Pembuatan Tablet Ekstrak Temulawak Dengan Menggunakan Beberapa Jenis Bahan Pengembang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah
satujenis temu-temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional. Temulawak merupakan sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku
industri (kosmetika), maupun dibuat dibuat makanan atau minuman segar.
Temulawak mempunyai khasit laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum dan
diuretik. Minyak atsiri temulawak juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis
jamur dan bakterisostatik pada mikroba Staphylococcus sp. Dan Salmonella sp
(Dalimartha, 2000).
2.1.1 Sistematika tumbuhan


Kingdom

: Plantae




Divisi

: Spermatophyta



Kelas

: Monocotyledoneae



Ordo

: Zingiberales



Famili


: Zingiberaceae



Genus

: Curcuma



Spesies

: Curcuma xanthorrhiza Roxb.(Dalimartha, 2000)

2.1.2 Morfologi tumbuhan
Temulawak merupakan terna berbatang semu tinggi kurang lebih 2 m.
Berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna,
bercabang-cabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap tanaman mempunyai daun 2

5


Universitas Sumatera Utara

sampai 9 helai. Berbentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, berwarna
hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap. Panjang 31 cm sampai 84 cm,
lebar 10 cm sampai 18 cm, panjang tangkai daun (termasuk helaian) 43 cm
sampai 80 cm lebih. Perbungaan lateral, tangkai ramping, berambut 10 cm sampai
37 cm, sisik berbentuk garis, berambut halus, panjang 4 cm sampai 12 cm, lebar 2
cm sampai 3 cm. Bentuk bulir bulat memanjang, panjang 9 cm sampai 23 cm,
lebar 4 cm sampai 6 cm, berdaun pelindung banyak, panjangnya melebihi atau
sebanding dengan mahkota bunga, berbentuk bundar telur sungsang sampai
bangun jorong, berwarna merah, ungu atau putih dengan sebagian ujungnya
berwarna ungu, bagian bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjang 3 cm
sampai 8 cm, lebar 1,5 cm sampai 3,5 cm. Kelopak bunga berwarna putih
berambut, panjang 8 mm sampai 13 mm. Mahkota bunga berbentuk tabung
dengan dengan panjang keseluruhan 4,5 cm, tabung berwarna putih atau
kekuningan 2 cm sampai 2,5 cm, helaian bunga berbentuk bundar telur atau
memanjang, berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah,
panjang 1,25 cm sampai 2 cm, lebar 1 cm. Bibir berbentuk bundar atau bundar
telur sungsang, berwarna jingga dan kadang-kadang pada tepinya berwarna

merah, panjang 14 cm sampai 18 cm, lebar 14 mm sampai 20 mm, benang sari
berwarna kuning muda, panjang 12 mm sampai 16 mm, lebar 10 mm sampai 15
mm, tangkai sari, panjang 3 mm sampai 4,5 mm, lebar 2,5 mm sampai 4,5 mm.
Kepala sari berwarna putih, panjang 6 mm, tangkai putik panjang 3 mm sampai 7
mm, buah berbulu 2 cm panjangya (Depkes RI, 1979).

6

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Nama daerah
Nama daerah tumbuhan ini, di Sumatra adalah temu lawak (Melayu),
sedangkan di Jawa di kenal dengan nama koneng gede (Sunda), temu lawak
(Jawa), temo labak (Madura) (Depkes RI, 1979).
2.1.4 Kandungan kimia
Temulawak terdiri mengandung pati dan minyak atsiri (3-12%),berupa
cairan berwarna kuning atau kuning jingga, berbau aromatik tajam, terdiri
dariisofuranogermakren,

trisiklin,


allo-aaromadendren,

germakren,

dan

xanthorrhizoldan ar-turmeron, kurkumin, desmetoksi protein, lemak, karbohidrat,
serat kasar, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan, dan kadmium
(Akbar, 2015). Fraksi kurkuminoid mempunyai aroma yang khas, tidak toksik,
terdiri

dari

kurkumin

yang

mempunyai


aktifitas

antiradang

dan

desmetoksikurkumin (Dalimartha, 2000).
2.1.5 Kegunaan rimpang temulawak
Rimpang temulawak digunakan untuk pengobatan dan mengatasi radang
hati (hepatitis), sakit kuning (jaundice), radang ginjal, radang kronis kandung
empedu ( kolesistitis kronik), meningkatkan aliran empedu ke saluran cerna, perut
kembung, tidak nafsu makan (anoreksia) akibat kekurangan cairan empedu,
demam, pega linu, rematik, memulihkan kesehatan setelah melahirkan, sembelit,
diare, batu empedu (kolelitiasis), kolesterol darah tinggi (hiperkolesterolemia),
haid tidak lancar, flek hitam dimuka, jerawat, wasir dan produksi ASI sedikit
(Dalimartha, 2000).

