Rencana Pembangunan dan Rencana Kerja Pemerintah BAB III
BAB III
RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH
DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Pada Tahun 2015, Provinsi Sulawesi Tengah telah memasuki
tahun keempat pembangunan sesuai dengan RPJMD Provinsi Sulawesi
Tengah Tahun 20112016 yang merupakan tahap perwujudan Sulawesi
Tengah Sejajar dengan Provinsi Maju di Kawasan Timur Indonesia
dalam Pengembangan Agribisnis Kelautan melalui Peningkatan Kualitas
Sumberdaya Manusia yang Berdaya Saing pada Tahun 2020. Fokus
pembangunan Sulawesi Tengah diarahkan pada 8 (delapan) prioritas
daerah yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pendidikan dan Kesehatan;
Pengentasan Kemiskinan;
Revitalisasi pertanian, kehutanan perikanan dan kelautan;
Iklim investasi dan iklim usaha;
Peningkatan infrastruktur dan energi;
Reformasi birokrasi, tata kelola;
Pembangunan hukum dan ketertiban;
Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana.
Dalam rangka perwujudan implementasi 8 (delapan) prioritas
tersebut, maka arah kebijakan ekonomi daerah Tahun 2015 akan
melanjutkan arah kebijakan ekonomi tahun sebelumnya yang
diarahkan pada:
a. Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih berkualitas
dan berkesinambungan dengan memperkuat daya tahan ekonomi
yang didukung oleh penguatan sektor agribisnis dan kelautan
sebagai sumberdaya alam yang terbarukan melalui pemilihan potensi
komoditas unggulan sebagai basis pengembangan wilayah untuk
meningkatkan daya saing daerah;
b. Peningkatan kemampuan perekonomian daerah dengan penciptaan
lapangan kerja melalui peningkatkan keterampilan tenaga kerja,
52
peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar,
dan optimalisasi penggunaan belanja daerah yang diprioritaskan
untuk belanja langsung ke masyarakat serta belanja lainnya dalam
program penanggulangan kemiskinan;
c. Peningkatan investasi daerah untuk memperluas kesempatan kerja
dan berusaha sehingga pada gilirannya mampu meningkatkan
pendapatan perkapita. Upaya meningkatkan investasi daerah
dilakukan dengan penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi
dunia usaha, baik skala usaha kecil, menengah maupun besar
melalui penyediaan informasi potensi daerah, penyederhanaan
perijinan dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu,
membangun prasarana penunjang, melindungi kepastian hukum
dan penyediaan tenaga kerja di daerah;
d. Peningkatan pemerataan distribusi pendapatan melalui percepatan
pertumbuhan ekonomi di perdesaan dan penciptaan keseimbangan
pembangunan di setiap wilayah;
e. Percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung
percepatan pembangunan ekonomi maupun peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat sekaligus untuk meningkatkan aksesibilitas
guna memperlancar aliran investasi dan produksi dalam rangka
menciptakan keterkaitan ekonomi antar wilayah dengan tetap
memperhatikan aspek berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pembangunan infrastruktur khususnya jalan diharapkan dapat
memperlancar jalur distribusi barang dan jasa ke berbagai wilayah
yang pada akhirnya akan dapat menekan laju inflasi.
Telaah/analisis terhadap aspek makro ekonomi
dapat
menunjukkan seberapa jauh keberhasilan pembangunan ekonomi di
suatu daerah. Beberapa indikator yang digunakan dalam analisis
antara lain pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik dari sisi produksi
maupun pengeluaran, struktur ekonomi daerah dan perkembangan
nilai investasinya. Disamping itu untuk mengetahui kondisi stabilitas
perekonomian daerah digunakan perkembangan laju inflasi.
53
Mulai tahun 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) akan melakukan
perubahan tahun dasar Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010.
Perubahan ini akan diberlakukan pada tahun depan karena selama ini
BPS menggunakan acuan tahun dasar 2000. Perubahan tahun dasar
yang menggunakan tahun 2010 sebagai acuan dikarenakan kondisi
perekonomian Indonesia pada tahun tersebut relatif stabil. Selain itu,
terjadi perubahan struktur ekonomi selama sepuluh tahun terakhir,
terutama di bidang teknologi dan informasi. Selain itu perubahan tahun
dasar juga berdasarkan rekomendasi PBB untuk mengadopsi System of
National Accounts (SNA) 2008 lewat penyusunan kerangka Supply and
Use Tablets (SUT). Perubahan tahun dasar tersebut bertujuan untuk
menjaga konsistensi antara pendekatan PDB dan implikasi
memperkecil perbedaan antara PDB nasional dan PDRB.
Pada tahun 2010, terdapat penambahan klasifikasi pada PDRB
menurut lapangan usaha. Bila pada tahun dasar 2000, terdapat
sembilan sektor lapangan usaha, maka total lapangan usaha
bertambah menjadi 17 sektor dengan menggunakan tahun dasar 2010.
Ketujuhbelas sektor tersebut yaitu Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan;
Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air, Pengolahan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran
serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan;
Penyedia Akomodasi Makan dan Minum; Informasi dan Komunikasi;
Jasa Keuangan dan Asuransi, Real Estate; Jasa Perusahaan;
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib;
Jasa Pendidikan; serta Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Sementara
itu dari sisi pengeluaran, terdapat penambahan satu klasifikasi
pengeluaran yaitu konsumsi lembaga non profit rumah tangga (LNPRT).
a. Kondisi Ekonomi Hingga Tahun 2014
Perekonomian Sulawesi Tengah tahun 2014 tumbuh sebesar 5,11
persen. Pertumbuhan terjadi pada seluruh sektor kecuali sektor
54
Pertambangan dan Penggalian. Secara sektoral struktur perekonomian
Sulawesi Tengah tahun 2014 masih didominasi oleh tiga lapangan
usaha utama yaitu: Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (34,37
persen); Konstruksi (13,59 persen) dan Pertambangan dan Penggalian
(9,69 persen). Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2014, Konstruksi memiliki sumber
pertumbuhan tertinggi sebesar 2,62 persen, diikuti Pertanian,
Kehutanan, Perikanan sebesar 2,30 persen; dan Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 0,95 persen.
Sektor Pertambangan dan Penggalian yang pada tahun 2013 lalu
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembentukan
PDRB, pada tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup signifikan
menyusul diberlakukannya regulasi pelarangan ekspor tambang
mentah pada awal 2014.
Seperti halnya pada PDRB menurut lapangan usaha, PDRB dari
sisi pengeluaran juga mengalami perubahan struktural. Apabila dalam
beberapa tahun terakhir, sumber pertumbuhan ekonomi didominasi
oleh konsumsi, investasi dan ekspor, maka pada tahun 2014
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah terutama hanya ditopang oleh
investasi dan konsumsi. Komponen investasi (Pembentukan Modal
Tetap Bruto) memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 8,03 persen,
diikuti oleh komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar
3,63 persen.
Selama JanuariDesember 2014, total nilai ekspor Sulawesi
Tengah tercatat US$ 80,59 juta atau turun US$ 216,55 juta (72,88
persen) dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang sebesar US$
297,14 juta. Kinerja ekspor tahun 2014 menunjukkan bergesernya
dominasi bijih kerak dan abu logam serta kakao sebagai komoditas
utama ekspor Sulawesi Tengah. Kelompok minyak mentah merupakan
kelompok komoditas ekspor paling dominan senilai US$ 35,02 juta
(43,45 persen), disusul bijih, kerak, dan abu logam senilai US$ 19,34
55
juta (24,00 persen), lemak dan minyak hewani/nabati senilai US$ 16,20
juta (20,10 persen), kayu dan barang dari kayu senilai US$ 3,42 juta
(4,24 persen), ikan dan udang senilai US$ 2,48 juta (3,08 persen), serta
kakao/coklat senilai US$ 1,64 juta (2,03 persen).
Penurunan yang paling tajam terjadi pada ekspor bijih kerak dan
abu logam serta kakao. Konsekuensi diterbitkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Larangan Ekspor Mineral
Mentah yang merupakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2010 dan menjadi dasar pelaksanaan UndangUndang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Mineral dan Batu Bara menyebabkan nilai ekspor bijih
kerak dan abu logam Sulawesi Tengah Tahun 2014 hanya sebesar US$
19,34 juta atau mengalami penurunan sebesar US$ 201,58 juta (91,24
persen) dibandingkan tahun 2013 yang sebesar US$ 220,92 juta.
Sementara ekspor kakao juga mengalami penurunan tajam dimana
pada tahun 2014 ekspor kakao Sulawesi Tengah hanya sebesar US$
1,64 juta, turun sebesar US$ 44,56 juta (96,45 persen) dibandingkan
ekspor tahun 2013 yang sebesar US$ 46,20 juta. Penurunan ekspor
kakao Sulawesi Tengah disebabkan produksi kakao yang ada tidak lagi
difokuskan untuk ekspor melainkan untuk memenuhi pasar dalam
negeri seiring dengan pembangunan pabrik pengolahan biji kakao di
dalam negeri.
Dalam sisi investasi, Sulawesi Tengah mencatat prestasi yang
menggembirakan dengan total capaian realisasi investasi sebesar Rp.
16,105 triliun yang terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar
Rp.95,8 miliar dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp.
16,201 triliun dengan rincian investasi pada sektor pertanian sebesar
Rp……., sektor pertambangan Rp……., sektor jasa Rp…… Capaian
tersebut menjadikan Sulawesi Tengah sebagai provinsi dengan
realisasi investasi tertinggi di Sulawesi, urutan kedua di Kawasan
Timur Indonesia dan urutan keenam nasional setelah Provinsi Jawa
Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Banten.
56
Prestasi ini lebih baik dibandingkan tahun 2013 dimana secara
nasional Sulawesi Tengah berada di urutan keduabelas.
Grafik 3.1
Realisasi PMA dan PMDN
di Kawasan Timur Indonesia
Tahun 2014 (Rp. Milyar)
Grafik 3.2
Realisasi PMA dan PMDN
Secara nasional Tahun 2014
(Rp. Triliun)
Sumber: Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah (2014).
Dengan menggunakan tahun dasar 2010, PDRB per kapita yang
yang mencerminkan tingkat produktivitas tiap penduduk menunjukkan
adanya peningkatan yaitu dari Rp. 28,66 juta rupaih pada tahun 2013
menjadi Rp. 31,88 juta.
Konsekuensi pertumbuhan ekonomi adalah inflasi. Inflasi Kota
Palu sebesar 2,86 persen selama Desember 2014, merupakan capaian
inflasi tertinggi selama tahun 2014. Sementara itu, laju inflasi tahun
kalender dan laju inflasi year on year tahun 2014 sebesar 8,85 persen.
