Karakteristik Psikometri Tes Kraepelin

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anastasi, A. &Urbina, S. (1997). Psychological Testing (7th edition). New Jersey:

Prentice-Hall

Attamimi, N. (1984). Informasi Tes :Tes Kraepelin. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM

Azwar, S. (2010).Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2012).Penyusunan Skala Psikologi (Edisi II). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2013).Dasar-Dasar Psikometri.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cudeck, R. (2000). Exploratory Factor Analysis dalam Tinsley. H.E. & Brown, S.D,Handbook of Applied Multivariate Statistics and Matheatical

Modelling, hal. 265-96. San Diego : Academic Press

Coaley, K. (2010).An Introduction to Psychological Assessment and

Psychometrics.London: Sage Publication Ltd.

Ellington, A.J.(2003). A Meta-Analysis of the Effects of Calculators on Students’

Achievement and Attitude Levels in Precollege Mathematics Classes.Journal for Research in Mathematics Education, 34 (5), 433-463

Fitriani, W. (2012) Bias Budaya dalam Tes Psikologi.Ditinjau dari Aspek Testee

dan Alternatif Solusinya.Ta’dib, Vol 15 (2)

Indrawati. S. W. (Tanpa Tahun). Tes Psikologi (Tes Kraepelin). [Online]. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195010101980022-SITI_WURYAN_INDRAWATI/TES_KRAEPELIN.pdf. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2015.

Japar, M. 2013. Pemahaman Individu : Teknik Tes ( Sebagai Pijakan Layanan

Bimbingan Konseling). Magelang : UPT Perpustakaan Universitas

Muhammadiyah Magelang

Kano, Y. &Azuma, Y.(2003).Use of SEM Programs to Precisely Measure Scale

Reliability. New Development in Psychometrics, SpringerVerlag,141-148

Kaplan, R. M. & Saccuzzo D. P. (2005).Psychological Testing: Principles,

Applications, and Issues (Sixth Edition). Belmont: Thomson Wadsworth.

Mangunsong, F., dkk, 1993. Psikodiagnostik Pendidikan. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia


(2)

Marnat, G.G. (2003). Handbook of Psychological Assessment (Fourth

edition).John Wiley & Sons, Inc.

Matsumoto, D. & Juang, L. (2008).Culture&Psychology (4th Edition). Thomson

Wadsworth

McCauliff, E. ( 2004). The Calculator in the Elementary Classroom : Making a

Useful Tool out of an Ineffective Crutch. Journal of Graduate Studies of Vilanova University, 27, 1-13

Osterlind, S. J. (2010). Modern Measurement: Theory, Principles, and

Applications of Mental Appraisal (Second Edition). United States of

America:Pearson Education, Inc.

Padilla J. &Benitez,I.(2014).ValidityEvidence Based on Response Process.

Psicothema, 26 (1) , 136-144

Suhr, Diana D. (2005). Principal Component Analysis vs. Exploratory Factor

Analysis.Sugi 30. Paper 203-30

Sukadji, S. (1993).Kecepatan Kerja dan Ketelitian Kerja yang Diukur Menggunakan Tes Kraepelin dan Hubungannya Dengan Berhintung dan Minat Hitung-Menghitung pada Siswa Kelas 1 SLTA.Jurnal Psikologi, XX (1)

Trninić, V, dkk. (2013). Appropriateness and Limitations of Factor Analysis

Methods Utilised in Psychology and Kinesiology - Part 2. Physical Culture, 67(1): 5-17

Wijanto, S. H. (2008). Structural equation modeling dengan lisrel

8.8.Yogyakarta: Graha Ilmu

Wolf, dkk. (2013). Sample Size Requirements for Structural Equation Models: An

Evaluation of Power, Bias and Solution Propriety. Educ Psychol Meas,


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif.Azwar(2010) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif menekankanpada data angka dengan jumlah sampel besar yang kemudian diolah dengan metode statistika.Analisis karakteristik psikometris tes Kraepelin menggunakan data dari respon subjek setelah mengikuti tes.Sebagai tes bakat, penilaian tes Kraepelin menggunakan pendekatan kuantitatif sehingga data yang diperoleh dalam bentuk angka.Selain itu, penelitian deskriptif menurutAzwar adalah penelitian yang menggambarkan secara akurat fakta dan karakterisitik suatu populasi atau bidang tertentu. Fakta-fakta yang ada dianalisis dan disajikan dalam bentuk yang lebih sistematik sehingga mudah dimengerti dan dibuat kesimpulan.Penelitian ini tegolong penelitian deskriptif karena mendeskripsikan kualitas tes Kraepelin sebagai tes bakat dalam mengukur kecepatan, ketelitian, keajegan, dan ketahanan kerja.

B. Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data berupa hasil tes Kraepelin yang diperoleh dari beberapa biro psikologi dan perusahaan.Sesuai dengan yang diungkapkan Comrey&Lee (dalam Trninić, dkk., 2013) bahwa jumlah sampel minimal untuk analisis faktor adalah 500 subjek. Semakin banyak sampel yang digunakan, akan


(4)

semakin baik validitas dan reliabilitasnya. Oleh karena itu, jumlah data yang dianalisis pada penelitian iniadalah 518 data.

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Mengkaji Literatur

Hal pertama yang dilakukan peneliti adalah mengkaji literatur-literatur yang ada mengenai topik yang akan diteliti yaitu mengenai Tes Kraepelin. Peneliti juga mencari literatur yang menjelaskan mengenai pengujian karakteristik psikometris pada tes Kraepelin yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya, peneliti mengkaji literatur-literatur yang membahas mengenai berbagai cara pengujian karakteristik psikometri yang berupa validitas dan reliabilitasnya.

2. Membuat Proposal Penelitian

Setelah peneliti menemukan materi yang dibutuhkan, peneliti membuat proposal penelitian yang berisikan rancangan penelitian yang akan dilakukan. Proposal ini terdiri dari 3 bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka dan metode penelitian.

3. Mengurus Izin Penelitian

Setelah rancangan penelitian selesai dibuat, maka peneliti akan mengurus surat izin melakukan penelitian dan pengambilan data. Surat izin tersebut kemudian akan ditujukan pada ketua dari masing-masing biro, instansi, dan perusahaan tempat peneliti akan mengambil data penelitian.


(5)

4. Menganalisis data

Setelah memperoleh semua data tes Kraepelin yang dibutuhkan, analisis data akan mulai dilakukan. Data yang diperoleh disusun secara sistematis dalam tabel dengansoftware Microsoft Excel 2010. Analisis validitas dan reliabilitas kemudian dilakukan dengan menggunakan program LISREL 8.8for Windows.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi untuk memperoleh data sekunder.Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak kedua, biasanya dari pihak berwenang (Wijanto, 2008). Pada penelitian ini, data akan diperoleh dari unit P3M Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, biro psikologi Humanika Consulting dan PT. Inti Indosawit Subur.

E. Analisis Data 1. Anilisis Validitas

Penelitian ini akan menguji validitias tes Kraepelin berdasarkan bukti struktur internal dengan analisis faktor konfirmatori atau yang biasa disebut CFA (Confirmatory Factor Analysis). Metode yang digunakan untuk melihat apakah skor yang diperoleh dari tes Kraepelin memangmasih mengukur keempat faktor dari tes ini adalah Structural Equation Model (SEM). SEM adalah metode

multivariate untuk menganalisa dimensi laten dari data psikologis yang dapat

digunakan untuk menguji struktur sebuah tes (Osterlind, 2010). Dengan analisa SEM, dapat diperoleh estimasi terhadap beberapa persamaan regresi yang terpisah


(6)

tetapi saling berhubungan satu sama lain. Metode SEM juga dapat menunjukkan konsep yang tidak tampak melalui variabel laten dan hanya bisa diperkirakan melalui variabel tampak (Wijanto, 2008).

Adapun tahapan penggunaan SEM untuk melakukan CFA menurut Wijanto (2008) adalah sebagai berikut

a. Spesifikasi model

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menspesifikasikan model penelitian yang akan dianalisis. Spesifikasi dilakukan dengan menentukan variabel laten dan variabel tampak yang ada dalam penelitian serta hubungan antar variabel. Selanjutnya, hubungan antara variabel laten dan variabel tampak digambarkan dalam path diagram (Wijanto, 2008).

b. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui data sekunder, data yang diperoleh dari

database yang telah ada, sesuai dengan spesifikasi model yang telah ditentukan.

c. Pembuatan program SIMPLIS dan menjalankannya

Berdasarkan spesifikasi model dan data yang telah ada, program SIMPLIS dibuat dan dijalankan dengan program LISREL 8.8.

d. Analisis keluaran program SIMPLIS

Analisis terhadap hasil keluaran program SIMPLIS yang telah dijalankan terdiri dari :

1) Memeriksa adanya offending estimate, seperti negative error variance dan

standardized loading factor yang nilainya lebih besar dari 1, serta nilai standard error yang sangat besar.


(7)

2) Menganalisis validitas model pengukuran dengan memeriksa nilai t dari

standardized loadingfactor dari setiap faktor harus ≥ 1,96 dan standardized loading factor (λ) harus ≥ 0,70.

3) Menguji Goodness Of Fit (GOF) atau kecocokan keseluruhan model pengukuran dengan memeriksa nilai-nilai yang tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Ukuran-ukuran GOF

Ukuran GOF Tingkat Kecocokan yang Bisa Diterima

Goodness-of-FitIndex

(GFI)

Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

GFI ≥ 0.90 adalah good-fit, sedangkan 0.80 ≤ GFI < 0.90 adalah marginal fit. Root Mean Square Error

of Approximation

(RMSEA)

Rata-rata perbedaan per degree of

freedom yang diharapkan terjadi dalam

populasi dan bukan dalam sampel.

RMSEA≤0.08 adalah good fit,

sedangkan RMSEA < 0.05 adalah close

fit. Tucker-Lewis Index atau

Non-Normed Fit Index

(TLI atau NNFI)

Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

TLI ≥ 0.90 adalah good-fit, sedangkan 0.80 ≤ TLI < 0.90 adalah marginal fit. Normed Fit Index (NFI) Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai

lebih tinggi adalah lebih baik.

NFI ≥ 0.90 adalah good-fit, sedangkan 0.80 ≤ NFI < 0.90 adalah marginal fit.

Adjusted Goodness of Fit

(AGFI)

Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik.

AGFI ≥ 0.90 adalah good-fit, sedangkan 0.80 ≤ AGFI < 0.90 adalah marginal fit.

Sumber: Wijanto (2008)

4) Menganalisis reliabilitas model pengukuran dengan melihat nilai construct

reliability (CR) dan variance extracted (VE) dari nilai-nilai standardized loading factor dan error variances.


