IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NO

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.
Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayan alam yang terkandung
didalamnya merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada
seluruh rakyat Indonesia dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan
fungsi bumi, air ruang angkasa beserta apa yang terkandung di dalamnya
adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat
Indonesia.
Bumi yang dimaksud adalah tanah yang ada di seluruh wilayah Republik
Indonesia yang merupakan kekayaan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pengertian tanah dalam konsep
agraria adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi sebagian
tubuh bumi yang ada dibawahnya dan sebagian ruang yang ada di atasnya.
Tanah bagi masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting di
dalam kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, baik untuk
keperluan rumah tinggal, lahan mencari nafkah maupun untuk keperluan
lainnya.
Perkembangan jumlah manusia yang sangat pesat sedangkan jumlah
tanah yang tetap atau bahkan berkurang membuat harga tanah melambung

tinggi

yang kadang tak terjangkau oleh masyarakat. Hal ini membuat

pemerintah harus mengadakan adanya suatu pengaturan yang jelas atau
kepastian hukum atas tanah tersebut melalui kebijaksanaannya.
Kontek kepastian hukum hak milik atas tanah menunjukan bahwa produk
hukum berupa sertipikat tanah yang memenuhi aturan hukum normative belum
menjamin diperolehnyya kepastian hukum dari sudut pandang sosilogis
hukum. Kepastian Hukum meliputi unsur kepastian hak, kepastian subyek dan
kepastian obyek. Lahirnya kepastian terhadap unsur-unsur tersebut berkaitan
erat dengan efektifitas pelaksanaan sistem hukum pertanahan dalam
masyarakat.

Di Afrika disebutkan oleh Catherine Boone bahwa “Across much of
Africa, discussions and debates about land law reform are taking place in
public areas that have been opened up by multi-partyisme, electoral
competition, and the invigoration of civil society. This means that in many
places, outcomes, of struggles over the meaning and allocation of property
rights will be shaped in part by who manages to win political power at the

national level.1
Hal tersebut di atas dapat diartikan bahwa Reformasi hukum pertanahan
terbentuk sebagian oleh mereka yang berhasil memenangkan kekuasaan politik
yang artinya seseorang dapat memiliki hak atas tanah dikarenakan adanya
pengaruh faktor politik yang terjadi di Negara tersebut.
Pasal 19 Undang Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Pokok Agraria menjelaskan bahwa untuk menjamin kepastian hukum
oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Tujuan pendaftaran tanah ialah dalam rangka menjamin kepastian hukum
di bidang pertanahan (rechtkadaster atau legal cadaster). Kepemilikan
sertipikat merupakan kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanah,
subyek hak, dan obyek haknya.2
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah
adalah:
“Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur
yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian serta

pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun
termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang
tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun
serta hak tertentu yang membebaninya ”
Pelaksanaan pendaftaran tanah melibatkan berbagai instansi yang terkait
antara lain Kelurahan, Kecamatan, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan
juga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) apabila terjadi peralihan hak atas
1
2

Catherine Boone, E The Author, African Affair, Journalersity Press, 106, 2007 pg : 559
http://pendaftaran-tanah.blogspot.com/2008/08/tujuan-pendaftaran-tanah.html

tanah yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Fungsi PPAT dalam rangkaian
pelaksanaan pendaftaran tanah, yaitu membantu Kepala Kantor Pertanahan
sebagai pelaksana pendaftaran tanah, dengan menyediakan data (alat bukti)
yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
tertentu. Ketepatan kepastian dan kebenaran informasi yang tertuang dalam
akta yang dibuat oleh PPAT sangat menentukan bagi proses pendaftaran untuk

mendapatkan perlindungan hak atas tanah bagi warga masyarakat, sehingga
PPAT disamping harus bertanggung jawab terhadap kepastian dan kebenaran
isi akta, juga wajib menyampaikan akta yang ditandatanganinya beserta
warkah-warkah lain kepada Kantor Pertanahan dalam jangka waktu tujuh hari
kerja sejak ditandatanganinya akta.
Lingkup kewenangan “pejabat” mencakup setiap perjanjian yang
bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak baru atas
tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang sebagai hak atas tanah
sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan
dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria. Peraturan Menteri
Agraria nomor

11/1961 tentang pejabat yang dimaksud dalam pasal 19

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961, diangkat antara lain notaris selaku
“pejabat”. Pada setiap pembuatan akta dihadapan “pejabat” (Pejabat Pembuat
Akta Tanah), wajib menggunakan formulir-formulir yang tercetak atau diketik
dengan mempergunakan kertas HVS 70/80 gram dengan ukuran A3 dengan
persetujuan Kepala Jawatan Pendaftaran Tanah dan formulir-formulir yang
tercetak hanya dapat dibeli di kantor-kantor pos.

