Karakteristik Psikometri Tes Kraepelin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada beberapa tahun belakangan ini, penggunaan tes psikologi sudah
semakin banyak dan luas. Hampir setiap orang sudah mengenal tes psikologi atau
lebih dikenal dengan istilah psikotes.Tes psikologi awalnya hanya berfungsi
untukmengukur perbedaan antar individu atau perbedaan respon seorang individu
dalam situasi yang berbeda-beda.Saat ini, tes psikologi tidak hanya dipakai dalam
perencanaan pendidikan dan pekerjaan, tetapi juga mencakup seluruh aspek
kehidupan

manusia.Tes

psikologi

juga

digunakan

untuk


meningkatkan

pemahaman diri seseorang dan kemudian meningkatkan dirinya. Peserta tes akan
mendapatkan umpan balik dari hasil tes yang diikutinya untuk membantu dalam
proses pengambilan keputusan (Anastasi & Urbina, 1997).
Tes psikologi yang digunakan untuk fungsi yang berbeda-beda akan
mengukur atribut psikologis yang berbeda pula. Azwar (2012) membagi atribut
psikologis menjadi atribut kemampuan dan atribut bukan kemampuan. Atribut
kemampuan atau disebut juga atribut kognitif terbagi atas kemampuan potensial
dan kemampuan aktual. Kemampuan potensial terbagi lagi menjadi kemampuan
potensial umum dan khusus.Tes yang mengukur kemampuan potensial umum
biasanya disebut tes intelegensi. Tes ini berfungsi untuk mengetahui kapasitas
kognitif seseorang dan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah secara
umum. Kemampuan potensial khusus diukur dengan tes bakat.Tes bakat adalah
1
Universitas Sumatera Utara

2


tes yang mengukur kemampuan seseorang dalam bidang khusus dan mengukur
potensi yang dapat dikembangkan secara optimal.Kemampuan aktual diukur
dengan tes prestasi yang bertujuan melihat efek dari suatu program
pembelajaran.Tes kepribadian digunakan untuk mengukur atribut bukan
kemampuan. Dengan kata lain, tes ini berfungsi untuk mengetahui gambaran
kepribadian seseorang dalam berbagai konteks kehidupan.
Tes psikologi dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks kehidupan
manusia seperti pendidikan, pekerjaan dan juga klinis.Diantara ketiga jenis
konteks ini, tes psikologi paling banyak diaplikasikan dalam konteks pendidikan
dan pekerjaan.Dalam konteks pendidikan, tes psikologi digunakan untuk
identifikasi kecepatan belajar anak, seleksi masuk sekolah dan perguruan tinggi,
dan dalam pemilihan jurusan.Pada konteks pekerjaan, tes psikologi diterapkan
dalam

perekrutan,

penugasan,

promosi


dan

pemberhentian

karyawan

(Anastasi&Urbina, 1997).
Konteks pendidikan dan pekerjaan sangat bergantung pada tes psikologi.
Tujuan penggunaan tes psikologi dalam kedua konteks ini adalah untuk
menemukan prospek keberhasilan yang paling tinggi dalam pendidikan atau
pekerjaan yang akan dijalani. Tingkat keberhasilan seseorang dalam pendidikan
atau pekerjaan akan semakin tinggi apabila sesuai dan cocok dengan individu itu
sendiri. Anastasi dan Ubina (1997) juga menyatakan bahwa keputusan mengenai
pendidikan dan pekerjaan seseorang ditentukan berdasarkan hasil dari tes
psikologi yang diikutinya.

