Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (Studi Pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan manusia atas tanah merupakan sesuatu yang tidak dapat disangkal.
Tanah memiliki fungsi yang sangat vital terhadap keberlanjutan hidup manusia. Hal
ini disebabkan karena tanah merupakan salah satu sumber mata pencaharian bagi
manusia semisal bertani. Terutama di Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris.
Besarnya fungsi tanah terhadap manusia ini seringkali menjadi arena
pertarungan yang sering diperebutkan. Sebab selain alasan sumber pencaharian,
setiap tahun nilai ekonomis tanah juga meningkat semakin pesat. Tidak dapat
dihindari tanah pada akhirnya sering menjadi sumber konflik bagi beberapa pihak
yang memperebutkan. Perebutan maupun sengeketa atas tanah inilah yang kemudian
disebut sebagai konflik agraria berdasarkan Undang-Undang Pokok Aagraria (UUPA
1960) Pasal 2 ayat 1. Dimana di dalmnya termasuk tanah, air, ruang angkasa beserta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Soal agraria (soal tanah) soal hidup dan penghidupan manusia, karena tanah
adalah asal dan sumber makanan bagi manusia. Perebutan tanah berarti perebutan
makanan, perebutan tiang hidup, manusia. Untuk ini orang rela menumpahkan darah,
mengorbankan segala yang ada demi mempertahankan hidup selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan laporan akhir tahun Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA),
jumlah kasus konflik agraria yang terjadi di Indonesia cenderung mengalami
pengingkatan sepanjang tahun 2012 sampai 2014. Peningkatan jumlah kasus konflik
ini terutama terjadi di 5 provinsi terbesar sebagai penyumbang konflik agraria di
Indonesia. Urutan pertama tahun 2012, Jawa Timur misalnya. Jika tahun 2012
terdapat 24 kasus, tahun 2014 sudah mencapai 44. Demikian Jawa Barat dari 13
menjadi 39 maupun Sumatera Selatan dari 13 menjadi 33 kasus.
Terbitnya peraturan Kepala BPN RI

No.3 tahun 2011 tentunya menjadi

langkah baru bagi penyelesaian konflik agraria di Indonesia. Peraturan ini sendiri
berisi tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan kasus pertanahan. Dimana di
dalamnya berisi beberapa hal semisal Standar penyelesaian kasus-kasus pertanahan.
Sekalipun pada awal munculnya peraturan tersebut yaitu tahun 2011, tercatat jumlah
kasus konflik agraria justru meningkat semakin pesat sepanjang 2012-2014. Di tahun
keempat atau tahun 2015 jumlah kasus konflik agraria dapat dilihat semakin
menurun.
Sumatera Utara sendiri sepanjang tahun 2012-2015 masuk menjadi 5 (lima)

besar Provinsi penyumbang kasus konflik agraria terbanyak di Indonesia. Tercatat
pada tahun 2012, ada sekitar 21 kasus di Sumatera Utara, kemudian menjadi 33 kasus
di tahun 2014 dan 15 kasus pada tahun 2015. Menurunnya jumlah konflik agraria
sepanjang tahun 2014-2015 di Sumatera Utara menjadi hal yang patut diapresiasi.
Apalagi jika dibandingkan dengan 5 provinsi terbesar penyumbang kasus konflik

Universitas Sumatera Utara

agraria, Sumatera Utara menjadi salah satu propinsi yang paling menurun jumlah
kasus konfliknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul ‘Implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di BPN Propinsi
Sumatera Utara’.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana proses Implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di BPN Propinsi
Sumatera Utara?
1.3. Fokus Masalah
Fokus masalah dalam penelitian ini adalah melihat implementasi Peraturan Kepala

BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera Utara
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran proses Implementasi
Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera
Utara.

Universitas Sumatera Utara

1.5. Manfaat Penelitian
Ada pun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:


Secara subyektif. Sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan
kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologis penulis dalam
menyusun berbagai kajian literatur sehingga menghasilkan suatu wacana baru
dalam memperkaya wawasan kepustakaan pendidikan




Secara praktis. Memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua
kalangan terutama bagi mereka yang serius mendalami proses Implementasi
Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian
dan Penanganan Kasus Pertanahan di Badan Pertanahan Nasional Propinsi
Sumatera Utara



Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
kepustakaan Deartemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi peneliti lainnya
yang memiliki minat dalam mengkaji Implementasi Peraturan Kepala BPN RI
No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera Utara