(8)

2. Analisis Reliabilitas

Analisis reliabilitas melalui SEM menggunakan ukuran reliabilitas komposit dan ukuran ekstrak varian. Reliabilitas komposit suatu konstruk dihitung sebagai:

...(9)

Keterangan:

Std.loading = standardized loadings

= kesalahan pengukuran

Ukuran ekstrak varian (variance extracted) dapat dihitung dengan formula: ...(10)

atau

...(11) Keterangan:

Std.loading = standardized loadings

= kesalahan pengukuran N = jumlah variabel tampak

Pada penelitian ini, nilai construct reliability (CR) dan variance extracted (VE) diperoleh bersamaan dengan analisis validitas melalui SEM yang dibantuprogram LISREL 8.8forWindows.Reliabilitas model yang baik tercapai jika CR 0,70 dan VE ≥ 0,50. Tes Kraepelin dapat dikatakan reliabel jika memiliki nilai CR 0,70 dan nilai VE 0,50.


(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 518 orang. Subjek penelitian diambil dari populasi peserta tes Kraepelin yang berusia antara 15 hingga 44 tahun, dan tidak dibatasi oleh jenis kelamin, agama, suku, tingkat pendidikan ataupun usia subjek. Peneliti memperoleh data penelitian dengan metode data sekunder dari pihak lain yang berwenang. Sebagian besar data yang diperoleh peneliti tidak memiliki data demografis subjek yang lengkap. Hal ini menyebabkan informasi mengenai subjek penelitian yang dapat diberikan hanya berupa jenis kelamin.

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Subjek penelitian terdiri dari 385 orang pria dan 133 orang wanita. Data jenis kelamin dari subjek penelitian disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Pria 385 74,32%

Wanita 133 25,68%


(10)

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kecepatan Kerja, Ketelitian Kerja, Keajegan Kerja dan Ketahanan Kerja

a. Deskripsi Subjek Berdasarkan Kecepatan Kerja, Ketelitian Kerja, Keajegan Kerja danKetahanan Kerja

Nilai kecepatan kerja dari subjek penelitian berada di antara 6,75 sampai dengan 43,3 dengan rata-rata 22,97 dan standar deviasi sebesar 6,8. Nilai ketelitian kerja yang paling sedikit adalah 0 sedangkan nilai terbanyak adalah 67. Rata-rata nilai ketelitian kerja subjek penelitian adalah 3,88 dengan standar deviasi 7,4.

Keajegan kerja subjek yang dicapai subjek berada dalam rentang 4 sampai 45,dengan rata-rata 13,16 dan standar deviasi 5,22. Nilai ketahanan kerja dari seluruh subjek penelitian berada di antara -13,96 sampai 15,89. Rata-ratanilai ketahanan kerja subjek penelitian sebesar 0,89 dan standar deviasi 3,19. Statistik deskriptif keempat faktor yang diperoleh dari 518 subjek disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Statistik Deskriptif Nilai Kecepatan Kerja,Ketelitian Kerja, Keajegan Kerja dan Ketahanan Kerja

Faktor Nilai

Minimum

Nilai

Maksimum Rata - Rata

Standar Deviasi

Kecepatan Kerja 6,75 43,3 22,97 6,8

Ketelitian Kerja 0 67 3,88 7,4

Keajegan Kerja 4 45 13,16 5,22

Ketahanan Kerja -13,96 15,89 0,89 3,19

b. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Kecepatan Kerja, Ketelitian Kerja, Keajegan Kerja dan Ketahanan Kerja

Nilai yang diperoleh masing-masing subjek penelitian dikategorisasikan dengan proporsi distribusi tidak normal karena penyebaran data pada penelitian


(11)

tidak normal. Kategorisasi subjek dilakukan berdasarkan signifikansi perbedaan data.Setiap faktor yang diukur tes Kraepelin terdiri dari tiga kategori nilai, yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Nilai yang tergolong kategori tengah ditentukan berdasarkan rumus:

µ - t(α/2, n-1)(SD/ ) ≤ X ≤ µ + t(α/2, n-1)(SD/ )

Pada kategorisasiberdasarkan faktor kecepatan kerja, subjek yang termasuk dalam kategori rendah sebanyak 45,94%, kategori sedang sebanyak 9,27% dan kategori tinggi sebanyak44,79%. Berdasarkan ketelitian kerja,21,62% subjek memiliki ketelitian kerja rendah, 6,95% subjek memiliki ketelitian kerja dengan tingkat sedang dan 71,43%subjek memiliki ketelitian kerja yang tinggi.. Dilihat dari keajegan kerja subjek penelitian,37,07% subjek memiliki memiliki keajegan yang rendah, 9,65% subjek memiliki keajegan kerja sedang dan 53,28% subjek memiliki keajegan kerja yang tinggi. Berdasarkan nilai ketahanan kerja yang diperoleh subjek, 47,88% subjek memiliki ketahanan kerja rendah, 6,95% subjek memiliki ketahanan kerja sedang dan 45,17% subjek memiliki ketahanan kerja tinggi.Gambaran subjek berdasarkan nilai kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja disajikan dalam tabel 4.


(12)

Tabel 4. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Nilai Kecepatan Kerja,Ketelitian Kerja Kesalahan, Keajegan Kerja dan Ketahanan Kerja

Faktor Rentang Nilai Kategori Jumlah / Persentase Kecepatan Kerja

X < 22,38 Rendah 238/ 45,94% 22,38 ≤ X ≤ 23,55 Sedang 48 / 9,27%

X >23,55 Tinggi 232 / 44,79% Ketelitian Kerja

X >4,52 Rendah 112 / 21,62% 3.24 ≤X ≤ 4,52 Sedang 36 / 6,95%

X <3.24 Tinggi 370 / 71,43% Keajegan Kerja

X >13,61 Rendah 192 / 37,07% 12,71 ≤X ≤ 13,61 Sedang 50 / 9,65%

X <12,71 Tinggi 276 / 53,28% Ketahanan Kerja

X < 0,62 Rendah 248 / 47,88%

0,62≤ X ≤ 1.16 Sedang 36 / 6,95%

X >1.16 Tinggi 234 / 45,17%

B. Deskripsi Hasil

1. Analisis Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal

Validitas tes Kraepelin berdasarkan bukti struktur internal dianalisis dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori atau yang biasa disebut CFA. Peneliti melakukan analisis CFA dengan menggunakan program LISREL 8.8 for

Windows student edition. Dalam melakukan analisis ini, peneliti terlebih dahulu

melakukan uji kecocokan model, dan kemudian mengevaluasi nilai t serta muatan faktor pada setiap faktor yang diukur tes Kraepelin.

a. Uji Kecocokan Model

Uji kecocokan model dilakukan dengan memeriksa apakah nilai GOF model yang diajukan memperoleh nilai yang baik. Nilai GOF model didapatkan dari analisis program LISREL 8.8 setelah peneliti melakukanbeberapa modifikasi bedasarkan saran dari program. Hasil nilai GOF model dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai GOF Tes Kraepelin


(13)

Keterangan: GF = Good-Fit; CF = Close Fit

Uji kecocokan model tes Kraepelin dilakukan dengan memeriksa lima nilai GOF, yaitu GFI, RMSEA, NNFI, NFI, dan AGFI. Nilai-nilai GOF tersebut dapat dijelaskan dengan kategoriClose Fit (untuk ukuran RMSEA) yang artinya memiliki tingkat kecocokan sangat tinggi, Good-Fityang artinya mempunyai tingkat kecocokan model tinggi, atau kategori Marginal Fityang artinya mempunyai tingkat kecocokan model yang sedang. Berdasarkan nilai GOF model pada tabel 5, ukuran GFI, NNF, NFI, dan AGFI menunjukkan hasil good-fit, dan ukuran RMSEA menunjukkan hasil closefit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model pengukuran teoritis tes Kraepelin yang diajukan penelitimemang sesuai dan didukung oleh data empirik.

b. Analisis Nilai t dan Nilai Muatan Faktor pada Setiap Faktor Tes Kraepelin

Model pengukuran tes Kraepelin memiliki tingkat kecocokan yang cukup baik, sehingga peneliti dapat menggunakannya untuk menganalisa nilai t dan nilai muatan faktor guna memeriksa validitas model pengukuran. Nilai t dan nilai muatan faktor yang diperoleh setiap faktor tes Kraepelin diberikan pada tabel 6.

Tabel 6. Nilai t dan Nilai Muatan Faktor pada Setiap Faktor Tes Kraepelin Faktor Nilai t Nilai Muatan Faktor (λ) Keterangan

Kecepatan Kerja 32,80 1,00 Valid

Ketelitian Kerja -3,42 -0,21 Tidak Valid

Keajegan Kerja 2,96 0,15 Tidak Valid

Ketahanan Kerja -6,38 -0,24 Tidak Valid

Hasil analisis bukti validitas berdasarkan struktur internal tes Kraepelin menunjukkan satu faktor yang termasuk dalam kategori valid digunakan untuk


(14)

mengungkapkan faktor laten bakat, yaitu kecepatan kerja. Faktor-faktor lainnya seperti ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja tidak terbukti valid digunakan untuk mengukur bakat peserta tes.

2. Analisis Reliabilitas

Analisis reliabilitas tes Kraepelin pada penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai Construct Reliability (CR) dan Variance Extracted (VE). Perhitungan analisis reliabilitas tes Kraepelin menghasilkan niai CR sebesar 0,47 dan nilai VE sebesar 0,28.

C. Pembahasan

Tes Kraepelin adalah tes bakat yang masih banyak digunakan dalam dunia psikologi, khususnya dalam seleksi karyawan, tes masuk sekolah dan konseling kejuruan. Sebagai tes bakat, terdapat empat faktor yang diukur yaitu kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja. Hasil pengukuran keempat faktor ini menggambarkan bakat atau potensi seseorang yang akan muncul saat berada di bawah situasi menekan. Hasil tes Kraepelin haruslah tepat dan konsisten dalam mengukur semua faktor tersebut agar dapat menggambarkan potensi seseorang dan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan yang tepat.

Hasil analisis bukti validitas berdasarkan struktur internal menunjukkan hanya satu dari empat faktor, yaitu faktor kecepatan kerja yang terbukti masih mampu mengungkapkanbakat seseorang dengan tepat atau terbukti valid. Tiga faktor lainnya berupa ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja tidak


(15)

dapat lagi digunakan untuk mengungkapkan potensi seseorangdengan tepat atau sudah tidak valid. Jika dibandingkan dengan hasil uji validitas tes Kraepelin yang terakhir dilakukan pada tahun 1967, keempat faktor tersebut sebelumnya telah terbukti tepat digunakan untuk mengukur bakat. Akan tetapi, pada saat ini hanya terdapat satu faktor kecepatan kerja yang masih terbukti berkualitas baik untuk menggambarkan potensi seseorang dalam situasi penuh tekanan.

