Proyek Kelompok Untuk Peningkatan Pengan Bermatematika Siswa Sekolah Menengah Atas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proyek Kelompok
Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan
model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola
pembelajaran di kelas dengan melibatkan keja proyek. Kerja proyek memuat
tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan
(problem) yang sangat menantang dan menuntut peserta didik untuk merancang,
memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri.
2.1.1 Defenisi metode proyek kelompok
Menurut Bell (2010), ada beberapa pengertian mengenai model pembelajaran
berbasis proyek yaitu sebagai berikut :
1. Project based learning is curriculum fueled and standards based. Model pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulumnya. Melalui Pembelajaran berbasis
proyek, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun
(a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum;
2. Project based learning asks a question or poses a problem that each student
can answer. Model Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang menuntut pengajar atau peserta didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding question). Mengingat bahwa masing-masing
peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna
bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap peserta didik pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan
penuntun;
6
7
3. Project Based Learning asks students to investigate issues and topics addressing real-world problems while integrating subjects across the curriculum. Model pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran
yang menuntut peserta didik membuat jembatan yang menghubungkan antar berbagai subjek materi. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata;
4. Project based learning is a models that fosters abstract, intellectual tasks
to explore complex issues. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model
pembelajaran yang memperhatikan pemahaman peserta didik dalam melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis informasi melalui
cara yang bermakna. Pembelajaran berbasis proyek juga merupakan suatu
model pembelajaran yang menyangkut pemusatan pertanyaan dan masalah yang bermakna, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, proses
pencarian berbagai sumber, pemberian kesempatan kepada anggota untuk
bekerja secara kolaborasi, dan menutup dengan presentasi produk nyata.
Pembelajaran berbasis proyek ini tidak hanya mengkaji hubungan antara
informasi teoritis dan praktek, tetapi juga memotivasi siswa untuk merefleksi apa yang mereka pelajari dalam pembelajaran dalam sebuah proyek
nyata serta dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa.
Secara teoretis dan konseptual, pembelajaran dengan metode proyek kelompok juga didukung oleh teori aktivitas Piaget dan Inhelder (1974). Activity theory
menyatakan bahwa struktur dasar suatu kegiatan terdiri atas: (a) tujuan yang
ingin dicapai, (b) subjek yang berada dalam konteks, (c) suatu masyarakat di
mana pekerjaan itu dilakukan dengan perantaraan, (d) alat-alat, dan (e) peraturan kerja dan pembagian tugas. Dalam penerapannya di kelas bertumpu pada kegiatan belajar aktif dalam bentuk melakukan sesuatu daripada kegiatan
pasif menerima transfer pengetahuan dari guru. Pembelajaran dengan metode
proyek kelompok juga didukung oleh teori belajar konstruktivistik, yang bersandar pada ide bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri Murphy (1997). Pembelajaran dengan menggunakan
metode proyek kelompok dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal. Ketika pembelajaran berbasis proyek
dilakukan dalam model belajar kolaboratif dalam kelompok kecil siswa, pembe-
8
lajaran berbasis proyek juga mendapat dukungan teoretis yang bersumber dari
konstruktivisme sosial yang memberikan landasan pengembangan kognitif melalui
peningkatan intensitas interaksi antarpersonal (Vygotsky, 1978). Adanya peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan ide orang lain, dan merefleksikan
ide sendiri pada orang lain, adalah suatu bentuk pembelajaran individu. Proses
interaktif dengan kawan sejawat membantu proses konstruksi pengetahuan. Dari
perspektif teori ini pembelajaran dengan menggunakan metode proyek kelompok
dapat membantu siswa meningkatkan keterampilan dan memecahkan masalah secara kolaboratif.
2.1.2 Sintaks metode proyek kelompok
Dalam model ini ada beberapa sintaks (langkah-langkah) yang perlu diperhatikan
antara lain sebagai berikut :
1. Penentuan pertanyaan mendasar (start with the essential question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang
dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas.
Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang
diangkat relevan untuk para peserta didik;
2. Mendesain perencanaan proyek (design a plan for the project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik.
Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa memiliki atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang
dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek;
3. Menyusun jadwal (create a schedule)
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian
proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4)
membimbing peserta didik ketika membuat cara yang tidak berhubungan
9
dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan
(alasan) tentang pemilihan suatu cara;
4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (monitor the students and
the progress of the project)
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas
peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan
cara menfasilitasi peserta didik pada setiap roses. Dengan kata lain pengajar
berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah
proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan
aktivitas yang penting;
5. Menguji hasil (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah
dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya;
6. Mengevaluasi pengalaman (evaluate the experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses
refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini
peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya
selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan
diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk
menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
Keenam langkah tersebut mengandung interpretasi bahwa dalam mengerjakan proyek, siswa dapat berkolaborasi dan melakukan investigasi dalam kelompok kolaboratif antara 4-5 orang. Keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
dan dikembangkan oleh siswa dalam timadalah merencanakan, mengorganisasikan, negosiasi, dan membuat konsensus tentang tugas yang dikerjakan, siapa yang
mengerjakan, apa dan bagaimana mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam berinvestigasi. Keterampilan yang dibutuhkan dan yang akan dikembangkan
oleh siswa merupakan keterampilan yang esensial sebagai landasan untuk keber-
10
hasilan proyek siswa. Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan melalui kolaborasi dalam tim menyebabkan pembelajaran menjadi aktif, di mana setiap
individu memiliki keterampilan yang bervariasi sehingga setiap individu mencoba
menunjukkan keterampilan yang siswa miliki dalam kerja tim mereka. Pembelajaran secara aktif dapat memimpin siswa ke arah peningkatan keterampilan dan
kinerja ilmiah. Kinerja ilmiah tersebut mencakup prestasi akademis, mutu interaksi hubungan antar pribadi, rasa harga diri, persepsi dukungan sosial lebih
besar, dan keselarasan antar para siswa.
2.2 Pengalaman Dalam Pembelajaran Matematika
Pengertian pengalaman belajar adalah Pengalaman belajar tidak sama dengan
konten materi pembelajaran atau kegiatan yang dilakukan oleh guru. Istilah
pengalaman belajar mengacu kepada interaksi antara pebelajar dengan kondisi
eksternal di lingkungan yang ia reaksi. Belajar melalui perilaku aktif siswa; yaitu
apa yang dilakukan saat siswa belajar, bukan apa yang dilakukan oleh guru.
Caswel dan Campbell (1935) mengatakan bahwa tersusun atas semua pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa dibawah bimbingan guru. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa:
1. Pengalaman belajar pengalaman mengacu kepada interaksi pebelajar dengan kondisi eksternalnya, bukan konten pelajaran;
2. Pengalaman belajar mengacu kepada belajar melaui perilaku aktif siswa;
3. Pelajar akan dimiliki oleh siswa setelah dia mengikuti kegiatan belajarmengajar tertentu;
4. Pengalaman belajar itu merupakan hasil yang diperoleh siswa;
5. Adanya berbagai upaya yang dilakukan oleh guru dalam usahanya untuk
membimbing siswa agar memiliki pengalaman belajar tertentu. Dalam kaitan ini tentu guru pun ingin mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai pengalaman belajar yang ditentukan dan seberapa besar efektivitas
bimbingan yang telah diberikan kepada siswa. Dalam konteks inilah evaluasi pengalaman belajar menjadi sangat penting karena evaluasi pengalaman
belajar merupakan proses pengumpulan dan penginterpretasian informasi
11
atau data yang dilakukan secara kontinyu dan sistematis untuk menentukan
tingkat pencapaian hasil belajar siswa.
Memahami teori tentang bagaimana orang belajar serta kemampuan menerapkannya dalam pengajaran matematika merupakan persyaratan penting untuk
menciptakan proses pengajaran yang efektif. Berbagai studi tentang perkembangan intelektual manusia telah menghasilkan sejumlah teori belajar yang sangat
bervariasi. Walaupun di antara para ahli psikologi, ahli teori belajar, dan para
pendidik masih terdapat banyak perbedaan pemahaman tentang bagaimana orang
belajar serta metoda paling efektif untuk terjadinya belajar, akan tetapi di antara mereka terdapat juga sejumlah kesepahaman. Menurut Bell (1978), tiap teori
dapat dipandang sebagai suatu metoda untuk mengorganisasi serta mempelajari
berbagai variabel yang berkaitan dengan belajar dan perkembangan intelektual,
dan dengan demikian guru dapat memilih serta menerapkan elemen-elemen teori
tertentu dalam pelaksanaan pengajaran di kelas.