1.6. Kerangka Teori
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, defenisi, dan proposisi
untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

Universitas Sumatera Utara


mengonstruksi hubungan antar konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi
dan logika tertentu 1.
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.6.1. Kebijakan Publik
Kebijakan berasal dari kata policy dari bahasa Inggris. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan
asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak. Sedangkan publik bisa diartikan sebagai umum,
masyarakat, ataupun Negara.
Menurut Easton, kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan
untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah
yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut
merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk
dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. 2
Sedangkan menurut Anderson, kebijakan publik merupakan arah tindakan
yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor
dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap

1


Effendi, Sofian. 2012. Metode Penelitian Survey (Edisi Revisi) (Jakarta: LP3ES) hal 35.

2

Tangkilisan, Hesel N. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi (Yogyakarta: YPAPI) hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan
pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. 3
Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah serangkaian pedoman dan dasar rencana yang akan dilakukan
oleh pemerintah dalam mengatasi sebuah persoalan yang ada dalam kehidupan
masyarakatnya dengan hubungan yang mengikat. Jadi, kebijakan publik berpusat
pada penyelesaian masalah yang sudah nyata.
Kebijakan publik memiliki tahap yang cukup kompleks karena memiliki
banyak proses dan variabel. Adapun tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai
berikut 4:



Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Kelompok masyarakat seperti parpol, ormas, serikat, ataupun kelompok
lainnya akan menyuarakan isu mereka kepada pemerintah. Isu yang
disampaikan oleh mereka akan bersaing untuk dapat masuk ke dalam agenda
kebijakan. Para pembuat kebijakan akan memilih isu yang akan mereka
angkat. Sedangka isu yang lain ada yang tidak tersentuh sama sekali dan
sebagian lagi akan didiamkan dalam waktu yang cukup lama.

3

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik ( Yogyakarta: Media Pressindo) hal. 16.

4

Ib.id. hal. 28.

Universitas Sumatera Utara




Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)
Isu yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan dan dibahas oleh para
pembuat kebijakan akan didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan
masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif
yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke
dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing
alternatif bersaing untuk memecahkan masalah.



Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus
kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi
dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga
atau keputusan peradilan.



Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Kebijakan yang sudah diadopsi kemudian dirangkum melalui programprogram yang harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan
administrasi maupun agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah
diambil akan dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan
sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap ini, berbagai kepentingan akan
bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para
pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para
pelaksana.

Universitas Sumatera Utara



Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan
masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak
yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi
masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau criteriakriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah
meraih dampak yang diinginkan.


1.6.2. Implementasi Kebijakan
Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau
pejabat-pejabat kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. 5 Menurut Dunn,
implementasi kebijakan adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di
dalam kurun waktu tertentu. 6 Sedangkan Van Meter dan Horn menyatakan bahwa
implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan
swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan. 7

5

Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan
Negara (Malang: UMM Press) hal.65.
6

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, ed. 2 (Yogyakarta: Gajah Mada
Unversity Press) hal. 132.

7


Wibawa, Samodra, dkk.1994. Evaluasi kebijakan Publik (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa) hal.
15.

Universitas Sumatera Utara

Dalam implementasi kebijakan, terdapat beberapa model kebijakan, sebagai
berikut:
1. Model Implementasi Kebijakan George Edward III 8

Gambar 1.6.2.1.: Dampak Langsung dan Tidak Langsung dalam Implementasi
Menurut George C. Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu:
a. Komunikasi
Komunikasi, yaitu menunjukkan bahwa setiap kebijakan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program
(kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari
program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari
adanya distorsi atas kebijakan dan program. Ini menjadi penting karena semakin
tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat
penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan kebijakan dalam
ranah yang sesungguhnya.

8

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik: Berbasis Dynamic Policy Analysis (Yogyakarta: Gava
Media) hal. 31-33.

Universitas Sumatera Utara

b. Sumber Daya
Sumber daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber
daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial.
Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor
yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah
kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Keduanya harus
diperhatikan dalam implementasi program/kebijakan pemerintah. Sebab tanpa
kehandalam implementor, kebijakan menjadi kurang enerjik dan berjalan lambat dan
seadanya.