Perubahan karakteristik psikometri hasil tes Kraepelin sangat wajar terjadi ketika pengujian dilakukan sekitar 50 tahun setelah pengujian sebelumnya. Perubahan ini dapatterjadidikarenakan waktu merupakan salah satu faktor yang dikemukakan Coaley (2010) dapat mempengaruhi validitas alat tes. Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan eksternal seperti perkembangan teknologi kalkulator yang turut mempengaruhi kualitas tes Kraepelin. Perkembangan penggunaan kalkulator saat ini menyebabkan penurunan kemampuan dasar berhitung(McCauliff, 2004) dan peningkatansikap positif terhadap matematika (Ellington, 2003). Sebagai tes yang mengukur kemampuan primer number, validitas tes Kraepelin juga berubah ketika kemampuan berhitung serta sikap individu terhadap matematika telah berubah. Osterlind (2010) juga menyatakan bahwa perubahan interpretasi validitas tes sangatlah rentan terjadi sehingga hasil uji validitas penelitian ini harus terus dipantau dan diperbaharui.

Nilai muatan faktor yang dimiliki setiap faktor menggambarkan kekuatan setiap faktor dalam mengukur faktor laten bakat dan juga menggambarkan arah hubungannya. Faktor kecepataan kerja memiliki nilai muatan faktor positif yang artinya memiliki hubungan positif dalam mengungkapkan potensi seseorang.


(16)

Semakin tinggi nilai kecepatan kerja yang diperoleh subjek, makasemakin tinggi tempo kerja. Nilai inimenunjukkan subjek yang memiliki potensibaik di bawah tekanan pekerjaan.Faktor ketelitian kerja memiliki nilai muatan faktor negatif yang berarti memiliki hubungan negatif atau berlawanan dengan faktor laten bakat. Jika nilai ketelitian kerja semakin tinggi, maka potensi peserta tes semakin rendah untuk bekerja di bawah tekanan. Arah hubungan faktor kecepatan kerja yang positif dan faktor ketelitian kerja yang negatif masih sesuai dengan arah hubungan faktor-faktor tes Kraepelin yang seharusnya.

Perubahan arah hubungan faktor dalam tes Kraepelin untuk menjelaskan bakat terjadi pada faktor keajegan kerja dan ketahanan kerja. Faktor keajegan kerja seharusnya memiliki hubungan negatif dengan bakat seseorang. Subjek dengan nilai keajegan kerja tinggi seharusnya menunjukkan kestabilan emosi rendah dan berpotensi rendah dalam situasi menekan. Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif antara faktor kestabilan kerja dan faktor laten bakat. Dengan kata lain, nilai faktor keajegan kerja yang semakin besar saat ini menggambarkan potensi seseorang yang semakin baik dalam situasi menekan.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan nilai negatif pada muatan faktor ketahanan kerja, yang artinya memiliki hubungan berlawanan dengan faktor laten bakat. Semakin tinggi nilai ketahanan kerja menggambarkan daya tahan terhadap tekanan yang semakin rendah atau potensi diri menghadapi tekanan yang rendah. Arah hubungan faktor ini dalam menggambarkan faktor laten bakat telah berubah, yang mana seharusnya nilai ketahanan kerja yang semakin tinggi menunjukkan daya tahan kerja seseorang yang semakin meningkat(Attamimi, 1984).


(17)

Berdasarkan hasil analisis reliabilitas, reliabilitas konstruk tes Kraepelin adalah 0,47 dan variance extracted yang diperoleh adalah 0,28. Wijanto (2008) menyatakan sebuah alat tes dapat dikatakan reliabel apabila nilai reliabilitas

konstruk ≥ 0,70 dan nilai variance extracted ≥ 0,50. Nilai ini menunjukkan tes

Kraepelin tidak dapat dipercaya lagi untuk mengukur kecepatan, ketelitian, keajegan dan ketahanan kerja guna menggambarkan bakat peserta tes saat ini.

Reliabilitas sebuah tes sangat bergantung pada waktu penggunaan tes (Osterlind, 2010). Dengan waktu penggunaan yang berjarak sejauh 50 tahun, maka perubahan reliabilitas tes Kraepelin akan terjadi. Pengujian reliabilitas yang dilakukan pada tahun 1967 lalu menunjukkan nilai reliabilitas rata-rata di atas 0,8. Menurut Coaley (2010), tes bakat dapat dikatakan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas minimal 0,8. Ketika tes digunakan untuk seleksi karyawan dengan membandingkan nilai karyawan satu sama lain, tes dapat dikatakan reliabel apabila memiliki nilai reliabilitas minimal 0,85. Dengan kata lain, tes Kraepelin memiliki reliabilitas yang sangat baik sekitar 50 tahun yang lalu namun tidak reliabel lagi saat ini.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari hasil tes yang diadministrasikan dan diskoring oleh masing-masing

tester dari unit P3M Fakultas Psikologi USU, biro psikologi Humanika Counseling dan PT. Inti Indosawit Subur. Penyekoran hasil tes Kraepelin

dilakukan kembali oleh peneliti untuk memastikan hasil tes telah dinilai dengan benar.Proses administrasi tes dilaksanakan oleh pihak yang berbeda dalam situasi dan settingyang berbeda sehingga hasil tes yang diperoleh sangat mungkin


(18)

mempengaruhi hasil penelitian ini.Dengan kata lain, kurangnya kontrol peneliti terhadap administrasi tes turut mempengaruhi hasil pengujian validitas dan reliabilitas dari tes Kraepelin.

Secara keseluruhan, berdasarkan estimasi reliabilitas dan validitas berdasarkan bukti struktur internal untuk data penelitian ini, tes Kraepelin tidak terbukti memiliki kualitas alat ukur yang baik dalam menggambarkan bakat peserta tes. Diantara empat faktor yang diukur dengan tes Kraepelin, hanya satu faktor yang valid digunakan untuk mengukur bakat yaitu faktor kecepatan kerja. Tiga faktor lainnya tidak dapat digunakan lagi untuk mengungkapkan bakat dengan tepat.Selain itu, tes ini juga tidak reliabel digunakan untuk mengukur bakat melalui semua faktor tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan hal yang dungkapkan Osterlind (2010), bahwa seiring berubahnya waktu, kualitas tes juga sangat rentan berubah. Berdasarkan hasil analisis validitas dan reliabilitas data penelitian ini, penggunaan tes Kraepelin dalam berbagai bidang psikologi sebaiknya dipertimbangkan kembali untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan keputusan.


(19)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik psikometris tes Kraepelin, disimpulkan bahwa hasil pengukuran tes ini tidak tepat dan tidak dapat dipercaya untuk menggambarkan bakat melalui faktor kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja.

B. SARAN 1. Saran Praktis

a. Penggunaan tes Kraepelin sebagai dasar pengambilan keputusan dalam menggambarkan bakat seseorang berdasarkan faktor kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja sebaiknya dipertimbangkan kembali.

2. Saran Metodologis

a. Peneliti selanjutnya sebaiknya mengontrol keseluruhan proses adminitrasi tes dan penyekoran hasil tes untuk memastikan tes Kraepelin telah diadministrasikan dan diskoring dengan cara yang sama.

b. Peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai tes Kraepelin sebaiknya menemukan atribut psikologis apakah yang dapat diukuroleh tes Kraepelin secara terpercaya pada penggunaannya saat ini.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tes Kraepelin

1. Sejarah Perkembangan Tes Kraepelin

Emil Kraepelin adalah seorang psikiater asal Jerman yang hidup antara tahun 1856-1926.Pada awal kariernya, ia pernah mengikuti Wilhelm Wundt sebagai muridnya(Kuncoro&Nuryati Atamimi, 1984; Japar, 2013).Kraepelin menciptakan sebuah tes yang bertujuan untuk membedakan antara orang yang normal dengan abnormal. Tes ini awalnya diberi nama Simple Arithmetic Test yang kemudian dikenal dengan tes Kraepelin (Mangunsong, dkk. , 1993).

Kraepelin memiliki pemikiran bahwa terdapat perbedaan pada proses sensori sederhana, sensori motor, perceptual dan tingkah laku(Japar, 2013). Tes ini awalnya diciptakan sebagai tes kepribadian untuk mengukur faktor dasar dari karakteristik individu seperti memori, efek latihan, kerentanan terhadap kelelahan dan distraksi (Anastasi&Urbina, 1997).Dengan mengubah fokus pada penilaian dan intepretasi hasil tes, tes ini sekarang telah berkembang menjadi tes bakat (Mangunsong, dkk. , 1993).

Tes Kraepelin masuk ke Indonesia setelah dimodifikasi oleh Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada (UGM) dan Fakutas Psikologi Universitas Indonesia.Norma yang digunakan di Indonesia merupakan hasil adaptasi dari beberapa penelitian sebelumnya. Pembakuan norma tes ini juga sudah dilakukan berdasarkan kelompok usia antara 15 sampai 44 tahun. Nuryati Attamimi pada


(21)

tahun 1980 juga telah melakukan pembakuan norma tes ini untuk siswa-siswa lulusan SMEA dan STM di Yogyakarta dan pada tahun 1981 untuk siswa lulusan SMA jurusan IPA dan IPS di Yogyakarta (Attamimi, 1984).

2. Penelitian Terdahulu Tes Kraepelin

Sutarlinah Sukadji pada tahun 1993 melakukan penelitian tentang Tes Kraepelin karena menduga adanya bias pada tes ini. Tes ini diduga bias karena menggunakan kemampuan berhitung untuk mengukur kecepatan dan ketelitian kerja. Penelitian dilakukan dengan subjek 641 siswa SMA, STM, SMEA Yayasan Pendidikan Menengah di Tebet Jakarta Selatan.Hasil yang diperoleh yaitu ada hubungan positif dan signifikan antara kemampuan berhitung dengan kecepatan dan ketelitian kerja yang diukur dengan tes Kraepelin. Selain itu, ia juga menemukan bahwa kemampuan berhitung yang mengandung unsur penalaran lebih berpengaruh pada kecepatan kerja, sedangkan skor berhitung yang berunsur kemampuan verbal lebih berperan dalam ketelitian (Sukadji, 1993).

B. Karakteristik Psikometri 1. Validitas

a. Definisi

Konsep validitas telah ada sejak masa awal pengukuran pada pertengahan abad ke-20. Pada tahun 1937, Garrett (dalam Osterlind 2010) menyatakan validitas sebuah tes sebagai konsep mengukur apa yang menjadi tujuan pengukuran tes tersebut. Pada perkembangan teori pengukuran, konsep yang


(22)

diungkapkan Garrett menjadi asumsi yang salah karena mengabaikan konsep psikologis yang terdapat di dalamnya.Cureton pada tahun 1950 mendefinisikan valditas sebagai hubungan korelasional antara skor yang diamanati dan skor murni.Konsep ini kemudian juga tidak digunakan lagi karena lebih sesuai dengan definisi reliabilitas yang digunakan sekarang (Osterlind, 2010).

Konsep validitas telah berubah dari berorientasi pada tesnya menjadi orientasi skor hasil pengukurannya.Landy mengungkapkan validitas mengungkapkan kebenaran dari hasil tes.Hasil tes sangat bergantung pada tujuan penggunaan tes. Vernon menyatakan bahwa sebuah tes tidak dapat dikatakan valid atau tidak jika tidak dihubungkan dengan tujuan penggunaan tes(Coaley,2010).

