Perbedaan Self Directed Learning Siswa Sekolah Menengah Atas Dan Sekolah Menengah Kejuruan Di Yayasan Dharma Bakti Medan

(1)

34

PERBEDAAN SELF DIRECTED LEARNING SISWA

SEKOLAH MENENGAH ATAS DAN SEKOLAH MENENGAH

KEJURUAN DI YAYASAN DHARMA BAKTI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

GLADYS EMA SARLINA BANGUN

071301116

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2010/2011


(2)

35

Perbedaan Self Directed Learning Siswa Sekolah Menengah Atas dan Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Di Yayasan Dharma Bakti Medan

Gladys Ema Sarlina Bangun dan Fasti Rola

ABSTRAK

Self directed learning merupakan peningkatan pengetahuan, keahlian,

prestasi, dan pengembangan diri individu dalam belajar. Self directed learning penting dalam proses pembelajaran terutama bagi siswa SLTA yakni siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Perbedaan siswa SMA dan siswa SMK dapat dilihat dari metode belajar dan lingkungan belajar siswa. Hal inilah yang dapat mempengaruhi self directed

learning pada dua jenis pendidikan yang berbeda ini.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan self

directed learning siswa SMA dan siswa SMK di Yayasan Dharma Bakti Medan.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling dengan jumlah subjek sebanyak 140 orang, yaitu 70 orang siswa SMA dan 70 orang siswa SMK. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self

directed learning berdasarkan aspek-aspek self directed learning yang

dikemukakan Gibbons (2002) yaitu mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi, perkembangan keahlian, mengubah diri pada kinerja yang paling baik, manajemen diri siswa, serta motivasi dan penilaian diri siswa. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan koefisien kolerasi Pearson Product

Moment dan untuk mengetahui reliabilitas alat ukur menggunakan teknik

koefisien Alpha dari Cronbach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas terhadap daya uji coba maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem 0,923.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

independent sample t-test dengan terlebih dahulu melakukan uji normalitas dan uji

homogenitas. Pengolahan data dibantu dengan program SPSS 16.00 for windows dan diperoleh hasil p=0,004 (p<0,05). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Ho ditolah dan Ha diterima yaitu terdapat perbedaan self directed learning siswa SMA dan siswa SMK. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self directed learning antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan memiliki self directed learning yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki.


(3)

36

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Perbedaan Self Directed Learning Siswa Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Yayasan Dharma Bakti Medan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Dalam mengerjakan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dan doa dari banyak pihak. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik selama pengerjaan awal hingga akhir penulisan skripsi ini sangatlah sulit untuk bisa menyelesaikannya. Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Fasti ola, M.Psi selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini yang selalu memberikan arahan, saran, dan kritikan dari awal penyusunan hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Sri Supriyantini, M.Psi dan Kak Dian Ulfasari Pasaribu, M.Psi sebagai dosen penguji proposal seminar. Terima kasih atas segala kritik, masukan, bimbingan, dan saran yang telah diberikan kepada peneliti guna membuat penelitian ini menjadi lebih baik. Masukan itu sangat berguna bagi saya untuk selanjutnya.


(4)

37

4. Ibu Etty Rahmawati, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah memberikan nasihat, motivasi, kasih sayang, perhatian dan bimbingan terutama masukan tentang metopelnya. Terima kasih ya ibu. 5. Dosen-dosen yang berada di Departemen Psikologi Pendidikan yang telah

memberikan masukan dan dukungan selama pengerjaan skripsi ini.

6. Orang tua saya, Drs.E.S.Bangun dan N.Sitepu yang telah menjadi orang tua yang sangat luar biasa untuk saya yang selalu mendukung, selalu mendoakan, memberikan kasih sayang yang luar biasa sehingga selalu ada motivasi untuk mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini.

7. Untuk abang-abang dan kakak saya, Bang Ua, Bang Ngah, & Kak Ngah. Makasi buat dukungan dan doanya ya. Untuk seseorang yang juga sangat saya sayangi, Ray Sembiring, makasi buat semangat, dukungan, dan cerewetannya ya.

8. Untuk Sencong Comm Pati, Rosy, Monica, Rany, dan Vivin yang selalu mendukung, memberikan semangat bagi saya. Dan juga untuk Irene Saragih yang akhir-akhir penyelesaian skripsi ini dapat selalu membantu saya, memberikan masukan dan ide yang sangat bermanfaat.

9. Kepada Kepala Sekolah dan Guru-guru SMA maupun SMK di Yayasan Dharma Bakti Medan yang telah membantu peneliti untuk memperoleh data penelitian.

10.Teman-teman Pengurus Permata Golgotha yang senantiasa mendoakan untuk penyelesaian skripsi ini.


(5)

38

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga proposal skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, April 2011 Peneliti


(6)

39

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Self Directed Learning ... 16

1. Pengertian Self Directed Learning ... 16

2. Aspek-aspek Self Directed Learning ... 17

3. Tahapan Self Directed Learning ... 20


(7)

40

B. Jenis Pendidikan ... 23

1. Pengertian Jenis Pendidikan ... 23

2. Jenis- Jenis Pendidikan ... 24

3. Sekolah Menengah Atas ... 25

4. Sekolah Menengah Kejuruan ... 26

C. Hubungan Self Directed Learning dengan Jenis Pendidikan ... 28

D. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III: METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 34

1. Self Directed Learning ... 35

2. Jenis Pendidikan ... 36

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 37

1. Populasi ... 37

2. Sampel ... 37

3. Metode Pengambilan Sampel ... 37

D. Metode Pengumpulan Data ... 39

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 40

1. Uji Validitas ... 40

2. Uji Reliabilitas ... 41

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 42


(8)

41

a. Permohonan Ijin ... 42

b. Rancangan Alat dan Instrumen Penelitian ... 43

c. Uji Coba Alat Ukur ... 43

d. Revisi Alat Ukur ... 45

e. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ... 46

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 46

3. Tahap Pengolahan Data ... 47

G. Metode Analisis Data ... 47

1.Uji Normalitas ... 48

2. Uji Homogenitas ... 48

BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 49

1. Gambaran Subjek Penelitian ... 49

a. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 49

2 Hasil Penelitian ... 50

a. Hasil Utama Penelitian ... 50

i. Uji Normalitas ... 51

ii. Uji Homogenitas ... 51

iii. Uji Hipotesis Utama ... 52

iv. Gambaran Umum Self Directed Learning Terhadap Subjek Peneltian ... 54

b. Hasil Tambahan Penelitian ... 57 i. Gambaran Aspek-aspek Self Directed Learning Terhadap


(9)

42

Subjek Penelitian ... 57

ii. Gambaran Self Directed Learning Berdasarkan Jenis Kelamin Subjek Peneltian ... 61

B. Pembahasan ... 62

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

1. Saran Metodologis ... 70

2. Saran Praktis ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(10)

43

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Blue Print Skala Self Directed Learning Sebelum Uji Coba ... 39 Tabel 2 Distribusi Aitem Hasil Uji Coba Skala Self Directed Learning ... 44 Tabel 3 Blue Print Skala Self Directed Learning Setelah Uji Coba... 45 Tabel 4 Blue Print Skala Self Directed Learning Setelah Dilakukan

Prnyusunan Nomor Aitem ... 46

Tabel 5 Persentase Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49 Tabel 6 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Skala Self Directed

Learning ... 51

Tabel 7 Hasil Uji Homogenitas Data penelitian Skala Self Directed

Learning ... 52

Tabel 8 Gambaran Hasil Data Penelitian dari Skala Self Directed

Learning ... 53

Tabel 9 Hasil Perhitungan Uji-t ... 53 Tabel 10 Deskripsi Skor Self Directed Learning ... 54 Tabel 11 Kategorisasi Norma Niai Self Directed Learning Rentang Nilai

Kategorisasi ... 55

Tabel 12 Data Tingkat dan Klasifikasi Skor Self Directed Learning ... 55 Tabel 13 Kategorisasi Self Directed Learning Berdasarkan Aspek-Aspek

Self Directed Learning ... 57

Tabel 14 Kategorisasi Aspek-Aspek Self Directed Learning

Pada Siswa SMK ... 58

Tabel 15 Kategorisasi Aspek-Aspek Self Directed Learning

Pada Siswa SMA ... 60

Tabel 16 Gambaran Self Directed Learning Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61 Tabel 17 Hasil Uji-t Self Directed Learning Berdasarkan Jenis Kelamin .... 62


(11)

44

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50


(12)

45

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Coba Skala Self Directed Learning ... 78

Lampiran 2 Skor Subjek Pada Skala Self Directed Learning Pada Siswa SMK ... 87

Lampiran 3 Skor Subjek Pada Skala Self Directed Learning Pada Siswa SMA ... 93

Lampiran 4 Hasil Uji Normalitas Skala Self Directed Learning ... 99

Lampiran 5 Hasil Uji Homogenitas Skala Self Directed Learning ... 100

Lampiran 6 Hasil Uji Komparasi dengan Menggunakan Independent Sample t-test ... 101

Lampiran 7 Hasil Uji-t Skor Self Directed Learning Berdasarkan Jenis Kelamin ... 102

Lampiran 8 Skala Uji Coba ... 103

Lampiran 9 Skala Penelitian ... 113


(13)