Laju inflasi tahun 2014 menjadi yang tertinggi dibandingkan dua tahun
sebelumnya dimana laju inflasi tahun 2013 sebesar 7,57 persen dan
tahun 2012 sebesar 5,87 persen. Tingginya angka inflasi pada
penghujung tahun tersebut disebabkan oleh kenaikan harga Bahan
bakar Minyak (BBM), perayaan hari keagamaan serta kenaikan harga
komoditas hortikultura. Sejumlah upaya telah dilakukan dalam rangka
pengendalian inflasi, salah satu diantaranya adalah melalui
57
pembentukan Tim Penanggulangan Inflasi Daerah (TPID). Selain TPID di
tingkat Provinsi Sulawesi Tengah, sampai dengan tahun 2014 telah
terbentuk 6 TPID yaitu TPID Kota Palu serta 5 TPID lainnya di lima
kabupaten yaitu Kabupaten Banggai, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten
Morowali, Kabupaten Morowali Utara dan Kabupaten Poso.
Upaya penanggulangan kemiskinan di Sulawesi Tengah terus
menunjukkan hasil yang positif. Pada tahun 2014 tingkat kemiskinan
dapat ditekan menjadi 13,61 persen yang berasal dari penurunan
kemiskinan dari 14,32 persen (400.410 jiwa) pada tahun 2013 menjadi
13,61 persen (387.060 jiwa) pada tahun 2014 atau dengan kata lain
tingkat kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0,71 persen.
Meskipun demikian tingkat kemiskinan Sulawesi Tengah masih lebih
tinggi dari tingkat kemiskinan nasional dan untuk regional Sulawesi
menempati urutan kedua tertinggi setelah Provinsi Gorontalo.
Sementara itu hingga triwulan I tahun 2014 indeks gini menunjukkan
penurunan yaitu dari 0,407 pada tahun 2013 menjadi 0,37 pada tahun
2014. Walaupun masih lebih rendah dibandingkan indeks gini nasional
yang sebesar 0,413, namun hal tersebut terus menjadi perhatian
mengingat pertumbuhan ekonomi menjadi kurang berarti ketika
pemerataan belum terwujud.
Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator untuk melihat tingkat
kemampuan atau daya beli petani di pedesaan selama tahun 2014
berfluktuasi tiap bulannya namun secara keseluruhan ratarata NTP
Provinsi Sulawesi Tengah berada diatas angka 100 yaitu 102,18.
Capaian NTP tersebut lebih baik dibandingkan ratarata capaian NTP
tahun 2013 seiring dengan perubahan acuan tahun dasar dari tahun
2007 menjadi tahun 2012. Seperti tahuntahun sebelumnya, NTP
Tanaman Pangan masih merupakan yang terendah dengan capaian
selalu berada dibawah angka 100. Berbagai upaya perlu terus
dilakukan untuk meningkatkan indeks yang diterima petani dan
mengefisienkan indeks yang dibayar petani. Khusus untuk tanaman
58
pangan, upaya mengefisienkan indeks yang dibayar petani dapat
dilakukan dengan penyaluran pupuk dan benih tepat waktu yang
disesuaikan dengan jadwal tanam petani, selain itu perlu pula
penambahan jalan usaha tani guna mengurangi biaya transportasi hasil
panen.
Pembangunan Sumber Daya Manusia yang ditunjukkan oleh
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan adanya peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 peringkat IPM
Sulawesi Tengah berada pada posisi 22 dengan nilai sebesar 72,14.
Nilai IPM tersebut kemudian naik menjadi 72,54 pada tahun 2014
namun posisi Sulawesi Tengah turun pada posisi 23 seiring dengan
munculnya Provinsi Kalimantan Utara. Kendati mengalami peningkatan
IPM Provinsi Sulawesi Tengah masih dibawah angka nasional yang
sebesar 73,81.
Dalam bidang ketenagakerjaan, dalam satu tahun terakhir kondisi
ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah menunjukkan hasil positif yang
ditandai dengan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
menjadi 3,68 persen pada tahun 2014 setelah pada tahun 2013 TPT
Sulawesi Tengah tercatat sebesar 4,19 persen. Hal yang perlu menjadi
catatan adalah bahwa dari 1.342.615 orang angkatan kerja pada tahun
2014, TPT terendah justru terjadi pada tingkat pendidikan SD ke bawah
dan SMP dengan TPT masingmasing sebesar 1,88 persen dan 2,94
persen, sementara TPT tertinggi berada pada kelompok angkatan kerja
dengan tingkat pendidikan SMA Kejuruan sebesar 8,90 persen diikuti
SMA sebesar 6,40 persen dan Universitas sebesar 6,08 persen. Oleh
karena itu diperlukan upayaupaya pemerintah untuk mendorong
masyarakat agar kreatif dalam menciptakan lapangan kerja serta fokus
dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar sesuai dengan
kebutuhan pasar kerja yang ada.
b. Perkiraan tahun 2015
59
Dari uraian perkembangan ekonomi makro sampai Tahun 2014 diatas,
dalam masa perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional,
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada Tahun 2015
diprediksi akan membaik pada kisaran 910 persen, dengan asumsi
asumsi :
a. Kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran terus menunjukkan
trend positif seiring dengan penyelesaian konstruksi beberapa hotel
baru di Kota Palu. Pemberlakuan Larangan PNS berkegiatan di hotel
yang diatur dalam surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2014 yang
melarang seluruh jajaran aparatur sipil negara dilarang melakukan
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan di luar instansi
pemerintahan memang sempat mempengaruhi tingkat hunian hotel
yang juga berdampak pada pengurangan sebagian karyawan hotel.
Namun seiring dengan dicabutnya surat edaran tersebut, tingkat
hunian hotel berangsurangsur meningkat;
b. Subsektor perikanan akan mengalami pertumbuhan positif
mengingat besarnya dukungan pemerintah terhadap sektor
kemaritiman serta besarnya potensi sektor kelautan Sulawesi
Tengah. Selain itu pada tahun 2015, Kementerian Kelautan dan
Perikanan menetapkan Provinsi Sulawesi Tengah sebagai daerah
percontohan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN). Pengembangan
SLIN yang berbasis di pelabuhan perikanan diharapkan menciptakan
stabilitas harga di tingkat nelayan maupun konsumen dan sekaligus
dapat menekan laju inflasi serta membuka peluang pengembangan
industri olahan. Potensi pengembangan sektor kelautan dan
perikanan di Sulawesi Tengah sangat besar mengingat Sulawesi
Tengah sebagai satusatunya provinsi yang memiliki empat Wilayah
Pengelolaan Perikanan (WPP) yaitu WPPRI 713 di Selat Makassar,
WPPRI 714 di Teluk Tolo, WPPRI 715 di teluk Tomini serta WPP 716
di Laut Sulawesi.
60
c. Sektor pertanian akan terus digenjot produktivitasnya khususnya
produksi padi, jagung dan kedelai dalam mendukung program
Swasembada Pangan Indonesia pada tahun 2017 guna menjamin
kedaulatan pangan nasional. Upaya tersebut dituangkan dalam
penandatanganan MoU (nota kesepahaman) antara Dinas Pertanian
kabupaten/kota dengan Kodim seSulawesi Tengah dalam
Pemantapan Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan
Kedelai (Pajala) di Sulawesi Tengah pada tanggal 23 Januari lalu.
Untuk mewujudkan hal tersebut masalah ketimpangan infrastruktur
seperti jalan dan irigasi yang menjadi wewenang pemerintah pusat
dan daerah harus diperhatikan. Selain itu perlu juga diperhatikan
jadwal tanam, serta penggunaan benih, pupuk dan pestisida.
Sulawesi Tengah sendiri ditargetkan oleh Kementerian Pertanian
sebagai daerah pertama yang mengekspor komoditas Pajala tersebut
d.
dalam program kedaulatan pangan tahun 2017.
Sektor konstruksi akan terus tumbuh yang dipengaruhi oleh
lanjutan pembangunan Bandara Mutiara Sis Aljufri, Bandara
Tanjung Api di Tojo Una Una, Bandara Syukuran Aminuddin Amir
Luwuk, Pelabuhan Pantoloan, serta pembangunan rukan di Kota
Palu. Terhitung mulai April 2015, Bandara Tanjung Api telah
melayani penerbangan perintis oleh maskapai Aviastar dengan rute
penerbangan AmpanaLuwuk, AmpanaPalu dan AmpanaGorontalo.
Pada Juni 2015 direncanakan maskapai Garuda Indonesia akan
melayani rute penerbangan PaluAmpanaGorontaloManado dengan
e.
menggunakan pesawat ATR 72500.
Investasi akan semakin meningkat terutama dalam sektor
pertambangan, minyak dan gas bumi serta industri pengolahan.
Meningkatnya investasi juga akan dipengaruhi oleh masuknya listrik
yang berasal dari PLTA Sulewana apada awal tahun 2015 ini.
Momentum peningkatan investasi tersebut harus terus dijaga dengan
menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui peningkatan
61
efisiensi perizinan dan pelayanan investasi serta penyelesaian
f.
bottleneck infrastruktur.
Kinerja sektor pertambangan dan penggalian diharapkan akan
membaik seiring diresmikannya fasilitas kilang gas alam cair (LNG)
Donggi Senoro pada Oktober tahun lalu. Kilang gas alam cair
keempat di Indonesia tersebut diperkirakan berproduksi penuh
tahun 2015. Sementara itu pembangunan tahap I pabrik pengolahan
dan pemurnian nikel (smelter) di Kawasan Industri Morowali dengan
kapasitas 300.000 ton dan pembangkit listrik tenaga batu bara
berkapasitas 2 kali 65 megawatt diperkirakan beroperasi secara
komersial pada April 2015. Selanjutnya pembangunan smelter tahap
II dengan kapasitas 600.000 ton dan PLTU kapasitas 2 kali 150
megawatt diperkirakan akan selesai pada Desember 2015. Kawasan
industri Morowali merupakan perusahaan patungan Bintang
g.
Delapan Group dan Tsingshan Group asal Tiongkok.
Tingkat kemiskinan diharapkan dapat terus ditekan salah satunya
melalui implementasi Program Terpadu Penanggulangan Kemiskinan
Berbasis Bedah Kampung (PTPKBBK) yang launching nya telah
dilaksanakan oleh Gubernur Sulawesi Tengah pada akhir tahun lalu.