Messick (1989)mengungkapkan validitas adalah penilaian evaluasi yang terintegrasi mengenai derajat bukti empiris dan teoritis mendukung kesesuaian inferensial berdasarkan skor tes yang diperoleh. Penilaian yang dilakukan harus berdasarkan bukti-bukti empiris dan berbasiskan teori. Objek yang dinilai menurut Messick adalah skor sebuah test atau output dari sebuah tes (Osterlind, 2010).

Validitas adalah prinsip dasar dalam pengukuran ilmu psikologi.Validitas dapat didefinisikan sebagai kesesuaian antara skor sebuah tes dengan kualitas yang dipercaya dapat diukur oleh tes tersebut.Untuk mengetahui sesuai atau tidaknya skor yang telah diperoleh, maka harus dilakukan pengujian sistematis untuk menyimpulkan apakah hasil tes tersebut didukung oleh bukti-bukti yang ada (Kaplan&Saccuzzo, 2005).


(23)

Terdapat beberapa sumber bukti validitas yang dapat digunakan untuk mendukung hasil dari sebuah tes agar dapat dikatakan valid.Perbedaan jenis bukti validitas ini tidak berarti menggambarkan bentuk validitas yang berbeda-beda.Pengkategorian bukti validitas ini hanya untuk mempermudah para ahli untuk melakukan pembedaan (Kaplan&Saccuzzo, 2005).

1) Bukti validitas berdasarkan isi tes

Bukti validitas dapat diperoleh dengan melihat konstruk pengukuran sebuah atribut tertentu.Tes yang dikatakan baik apabila konstruk tes tersebut sesuai dengan blueprint yang direncanakan pembuat tes. Mengacu pada blueprint, akan diketahui tujuan awal perancangan tes tersebut sehingga dapat membantu proses evaluasi validitas. Azwar (2013) mengemukakan tujuan dari evaluasi validasi ini adalah untuk melihat sejauhmana aitem dalam sebuah tes mewakili keseluruhan aspek yang ingin diukur (aspek representasi) dan sejauh mana aitem tersebut dapat menggambarkan perilaku yang ingin diukur (aspek relevansi).Untuk menganalisa validitas ini dapat dilakukan melalui penilaian ahli untuk melihat relevansi isi tes, atau dengan metode statistic yaitu analisis faktor(Kaplan&Saccuzzo, 2005).

2) Bukti validitas berdasarkan proses respon

Pembuktian validitas berdasarkan proses respon berkembang dari pernyataan Messick untuk langsung mendalami cara seseorang menyelesaikan aitem atau tugas yang ada dengan menjelaskan proses yang mendasari respon sebuah aitem dan kinerja seseorang. Validitas yang dibuktikan dengan proses


(24)

respon ini sering digunakan dalam perkembangan sebuah tes dan dalam evaluasi karakteristik psikometri sebuah tes (Padilla&Benitez, 2014).

Bukti validitas berdasarkan proses respon diperoleh dengan mengevaluasi proses mental atau kognitif yang digunakan peserta tes untuk menghasilkan sebuah respon. Proses respon perlu dibuktikan khususnya untuk tes yang melibatkan analisa penalaran berhitung(Osterlind, 2010).Terdapat beberapacara untuk mendapatkan bukti validitas berdasarkan bukti respon. Padilla&Benitez (2014) membagi cara-cara tersebut dalam dua kategori. Kategori pertama adalah metode yang langsung meneliti proses psikologis atau operasi kognitif seseorang seperti thinking aloud, focus group dan wawancara. Kategori selanjutnya adalah dengan melalui indikator tidak langsung yang masih membutuhkan intepretasi tambahan seperti waktu respons dan gerakan mata. Osterlind (2010) juga mengemukakan beberapa cara yang dapat digunakan untuk menganalisa proses respon secara statistik yaitu analisa variabel laten, structural equation modeling (SEM), hierarchicallinear modeling (HLM), conjectural analysis, path analysis dan meta-analisis.

3) Bukti validitas berdasarkan struktur internal

Struktur internal sebuah tes dapat dianalisa sebagai salah satu bukti validitas.Hal pertama yang harus diperhatikan yaitu teori yang mendasari pengembangan konstruk suatu alat tes. Dengan teori dasar yang jelas akan lebih memungkinkan untuk mengembangkan aitem tes yang sesuai dan pengukuran yang lebih tepat (Osterlind, 2010). Beberapa cara analisa validitas berdasarkan struktur internal yaitu


(25)

a) Common FactorModel

Model faktor umum ini sejalan dengan teori faktor tunggal yang diungkapkan oleh Charles Spearman. Asumsi dasar dari model ini yaitu setiap faktor mempunyai suatu kesamaan yang juga diukur oleh faktor lain yang disebut

commonality, dan juga mempunyai keunikan yang dimiliki setiap faktor

berbeda-beda(Osterlind, 2010). Hasil tes dari peserta tes pada dasarnya tidak hanya mengandung pengetahuan si peserta terhadap konstruk yang diukur tetapi juga derajat seberapa tinggi suatu fakor mengukur konstruk tes tersebut. Dengan kata lain, model ini akan mencari seberapa kuat faktor-faktor dalam tes berhubungan dengan konstruk dari tes (Coaley, 2010).

Model faktor umum ini dapat diuji dengan principal components analysis (PCA) dan factor analysis. Kedua metode ini memiliki tujuan utama untuk mengurangi varians total antar faktor dalam tes menjadi varians yang dimiliki bersama setiap faktor, sehingga faktor umum dari konstruk alat tes dapat diperkirakan (Osterlind, 2010). PCA adalah teknik reduksi variabel yang mengurangi jumlah variabel tampak menjadi komponen-komponen yang berkontribusi banyak terhadap varians dari variabel tampak tersebut dengan jumlah yang lebih sedikit. Teknik analisis faktor adalah teknik reduksi variabel untuk menentukan variabel laten dari sebuah konstruk pengukuran (Suhr, 2005). Teknik analisis faktor juga menghitung besarnya kontribusi dari masing-masing faktor terhadap faktor-faktor lain dan terhadap faktor umum tes tersebut yang disebut muatan faktor (factorloading). Apabila semua faktor dalam tes mempunyai muatan faktor yang tinggi terhadap faktor umum, danmuatan faktor


(26)

yang rendah terhadap faktor-faktor lain, maka tes tersebut dapat dikatakan

factorally pure. Semakin mendekati kriteria factorally pure, maka semakin valid

sebuah alat tes.

Metode analisis faktor berdasarkan tujuannya terbagi atas dua metode yaitu Exploratory Factor Analysis (EFA) dan Confirmatory Factor

Analysis(CFA). Tinsley& Brown (dalam Cudeck, 2000 ) menyatakan penggunaan

metode EFA bertujuan untuk megetahui jumlah dari faktor laten yang mendasari sebuah variabel dan seberapa besar pengaruhi setiap faktor terhadap variabel tersebut. Metode CFA digunakan untuk memastikan hubungan variabel laten dengan variabel tampak bersifat reflektif. Dengan kata lain, variabel-variabel tampak memang merupakan pengukuran dari variabel laten (Wijanto, 2008). Metode statistik yang dapat digunakan untuk melakukan CFA adalah

Hierarchical Linear Modelling (HLM) dan Structural Equation Model (Osterlind,

2010).

Kline pada tahun 1979 mengemukakan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk melakukan analisis faktor paling sedikit 100 sampel. Cattell menyatakan jumlah sampel yang dibutuhkan lebih banyak dengan N harus lebih besar dari 250 subjek. Tinsley & Tinsley mengemukakan bahwa penelitian dengan jumlah sampel 100 dapat dikatakan poor, mencapai 200 subjek dikatakan fair, 300 subjek tergolong good, menggunakan 500 subjek dikatakan very good, dan jika mencapai 1000 subjek disebut excellent. Comrey & Lee kemudian pada tahun 1992 menekankan pada para peneliti untuk memperoleh paling sedikit 500 sampel


(27)

ketika akan menggunakan metode analisis faktor (Trninić, dkk., 2013; Wolf, dkk., 2013).

b) Multitrait-Multimatrix Method (MTMM)

MMTM adalah prosedur yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan dan pola antar data dari sebuah tes (Osterlind, 2010). Asumsi dasar dari metode ini adalah mencari persamaan dan perbedaan antara data dari alat tes yang diuji dengan data dari alat tes lain, baik yang mengukur atribut yang sama ataupun berbeda. Apabila hasil dari sebuah tes menghasilkan intepretasi konvergen dengan hasil dari tes lain yang mengukur atribut sejenis, dan menghasilkan intepretasi divergen dengan hasil dari tes lain yang mengukur atribut berbeda, maka tes tersebut dapat dikatakan valid. Melalui MMTM, validitas kovergen dan diskriminan juga dapat diestimasi melalui matriks korelasi antara skor tes yang diuji dengan skor tes lainnya (Azwar, 2013).

4) Bukti validitas berdasarkan hubungan dengan variabel lain

Hubungan antara variabel suatu alat tes dengan variabel lainnya dapat menjadi sumber bukti pengujian validitas.Predictive evidence diperoleh dengan melihat kemampuan hasil sebuah alat tes digunakan untuk memprediksi nilai sebuah variabel lain yang diukur setelahnya. Menurut Azwar (2013), variabel yang diprediksi disebut sebagai kriteria validasi.Concurrent evidence diperoleh dengan melihat kemiripan hasil pengukuran sebuah tes dengan hasil dari tes lain yang sejenis(Osterlind, 2010). Apabila skor sebuah tes dan skor kriteria validasi diperoleh pada waktu yang sama, maka koefisien validiasi dapat diperoleh dari korelasi antara kedua skor tersebut(Azwar, 2013).Analisa kedua jenis validitas ini


(28)

dengan mengkorelasikan hasil tes dengan kriteria validitas yang telah ditentukan dengan berbagai pertimbangan (Kaplan&Saccuzzo, 2005).

5) Bukti validitas berdasarkan pertimbangan eksternal

Bukti-bukti validitas dapat juga diperoleh dengan melihat faktor-faktor eksternal seperti tampilan alat tes – face validity, kemampuan hasil tes digeneralisasikan ke situasi baru – validity generalization, dan konsekuensi sosial dari penggunaan sebuah tes – consequential validity evidence(Osterlind, 2010).

Pemerolehan bukti validitas yang mendukung sebuah tes merupakan proses yang terus berlanjut. Semakin sering sebuah tes digunakan, maka semakin banyak yang harus dipelajari mengenai tes tersebut.Dunnette & Borman menyatakan bahwa pengguna tes tidak pernah boleh merasa puas dan yakin dirinya telah cukup tahu mengenai metode pengukuran yang mereka pilih (Kaplan&Saccuzzo, 2005).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Validitas

Validitas adalah bagian dari pengukuran mental yang terus berkembang. Coaley (2010) menyatakan bahwa suatu tes yang digunakan dalam keadaan, kondisi, dan konteks yang berbeda, akan memiliki validitas yang berbeda pula. Bukti-bukti validitas harus terus dikembangkan untuk mendukung penggunaan tes tersebut. Hasil dari sebuah penelitian juga sangat mungkin berubah. Tes yang sudah didukung bukti validitas yang baik mungkin saja menjadi tes yang kualitasnya kurang baik keesokan hari. Perubahan ini bisa dikarenakan faktor internal atau faktor eksternal yang berasal dari lingkungan sekitar. Faktor internal seperti aitem yang tidak sesuai lagi dalam mengukur suatu atribut sedangkan


(29)

faktor eksternal seperti perkembangan teknologi, perpaduan budaya, perubahan bahasa dan lain sebagainya. Intepretasi validitas sangatlah rentan berubah sehingga pengujian validitas harus terus dipantau dan diperbaharui (Osterlind, 2010).