35

Perbedaan Self Directed Learning Siswa Sekolah Menengah Atas dan Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Di Yayasan Dharma Bakti Medan

Gladys Ema Sarlina Bangun dan Fasti Rola

ABSTRAK

Self directed learning merupakan peningkatan pengetahuan, keahlian,

prestasi, dan pengembangan diri individu dalam belajar. Self directed learning penting dalam proses pembelajaran terutama bagi siswa SLTA yakni siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Perbedaan siswa SMA dan siswa SMK dapat dilihat dari metode belajar dan lingkungan belajar siswa. Hal inilah yang dapat mempengaruhi self directed

learning pada dua jenis pendidikan yang berbeda ini.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan self

directed learning siswa SMA dan siswa SMK di Yayasan Dharma Bakti Medan.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling dengan jumlah subjek sebanyak 140 orang, yaitu 70 orang siswa SMA dan 70 orang siswa SMK. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self

directed learning berdasarkan aspek-aspek self directed learning yang

dikemukakan Gibbons (2002) yaitu mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi, perkembangan keahlian, mengubah diri pada kinerja yang paling baik, manajemen diri siswa, serta motivasi dan penilaian diri siswa. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan koefisien kolerasi Pearson Product

Moment dan untuk mengetahui reliabilitas alat ukur menggunakan teknik

koefisien Alpha dari Cronbach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas terhadap daya uji coba maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem 0,923.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

independent sample t-test dengan terlebih dahulu melakukan uji normalitas dan uji

homogenitas. Pengolahan data dibantu dengan program SPSS 16.00 for windows dan diperoleh hasil p=0,004 (p<0,05). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Ho ditolah dan Ha diterima yaitu terdapat perbedaan self directed learning siswa SMA dan siswa SMK. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self directed learning antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan memiliki self directed learning yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki.


(14)

46 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Pendidikan merupakan proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu dan perkembangan masyarakat. Kemajuan suatu masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya (Sanjaya,2005).

Fungsi pendidikan menurut Hamalik (2009) adalah mempersiapkan peserta didik, dimana peserta didik yang pada hakikatnya belum siap dan perlu untuk dipersiapkan dan sedang menyiapkan dirinya sendiri. Hal ini merujuk pada proses yang berlangsung sebelum peserta didik siap untuk melangkah pada kehidupan yang nyata.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian fungsi pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003).

Belajar dapat dilakukan di lembaga pendidikan formal maupun lembaga pendidikan non formal. Pemisahan jenjang pendidikan ada dalam Undang-undang tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Undang-undang ini


(15)

47

merupakan pembaruan dari undang-undang sebelumnya, yakni undang-undang No.2 tahun 1989. Sedikitnya ada tiga komponen dalam pendidikan nasional kita meliputi jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Jalur pendidikan merupakan wahana yang dilalui peserta didik, dikenal ada jalur formal (sekolah) dan jalur informal (luar sekolah). Sedangkan jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan berdasarkan perkembangan peserta didik. Jenjang pendidikan formal terbagi atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Terakhir, jenis pendidikan merujuk pada pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus (Purnama,2010). Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah

umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk

sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah

kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang

sederajat.

Bagi siswa yang ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi, Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah sekolah yang dapat menjadi masa persiapan yang baik. Hal ini disebabkan program penjurusan biasanya dimulai di bangku Sekolah Menengah Atas (Purnama, 2010). Jika dilihat dari struktur kurikulumnya, kurikulum Sekolah Menengah Atas mencakup dua jenis yaitu struktur kurikulum program studi dan struktur kurikulum program pilihan. Struktur kurikulum program studi terdiri dari Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa. Sedangkan struktur kurikulum program pilihan adalah dimaksudkan untuk memberikan


(16)

48

kebebasan kepada peserta didik dalam memilih sejumlah mata pelajaran yang sesuai potensi, bakat, dan minat peserta didik (Sanjaya,2005).

Menurut Siswoyo (2010) keunggulan Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya adalah dalam penguasaan konsep, cara berpikir, performance sebagai bekal ke pendidikan berikutnya. Sekolah Menengah Atas (SMA) memang disiapkan untuk meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu bangku perkuliahan.

Sekolah menengah kejuruan (SMK) adalah salah satu jenis pendidikan menengah di Indonesia. Sekolah kejuruan statusnya sama dengan Sekolah Menengah Atas. Sekolah kejuruan memiliki jurusan yang lebih bervariasi dibandingkan dengan Sekolah Menengah Atas dan pilihan jurusan itu nantinya akan berhubungan juga dengan jenis pekerjaan. Oleh karena itu, siswa yang memilih untuk langsung bekerja, Sekolah Menengah Kejuruan adalah pilihan yang tepat. Hal ini disebabkan karena muatan materinya memang dipersiapkan agar siswanya kelak siap memasuki dunia kerja/professional (Purnama,2010).

Sekolah Menengah Kejuruan memiliki struktur kurikulum yang dibagi menjadi komponen normatif, adaptif, dan produktif. Komponen normatif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik menjadi warga masyarakat dan warga yang berperilaku sesuai nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Komponen adaptif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu beradaptasi dan mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, budaya, seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan perkembangan dunia kerja sesuai keahlian. Dan yang


(17)

49

terakhir komponen produktif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu melaksanakan tugas di dunia kerja sesuai dengan program keahlian (Sanjaya,2005).

Siswoyo (2010) menambahkan bahwa siswa yang berada di bangku Sekolah Menengah Kejuruan, bukan hanya belajar tetapi dapat menyalurkan hobi siswa. Hal ini disebabkan karena Sekolah Menengah Kejuruan memiliki keunggulan khususnya dalam hal penguasaan skill atau keterampilan yang bisa langsung digunakan sebagai modal kerja. Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan disiapkan untuk langsung menghadapi dunia kerja.

Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan bukan hanya berbeda dari struktur kurikulumnya saja, tetapi juga berbeda dalam metode belajar yang dipengaruhi oleh struktur kurikulum. Sirodjuddin (2008) membedakan metode belajar pada Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan yaitu diantaranya adalah pada Sekolah Menengah Atas lebih banyak diberikan teori daripada praktek sedangkan pada Sekolah Menengah Kejuruan siswa diberikan lebih banyak praktek daripada teori. Hal lain yang membedakan dua jenis pendidikan ini adalah lingkungan belajar. Siswa Sekolah Menengah Kejuruan belajar bukan hanya di sekolah tetapi juga dunia kerja, sedangkan siswa Sekolah Menengah Atas tempat belajar hanya dilaksanakan di sekolah saja. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan lembaga pendidikan formal yang diharapkan mampu menjadi jembatan penghubung antara tenaga kerja (siswa/i) dengan dunia kerja.


(18)

50

Menurut Purnama (2010), Sekolah Menengah Kejuruan memiliki program magang atau praktik kerja lapangan (PKL). Biasanya program semacam ini dilakukan oleh mahasiswa menjelang akhir masa studi, dan Sekolah Menengah Kejuruan juga menerakan program magang atau praktik kerja lapangan (PKL). Tujuannya agar para siswa mengenal dunia kerja secara langsung serta dapat berlatih mempraktikkan ilmu yang selama ini dipelajari di sekolah. Dalam praktek ini, siswa mencari sendiri tempat magangnya atau dibantu oleh pihak sekolah. Intinya magang (PKL) adalah proses belajar pada perusahaan tersebut. Hal ini didukung oleh komunikasi personal peneliti dengan seorang guru SMK yang berada di Yayasan Dharma Bhakti Medan berinisial A. Beliau mengatakan bahwa:

“….proses belajar mengajar di SMK dan di SMA secara umum sama, tapi SMK ada belajar di dalam kelas, dan ada juga praktek di luar kelas yang tetap diawasi oleh kami guru-gurunya. Ada dua mata pelajaran untuk praktek, jadi setiap mata pelajaran itu, siswa tidak belajar di dalam kelas tapi di luar kelas. Dan nanti ketika kelas 3, siswa ditugaskan untuk praktek kerja lapangan (PKL) ke perusahaan sesuai dengan jurusan yang dipilih. Sedangkan SMA sama seperti sekolah pada umumnya, tidak ada praktek diluar kelas, jadi siswa hanya menunggu guru di dalam kelas untuk belajar….”

(Komunikasi Personal, 9 Oktober 2010) Kegiatan belajar mengajar yang diakhiri dengan praktek, dapat menciptakan lulusan siswa yang mandiri (Sirodjuddin, 2008). Donelly & Fitmaurice (dalam Nugraheni, 2005) menyatakan bahwa praktek dalam belajar cenderung menekankan pada peran siswa secara langsung dibandingkan guru sehingga membutuhkan kemandirian belajar. Dalam proses belajar, perlu adanya kemandirian dalam belajar. Dimyati (dalam Indriani, 1998) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai aktivitas belajar dan berlangsungnya lebih didorong


(19)

51

oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar. Surya (dalam, Astuti, 2003) menambahkan bahwa belajar mandiri adalah proses menggerakkan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk menggerakkan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh asing di luar dirinya. Dengan demikian belajar mandiri lebih mengarah pada pembentukan kemandirian dalam cara-cara belajar.