Universitas Sumatera Utara

3


Terdapat berbagai jenis tes yang digunakan dalam bidang pendidikan dan
pekerjaan seperti tes kepribadian, intelegensi, dan bakat. Sesuai dengan tujuan
penggunan tes psikologi dalam kedua konteks ini, tes bakat paling baik digunakan
untuk melihat apakah seseorang akan cocok dengan pendidikan atau pekerjaan
tertentu. Hal ini dikarenakan tes bakat berfungsi untuk mengukur potensi optimal
seseorang untuk belajar dan kemungkinan seseorang untuk sukses dalam
pekerjaan tertentu (Kaplan & Saccuzzo, 2005; Japar, 2013).
Anastasi & Urbina (1997) menyatakan bahwa tes bakat adalah tes yang
khusus

dikembangkan

untuk

penggunaan

di

bidang


pendidikan

dan

pekerjaan.Sebagai tes yang akan membantu pengambilan keputusan dalam kedua
ranah ini, tentunya alat ukur yang mengukur bakat individu harus memberikan
hasil yang tepat dan akurat. Munandir (dalam Japar, 2013) juga menyatakan
bahwa usaha untuk menemukan, mengenal, dan memahami bakat seseorang
sangatlah penting. Berbagai usaha untuk menemukan bakat seseorang telah
banyak dilakukan para ilmuwan dengan mengembangkan berbagai jenis tes bakat.
Secara garis besar, tes bakat terbagi menjadi multiple aptitude batteries yaitu tes
yang dapat mengukur beberapa kemampuan khusus sekaligus dan tes bakat
khusus.Contoh tes multiple aptitude batteries yang digunakan di Indonesia adalah
Differential Aptitude Test (DAT), General Attitude TestBattery(GATB),Flanagan
Aptitude Classification Test (FACT), dan contoh tes bakat khusus adalah tes

Kraepelin dan tes Pauli.
Tes yang menarik perhatian peneliti untuk diteliti adalah tes Kraepelin.Hal
ini dikarenakan tes ini masih digunakan hingga saat ini namun belum ada


Universitas Sumatera Utara

4

penelitian terbaru mengenai keberfungsian tes Kraepelin setelah sekian lama. Jika
dibandingkan dengan tes-tes bakat yang lain, tidak banyak peneliti yang
melakukan penelitian untuk melihat apakah tes Kraepelin ini masih baik untuk
digunakan atau tidak. Padahal, tes ini masih sering dimasukkan dalam serangkaian
tes psikologi khususnya dalam tes seleksi masuk sekolah dan dalam konseling
kejuruan.Beberapa perusahaan tertentu dalam seleksi karyawannya juga ada yang
meminta menggunakan tes ini.
Tes Kraepelin masih digunakan hingga saat ini bukan tanpa alasan.Tes ini
memiliki banyak kelebihan.Tes ini dapat diberikan kepada siapa saja karena isi
tesnya hanya berupa perhitungan aritmatika sederhana. Perhitungan aritmatika
menurut Matsumoto (2008) merupakan proses psikologis manusia yang
universal.Penggunaan angka yang universal dalam tes menjadi salah satu
kelebihan

tes


Kraepelin

dibandingkan

dengan

tes

yang menggunakan

bahasa.Penggunaan bahasa dalam tes akan menimbulkan makna berbeda karena
biasanya bahasa terjemahan tidak benar-benar memiliki makna yang setara
dengan bahasa aslinya (Fitriani, 2012).
Tes Kraepelin juga memiliki kelebihan dibandingkan tes Pauli yang
tergolong dalam kategori tes bakat khusus seperti tes Kraepelin.Tes Pauli
mengukur lebih banyak faktor dibandingkan tes Kraepelin. Akan tetapi, tes ini
lebih singkat dan sederhana dibandingkan dengan tes Pauli. Pada beberapa situasi,
penggunaan tes ini akan lebih efektif daripada tes Pauli. Selain itu, peneliti
memilih tes Kraepelin untuk diteliti karena penelitian mengenai tes Pauli telah


Universitas Sumatera Utara

5

banyak dilakukan sedangkan tidak terdapat penelitian terbaru mengenai tes
Kraepelin sejak tahun 1960-an.
Tes Kraepelin adalah tes yang diciptakan Emil Kraepelin, seorang
psikiatris asal Jerman pada akhir abad 19. Pada awalnya, tes ini dibuat oleh
Kraepelin untuk digunakan sebagai tes kepribadian dalam setting klinis. Dalam
perkembangannya hingga saat ini, tes ini telah berubah menjadi tes bakat yang
digunakan dalam bidang psikologi industri organisasi, psikologi pendidikan,
psikologi klinis dan bidang lain yang membutuhkan(Attamimi, 1984).
Tes Kraepelin yang dipakai di Indonesia juga bukanlah tes yang sama
persis disusun oleh Kraepelin. Tes ini sering juga disebut tes koran.Tes yang
dipakai di Indonesia adalah hasil modifikasi oleh Fakultas Psikologi Universitas
Gajahmada (UGM) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI).Tes ini
sudah digunakan dari sebelum tahun 1965 hingga sampai saat ini. Tes Kraepelin
yang telah dimodifikasi di Indonesia digunakan untuk