Sedangkan

sumber

daya

finansial

menjamin

keberlangsungan

program/kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tak dapat
berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.
c. Disposisi
Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada
implementor kebijakan/program. Karakter yang paling penting dimiliki oleh
implementor adalah kejujuran, komitmen dan demokratis. Implementor yang
memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang
ditemui dalam program/kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap
berada dalam arus program yang telah digariskan dalam guideline program.
Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan
tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan
kesan baik implementor dan kebijakan di hadapan anggota kelompok sasaran. Sikap

Universitas Sumatera Utara

ini menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan
kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program/kebijakan.
d. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam
implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting
pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme
implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standar operating procedur
(SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan. SOP yang baik
mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit, dan mudah
dipahami oleh siapapun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor.
Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal
yang berbelit, panjang, dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat
menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program
secara cepat. Dan hal ini hanya dapat lahir jika struktur didesain secara ringkas dan
fleksibel menghindari “virus weberian” yang kaku, terlalu hirarkis, dan birokratis.
2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn 9
Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan beberapa
variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan suatu model kinerja
kebijakan. Beberapa variabel yang terdapat dalam Model Meter dan Horn adalah
sebagai berikut:
9

Ib.id hal. 38-40.

Universitas Sumatera Utara

a. Standart kebijakan dan sasaran
Standart dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai
oleh program atau kebijakan, baik yang terwujud maupun tidak, jangka pendek,
menengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara
spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari
kebijakan atau program yang dijalankan.
b. Kinerja Kebijakan
Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan
sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.
c. Sumber daya
Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber
daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang terjadi
adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk
menghasilkan

implementasi

kebijakan

dengan

kinerja

baik.

Evaluasi

program/kebijakan seharusnya dapat menjelaskan nilai yang efisien.
d. Komunikasi
Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme prosedur
yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi ini harus
ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat rutin akan diadakan, tempat
dan waktu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling
dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan.

Universitas Sumatera Utara

e. Karakteristik
Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur
organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di
internal birokrasi.
f. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam
ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu
sendiri.
g. Sikap pelaksana
Sikap pelaksana, menunjuk bahw sikap pelaksana menjadi variabel penting
dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias dan responsif terhadap
kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat ditunjuk sebagai bagian dari
sikap pelaksana ini.

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi Antar Organisasi
dan Pelaksanaan Kegiatan

Standar dan Sasaran
Karakteristik
Badan Pelaksana

Kinerja
Kebijakan

Sikap Pelaksana

Sumber Daya
Lingkungan Sosial,
Ekonomi, dan Politik

Gambar 1.6.2.2.: Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Sumber: Van Meter dan Van Horn, 1975: 463

c. Model Implementasi Kebijakan Grindle 10
Implementasi menurut Grindle, ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks
implementasinya.

Ide

dasar

Grindle

adalah

bahwa

setelah

kebijakan

ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual biaya telah
disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan, tetapi ini tidak berjalan mulus,
tergantung pada implementability dari program itu, yang dapat dilihat pada isi dan
konteks kebijakannya. Isi kebijakan mencakup: (1) kepentingan yang dipengaruhi
oleh kebijakan, (2) tipe atau jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) derajat
perubahan yang diinginkan, (4) kedudukan pembuat kebijakan, (5) siapa pelaksana
program, (6) sumber daya yang dilibatkan.
10

Wibawa, Samodra, dkk.1994. Evaluasi kebijakan Publik (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa) hal.
22-25.

Universitas Sumatera Utara

Demikian dengan konteks kebijakan juga memengaruhi proses implementasi.
Yang dimaksud Grindle dengan konteks kebijakan adalah: (1) kekuasaan kepentingan
dan strategi aktor yang terlibat, (2) karakteristik lembaga dan penguasa, dan (3)
kepatuhan serta daya tanggap pelaksana. Intensitas keterlibatan para perencana,
politisi, pengusaha, kelompok sasaran, dan para pelaksana program akan bercampur
baur memengaruhi efektivitas implementasi. Hal ini searah dengan variabel kondisi
sosial, ekonomi, dan politik yang dikemukakan oleh van meter dan Van Horn,
dimana juga berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan.

Universitas Sumatera Utara

Policy Goals

I mplementing Activities
I nfluenced by:

Outcomes:

a. Content of Policy
 I ntersts affected
 Type of benefits
 Extent of change envisioned
 Site of decision making
 Program implementors
 Resources committed

Goals
achieved?

a. I mpact on society,
individuals, and
groups
b. Change and its

b. Context I mplementation
 Power, interests, and strategies
of actors involved

 I nstitution and regime
characteristics

 Compliance and
responsiveness

Action Programs and
I ndividual Projects
Designed and
Funded

Programs
Delivered as
designed?