Kemandirian belajar dapat menghasilkan self directed learning dalam belajar, karena menurut Gibbons (2002), self directed learning dapat dibentuk melalui empat tahap yaitu, siswa berpikir secara mandiri artinya siswa yang sebelumnya tergantung pada pemikiran guru menjadi tergantung pada pemikiran sendiri, tahap kedua adalah belajar memanejemen diri sendiri, lalu siswa belajar perencanaan diri tentang bagaimana siswa akan mencapai program belajar yang sudah ditetapkan, lalu tahap terakhir adalah terbentuknya self directed learning dimana siswa memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari, dan bagaimana cara siswa mempelajarinya.

Menurut Gibbons (2002), self directed learning meliputi bagaimana siswa belajar setiap harinya, bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang cepat berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil inisiatif sendiri ketika suatu kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul, sehingga diperlukan peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangkan diri dimana individu menggunakan beberapa metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu. Self directed learning penting karena dapat memberikan murid kemampuan untuk mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan


(20)

52

kemampuan dengan perkembangan karakter dan mempersiapkan murid untuk mempelajari seluruh kehidupan mereka, Self directed learning juga dapat mempersiapkan siswa menjadi pelajar yang aktif dan terbaik.

Self directed learning penting dalam proses pembelajaran. Menurut

Knowles (1975) pentingnya self directed learning dalam proses pembelajaran didasarkan pada dua hal yaitu orang-orang yang memiliki inisiatif sendiri dalam belajar akan terus belajar dan akan lebih baik dalam belajar bila dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki inisiatif dalam belajar, lalu mereka juga akan belajar secara lebih mendalam dan menetap. Self directed learning juga dapat membantu siswa untuk mengerti konsep belajar dan penilaian belajar yang baik, dan sebaliknya siswa yang memiliki self directed learning yang rendah, tidak akan mendapat manfaat dalam belajar dan memiliki kemampuan kognitif yang lemah(Bath & Kamath, 2007).

Self directed learning bermanfaat bagi siswa SLTA yakni siswa SMA dan

SMK yaitu dalam melatih pengembangan kemampuan belajar sendiri yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran selanjutnya selepas masa pendidikan formal. Selain itu self directed juga bermanfaat dalam menggugah motivasi belajar siswa (Mudjiman, 2008). Tujuan self directed learning bagi siswa SMA maupun SMK adalah untuk membekali siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan agar termotivasi untuk belajar hari ini dan seterusnya disepanjang hidupnya (life long learners).

Self directed learning pada siswa dapat terlihat dari kemampuan siswa


(21)

53

keahlian, siswa mampu merubah diri pada kinerja yang paling baik, siswa mampu memanajemen diri sendiri serta siswa mampu memotivasi dan menilai apa yang telah dikerjakan (Gibbons, 2002). Pada siswa SMK, mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi dapat terlihat ketika siswa dapat membentuk pendapat sendiri dan bertanggungjawab dalam melaksanakan aktivitas sendiri terutama ketika memasuki dunia kerja (PKL). Menurut Purnama (2010) program ini bertujuan agar siswa mengenal dunia kerja secara langsung dan dapat berlatih menerapkan ilmu yang dipelajari di sekolah. Sedangkan pada siswa SMA umumnya hal ini tidak dapat terlihat karena tidak adanya program PKL untuk memasuki dunia kerja sehingga siswa SMA kurang dapat mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi.

Siswa SMK dalam proses pembelajaran dilatih untuk mengembangkan keahlian lewat praktek belajar, karena menurut Siswoyo (2010) keunggulan SMK adalah penguasaan keahlian atau keterampilan yang bisa langsung digunakan sebagai modal kerja. Sedangkan di SMA, kesempatan untuk praktek terbatas karena menurut Sirodjuddin (2008) metode belajar di SMA lebih banyak diberikan teori daripada praktek belajar.

Siswa SMK juga dapat merubah diri mereka pada kinerja yang paling baik. Seperti halnya struktur kurikulum produktif SMK yang berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu melaksanakan tugas di dunia kerja sesuai dengan program keahlian (Sanjaya, 2005). Struktur kurikulum inilah yang mendukung siswa SMK untuk dapat merubah diri sehingga mampu melaksanakan tugas sesuai dengan keahlian untuk dipakai di dunia kerja. Berbeda dengan SMA,


(22)

54

menurut Sanjaya (2005), struktur kurikulum yang diterapkan berupa struktur kurikulum program studi dan program pilihan yang tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberikan kinerja yang terbaik di dunia kerja.

Self directed learning juga dapat terlihat dari siswa SMK maupun siswa

SMA yang mampu mengatur diri sendiri. Program magang (PKL) ke dunia kerja yang diterapkan pada siswa SMK kelas XII merupakan praktek belajar yang membutuhkan peran siswa secara langsung sehingga siswa harus dapat mengatur diri sendiri. Menurut Donelly & Fitmaurice (dalam Nugraheni, 2005) praktek belajar cenderung menekankan pada peran siswa secara langsung dibandingkan dengan guru sehingga membutuhkan kemandirian belajar. Sedangkan di SMA, dengan tidak adanya program magang (PKL) tersebut membuat siswa masih tergantung pada guru dan tidak dapat berperan secara langsung dalam belajar.

Motivasi diri penting dalam belajar. Sirodjuddin (2008) membedakan siswa SMA dan siswa SMK berdasarkan lingkungan belajar. Lingkungan belajar siswa SMK bukan hanya di sekolah melainkan juga di dunia kerja, sedangkan siswa SMA hanya di sekolah saja. Motivasi diri pada siswa SMK dapat terbentuk pada saat siswa melakukan magang (PKL) di dunia kerja. Lingkungan di dunia kerja tanpa pengawasan guru dapat menyebabkan siswa SMK mau tak mau lebih memiliki motivasi yang lebih agar berhasil. Sedangkan pada siswa SMA dengan lingkungan belajar yang masih diawasi oleh guru kurang memiliki motivasi sendiri sehingga motivasi dan penilaian diri pada siswa SMA kurang dapat berkembang.


(23)

55

Lulusan pendidikan kejuruan akan dilatih untuk bekerja sehingga mempunyai perbedaan dengan sekolah lanjutan umum yang memberikan teori ilmu untuk dikembangkan secara murni. Siswa SMK dengan metode belajar yang lebih menekankan praktek di dalam maupun luar sekolah dibekali keterampilan yang nantinya setelah lulus, keterampilan tersebut akan digunakan didalam dunia kerja (Siswoyo, 2010). Evans (dalam Suandi, 1978) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan diharapkan mampu menjembatani akan kebutuhan tenaga kerja yang terampil untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

Menurut Djojonegoro (dalam Suandi, 1999) penekanan pada penyiapan lulusan SMK untuk dapat bekerja mempunyai makna keahlian khusus yang lebih spesifik dibandingkan pendidikan menengah umum. Peserta didik dibekali keterampilan yang sifatnya aplikatif dengan berbagai jenis pekerjaan yang ada di dunia usaha atau industri, atau bahkan kesempatan berwirausaha dengan keterampilannya itu. Praktek yang dilakukan oleh siswa SMK menuntut siswa untuk dapat mengembangkan keahlian dengan keterampilan khusus yang dipraktekkan, pengetahuan yang dipelajari siswa, prestasi yang dapat diraih siswa melalui skill yang didapatkan dan menuntut siswa untuk mengembangkan diri sendiri. Hal tersebut mempengaruhi self directed learning, dimana self directed

learning menurut Gibbons (2002) merupakan peningkatan pengetahuan, keahlian,

prestasi, dan pengembangkan diri individu.

Lulusan pendidikan kejuruan lebih condong kepada ilmu-ilmu yang sifatnya terapan dan beberapa program keahlian menekankan kepada aspek


(24)

56

pengetahuan psikomotorik (Evans, dalam Suandi, 1978). Berbeda dengan SMK, metode belajar di SMA lebih menekankan pada teori yang diberikan oleh guru, dan praktek yang tidak membutuhkan keterampilan khusus. Di SMA, siswa masih harus mencari pilihan yang akan dikembangkan dan tentunya, setelah masuk ke Perguruan Tinggi, barulah menemukan pilihan keterampilan yang ingin dikembangkan. lulusan SMA itu memang disiapkan untuk meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu bangku perkuliahan (Siswoyo, 2010). Lulusan SMA juga diharapkan memiliki kompetensi yaitu menguasai konsep dan cara berpikir tentang pelajaran, yang akan digunakan untuk jenjang perkuliahan (Siswoyo, 2010). Siswa SMA ketika lulus dari pendidikannya diharapkan mampu mengembangkan kemampuan belajar di pendidikan selanjutnya. Pengembangan kemampuan ini dapat mempengaruhi self directed learning bagi siswa SMA. Dari uraian tersebut dapat diasumsikan bahwa siswa SMA memiliki self directed

learning yang lebih rendah dibandingkan dengan siswa SMK.