Bagaimana matematika seharusnya dipelajari? Pertanyaan ini nampaknya
sederhana, akan tetapi memerlukan jawaban yang tidak sederhana. Karena pandangan guru tentang proses belajar matematika sangat berpengaruh terhadap
bagaimana mereka melakukan pembelajaran di kelas, maka mempelajari teoriteori yang berkaitan dengan belajar matematika harus menjadi prioritas bagi
para pendidik matematika.
Piaget (dalam Bell, 1978) juga menyatakan bahwa perkembangan intelektual anak merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi informasi ke dalam
struktur mental. Asimilasi adalah suatu proses dimana informasi atau pengalaman yang diperoleh seseorang masuk ke dalam struktur mentalnya, sedangkan
akomodasi adalah terjadinya restrukturisasi dalam otak sebagai akibat adanya informasi atau pengalaman baru. Piaget selanjutnya menjelaskan bahwa perkembangan mental seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kematangan,
pengalaman fisik, pengalaman matematis-logis, transmisi sosial (iteraksi sosial),
dan keseimbangan. Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak
itu mencakup tiga tahapan yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap enaktif, anak biasanya sudah bisa melakukan manipulasi, konstruksi, serta penyusunan
dengan memanfaatkan benda-benda kongkrit.
12
Pada tahap ikonik, anak sudah mampu berfikir representatif yakni dengan
menggunakan gambar atau turus. Pada tahap ini mereka sudah bisa berfikir verbal yang didasarkan pada representasi benda-benda kongkrit. Selanjutnya pada
tahap simbolik, anak sudah memiliki kemampuan untuk berfikir atau melakukan
manipulasi dengan menggunakan simbol-simbol.
Dienes (1969) berpandangan bahwa belajar matematika itu mencakup lima tahapan yaitu bermain bebas, generalisasi, representasi, simbolisasi, dan formalisasi. Pada tahap bermain bebas anak biasanya berinteraksi langsung dengan benda-benda kongkrit sebagai bagian dari aktivitas belajarnya. Pada tahap
berikutnya, generalisasi, anak sudah memiliki kemampuan untuk mengobservasi
pola, keteraturan, dan sifat yang dimiliki bersama. Pada tahap representasi,
anak memiliki kemampuan untuk melakukan proses berfikir dengan menggunakan representasi obyek-obyek tertentu dalam bentuk gambar atau turus. Tahap
simbolisasi, adalah suatu tahapan dimana anak sudah memiliki kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol matematik dalam proses berfikirnya. Sedangkan
tahap formalisasi, adalah suatu tahap dimana anak sudah memiliki kemampuan
untuk memandang matematika sebagai suatu sistem yang terstruktur. Berdasarkan tiga pandangan yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, dan Dienes, dapat
diperoleh hal-hal berikut ini.
Anak dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar dan kesempatan untuk
mengemukakan ide-ide merupakan hal yang sangat esensial dalam proses tersebut.
1. Terdapat sejumlah karakteristik dan tahapan berfikir yang teridentifikasi
dan dapat dipastikan bahwa anak melalui tahapan-tahapan tersebut;
2. Belajar bergerak dari tahapan yang bersifat kongkrit ke tahapan lain yang
lebih abstrak;
3. Kemampuan untuk menggunakan simbol serta representasi formal secara
alamiah berkembang mulai dari tahapan yang lebih kongkrit;
Pengajaran yang efektif antara lain ditandai dengan keberhasilan anak dalam belajar. Dengan demikian untuk berhasilnya pengajaran matematika, pertimbanganpertimbangan tentang bagaimana anak belajar merupakan langkah awal yang
harus diperhatikan. Dalam upaya untuk melakukan hal tersebut, diperlukan beberapa prinsip dasar seperti yang akan dibahas di bawah ini. Prinsip-prinsip
13
tersebut adalah merupakan implikasi dari teori belajar yang telah dikemukakan
sebelumnya.
Sehingga dalam mewujudakan proses pembelajaran matematika yang melibatkan siswa lebih aktif dan mempunyai interaksi sosial dalam menyelesaikan permasalahan matematika dan kontruksi dalam bermatematika dalam meningkatkan
pengalaman siswa dapat diwujudkan dengan penggunaan metode proyek kelompok.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proyek Kelompok
Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan
model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola
pembelajaran di kelas dengan melibatkan keja proyek. Kerja proyek memuat
tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan
(problem) yang sangat menantang dan menuntut peserta didik untuk merancang,
memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri.
2.1.1 Defenisi metode proyek kelompok
Menurut Bell (2010), ada beberapa pengertian mengenai model pembelajaran
berbasis proyek yaitu sebagai berikut :
1. Project based learning is curriculum fueled and standards based. Model pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulumnya. Melalui Pembelajaran berbasis
proyek, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun
(a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum;
2. Project based learning asks a question or poses a problem that each student
can answer. Model Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang menuntut pengajar atau peserta didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding question). Mengingat bahwa masing-masing
peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna
bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap peserta didik pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan
penuntun;
6
7
3. Project Based Learning asks students to investigate issues and topics addressing real-world problems while integrating subjects across the curriculum. Model pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran
yang menuntut peserta didik membuat jembatan yang menghubungkan antar berbagai subjek materi. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata;
4. Project based learning is a models that fosters abstract, intellectual tasks
to explore complex issues. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model
pembelajaran yang memperhatikan pemahaman peserta didik dalam melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis informasi melalui
cara yang bermakna. Pembelajaran berbasis proyek juga merupakan suatu
model pembelajaran yang menyangkut pemusatan pertanyaan dan masalah yang bermakna, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, proses
pencarian berbagai sumber, pemberian kesempatan kepada anggota untuk
bekerja secara kolaborasi, dan menutup dengan presentasi produk nyata.
Pembelajaran berbasis proyek ini tidak hanya mengkaji hubungan antara
informasi teoritis dan praktek, tetapi juga memotivasi siswa untuk merefleksi apa yang mereka pelajari dalam pembelajaran dalam sebuah proyek
nyata serta dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa.
Secara teoretis dan konseptual, pembelajaran dengan metode proyek kelompok juga didukung oleh teori aktivitas Piaget dan Inhelder (1974). Activity theory
menyatakan bahwa struktur dasar suatu kegiatan terdiri atas: (a) tujuan yang
ingin dicapai, (b) subjek yang berada dalam konteks, (c) suatu masyarakat di
mana pekerjaan itu dilakukan dengan perantaraan, (d) alat-alat, dan (e) peraturan kerja dan pembagian tugas. Dalam penerapannya di kelas bertumpu pada kegiatan belajar aktif dalam bentuk melakukan sesuatu daripada kegiatan
pasif menerima transfer pengetahuan dari guru. Pembelajaran dengan metode
proyek kelompok juga didukung oleh teori belajar konstruktivistik, yang bersandar pada ide bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri Murphy (1997). Pembelajaran dengan menggunakan
metode proyek kelompok dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal. Ketika pembelajaran berbasis proyek
dilakukan dalam model belajar kolaboratif dalam kelompok kecil siswa, pembe-
8
lajaran berbasis proyek juga mendapat dukungan teoretis yang bersumber dari
konstruktivisme sosial yang memberikan landasan pengembangan kognitif melalui
peningkatan intensitas interaksi antarpersonal (Vygotsky, 1978). Adanya peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan ide orang lain, dan merefleksikan
ide sendiri pada orang lain, adalah suatu bentuk pembelajaran individu. Proses
interaktif dengan kawan sejawat membantu proses konstruksi pengetahuan. Dari
perspektif teori ini pembelajaran dengan menggunakan metode proyek kelompok
dapat membantu siswa meningkatkan keterampilan dan memecahkan masalah secara kolaboratif.
2.1.2 Sintaks metode proyek kelompok
Dalam model ini ada beberapa sintaks (langkah-langkah) yang perlu diperhatikan
antara lain sebagai berikut :
1. Penentuan pertanyaan mendasar (start with the essential question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang
dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas.
Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang
diangkat relevan untuk para peserta didik;
2. Mendesain perencanaan proyek (design a plan for the project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik.
Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa memiliki atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang
dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek;
3. Menyusun jadwal (create a schedule)
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian
proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4)
membimbing peserta didik ketika membuat cara yang tidak berhubungan
9
dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan
(alasan) tentang pemilihan suatu cara;
4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (monitor the students and
the progress of the project)
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas
peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan
cara menfasilitasi peserta didik pada setiap roses. Dengan kata lain pengajar
berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah
proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan
aktivitas yang penting;
5. Menguji hasil (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah
dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya;
6. Mengevaluasi pengalaman (evaluate the experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses
refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini
peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya
selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan
diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk
menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
Keenam langkah tersebut mengandung interpretasi bahwa dalam mengerjakan proyek, siswa dapat berkolaborasi dan melakukan investigasi dalam kelompok kolaboratif antara 4-5 orang. Keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
dan dikembangkan oleh siswa dalam timadalah merencanakan, mengorganisasikan, negosiasi, dan membuat konsensus tentang tugas yang dikerjakan, siapa yang
mengerjakan, apa dan bagaimana mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam berinvestigasi. Keterampilan yang dibutuhkan dan yang akan dikembangkan
oleh siswa merupakan keterampilan yang esensial sebagai landasan untuk keber-
10
hasilan proyek siswa. Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan melalui kolaborasi dalam tim menyebabkan pembelajaran menjadi aktif, di mana setiap
individu memiliki keterampilan yang bervariasi sehingga setiap individu mencoba
menunjukkan keterampilan yang siswa miliki dalam kerja tim mereka. Pembelajaran secara aktif dapat memimpin siswa ke arah peningkatan keterampilan dan
kinerja ilmiah. Kinerja ilmiah tersebut mencakup prestasi akademis, mutu interaksi hubungan antar pribadi, rasa harga diri, persepsi dukungan sosial lebih
besar, dan keselarasan antar para siswa.
2.2 Pengalaman Dalam Pembelajaran Matematika
Pengertian pengalaman belajar adalah Pengalaman belajar tidak sama dengan
konten materi pembelajaran atau kegiatan yang dilakukan oleh guru. Istilah
pengalaman belajar mengacu kepada interaksi antara pebelajar dengan kondisi
eksternal di lingkungan yang ia reaksi. Belajar melalui perilaku aktif siswa; yaitu
apa yang dilakukan saat siswa belajar, bukan apa yang dilakukan oleh guru.
Caswel dan Campbell (1935) mengatakan bahwa tersusun atas semua pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa dibawah bimbingan guru. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa:
1. Pengalaman belajar pengalaman mengacu kepada interaksi pebelajar dengan kondisi eksternalnya, bukan konten pelajaran;
2. Pengalaman belajar mengacu kepada belajar melaui perilaku aktif siswa;
3. Pelajar akan dimiliki oleh siswa setelah dia mengikuti kegiatan belajarmengajar tertentu;
4. Pengalaman belajar itu merupakan hasil yang diperoleh siswa;
5. Adanya berbagai upaya yang dilakukan oleh guru dalam usahanya untuk
membimbing siswa agar memiliki pengalaman belajar tertentu. Dalam kaitan ini tentu guru pun ingin mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai pengalaman belajar yang ditentukan dan seberapa besar efektivitas
bimbingan yang telah diberikan kepada siswa. Dalam konteks inilah evaluasi pengalaman belajar menjadi sangat penting karena evaluasi pengalaman
belajar merupakan proses pengumpulan dan penginterpretasian informasi
11
atau data yang dilakukan secara kontinyu dan sistematis untuk menentukan
tingkat pencapaian hasil belajar siswa.
Memahami teori tentang bagaimana orang belajar serta kemampuan menerapkannya dalam pengajaran matematika merupakan persyaratan penting untuk
menciptakan proses pengajaran yang efektif. Berbagai studi tentang perkembangan intelektual manusia telah menghasilkan sejumlah teori belajar yang sangat
bervariasi. Walaupun di antara para ahli psikologi, ahli teori belajar, dan para
pendidik masih terdapat banyak perbedaan pemahaman tentang bagaimana orang
belajar serta metoda paling efektif untuk terjadinya belajar, akan tetapi di antara mereka terdapat juga sejumlah kesepahaman. Menurut Bell (1978), tiap teori
dapat dipandang sebagai suatu metoda untuk mengorganisasi serta mempelajari
berbagai variabel yang berkaitan dengan belajar dan perkembangan intelektual,
dan dengan demikian guru dapat memilih serta menerapkan elemen-elemen teori
tertentu dalam pelaksanaan pengajaran di kelas.
