersih, berwarna terang, ketinggian
minimal 3,0 m dari lantai.

4.

Luas jendela, kisi-kisi atau dinding gelas kaca untuk masuknya
cahaya minimal 1/6 kali luas lantai.

11.

Toilet
A. Pengertian
Toilet adalah sarana sanitasi di industri yang meliputi kamar mandi,
WC, dan westafel yang disediakan atau dipergunakan oleh karyawan
selama jam kerja.
B. Persyaratan
Toilet karyawan wanita terpisah dengan toilet untuk karyawan pria.
Setiap industri harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban dan
peturasan minimal sepertipada tabel-tabel berikut :
a. Untuk Karyawan Pria :
Tabel 2.5
Persyaratan Jumlah Toilet Karyawan Pria
Jumlah

Jumlah

Kamar

Jamba

S/d 25

Mandi
1

n
1

26 s/d 50

2

2

No

Jumlah

.

Karyawan

1.
2.

Jumlah

Jumlah

Peturasan Wastafel
2

2

3

3

3.
51 s/d 100
3
3
5
5
Setiap penambahan 40-100 karyawan harus ditambah saru kamar mandi,
satu jamban, dan satu peturasan
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/Sk/Xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri
b.

Untuk karyawan wanita :
Tabel 2.6
Persyaratan Jumlah Toilet Karyawan Wanita

Jumlah Kamar Jumlah

Jumlah

S/d 20

Mandi
1

Jamban
1

Wastafel
2

2.

21 s/d 40

2

2

3

3.

41 s/d 70

3

3

5

4.

71 s/d 100

4

4

6

5.

101 s/d 140

5

5

7

No.

Jumlah Karyawan

1.

6.
141 s/d 180
6
6
8
Setiap penambahan 40-100 karyawan harus ditambah satu kamar mandi, satu
jamban, dan satu peturasan
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/Sk/Xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri
C. Tata Cara Pelaksanaan
a. Toilet harus dibersihkan minimal 2 kali sehari.
b. Tidak menjadi tempat berkembang biaknya serangga dan tikus.
12.

Instalasi
A. Pengertian
Instalasi adalah penjaringan pipa/kabeluntuk fasilitas listrik, air
limbah, air bersih, telepon dan lain-lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan industri.
B. Persyaratan
1)

Instalasi listrik, pemadam kebakaran,air bersih, air kotor, air
limbah, air hujan harus dapat menjamin keamanan sesuai dengan
ketentuan teknis yang berlaku.

2)

Bangunan kantor yang lebih tinggi dari 10 meter atau lebih tinggi
dari bangunan lain disekitarnya harus dilengkapi dengan penangkal
petir.

C. Tata Cara Peaksanaan
1) Instalasi untuk masing-masing peruntukan sebaiknya menggunakan
kode warna dan label

2) Diupayakan agar tidak terjadihubungan silang dan aliran balik
antara jaringan distribusi air limbah dengan air bersih sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3) Jaringan Instalasi agar ditata sedemikian rupa agar memenuhi
syarat estetika.
4) Jaringan Instalasi tidak menjadi tempat perindukan serangga dan
tikus.
5) Pengoperasian instalasi sesuai dengan prosedur tetap yang telah
ditentukan.
6) Konstruksi instalasi diupayakan agar sesuai dengan standard desain
yang berlaku.
13.

Makanan dan Minuman
A. Pengertian Makanan
Makanan menurut WHO merupakan semua substansi yang
diperlukan oleh tubuh kecuali air, obat, dan substansi lain yang
digunakan untuk pengobatan.
Makanan

menurut

Departemen

Kesehatan

(DEPKES)

merupakan semua keadaan baik dalam bentuk alami/buatan yang
dimakan kecuali air dan obat-obatan.
B. Syarat Bahan Makanan
a. Bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak, dan tidak
membusuk.
b. Bahan makanan berasal dari sumber resmi yang terawasi.
c. Bahan makanan kemasan, bahan tambahan makanan dan bahan
penolong memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
d. Bahan makanan terolah seperti mie instan, sarden, susu kental
sesuai persyaratan kesehatan.
e. Aman, bebas dari cemaran mikroorganisme, kimia dan fisik.
f. Tingkat kesegaran tertentu, nilai gizi dan cita rasa, ditunjukan
dengan penampilan warna alami, bau, rasa dan rabaan.

C. Pengaruh Lingkungan Terhadap Makanan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas makanan.Dari sudut kesehatan lingkungan pengaruh makanan dan
minumanterhadap kesehatan yang harus diperhatikan adalah peranan
makanan dan minuman sebagai vektor atau agen penyakit yang ditularkan
melalui makanan dan minuman . Makanan dan minuman disini secara
umum adalah semua bahan , baik dalam bentuk alamiah maupun buatan
kecuali air dan obat-obatan.(Depkes RI,1994)
Bermacam-macam penyakit dapat ditularkan melalui makanan ,oleh
karena keadaan lingkungan yang kurang baik . Faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi makanan dan minuman dapat digolongkan menjadi 3
golongan ,yaitu:
1. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisi meliputi air,tanah ,udara,dan suhu.
2. Lingkungan Kimia
Lingkungan kimia meliputi: Pestisida ,food additive(BTM),antibiotika
dan logam-logam.
3. Lingkunan Biologi
Lingkungan Biologi meliputi : jasad renik, tumbuh-tumbuhan,hewan
dan manusia . (Buckle,1987)
2.10 Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri menurut peraturan menteri tenaga kerja dan
transmigrasi republik indonesia nomor per.08/men/vii/2010 tentang alat
pelindung diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh
tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.
Kelebihan dan Kekurangan APD:
A. Kekurangan :
1) Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena meakai
APD yang kurang tepat dan perawatannya yang tidak baik