7

Universitas Sumatera Utara


2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penerikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain.
Adapun metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, terdiri dari :
1.

Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus
menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan (Ditjen
POM RI, 2000)
2.

Cara Panas
a. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penagas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-78°C)
selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM RI, 2000).

8

Universitas Sumatera Utara

b. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM RI, 2000).
c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50°C.
d. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM RI,
2000).
e. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga ekstraksi sempurna (Ditjen POM RI, 2000).

2.3 Uraian Sediaan Tablet
2.3.1

Defenisi tablet
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat biasanya dibuat


dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat
berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, dayahancur dan

9

Universitas Sumatera Utara

dalam aspek lain tergantung pada cara pemakaian tabletdan metode pembuatannya
(Ansel, 2005).
Defenisi tablet menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah sediaan
padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau
sirkuler, kedua permukaannya rata atau, cembung, mengandung satu jenis obat
atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat
berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat
pembasah atau zat lain yang cocok (Ditjen POM RI, 1979).
MenurutBanker dan Anderson (1994), tablet yang dinyatakan baik harus
memenuhi syarat, yaitu :1) Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap
pengaruh mekanis selama proses produksi, pengemasan, dan distribusi, 2) Bebas
dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dan sisi-sisi tablet, 3) Dapat
menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang terkandung

didalamnya, 4) Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga
memberikan efek pengobatan seperti yang dikehendaki.
2.3.2. Bahan-bahan tambahan pada setiap tablet
1. Bahan pengisi
Bahan pengisi ditambahkan untuk mendapatkan berat yang diinginkan.
Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria:1) Harus nontoksik dan dapat
memenuhi peraturan-peraturan dari negara dimana produk itu dipasarkan, 2)
Harus tersedia dalam jumlah yang cukup, 3) Harganya relatif murah, 4) Secara
fisiologi harus inert dan netral, 5) Harus stabil secara fisik dan kimia, baikdalam
kombinasi maupun dengan berbagai obat atau komponen tablet lainnya, 6.Harus
bebas dari segala jenis mikroba (Banker dan Anderson, 1994).

10

Universitas Sumatera Utara

Bahan pengisi misalnya golongan gula (laktosa, sukrosa, manitol,
sorbitol), golongan amylum, golongan organik dan anorganik (bolus alba.
Kalsium sulfat, natrium sulfat, natrium klorida, magnesium karbonat), avicel,
aerosil, emdex, encompres (Soekemi, dkk. 1987).
2. Bahan pengikat
Penambahan bahan pengikat dalam formulasi tablet adalah untuk mengikat
komponen-komponen tablet untuk dijadikan granul dengan ukuran yang sama dan
bentuk yang spheris setelah dipaksakan melewati ayakan. Dengan adanya bahan
pengikat, komponen tablet akan mudah dibentuk menjadi granul, sehingga akan
mudah dalam pencetakan. Ada 4 macam bentuk bahan pengikat yang dipakai pada
pembuatan tablet yaitu:
a.

Bentuk yang larut atau yang terdispersi dalam air.
Biasanya dipakai dalam bentuk sirup atau mucilago. Bahan pengikat ini

lebih efektif diberikan dalam bentuk larutannya dari pada diberikan dalam bentuk
kering kemudian dibasahi.
b.

Bahan yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik.
Digunakan untuk pembuatan tablet dengan cara granulasi basah terhadap

obat yang mengalami kerusakan karena pengaruh lembab, misalnya vitamin C,
vitamin B1, folia digitalis. Contohnya polivinil pirolidon dalam pelarut alkohol
atau alkohol air.
c.

Bentuk kering.
Biasanya digunakan dalam bentuk granul-granul yang telah disempurnakan.

Fungsinya selain sebagai bahan pengikat juga berfungsi sebagai bahan pengisi,

11

Universitas Sumatera Utara

penghancur, dan ada kalanya sebagai pelicin dalam suatu formula tablet.
Contohnya avicel, emdex.
d.

Bentuk cairan.
Digunakan terhadap bahan yang tidak tahan lembab dan pemanasan yang

cukup tinggi atau untuk membuat granul yang daya kohesinya tidak begitu besar.
Misalnya untuk membuat tablet larut dan tablet effervescent. Contohnya
isopropanol.
Bahan-bahan pengikat yang sering digunakan ialah amilum , gelatin, gom
arab, polivinil pirolidon, CMC Na, dekstrosa, laktosa dll ( Soekemi, dkk. 1987).
3. Bahan pengembang
Penambahan bahan pengembang untuk memecahkan tablet menjadi
partikel-partikel kecil sehingga luas permukaan diperbesar dan absorbsi
dipermudah. Beberapa mekanisme hancurnya tablet akibat pengaruh penghancur.
1.