MEASURI NG SUCCESS

Gambar 1.6.2.3.: Implementasi sebagai proses politik dan administratif
(Merilee S. Grindle. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World,
Princeton University Press, New Jersey, p. 11)

d. Model Implementasi Kebijakan Sebatier dan Mazmanian 11
Menurut Sebatier dan Mazmanian, ada tiga kelompok variabel yang
mmengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari masalah
(tractability of the problems), (2) karakteristik kebijakan undang-undang (ability of
11

Ib.id. hal. 25

Universitas Sumatera Utara

state to structure implementation), (3) variabel lingkungan (nonstatutory variables
affecting implementation). Kerangka berpikir yang mereka tawarkan juga mengarah
pada dua persoalan yang mendasar yaitu, kebijakan dan lingkungan kebijakan. Hanya
saja pemikiran Sabatier dan Mazmanian ini terkesan menganggap bahwa suatu
implementasi akan efektif apabila pelaksanaannya mematuhi peraturan yang ada.
e. Model Briant W. Hogwood dan Gunn, The Top down Aproach 12
Hogwood dan Gunn menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan terletak
di kuadran “puncak ke bawah” dan berada di mekanisme paksa dan mekanisme pasar.
Menurut Hogwood dan Gunn terdapat beberapa syarat yang diperlukan dalam
melakukan implementasi kebijakan, yakni:


Kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan atau instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan atau kendala serius. Beberapa kendala pada saat
implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator,
sebab hambatan-hambatan itu memang berada di luar jangkauan wewenang
kebijakan dan badan pelaksana.



Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
memadai. Syarat kedua ini kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang
bersifat eksternal. Artinya, kebijakan yang memilki tingkat kelayakan fisik dan
politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan karena
alasan terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya

12

Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan
Negara (Malang: UMM Press) hal. 71.

Universitas Sumatera Utara

persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya adalah bahwa para
politisi kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli
dengan penyediaan sarana yang digunakan untuk mencapainya, sehingga
tindakan-tindakan

pembatasan/pemotongan

terhadap

pembiayaan

program

mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumbersumber yang tidak memadai.
Masalah lain yang biasa terjadi ialah apabila dana khusus untuk membiayai
pelaksanaan program sudah tersedia harus dapat dihabiskan dalam tempo yang
sangat singkat, kadang lebih cepat dari kemampuan program/proyek untuk secara
efektif menyerapnya. Salah satu hal yang perlu pula ditegaskan disini, bahwa
dana/uang itu pada dasarnya bukanlah resources/sumber itu sendiri, sebab ia tidak
lebih sekedar penghubung untuk memperoleh sumber-sumber yang sebenarnya.
Oleh karena itu, kemungkinan masih timbul beberapa persoalan berupa
kelambanan atau hambatan-hambatan dalam proses konversinya, yaitu proses
mengubah uang itu menjadi sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan program atau proyek. Kekhawatiran mengenai
keharusan untuk mengembalikan dana proyek yang tidak terpakai habis pada
setiap akhir tahun anggaran seringkali menjadi penyebab kenapa instansi-instansi
pemerintah (baik pusat maupun daerah) selalu berada pada situasi kebingungan,
sehingga karena takut dana itu menjadi hangus, tidak jarang pula terbeli atau
dilakukan hal-hal yang seharusnya tidak perlu.


Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar -benar tersedia. Persyaratan
ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratan kedua, artinya disatu pihak harus

Universitas Sumatera Utara

dijamin tidak terdapat kendala-kendala pada semua sumber-sumber yang
diperlukan, dan dilain pihak, pada setiap tahapan proses impelementasinya
perpaduan diantara sumber-sumber tersebut benar-benar dapat disediakan.


Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas
yang handal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif
bukan lantaran karena kebijakan tersebut telah diimplementasikan secara
sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri memang buruk.
Penyebab dari kemauan ini, kalau mau dicari, tidak lain karena kebijakannya itu
telah disadari oleh tingkat pemahaman yang tidak memadai mengenai persoalan
yang

akan

ditanggulangi.