Coaley (2010) juga menambahkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran validitas, yaitu :

1) Batasan jangkauan data

Jangkauan data yang terbatas dapat dikarenakan peserta tes yang mempunyai skor yang mirip sehingga variasi datanya rendah. Seperti yang diungkapkan Azwar (2013) bahwa kelompok dengan variasi data yang lebih besar akan menghasilkan skor dengan koefisien valitas yang lebih tinggi. Batasan jangkauan data juga dapat terjadi ketika sebuah kelompok lebih homogen dalam karakteristik usia, jenis kelamin, kepribadian. Variabel-variabel ini dapat menjadi variabel moderator yang mempersempit jangkauan data.

2) Hilangnya sampel

Hilangnya sampel di tengah penelitian meningkatkan terjadinya peneyempitan jangkauan data.Untuk mengatasi sebagian sampel yang hilang, dapat digunakan formula matematis statistik yang telah dikoreksi atau program tertentu yang menghitung koefisien validitas.Koefisien validitas kemudian dapat diperkirakan seakan tidak terjadi kehilangan sampel.

3) Ukuran sampel

Jumlah partisipan yang ikut dalam sebuah tes dapat turut mempengaruhi validitas sebuah tes. Dengan sampel yang lebih sedikit, akan lebih besar


(30)

kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran. Begitu juga sebaliknya, dengan sampel yang lebih banyak maka error juga semakin kecil. Azwar (2013) menyatakan bahwa tes dengan tingkat kesalahan pengukuran yang lebih rendah akan mempunyai validitas yang lebih tinggi.

4) Atenuasi

Efek atenuasi adalah menurunnya nilai sebuah statistik karena hilangnya asosiasi murni antar konstruk pengukuran (Osterlind, 2010). Dengan kata lain, menurunnya nilai validitas dikarenakan hilangnya asosiasi dengan skor laten. Skor tampak yang diperoleh juga dipengaruhi oleh kesalahan pengukuran yg terjadi pada prediktor dan kriteria validasi sehingga menjauhi skor murni (Azwar, 2013).Johnson dan Ree menyatakan bahwa efek ini dapat diatasi dengan rumus koreksi statistika berikut untuk mengestimasi koefisien validitas yang lebih tepat (Coaley, 2010).

...(4)

Keterangan :

koefisien validitas koresi untuk atenuasi

= varians nilai kelompok tidak mengalami atenuasi = varians nilai kelompok yang mengalami atenuasi

= korelasi antara skor tes dengan pengukuran kriteria dalam keadaan mengalami atenuasi


(31)

5) Kontaminasi kriteria

Kriteria yang terkontaminasi adalah kriteria validasi yang melibatkan faktor-faktor eksternal yang tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan pengukuran yang dilakukan.Koefisien validitas dapat menjadi rendah disebabkan oleh bias dan variasi pengukuran yang menjadi kriteria. Validitas akan menjadi lebih tinggi apabila dampak dari faktor yang lain yang tidak berhubungan dengan kriteria dapat diminimalisir (Coaley, 2010).

6) Asumsi mengenai kriteria validitas yang salah

Terdapat dua buah asumsi yang dapat mempengaruhi koefisien validitas sebuah pengukuran.Yang pertama adalah asumsi linearitas koefisien validitas antara sebuah tes dengan kritera pengukurannya.Asumsi ini memprediksikan koefisien validitas sebuah tes akan semakin tinggi apabila tes lain yang menjadi criteria pengukuran semakin mampu mengukur dengan akurat, dan sebaliknya. Asumsi kedua yaitu pemikiran bahwa sebuah tes dan criteria pengukurannya akan mengukur suatu atribut yang sama persis. Pada kenyataannya, dua tes bisa saja mengukur atribut yag mirip namun tidak akan sama persis.

d. Analisa Koefisien Validitas

Tidak ada aturan mengenai seberapa besar koefisien validitas yang cukup agar hasil dari sebuah tes dapat dikatakan valid. Pada umumnya, koefisien validitas yang berkisar antara 0,3 sampai 0,4 sudah tergolong cukup baik. Untuk memperoleh koefisien validitas yang lebih dari 0,6sangatlah sulit pada praktek nyata. Koefisien validitas akan signifikan secara statistik apabila probabilitas memperoleh nilai ini lebih kecil dari 0,05 (Kaplan&Saccuzzo, 2005).


(32)

Koefisien validitas yang dikuadratkan adalah persentasi dari variasi kriteria yang dapat diketahui dengan informasi dari hasil tes. Dengan kata lain, koefisien yang dikuadratkan ini menjelaskan seberapa besar variansi data yang dimiliki bersama antaradua kelompok yang dibandingkan (Kaplan&Saccuzzo, 2005 ; Osterlind, 2010).

2. Reliabilitas a. Definisi

Reliabilitas dapat didefinisikan sebagai ketepatan, keakuratan, atau kekonsistenan dari hasil-hasil pengukuran berulang Pengukuran berulang yang dilakukan harus independen dan melibatkan variabel yang parallel atau sama. Dalam mendefinisikan reliabilitas sebuah pengukuran sangat bergantung pada konteks penggunaan suatu pengukuran. Sebuah pengukuran yang sama bisa saja mempunyai tingkat reliabilitas yang berbeda apabila dilakukan dalam konteks yang berbeda(Osterlind, 2010).

Reliabilitas tes juga berarti keakuratan tes.Tidak adanya error dalam sebuah pengukuran juga dapat menggambarkan reliabilitas sebuah pengukuran. Sebuah pengukuran akan semakin reliabel apabila tingkat error dalam hasil pengukuran semakin rendah.Secara sederhana, reliabilitas dapat dikatakan berbanding terbalik dengan tingkat error (Coaley, 2010).

Mengacu pada classical test theory, reliabilitas dapat didefinisikan dalam beberapa konsep yaitu reliabilitas, indeks reliabilitas dan koefisien realibilitas.Lord & Novick (1968) mengemukakan konsep reliabilitas sebagai


(33)

korelasi kuadrat antara skor tampak dengan skor murni. Indeks reliabilitas didefinisikan sebagai korelasi antara skor tampak dengan skor murni.Kedua definisi di atas mengandung skor murni yang merupakan variabel teoritis dan tidak dapat dihitung nilainya.Gulliksen (1950) kemudian mengemukakan teori reliabilitas yang dapat diaplikasikan dalam psikometri.Ia mengemukakan konsep koefisien reliabilitas yang merupakan korelasi antara skor tampak dari dua tes parallel (Osterlind, 2010).

b. Pengukuran Parallel

Reliabilitas dalam pengukuran mental hanya dapat dihitung dari beberapa pengukuran berulang yang sifatnya parallel. Pada awalnya, pengukuran parallel dilakukan dengan cara meminta peserta tes yang sama berpartisipasi dalam beberapa administrasi tes yang identik. Pada kenyataanya, metode ini sulit dilakukan sehingga para ahli psikometri membentuk beberapa cara untuk menghasilkan pengukuran yang parallel agar dapat mengestimasi nilai reliabilitas (Osterlind, 2010).

1) Test-retest

Cara pertama untuk memperoleh pengukuran yang parallel adalah dengan menggunakan tes yang sama dua kali dengan administrasi berulang. Tes yang sama diadministrasikan pada kelompok responden yang sama pada waktu yang berbeda diasumsikan sebagai tes parallel. Coombs (1953) mengemukakan alternative lain yang lebih memenuhi asumsi CTT, yaitu koefisien ketepatan. Statistik ini menjelaskan pengulangan administrasi sejumlah tes yang sama pada kelompok individu yang sama. Cara ini mengasumsikan semua pembelajaran dan


(34)

kondisi administrasi tes bersifat konstan sama yang hampir tidak mungkin dapat dilakukan (Osterlind, 2010).

Estimasi reliabilitas yang banyak digunakan adalah dengan pengulangan dua kali dikarenakan dua kali pengukuran dianggap sudah mendekati bentuk tes parallel. Azwar (2013) menyatakan koefisien reliabilitas yang diperoleh lewat cara ini sangat rentan terhadap perubahan. Hal ini dikarenakan peserta tes sangat mungkin untuk mengalami perubahan saat jeda antara tes pertama dengan tes kedua.

Kelemahan dari metode ini adalah adanya carryover effect.Efek ini terjadi ketika tes pertama mempengaruhi nilai dari tes kedua.Salah satu jenis dari efek ini adalah adanya efek latihan. Pada tes yang kedua diikuti oleh peserta tes, akan sangat memungkinkan ia memperoleh hasil yang lebih bagus karena kemampuannya telah bertambah saat mengikuti tes yang pertama. Untuk mengatasi hal ini, maka jeda antara kedua tes tersebut haruslah dipilih dan dievaluasi dengan baik (Kaplan&Saccuzzo, 2005).

Selang waktu antara dua tes sangatlah signifikan berpengaruh pada reliabilitas.Reliabilitas cenderung menurun apabila selang waktunya semakin lama.Selang waktu beberapa hari sampai beberapa minggu menghasilkan estimasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan selang waktu yang lebih lama.Jika selang waktu antara kedua tes cukup singkat, maka reliabilitas yang diperoleh adalah


(35)

2) Bentuk tes alternatif

Apabila pengulangan administrasi tes tidak dapat dilakukan, maka tes hanya dapat dilakukan sekali. Bentuk pengukuran parallel untuk tes yang hanya dilakukan sekali adalah dengan menggunakan bentuk alternatif dari tes yang mengukur atribut yang sama (Osterlind, 2010). Bentuk tes alternatif ini dapat digunakan untuk mengurangi carryover effect yang merupakan kelemahan dari metode test-retest.