Program ini tidak hanya ditujukan pada pembangunan fisik, tetapi
juga untuk pemberdayaan dalam bentuk peningkatan sumber daya
manusia dan pemberian modal. Pada tahap awal terdapat lima
kabupaten yang menjadi sasaran yaitu Parigi Moutong, Donggala,
Banggai, Poso dan Tojo UnaUna. Total dana yang dikucurkan
sebanyak Rp. 38,9 milyar untuk 203 desa pada lima kabupaten
tersebut. Untuk tahap selanjutnya pada tahun 2015 dana sebesar
Rp. 40 milyar akan dikucurkan untuk implementasi PTPKBBK
Tahap II di 8 kabupaten/kota lainnya. Secara keseluruhan melalui
sinergitas program/kegiatan antar sektor dan antar daerah, tingkat
kemiskinan di Sulawesi Tengah ditargetkan akan dapat ditekan pada
angka 12 14 persen.
h. Fluktuasi harga minyak mentah dunia menyebabkan pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk menyesuaikan harga bahan bakar
62
minyak (BBM) sesuai harga keekonomiannya sehingga hal tersebut
akan memicu meningkatnya inflasi. Mengingat peranan BBM
sebagai komoditi pokok, sehingga kenaikan sedikit saja akan
membawa ”efek domino” ke sektorsektor lain terutama industri dan
transportasi yang selanjutnya akan mempengaruhi harga barang dan
jasa. Selain dari komponen administered prices tersebut, resiko
meningkatnya inflasi pada tahun 2015 juga masih berasal dari
volatile food yang terjadi sebagai akibat faktor cuaca maupun
penurunan produksi. Dengan demikian peran TPID Provinsi maupun
TPID Kabupaten dalam menjaga keterjangkauan barang dan jasa
sangat diperlukan.
i. Event Sail Tomini 2015 yang akan dilaksanakan pada September
2015 diharapkan tidak hanya menjadi kegiatan seremonial semata,
tetapi lebih jauh diharapkan mampu menciptakan multiplier effect
bagi pengembangan ekonomi masyarakat khususnya di bidang
pariwisata. Event ini sekaligus dapat dijadikan ajang untuk
mempromosikan ikonikon pariwisata di Sulawesi Tengah seperti
Kepulauan Togean dalam lingkup nasional maupun internasional
yang selama ini minim diekspos oleh media.
3.1.2
Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2016
dan Tahun 2017
a. Tantangan Perekonomian Daerah Tahun 20162017
1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berkualitas jika
diiringi dengan pemerataan dan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya ketimpangan
individu yang ditandai dengan meningkatnya indeks gini
dapat memicu timbulnya konflik sosial dalam masyarakat.
PDRB per kapita yang meningkat bukan merupakan satu
satunya indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat,
tetapi juga adanya pemerataan pertumbuhan ekonomi di
semua sektor. Pemerataan pertumbuhan di semua sektor
menunjukkan adanya perkembangan mata rantai
63
perekonomian di masyarakat. Sehingga bila kondisi ini
terwujud maka output perkapita masyarakat dapat benar
benar meningkat secara riil yang turut mempengaruhi
naiknya daya beli masyarakat.
2. Kondisi sosial politik pada pelaksnaan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia termasuk pula 9
kabupaten di Sulawesi Tengah yang diskenariokan akan
dilaksanakan pada tahun 2016 diharapkan dalam situasi
kondusif guna menjamin stabilitas iklim ekonomi di
Sulawesi Tengah;
3. Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai akhir
tahun 2015 akan menimbulkan konsekuensi terjadinya
arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas
serta aliran modal yang lebih bebas. Masuknya investasi
asing dapat menjadi stimulan bagi pertumbuhan ekonomi
melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja,
pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan
akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Tantangan
yang kemudian muncul adalah kondisi tersebut akan
beresiko menimbulkan eksploitasi besarbesaran terhadap
sumber daya alam di Sulawesi Tengah yang melimpah
sehingga kemudian juga mengancam kelestarian ekosistem.
Kondisi tersebut akan diperburuk apabila regulasi investasi
yang ada belum mampu menjamin kelestarian sumber daya
alam dan lingkungan sebagain akibat aktivitas investasi
tersebut. Dari sisi ketenagakerjaan, implementasi MEA akan
menambah jumlah lapangan kerja di dalam negeri dimana
sehingga kesempatan kerja yang ada terbuka lebar dengan
berbagai kebutuhan keahlian yang beragam. Selain itu
pencari kerja dapat dengan mudah mencari pekerjaan di
luar negeri, sebaliknya pencari kerja dari luar negeri dapat
dengan mudah masuk ke Indonesia. Kondisi tersebut
64
menuntut pencari kerja di Indonesia khususnya di Sulawesi
Tengah untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan
produktivitasnya. Hal ini dikarenakan daya saing tenaga
kerja yang kita miliki dari sisi pendidikan dan produktivitas
Indonesia masih kalah dibandingkan tenaga kerja yang
berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Pengoptimalan sekolahsekolah kejuruan serta Balai Latihan
Kerja (BLK) mutlak diperlukan. Selain itu penguasaan
bahasa asing oleh para pencari kerja menjadi syarat yang
juga harus dipenuhi.
4. Kondisi wilayah geografis Sulawesi Tengah yang luas dan
tidak meratanya penyebaran penduduk terutama pada
daerah–daerah wilayah perdesaan, daerah perdalaman dan
terpencil sekaligus sebagian dari penyebab terjadinya
kesenjangan pembangunan dan belum memadainya
aksesibilitas dan jangkauan pelayanan terhadap sarana dan
prasarana infrastruktur antar daerah seperti transportasi,
irigasi, perumahan dan permukiman, telekomunikasi serta
kelistrikan.
b. Prospek Perekonomian Daerah Tahun 20162017
1. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu akan
merangsang tumbuhnya sektor industri dari investasi asing.
Implikasinya adalah meningkatnya pertumbuhan industri
dan jasa pendukung seperti packaging (pengemasan),
printing (percetakan) dan forwarding (ekspedisi), serta jasa
boga, transportasi, pemondokan, hiburan, perumahan, dan
jasajasa perkotaan lainnya. Berkembangnya industri dan
jasa pendukung tersebut akan menciptakan lapangan kerja
signifikan bagi masyarakat di sekitar KEK. Dengan
demikian, penyerapan tenaga kerja akan menekan jumlah
pengangguran dan kemiskinan.
65
2. Pembangunan smelter tahap tiga di Kawasan Industri
Morowali dengan kapasitas 300.000 ton dan PLTU kapasitas
300 Mega Watt dan pembangunan industri stainless steel
dengan kapasitas 2 juta ton diperkirakan akan selesai pada
tahun 2017.
3. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan menunjukkan
tren peningkatan. Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh
membaiknya kinerja sektor pertambangan dan penggalian
sehingga volume ekspor Sulawesi Tengah juga akan
meningkat. Selain itu investasi baik dalam sektor
pertambangan maupun industri pengolahan juga akan
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dengan
demikian pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah akan
ditopang oleh ekspor, investasi dan konsumsi rumah tangga.
4. Aksesibilitas dari dan menuju Sulawesi Tengah yang
semakin mudah diharapkan dapat meningkatkan kunjungan
wisatawan sehingga berpengaruh positif terhadap
meningkatnya tingkat hunian hotel. Dengan demikian
dampak dari pelarangan PNS untuk mengadakan kegiatan di
hotel dapat diminimalisir.
5. MoU (nota kesepahaman) antara Dinas Pertanian
kabupaten/kota dengan Kodim seSulawesi Tengah dalam
Pemantapan Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi,
Jagung dan Kedelai (Pajala) diharapkan terimplmentasi
dengan baik sehingga target Kementerian Pertanian yang
menjadikan Sulawesi Tengah sebagai daerah pertama yang
mengekspor komoditas Pajala dalam rangka program
kedaulatan pangan tahun 2017 dapat tercapai.
3.2.
Arah Kebijakan Keuangan Daerah
Pada dasarnya kebijakan anggaran didasarkan pada pendekatan
kinerja dan komitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan
66
akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah suatu anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kegiatan atau output dari rencana
alokasi biaya atau input yang ditetapkan dengan memperhatikan kondisi
semua komponen keuangan. Efisiensi, efektifitas, transparansi dan
akuntabilitas merupakan prinsip pengelolaan keuangan yang dilakukan
diantaranya dengan mengefektifkan fungsi pengawasan serta upayaupaya
penghematan sehingga dana yang terbatas dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk kegiatan pembangunan dan pemerintahan serta
berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
keberlanjutan pembangunan. Keuangan daerah merupakan faktor
strategis yang turut menentukan kualitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah, mengingat kemampuannya akan mencerminkan daya dukung
manajemen pemerintahan daerah terhadap penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya.
Kebijakan keuangan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2016 secara
umum disusun dalam rangka mewujudkan arah kebijakan pembangunan
yang tertuang dalam RPJMD tahun 20112016, tidak terlepas dari
kapasitas fiskal daerah sebagai salah satu penopang strategis dalam
implementasi pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah.
Tingkat kemampuan keuangan daerah, dapat diukur dari kapasitas
pendapatan asli daerah, rasio pendapatan asli daerah terhadap jumlah
penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk memahami
tingkat kemampuan keuangan daerah, maka perlu dicermati kondisi
kinerja keuangan daerah, baik kinerja keuangan masa lalu maupun
kebijakan yang melandasi pengelolaannya
.
3.2.1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
Dalam menyusun proyeksi keuangan daerah dan kerangka
pendanaan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku,
pendanaan penyelenggaraan pemerintahan telah diatur sesuai kewenangan
yang diserahkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah tumpang
tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang
67
pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah dibiayai melalui APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan
yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat dibiayai melalui APBN,
baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau
dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama.
Berdasarkan data yang ada, realisasi pendapatan Tahun 2014
mengalami peningkatan di bandingkan dengan Tahun 2013, sedangkan
proyeksi pendapatan Tahun 20162017 didasarkan pada proyeksi yang
termuat dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 20112016 dan
proyeksi lainnya. secara persentase dan nominal, kelompok komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara konsisten mengalami kenaikan,
begitu juga dengan kelompok dana perimbangan yang menunjukkan
kecenderungan peningkatan baik secara nominal maupun persentase,
seperti terlihat pada tabel 3.2.1 berikut ini:
68
Tabel 3.2.1
Realisasi dan Proyeksi / Target Pendapatan Provinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2013 s.d Tahun 2016
NO
URAIAN
1.1
Pendapatan Asli Daerah
1.1.1
Pajak Daerah
REALISASI
TAHUN 2013
611.928.145.945.00
542.365.015.962.00
1.1.2
Retribusi Daerah
1.1.3
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yang
Dipisahkan
19.932.066.778.00
1.1.4
Lainlain Pendapatan Asli
Daerah Yang Sah
46.874.786.107.00
1.2
Dana Perimbangan
1.2.1
Transfer Pemerintah Pusat
Dana Perimbangan
1.2.1.1
Dana Bagi Hasil Pajak/
Bagi Hasil Bukan Pajak
1.2.1.2
Dana Alokasi Umum
1.2.1.3
Dana Alokasi Khusus
REALISASI
TAHUN 2014
TAHUN ANGGARAN
2015
769.714.314.600,00
883.321.882.900,
00
684.649.805.600,00
786.211.295.600,00
3.596.871.000,00
3.399.989.000,00
10.762.638.000,00
12.259.077.000,00
70.705.000.000,00
81.451.521.300,00
1.237.627.671.000,00
1.439.007.124.966,00
85.800.177.000,00
143.417.969.966,00
1.087.885.014.000,00
1.221.602.865.0
00,00
63.942.480.000,00
73.986.290.000,00
2.756..277.098.00
1.158.370.879.685.00
97.762.844.685.00
994.658.685.000.00
65.949.350.000.00
61
PROYEKSI TAHUN
ANGGARAN 2016
983.774.087.700,00
875.619.992.000,00
3.786.639
.000,00
13.653.191
.700,00
90.714.265.000,00
1.602.652.384.000,00
381.049.519.000,00
1.221.602.865.000,00,00
PROYEKSI TAHUN
ANGGARAN 2017
NO
URAIAN
1.3
Lainlain Pendapatan
Yang Sah
1.3.1
Pendapatan Hibah
1.3.2
Pendapatan Dana Darurat
1.3.3
Pendapatan Lainnya
1.3.3
Bagi Hasil Pajak dari
Provinsi dan dari
Pemerintah Daerah
Lainnya
1.3.4
Dana Penyesuaian dan
Otonomi Khusus
1.3.5
Bantuan Keuangan dari
Provinsi Pemerintah
Daerah Lainnya**)
JUMLAH PENDAPATAN
DAERAH
(1.1 + 1.2 + 1.3)
REALISASI
TAHUN 2013
REALISASI
TAHUN 2014
369.236.641.201.00
7.427.000.0000.00
TAHUN ANGGARAN
2015
372.305.489.000,00
445.926.456.000
,00
9.757.045.000,00
10.925.056.000,00
362.548.444.000,00
435.001.400.000,00
PROYEKSI TAHUN
ANGGARAN 2016
496.637.636.700,00,00
12.167.463.700,00
361.809.641.201.00
2.139.535.666.831.00
2.379.647.474.600,00
Sumber: BPKAD, 2015 (diolah)
62
484.470.173.000,00
2.768.255.463.8
66,00
3.083.064.108.400,00,00
PROYEKSI TAHUN
ANGGARAN 2017
Berdasarkan tabel diatas, realisasi pendapatan daerah pada Tahun
2014 pada masingmasing kelompok pendapatan memperlihatkan trend
kenaikan. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah pada
Tahun 2014 sebesar Rp. 2.379.647.474.600,00, sementara padaTahun
2015s Pendapatan Daerah ditargetkan mengalami peningkatan sebesar Rp.