Peneliti memilih melakukan penelitian di Yayasan Dharma Bhakti Medan karena yayasan ini merupakan sebuah yayasan sekolah yang memiliki jenis pendidikan yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Yayasan ini menerapkan kurikulum dengan metode belajar dan cara mengajar yang sama di setiap jenis pendidikan (SMA dan SMK), hanya saja pada Sekolah Menengah Kejuruan di yayasan ini terdapat praktek di dalam dan luar sekolah. Kegiatan belajar yang diakhiri dengan praktek dapat menghasilkan

self directed learning. Menurut Gibbons (2002) Self directed learning diakhiri


(25)

57

luar ruangan kelas. Namun, hal ini tidak sesuai dengan siswa SMK yang ada di Yayasan Dharma Bhakti Medan. Siswa SMK pada yayasan ini belum mampu meningkatkan pengetahuan sendiri, keahlian dan prestasi sendiri, serta pengembangan diri sendiri melalui praktek yang dilakukan di sekolah yang dapat membentuk self directed learning karena siswa SMK di yayasan Dharma Bhakti Medan masih harus diawasi oleh guru dalam belajar baik itu dalam praktek di luar ruangan kelas maupun proses pembelajaran di dalam ruangan kelas. Sama halnya dengan siswa SMA di yayasan ini yang lebih banyak diberikan teori di dalam ruangan kelas daripada praktek di luar ruangan kelas secara umum memang masih diawasi oleh guru dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat dikatakan belum mampu meningkatkan pengetahuan, keahlian, prestasi, maupun pengembangan diri sendiri dalam belajar.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa proses pembelajaran di sekolah pada siswa SMK maupun siswa SMA di Yayasan Dharma Bhakti Medanmasih harus diawasi oleh guru. Siswa SMK maupun siswa SMA di yayasan ini masih belum mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, prestasi serta pengembangan diri secara sendiri. Hal inilah yang merupakan kesenjangan pada siswa SMK di Yayasan Dharma Bhakti Medan. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat fenomena self directed learning bukan hanya dari siswa SMK yang ada di Yayasan Dharma Bhakti Medan tetapi juga dari siswa SMA di yayasan ini, agar dapat dibandingan self directed learning antara keduanya karena dua jenis pendidikan ini berada dalam satu yayasan dan memiliki kurikulum yang sama.


(26)

58

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan sebelumnya, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan self directed learning siswa Sekolah Menengah Atas dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan di Yayasan Dharma Bakti Medan.

B.Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan self directed learning siswa sekolah menengah atas dengan siswa sekolah menengah kejuruan di Yayasan Dharma Bakti Medan?

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ingin melihat apakah ada perbedaan self directed learning siswa sekolah menengah atas dengan siswa sekolah menengah kejuruan di Yayasan Dharma Bhakti Medan.

D.Manfaat Penelitian

Dari tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini, maka dapat dilihat manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi di bidang Psikologi Pendidikan dalam hal perbedaan self directed learning siswa sekolah menengah atas dengan siswa sekolah menengah kejuruan.


(27)

59

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Dapat memberikan sumbangan informasi pada siswa tentang self directed

learning sehingga siswa dapat lebih meningkatkan self directed learning dalam

proses belajar.

b. Bagi Sekolah

Bagi sekolah dapat memberikan sumbangan informasi tentang self directed

learning siswa Sekolah Menengah Atas dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan

sebagai bahan pertimbangan pihak sekolah khususnya guru dalam mengupayakan mengoptimalkan hasil belajar siswa dengan pembentukan self directed learning pada siswa melalui metode belajar yang diakhiri dengan tindakan (praktek) nyata di lapangan.

E.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan berisikan inti sari dari :

Bab I : Pendahuluan

Berisi uraian singkat tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teoritis

Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan permasalahan penelitian.


(28)

60 Bab III : Metodologi Penelitian

Berisi mengenai pendekatan penelitian yang digunakan, responden penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, dan prosedur penelitian.

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai analisis data dan pembahasan yaitu gambaran umum subjek penelitian, hasil

penelitian, analisis tambahan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya.


(29)

61 BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.Self Directed Learning

1. Pengertian Self Directed Learning

Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan diri dimana individu menggunakan banyak metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu. Self

directed learning diperlukan karena dapat memberikan siswa kemampuan untuk

mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan kemampuan dengan perkembangan karakter dan mempersiapkan siswa untuk mempelajari seluruh kehidupan mereka. Self directed learning meliputi bagaimana siswa belajar setiap harinya, bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang cepat berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil inisiatif sendiri ketika suatu kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul.

Knowles (dalam Jennings, 1975) menambahkan bahwa self directed

learning adalah sebuah proses dimana sebuah dimana individu mengambil

inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dan proses dalam self-directed

learning ini dilakukan dengan menyadari kebutuhan sendiri dalam belajar,

mengatur tujuan pribadi, membuat keputusan pada sumber dan strategi belajar dan menilai hasil.

Menurut Long (dalam Bath & Kamath, 2005) self directed learning adalah proses mental yang biasanya disertai dan didukung dengan aktivitas perilaku yang


(30)

62

meliputi identifikasi dan pencarian informasi. Dalam self directed learning, pelajar secara sengaja menerima tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang tujuan dan usaha mereka sehingga mereka sendiri yang menjadi agen perubahan dalam belajar.

Teori Guglielmino (dalam Shiong,dkk, 1977) mengemukakan bahwa self

directed learning dapat terjadi dalam banyak situasi yang bervariasi, mulai dari

ruangan kelas yang berfokus pada guru secara langsung (teacher directed) menjadi belajar dengan perencanaan siswa sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted). Guglielmino (1977) lebih lanjut menyatakan tentang karakteristik yang dimiliki oleh pelajar, yakni sikap, nilai, kepercayaan, dan kemampuan yang akhirnya menentukan apakah self directed learning terjadi pada suatu situasi belajar.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa self directed

learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangkan

diri individu yang diawali dengan inisiatif sendiri dengan belajar perencanaan belajar sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted), menyadari kebutuhan belajar, tujuan belajar, membuat strategi belajar, menilai hasil belajar, serta memiliki tanggung jawab sendiri menjadi agen perubahan dalam belajar.

2. Aspek-aspek Self Directed Learning

Menurut Gibbons (2002) aktivitas dan program self directed learning berdasarkan pada lima aspek dasar yang menjadi elemen penting dalam self


(31)

63

a. Siswa mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi

Perubahan utama dari teacher directed learning menjadi self directed

learning adalah sebuah perubahan pengaruh dari guru ke siswa. Untuk siswa, hal

ini menunjukkan sebuah perubahan kontrol dari luar menjadi kontrol dari dalam. Siswa memulai membentuk pendapat dan ide mereka, membuat keputusan mereka sendiri, memilih aktivitas mereka sendiri, mengambil tanggungjawab untuk diri mereka sendiri, dan dalam memasuki dunia kerja. Mengisi siswa dengan tugas untuk mengembangkan pembelajaran mereka, mengembangkan mereka secara individual, dan membantu mereka untuk berlatih menjadi peran yang lebih dewasa. Self directed learning tidak hanya membuat siswa belajar secara efektif tetapi juga membuat siswa lebih menjadi diri mereka sendiri.

b. Perkembangan keahlian

Kontrol yang berasal dari dalam tidak akan memiliki tujuan kecuali jika siswa belajar untuk fokus dan menerapkan talenta dan kemampuan mereka. Self

directed learning menekankan pada perkembangan keahlian dan proses menuju

aktivitas produktif. Siswa belajar untuk mencapai hasil program, berpikir secara mandiri, dan merencanakan dan melaksanakan aktivitas mereka sendiri. Siswa mempersiapkan lalu berunding dengan guru mereka. Maksud ini untuk menyediakan kerangka yang memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi minat mereka dan membekali mereka untuk sukses.


(32)

64

c. Mengubah diri pada kinerja/performansi yang paling baik

Self directed learning dapat gagal tanpa tantangan yang diberikan kepada

siswa. Pertama, guru memberikan tantangan kepada siswa, lalu guru menantang siswa untuk menantang diri mereka sendiri. Tantangan ini memerlukan pencapaian sebuah level performansi yang baru dalam sebuah tempat yang familiar atau mencoba pada sebuah tempat yang diminati. Menantang diri sendiri berarti mengambil resiko untuk keluar dari sesuatu yang mudah dan familiar.

d. Manajemen diri siswa

Dalam self directed learning, pilihan dan kebebasan dihubungkan dengan kontrol diri dan tanggungjawab. Siswa belajar untuk mengekspresikan kontrol dirinya dengan mencari dan membuat komitmen, minat dan aspirasi diri. Self

directed learning memerlukan keyakinan, keberanian, dan menentukan untuk

usaha yang terlibat. Siswa mengembangkan atribut ini dan mereka menjadi ahli untuk mengatur waktu dan usaha mereka dan sumber daya yang mereka butuhkan untuk melakukannya. Dalam menghadapi hambatan, siswa belajar untuk menghadapi kesulitan mereka, menemukan alternatif, dan memecahkan masalah mereka dalam rangka untuk menjaga produktivitas yang efektif. Kombinasi dari sumber yang berasal dari dalam diri dan keahlian dalam kinerja diperlukan untuk dapat memanajemen diri dalam self directed learning.

e. Motivasi diri dan penilaian diri

Banyak prinsip dari motivasi yang dibangun untuk self directed learning, seperti mencapai tujuan minat yang tinggi. Ketika siswa menggunakan prinsip ini, siswa menjadi elemen utama dari motivasi diri siswa. Dengan mengatur tujuan


(33)

65

penting untuk diri mereka, menyusun feedback untuk pekerjaan mereka, dan mencapai kesuksesan, mereka belajar untuk menginspirasikan usaha mereka sendiri. Persamaannya, siswa belajar untuk mengevaluasi kemajuan diri mereka sendiri, mereka menilai kualitas dari pekerjaan mereka dan proses yang didesign untuk melakukannya. Dalam self directed learning, penilaian merupakan hal yang penting dari belajar dan belajar bagaimana mempelajarinya. Siswa sering memulai evaluasi diri dalam belajar yang mereka serahkan kepada guru meliputi sebuah deskripsi standart yang akan mereka capai. Seperti motivasi diri yang memampukan siswa untuk menghasilkan prestasi yang dapat dievaluasi, penilaian diri juga memotivasi siswa untuk mencari prestasi terbaik yang mungkin terjadi.