3) Metode konsistensi internal

Tidak semua alat tes mempunyai bentuk alternatifnya. Untuk tes yang hanya mempunyai satu bentuk saja, maka pengukuran parallel dapat dilakukan dengan membagi dua tes tersebut. Setiap bagian tes yang telah dibagi dianggap sebagai satu pengukuran. Estimasi reliabilitas yang dilakukan dengan cara ini menghasilkan split-half reliability.Pembagian tes menjadi dua bagian dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu membagi dengan angka genap dan ganjil atau dengan membagi dua tes berdasarkan letak awal dan akhir dari isi tes. Kelemahan dari penggunaan cara ini adalah memperpendek panjang tes yang juga mempengaruhi nilai reliabilitas (Osterlind, 2010). Azwar (2013) menyatakan bahwa pengukuran reliabilitas dengan metode konsistensi inernalberarti menguji konsistensi antar bagian atau antar item dalam sebuah tes.

c. Perhitungan Koefisien Reliabilitas


(36)

1) Spearman-Brown Formula

Formula Spearman-Brown ini dapat digunakan untuk menghitung reliabilitas pada tes yang telah dibagi dua. Spearman-Brown mengasumsikan data yang terdistribusi normal dari sebuah pengukuran mental apabila dibagi dua akan menghasilkan dua distribusi data yang sama dan normal serta memiliki standar deviasi yang sama. Formula Spearman-Brown sebagai berikut :

...(5)

Keterangan :

koefisien reliabilitas

koefisien antara kedua belahan tes 2) Kuder-Richardson Reliability Coefficient

Kuder dan Richardson mengemukakan metode pengujian reliabilitas untuk tes yang hanya diadministrasikan sekali (Kaplan&Saccuzzo, 2005). Mereka mengembangkan metode estimasi reliabilitas yang fokus pada varians interkorelasi item untuk mengukur konsistensi pengukurannya. Konsep dasar dari metode ini adalah dengan mengkorelasikan setiap item dengan keseluruhan item yang lain satu per satu. Formula yang dikemukakan yaitu :

...(6) Keterangan :

= koefisien reliabilitas

= proporsi populasi yang menjawab aitem benar (atau aitem pertama). = proporsi populasi yang menjawab aitem salah (atau aitem kedua).


(37)

= banyak aitem dalam tes. = varians skor tes.

Kuder dan Richardson merevisi formula mereka karena dianggap terlalu panjang bahkan untuk tes yang memiliki sedikit item.Perhitungan dengan rumus koreksi ini lebih sederhana namun menghasilkan nilai yang lebih rendah.Koreksi formula tersebut menjadi :

...(7) Keterangan:

= koefisien reliabilitas = mean dari tes

3) Coefficient Alpha

Cronbach mengembangkan formula Kuder-Richardson yang menekankan pada struktur internal sebuah tes.Ia berasumsi bahwa setiap aitem mengukur sebuah trait tunggal, memiliki korelasi antar item yang sama dengan kelompok data yang besar, dan mempunyai varians yanag sama dengan sampel besar (Coaley, 2010). Menurutnya, varians antar item mendasari perhitungan varians keseluruhan tes yang akan digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas.

...(8) Keterangan:

= Koefisien reliabilitas = Jumlah aitem dalam tes


(38)

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reliabilitas 1) Tujuan, waktu dan konteks penggunaan tes

Reliabilitas tes sangat bergantung pada tujuan penggunaan tes, waktu dan kondisi dimana sebuah tes digunakan. Jika tujuan penggunaan tes berbeda, maka reliabilitas dari sebuah tes juga akan berubah. Sebuah tes bisa saja dikatakan reliabel untuk mengukur suatu variabel tertentu namun tidak variabel untuk tujuan pengukuran yang lain(Osterlind, 2010).

2) Atenuasi

Koefisien reliabilitas selalu lebih rendah daripada indeks reliabilitas.Hal ini dikarenakan terjadinya atenuasi.Koefisien reliabilitas yang membandingkan skor tampak dari pengukuran pertama dan kedua mengalami penyempitan karena tidak mengasosiasikan skor sebuah tes dengan skor murninya(Osterlind,2010). 3) Panjang tes

Reliabilitas dari suatu tes dipengaruhi oleh reliabilitas dari masing-masingaitem dalam sebuah tes.Semakin banyak item, maka semakin baik kemampuan sebuah tes menggambarkan karakteristik yang hendak diukur(Kaplan&Saccuzzo, 2005).Penambahan jumlah aitem dalam sebuah tes berarti memperpanjang tes. Perpanjangan tes akan meningkatkan koefisien reliabilitas dari tes tersebut. Sebaliknya, apabila tes semakin pendek maka koefisien reliabilitas juga semakin rendah. Hal yang perlu ditekankan yaitu item-item yang ditambahkan haruslah setara atau parallel dengan aitem-item yang sudah ada sebelumnya (Azwar, 2013).


(39)

4) Heterogenitas kelompok

Kelompok yang heterogen adalah kelompok yang variasi atau perbedaan distribusi data dalam kelompok.Gulliksen berasumsi bahwa reliabilitas dapat berubah jika terdapat perbedaan varians kelompok (Osterlind, 2010).Pada dasarnya, tes yang dikenakan pada kelompok sampel yang lebih heterogen akan menghasilkan koefisien reliabilitas yang lebih tinggi(Azwar,2013).

e. Analisa Koefisien Reliabilitas

Tingkat reliabilitas yang baik untuk setiap tes adalah berbeda-beda, tergantung pada penggunaan dari tes tersebut. Pada kebanyakan penelitian, nilai reliabilitas yang berkisar antara 0,7 sampai 0,8 sudah tergolong baik.Sebuah tes yang memiliki fokus pengukuran yang sangat sempit biasanya baru bisa mempunyai nilai reliabilitas yang sangat tinggi.Sedangkan untuk tes yang memiliki konstruk yang kompleks cenderung memiliki reliabilitas yang rendah (Kaplan&Saccuzzo, 2005).

Menurut Anastasi (1998) dan Bartram (1995a), batasan paling rendah dari koefisien reliabilitas yang dapat diterima adalah 0,7. Akan tetapi, nilai yang lebih rendah masih dapat diterima untuk penelitian-penelitian tertentu.Untuk tes penalaran kemampuan, bakat dan tes intelegensi harus memiliki koefisien di atas 0.8.Apabila tes bertujuan untuk membandingkan skor antar peserta tes, maka nilai 0.85 sebaiknya menjadi patokan (Coaley, 2010).


(40)

C. Karakteristik Psikometri Tes Kraepelin

Tes Kraepelin adalah tes yang dibuat pada akhir abad ke-19 di Jerman.Tes yang berisikan angka-angka sederhana ini mulai digunakan di Indonesia pada tahun 1900-an. Tes ini merupakan tes yang masih digunakan hingga saat ini, khususnya dalam bidang pendidikan dan pekerjaan, meskipun tes Kraepelin termasuk tes yang cukup tua.Mengingat hal ini, tes Kraepelin harus diuji secara berulang untuk melihat apakah tes masih baik untuk digunakan atau tidak.

Data mengenai karakteristik psikometris tes Kraepelin yang terakhir ditemukan berasal dari pengujian validitas dan reliabilitasnya pada tahun 1960-an, atau lebih dari 50 tahun yang lalu.Seperti yang telah diungkapkan Osterlind (2010), validitas dan reliabilitas sangat rentan berubah apabila sebuah tes digunakan pada waktu dan konteks yang berbeda. Tes Kraepelin pada awalnya dibuat untuk membedakan antara orang normal dan abnormal. Dalam perkembangannya, tes ini telah beralih fungsi menjadi tes bakat. Setelah lebih dari 50 tahun tes Kraepelin digunakan tanpa ada pengujian ulang terhadap karakteristik psikometrisnya, fungsi tes Kraepelin untuk mengukur bakat sangat mungkin berubah.

Terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi perubahan validitas dan reliabilitas dari sebuah tes, seperti jangkauan data, ukuran sampel, efek atenuasi, kontaminasi kriteria dan asumsi-asumsi salah mengenai kriteria, serta konteks penggunaan tes. Untuk meningkatkan ketepatan pengujian validitas dan reliabilitas dari tes Kraepelin, maka penelitian ini menggunakan sampel dengan


(41)

jumlah besar dan tidak terbatas pada kriteria populasi apapun. Hal ini bertujuan untuk memperluas jangkauan data dan heterogenitas dari kelompok data. Efek atenuasi juga dikoreksi secara statistik dalam analisis SEM. Kriteria validitas tidak akan terkontaminasi dengan faktor eksternal karena pengujian tes Kraepelin dilakukan terhadap struktur internal dari tes itu sendiri. Hal yang tidak kalah penting dalam penelitian ini adalah tujuan penggunaan tes ini. Pengujian validitas dan reliabilitas tes Kraepelin tidak terlepas dari tujuan penggunannya untuk mengukur bakat peserta tes. Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas dan reliabilitas tes Kraepelin mengukur bakat dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. Pengujian validitas tes Kraepelin sudah pernah dilakukan pada tahun 1965-1967. Validitas tes Kraepelin dapat berubah setelah waktu yang sangat lama. Waktu dapat memunculkan berbagai perubahan yang menyebabkan faktor-faktor dalam tes Kraepelin tidak mampu mengukur bakat lagi. Oleh karena itu, pengujian struktur internal tes Kraepelin harus dilakukan. Dengan membandingkan skor-skor yang diperoleh dari tes ini, peneliti ingin melihat apakah hasil tes ini memang masih valid untuk mengukur faktor kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja, dan ketahanan kerja. Cara untuk melakukan pengujian validitas berdasarkan struktur internal adalah dengan melakukan analisis faktor konfirmatori melalui

Structural Equation Model (SEM). Analisis faktor dilakukan untuk melakukan

konfirmasi terhadap empat faktor yang seharusnya diukur. Pada model ini, setiap faktor dalam tes Kraepelin dihubungkan dan diuji untuk melihat communalities, atau faktor umum yang diukur keempatfaktordalam tes Kraepelin.


(42)

Reliabilitas tes Kraepelin juga sangat rentan berubah. Salah satu faktor yang menyebabkan perubahan reliabilitas tes Kraepelin adalah waktu penggunaan tes (Osterlind, 2010). Reliabilitas tes Kraepelin terakhir diperoleh dari penelitian tahun 1967 dan kemungkinan besar telah berubah saat ini. Pengujian terhadap reliabilitas tes Kraepelin dilakukan dengan formula koefisien alfa. Dengan formula ini, setiap faktor akan dipasangkan dengan faktoryang lain untuk melihat varians dari keseluruhan tes. Nilai varians ini kemudian digunakan untuk mengestimasi nilai reliabilitas(Osterlind, 2010).Tes Kraepelin sebagai tes bakat akan dikatakan berkualitas baik apabila memiliki nilai reliabilitas minimal 0,8.Ketika tes Kraepelin dipakai sebagai tes seleksi kerja, nilai subjek akan dibandingkan dengan subjek lainnya. Untuk fungsi seleksi karyawan, tes Kraepelin harus memiliki nilai reliabilitas minimal 0,85. Hal ini berdasarkan nilai koefisien reliabilitas minimum untuk tes psikologi yang dikemukakan oleh Coaley (2010).

Analisis reliabilitas berdasarkan formulasi Cronbach Alpha (α) bisa dilakukan dengan Structural Equation Model (Kano&Azuma, 2003). Pada penelitian ini, pengukuran reliabilitas tes Kraepelin dilakukan dengan mengukur reliabilitas konstruk (Construct Reliability) dan ekstrak varian (Variance

Extracted). Reliabilitas konstruk menunjukkan konsistensi pengukuran konstruk

laten tes. Ekstrak varian menunjukkan jumlah varian keseluruhan dalam faktor-faktor tes yang dijelaskan variabel laten.