mengukur performa


maksimum seseorang (Japar, 2013).Hal ini dilakukan dengan mengukur empat
fakor yaitu : kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja
(Attamimi, 1984 ; Mangunsong, dkk., 1993 ; Japar, 2013).
Sebuah tes yang awalnya berasal dari luar negeri, ketika akan digunakan di
Indonesia

akan

membutuhkan

pengujian

kelayakan

guna

terlebih

dahulu.Pengujian kelayakan guna terdiri dari pengujian validitas dan reliabilitas

untuk masing-masing faktor di atas yaitu kecepatan kerja,ketelitian kerja,
keajegan kerja dan ketahanan kerja. Pengujian validitas telah dilakukan oleh
beberapa peneliti diantaranya

Arief Wangsa (1965) di Yogyakarta dengan

Universitas Sumatera Utara

6

validitas masing-masing 0.54, 0.57, 0.52, 0.40; Darochim Effendi (1966) di
Magelang dengan koefisien validitas masing-masing 0.47 , 0.58, 0.32 , 0.33 ; Ang
Hwa Lie (1967) di Gresik dengan koefisien validitas 0.49, 0.42, 0.60, 0,42.
Penelitian reliabilitas juga pernah dilakukan pada tahun 1967 oleh Thukul Santosa
di Magelang dengan koefisien reliabilitas masing-masing 0.875 , 0.758, 0.870,
0.912 (Attamimi, 1984).
Tes Kraepelin dilihat berdasarkan teori kemampuan mental primer
Thurstonemengukur faktor

primernumber


atau angka.Tes ini

mengukur

kemampuan seseorang menggunakan angka dengan cepat dan teliti (Mangunsong,
dkk., 1993). Pada era perkembangan teknologi ini, kecanggihan teknologi
kalkulator juga dapat dihubungkan dengan tingkat kemampuan numerik
seseorang.Penggunaan

kalkulator ditemukan dapat menurunkan kemampuan

dasar berhitung pada anak (McCauliff, 2004) dan juga meningkatkan sikap positif
seseorang terhadap matematika(Ellington, 2003). Pada tahun 1980-an, kalkulator
mulai banyak digunakan di dalam kelas. Hal ini kemudian juga mempengaruhi
proses belajar mengajar pada sekolah yang awalnya menekankan kemampuan
berhitung manual anak (McCauliff, 2004). Berdasarkan komunikasi personal
dengan beberapa guru matematika, peneliti juga memperoleh informasi adanya
penurunan

kemampuan

berhitung

murid-murid

sekarang.Dengan

adanya

perubahan pada kemampuan numerik seseorang saat ini, maka sangat
memungkinkan tes Kraepelin juga tidak lagi melakukan pengukuran sebagaimana
mestinya.

