Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pedophilia Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tetang Perlindungan Anak Dikaitkan Dengan Psikologi Kriminal

28

BAB II
BENTUK - BENTUK TINDAK PIDANA PEDOPHILIA DAN
KETENTUAN HUKUMNYA DALAM UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK JO. UU NO. 35 TAHUN 2014 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UU PERLINDUNGAN ANAK
A.

Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pedophilia
Pelecehan seksual yang terjadi terhadap anak seringkali hadir tanpa kita

sadari. Pedophilia merupakan jenis pelecehan seksual yang terjadi terhadap anak
dibawah umur yang dilakukan oleh orang yang sudah dewasa. Adapun bentukbentuk pelecehan seksual itu, dapat dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu:
1.

Bentuk pelecehan seksual yang tergolong ringan, yang bagi pelaku
tidak dikenai sanksi (seductive behaviour) ataupun perbuatan tersebut
dianggap sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan. Perbuatanperbuata tersebut dapat berupa: 59
a.


lelucon seks, menggoda secara terus menerus dengan kata-kata
tentang hal-hal yang berkaitan dengan seks.

b.

memegang ataupun menyentuh anggota tubuh, terutama organ
reproduksi orang lain dengan tujuan seksual.

c.

secara berulang berdiri dengan dekat sekali atau hingga
bersentuhan badan antar orang.

d.

membuat atau mengirimkan gambar-gambar, kartun, atau hal
lainnya yang terkait dengan seks.

59


BKKBN, Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi : Pelecehan

Seksual, Kantor UNESCO, Jakarta, 2009, hlm. 9.

27
Universitas Sumatera Utara

29

e.

menunjukkan gerak-gerik tubuh, tatapan mata, atau ekspresi lain
yang memiliki maksud atau tujuan seksual.

f.

melakukan tindakan yang mengarah ke perilaku seksual dengan
unsur

pemaksaan,


misalkan

mencium

atau

mengajak

berhubungan seksual.
2.

Bentuk pelecehan seksual yang tergolong berat dan bagi si pelaku
dikenakan sanksi atau ancaman hukuman (sexual coercion). Perbuatan
itu

berupa

pemaksaan


untuk

melakukan

hubungan

seksual

(pemerkosaan) dan melakukan kekerasan, termasuk memukuli atau
menendangi, untuk memaksa agar orang lain menuruti keinginan
seksual sang pelaku kekerasan.
Selain dua kategori pelecehan seksual diatas, terdapat tiga golongan
bentuk tindak pidana pedophilia yaitu:
1.

Bentuk Visual : tatapan yang penuh nafsu, tatapan yang mengancam
dan gerak-gerik yang bersifat seksual.

2.


Bentuk Verbal : siulan, gosip, guraua seks dan pernyataan yang
bersifat mengancam.

3.

Bentuk Fisik : sentuhan, cubitan, menepuk menyenggol dengan
sengaja, meremas dan mendekatkan diri tanpa diinginkan.
Bentuk-bentuk tindak pidana pedophilia memiliki cakupan yang sangat

luas, antara lain: 60
1.

perkosaan

60

Ismantoro Dwi Yuwono, Op.cit., hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara


30

Perkosaan adalah perilaku menyimpang yang merasa mendapat
kepuasan seksual dengan cara memaksa anak sebagai korban untuk
melakukan hubungan seksual.
2.

sodomi
Sodomi merupakan perilaku menyimpang yang merasa mendapat
kepuasan seksual saat menyetubuhi anak dengan cara melakukan
penetrasi alat kelamin ke dalam lubang dubur.

3.

oral seks
Oral seks merupakan perilaku seksual menyimpang dengan memaksa
korban memasukkan alat kelamin pelaku ke dalam mulut korban
secara berulang-ulang.

4.


sexual gesture
Sexual gesture merupakan pelecehan seksual dengan bahasa tubuh
yang dirasakan melecehkan, merendahkan dan menghina.