(43)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada beberapa tahun belakangan ini, penggunaan tes psikologi sudah semakin banyak dan luas. Hampir setiap orang sudah mengenal tes psikologi atau lebih dikenal dengan istilah psikotes.Tes psikologi awalnya hanya berfungsi untukmengukur perbedaan antar individu atau perbedaan respon seorang individu dalam situasi yang berbeda-beda.Saat ini, tes psikologi tidak hanya dipakai dalam perencanaan pendidikan dan pekerjaan, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.Tes psikologi juga digunakan untuk meningkatkan pemahaman diri seseorang dan kemudian meningkatkan dirinya. Peserta tes akan mendapatkan umpan balik dari hasil tes yang diikutinya untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan (Anastasi & Urbina, 1997).

Tes psikologi yang digunakan untuk fungsi yang berbeda-beda akan mengukur atribut psikologis yang berbeda pula. Azwar (2012) membagi atribut psikologis menjadi atribut kemampuan dan atribut bukan kemampuan. Atribut kemampuan atau disebut juga atribut kognitif terbagi atas kemampuan potensial dan kemampuan aktual. Kemampuan potensial terbagi lagi menjadi kemampuan potensial umum dan khusus.Tes yang mengukur kemampuan potensial umum biasanya disebut tes intelegensi. Tes ini berfungsi untuk mengetahui kapasitas kognitif seseorang dan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah secara


(44)

tes yang mengukur kemampuan seseorang dalam bidang khusus dan mengukur potensi yang dapat dikembangkan secara optimal.Kemampuan aktual diukur dengan tes prestasi yang bertujuan melihat efek dari suatu program pembelajaran.Tes kepribadian digunakan untuk mengukur atribut bukan kemampuan. Dengan kata lain, tes ini berfungsi untuk mengetahui gambaran kepribadian seseorang dalam berbagai konteks kehidupan.

Tes psikologi dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks kehidupan manusia seperti pendidikan, pekerjaan dan juga klinis.Diantara ketiga jenis konteks ini, tes psikologi paling banyak diaplikasikan dalam konteks pendidikan dan pekerjaan.Dalam konteks pendidikan, tes psikologi digunakan untuk identifikasi kecepatan belajar anak, seleksi masuk sekolah dan perguruan tinggi, dan dalam pemilihan jurusan.Pada konteks pekerjaan, tes psikologi diterapkan dalam perekrutan, penugasan, promosi dan pemberhentian karyawan (Anastasi&Urbina, 1997).

Konteks pendidikan dan pekerjaan sangat bergantung pada tes psikologi. Tujuan penggunaan tes psikologi dalam kedua konteks ini adalah untuk menemukan prospek keberhasilan yang paling tinggi dalam pendidikan atau pekerjaan yang akan dijalani. Tingkat keberhasilan seseorang dalam pendidikan atau pekerjaan akan semakin tinggi apabila sesuai dan cocok dengan individu itu sendiri. Anastasi dan Ubina (1997) juga menyatakan bahwa keputusan mengenai pendidikan dan pekerjaan seseorang ditentukan berdasarkan hasil dari tes psikologi yang diikutinya.


(45)

Terdapat berbagai jenis tes yang digunakan dalam bidang pendidikan dan pekerjaan seperti tes kepribadian, intelegensi, dan bakat. Sesuai dengan tujuan penggunan tes psikologi dalam kedua konteks ini, tes bakat paling baik digunakan untuk melihat apakah seseorang akan cocok dengan pendidikan atau pekerjaan tertentu. Hal ini dikarenakan tes bakat berfungsi untuk mengukur potensi optimal seseorang untuk belajar dan kemungkinan seseorang untuk sukses dalam pekerjaan tertentu (Kaplan & Saccuzzo, 2005; Japar, 2013).

Anastasi & Urbina (1997) menyatakan bahwa tes bakat adalah tes yang khusus dikembangkan untuk penggunaan di bidang pendidikan dan pekerjaan.Sebagai tes yang akan membantu pengambilan keputusan dalam kedua ranah ini, tentunya alat ukur yang mengukur bakat individu harus memberikan hasil yang tepat dan akurat. Munandir (dalam Japar, 2013) juga menyatakan bahwa usaha untuk menemukan, mengenal, dan memahami bakat seseorang sangatlah penting. Berbagai usaha untuk menemukan bakat seseorang telah banyak dilakukan para ilmuwan dengan mengembangkan berbagai jenis tes bakat. Secara garis besar, tes bakat terbagi menjadi multiple aptitude batteries yaitu tes yang dapat mengukur beberapa kemampuan khusus sekaligus dan tes bakat khusus.Contoh tes multiple aptitude batteries yang digunakan di Indonesia adalah

Differential Aptitude Test (DAT), General Attitude TestBattery(GATB),Flanagan Aptitude Classification Test (FACT), dan contoh tes bakat khusus adalah tes

Kraepelin dan tes Pauli.

Tes yang menarik perhatian peneliti untuk diteliti adalah tes Kraepelin.Hal ini dikarenakan tes ini masih digunakan hingga saat ini namun belum ada


(46)

penelitian terbaru mengenai keberfungsian tes Kraepelin setelah sekian lama. Jika dibandingkan dengan tes-tes bakat yang lain, tidak banyak peneliti yang melakukan penelitian untuk melihat apakah tes Kraepelin ini masih baik untuk digunakan atau tidak. Padahal, tes ini masih sering dimasukkan dalam serangkaian tes psikologi khususnya dalam tes seleksi masuk sekolah dan dalam konseling kejuruan.Beberapa perusahaan tertentu dalam seleksi karyawannya juga ada yang meminta menggunakan tes ini.

Tes Kraepelin masih digunakan hingga saat ini bukan tanpa alasan.Tes ini memiliki banyak kelebihan.Tes ini dapat diberikan kepada siapa saja karena isi tesnya hanya berupa perhitungan aritmatika sederhana. Perhitungan aritmatika menurut Matsumoto (2008) merupakan proses psikologis manusia yang universal.Penggunaan angka yang universal dalam tes menjadi salah satu kelebihan tes Kraepelin dibandingkan dengan tes yang menggunakan bahasa.Penggunaan bahasa dalam tes akan menimbulkan makna berbeda karena biasanya bahasa terjemahan tidak benar-benar memiliki makna yang setara dengan bahasa aslinya (Fitriani, 2012).

Tes Kraepelin juga memiliki kelebihan dibandingkan tes Pauli yang tergolong dalam kategori tes bakat khusus seperti tes Kraepelin.Tes Pauli mengukur lebih banyak faktor dibandingkan tes Kraepelin. Akan tetapi, tes ini lebih singkat dan sederhana dibandingkan dengan tes Pauli. Pada beberapa situasi, penggunaan tes ini akan lebih efektif daripada tes Pauli. Selain itu, peneliti memilih tes Kraepelin untuk diteliti karena penelitian mengenai tes Pauli telah


(47)

banyak dilakukan sedangkan tidak terdapat penelitian terbaru mengenai tes Kraepelin sejak tahun 1960-an.

Tes Kraepelin adalah tes yang diciptakan Emil Kraepelin, seorang psikiatris asal Jerman pada akhir abad 19. Pada awalnya, tes ini dibuat oleh Kraepelin untuk digunakan sebagai tes kepribadian dalam setting klinis. Dalam perkembangannya hingga saat ini, tes ini telah berubah menjadi tes bakat yang digunakan dalam bidang psikologi industri organisasi, psikologi pendidikan, psikologi klinis dan bidang lain yang membutuhkan(Attamimi, 1984).

Tes Kraepelin yang dipakai di Indonesia juga bukanlah tes yang sama persis disusun oleh Kraepelin. Tes ini sering juga disebut tes koran.Tes yang dipakai di Indonesia adalah hasil modifikasi oleh Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada (UGM) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI).Tes ini sudah digunakan dari sebelum tahun 1965 hingga sampai saat ini. Tes Kraepelin yang telah dimodifikasi di Indonesia digunakan untuk mengukur performa maksimum seseorang (Japar, 2013).Hal ini dilakukan dengan mengukur empat fakor yaitu : kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja (Attamimi, 1984 ; Mangunsong, dkk., 1993 ; Japar, 2013).

Sebuah tes yang awalnya berasal dari luar negeri, ketika akan digunakan di Indonesia akan membutuhkan pengujian kelayakan guna terlebih dahulu.Pengujian kelayakan guna terdiri dari pengujian validitas dan reliabilitas untuk masing-masing faktor di atas yaitu kecepatan kerja,ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja. Pengujian validitas telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Arief Wangsa (1965) di Yogyakarta dengan


(48)

validitas masing-masing 0.54, 0.57, 0.52, 0.40; Darochim Effendi (1966) di Magelang dengan koefisien validitas masing-masing 0.47 , 0.58, 0.32 , 0.33 ; Ang Hwa Lie (1967) di Gresik dengan koefisien validitas 0.49, 0.42, 0.60, 0,42. Penelitian reliabilitas juga pernah dilakukan pada tahun 1967 oleh Thukul Santosa di Magelang dengan koefisien reliabilitas masing-masing 0.875 , 0.758, 0.870, 0.912 (Attamimi, 1984).

Tes Kraepelin dilihat berdasarkan teori kemampuan mental primer Thurstonemengukur faktor primernumber atau angka.Tes ini mengukur kemampuan seseorang menggunakan angka dengan cepat dan teliti (Mangunsong, dkk., 1993). Pada era perkembangan teknologi ini, kecanggihan teknologi kalkulator juga dapat dihubungkan dengan tingkat kemampuan numerik seseorang.Penggunaan kalkulator ditemukan dapat menurunkan kemampuan dasar berhitung pada anak (McCauliff, 2004) dan juga meningkatkan sikap positif seseorang terhadap matematika(Ellington, 2003). Pada tahun 1980-an, kalkulator mulai banyak digunakan di dalam kelas. Hal ini kemudian juga mempengaruhi proses belajar mengajar pada sekolah yang awalnya menekankan kemampuan berhitung manual anak (McCauliff, 2004). Berdasarkan komunikasi personal dengan beberapa guru matematika, peneliti juga memperoleh informasi adanya penurunan kemampuan berhitung murid-murid sekarang.Dengan adanya perubahan pada kemampuan numerik seseorang saat ini, maka sangat memungkinkan tes Kraepelin juga tidak lagi melakukan pengukuran sebagaimana mestinya.


(49)

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa tes Kraepelin cukup baik karena memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur keempat faktor yang diukurnya. Akan tetapi, penelitian mengenai validitas dan reliabilitas tes Kraepelin ini dilakukan pada tahun 60-an dan sudah lebih dari 50 tahun yang lalu. Hingga saat ini, belum ada penelitian baru yang mengujikembali validitas dan reliabilitasnya.

Tes Kraepelin sebagai tes yang sudah lama ada dan masih digunakan seharusnya dianalisa secara berkala untuk melihat apakah tes ini masih baik atau tidak.Apabila kualitas tes sudah menurun,saran tes sebaiknya dipertimbangkan lagi untuk menghindari kesalahan pengambilan keputusan.Akan tetapi, jika kualitas tes Kraepelin masih baik, maka tes dapat terus digunakan.Selain itu, penggunaan tes Kraepelin juga dapat direkomendasikan kepada para praktisi karena masih berkualitas baik, dan mempunyai berbagai kelebihan yang telah disebutkan sebelumnya.