388.607.989.266,00. atau naik sebesar 16,33 persen dari Tahun 2014
sehingga pendapatan daerah Tahun 2015 menjadi Rp.
2.768.255.643.866,00, yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp.
883.321.882.900,00,,
dana
perimbangan
sebesar
Rp.
1.439.007.124.966,00. dan Lainlain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar
Rp. 445.926.456.000,00,. Pada Tahun 2016, pendapatan daerah
diproyeksikan sebesar Rp. 3.083.064.108.400,00 atau naik 11,37 persen
dari Tahun 2015.
Untuk Pendapatan Asli Daerah, mengalami kenaikan sebesar Rp.
113.607.568.300,00 pada Tahun 2015, dari tahun sebelumnya sebesar
769.714.314.600,00 menjadi Rp. 883.321.882.900,00 dengan persentase
sebesar 14,76%, dengan kontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar
31,90 persen pada Tahun 2015 dan Tahun 2016 di proyeksikan mengalami
kenaikan menjadi Rp. 983.774.087.700,00, dengan kontribusi sebesar
32,00 persen dari total pendapatan.
Dana Perimbangan yang merupakan sumber pendapatan Provinsi
Sulawesi Tengah yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat. Selama kurun
waktu 20142016 memperlihatkan peningkatan setiap tahunnya. Realisasi
pendapatan yang bersumber dari Dana Perimbangan Tahun 2014 sebesar
Rp. 1.237.627.671.000,00 atau sebesar 52,00 persen terhadap pendapatan
daerah meningkat sebesar Rp. 1.439.007.124.966,00 pada Tahun 2015
atau sebesar 51,98% terhadap total pendapatan, dan untuk Tahun 2016
proyeksi dana perimbangan menjadi sebesar Rp. 1.602.652.384.000,00 atau
sebesar 51,98 persen dari total pendapatan daerah.
LainLain Pendapatan Daerah Yang Sah merupakan sumber
pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan hibah dan dana
63
penyesuaian juga mengalami peningkatan, dengan rincian pada Tahun 2014
sebesar Rp. 372.305.489.000,00 atau dengan kontribusi sebesar 15,64
persen dan Tahun 2015 mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp.
445.926.456.000,00 atau memberikan kontribusi sebesar 16,10 persen, dan
untuk Tahun 2016 menjadi sebesar Rp. 496.637.636.700,00 atau
memberikan kontribusi sebesar 16,10 persen terhadap total pendapatan
daerah.
3.2.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah
Kebijakan pendapatan keuangan daerah Provinsi Sulawesi Tengah
diarahkan kepada ketersediaan dana yang berkelanjutan dengan jumlah
anggaran yang memadai. Semua potensi pendapatan dioptimalkan agar
mampu memenuhi seluruh kebutuhan belanja. Sumbersumber pendapatan
yang mendukung APBD diidentifikasi dengan baik, ditingkatkan
penerimaannya (intensifikasi), dan diupayakan sumbersumber pendapatan
baru (ekstensifikasi). Sumbersumber pendapatan tahun 2016 masih
mengacu pada : 1) Pendapatan Asli Daerah yang dihitung dengan
memperhatikan realisasi perkembangan pendapatan Tahun 2013 2014
serta prakiraan masingmasing potensi jenis pendapatan asli daerah; 2)
Dana perimbangan berupa bagi hasil pajak/bukan pajak dihitung dengan
memperhatikan potensi masingmasing jenis pajak dimana Dana Alokasi
Umum (DAU) diasumsikan sama dengan alokasi Tahun 2015; 3) Lainlain
pendapatan yang sah diperhitungkan pada sumbersumber pendapatan
yang dapat dipastikan.
Upayaupaya yang dilakukan untuk meningkatkan Pendapatan
Daerah di Provinsi Sulawesi Tengah, sebagai berikut:
1. Peningkatan program dan kegiatan unggulan yang dapat menarik minat
pemerintah pusat terhadap pemberian Dana Alokasi Umum (DAU)
2. Optimalisasi aset daerah, dan peningkatan dana perimbangan dan bagi
hasil.
64
3. Meningkatkan manajemen tatakelola pemungutan dan penerimaan
pendapatan daerah sesuai dengan mekanisme dan standar baku;
4. Intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah melalui melalui
perluasan obyek dan intensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
secara optimal;
5. Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar
memberikan kontribusi yang optimal kepada Pendapatan Asli Daerah
(PAD) pada khususnya dan penerimaan daerah pada umumnya;
6. Meningkatkan peran dan fungsi SKPD, UPT, cabang pelayanan, dan
Balai Penghasil dalam peningkatan pelayanan dan perbaikan
manajemen pengelolaan pendapatan;
7. Peningkatan Sarana dan Prasarana pelayanan yang mudah diakses oleh
masyarakat;
8. Meningkatkan peran SKPD penghasil PAD dalam peningkatan pelayanan
dan Mengadakan peninjauan kembali (annualreview) atas berbagai
Peraturan Daerah yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman.
9. Mensosialisasikan Peraturan Daerah tentang Pajak.
10. Peningkatan kinerja pengelolaan sumbersumber Pendapatan Asli
Daerah yang lebih efektif dan efisiensi.
3.2.2.1 Arah Kebijakan Belanja Daerah
Belanja daerah Provinsi Sulawesi Tengah dipergunakan untuk
pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Provinsi dan
Kabupaten/Kota, yang terdiri dari urusan wajib dan pilihan yang ditetapkan
dengan perundangundangan. Dengan berpedoman pada prinsipprinsip
penganggaran, pada belanja daerah 2016 disusun dengan pendekatan
anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil bertujuan untuk
meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta menjamin
efektivitas dan efisiensi
peggunaan anggaran dalam belanja
program/kegiatan.
Kecenderungan semakin meningkatnya kebutuhan Belanja daerah
diarahkan untuk dapat mendukung pencapaian visi dan misi pembangunan
65
daerah selama lima Tahun. Sesuai dengan visi pembangunan yang telah
ditetapkan, maka belanja daerah dapat digunakan sebagai instrumen
pencapaian visi tersebut. Berdasarkan target pendapatan Tahun 2016
sebesar Rp. 3.083.064.108.400,00, maka belanja daerah yang dibagi ke
dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung dapat dirinci sebagai
berikut : belanja tidak langsung sebesar Rp. 1.770.060.838.000,00. dan
belanja langsung sebesar Rp. 1.291.504.113.104,00
Sebagai upaya pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dalam hal
penciptaan pemerintahan yang bersih, berwibawa, bebas dari KKN dalam
pelayanan kepada masyarakat serta dalam rangka mewujudkan sistem
penganggaran berbasis kinerja maka pengelolaan belanja daerah sejak
proses perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban harus
memperhatikan aspek efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas
sebagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam mencapai opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) sesuai dengan Visi dan Misi Pembangunan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu, dalam rangka efektivitas
pencapaian indikator kinerja sebagaimana yang tertuang pada RPJMD
Provinsi Sulawesi Tengah 20112016 maka pada Tahun 2016 alokasi
belanja langsung pada masingmasing SKPD diarahkan untuk mendukung
kebijakan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan perbandingan
antara masukan dan keluaran (efisiensi). Keluaran dari belanja dimaksud
seharusnya dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat (efektifitas).
Selanjutnya alokasi anggaran perlu dilaksanakan secara terbuka
berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan (transparansi) . Selain itu,
pengelolaan belanja harus di administrasikan dan dipertanggungjawabkan
sesuai dengan perundangundangan yang berlaku (akuntabilitas).
Kebijakan belanja daerah Tahun 2016 diarahkan untuk memperkuat
bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur dan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat dengan
mengupayakan agar pelayanan menjadi lebih dekat kepada masyarakat.
66
Arah kebijakan Belanja Daerah pada Tahun 2016 dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan seefisien mungkin untuk dapat
meningkatkan pelayanan pada masyarakat yang pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dapat diwujudkan dengan
peningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur daerah
melalui peningkatan motivasi, disiplin, etos kerja dan mobilitas aparatur
daerah, terutama yang berhubungan langsung dengan kepentingan
masyarakat.