Universitas Sumatera Utara

7

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
diketahui bahwa tes Kraepelin cukup baik karena memiliki validitas dan
reliabilitas yang tinggi untuk mengukur keempat faktor yang diukurnya. Akan
tetapi, penelitian mengenai validitas dan reliabilitas tes Kraepelin ini dilakukan
pada tahun 60-an dan sudah lebih dari 50 tahun yang lalu. Hingga saat ini, belum
ada penelitian baru yang mengujikembali validitas dan reliabilitasnya.
Tes Kraepelin sebagai tes yang sudah lama ada dan masih digunakan
seharusnya dianalisa secara berkala untuk melihat apakah tes ini masih baik atau
tidak.Apabila kualitas tes sudah menurun,saran tes sebaiknya dipertimbangkan
lagi untuk menghindari kesalahan pengambilan keputusan.Akan tetapi, jika
kualitas tes Kraepelin masih baik, maka tes dapat terus digunakan.Selain itu,
penggunaan tes Kraepelin juga dapat direkomendasikan kepada para praktisi
karena masih berkualitas baik, dan mempunyai berbagai kelebihan yang telah
disebutkan sebelumnya.
Sebuah tes dikatakan berkualitasbaik apabila hasil pengukuran dari tes
tersebut tepat, bermakna dan dapat digunakan dalam proses pengambilan
keputusan. Untuk menentukan kualitas sebuah tes, dapat dilihat dari validitasnya
yaitu derajat seberapa tinggi bukti-bukti dan teori yang ada mendukung intepretasi
dari hasil skor sebuah tes (Osterlind, 2010).Validitas dari tes Kraepelin sudah
pernah diuji beberapa kali pada tahun 1960-an dan hasilnya menunjukkan bahwa
validitas tes Kraepelin cukup baik. Saat ini, sangat memungkinkan bahwa
validitas dari tes Kraepelin telah berubah karena waktu penggunaannya yang
sudah lama. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Osterlind (2010) bahwa hasil

Universitas Sumatera Utara

8

penelitian mengenai kualitas sebuah tes sangat rentan berubah seiring berubahnya
waktu, maka validitas tes Kraepelin harus diuji kembali untuk melihat kualitas tes
ini pada penggunaannya sekarang.
Terdapat beberapa jenis bukti yang dapat digunakan untuk menguji
validitas sebuah tes, di antaranya yaitu bukti validitas berdasarkan konten tes,
proses respon, struktur internal, variabel lain dan pertimbangan eksternal
(Osterlind, 2010). Berdasarkan konten tes, bentuk dan isi tes Kraepelin masih
sama sejak pertama kali digunakan di Indonesia 50-an tahun yang lalu. Meskipun
bentuk dan isi tes ini masih sama hingga sekarang, sangatlah penting untuk
memastikan apakah tes ini memang masih mengukur keempat faktor yang telah
disebutkan sebelumnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menguji struktur internal
sebuah tes. Menguji struktur internal dari sebuah alat tes artinya membandingkan
antara hasil tes peserta dengan apa yang seharusnya diukur tes tersebut
berdasarkan struktur yang telah ada(Coaley, 2010). Respon subjek terhadap setiap
faktor akan langsung diuji terhadap faktor-faktor dalam testersebut.
Pengujian validitas tes Kraepelin tidak melibatkan proses respon
aitemkarena intepretasi hasil tes ini tidak dipengaruhi cara seseorang dalam
merespon tes. Hasil tes Kraepelin juga tidak dibandingkan dengan hasil dari tes
yang lain untuk menghindari kesalahan kriteria yang mungkin akan muncul. Suatu
tes akan dikatakan valid apabila hasil dari faktor-faktor dalam tes itu memang
benar mengukur atribut yang diukur tes tersebut (Osterlind, 2010). Tes Kraepelin
akan disebut valid apabila hasil dari tes ini memang terbukti masih mengukur
bakat berdasarkan kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan

Universitas Sumatera Utara

9

kerja. Jika tidak, maka tes Kraepelin telah berubah fungsi mengukur atribut yang
lain.
Sebuah tes yang berkualitas baik juga harus memiliki konsistensidalam
pengukuran.Pengguna tes harus melihat kestabilanskor dari beberapa pengukuran
parallel yang dilakukan secara acak, yang disebut reliabilitas tes (Osterlind, 2010).
Marnat (2003) menyatakan bahwa sebuah tes harus dilihat reliabilitasnya dari
derajat kestabilan, konsistensi, prediktabilitas dan akurasinya. Reliabilitas sebuah
tes juga harus diuji secara berkala karena berubah sesuai dengan tujuan, waktu
dan konteks penggunaan tes (Osterlind, 2010). Penelitian reliabilitas tes Kraepelin
yang terakhir dilakukan pada tahun 1967. Dengan selang waktu lebih dari 50
tahun, reliabilitas tes Kraepelin mungkin telah berubah. Oleh karena itu,
reliabilitas tes Kraepelin juga harus diuji kembali.
Berdasarkanpemaparan di atas, peneliti memilih tes Kraepelin untuk
dianalisa karakteristik psikometrisnya yang berupa validitasberdasarkan bukti
struktur internal dan reliabilitasnya .Hal ini sangat penting karena belum ada
pengujian karakteristik psikometrisnya untuk waktu yang sangat lama, padahal
masih sering digunakan.Peneliti ingin melihat apakah tes Kraepelin masih valid
dan reliabel dalam menggambarkan bakat ditinjau darifaktor kecepatan kerja,
ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja, guna melihat apakah tes ini
masih baik untuk digunakan atau tidak.