Sebuah tes dikatakan berkualitasbaik apabila hasil pengukuran dari tes tersebut tepat, bermakna dan dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Untuk menentukan kualitas sebuah tes, dapat dilihat dari validitasnya yaitu derajat seberapa tinggi bukti-bukti dan teori yang ada mendukung intepretasi dari hasil skor sebuah tes (Osterlind, 2010).Validitas dari tes Kraepelin sudah pernah diuji beberapa kali pada tahun 1960-an dan hasilnya menunjukkan bahwa validitas tes Kraepelin cukup baik. Saat ini, sangat memungkinkan bahwa validitas dari tes Kraepelin telah berubah karena waktu penggunaannya yang sudah lama. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Osterlind (2010) bahwa hasil


(50)

penelitian mengenai kualitas sebuah tes sangat rentan berubah seiring berubahnya waktu, maka validitas tes Kraepelin harus diuji kembali untuk melihat kualitas tes ini pada penggunaannya sekarang.

Terdapat beberapa jenis bukti yang dapat digunakan untuk menguji validitas sebuah tes, di antaranya yaitu bukti validitas berdasarkan konten tes, proses respon, struktur internal, variabel lain dan pertimbangan eksternal (Osterlind, 2010). Berdasarkan konten tes, bentuk dan isi tes Kraepelin masih sama sejak pertama kali digunakan di Indonesia 50-an tahun yang lalu. Meskipun bentuk dan isi tes ini masih sama hingga sekarang, sangatlah penting untuk memastikan apakah tes ini memang masih mengukur keempat faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menguji struktur internal sebuah tes. Menguji struktur internal dari sebuah alat tes artinya membandingkan antara hasil tes peserta dengan apa yang seharusnya diukur tes tersebut berdasarkan struktur yang telah ada(Coaley, 2010). Respon subjek terhadap setiap faktor akan langsung diuji terhadap faktor-faktor dalam testersebut.

Pengujian validitas tes Kraepelin tidak melibatkan proses respon aitemkarena intepretasi hasil tes ini tidak dipengaruhi cara seseorang dalam merespon tes. Hasil tes Kraepelin juga tidak dibandingkan dengan hasil dari tes yang lain untuk menghindari kesalahan kriteria yang mungkin akan muncul. Suatu tes akan dikatakan valid apabila hasil dari faktor-faktor dalam tes itu memang benar mengukur atribut yang diukur tes tersebut (Osterlind, 2010). Tes Kraepelin akan disebut valid apabila hasil dari tes ini memang terbukti masih mengukur bakat berdasarkan kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan


(51)

kerja. Jika tidak, maka tes Kraepelin telah berubah fungsi mengukur atribut yang lain.

Sebuah tes yang berkualitas baik juga harus memiliki konsistensidalam pengukuran.Pengguna tes harus melihat kestabilanskor dari beberapa pengukuran parallel yang dilakukan secara acak, yang disebut reliabilitas tes (Osterlind, 2010). Marnat (2003) menyatakan bahwa sebuah tes harus dilihat reliabilitasnya dari derajat kestabilan, konsistensi, prediktabilitas dan akurasinya. Reliabilitas sebuah tes juga harus diuji secara berkala karena berubah sesuai dengan tujuan, waktu dan konteks penggunaan tes (Osterlind, 2010). Penelitian reliabilitas tes Kraepelin yang terakhir dilakukan pada tahun 1967. Dengan selang waktu lebih dari 50 tahun, reliabilitas tes Kraepelin mungkin telah berubah. Oleh karena itu, reliabilitas tes Kraepelin juga harus diuji kembali.

Berdasarkanpemaparan di atas, peneliti memilih tes Kraepelin untuk dianalisa karakteristik psikometrisnya yang berupa validitasberdasarkan bukti struktur internal dan reliabilitasnya .Hal ini sangat penting karena belum ada pengujian karakteristik psikometrisnya untuk waktu yang sangat lama, padahal masih sering digunakan.Peneliti ingin melihat apakah tes Kraepelin masih valid dan reliabel dalam menggambarkan bakat ditinjau darifaktor kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja, guna melihat apakah tes ini masih baik untuk digunakan atau tidak.


(52)

Peneliti melihat perlunya dilakukan pengujian ulang terhadap validitas dan reliabilitas dari tes Kraepelin.Pengujian validitas serta reliabilitas yang sebelumnya dilakukan sudah lebih dari lima puluh tahun yang lalusehingga sangat penting untuk melihat apakah tes ini masih baik untuk digunakan sekarang. Peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini dalam dua pertanyaan, yaitu : 1. Berapakah nilai koefisien reliabilitas tes Kraepelin?

2. Apakah tes Kraepelinterbukti valid berdasarkan struktur internal tes untuk mengukur bakat melalui faktor kecepatankerja, ketelitian kerja, keajegan kerja, dan ketahanan kerja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk melihat apakah tes Kraepelin masih baik digunakan untuk mengungkap bakatmelalui faktor kecepatan, ketelitian, keajegan dan ketahanan kerja dengan menguji validitas dan reliabilitasnya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagiilmu psikologi dalam hal pengkajian alat ukur dan juga untuk melengkapi karakteristik psikometris dari tes Kraepelin.


(53)

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada para praktisi sebagai pengguna tes mengenai karakteristik tes Kraepelin. Informasi ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan sebelum menggunakan tes ini khususnya dalam praktek konseling pendidikan maupun pekerjaan.

E. Kerangka Berpikir

Dilakukan pengujian ulang Terakhir dilakukan pada tahun 1960an Tes Bakat

Ganda Tes Bakat

Khusus

GATB FACT

DAT

Kelebihan :

Paling sesuai digunakan di bidang pendidikan dan pekerjaan Untuk pengambilan keputusan selanjutnya Tes Intelegensi Tes Prestasi Tes Psikologi Tes Kepribadian Tes Bakat

Pauli

Tes berhitung Kraepelin Kelebihan : Menggunakan perhitungan aritmatika sederhana

Bisa digunakan siapa saja Proses psikologis universal Angka bersifat universal Tidak bias Lebih singkat Masuk ke Indonesia oleh UGM & UI

Alasan :

Belum ada penelitian terbaru sejak 50-an tahun yang lalu Tes masih digunakan


(54)

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka berpikir penelitian, dan sistematika penulisan penelitian. Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan teori mengenai sejarah perkembangan Tes Kraepelin, penelitian tentang tes Kraepelin, teori mengenai validitas dan reliabilitas, serta karakteristik psikometri Tes Kraepelin.

BabIII : Metode Penelitian

Bab ini berisikan mengenai metode penelitian yaitu jenis penelitian, data dalam penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data.

Bab IV : Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisikan gambaran subjek penelitian, deskripsi hasil analisis validitas dan reliabilitas, serta pembahasan mengenai seluruh hasil yang diperoleh dalam penelitian ini.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas karunia dan berkat rahmat-Nya, ditambah dengan kerja keras peneliti, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul“Karakteristik Psikometri Tes Kraepelin”. Selain itu, peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Etti Rahmawati, M. Si.selaku dosen pembimbing skrpsi, seminar dan pembimbing akademik dari peneliti, yang senantiasa membagi ilmu, memberikan waktu untuk berdiskusi selama penulisan proposal dan memberikan masukan, dorongan dan motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, psikolog dan Ibu Lili Garliah, M.Si,psikolog yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji peneliti dan memberikan ilmu kepada peneliti.

4. Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu peneliti dalam proses pengumpulan data.

5. Biro psikologi Humanika Counseling yang telah memberikan kepercayaan pada peneliti untuk menggunakan data institusi sebagai data penelitian ini.


(2)

6. PT. Inti Indosawit Subur atas kerjasama dan kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian lingkungan perusahaannya.

7. Teman-teman kuliah (Ulfah, Juliana, Melinda, Tasya, Aci, Nuovi dan Benny ) yang bersama-sama dengan peneliti berusaha menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi USU.

8. Teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

9. Keluarga yang senantiasa mendukung peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya Christine yang merupakan kakak peneliti.

10.Seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat disebut satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, segala kritik, saran dan masukan sangat peneliti harapkan untuk kesempurnaan proposal ini.Akhir kata, peneliti mengucapkan terima kasih dan berharapskripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Medan, Februari2016


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

E. Kerangka Berpikir ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TNJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Tes Kraepelin ... 13

1. Sejarah Perkembangan Tes Kraepelin ... 13

2. Penelitian Terdahulu Tes Kraepelin ... 14

B. Karakteristik Psikometri ... 14

1. Validitas ... 14

a. Definisi ... 14


(4)

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Validitas ... 21

d. Analisa Koefisien Validitas ... 24

2. Reliabilitas ... 25

a. Definisi ... 25

b. Pengukuran Parallel ... 26

c. Perhitungan Koefisien Reliabilitas... 28

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reliabilitas ... 31

e. Analisa Koefisien Reliabilitas ... 32

C. Karakteristik Psikometri Tes Kraepelin ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Data Penelitian ... 36

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 37

1. Mengkaji Literatur ... 37

2. Membuat Proposal Penelitian ... 37

3. Mengurus Izin Penelitian ... 37

4. Menganalisis Data ... 38

D. Metode Pengumpulan Data ... 38

E. Analisis Data ... 38

1. Analisis Validitas ... 38

2. Analisis Reliabilitas ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42


(5)

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kecepatan Kerja, Ketelitian Kerja, Keajegan Kerja dan Ketahanan Kerja ... 43

a. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Kecepatan Kerja, Ketelitian Kerja, Keajegan Kerja dan Ketahanan Kerja ... 43

b. Kategorisasi Subjek Penelitian Berdasarkan Kecepatan Kerja, Ketelitian Kerja, Keajegan Kerja dan Ketahanan Kerja ... 43

B. Deskripsi Hasil ... 45

1. Analisis Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal ... 45

a. Uji Kecocokan Model ... 45

b. Analisis Nilai t dan Nilai Muatan Faktor pada Setiap Faktor Tes Kraepelin ... 46

2. Analisis Reliabilitas ... 47

C. Pembahasan ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

1. Saran Praktis ... 52

2. Saran Metodologis ... 52


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Ukuran-Ukuran GOF ... 40 Tabel 2. Distribusi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42 Tabel 3. Statistik Deskriptif Nilai Kecepatan Kerja, Ketelitian Kerja, Keajegan

Kerja dan Ketahanan Kerja ... 43 Tabel 4. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Berdasarkan Kecepatan Kerja,

Ketelitian Kerja, Keajegan Kerja dan Ketahanan Kerja ... 45 Tabel 5. Nilai GOF Tes Kraepelin... 45 Tabel 6. Nilai t dan Nilai Muatan Faktor pada Setiap Faktor Tes Kraepelin ... 46