2. Penggunaan anggaran masih diprioritaskan untuk mendanai kegiatan
kegiatan penyediaan infrastruktur dan peningkatan pendapatan
masyarakat serta penyediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan,
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, prioritas
penggunaan anggaran juga diarahkan untuk mendukung kebijakan
program prioritas pemerintah pusat dan program pro rakyat, justice for
all dan pencapaian tujuan pembangunan millennium (millennium
development
goalsMDGs),
Menguatkan
program–program
penanggulangan kemiskinan (Program Terpadu Penanggulangan
Kemiskinan Berbasis Bedah Kampung (PTPKBBK) serta pemberdayaan
masyarakat yang berkelanjutan serta untuk mendanai program strategis
pada sektorsektor unggulan Provinsi Sulawesi Tengah, seperti sektor
Pertanian, Perikanan dan Kelautan;
3. Mengacu pada kinerja, programprogram prioritas SKPD dan mengikuti
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal
RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH
DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Pada Tahun 2015, Provinsi Sulawesi Tengah telah memasuki
tahun keempat pembangunan sesuai dengan RPJMD Provinsi Sulawesi
Tengah Tahun 20112016 yang merupakan tahap perwujudan Sulawesi
Tengah Sejajar dengan Provinsi Maju di Kawasan Timur Indonesia
dalam Pengembangan Agribisnis Kelautan melalui Peningkatan Kualitas
Sumberdaya Manusia yang Berdaya Saing pada Tahun 2020. Fokus
pembangunan Sulawesi Tengah diarahkan pada 8 (delapan) prioritas
daerah yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pendidikan dan Kesehatan;
Pengentasan Kemiskinan;
Revitalisasi pertanian, kehutanan perikanan dan kelautan;
Iklim investasi dan iklim usaha;
Peningkatan infrastruktur dan energi;
Reformasi birokrasi, tata kelola;
Pembangunan hukum dan ketertiban;
Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana.
Dalam rangka perwujudan implementasi 8 (delapan) prioritas
tersebut, maka arah kebijakan ekonomi daerah Tahun 2015 akan
melanjutkan arah kebijakan ekonomi tahun sebelumnya yang
diarahkan pada:
a. Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih berkualitas
dan berkesinambungan dengan memperkuat daya tahan ekonomi
yang didukung oleh penguatan sektor agribisnis dan kelautan
sebagai sumberdaya alam yang terbarukan melalui pemilihan potensi
komoditas unggulan sebagai basis pengembangan wilayah untuk
meningkatkan daya saing daerah;
b. Peningkatan kemampuan perekonomian daerah dengan penciptaan
lapangan kerja melalui peningkatkan keterampilan tenaga kerja,
52
peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar,
dan optimalisasi penggunaan belanja daerah yang diprioritaskan
untuk belanja langsung ke masyarakat serta belanja lainnya dalam
program penanggulangan kemiskinan;
c. Peningkatan investasi daerah untuk memperluas kesempatan kerja
dan berusaha sehingga pada gilirannya mampu meningkatkan
pendapatan perkapita. Upaya meningkatkan investasi daerah
dilakukan dengan penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi
dunia usaha, baik skala usaha kecil, menengah maupun besar
melalui penyediaan informasi potensi daerah, penyederhanaan
perijinan dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu,
membangun prasarana penunjang, melindungi kepastian hukum
dan penyediaan tenaga kerja di daerah;
d. Peningkatan pemerataan distribusi pendapatan melalui percepatan
pertumbuhan ekonomi di perdesaan dan penciptaan keseimbangan
pembangunan di setiap wilayah;
e. Percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung
percepatan pembangunan ekonomi maupun peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat sekaligus untuk meningkatkan aksesibilitas
guna memperlancar aliran investasi dan produksi dalam rangka
menciptakan keterkaitan ekonomi antar wilayah dengan tetap
memperhatikan aspek berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pembangunan infrastruktur khususnya jalan diharapkan dapat
memperlancar jalur distribusi barang dan jasa ke berbagai wilayah
yang pada akhirnya akan dapat menekan laju inflasi.
Telaah/analisis terhadap aspek makro ekonomi
dapat
menunjukkan seberapa jauh keberhasilan pembangunan ekonomi di
suatu daerah. Beberapa indikator yang digunakan dalam analisis
antara lain pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik dari sisi produksi
maupun pengeluaran, struktur ekonomi daerah dan perkembangan
nilai investasinya. Disamping itu untuk mengetahui kondisi stabilitas
perekonomian daerah digunakan perkembangan laju inflasi.
53
Mulai tahun 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) akan melakukan
perubahan tahun dasar Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010.
Perubahan ini akan diberlakukan pada tahun depan karena selama ini
BPS menggunakan acuan tahun dasar 2000. Perubahan tahun dasar
yang menggunakan tahun 2010 sebagai acuan dikarenakan kondisi
perekonomian Indonesia pada tahun tersebut relatif stabil. Selain itu,
terjadi perubahan struktur ekonomi selama sepuluh tahun terakhir,
terutama di bidang teknologi dan informasi. Selain itu perubahan tahun
dasar juga berdasarkan rekomendasi PBB untuk mengadopsi System of
National Accounts (SNA) 2008 lewat penyusunan kerangka Supply and
Use Tablets (SUT). Perubahan tahun dasar tersebut bertujuan untuk
menjaga konsistensi antara pendekatan PDB dan implikasi
memperkecil perbedaan antara PDB nasional dan PDRB.
Pada tahun 2010, terdapat penambahan klasifikasi pada PDRB
menurut lapangan usaha. Bila pada tahun dasar 2000, terdapat
sembilan sektor lapangan usaha, maka total lapangan usaha
bertambah menjadi 17 sektor dengan menggunakan tahun dasar 2010.
Ketujuhbelas sektor tersebut yaitu Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan;
Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air, Pengolahan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran
serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan;
Penyedia Akomodasi Makan dan Minum; Informasi dan Komunikasi;
Jasa Keuangan dan Asuransi, Real Estate; Jasa Perusahaan;
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib;
Jasa Pendidikan; serta Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Sementara
itu dari sisi pengeluaran, terdapat penambahan satu klasifikasi
pengeluaran yaitu konsumsi lembaga non profit rumah tangga (LNPRT).
a. Kondisi Ekonomi Hingga Tahun 2014
Perekonomian Sulawesi Tengah tahun 2014 tumbuh sebesar 5,11
persen. Pertumbuhan terjadi pada seluruh sektor kecuali sektor
54
Pertambangan dan Penggalian. Secara sektoral struktur perekonomian
Sulawesi Tengah tahun 2014 masih didominasi oleh tiga lapangan
usaha utama yaitu: Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (34,37
persen); Konstruksi (13,59 persen) dan Pertambangan dan Penggalian
(9,69 persen). Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2014, Konstruksi memiliki sumber
pertumbuhan tertinggi sebesar 2,62 persen, diikuti Pertanian,
Kehutanan, Perikanan sebesar 2,30 persen; dan Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 0,95 persen.
Sektor Pertambangan dan Penggalian yang pada tahun 2013 lalu
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembentukan
PDRB, pada tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup signifikan
menyusul diberlakukannya regulasi pelarangan ekspor tambang
mentah pada awal 2014.
Seperti halnya pada PDRB menurut lapangan usaha, PDRB dari
sisi pengeluaran juga mengalami perubahan struktural. Apabila dalam
beberapa tahun terakhir, sumber pertumbuhan ekonomi didominasi
oleh konsumsi, investasi dan ekspor, maka pada tahun 2014
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah terutama hanya ditopang oleh
investasi dan konsumsi. Komponen investasi (Pembentukan Modal
Tetap Bruto) memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 8,03 persen,
diikuti oleh komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar
3,63 persen.
Selama JanuariDesember 2014, total nilai ekspor Sulawesi
Tengah tercatat US$ 80,59 juta atau turun US$ 216,55 juta (72,88
persen) dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang sebesar US$
297,14 juta. Kinerja ekspor tahun 2014 menunjukkan bergesernya
dominasi bijih kerak dan abu logam serta kakao sebagai komoditas
utama ekspor Sulawesi Tengah. Kelompok minyak mentah merupakan
kelompok komoditas ekspor paling dominan senilai US$ 35,02 juta
(43,45 persen), disusul bijih, kerak, dan abu logam senilai US$ 19,34
55
juta (24,00 persen), lemak dan minyak hewani/nabati senilai US$ 16,20
juta (20,10 persen), kayu dan barang dari kayu senilai US$ 3,42 juta
(4,24 persen), ikan dan udang senilai US$ 2,48 juta (3,08 persen), serta
kakao/coklat senilai US$ 1,64 juta (2,03 persen).
Penurunan yang paling tajam terjadi pada ekspor bijih kerak dan
abu logam serta kakao. Konsekuensi diterbitkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Larangan Ekspor Mineral
Mentah yang merupakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2010 dan menjadi dasar pelaksanaan UndangUndang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Mineral dan Batu Bara menyebabkan nilai ekspor bijih
kerak dan abu logam Sulawesi Tengah Tahun 2014 hanya sebesar US$
19,34 juta atau mengalami penurunan sebesar US$ 201,58 juta (91,24
persen) dibandingkan tahun 2013 yang sebesar US$ 220,92 juta.
Sementara ekspor kakao juga mengalami penurunan tajam dimana
pada tahun 2014 ekspor kakao Sulawesi Tengah hanya sebesar US$
1,64 juta, turun sebesar US$ 44,56 juta (96,45 persen) dibandingkan
ekspor tahun 2013 yang sebesar US$ 46,20 juta. Penurunan ekspor
kakao Sulawesi Tengah disebabkan produksi kakao yang ada tidak lagi
difokuskan untuk ekspor melainkan untuk memenuhi pasar dalam
negeri seiring dengan pembangunan pabrik pengolahan biji kakao di
dalam negeri.
Dalam sisi investasi, Sulawesi Tengah mencatat prestasi yang
menggembirakan dengan total capaian realisasi investasi sebesar Rp.
16,105 triliun yang terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar
Rp.95,8 miliar dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp.
16,201 triliun dengan rincian investasi pada sektor pertanian sebesar
Rp……., sektor pertambangan Rp……., sektor jasa Rp…… Capaian
tersebut menjadikan Sulawesi Tengah sebagai provinsi dengan
realisasi investasi tertinggi di Sulawesi, urutan kedua di Kawasan
Timur Indonesia dan urutan keenam nasional setelah Provinsi Jawa
Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Banten.
56
Prestasi ini lebih baik dibandingkan tahun 2013 dimana secara
nasional Sulawesi Tengah berada di urutan keduabelas.
Grafik 3.1
Realisasi PMA dan PMDN
di Kawasan Timur Indonesia
Tahun 2014 (Rp. Milyar)
Grafik 3.2
Realisasi PMA dan PMDN
Secara nasional Tahun 2014
(Rp. Triliun)
Sumber: Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah (2014).
Dengan menggunakan tahun dasar 2010, PDRB per kapita yang
yang mencerminkan tingkat produktivitas tiap penduduk menunjukkan
adanya peningkatan yaitu dari Rp. 28,66 juta rupaih pada tahun 2013
menjadi Rp. 31,88 juta.
Konsekuensi pertumbuhan ekonomi adalah inflasi. Inflasi Kota
Palu sebesar 2,86 persen selama Desember 2014, merupakan capaian
inflasi tertinggi selama tahun 2014. Sementara itu, laju inflasi tahun
kalender dan laju inflasi year on year tahun 2014 sebesar 8,85 persen.