B. Rumusan Masalah

Universitas Sumatera Utara

10

Peneliti melihat perlunya dilakukan pengujian ulang terhadap validitas dan
reliabilitas dari tes Kraepelin.Pengujian validitas serta

reliabilitas yang

sebelumnya dilakukan sudah lebih dari lima puluh tahun yang lalusehingga sangat
penting untuk melihat apakah tes ini masih baik untuk digunakan sekarang.
Peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini dalam dua pertanyaan, yaitu :
1. Berapakah nilai koefisien reliabilitas tes Kraepelin?
2. Apakah tes Kraepelinterbukti valid berdasarkan struktur internal tes untuk
mengukur bakat melalui faktor kecepatankerja, ketelitian kerja, keajegan
kerja, dan ketahanan kerja?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk melihat apakah tes Kraepelin masih
baik digunakan untuk mengungkap bakatmelalui faktor kecepatan, ketelitian,
keajegan dan ketahanan kerja dengan menguji validitas dan reliabilitasnya.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi teoritis maupun
dari segi praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagiilmu psikologi
dalam hal

pengkajian alat ukur dan juga untuk melengkapi karakteristik

psikometris dari tes Kraepelin.
2. Manfaat Praktis

Universitas Sumatera Utara

11

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada para
praktisi sebagai pengguna tes mengenai karakteristik tes Kraepelin. Informasi ini
dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan sebelum menggunakan tes ini
khususnya dalam praktek konseling pendidikan maupun pekerjaan.

E. Kerangka Berpikir
Tes
Psikologi

Kelebihan :
Tes
Prestasi

Tes
Intelegensi

Tes Bakat
Ganda

DAT

FACT

Tes
Bakat

Tes
Kepribadian

Untuk pengambilan
keputusan selanjutnya

Tes Bakat
Khusus

GATB

Pauli
Tes berhitung
Kraepelin

Paling sesuai digunakan
di bidang pendidikan dan
pekerjaan

Kelebihan :
Menggunakan
perhitungan aritmatika
sederhana
Bisa digunakan siapa
saja
Proses psikologis
universal
Angka bersifat
universal
Tidak bias
Lebih singkat

Masuk ke
Indonesia oleh
UGM & UI

Alasan :

Terakhir
dilakukan pada
tahun 1960an

Dilakukan
pengujian
ulang

Karakteristik Psikometri tes
Kraepelin

Belum ada penelitian
terbaru sejak 50-an
tahun yang lalu
Tes masih digunakan

Universitas Sumatera Utara

12

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah :
Bab I

: Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka berpikir penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.
Bab II

: Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan teori mengenai sejarah perkembangan Tes Kraepelin, penelitian
tentang tes Kraepelin, teori mengenai validitas dan reliabilitas, serta karakteristik
psikometri Tes Kraepelin.
BabIII

: Metode Penelitian

Bab ini berisikan mengenai metode penelitian yaitu jenis penelitian, data dalam
penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian, metode pengumpulan data, dan
analisis data.
Bab IV

: Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisikan gambaran subjek penelitian, deskripsi hasil analisis validitas dan
reliabilitas, serta pembahasan mengenai seluruh hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini.
Bab V

: Kesimpulan dan Saran

Universitas Sumatera Utara

13

Bab ini berisikan kesimpulan mengenai hasil yang diperoleh dari analisis data,
saran metodologis untuk penelitian berikutnya dan saran praktis bagi para praktisi
yang mau menggunakan tes Kraepelin dalam prakteknya.

Universitas Sumatera Utara