5.

sexual remark
Sexual remark

adalah pelecehan seksual dengan mengungkapkan

gurauan-gurauan bernada porno (humor porno) atau lelucon-lelucon
cabul pada anak dibawah umur.
6.

pelecehan seksual
pelecehan seksual bisa dalam bentuk tindakan, ucapan, tulisan,
gambar atau gerakan tubuh yang dinilai memiliki tujuan seksual
seperti :

a.

meraba-raba tubuh korban;

Universitas Sumatera Utara

31

b.

colekan, cubitan atau tepukan di bagian tubuh tertentu;

c.

memegang tubuh, atau bagian tubuh lain dan dirasakan sangat
tidak nyaman bagi korban;

d.

Berusaha mencium atau mengajak berhubungan seksual;


e.

Pemaksaan berhubugan seksual dengan iming-iming atau
ancaman kekerasan atau ancaman lainnya agar korban bersedia
melakukan hubungan seksual dan sebagainya.

B.

Ketentuan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pedophilia Menurut UU
No.23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1.

Unsur-Unsur Tindak Pidana Pedophilia
Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam KUHP pada umumnya

dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi
menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan objektif. 61 Tetapi ada
juga yang merinci unsur-unsur tindak pidana yang diambil berdasarkan rumusan

undang-undang. 62
Pengertian unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat
pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku dan termasuk di
dalamnya segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya. Sedangkan unsur-unsur
objektif adalah unsur-usur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu

61

P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2013, hlm. 193.
62

Mohammad Ekaputra, Op.cit., hlm. 103

Universitas Sumatera Utara

32

di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari pelaku itu harus di

lakukan. 63
Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai unsur-unsur tindak
pidana:
a.

Van Apeldoorn
Menurut Apeldoorn, bahwa elemen delik itu terdiri dari:
1)

Elemen objektif, yang berupa adanya suatu kelakuan atau
perbuatan

yang

bertentangan

dengan

hukum

(orechtmatig/wederrechtelijk)
2)

Elemen subjektif, berupa adanya seorang pembuat (dader)
mampu bertanggung jawab atau dapat dipersalahkan (torekeningsvatbaarheid) terhadap kelakuan yang bertentangan dengan
hukum itu. 64

b.

E. Utrech
E. Utrech menyebutkan apakah seseorang mendapat hukuman
bergantung pada dua hal, yaitu:
1)

Harus ada suatu kelakuan yang bertentang dengan hukum –
anasir objektif.

2)

Seorang pembuat (dader) yang bertanggungjawab atas kelakuan
yang bertentangan dengan hukum itu – anasir subjektif. 65

63

P.A.F. Lamintang, Op.cit., hlm. 193.

64

Mohammad Ekaputra, Op.cit., hlm. 103-104.

65

E. Utrech, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, Universitas, Bandung, 1960,

hlm. 77.

Universitas Sumatera Utara

33

c.

Moeljatno
Menurut Moeljatno unsur-unsur atau elemen-elemen yang harus ada
dalam suatu perbuatan pidana adalah:
1)

Kelakuan dan akibat (perbuatan)

2)

Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan pidana

3)

Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

4)

Unsur melawan hukum yang objektif

5)

Unsur melawan hukum yang subjektif.

Tetapi, secara umum unsur-unsur tindak pidana terdiri dari : 66
a.

Unsur-unsur subjektif, yaitu:
1)

Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

2)

Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging
seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;

3)

Macam-macam maksud atau oggmerk seperti yang terdapat
misalnya dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan,
pemerasan, pemalsuan, dll;

4)

Merencanakan terlebih dahulu atau voorbeddacte raad seperti
yang misalnya terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut
Pasal 340 KUHP;

5)

Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di
dalam rumusan dan tindak pidana menurut pasal 308 KUHP.

b.

Unsur-unsur objektif, yaitu:

66

P.A.F Lamintang, Op.cit., hlm. 193

Universitas Sumatera Utara

34

1)

Sifat melanggar hukum (wederrechtelijkheid)

2)

Kualitas dari si pelaku, misalnya jabatan menurut Pasal 415
KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari
suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan Pasal 398 KUHP.

3)

Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Keseluruhan unsur delik atau tindak pidana tersebut merupakan satu
kesatuan dalam satu tindak pidana yang menyebabkan tersangka atau terdakwa
dapat dihukum atas perbuatan atau kesalahannya.
Tindak Pidana pedophilia sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 82
UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan,
atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul, dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling sedikit 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp60.000.000
(enam puluh juta rupiah)”
Adapun unsur-unsur dari tindak pidana pedophilia adalah sebagai
berikut:
a.