Sebab-sebab

timbulnya

masalah

dan

cara

pemecahannya, atau peluang-peluang yang tersedia untuk mengatasi masalahnya,
sifat permasalahannya dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkan peluangpeluang itu. Dalam kaitan ini Pressman dan Wildalsky, menyatakan secara tegas
bahwa setiap kebijakan pemerintah pada hakikatnya memuat hipotesis (sekalipun
tidak secara eksplisit) mengenai kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang
diramalkan bakal terjadi sesudahnya. Oleh karena itu, apabila ternyata kelak
kebijakan itu gagal, maka kemungkinan penyebabnya bersumber pada
ketidaktepatan teori yang menjadi landasan kebijakan tadi dan bukan karena
implementasinya yang keliru.


Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya.

Dalam

hubungan

ini

Pressman

dan

Wildavsky

juga

memperingatkan bahwa kebijakan-kebiajakan yang hubungan sebab akibatnya

Universitas Sumatera Utara

tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali
mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin
besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin
menjadi kompleks implementasinya. Semakin banyak hubungan dalam mata
rantai, semakin besar pula resiko bahwa beberapa diantaranya kelak terbukti amat
lemah atau tidak dapat dilaksanakan dengan baik.


Hubungan ketergantungan harus kecil. Implementasi yang sempurna menuntut
adanya persyaratan bahwa hanya terdapat badan pelaksana tunggal, yang untuk
keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada badan-badan
lain, atau kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan badanbadan/ instansiinstansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini
haruslah pada tingkat yang minimal, baik artian jumlah maupun kadar
kepentingannya. Jika implementasi suatu program ternyata tidak hanya
membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu, melainkan juga
kesepakatan/komitmen terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar aktor/
pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program,
bahkan hasil akhir yang dihar apkan kemungkinan akan semakin berkurang.



Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan Persyaratan ini
mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai, dan kesepakatan
terhadap, tujuann atau sasaran yang akan dicapai, dan yang penting, keadaan ini
harus dapat dipertahankan selama proses implementasi.Tujuan tesebut haruslah
dirumuskan dengan jelas, spesifik, dan lebih baik lagi apabila dapat

Universitas Sumatera Utara

dikualifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam
organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung, serta mampu berperan
selaku pedoman dengan mana pelaksana program dapat dimonitor.


Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat Persyaratan ini
mengandung makna bahwa dalam mengayun langkah menuju tercapainnya
tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk merinci dan
menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan
oleh setiap pihak yang terlibat.

1.6.3. Variabel yang relevan dengan Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera Utara
Dalam mengkaji suatu proses kebijakan yang sedang berjalan (implementasi)
dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan seperti di atas. Sehingga dapat
dilihat pelaksanaan suatu kebijakan dengan variabel-variabel dalam model
pendekatan tersebut. Oleh karenannya, model yang dipakai dalam penelitian
implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Propinsi Sumatera Utara adalah dengan melihat variable berikut:
a. Komunikasi
Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu
dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun
tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan

Universitas Sumatera Utara

saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan. Tujuan dan
sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat
menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program.
b. Disposisi atau Sikap
Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada
implementor kebijakan/program. Karakter yang paling penting dimiliki oleh
implementor adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis.
c. Sumber Daya
Sumber daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber
daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial.
Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor
yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah
kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Dengan adanya sumber
daya finansial juga akan mendukung segala fasilitas yang dibutuhkan untuk
mendukung terlaksananya kebijakan /program. Namun, tanpa adanya implementor
yang berkeahlian, juga tidak mampu menterjemahkan kebijakan/program dengan baik
walaupun fasilitas terpenuhi.
d. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam
implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting
pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme

Universitas Sumatera Utara

implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standar operating procedur
(SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan.

1.6.4. Gambaran Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang
Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan
Indonesia merupakan Negara Hukum. Segala kebijakan yang menyangkut
kehidupan publik diatur dengan berlandaskan hukum oleh para pembuat kebijakan.
Dengan adanya peraturan tersebut, maka dalam pengimplementasiannya juga akan
sangat mudah dilakukan pengawasan. Pengawasan dilakukan dengan melihat apakah
pengimplementasiannya sudah sesuai atau tidak dengan peraturan yang telah disusun.
Untuk itu, diperlukan juga suatu peraturan pemerintah disusun dengan hukum yang
jelas.
Jenis-jenis Peraturan Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia
(dengan penyesuaian penyebutan berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004)
adalah sebagai berikut 13:


Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat
(1) Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
(2) Peraturan Pemerintah; (3) Peraturan Presiden; (4) Presiden Menteri; (5)
Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; (6) Peraturan
Direktur Jendral Departemen; dan (7) Peraturan Badan Hukum Negara.