3. Tahapan Self Directed Learning

a. Siswa berpikir secara mandiri

Pada tahap ini, ruangan kelas dengan metode belajar teacher directed

learning, dengan instruksi guru dan aktivitas siswa secara langsung, berubah

menjadi mengarahkan siswa yang sebelumnya tergantung pada pemikiran guru menjadi tergantung pada pemikiran diri mereka sendiri. Guru berubah dari yang sebelumnya menjelaskan menjadi menanyakan, dan dari yang sebelumnya memberikan instruksi menjadi memberikan bimbingan, mengajarkan siswa untuk berpikir dan menemukan diri mereka sendiri. Pada pendekatan ini hasil program menjadi pertanyaan untuk diinvestigasi, dipikirkan dan dipertanyakan.


(34)

66

b. Mengajarkan belajar memanejemen diri

Dalam belajar memanajemen diri, guru mengubah program menjadi paket belajar dimana siswa dapat bekerja dengan cara mereka dengan langkah mereka sendiri. Paket belajar dapat mengambil banyak bentuk tetapi semuanya menjelaskan pada siswa tentang apa yg dipelajari, bagaimana mereka harus belajar, dan apa yang harus mereka lakukan untuk membuktikan bahwa mereka telah menyelesaikan satu paket dan siap untuk melangkah ke paket selanjutnya.

Paket dapat menggunakan media, menghubungkan siswa pada kesempatan insruksional yang khusus. Dengan kesiapan paket, guru dapat merancang sebuah program untuk mengajarkan siswa keahlian yang mereka butuhkan untuk menyelesaikannya : mengatur tujuan, penjadwalan waktu, dan mengorganisasikan usaha belajar mereka. Setiap paket harus meliputi sebuah arti dari penilaian, yang dikelola diri sendiri atau peran guru dalam memonitor secara rutin. Pembelajaran dilengkapi; aspek dari kemandirian belajar meliputi kemampuan siswa untuk mengatur aktivitas belajar mereka secara efektif.

c. Belajar perencanaan diri

Dalam belajar perencanaan diri, siswa memutuskan sendiri bagaimana mereka mencapai hasil program yang ditetapkan. Seolah-olah mereka menulis panduan belajar sendiri dan mengikutinya. Setiap siswa merancang rencana sendiri, sebagai rencana yang berbeda. Keanekaragaman ini memerlukan dua perkembangan program yang utama : guru harus memperkenalkan berbagai cara untuk belajar dan mengatur pilihan belajar untuk menempatkan cara-cara ini untuk bekerja.


(35)

67

Dengan pemilihan program, guru berperan untuk mengembangkan sebuah program yang mengajarkan siswa bagaimana menemukan kekuatan mereka, merencanakan aktivitas belajar mereka, menyusun sumber mereka sendiri, dan memberikan inisiatif sendiri. Ketika rencana belajar siswa terbuka, mereka sering melibatkan pengalaman yang konkret sebagai investigasi, dan sering mengarahkan siswa menyelesaikan aktivitas produktif mereka, kombinasi dari pengalaman, belajar, dan tindakan.

d. Self directed learning

Dalam self directed learning, siswa memilih hasil belajar mereka sendiri, mereka memutuskan apa yang akan mereka pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya. Mereka mendesign aktivitas mereka sendiri dan menulis proposal yang menjadi perjanjian dengan guru dan yang lain tentang apa yang akan mereka capai, jadwal yang harus mereka ikuti, dan level keunggulan yang akan mereka cari. Guru membuat kerangka untuk memutuskan, sebuah dukungan untuk membimbing kemajuan siswa, dan prosedur untuk diikuti.

Siswa membutuhkan dukungan, feedback, dan bantuan untuk berhasil dalam

self directed learning. Itu diberikan lewat dukungan sosial dari teman sebaya,

ataupun pertemuan dengan guru. Dalam self directed learning, motivasi menjadi kritis, siswa harus menemukan inti minat yang menjanjikan dan mengejar secara antusias nilai-nilai dan janji mereka untuk masa depan.

4. Karakteristik Self Directed Learning


(36)

68

a. Self Directed Learning dengan Kategori Rendah

Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan skor

self directed learning yang rendah memiliki karakteristik yaitu siswa yang

menyukai proses belajar yang terstruktur atau tradisional seperti peran guru dalam ruangan kelas tradisional.

b. Self Directed Learning dengan Kategori Sedang

Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan skor self directed learning pada kategori sedang memiliki karakteristik yaitu berhasil dalam situasi yang mandiri, tetapi tidak sepenuhnya dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar, perencanaan belajar dan dalam melaksanakan rencana belajar.

c. Self Directed Learning dengan Kategori Tinggi

Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan skor self directed learning tinggi memiliki karakteristik yaitu siswa yang biasanya mampu mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka, mampu membuat perencanaan belajar serta mampu melaksanakan rencana belajar tersebut.

B.Jenis Pendidikan

1. Pengertian Jenis Pendidikan

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.


(37)

69 2. Jenis-jenis Pendidikan

Adapun jenis-jenis pendidikan berdasarkan pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional, meliputi :

a. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat akhir masa pendidikan.

b. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.

c. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. d. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan

kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Departemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.

e. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.

f. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.

g. Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.


(38)

70

3. Sekolah Menengah Atas

a. Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Atas

Dalam Panduan Umum Pelayanan BK Berbasis Kompetensi (dalam Caroline, 2002) diuraikan tugas-tugas perkembangan siswa SMA yakni:

1. Mencapai kematangan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Mencapai kematangan dalam hubungan dengan teman sebaya, serta kematangan dalam peranannya sebagai pria atau wanita.

3. Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat.

4. Mengembangkan penguasan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.

5. Mencapai kematangan dalam pilihan karir.

6. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi.

7. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

8. Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual, serta apresiasi seni.

9. Mencapai kematangan dalam sistem etika dan nilai.

Berdasarkan tugas-tugas perkembangan siswa Sekolah Menengah Atas di atas, dapat disimpulkan bahwa diantara tugas siswa Sekolah Menengah Atas


(39)

71

adalah persiapan karir (mempersiapkan karir ekonomi) atau melanjutkan pendidikan tinggi dan mencapai kematangan dalam pilihan karir (jabatan).

b. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas

Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan. (Sanjaya, 2008). Kurikulum SMA mencakup dua jenis yaitu struktur kurikulum program studi dan struktur kurikulum program pilihan. Struktur kurikulum program studi terdiri dari Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa. Program studi ilmu alam mengemangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip alam. Program studi ilmu sosial mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip kemasyarakatan. Dan program studi bahasa mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip multicultural dan komunikasi bahasa (Sanjaya,2005).

Struktur kurikulum program pilihan adalah dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam memilih sejumlah mata pelajaran yang sesuai potensi, bakat, dan minat peserta didik (Sanjaya,2005).

4. Sekolah Menengah Kejuruan


(40)

72

Sumeks (dalam Indriani, 2009) menyatakan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan merupakan lembaga pendidikan pada jenjang menengah yang lebih menekankan lulusan memiliki bekal keterampilan dan dipersiapkan dalam memasuki dunia kerja. Sekolah menengah kejuruan memiliki peluang yang sangat jelas ketika sudah lulus. Selain itu siswa sekolah menengah kejuruan yang ingin memperdalam ilmu dan keterampilannya bisa melanjutkan studinya ke perguruan tinggi sesuai dengan jurusan dan keahliannya, sehingga keterampilan yang mereka miliki akan semakin meningkat.

Menurut Evans (dalam, Djojonegoro, 1999) mendefinisikan bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada suatu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Dengan pengertian bahwa setiap bidang studi adalah pendidikan kejuruan sepanjang bidang studi tersebut dipelajari lebih mendalam dan kedalaman tersebut dimaksudkan sebagai bekal memasuki dunia kerja. Oleh karena itu, peran SMK sangat penting dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman. Para lulusan SMK nantinya selain mencari pekerjaan, mereka juga diharapkan dapat membuka usaha sendiri. Dengan demikian, SMK juga diharapkan mampu mengarahkan para siswanya untuk berwirausaha sesuai dengan minat mereka. Dengan demikian pendidikan merupakan komponen penting dan vital terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Sirojuzilam, 2008).