Unsur-unsur subjektif, terdiri dari :
1)

Unsur barang siapa:
Yang dimaksud dengan unsur barang siapa adalah setiap orang
yang

merupakan

subjek

hukum

yang

dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana atas segala perbuatan
yang dilakukan serta dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

Universitas Sumatera Utara

35

Pengertian barang siapa menunjukkan adanya subjek hukum
(pendukung hak dan kewajiban) yaitu orang atau badan hukum.
Unsur barang siapa membuktikan adanya orang sebagai pelaku
tindak pidana pedophilia.
2)

Unsur dengan sengaja (dolus atau culpa)
Bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah kehendak atau
niat yang terkandung secara sadar atas perbuatan yang
dilakukannya.Menurut KUHP, kesengajaan adalah kemauan
untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan
yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.
Pada umumnya unsur kesengajaan dibedakan ke dalam tiga
bentuk

sikap

batin

yang

menunjukkan

tingkatan

dari

kesengajaan, yaitu: 67
a)

kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) untuk
mencapai suatu tujuan (dolus directus)
Kesengajaan sebagai maksud adalah perbuatan yang
dilakukah oleh pelaku atau terjadinya suatu akibat dari
perbuatan tersebut adalah memang menjadi tujuan pelaku.
Tujuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan tidak
ada yang dapat menyangkal bahwa pelaku pantas dikenai
hukuman pidana. Dengan kata lain, pelaku benar-benar
menghendaki mencapai akibat dari perbuatannya yang

67

Moeljatno, Op.cit.,hlm. 177-178.

Universitas Sumatera Utara

36

menjadi pokok alasan dirinya dijatuhi ancaman hukuman
pidana.
b)

kesengajaandengan

sadar

kepastian(opzet

met

zekerheidsbewustzijn atau noodzakkelijkheidbewustzijn)
Kesengajaan dengan sadar kepastian adalah apabila pelaku
dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai
akibat yang menjadi dasar dari perbuatan pidana. Tetapi
pelaku tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti
perbuatan tersebut. Maka dari itu, sebelum sungguhsungguh terjadi akibat dari perbuatannya, pelaku hanya
dapat mengerti atau dapat mendugabagaimana akibat dari
perbuatannya nanti atau apa yang turut mempengaruhi
terjadinya akibat perbuatan itu.
c)

kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus eventualis
atau voorwaardelijk-opzet)
Kesengajaan dengan kemungkinan berarti apabila dengan
dilakukannya perbuatan atau terjadinya suatu akibat yang
dituju itu maka disadari bahwa adanya kemungkinan akan
timbul akibat lain. Dalam hal ini, ada keadaan tertentu
yang semula mungkin terjadi kemudian ternyata benarbenar terjadi.

Unsur dengan sengaja dalam tindak pidana pedophiliadilakukan
oleh orang dewasa sebagai pelaku tindak pidana tersebut adalah

Universitas Sumatera Utara

37

termasuk ke dalam kesengajaan sebagai maksud. Terdapat unsur
kesengajaan sebagai maksud adalah bahwa pelaku dengan
sengaja

menghendaki melakukan

perbuatan

menyimpang

tersebut dengan maksud untuk mewujudkan kepuasan seksual
yang abnormal, atas kehendak sendiri secara sadar tanpa adanya
paksaan dari orang lain dan mengetahui bahwa perbuatan itu
dapat

menimbulkan

akibat pada

korban

tindak

pidana

pedophilia.
b.

Unsur-unsur objektif, terdiri dari:
1)

Unsur

memaksa,

melakukan

tipu

muslihat,

serangkaian

kebohongan, atau membujuk anak
Bahwa yang dimaksud anak disini adalah seorang yang belum
berusia18 tahun atau belum pernah kawin. Yang mana dalam
usia yang dini tersebutseorang anak belum dapat mengerti tetang
tindakan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pedophilia
tersebut dan dianggap belum mampu menanggung resiko yang
akan menimpa dirinya nanti, seperti cidera fisik atau bahkan
trauma psikis yang jelas-jelas hal itu akan berimbas pada
psikologis anak tersebut.
2)

Unsur untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul
Bahwa yang dimaksud melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul adalah telah terjadinya tindak pidana pedophilia

Universitas Sumatera Utara

38

yang dilakukan oleh seorang pedofil terhadap korban. Baik itu
diri pelaku itu sendiri yang melakukan ataupun orang lain yang
melakukannya.
2.

Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pedophilia
Penggunaan istilah sanksi sendiri diartikan sebagai penjatuhan pidana.

Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu
hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana daan
hukuman pidana.
Sudarto memberikan pengertian pidana sebagai penderitaan yang
sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai
reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan
negara pada pelaku delik itu. 68
Penentuan jenis ancaman pidana, penjatuhan dan pelaksanaan pidana
berhubungan erat dengan tujuan pemidanaan. Tujuan pemidanaan harus menjadi
patokan. 69 Setelah tujuan pemidanaan ditetapkan, barulah ditetapkan jenis dan
bentuk apa yang paling tepat bagi pelaku kejahatan. Dalam hal perumusan sanksi
juga harus melalui tahapan perencanaan yang strategis. Perumusan jenis sanksi
dalam peraturan perundang-undangan pidana yang kurang tepat dapat menjadi
faktor berkembangnya kriminalitas. 70

68

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 186.

69

Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2005, hlm. 85.
70

Ibid., hlm. 86.

Universitas Sumatera Utara

39

Berdasarkan tujuannya, sanksi pidana bertujuan memberi penderitaan
istimewa (bijzonder lead) kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat
perbuatannya. Selain ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap pelaku,
sanksi pidana juga merupakan bentuk pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si
pelaku. 71
Hukum pidana Indonesia mengenal dua jenis pidana yang diatur dalam
Pasal 10 KUHP, yakni:
a.

Pidana pokok

b.

1)

Pidana mati

2)

Pidana penjara

3)

Pidana kurungan

4)

Pidana denda

Pidana tambahan
1)

Pencabutan hak-hak tertentu

2)

Perampasan barang-barang tertentu

3)

Pengumuman putusan hakim

Penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pedophilia
telah diatur secara khusus dalam UU Perlindungan Anak, yang mengutamakan
perlindungan terhadap anak sebagai korban atas penyimpangan seksual tersebut.
Selain UU Perlindungan Anak, KUHP dan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia juga telah mengatur sebelum mengenai tindak pidana pedophilia.
Namun dalam KUHP tidak memperhatikan bahwa yang menjadi korban dari

71

Ibid., hlm. 88.

Universitas Sumatera Utara

40

tindak pidana pedophilia adalah seorang anak, dimana seharusnya sanksi yang
dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana pedophilia lebih berat bilamana
dibandingkan korbannya adalah orang dewasa. Dalam upaya kebijakan
penangulangan tindak pidana pedophilia melalui sara penal, setidaknya dalam UU
Perlindungan Anakterdapat 2 jenis sanksi, yaitu :
1.

Sanksi Pidana Penjara
Ancaman hukuman pidana bagi pelaku penyimpangan
seksual dalam tindak pidana pedophilia dalam

UU Perlindungan

Anak ialah dengan hukuman penjara maksimal 15(lima belas) tahun,
sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan pasal 82 UU
Perlindungan Anak.
Apabila dibandingkan dengan penyimpangan seksual yang
diatur dalam KUHP yang ancaman pidananya adalah tujuh tahun
penjara, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 290 ayat 2 KUHP
yang berbunyi :
“Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal
diketahui, atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum
lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum
mampu di kawin”
Penjatuhan sanksi pidana terhadap tindak pidana pencabulan dalam
Pasal 290 ayat 2 KUHP lebih ringan dibandingkan dengan yang diatur
dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak, karena pada pasal pencabulan
tersebut tidak terdapat unsur yang memberatkan yaitu tidak adanya
unsur kekerasan atau ancaman kekerasan. Adapun alasan yang