13

Indrarti, Maria Farida. 2011. Ilmu Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan).
(Yogyakarta: Kanisius) hal. 184-185

Universitas Sumatera Utara



Peraturan Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Daerah
(1) Peraturan Daerah Provinsi; (2) Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala
Daerah

Provinsi;

(3)

Peraturan

Daerah

Kabupaten

Kota;

(4)

Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam penelitian ini, yang akan dibahas adalah jenis peraturan perundangundangan yakni Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Propinsi Sumatera Utara.
1.7. Defenisi Konsep
Defenisi konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial. Dengan konsep peneliti melakukan abstraksi dan menyederhanakan
pemikirannya melalui penggunaan satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang
berkaitan satu dengan yang lainnya 14. Maka untuk mendapatkan batasan masalah
yang jelas, defenisi konsep yang diberikan penulis adalah:


Kebijakan publik adalah serangkaian pedoman dan dasar rencana yang akan
dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi sebuah persoalan yang ada dalam
kehidupan masyarakatnya dengan hubungan yang mengikat. Jadi, kebijakan
publik berpusat pada penyelesaian masalah yang sudah nyata. Kebijakan

14

Effendi, Sofian. 2012. Metode Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES). hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Peraturan Kepala BPN RI
No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan di Propinsi Sumatera Utara .


Implementasi kebijakan adalah tindakan atau proses atau pelaksanaan
terhadap kebijakan yang telah ditetapkan dan dijalankan dengan berbagai
program untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama. Implementasi
kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Implementasi Peraturan
Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi
Sumatera Utara dengan melihat variabel berikut:





Standar dan sasaran kebijakan



Komunikasi



Disposisi



Sumber daya dan



Struktur birokrasi

Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di BPN Propinsi
Sumatera Utara adalah sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan penuntasan
kasus konflik agraria yang terjadi di Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

1.8. Defenisi Operasionalisasi
1. Komunikasi
Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau keseragaman dari
ukuran dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran
maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya
tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan.
Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah:


Kerjasama para implementor



Metode sosialisasi kebijakan/program yang digunakan



Intensitas komunikasi

2. Disposisi atau Sikap
Sikap para implementor sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah
kebijakan/ program. Ada pun yang dimaksud dengan sikap implementor yang
ditujukan dalam penelitian ini adalah:


Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsistensi antara
pelaksanaan kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan.



Sikap demokratis yang dapat dilihat dari proses kerjasama antar implementor.

Universitas Sumatera Utara

3. Sumber Daya
Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun finansial
sangat penting dalam menjalankan kebijakan/program.


Kemampuan implementor, dengan melihat jenjang pendidikan, pemahaman
terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program, kemampuan
menyampaikan program dan mengarahkan.



Ketersedian finansial, dengan melihat kebutuhan dana, prediksi kekuatan dana
dan besaran biaya.

4. Struktur Birokrasi
Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah
standard operating procedur (SOP) dan struktur organisasi pelaksana sendiri.


Ketersediaan SOP yang mudah dipahami.



Struktur organisasi pelaksana yang melihat rentang kendali antara
pimpinan dan bawahan.

1.9. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam enam bab, yang terdiri dari:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika
penulisan
BAB 2 METODOLOGI PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara

Bab ini terdiri dari bentuk penulisan, lokasi penelitian, informan penelitian,
teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan pengujian keabsahan data.
BAB 3 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang meliputi
keadaan

geografis, kependudukan, sosial, ekonomi dan pemerintahan serta

gambaran umum

mengenai program.

BAB 4 PENYAJIAN DATA
Bab ini membahas tentang hasil data-data yang diperoleh di lapangan.
Universitas

Sumatera Utara 43

BAB 5 ANALISIS DATA
Bab ini merupakan tempat melakukan analisa data yang diperoleh saat
penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan
BAB 6 PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan
saran-saran

yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kebijakan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Sum Atera Utara

2 21 157

Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (Studi Pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara)

1 20 96

IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN PENGATURAN PERTANAHAN DALAM PROGRAM PENDAFTARAN TANAH (Studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri).

0 0 8

IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NO

0 0 7

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009

0 0 4

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011

0 0 35

Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (Studi Pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara)

0 0 6

Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (Studi Pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara)

0 0 1

Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (Studi Pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara)

0 0 3

Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (Studi Pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara)

0 0 2