(41)

73

Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidag keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya serta memiliki kemampuan mengembangkan diri (Sanjaya,2008).

b. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan

MK memiliki struktur kurikulum yang dibagi menjadi komponen normatif, adaptif, dan produktif. Komponen normatif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik menjadi warga masyarakat dan warga yang berperilaku sesuai nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Komponen adaptif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu beradaptasi dan mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, budaya, seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan perkembangan dunia kerja sesuai keahlian. Dan yang terakhir komponen produktif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu melaksanakan tugas di dunia kerja sesuai dengan program keahlian (Sanjaya,2005).

C.Hubungan Self Directed Learning dengan Jenis Pendidikan

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai


(42)

74

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003). Dalam proses belajar diperlukan kemandirian dalam belajar. Mujiman (dalam Dhesiana, 2005) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya, baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar, dilakukan oleh siswa sendiri. Di sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu.

Kemandirian belajar dapat menghasilkan Self Directed Learning dalam belajar, karena menurut Gibbons (2002), self directed learning dapat dibentuk melalui empat tahap yaitu, siswa berpikir secara mandiri artinya siswa yang sebelumnya tergantung pada pemikiran guru menjadi tergantung pada pemikiran sendiri, tahap kedua adalah belajar memanejemen diri sendiri, lalu siswa belajar perencanaan diri tentang bagaimana siswa akan mencapai program belajar yang sudah ditetapkan, lalu tahap terakhir adalah terbentuknya self directed learning dimana siswa memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari, dan bagaimana cara siswa mempelajarinya.

Menurut Knowles (1975) pentingnya self directed learning dalam proses pembelajaran didasarkan pada dua hal yaitu orang-orang yang memiliki inisiatif sendiri dalam belajar akan terus belajar dan akan lebih baik dalam belajar bila


(43)

75

dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki inisiatif dalam belajar, lalu mereka juga akan secara belajar secara lebih mendalam dan menetap.

Gibbons (2002) menyatakan bahwa ketika siswa mulai untuk mengejar hasil belajar secara individual, siswa memerlukan lingkungan belajar yang sesuai dengan aktivitas belajar siswa seperti lingkungan yang menawarkan banyak pilihan belajar, lingkungan yang sesuai dan lingkungan yang menawarkan aturan baru. Untuk meningkatan hasil belajar, perlu adanya kesesuaian lingkungan belajar dengan aktivitas self directed yang akan terjadi. Salah satu bentuk lingkungan belajar adalah lingkungan pendidikan formal atau sekolah. Pendidikan formal dengan jenjang pendidikan menengah atas terdiri dari sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) dimana dua jenis pendidikan ini berbeda dalam struktur kurikulum, metode belajar dan lingkungan tempat belajarnya.

Self directed learning bermanfaat bagi siswa SLTA yakni siswa SMA dan

SMK yaitu dalam melatih pengembangan self learning skills yang diperlukan untuk melaksanakan lifelong learning selepas masa pendidikan formal. Selain itu

self directed juga bermanfaat dalam menggugah motivasi belajar siswa. (Mudjiman, 2008). Tujuan self directed learning bagi siswa SMA maupun SMK untuk membekali siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan agar termotivasi untuk belajar hari ini dan seterusnya disepanjang hidupnya (life long learners) (Bernadette, 2005).

Siswa SMK dengan metode belajar yang lebih menekankan praktek di dalam maupun luar sekolah dibekali keterampilan yang nantinya setelah lulus,


(44)

76

keterampilan tersebut akan digunakan didalam dunia kerja (Siswoyo, 2010). Pada SMK, siswa diberikan lebih banyak praktek daripada teori (Sirodjuddin, 2008). Melalui metode belajar yang diterapkan, siswa SMK diharapkan mampu berpikir secara mandiri dalam belajar dengan menerapkan teori yang dipelajari pada saat praktek belajar. Siswa SMK juga dapat belajar memanajemen dirinya sendiri. Pada saat praktek di luar ruangan kelas tanpa diawasi oleh guru, siswa dapat mengatur diri sendiri tanpa tergantung dengan orang lain karena menurut Donelly & Fitmaurice (dalam Nugraheni, 2005) praktek belajar cenderung menekankan pada peran siswa secara langsung dibandingkan dengan guru sehingga membutuhkan kemandirian belajar. Pada saat siswa dapat memanajemen diri dalam belajar, maka siswa SMK dapat belajar membuat perencanaan diri. Dalam hal ini siswa diharapkan mampu merencanakan dan memutuskan sendiri apa saja hal yang akan dilakukan untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Menurut (Sirodjuddin, 2008), lingkungan belajar siswa SMK bukan hanya di sekolah melainkan juga di dunia kerja, sehingga dibutuhkan perencanaan, penetapan tujuan, serta evaluasi kemajuan diri oleh siswa sendiri dalam praktek belajar di dunia kerja. Siswa SMK yang mampu berpikir secara mandiri, mampu belajar memanajemen diri sendiri, mampu belajar perencanaan diri, akan memiliki self

directed learning dalam belajar. Self directed learning yang terbentuk pada siswa

SMK berguna dalam praktek belajar didalam maupun diluar sekolah untuk dapat mengembangkan keahlian, pengetahuan, prestasi dan pengembangan diri sendiri.

Self directed learning pada siswa SMK dapat menciptakan siswa yang


(45)

77

mengembangkan keahlian, dapat mengubah diri pada kinerja yang paling baik, dapat memanajemen diri, serta mampu memotivasi dan menilai diri sendiri.

Berbeda dengan SMK, metode belajar di SMA lebih menekankan pada teori yang diberikan oleh guru, dan praktek yang tidak membutuhkan keterampilan khusus. Siswa SMA diharapkan mampu berpikir secara mandiri tentang teori yang dipelajari, mampu belajar memanajemen diri sendiri, mampu belajar perencanaan diri sehingga terbentuk self directed learning pada siswa. Siswa SMA ketika lulus dari pendidikannya diharapkan mampu mengembangkan kemampuan belajar di pendidikan selanjutnya. Pengembangan kemampuan ini dapat mempengaruhi self directed learning bagi siswa SMA.

Lulusan SMA diharapkan memiliki kompetensi yaitu menguasai konsep dan cara berpikir tentang pelajaran, yang akan digunakan untuk jenjang perkuliahan (Siswoyo, 2010). Sedangkan lulusan pendidikan kejuruan ini lebih condong kepada ilmu-ilmu yang sifatnya terapan dan beberapa program keahlian menekankan kepada aspek pengetahuan psikomotorik (Evans, dalam Suandi, 1978). Dari hal ini dapat diasumsikan bahwa siswa SMK memiliki self directed

learning yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMA, dilihat dari metode

belajar pada SMK yang menekankan pada keterampilan dan aktivitas psikomotorik melalui praktek dengan keterampilan khusus yang dilakukan siswa sehingga diperlukan kemandirian, peningkatan pengetahuan dan keahlian dalam belajar dibandingkan dengan siswa SMA yang lebih banyak mendapatkan teori dalam belajar dan melakukan praktek dengan tidak memerlukan keterampilan khusus seperti SMK. Harrison (dalam Song, 1978) menyatakan bahwa berbeda


(46)

78

sekolah dapat menciptakan lulusan yang berbeda dalam perspektif self directed

learning.

D.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian sebelumnya, adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : Terdapat perbedaan self directed learning pada siswa sekolah menengah atas dan siswa sekolah menengah kejuruan.


(47)

79 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu elemen penting dalam suatu penelitian, sebab metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan hasil penelitian (Hadi,2000). Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Penelitian ini menggunakan analisis komparatif atau analisis perbedaan yang artinya bentuk analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan diantara dua kelompok data (variabel) atau lebih (Hasan, 2009).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu dilakukan identifikasi variabel yang ada dalam penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan yaitu:

Variabel terikat: Self directed learning Variabel bebas : Jenis pendidikan yaitu :

- Pendidikan menengah umum - Pendidikan menengah kejuruan

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Menurut Azwar (1997), defenisi operasional adalah suatu defenisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakerisik


(48)

80

variabel tersebut dapat diamati. Purwanto (2008) menambahkan bahwa defenisi operasional merupakan batasan suatu fenomena yang dapat diamati dan diukur, bersifat behavioral. Defenisi operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan dalam menginterpretasi masing - masing variabel penelitian (Hadi, 2000).

1. Self Directed Learning

Self directed learning merupakan peningkatan pengetahuan, keahlian,

prestasi dan pengembangan diri individu yang dilakukan dengan cara siswa mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi, siswa dapat mengembangkan keahliannya, perubahan diri siswa pada kinerja yang paling baik yang mungkin terjadi, manajemen diri siswa dan juga motivasi serta penilaian diri siswa dalam belajar.