Universitas Sumatera Utara

41

menyebabkan lebih beratnya ancaman pidana yang dijatuhkan pada
tindak pidana pedophilia dalam pasal 82 UU Perlindungan Anak
adalah bahwa keadaan sadar dan sengaja tanpa adanya unsur paksaan
dari pihak lain, melakukan pencabulan terhadap anak dengan diiringi
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan kepada korbannya.
Adanya unsur kekerasan inilah yang dirasakan sangat merugikan
orang lain khususnya korban, sehingga dapat menambah kesalahan
yang dilakukan si pelaku atas perbuatan pencabulannya.
Adanya

niat

yang

terkandung

dalam

hati

pelaku

dandikehendaki secara sadar atas apa yang dilakukannya, dengan
segala macam bujukan, rayuan hingga sampai pada ancaman
kekerasan yang mengakibatkan cideranya anak korban tersebut
merupakan alasan pemberat penjatuhan pidana dalam tindak pidana
pedophilia sebagaimana yang diatur dalam UU Perlindungan Anak.
Sebagai ketentuan waktu pemuasan seksualnya yaitu pada saat anak
tersebut lengah dengan segala macam bujuk dan rayuan akan diberi
sesuatu untuk menggoda anak tersebut dan merasa ketakutan karena
adanya ancaman paksaan untuk melayani nafsunya, dengan ancamanancaman ringa hingga pada ancaman kekerasan, bahkan sampai tega
akan membunuhnya jika nafsunya tidak dilayani dan mengancam agar
perbuatan pelaku tersebut tidak diadukan atau diceritakan kepada
orang tua korban,teman ataupun orang lain.
2.

Sanksi Pidana Denda

Universitas Sumatera Utara

42

Pidana denda itu merupakan jenis pidana pokok yang ketiga
di dalam hukum pidana Indonesia yang pada dasarnya hanya dapat
dijatuhkan bagi orang-orang dewasa. 72
Pidana denda dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak “....
dan denda paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan
paling sedikit Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah)” dijatuhkan
terhadap pelaku tindak pidana pedophilia berdasarkan putusan hakim
adalah bermaksud untuk biaya pengobatan korban yang terciderai
kehormatannya. Tidak hanya cidera fisik yang akan dialami oleh
korban, termasuk juga psikologisnya yang sangat berpengaruh bagi
masa depan korban karena dapat menyebabkan trauma yang
mendalam bagi korban.
C.

Ketentuan Hukum Baru Terhadap Perlindungan Anak Pasca Lahirnya
UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Perlindungan Anak
Pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu undang-undang yang

bersifat nasional yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan terhadap
anak, yaitu UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.Namun UU
Perlindungan Anak (khususnya tentangpenyimpangan seksual terhadap anak)
dirasa masih kurang keberadaannya. Dimana kurang adanya ketegasan terhadap
sanksi yang dikenakan kepada pelakubilamana korbannya adalah seorang anakanak. Dimana bagi anak itu sendiri,setiap kejadian (kejahatan) yang dialami dapat

72

Marlina, Op.cit., hlm. 112

Universitas Sumatera Utara

43

mempengaruhi keadaan jiwa serta perilaku anak disaat anak tumbuh menjadi
dewasa.
Kejahatan seksual terhadap anak merupakan salah satu kejahatan
terhadap anak yang menjadi perhatian publik yang akhir-akhir ini banyak terjadi
di sekeliling kita, bahkan terkadang dilakukan oleh orang-orang yang dekat
dengan sang anak yang selama ini kita tidak pernah sangka-sangka, seperti
kejahatan seksual yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya (baik ayah
kandung maupun ayah angkat), bahkan pada tahun 2014 ada kasus yang
menggemparkan dunia pendidikan yakni adanya kejahatan seksual yang terjadi
disalah satu sekolah yang konon kabarnya "bertaraf internasional" yang "diduga"
dilakukan oleh oknum pendidik, serta masih banyak kasus kejahatan seksual
lainnya yang terjadi diberbagai pelosok nusantara. 73
Tindak pidana pedophilia awalnya dianggap tabu dan menjadi aib yang
luar biasa, namun seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi,pedophilia
sudah dianggap sesuatu hal yang tidak tabu lagi. Bahkan pelaku tindak pidana
pedophilia, adalah pelaku-pelaku yang mempunyai trauma masa lalu.
Pelaku kejahatan seksual pada tahun 1996 yang terjadi di Jakarta yang
dilakukan oleh Robot Gedek yang menyodomi 8 (delapan) orang anak dan
selanjutnya membunuh anak-anak tersebut dan dari pengakuannya Robot Gedek
mengaku puas dan merasa tak bersalah dan tidak takut masuk penjara apalagi