Mengembangnya bahan penghancur
Bahan penghancur dalam air akan mengembang maka akan terjadi tekanan

dari dalam tablet sehingga tablet pecah. Contohnya amylum, sellulosa, Gom arab,
Alginat.
2.

Terbentuknya gas CO2
Mekanisme ini terjadi pada tablet effervesecent yang dalam formulasinya

terdapat kombinasi asam sitrat atau assam tartrat dengan basa karbonat ataupun
basa bikarbonat.
3.

Terbentuknya gas Oksigen
Gas oksigen yang terjadi adalah hasil reaksi dari senyawa magnesium

peroksida.

12

Universitas Sumatera Utara

Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan pengembang dapat dibagi menjadi 5
golongan yaitu:
1.

Amilum
Amilum yang banyak dipakai sebagai pengembang adalah amilum manihot,

amilum solani dan amilum maydis, tetapi yang sering dipakai adalah amylum
manihot dengan konsentrasi 5-15%.
2.

Gom
Baik gom sintetis maupun gom alam digunaka sebagai bahan pengembang

disebabkan sifatnya yang mengembang dalam air. Tetapi bahan-bahan ini
mempunyai satu sifat yang kurang baik yaitu cenderung nenjadi adhesif bila
dibasahi.biasanya dipakai dengan konsentrasi 1-10%.
3.

Derivat sellulosa
Contohnya metil sellulosa, Na. CMC, mikrokristalin sellulosa (avicel)

merupakan bahan pengembang yang baik dengan konsentrasi 25% atau lebih,
dapat ditambahkan dalam bentuk keringnya untuk pencetakan secara langsung.
Tetapi oleh karena harganya yang mahal jarang digunakan.
4.

Alginat
Contohnya asam alginat, natriun alginat dipakai dengan konsentrasi 5-10%

5.

Clays
Bentonite, veegum (Soekemi, dkk. 1987).

4.

Bahan Pelicin
Bahan pelicin berfungsi sebagai pelincir, anti lekat dan mengurangi gesekan

antara butir-butir granul. Sebagai pelincir diharapkan dapat mengurangi gesekan
antara dinding die, pada saat tablet ditekan keluar. Anti lekat bertujuan untuk

13

Universitas Sumatera Utara

mengurangi melengket atau adhesi bubuk atau granul pada permukaan punch atau
dinding die. Pelicin ditujukan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan
jalan mengurangi gesekan diantara partikel-partikel.
Bahan –bahan yang digunakan untuk pelicin atau pemacu aliran adalah
talkum konsentrasi 1-5%, tepung jagung 5-10% atau magnesium stearat 1 %
(Voigt, 1995).
2.3.3. Metode pembuatan sediaan tablet
1. Cetak langsung
Cetak langsung adalah pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat
dan bahan pembantu tanpa proses awal. Cara ini hanya dilakukan untuk bahanbahan tertentu saja yang berbentuk kristal/butir-butir granul yang mempunyai
sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet yang baik.
Keuntungan utama dari cetak langsung ini adalah untuk bahan obat yang
peka lembab dan panas karena stabilitasnya akan terganggu akibat pekerjaan
granulasi, tetapi dapat dibuat menjadi tablet. Hanya sedikit bahan obat yang
mampu dicetak secara langsung, seperti ammonium bromida, heksaamin (Voigt,
1995).
2. Granulasi kering
Granulasi kering juga slugging atau prekompresi. Cara ini tepat untuk
tabletasi zat-zat yang peka suhu atau bahan obat yang tidak stabil dengan adanya
air. Obat dan bahan pembantu dicetak terlebih dahulu, artinya mula-mula dibuat
tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tentu, selanjutnya terjadi
penghancuran tablet yang dilakukan dalam mesin penggranul kering, atau dalam

14

Universitas Sumatera Utara

hal yang sederhana dilakukan langsung diatas sebuah ayakan. Granulat yang
dihasilkan kemudian dicetak dengan takaran yang dikehendaki (Voigt, 1995).
3. Granulasi basah
Pada teknik granulasi basah memerlukan langkah-langkah pengayakan,
penyampuran dan pengeringan. Pada granulasi basah, granul dibentuk dengan
jalan mengikat serbuk dengan bahan pengikat. Teknik ini membutuhkan larutan,
suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanyaditambahkan
kecampuran serbuk.
Cara penambahan bahan pengikat tergantung pada kelarutannya dan
tergantung pada komponen campuran, karena massa hanya sampai konsistensi
lembab bukan basah seperti pasta, maka bahan yang ditambahkan tidak boleh
berlebihan.
Pada proses pengayakan, mengubah massa lembab menjadi kasar,
gumpalan-gumpalan granul dengan melewatkan masa pada ayakan. Tujuannya
agar granul lebih kompak, meningkatkan luas permukaan untuk memudahkan
pengeringan. Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah
untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalangumpalan granul untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optium
(Banker dan Anderson, 1994).

15

Universitas Sumatera Utara