2) Fungsi dari APD ini hanya untuk mengurangi akibat dari kondisi
yang

berpotensi

menimbulkan

bahaya

bukan

untuk

menyelamatkan nyawa.
3) Tidak menjamin pemakainya bebas kecelakaan karena hanya
melindungi bukan mencegah
4) Cara pemakaian APD yang salah karena kurangnya pengetahuan
tentang penggunaan APD yang baik dan benar, APD yang tidak
memenuhi syarat standar karena perawatannya tidak baik dan
kualitasnya buruk .
5) APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu
6) APD yang mempunyai masa kerja tertentu,seperti kanister,filter
(digunakan untuk menahan frekuensi tertentu pada tahanan yang
berubah dan lain-lain ) dan penyerap (cartridge).
7) APD dapat menularkan penyakit bila dipaai bergantti-ganti
B. Kelebihan :
1) Mengurangi resiko akibat kecelakaan kerja yang terjadi baik
sengaja maupun tidak disengaja.
2) Melindungi seluruh / sebagian tuuhnya pada kecelakaan
3) Sebagai usaha terakhir apabila sistem pengendalian teknik dan
administrasi tidak berfungsi dengan baik
4) Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja di tempat kerja agar
terlindungi dari bahaya kerja.
1. Macam – macam Alat Pelindung Diri
A. Safety Helmet (Helm Pengaman )
Menurut surfey dan statistik, cedera di kepala terjadi akibat tidak
memakai helm. Cedera di kepala disebabkan karena benda atau objek
yang jatuh ke kepala. Bila kepala diantisipasi dengan pemakaian helm,
bahaya akan bisa dicegah. Memang sulit untuk mengantisipasi kapan
terjadinya cedera kepala. Oleh karena itu pemakaian helm ketika bekerja
pada suatu pekerjaan yang membutuhkan perlindungan kepala harus

selalu dilakukan. Helm yang dipakai harus tahan terhadap benda keras
dan fleksibel seperti shock breaker menahan goncangan.
B. Safety Gloves (sarung tangan pengaman)
Sarung tangan dapat melindungi dari terkena kontak langsung
dengan bahan beracun, dan melindungi tangan dan kulit dari terkena
material tajam atau menghindari lecek karena mengoperasikan alat.
Sebelum menggunakan sarung tangan, tangan harus bersih, kering, dan
periksa sarung tangan jangan sampai menimbulkan efek bahay pada
tangan.
C. Safety Shoes (Sepatu Pengaman)
Sepatu pengaman mencegah terjadinya cedera kaki akibat benda
jatuh, mecegah cedera terjepit benda berat, mencegah terjadinya ancaman
bahaya dari segala penjuru termasuk sengatan ular dan serangga berbisa,
paku, jarum, atau barang-barang tajam lainnya.
D. Safety Googles (Kacamata Pengaman)
Ada banyak macam desain safety goggles, akan tetapi harus
disesuaikan dengan indikasi pemakaian. Setiap jenis alat ada indikasi
tentang penggunaan alat untuk keperluan-keperluan tertentu. Penggunaan
alat ini untuk mencegah cedera dari arah depan dan berbagai jurusan.
Indikasi pemakaian biasanya untuk pengelasan atau welding, scaling,
grinding, pekerjaan kayu, operasi mesin, dan lain-lain. Frame kacamata
terbuat dari plastik.
E. Ear Plugs dan Ear Muff
Alat ini digunakan pada saat bekerja di tempat yang penuh dengan
suara bising atau intensitas suara tinggi seperti suara yang ditimbulkan
oleh mesin danlain-lain
 Ear Plugs bisa menahan hingga 10 - 15 dB
 Ear Muff bisa menahan antara 20 - 30 dB.
F. Body Protection (Pelindung Badan)

Baju Pelindung Badan ini digunakan untuk keperluan penanganan
bahan-bahan kimia berbahaya.
G. Safety Belt / Harness (Sabuk Pengaman dan Tali kekang )
Alat pengaman ini digunakan untuk bekerja di ketinggian seperti
pengecetan/perawatan/perbaikan gedung atau menara, penanganan listrik
di atas tiang, dan lain sebagainya.
H. Gas Respirators (Alat Pernafasan)
Alat pernafasan diperlukan dalam keadaan darurat yaitu apabila
udara terkontaminasi gas-gas berbahaya. Industri sebagaimana yang kita
ketahui, dapat menghasilkan kontaminan udara seperti kegiatan
welding/pengelasan, grinding, metal casting, polishing, spraying, dan
migas. Tipe-tipe kontaminan terdiri dari debu, mist, fume (uap logam
yang keluar ketika pengelasan, atau kegiatan pemanasan logam lainnya),
gas, vapor, asap, aerosol (gas hasil penyemprotan), dan lain-lain. Ada
banyak tipe respirator, yaitu; Air Purifer Respirator, Atmosphere supplied
respirator, dan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).
2.10

Faktor Lingkungan Kerja

1. Kebisingan
A. Definisi Kebisingan
Berdasarkan Keputusan Menteri Republik Indonesia NOMOR
1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkanttoran dan Industri, Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang
tidak

dikehendaki

sehingga

menggangggu

atau

membahayakan

kesehatan.
B. Gangguan Pendengaran
Gangguan

pendengaran

adalah

perubahan

pada

tingkat

pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan
normal, misalnya dalam memahami pembicaraan. Secara kasar, gradiasi
gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan
menggunakan parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut :

Normal
Sedang

: Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m)
: Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak >1,5

Menengah