73

PN Palopo, “Paradigma Baru Hukum Perlindungan Anak” Op.cit., (diakses 5 Maret

2016, pukul 2:43 WIB)

Universitas Sumatera Utara

44

dosa. Semua itu dilakukan demi kepuasaan seksnya dan pelaku mengaku pusing
kepala apabila dalam sebulan tidak melakukan perbuatan tersebut. 74
“Robot telah hidup di jalanan semenjak dia umur empat tahun. Selama
hidup di jalanan itulah dia berhadapan dengan kekerasan. Sewaktu usianya
masih belia Robot Gedek seringkali menerima cacian, penghinaan, pukulan,
tendangan dari orang tuanya dan dari orang dewasa lain yang berada di
sekitarnya. Selain sering mendapat serangan fisik, pada masa kecilnya,
Robot Gedek juga sering mendapat serangan seksual dari orang dewasa,
diperkosa dan disodomi secara brutal.” 75
Kasus lain yang tidak kalah hebohnya terjadi pada tahun 2014 dimana
jumlah korban pedophiliadengan pelaku Andri Sobari alias Emon (24 tahun),
telah mencapai 110 anak. Robot Gedek dan Emon mempunyai trauma masa lalu
dalam hal pelecehan seksual. Keduanya menjadi korban tindak pidana pedophilia
pada masa lalunya, yang mengakibatkan terbentuk dalam alam bawah sadar suatu
sindrom libido yang menempatkan orang dewasa selain pemilik cinta dan kasih
sayang, juga sebagai pemilik kekuasaan. Kekuasaan itulah yang dipahami oleh
Emon

dan Robot Gedek sebagai representasi kasih sayang seksual terhadap

anak. 76

Maraknya kasus-kasus kejahatan seksual tersebut menjadi perhatian
publik, sehingga publik pun mendesak agar hukuman bagi pelaku kejahatan
seksual khususnya tindak pidana pedophilia lebih diperberat dan ketentuan
minimalnya dinaikkan.
74

Anonim, “Kasus Sodomi Robot Gedek.” Diterbitkan

pada tahun

2009:

http://www.museum.polri.go.id/lantai2_gakkum?robotgedek.html(diakses 5 Maret 2016, pukul
7:48 WIB)
75

Abdi Husairi Nasution, “Seks Yang Aneh.” Diterbitkan pada tahun 2010:
http://id.shvoong.com/society-and-news/culture/2006554-seks-yang-aneh/ (diakses 5 Maret 2016,
pukul 9:35 WIB)
76
Ismantoro Dwi Yuwono, Op.cit., hlm. 87-88

Universitas Sumatera Utara

45

Undang-undang Perlindungan Anak yang lama (UU No. 23 Tahun
2002) menetapkan ancaman pelaku tindak pidana pedophilia hanya diancam
dengan pidana maksimal 15 (lima belas) tahun, minimal 3 (tiga) tahun dan denda
maksimal Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan minimal Rp60.000.000,(enam puluh juta rupiah), sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas UU Perlindungan Anak diubah dengan ancaman
pidana maksimal 15 (lima belas) tahun, minimal 5 (lima) tahun dan denda
maksimal sebanyak Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Yang lebih khusus
dalam undang undang ini adalah jika pelaku pemerkosaan atau pencabulan
dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga pendidik
maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga). Sebagaimana yang tertuang dalam
Pasal 82 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Perlindungan Anak,
yaitu:

“(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan,
maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).”
Pasal 76E UU Perlindungan Anak 2014, yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan,
atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul.”

Universitas Sumatera Utara

46

Pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap
anak khususnya tindak pidana pedophilia dalam UU No. 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas UU Perlindungan Anak bertujuan untuk memberikan efek jera,
serta mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis
dan sosial anak.

Universitas Sumatera Utara