Laju inflasi tahun 2014 menjadi yang tertinggi dibandingkan dua tahun
sebelumnya dimana laju inflasi tahun 2013 sebesar 7,57 persen dan
tahun 2012 sebesar 5,87 persen. Tingginya angka inflasi pada
penghujung tahun tersebut disebabkan oleh kenaikan harga Bahan
bakar Minyak (BBM), perayaan hari keagamaan serta kenaikan harga
komoditas hortikultura. Sejumlah upaya telah dilakukan dalam rangka
pengendalian inflasi, salah satu diantaranya adalah melalui
57
pembentukan Tim Penanggulangan Inflasi Daerah (TPID). Selain TPID di
tingkat Provinsi Sulawesi Tengah, sampai dengan tahun 2014 telah
terbentuk 6 TPID yaitu TPID Kota Palu serta 5 TPID lainnya di lima
kabupaten yaitu Kabupaten Banggai, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten
Morowali, Kabupaten Morowali Utara dan Kabupaten Poso.
Upaya penanggulangan kemiskinan di Sulawesi Tengah terus
menunjukkan hasil yang positif. Pada tahun 2014 tingkat kemiskinan
dapat ditekan menjadi 13,61 persen yang berasal dari penurunan
kemiskinan dari 14,32 persen (400.410 jiwa) pada tahun 2013 menjadi
13,61 persen (387.060 jiwa) pada tahun 2014 atau dengan kata lain
tingkat kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0,71 persen.
Meskipun demikian tingkat kemiskinan Sulawesi Tengah masih lebih
tinggi dari tingkat kemiskinan nasional dan untuk regional Sulawesi
menempati urutan kedua tertinggi setelah Provinsi Gorontalo.
Sementara itu hingga triwulan I tahun 2014 indeks gini menunjukkan
penurunan yaitu dari 0,407 pada tahun 2013 menjadi 0,37 pada tahun
2014. Walaupun masih lebih rendah dibandingkan indeks gini nasional
yang sebesar 0,413, namun hal tersebut terus menjadi perhatian
mengingat pertumbuhan ekonomi menjadi kurang berarti ketika
pemerataan belum terwujud.
Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator untuk melihat tingkat
kemampuan atau daya beli petani di pedesaan selama tahun 2014
berfluktuasi tiap bulannya namun secara keseluruhan ratarata NTP
Provinsi Sulawesi Tengah berada diatas angka 100 yaitu 102,18.
Capaian NTP tersebut lebih baik dibandingkan ratarata capaian NTP
tahun 2013 seiring dengan perubahan acuan tahun dasar dari tahun
2007 menjadi tahun 2012. Seperti tahuntahun sebelumnya, NTP
Tanaman Pangan masih merupakan yang terendah dengan capaian
selalu berada dibawah angka 100. Berbagai upaya perlu terus
dilakukan untuk meningkatkan indeks yang diterima petani dan
mengefisienkan indeks yang dibayar petani. Khusus untuk tanaman
58
pangan, upaya mengefisienkan indeks yang dibayar petani dapat
dilakukan dengan penyaluran pupuk dan benih tepat waktu yang
disesuaikan dengan jadwal tanam petani, selain itu perlu pula
penambahan jalan usaha tani guna mengurangi biaya transportasi hasil
panen.
Pembangunan Sumber Daya Manusia yang ditunjukkan oleh
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan adanya peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 peringkat IPM
Sulawesi Tengah berada pada posisi 22 dengan nilai sebesar 72,14.
Nilai IPM tersebut kemudian naik menjadi 72,54 pada tahun 2014
namun posisi Sulawesi Tengah turun pada posisi 23 seiring dengan
munculnya Provinsi Kalimantan Utara. Kendati mengalami peningkatan
IPM Provinsi Sulawesi Tengah masih dibawah angka nasional yang
sebesar 73,81.
Dalam bidang ketenagakerjaan, dalam satu tahun terakhir kondisi
ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah menunjukkan hasil positif yang
ditandai dengan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
menjadi 3,68 persen pada tahun 2014 setelah pada tahun 2013 TPT
Sulawesi Tengah tercatat sebesar 4,19 persen. Hal yang perlu menjadi
catatan adalah bahwa dari 1.342.615 orang angkatan kerja pada tahun
2014, TPT terendah justru terjadi pada tingkat pendidikan SD ke bawah
dan SMP dengan TPT masingmasing sebesar 1,88 persen dan 2,94
persen, sementara TPT tertinggi berada pada kelompok angkatan kerja
dengan tingkat pendidikan SMA Kejuruan sebesar 8,90 persen diikuti
SMA sebesar 6,40 persen dan Universitas sebesar 6,08 persen. Oleh
karena itu diperlukan upayaupaya pemerintah untuk mendorong
masyarakat agar kreatif dalam menciptakan lapangan kerja serta fokus
dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar sesuai dengan
kebutuhan pasar kerja yang ada.
b. Perkiraan tahun 2015
59
Dari uraian perkembangan ekonomi makro sampai Tahun 2014 diatas,
dalam masa perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional,
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada Tahun 2015
diprediksi akan membaik pada kisaran 910 persen, dengan asumsi
asumsi :
a. Kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran terus menunjukkan
trend positif seiring dengan penyelesaian konstruksi beberapa hotel
baru di Kota Palu. Pemberlakuan Larangan PNS berkegiatan di hotel
yang diatur dalam surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2014 yang
melarang seluruh jajaran aparatur sipil negara dilarang melakukan
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan di luar instansi
pemerintahan memang sempat mempengaruhi tingkat hunian hotel
yang juga berdampak pada pengurangan sebagian karyawan hotel.
Namun seiring dengan dicabutnya surat edaran tersebut, tingkat
hunian hotel berangsurangsur meningkat;
b. Subsektor perikanan akan mengalami pertumbuhan positif
mengingat besarnya dukungan pemerintah terhadap sektor
kemaritiman serta besarnya potensi sektor kelautan Sulawesi
Tengah. Selain itu pada tahun 2015, Kementerian Kelautan dan
Perikanan menetapkan Provinsi Sulawesi Tengah sebagai daerah
percontohan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN). Pengembangan
SLIN yang berbasis di pelabuhan perikanan diharapkan menciptakan
stabilitas harga di tingkat nelayan maupun konsumen dan sekaligus
dapat menekan laju inflasi serta membuka peluang pengembangan
industri olahan. Potensi pengembangan sektor kelautan dan
perikanan di Sulawesi Tengah sangat besar mengingat Sulawesi
Tengah sebagai satusatunya provinsi yang memiliki empat Wilayah
Pengelolaan Perikanan (WPP) yaitu WPPRI 713 di Selat Makassar,
WPPRI 714 di Teluk Tolo, WPPRI 715 di teluk Tomini serta WPP 716
di Laut Sulawesi.
60
c. Sektor pertanian akan terus digenjot produktivitasnya khususnya
produksi padi, jagung dan kedelai dalam mendukung program
Swasembada Pangan Indonesia pada tahun 2017 guna menjamin
kedaulatan pangan nasional. Upaya tersebut dituangkan dalam
penandatanganan MoU (nota kesepahaman) antara Dinas Pertanian
kabupaten/kota dengan Kodim seSulawesi Tengah dalam
Pemantapan Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan
Kedelai (Pajala) di Sulawesi Tengah pada tanggal 23 Januari lalu.
Untuk mewujudkan hal tersebut masalah ketimpangan infrastruktur
seperti jalan dan irigasi yang menjadi wewenang pemerintah pusat
dan daerah harus diperhatikan. Selain itu perlu juga diperhatikan
jadwal tanam, serta penggunaan benih, pupuk dan pestisida.
Sulawesi Tengah sendiri ditargetkan oleh Kementerian Pertanian
sebagai daerah pertama yang mengekspor komoditas Pajala tersebut
d.
dalam program kedaulatan pangan tahun 2017.
Sektor konstruksi akan terus tumbuh yang dipengaruhi oleh
lanjutan pembangunan Bandara Mutiara Sis Aljufri, Bandara
Tanjung Api di Tojo Una Una, Bandara Syukuran Aminuddin Amir
Luwuk, Pelabuhan Pantoloan, serta pembangunan rukan di Kota
Palu. Terhitung mulai April 2015, Bandara Tanjung Api telah
melayani penerbangan perintis oleh maskapai Aviastar dengan rute
penerbangan AmpanaLuwuk, AmpanaPalu dan AmpanaGorontalo.
Pada Juni 2015 direncanakan maskapai Garuda Indonesia akan
melayani rute penerbangan PaluAmpanaGorontaloManado dengan
e.
menggunakan pesawat ATR 72500.
Investasi akan semakin meningkat terutama dalam sektor
pertambangan, minyak dan gas bumi serta industri pengolahan.
Meningkatnya investasi juga akan dipengaruhi oleh masuknya listrik
yang berasal dari PLTA Sulewana apada awal tahun 2015 ini.
Momentum peningkatan investasi tersebut harus terus dijaga dengan
menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui peningkatan
61
efisiensi perizinan dan pelayanan investasi serta penyelesaian
f.
bottleneck infrastruktur.
Kinerja sektor pertambangan dan penggalian diharapkan akan
membaik seiring diresmikannya fasilitas kilang gas alam cair (LNG)
Donggi Senoro pada Oktober tahun lalu. Kilang gas alam cair
keempat di Indonesia tersebut diperkirakan berproduksi penuh
tahun 2015. Sementara itu pembangunan tahap I pabrik pengolahan
dan pemurnian nikel (smelter) di Kawasan Industri Morowali dengan
kapasitas 300.000 ton dan pembangkit listrik tenaga batu bara
berkapasitas 2 kali 65 megawatt diperkirakan beroperasi secara
komersial pada April 2015. Selanjutnya pembangunan smelter tahap
II dengan kapasitas 600.000 ton dan PLTU kapasitas 2 kali 150
megawatt diperkirakan akan selesai pada Desember 2015. Kawasan
industri Morowali merupakan perusahaan patungan Bintang
g.
Delapan Group dan Tsingshan Group asal Tiongkok.
Tingkat kemiskinan diharapkan dapat terus ditekan salah satunya
melalui implementasi Program Terpadu Penanggulangan Kemiskinan
Berbasis Bedah Kampung (PTPKBBK) yang launching nya telah
dilaksanakan oleh Gubernur Sulawesi Tengah pada akhir tahun lalu.