Self directed learning dapat diukur dengan menggunakan

aspek-aspek-aspek Self Directed Learning yang dikemukakan oleh Gibbons (2002) yaitu : a. Siswa mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi

Hal ini dapat dilihat dari siswa yang membentuk pendapat dan ide mereka sendiri, membuat keputusan sendiri, memilih aktivitas sendiri, mengambil tanggungjawab sendiri dalam memasuki dunia kerja.

b. Perkembangan keahlian

Hal ini dapat dilihat dari berpikir secara mandiri, merencanakan dan aktivitas mereka sendiri.

c. Siswa mengubah diri mereka pada kinerja yang paling baik yang mungkin terjadi


(49)

81

Hal ini dapat dilihat melalui tantangan-tantangan yang diberikan oleh guru dalam pencapaian sebuah kinerja baru yang menantang siswa untuk mengambil resiko untuk keluar dari sesuatu yang familiar

d. Manajemen diri siswa

Hal ini terlihat dari siswa yang dapat mengekspresikan kontrol diri dengan mencari dan membuat komitmen, minat, dan aspirasi diri.

e. Motivasi dan penilaian diri

Hal ini dapat terlihat dari siswa yang mengatur tujuan diri mereka sendiri, menyusun feedback untuk pekerjaan mereka, mengevaluasi kemajuan diri sendiri, menilai kualitas pekerjaan sendiri, dan proses yang dilakukan.

2. Jenis pendidikan.

Jenis pendidikan adalah suatu kelompok pendidikan yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan pada kelompok tersebut. Jenis pendidikan dibagi menjadi dua yaitu pendidikan menengah umum (SMA) dan pendidikan menengah kejuruan (SMK). Pendidikan menengah umum (SMA) adalah jenis pendidikan dengan struktur kurikulum program studi dan program pilihan dimana metode belajar lebih menekankan pada teori dibandingkan dengan praktek. Sedangkan pendidikan menengah kejuruan (SMK) adalah jenis pendidikan dengan struktur kurikulum normative, adaptif dan produktif yang lebih mempersiapkan siswa memiliki keterampilan untuk memasuki dunia kerja dimana metode belajar lebih menekankan pada praktek belajar di luar ruangan kelas.


(50)

82

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi

Menurut Hadi (2000) populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama. Oleh karena luasnya populasi maka subjek penelitian dipilih sebagian dari populasi. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa/i SLTA di Yayasan Dharma Bhakti Medan.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi (Hadi, 2000). Sampel harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama. Sampel yang direncanakan dalam penelitian ini adalah siswa/i Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan yang berada di kelas XII di Yayasan Dharma Bhakti Medan.

Alasan menentukan sampel pada siswa di kelas XII karena pada kelas XII telah memiliki pengalaman belajar yang cukup, dan pengalaman belajar itu diasumsikan dapat mempengaruhi self directed learning.

3. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah simple

random sampling yang dilakukan dengan jalan memberikan kemungkinan yang

sama bagi individu yang menjadi anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel penelitian (Winarsunu, 2009). Untuk memilih individu yang menjadi sampel, peneliti melihat tabel random. Menurut Hadi (2000) teknik tabel nomor random acak merupakan teknik yang paling sistematis dalam perolehan unit-unit sampel melalui acak.


(51)

83

Menurut Azwar (2005), secara tradisional, statistika menganggap bahwa jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Oleh karena itu, peneliti mengambil subjek penelitian sebanyak 70 orang siswa Sekolah Menengah Atas dan 70 orang siswa Sekolah Menengah Kejuruan karena dengan jumlah itu sampel yang terpilih sudah dapat mewakili aspek yang ingin diukur.

D.Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode skala. Skala adalah suatu prosedur pengambilan data berupa alat ukur konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2007).

Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2001).

Skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada penyelidik adalah benar dan dapat dipercaya

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.


(52)

84

Penelitian ini menggunakan metode Skala Likert. Metode skala ini akan menyediakan 4 (empat) pilihan respon yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Aitem dalam skala ini terbagi dalam dua arah, yaitu favorable dan unfavorable, setiap pilihan alternative respon memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem, apakah favorabel atau

unfavorabel. Untuk aitem favorabel, SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi

skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan skor untuk aitem yang unfavorabel adalah 4 untuk jawaban STS, 3 untuk jawaban TS, 2 untuk jawaban S, dan 1 untuk jawaban SS (Azwar, 2000).

Skala yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala Self Directed

Learning. Skala self directed learning yang memuat aspek-aspek dari Self

Directed Learning yang dikemukakan Gibbons (2002) yakni : mengontrol

banyaknya pengalaman belajar yang terjadi, perkembangan keahlian, mengubah diri mereka pada kinerja yang paling baik yang mungkin terjadi, manajemen diri, serta motivasi dan penilaian diri.

Tabel 1

Blue Print Skala Self Directed Learning Sebelum Diuji Coba

No. Aspek-aspek Aitem Total Bobot

Favorable Unfavorable

1. Mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi

44, 45, 51, 56, 59, 62,

69, 72

34, 41, 48, 54, 55, 71,

76, 79

16 20%

2. Perkembangan keahlian

46, 49, 52, 57, 63, 66,

70, 77

43, 50, 58, 61, 68, 73,

74, 80


(53)

85

3. Mengubah diri pada kinerja yang paling baik

42, 47, 53, 60, 64, 65,

75, 78

1, 3, 10, 14, 23, 29, 33, 36

16 20%

4. Manajemen diri siswa

4, 6, 11, 15, 20, 21, 26,

37

2, 8, 17, 24, 27, 30, 35, 40

16 20%

5. Motivasi dan penilaian diri

5, 7, 12, 13, 19, 22, 31,

38

8, 9, 16, 19, 25, 32, 39, 67

16 20%

TOTAL 80 100%

E.Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Uji Validitas

Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian sangat menetukan keakuratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan. Suatu alat ukur yang tidak valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes ini (Azwar, 2001).

Azwar (2000) menyatakan bahwa suatu validitas menunjukkan kecermatan pengukuran mengenai gambaran perbedaan-perbedaan di antara subjek yang satu dengan yang lain. Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Menurut Azwar (1999) validitas isi bertujuan untuk mengungkap sejauh mana alat ukur layak digunakan untuk mengungkap atribut yang dikehendaki oleh perancang skalanya. Pelaksanaan validitas isi dilakukan dengan menggunakan pertimbangan professional judgment, yaitu dosen pembimbing.


(54)

86

Dalam penelitian ini, setelah skala Self Directed Learning diuji coba pada sejumlah sampel, lalu peneliti melakukan uji daya beda aitem untuk mendapatkan aitem-aitem yang memenuhi persyaratan. Uji daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes sebagaimana yang dikehendaki oleh penyusunnya (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product

Moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total

yang dikenal dengan indeks diskriminasi aitem (Azwar, 2001). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian yaitu skala Self Directed

Learning. Setiap aitem pada skala ini menggunakan taraf signifikansi lebih besar

dari 0,3.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya. Artinya dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek dalam diri subyek yang diukur memang belum berubah (Azwar, 2000). Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat reliabilitas alat ukur yang menunjukkan


(55)

87

derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000).

Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal yaitu single trial administration dimana skala psikologi hanya diberikan satu kali saja pada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 1997). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha dari

Cronbach. Analisa data diperoleh melalui program SPSS 16.0 for windows.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Adapun ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, antara lain:

a. Permohonan Ijin

Penelitian yang dilakukan untuk melihat perbedaan self directed learning siswa Sekolah Menengah Atas dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan melibatkan instansi pendidikan yaitu Yayasan Dharma Bakti Medan. Oleh karena itu terlebih dahulu dilakukan permohonan ijin ke tempat pengambilan data. Permohonan ijin dimulai dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dalam hal ini pihak fakultas mengajukan surat permohonan ijin melakukan penelitian terhadap pihak sekolah yaitu SMA Dharma Bakti Medan dan SMK-TI Dharma Bakti Medan.


(56)

88

Surat ijin yang diberikan berisikan permohonan untuk pengambilan data. Permohonan ijin ke SMA dan SMK di Yayasan Dharma Bakti Medan dilakukan pada tanggal 22 Februari 2011, dimana peneliti memberikan surat ijin kepada kepala sekolah masing-masing jenis pendidikan.

b. Rancangan alat dan instrumen penelitian

Pada tahap ini, alat ukur yang berupa skala self directed learning terhadap siswa Sekolah Menengah Atas dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya dengan bimbingan profesional judgement (dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing).

Penyusunan skala ini didahului dengan membuat blue print yang kemudian dilanjutkan dengan operasionalisasi dalam bentuk aitem-aitem pernyataan. Skala

self directed learning dibuat dalam bentuk booklet ukuran kertas A4 yang terdiri

dari 80 pernyataan dan setiap pernyataan memiliki 4 alternatif jawaban.

c. Uji coba alat ukur

Sebelum menjadi alat ukur yang sebenarnya, skala tersebut diuji cobakan terlebih dahulu kepada sejumlah responden yang sesuai dengan karakteristik sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti akan mengujicobakan pada sejumlah subjek yang tidak terpilih sebagai sampel penelitian.

Peneliti akan melakukan uji coba pada skala terhadap sejumlah subjek, dengan tujuan memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel. Uji coba skala self


(57)

89

directed learning dilakukan pada tanggal 9 Maret 2011 terhadap 146 orang subjek

siswa SMK di Yayasan Dharma Bakti Medan. Untuk memudahkan proses pelaksanaan uji coba ini, peneliti dibantu oleh dua orang mahasiswa psikologi untuk membimbing subjek dalam mengisi skala tersebut.

Dalam seleksi aitem-aitemnya, akan dipilih daya beda aitem tertinggi yang ada dengan membandingkan indeksnya secara keseluruhan (Azwar, 2004). Korelasi ini menggunakan korelasi Pearson product moment dan untuk mempermudah perhitungannya peneliti menggunakan bantuan program SPSS

16.00 for Windows.

Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi dengan batasan rix ≥ 0.300.

Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.300 daya bedanya dianggap memuaskan. Namun, bila aitem yang lolos (memiliki indeks daya diskriminasi ≥ 0.300) jumlahnya melebihi jumlah aitem yang direncanakan untuk menjadi skala, maka dapat dipilih aitem-aitem yang mempunyai indeks daya diskriminasi tertinggi. Sebaliknya bila jumlah aitem yang lolos tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan kriteria 0.300 menjadi 0.250 (Azwar, 2004). Adapun distribusi hasil uji coba skala self

directed learning dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2

Distribusi Aitem Hasil Uji Coba Skala Self Directed Learning

No. Aspek-aspek Aitem Total Bobot

Favorable Unfavorable

1. Mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang

44, 45, 51, 56, 59, 62,

69, 72

34, 41, 48, 54, 55, 71,

76, 79


(58)

90

terjadi

2. Perkembangan keahlian

46, 49, 52, 57, 63, 66,

70, 77

43, 50, 58,

61, 68, 73,

74, 80

6 13,64%

3. Mengubah diri pada kinerja yang paling baik

42, 47, 53, 60, 64, 65,

75, 78

1, 3, 10, 14,

23, 29, 33, 36

12 27,28%

4. Manajemen diri siswa

4, 6, 11, 15,

20, 21, 26,

37

2, 8, 17, 24,

27, 30, 35, 40

11 25%

5. Motivasi dan penilaian diri

5, 7, 12, 13,

19, 22, 31, 38

8, 9, 16, 19, 25, 32, 39, 67

7 15,9%

TOTAL 44 100%

Keterangan tabel 2: Aitem yang dicetak tebal adalah aitem yang lulus dalam uji coba alat ukur skala self directed learning.

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah aitem yang lolos untuk dipakai dalam penelitian adalah sebanyak 44 aitem, sedangkan aitem yang tidak lolos adalah sebanyak 36 aitem.

d. Revisi alat ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 146 subjek, peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala tipe self directed learning melalui koefisien alpha cronbach dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows. Aitem-aitem yang sahih kemudian disusun kembali dalam bentuk booklet untuk dijadikan alat ukur yang sebenarnya. Adapun aitem-aitem yang dipakai dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3


(59)

91

No. Aspek-aspek Aitem Total Bobot

Favorable Unfavorable

1. Mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi

44, 51, 56, 62, 69,

48, 55, 79 8 18,18%

2. Perkembangan keahlian

46, 52, 57, 61, 68, 73, 6 13,64%

3. Mengubah diri pada kinerja yang paling baik

42, 47, 53, 60, 64, 65,

75, 78

10, 23, 29, 33 12 27,28%

4. Manajemen diri siswa

4, 6, 15, 21, 26, 37

8, 24, 27, 30, 40

11 25%

5. Motivasi dan penilaian diri

5, 13, 22, 16, 32, 39, 67

7 15,9%

TOTAL 44 100%

e. Penyusunan Alat Ukur Penelitian

Setelah skala penelitian lulus dalam uji validitas dan reliabilitas, maka aitem-aitem dalam skala tersebut disusun kembali. Selanjutnya, aitem-aitem yang sudah lulus penyaringan dijadikan alat pengumpulan data pada sampel penelitian yang sesungguhnya. Adapun skala self directed learning yang digunakan dalam penelitian setelah dilakukan penyesuaian nomor aitem adalah sebagai berikut :

Tabel 4

Blue Print Skala Self Directed Learning Setelah Dilakukan

Penyusunan Nomor Aitem

No. Aspek-aspek Aitem Total Bobot


(1)

118 a. Saran untuk siswa

Self directed learning penting bagi siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada siswa SMK untuk dapat lebih meningkatkan self directed learning dengan memaksimalkan proses belajar melalui praktek belajar yang diterapkan di sekolah. Siswa SMK diharapkan memiliki target dalam belajar yang berguna untuk memotivasi siswa dalam proses belajar serta membuat perencanaan belajar yang berkaitan dengan usaha pencapaian target yang telah ditetapkan. Siswa SMK juga diharapkan lebih mampu berpikir secara mandiri dengan cara tidak terlalu tergantung pada pemikiran guru dan lebih mampu melakukan aktivitas belajar tanpa diawasi oleh guru sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangan diri siswa.

a. Saran Untuk Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang menjadi tempat siswa memperoleh proses pembelajaran. Kepada guru, peneliti menyarankan untuk dapat lebih mengoptimalkan hasil belajar siswa, lebih dapat mengupayakan penerapan self directed bagi siswa dengan cara mendukung dan membimbing siswa pada program praktek belajar di sekolah, menumbuhkan motivasi intrinsik siswa dengan cara memandirikan siswa sehingga siswa tidak terlalu tergantung kepada guru. Guru juga dapat memberikan tugas yang menuntut siswa berpikir secara mandiri dengan mencari jawaban sendiri serta memberikan siswa kesempatan untuk menilai dan memfeedback hasil belajar sendiri.


(2)

119

Kepada pihak sekolah, peneliti menyarankan agar pihak sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang dapat meningkatkan self directed learning karena kesesuaian lingkungan belajar pada pendidikan formal dapat meningkatkan self directed learning siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melengkapi fasilitas untuk praktek belajar sehingga siswa semakin termotivasi dan tidak bosan dalam belajar.


(3)

120

DAFTAR PUSTAKA

Asmita, Safrial. (2007). Motivasi Belajar Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin dan Status Mahasiswa di UIN Malang. Skripsi [online]. A FTP. http://lib.uin-malang.ac.id/abstract/00410057.pdf . Tanggal Akses 2 April 2011.

Astuti, Retno. (2005). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Siswa Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri Sumpiuh Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2005/2006. Skripsi [online]. A FTP

Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar _______. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2001). Methodology Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. . (2004). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. .(2007). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bhat, P & Kamath, U. (2007). Perspectives on Self-Directed Learning — the Importance

of Attitudes and Skills. [online].

Tanggal

Akses 21 Oktober 2010.

Caroline. (2009). Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). [online].


(4)

121

sma&catid=42:psikologi-perkembangan&Itemid=57. Tanggal Akses 3 Desember 2010.

Djojonegoro, Wardiman. 1999. Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui SMK. B. Jakarta: Balai Pustaka.

Gibbons, Maurice. (2002). The Self Directed Learning Handbook Challenging Adolescent Student to Exel. San Fransisco: Jhon Wiley & Sons, Inc. Hadi, S. (2000). Metodologi Research (Jilid 1-4). Yogyakarta: Andi Offset. Hamalik, Umar. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Indriani, Esti. (2009). Kemandirian Belajar Akuntansi Dalam Implementasi

Kurikulum 2004 Pada Siswa Kelas XI-IPS di SMA Negeri 3 Purworejo.

Skripsi [online]. A FTP. http.//digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archieve/HASH01e9/c28cf6

ce.dir/doc.pdf.

Jennings, Stephen. (2007). Personal development plans and self-directed learning for healthcare professionals: are they evidence based?. [online].

Tanggal Akses 23 Oktober 2010.

Akses 13 November 2010.

Knowles,Malcolm. (1975). Self Directed Learning. [online].

Mudjiman, H., 2008. Belajar Mandiri (Self Motivated Learning). Surakarta:LPP dan UNS Press.


(5)

122

Nugraheni, Endang. (2007). Student Centered Learning dan Implikasinya

terhadap proses pembelajaran. [online].

Desember 2010.

Pardjono. (2007). Kemandirian Belajar Mahasiswa Pendidikan Teknik Mesin Ditinjau Dari Asal Sekolah, Tempat Tinggal dan Lama Studi. [online]. Tanggal Akses 8 November 2010

Parker, Joshua. (2007). Gender Difference in Motivation To Learn. [online].

2011

Purnama, Dian. (2010). Cermat memilih sekolah menengah yang tepat. Jakarta: Gagas Media.

Rusillo, M & Arias, P. (2004). Gender Difference in Academic Motivation of Secondary School Student. [online]

Tanggal

Akses 2 April 2011.

Sanjaya, Wina. (2005). Pembelajaran dan Implementasi Krikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana.

Sanjaya, Wina. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Kencana.


(6)

123

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Sirodjuddin, Ardan. (2008). SMK Lebih MKenjanjikan Masa Depan

Dibandingkan Dengan SMA. [online].

2010

Siswoyo. (2010). Kenapa Pilih Masuk SMK?. [online].

Tanggal Akses 8 November 2010.

Song & Hill. (2007). A Conceptual Model for Understanding Self-Directed

Learning in Online Environments. [online]. Tanggal Akses 13 Desember 2010.

Suandi, Mujur, S. (2009). Perencanaan Pendidikan Menengah Kejuruan Dikaitkan Dengan Potensi Wilayah Kawasan Utara Kota Medan.

Skripsi [online]. A FTP.

Tanggal Akses 23 Oktober 2010.

Winataputra, Udin (2002). Strategi belajar mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.