Bagaimana matematika seharusnya dipelajari? Pertanyaan ini nampaknya
sederhana, akan tetapi memerlukan jawaban yang tidak sederhana. Karena pandangan guru tentang proses belajar matematika sangat berpengaruh terhadap
bagaimana mereka melakukan pembelajaran di kelas, maka mempelajari teoriteori yang berkaitan dengan belajar matematika harus menjadi prioritas bagi
para pendidik matematika.
Piaget (dalam Bell, 1978) juga menyatakan bahwa perkembangan intelektual anak merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi informasi ke dalam
struktur mental. Asimilasi adalah suatu proses dimana informasi atau pengalaman yang diperoleh seseorang masuk ke dalam struktur mentalnya, sedangkan
akomodasi adalah terjadinya restrukturisasi dalam otak sebagai akibat adanya informasi atau pengalaman baru. Piaget selanjutnya menjelaskan bahwa perkembangan mental seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kematangan,
pengalaman fisik, pengalaman matematis-logis, transmisi sosial (iteraksi sosial),
dan keseimbangan. Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak
itu mencakup tiga tahapan yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap enaktif, anak biasanya sudah bisa melakukan manipulasi, konstruksi, serta penyusunan
dengan memanfaatkan benda-benda kongkrit.
12
Pada tahap ikonik, anak sudah mampu berfikir representatif yakni dengan
menggunakan gambar atau turus. Pada tahap ini mereka sudah bisa berfikir verbal yang didasarkan pada representasi benda-benda kongkrit. Selanjutnya pada
tahap simbolik, anak sudah memiliki kemampuan untuk berfikir atau melakukan
manipulasi dengan menggunakan simbol-simbol.
Dienes (1969) berpandangan bahwa belajar matematika itu mencakup lima tahapan yaitu bermain bebas, generalisasi, representasi, simbolisasi, dan formalisasi. Pada tahap bermain bebas anak biasanya berinteraksi langsung dengan benda-benda kongkrit sebagai bagian dari aktivitas belajarnya. Pada tahap
berikutnya, generalisasi, anak sudah memiliki kemampuan untuk mengobservasi
pola, keteraturan, dan sifat yang dimiliki bersama. Pada tahap representasi,
anak memiliki kemampuan untuk melakukan proses berfikir dengan menggunakan representasi obyek-obyek tertentu dalam bentuk gambar atau turus. Tahap
simbolisasi, adalah suatu tahapan dimana anak sudah memiliki kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol matematik dalam proses berfikirnya. Sedangkan
tahap formalisasi, adalah suatu tahap dimana anak sudah memiliki kemampuan
untuk memandang matematika sebagai suatu sistem yang terstruktur. Berdasarkan tiga pandangan yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, dan Dienes, dapat
diperoleh hal-hal berikut ini.
Anak dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar dan kesempatan untuk
mengemukakan ide-ide merupakan hal yang sangat esensial dalam proses tersebut.
1. Terdapat sejumlah karakteristik dan tahapan berfikir yang teridentifikasi
dan dapat dipastikan bahwa anak melalui tahapan-tahapan tersebut;
2. Belajar bergerak dari tahapan yang bersifat kongkrit ke tahapan lain yang
lebih abstrak;
3. Kemampuan untuk menggunakan simbol serta representasi formal secara
alamiah berkembang mulai dari tahapan yang lebih kongkrit;
Pengajaran yang efektif antara lain ditandai dengan keberhasilan anak dalam belajar. Dengan demikian untuk berhasilnya pengajaran matematika, pertimbanganpertimbangan tentang bagaimana anak belajar merupakan langkah awal yang
harus diperhatikan. Dalam upaya untuk melakukan hal tersebut, diperlukan beberapa prinsip dasar seperti yang akan dibahas di bawah ini. Prinsip-prinsip
13
tersebut adalah merupakan implikasi dari teori belajar yang telah dikemukakan
sebelumnya.
Sehingga dalam mewujudakan proses pembelajaran matematika yang melibatkan siswa lebih aktif dan mempunyai interaksi sosial dalam menyelesaikan permasalahan matematika dan kontruksi dalam bermatematika dalam meningkatkan
pengalaman siswa dapat diwujudkan dengan penggunaan metode proyek kelompok.