Program ini tidak hanya ditujukan pada pembangunan fisik, tetapi
juga untuk pemberdayaan dalam bentuk peningkatan sumber daya
manusia dan pemberian modal. Pada tahap awal terdapat lima
kabupaten yang menjadi sasaran yaitu Parigi Moutong, Donggala,
Banggai, Poso dan Tojo UnaUna. Total dana yang dikucurkan
sebanyak Rp. 38,9 milyar untuk 203 desa pada lima kabupaten
tersebut. Untuk tahap selanjutnya pada tahun 2015 dana sebesar
Rp. 40 milyar akan dikucurkan untuk implementasi PTPKBBK
Tahap II di 8 kabupaten/kota lainnya. Secara keseluruhan melalui
sinergitas program/kegiatan antar sektor dan antar daerah, tingkat
kemiskinan di Sulawesi Tengah ditargetkan akan dapat ditekan pada
angka 12 14 persen.
h. Fluktuasi harga minyak mentah dunia menyebabkan pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk menyesuaikan harga bahan bakar
62
minyak (BBM) sesuai harga keekonomiannya sehingga hal tersebut
akan memicu meningkatnya inflasi. Mengingat peranan BBM
sebagai komoditi pokok, sehingga kenaikan sedikit saja akan
membawa ”efek domino” ke sektorsektor lain terutama industri dan
transportasi yang selanjutnya akan mempengaruhi harga barang dan
jasa. Selain dari komponen administered prices tersebut, resiko
meningkatnya inflasi pada tahun 2015 juga masih berasal dari
volatile food yang terjadi sebagai akibat faktor cuaca maupun
penurunan produksi. Dengan demikian peran TPID Provinsi maupun
TPID Kabupaten dalam menjaga keterjangkauan barang dan jasa
sangat diperlukan.
i. Event Sail Tomini 2015 yang akan dilaksanakan pada September
2015 diharapkan tidak hanya menjadi kegiatan seremonial semata,
tetapi lebih jauh diharapkan mampu menciptakan multiplier effect
bagi pengembangan ekonomi masyarakat khususnya di bidang
pariwisata. Event ini sekaligus dapat dijadikan ajang untuk
mempromosikan ikonikon pariwisata di Sulawesi Tengah seperti
Kepulauan Togean dalam lingkup nasional maupun internasional
yang selama ini minim diekspos oleh media.
3.1.2
Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2016
dan Tahun 2017
a. Tantangan Perekonomian Daerah Tahun 20162017
1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berkualitas jika
diiringi dengan pemerataan dan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya ketimpangan
individu yang ditandai dengan meningkatnya indeks gini
dapat memicu timbulnya konflik sosial dalam masyarakat.
PDRB per kapita yang meningkat bukan merupakan satu
satunya indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat,
tetapi juga adanya pemerataan pertumbuhan ekonomi di
semua sektor. Pemerataan pertumbuhan di semua sektor
menunjukkan adanya perkembangan mata rantai
63
perekonomian di masyarakat. Sehingga bila kondisi ini
terwujud maka output perkapita masyarakat dapat benar
benar meningkat secara riil yang turut mempengaruhi
naiknya daya beli masyarakat.
2. Kondisi sosial politik pada pelaksnaan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia termasuk pula 9
kabupaten di Sulawesi Tengah yang diskenariokan akan
dilaksanakan pada tahun 2016 diharapkan dalam situasi
kondusif guna menjamin stabilitas iklim ekonomi di
Sulawesi Tengah;
3. Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai akhir
tahun 2015 akan menimbulkan konsekuensi terjadinya
arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas
serta aliran modal yang lebih bebas. Masuknya investasi
asing dapat menjadi stimulan bagi pertumbuhan ekonomi
melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja,
pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan
akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Tantangan
yang kemudian muncul adalah kondisi tersebut akan
beresiko menimbulkan eksploitasi besarbesaran terhadap
sumber daya alam di Sulawesi Tengah yang melimpah
sehingga kemudian juga mengancam kelestarian ekosistem.
Kondisi tersebut akan diperburuk apabila regulasi investasi
yang ada belum mampu menjamin kelestarian sumber daya
alam dan lingkungan sebagain akibat aktivitas investasi
tersebut. Dari sisi ketenagakerjaan, implementasi MEA akan
menambah jumlah lapangan kerja di dalam negeri dimana
sehingga kesempatan kerja yang ada terbuka lebar dengan
berbagai kebutuhan keahlian yang beragam. Selain itu
pencari kerja dapat dengan mudah mencari pekerjaan di
luar negeri, sebaliknya pencari kerja dari luar negeri dapat
dengan mudah masuk ke Indonesia. Kondisi tersebut
64
menuntut pencari kerja di Indonesia khususnya di Sulawesi
Tengah untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan
produktivitasnya. Hal ini dikarenakan daya saing tenaga
kerja yang kita miliki dari sisi pendidikan dan produktivitas
Indonesia masih kalah dibandingkan tenaga kerja yang
berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Pengoptimalan sekolahsekolah kejuruan serta Balai Latihan
Kerja (BLK) mutlak diperlukan. Selain itu penguasaan
bahasa asing oleh para pencari kerja menjadi syarat yang
juga harus dipenuhi.
4. Kondisi wilayah geografis Sulawesi Tengah yang luas dan
tidak meratanya penyebaran penduduk terutama pada
daerah–daerah wilayah perdesaan, daerah perdalaman dan
terpencil sekaligus sebagian dari penyebab terjadinya
kesenjangan pembangunan dan belum memadainya
aksesibilitas dan jangkauan pelayanan terhadap sarana dan
prasarana infrastruktur antar daerah seperti transportasi,
irigasi, perumahan dan permukiman, telekomunikasi serta
kelistrikan.
b. Prospek Perekonomian Daerah Tahun 20162017
1. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu akan
merangsang tumbuhnya sektor industri dari investasi asing.
Implikasinya adalah meningkatnya pertumbuhan industri
dan jasa pendukung seperti packaging (pengemasan),
printing (percetakan) dan forwarding (ekspedisi), serta jasa
boga, transportasi, pemondokan, hiburan, perumahan, dan
jasajasa perkotaan lainnya. Berkembangnya industri dan
jasa pendukung tersebut akan menciptakan lapangan kerja
signifikan bagi masyarakat di sekitar KEK. Dengan
demikian, penyerapan tenaga kerja akan menekan jumlah
pengangguran dan kemiskinan.
65
2. Pembangunan smelter tahap tiga di Kawasan Industri
Morowali dengan kapasitas 300.000 ton dan PLTU kapasitas
300 Mega Watt dan pembangunan industri stainless steel
dengan kapasitas 2 juta ton diperkirakan akan selesai pada
tahun 2017.
3. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan menunjukkan
tren peningkatan. Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh
membaiknya kinerja sektor pertambangan dan penggalian
sehingga volume ekspor Sulawesi Tengah juga akan
meningkat. Selain itu investasi baik dalam sektor
pertambangan maupun industri pengolahan juga akan
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dengan
demikian pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah akan
ditopang oleh ekspor, investasi dan konsumsi rumah tangga.
4. Aksesibilitas dari dan menuju Sulawesi Tengah yang
semakin mudah diharapkan dapat meningkatkan kunjungan
wisatawan sehingga berpengaruh positif terhadap
meningkatnya tingkat hunian hotel. Dengan demikian
dampak dari pelarangan PNS untuk mengadakan kegiatan di
hotel dapat diminimalisir.
5. MoU (nota kesepahaman) antara Dinas Pertanian
kabupaten/kota dengan Kodim seSulawesi Tengah dalam
Pemantapan Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi,
Jagung dan Kedelai (Pajala) diharapkan terimplmentasi
dengan baik sehingga target Kementerian Pertanian yang
menjadikan Sulawesi Tengah sebagai daerah pertama yang
mengekspor komoditas Pajala dalam rangka program
kedaulatan pangan tahun 2017 dapat tercapai.
3.2.
Arah Kebijakan Keuangan Daerah
Pada dasarnya kebijakan anggaran didasarkan pada pendekatan
kinerja dan komitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan
66
akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah suatu anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kegiatan atau output dari rencana
alokasi biaya atau input yang ditetapkan dengan memperhatikan kondisi
semua komponen keuangan. Efisiensi, efektifitas, transparansi dan
akuntabilitas merupakan prinsip pengelolaan keuangan yang dilakukan
diantaranya dengan mengefektifkan fungsi pengawasan serta upayaupaya
penghematan sehingga dana yang terbatas dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk kegiatan pembangunan dan pemerintahan serta
berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
keberlanjutan pembangunan. Keuangan daerah merupakan faktor
strategis yang turut menentukan kualitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah, mengingat kemampuannya akan mencerminkan daya dukung
manajemen pemerintahan daerah terhadap penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya.
Kebijakan keuangan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2016 secara
umum disusun dalam rangka mewujudkan arah kebijakan pembangunan
yang tertuang dalam RPJMD tahun 20112016, tidak terlepas dari
kapasitas fiskal daerah sebagai salah satu penopang strategis dalam
implementasi pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah.
Tingkat kemampuan keuangan daerah, dapat diukur dari kapasitas
pendapatan asli daerah, rasio pendapatan asli daerah terhadap jumlah
penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk memahami
tingkat kemampuan keuangan daerah, maka perlu dicermati kondisi
kinerja keuangan daerah, baik kinerja keuangan masa lalu maupun
kebijakan yang melandasi pengelolaannya
.
3.2.1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
Dalam menyusun proyeksi keuangan daerah dan kerangka
pendanaan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku,
pendanaan penyelenggaraan pemerintahan telah diatur sesuai kewenangan
yang diserahkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah tumpang
tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang
67
pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah dibiayai melalui APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan
yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat dibiayai melalui APBN,
baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau
dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama.
Berdasarkan data yang ada, realisasi pendapatan Tahun 2014
mengalami peningkatan di bandingkan dengan Tahun 2013, sedangkan
proyeksi pendapatan Tahun 20162017 didasarkan pada proyeksi yang
termuat dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 20112016 dan
proyeksi lainnya. secara persentase dan nominal, kelompok komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara konsisten mengalami kenaikan,
begitu juga dengan kelompok dana perimbangan yang menunjukkan
kecenderungan peningkatan baik secara nominal maupun persentase,
seperti terlihat pada tabel 3.2.1 berikut ini:
68
Tabel 3.2.1
Realisasi dan Proyeksi / Target Pendapatan Provinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2013 s.d Tahun 2016
NO
URAIAN
1.1
Pendapatan Asli Daerah
1.1.1
Pajak Daerah
REALISASI
TAHUN 2013
611.928.145.945.00
542.365.015.962.00
1.1.2
Retribusi Daerah
1.1.3
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yang
Dipisahkan
19.932.066.778.00
1.1.4
Lainlain Pendapatan Asli
Daerah Yang Sah
46.874.786.107.00
1.2
Dana Perimbangan
1.2.1
Transfer Pemerintah Pusat
Dana Perimbangan
1.2.1.1
Dana Bagi Hasil Pajak/
Bagi Hasil Bukan Pajak
1.2.1.2
Dana Alokasi Umum
1.2.1.3
Dana Alokasi Khusus
REALISASI
TAHUN 2014
TAHUN ANGGARAN
2015
769.714.314.600,00
883.321.882.900,
00
684.649.805.600,00
786.211.295.600,00
3.596.871.000,00
3.399.989.000,00
10.762.638.000,00
12.259.077.000,00
70.705.000.000,00
81.451.521.300,00
1.237.627.671.000,00
1.439.007.124.966,00
85.800.177.000,00
143.417.969.966,00
1.087.885.014.000,00
1.221.602.865.0
00,00
63.942.480.000,00
73.986.290.000,00
2.756..277.098.00
1.158.370.879.685.00
97.762.844.685.00
994.658.685.000.00
65.949.350.000.00
61
PROYEKSI TAHUN
ANGGARAN 2016
983.774.087.700,00
875.619.992.000,00
3.786.639
.000,00
13.653.191
.700,00
90.714.265.000,00
1.602.652.384.000,00
381.049.519.000,00
1.221.602.865.000,00,00
PROYEKSI TAHUN
ANGGARAN 2017
NO
URAIAN
1.3
Lainlain Pendapatan
Yang Sah
1.3.1
Pendapatan Hibah
1.3.2
Pendapatan Dana Darurat
1.3.3
Pendapatan Lainnya
1.3.3
Bagi Hasil Pajak dari
Provinsi dan dari
Pemerintah Daerah
Lainnya
1.3.4
Dana Penyesuaian dan
Otonomi Khusus
1.3.5
Bantuan Keuangan dari
Provinsi Pemerintah
Daerah Lainnya**)
JUMLAH PENDAPATAN
DAERAH
(1.1 + 1.2 + 1.3)
REALISASI
TAHUN 2013
REALISASI
TAHUN 2014
369.236.641.201.00
7.427.000.0000.00
TAHUN ANGGARAN
2015
372.305.489.000,00
445.926.456.000
,00
9.757.045.000,00
10.925.056.000,00
362.548.444.000,00
435.001.400.000,00
PROYEKSI TAHUN
ANGGARAN 2016
496.637.636.700,00,00
12.167.463.700,00
361.809.641.201.00
2.139.535.666.831.00
2.379.647.474.600,00
Sumber: BPKAD, 2015 (diolah)
62
484.470.173.000,00
2.768.255.463.8
66,00
3.083.064.108.400,00,00
PROYEKSI TAHUN
ANGGARAN 2017
Berdasarkan tabel diatas, realisasi pendapatan daerah pada Tahun
2014 pada masingmasing kelompok pendapatan memperlihatkan trend
kenaikan. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah pada
Tahun 2014 sebesar Rp. 2.379.647.474.600,00, sementara padaTahun
2015s Pendapatan Daerah ditargetkan mengalami peningkatan sebesar Rp.