Pengaturan penggunaan formulir-formulir akta (blangko akta) ini dilatar
belakangi karena pada waktu itu sebagian besar Pejabat Pembuat Akta Tanah
dijabat oleh Camat yang karena jabatannya menjalankan sementara Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang sebagian besar tidak bergelar Sarjana
Hukum sehingga untuk memudahkan pelaksanaan jabatannya itu dibuatlah
formulir-formulir akta dan buku petunjuk pengisian formulir (blangko akta) itu.
Perkembangan

selanjutnya

dengan

Peraturan

Menteri

Negara

Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan


Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah
mengatur bahwa akta-akta Pejabat Pembuat Akta Tanah harus dibuat dengan
menggunakan blangko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang disediakan
(dicetak) oleh Badan Pertanahan Nasional atau instansi lain yang ditunjuk.
Hal tersebut artinya tanpa blangko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang dicetak, Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak boleh menjalankan jabatannya
dalam membuat akta-akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Aturan ini
menimbulkan ketergantungan pelaksanaan tugas jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah sebagai pejabat umum dengan keberadaan blangko akta Pejabat
Pembuat Akta Tanah.
Masalah yang sering dihadapi oleh PPAT yaitu adanya kelangkaan atau
kekosongan blangko akta PPAT di setiap kantor Pos. Kebijaksanaan
pemerintah dalam mengatasi hal ini yaitu dengan memberikan kepada Kepala
Kantor Wilayah BPN Propinsi untuk menyediakan foto copy blangko Akta
PPAT dengan syarat pada halaman pertama setiap foto copy akta sebelah kiri
atas ditulis “disahkan penggunaannya” dan ditandatangani oleh Kepala kantor
Wilayah BPN Propinsi atau pejabat yang ditunjuk serta dibubuhi paraf dan cap
dinas pada setiap halaman.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24

tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pasal 96 ayat (2) harus menggunakan
Blangko akta yang tersedia atau telah dicetak oleh BPN atau instansi lain yang
ditunjuk.
Akta-akta PPAT yang dijadikan dasar perubahan data pendaftaran tanah
secara limitatif telah ditetapkan yaitu Akta Jual Beli, akta Tukar menukar, Akta
Hibah, Akta Pemasukan Dalam Perusahaan, Akta Pembagian hak Bersama,
Akta pemberian hak tanggungan, Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak
Pakai atas Tanah Hak Milik serta Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan.
Fungsi blangko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah sebagai syarat
untuk dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran

tanah, hal ini dimuat dalam Pasal 96 ayat (1-3) Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Pembatasan kewenangan PPAT untuk membuat akta pertanahan dalam
bentuk bebas diluar dari bentuk blanko akta yang telah ditentukan oleh Kepala
BPN. Keterikatan PPAT untuk membuat akta pertanahan dengan cara mengisi
blangko akta yang disediakan BPN dianggap mengurangi hakikat dari

kedudukan PPAT sebagai pejabat umum. Kedudukan PPAT sebagai pejabat
umum dalam sejumlah peraturan perundang-undangan seharusnya PPAT
diberikan kewenangan yang sama dengan Notaris untuk membuat aktanya
sendiri, bukan sebaliknya mengisi blangko akta.
Kebijaksanaan Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada
PPAT untuk menyiapkan akta sendiri dengan dikeluarkannya Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 8 tahun 2012 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berdasarkan
Perkaban nomor

8

tahun 2012 tersebut guna meningkatkan pelayanan

pertanahan mulai tahun 2013 penyiapan dan pembuatan akta PPAT dilakukan
oleh PPAT, PPAT Pengganti, PPAT Sementara, tidak lagi menggunakan
blangko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang disediakan (dicetak) oleh
Badan Pertanahan Nasional atau instansi lain yang ditunjuk.

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka penulis tertarik melakukan
penelitian yang berjudul “Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah yang berlaku di Kabupaten Sukoharjo”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis
merumuskan beberapa pemasahan yang relevan dengan judul tesis, yaitu
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 8 tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah yang berlaku di Kabupaten Sukoharjo?
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Kepala Badan
Pertanaan Nasional Nomor 8 tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor


3

tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berlaku di Kabupaten
Sukoharjo dan bagaimana solusinya?

C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan yang jelas dan
merupakan pedoman dalam mengadakan penelitian, dan juga menunjukkan
kualitas dari penelitian tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah
dirumuskan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah :
1. Mengetahui dan menganalisis pelaksanaan

Peraturan Kepala Badan

Pertanaan Nasional Nomor 8 tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berlaku di Kabupaten

Sukoharjo.

2. Mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
Peraturan Kepala Badan Pertanaan Nasional Nomor 8 tahun 2012 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berlaku
di Kabupaten Sukoharjo dan mendapatkan solusinya.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis.
a. Sebagai bahan informasi yang berguna bagi masyarakat mengenai
blangko akta tanah dalam pendaftaran tanah;
b. Sebagai bahan untuk menambah khasanah keilmuan bagi para
akademisi dan dunia pendidikan pada umumnya, bagi pengembangan
ilmu hukum.
2. Manfaat Praktis
a. Menyumbangkan kemampuan penulis dalam meningkatkan ilmu
hukum;
b. Sebagai bahan masukan kepada praktisi yang terlibat langsung dalam
pembuatan akta PPAT, baik notaris/PPAT maupun Badan Pertanahan
Nasional.

Dokumen yang terkait

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25