388.607.989.266,00. atau naik sebesar 16,33 persen dari Tahun 2014
sehingga pendapatan daerah Tahun 2015 menjadi Rp.
2.768.255.643.866,00, yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp.
883.321.882.900,00,,
dana
perimbangan
sebesar
Rp.
1.439.007.124.966,00. dan Lainlain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar
Rp. 445.926.456.000,00,. Pada Tahun 2016, pendapatan daerah
diproyeksikan sebesar Rp. 3.083.064.108.400,00 atau naik 11,37 persen
dari Tahun 2015.
Untuk Pendapatan Asli Daerah, mengalami kenaikan sebesar Rp.
113.607.568.300,00 pada Tahun 2015, dari tahun sebelumnya sebesar
769.714.314.600,00 menjadi Rp. 883.321.882.900,00 dengan persentase
sebesar 14,76%, dengan kontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar
31,90 persen pada Tahun 2015 dan Tahun 2016 di proyeksikan mengalami
kenaikan menjadi Rp. 983.774.087.700,00, dengan kontribusi sebesar
32,00 persen dari total pendapatan.
Dana Perimbangan yang merupakan sumber pendapatan Provinsi
Sulawesi Tengah yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat. Selama kurun
waktu 20142016 memperlihatkan peningkatan setiap tahunnya. Realisasi
pendapatan yang bersumber dari Dana Perimbangan Tahun 2014 sebesar
Rp. 1.237.627.671.000,00 atau sebesar 52,00 persen terhadap pendapatan
daerah meningkat sebesar Rp. 1.439.007.124.966,00 pada Tahun 2015
atau sebesar 51,98% terhadap total pendapatan, dan untuk Tahun 2016
proyeksi dana perimbangan menjadi sebesar Rp. 1.602.652.384.000,00 atau
sebesar 51,98 persen dari total pendapatan daerah.
LainLain Pendapatan Daerah Yang Sah merupakan sumber
pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan hibah dan dana
63
penyesuaian juga mengalami peningkatan, dengan rincian pada Tahun 2014
sebesar Rp. 372.305.489.000,00 atau dengan kontribusi sebesar 15,64
persen dan Tahun 2015 mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp.
445.926.456.000,00 atau memberikan kontribusi sebesar 16,10 persen, dan
untuk Tahun 2016 menjadi sebesar Rp. 496.637.636.700,00 atau
memberikan kontribusi sebesar 16,10 persen terhadap total pendapatan
daerah.
3.2.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah
Kebijakan pendapatan keuangan daerah Provinsi Sulawesi Tengah
diarahkan kepada ketersediaan dana yang berkelanjutan dengan jumlah
anggaran yang memadai. Semua potensi pendapatan dioptimalkan agar
mampu memenuhi seluruh kebutuhan belanja. Sumbersumber pendapatan
yang mendukung APBD diidentifikasi dengan baik, ditingkatkan
penerimaannya (intensifikasi), dan diupayakan sumbersumber pendapatan
baru (ekstensifikasi). Sumbersumber pendapatan tahun 2016 masih
mengacu pada : 1) Pendapatan Asli Daerah yang dihitung dengan
memperhatikan realisasi perkembangan pendapatan Tahun 2013 2014
serta prakiraan masingmasing potensi jenis pendapatan asli daerah; 2)
Dana perimbangan berupa bagi hasil pajak/bukan pajak dihitung dengan
memperhatikan potensi masingmasing jenis pajak dimana Dana Alokasi
Umum (DAU) diasumsikan sama dengan alokasi Tahun 2015; 3) Lainlain
pendapatan yang sah diperhitungkan pada sumbersumber pendapatan
yang dapat dipastikan.
Upayaupaya yang dilakukan untuk meningkatkan Pendapatan
Daerah di Provinsi Sulawesi Tengah, sebagai berikut:
1. Peningkatan program dan kegiatan unggulan yang dapat menarik minat
pemerintah pusat terhadap pemberian Dana Alokasi Umum (DAU)
2. Optimalisasi aset daerah, dan peningkatan dana perimbangan dan bagi
hasil.
64
3. Meningkatkan manajemen tatakelola pemungutan dan penerimaan
pendapatan daerah sesuai dengan mekanisme dan standar baku;
4. Intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah melalui melalui
perluasan obyek dan intensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
secara optimal;
5. Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar
memberikan kontribusi yang optimal kepada Pendapatan Asli Daerah
(PAD) pada khususnya dan penerimaan daerah pada umumnya;
6. Meningkatkan peran dan fungsi SKPD, UPT, cabang pelayanan, dan
Balai Penghasil dalam peningkatan pelayanan dan perbaikan
manajemen pengelolaan pendapatan;
7. Peningkatan Sarana dan Prasarana pelayanan yang mudah diakses oleh
masyarakat;
8. Meningkatkan peran SKPD penghasil PAD dalam peningkatan pelayanan
dan Mengadakan peninjauan kembali (annualreview) atas berbagai
Peraturan Daerah yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman.
9. Mensosialisasikan Peraturan Daerah tentang Pajak.
10. Peningkatan kinerja pengelolaan sumbersumber Pendapatan Asli
Daerah yang lebih efektif dan efisiensi.
3.2.2.1 Arah Kebijakan Belanja Daerah
Belanja daerah Provinsi Sulawesi Tengah dipergunakan untuk
pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Provinsi dan
Kabupaten/Kota, yang terdiri dari urusan wajib dan pilihan yang ditetapkan
dengan perundangundangan. Dengan berpedoman pada prinsipprinsip
penganggaran, pada belanja daerah 2016 disusun dengan pendekatan
anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil bertujuan untuk
meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta menjamin
efektivitas dan efisiensi
peggunaan anggaran dalam belanja
program/kegiatan.
Kecenderungan semakin meningkatnya kebutuhan Belanja daerah
diarahkan untuk dapat mendukung pencapaian visi dan misi pembangunan
65
daerah selama lima Tahun. Sesuai dengan visi pembangunan yang telah
ditetapkan, maka belanja daerah dapat digunakan sebagai instrumen
pencapaian visi tersebut. Berdasarkan target pendapatan Tahun 2016
sebesar Rp. 3.083.064.108.400,00, maka belanja daerah yang dibagi ke
dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung dapat dirinci sebagai
berikut : belanja tidak langsung sebesar Rp. 1.770.060.838.000,00. dan
belanja langsung sebesar Rp. 1.291.504.113.104,00
Sebagai upaya pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dalam hal
penciptaan pemerintahan yang bersih, berwibawa, bebas dari KKN dalam
pelayanan kepada masyarakat serta dalam rangka mewujudkan sistem
penganggaran berbasis kinerja maka pengelolaan belanja daerah sejak
proses perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban harus
memperhatikan aspek efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas
sebagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam mencapai opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) sesuai dengan Visi dan Misi Pembangunan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu, dalam rangka efektivitas
pencapaian indikator kinerja sebagaimana yang tertuang pada RPJMD
Provinsi Sulawesi Tengah 20112016 maka pada Tahun 2016 alokasi
belanja langsung pada masingmasing SKPD diarahkan untuk mendukung
kebijakan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan perbandingan
antara masukan dan keluaran (efisiensi). Keluaran dari belanja dimaksud
seharusnya dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat (efektifitas).
Selanjutnya alokasi anggaran perlu dilaksanakan secara terbuka
berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan (transparansi) . Selain itu,
pengelolaan belanja harus di administrasikan dan dipertanggungjawabkan
sesuai dengan perundangundangan yang berlaku (akuntabilitas).
Kebijakan belanja daerah Tahun 2016 diarahkan untuk memperkuat
bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur dan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat dengan
mengupayakan agar pelayanan menjadi lebih dekat kepada masyarakat.
66
Arah kebijakan Belanja Daerah pada Tahun 2016 dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan seefisien mungkin untuk dapat
meningkatkan pelayanan pada masyarakat yang pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dapat diwujudkan dengan
peningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur daerah
melalui peningkatan motivasi, disiplin, etos kerja dan mobilitas aparatur
daerah, terutama yang berhubungan langsung dengan kepentingan
masyarakat.
2. Penggunaan anggaran masih diprioritaskan untuk mendanai kegiatan
kegiatan penyediaan infrastruktur dan peningkatan pendapatan
masyarakat serta penyediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan,
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, prioritas
penggunaan anggaran juga diarahkan untuk mendukung kebijakan
program prioritas pemerintah pusat dan program pro rakyat, justice for
all dan pencapaian tujuan pembangunan millennium (millennium
development
goalsMDGs),
Menguatkan
program–program
penanggulangan kemiskinan (Program Terpadu Penanggulangan
Kemiskinan Berbasis Bedah Kampung (PTPKBBK) serta pemberdayaan
masyarakat yang berkelanjutan serta untuk mendanai program strategis
pada sektorsektor unggulan Provinsi Sulawesi Tengah, seperti sektor
Pertanian, Perikanan dan Kelautan;
3. Mengacu pada kinerja, programprogram prioritas SKPD dan mengikuti
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal