Analisis Efisiensi Penggunaan Input Produksi Pada Usahatani Cabai Merah (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Botani Cabai Merah
Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis cabai yang
mempunyai daya adaptasi tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang baik
di dataran rendah maupun dataran tinggi, di lahan sawah maupun lahan tegalan.
Sifat inilah yang menyebabkan tanaman cabai dapat dijumpai hampir di semua
daerah. Cabai merah berasal dari Mexico, sebelum abad ke-15 spesies ini lebih
banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar tahun 1513 Columbus
membawa dan menyebarkan cabai merah dan diperkirakan masuk ke Indonesia
melalui pedagang dari Persia ketika singgah di Aceh.
Menurut Kusandriani (1996), klasifikasi tanaman cabai merah adalah sebagai
berikut.
Kingdom

: Plantae


Dividi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Subkelas

: Sympetalae

Ordo

: Tubiflorae (solanales)


Famili

: Solanaceae

Genus

: Capsicum

Species

: Capsicum annum L.

6

Universitas Sumatera Utara

7

Cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu,

banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk
tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau
gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun
mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun
oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya.bentuk
buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan bisa
mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil tapi pedas, cabai
paprika yang berbentuk seperti buah apel, dan bentuk-bentuk cabai hias lain yang
banyak ragamnya. Cabai berakar tunggang, terdiri atas akar utama dan akar lateral
yang mengeluarkan serabut dan mampu menembus kedalam tanah hingga 50 cm
dan melebar sampai 45 cm (Agromedia, 2008).
Komoditas cabai merah saat ini merupakan salah satu komoditas andalan petani
sayuran di Indonesia karena dapat ditanam pada berbagai lahan, tidak mengenal
musim tanam, dapat dijual dalam bentuk segar maupun olahan, serta mempunyai
nilai sosial ekonomi yang tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A
dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa
pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah
(bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk
kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar. Tanaman cabai cocok
ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang, serta tidak tergenang

air, pH tanah yang ideal sekitar 5-6. Waktu tanam yang baik untuk lahan kering
adalah pada akhir musim hujan (Maret-April). Untuk memperoleh harga cabai
yang tinggi, bisa juga dilakukan pada bulan Oktober dan panen pada bulan

Universitas Sumatera Utara

8

Desember, walaupun ada risiko kegagalan. Tanaman cabai diperbanyak melalui
biji yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit.
Buah cabai yang telah diseleksi untuk bibit dijemur hingga kering. Kalau
panasnya cukup dalam lima hari telah kering kemudian baru diambil bijinya.
Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg buah cabai (300-500 gr biji)
(Sugiarti, 2003).
Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran (hortikultura) yang banyak
digemari masyarakat Indonesia dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sesuai
dengan namanya, cabai merah memiliki warna kulit buah yang merah sewaktu
buah sudah tua dan masak. Bentuk buahnya silindris dan mengecil ke arah ujung
buah. Ciri dari jenis sayuran ini rasanya pedas dan aromanya khas dimasak atau
dikonsumsi mentah, sehingga sayuran bagi orang-orang tertentu dapat

membangkitkan selera makan. Selain itu, cabai merah mengandung vitamin,
khususnya vitamin C. Meskipun cabai merah bukan bahan pangan utama bagi
masyarakat kita, namun komoditi ini tidak dapat ditinggalkan, harus tersedia
setiap hari dan harus dalam bentuk segar. Ketersediannya secara teratur setiap hari
bagi ibu rumah tangga menjadi suatu keharusan. Meningkatnya harga cabai merah
atau kelangkaan pasokan di pasaran mendapat reaksi sangat cepat dari masyarakat
dan insan pers. Oleh sebab itu penyediaan cabai merah dalam bentuk segar setiap
hari sepanjang tahun perlu dirancang secara baik (Santika, 2001).
Sebagai salah satu komoditi pertanian yang sangat populer di kalangan
masyarakat, cabai merupakan komoditas andalan bagi petani di Indonesia. Cabai
merah adalah sayuran buah semusim yang termasuk dalam family terung-terungan

Universitas Sumatera Utara

9

(Solanaceae). Dinamakan Cabai merah dikarenakan cabai ini memiliki buah yang
besar dengan warna merah. Di Indonesia sendiri, ada banyak nama-nama lokal
yang beredar di masyarakat, misalnya di Jawa, dikenal dengan nama Lombok atau
Lenkreng, Campli (Sumatera), Capli (Aceh), Lacina (Batak Karo), Cabi

(Lampung), dan masih banyak lagi nama cabai yang lainnya. Cabai merah ini
terdiri dari beberapa macam diantaranya cabai keriting, cabai tit/ cabai super,
cabai hot beauty, dan cabai merah lainnya (Tosin dan Nurma, 2010).
Berdasarkan tingkat kepedasannya cabai dikelompokkan kedalam empat golongan
berdasarkan aturan pasar internasional. Cabai berdasarkan tingkat kepedasannya
dibagi menjadi cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas, kepedasan
pertengahan, kepedasan kurang dan tidak pedas. Masing-masing kelompok cabai
memiliki bentuk fisik serta kegunaan yang berbeda-beda (Suyanti, 2007).
2.1.2Luas Lahan
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha ini pada
akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.
Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan
semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada
segi efisiensi akan berkurang (Soekartawi, 2002).
2.1.3 Pupuk
Pupuk merupakan sumber hara yang berfungsi sebagai input produksi untuk
mesin biologis yang sangat menentukan kinerja tanaman agar dapat berproduksi
dengan optimal. Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman salah


Universitas Sumatera Utara

10

satunya adalah menurunnya (degradasi) tingkat kesuburan tanah, terutama
menurunnya kandungan bahan organik tanah dari musim ke musim yang tidak
bisa digantikan peranannya oleh pupuk anorganik. Upaya mempertahankan dan
meningkatkan produktivitas tanah antara lain dengan pemberian bahan organik
(Bahua, 2014).
Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah
terutama agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan tanaman itu
sendiri. Pemupukan tanaman muda sangat penting agar tanaman tumbuh subur
dan sehat sehingga dapat mulai berproduksi pada umur yang normal
(Tim Bina Karya Tani, 2008).
Menurut Anonimous (2015), pupuk kandang yang diperlukan untuk satu hektar
lahan penanaman cabai adalah sebanyak 20-30 ton, tergantung kondisi kesuburan
tanahnya. Pupuk kimia yang diberikan adalah ZA dengan dosis 650 kg/ha, Urea
dengan dosis 250 kg/ha, Sp 36 dengan dosis 500 kg/ha, dan KCI dengan dosis 400
kg/ha. Keempat jenis pupuk ini diberikan pada umur tanaman 2,6, dan 9 minggu
dengan masing-masing sepertiga dosis.

Menurut Tarigan dan Wahyu (2003), dosis pupuk, baik pupuk kandang maupun
pupuk kimia yang diberikan untuk tanaman cabai hibrida adalah Pupuk Kandang
sebanyak 30 ton/ha, ZA sebanyak 250 kg/ha, Urea sebanyak 200 kg/ha, TSP
sebanyak 800 kg/ha, KCl sebanyak 270 kg/ha dan Borat sebanyak 18 kg/ha.

Universitas Sumatera Utara

11

2.1.4 Pestisida
Pestisida merupakan pilihan utama cara mengendalikan hama, pentakit dan gula,
karena dapat membunuh langsung jasad pengganggu. Kemanjurannya dapat
diandalkan,penggunaannya

mudah,

tingkat

keberhasilannya


tinggi,

ketersediaannya mencukupi dam mudah didapat serta biaya relatif murah.
Pestisida merupakan salah satu hasil teknologi modern karena mempunyai
peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini terbukti di
beberapa negara sedang berkembang produksi pertanian melimpah, namun
kesehatan masyarakat terjaga dengan cara yang tepat dan aman. Di sisi lain
apabila pestisida pengelolaannya tidak baik maka dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap beberapa aspek kehidupan yang pada akhirnya langsung ataupun
tidak langsung berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia (Panut,
2004).
Berdasarkan hama sasarannya, pestisida dapat digolongkan menjadi beberapa
jenis, yaitu:
1.

Insektisida
Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi hewan
serangga, seperti ulat, semut, belalang, lalat, kecoa, nyamuk, wereng dan
sebagainya. Contohnya adalah basmion, basudin, diazinon, tiodan, timbel
arsenat dan propoksur.


Universitas Sumatera Utara

12

2.

Nematisida
Nematisida adalah jenis pestisida untuk membasmi hama cacing. Hama ini
sering merusak bagian umbi tanaman atau akar. Contohnya adalah oksamil
dan natrium metam.

3.

Rodentisida
Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas binatang
pengerat, contohnya adalah tikus. Contoh rodentisida adalah warangan
(senyawa arsen) dan thalium sulfat.

4.


Herbisida
Herbisida adalah pestisida untuk membasmi tumbuhan liar atau gulma
pengggangu tanaman. Contohnya adalah amonium sulfonat, pentaklorefenol,
gramoxone dan totacol.

5.

Fungisida
Fungisida merupakan jenis pestisida yang digunakan untuk memberantas
fungi atau jamur. Contohnya adalah natrium dikromat, timbel (I) oksida,
tembaga oksiklorida dan carbendazim (Panut, 2004).

2.1.5Tenaga Kerja
Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja.
Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan
tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja
yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan
mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan pula
menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang diperlukan. Biasanya
usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan

Universitas Sumatera Utara

13

tidak perlu tenaga kerja ahli (skilled). Sebaliknya pada usaha pertanian skala besar
lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan cara sewa dan
sering dijumpai diperlukannya tenaga kerja yang ahli, misalnya tenaga kerja yang
mampu mengerjakan traktor, dan sebagainya.

Selanjutnya dalam analisa

ketenagakerjaan juga diperlukan pembedaan tenaga kerja pria, wanita, anak-anak,
dan ternak. Pembedaan tentang hal ini terjadi karena setiap jenis tahapan
pekerjaan dalam suatu usaha pertanian adalah berbeda dan juga faktor kebiasaan
juga menentukan (Soekartawi, 2002).
2.1.6Bibit
Bibit adalah salah satu input produksi pertanian yang sangat terkait dengan
ketahanan pangan keluarga, komunitas, dan ketahanan pangan nasional. Bibit
merupakan mata rantai pertama dari keseluruhan mata rantai pangan, oleh karena
itu kebebasan petani untuk memperoleh akses pada bibit tidak hanya syarat
penting bagi terjaminnya kelestarian pangan suatu negara (Soekartawi, 1993).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Fungsi Produksi
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara tingkat
produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk
menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Fungsi produksi
menunjukkan sifat hubungan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang
dihasilkan. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa 1 input produksi seperti tenaga
kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya
sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah dan teknologi dianggap
tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2005).

Universitas Sumatera Utara

14

Dalam melakukan usaha pertanian seorang petani akan selalu berfikir bagaimana
mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat memperoleh produksi yang
maksimal. Cara pemikiran demikian wajar mengingat petani melakukan konsep
memaksimukan keuntungan (profit maximization). Di lain pihak, manakala petani
dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, maka mereka
mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala biaya
usahataninya yang terbatas. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana
memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menekan produksi sekecil-kecilnya
(Soekarwati, 1990).
Dengen pendekatan di atas, maka dapat digunakan konsep hubungan antara input
produksi yang digunakan petani petani dengan output yang dihasilkannya. Hubungan
fisik antara input dan output sering disebut dengan fungsi produksi. Secara
matematika dinyatakan sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)
Di mana : Y
X1….Xn

: Produk yang dihasilkan (variabel dependen)
: Faktor produksi yang dipakai menghasilkan Y (variabel
independen)

Fungsi produksi merupakan jumlah output maksimum yang diperoleh dari
sekumpulan input tertentu atau hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y)
dan variabel yang menjelaskan (x). Hubungan fungsional antar input dan output dapat
dilihat pada hubungan rata-rata (PR), produk marginal (PM), dan produk total (PT)
(Soekartawi, 1990).

Universitas Sumatera Utara

15

2.2.2 Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Menurut Daniel

(2002), apabila sebaran data memenuhi hukum

Diminishing Returns (LDR),

Law of

maka dipakai fungsi produksi Cobb-Douglas.

Pertambahan input, tidak selamanya akan menyebabkan pertambahan output.
Apabila sudah jenuh (setelah melewati titik maksimum) maka pertambahan hasil
akan semakin kecil. Dalam hukum ekonomi kejadian

ini disebut Law of

Diminishing Returns.
Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua
atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang
dijelaskan, (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan,
(X). Penyelesaian hubungan anatara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu
variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Dengan demikian, kaidahkaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas
dapat dituliskan seperti :
Y = aX1b1X2b2 …Xnbneu

(1)

Bila fungsi Cobb-Douglass tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka
Y = f(X1,X2,…,Xi,…,Xn),
Di mana:

(2)

Y = Variabel yang dijelaskan
X = Variabel yang menjelaskan
a,b = besaran yang akan diduga
u

= kesalahan (disturbance term), dan

e

= logaritma natural, e = 2,718

Universitas Sumatera Utara

16

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan 1, maka persamaan tersebut
diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan
tersebut. Untuk memudahkan penjelasan, maka persamaan (1) ditulis kembali,
yaitu:
Y = aX1b1X2b2eu

(3)

Logaritma dari persamaan di atas adalah:
Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + v

(4)

Persamaan (4) dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda.
Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 dan b2 tetap walau variabel yang
terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada
fungsi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y
(Soekartawi, 2002).

2.2.3 TheLaw of Diminishing Return
Kenaikan hasil yang semakin berkurang (Law of diminishing return) merupakan
suatu hasil yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut
menjelaskan sifat pokok dari perkaitan antara tingkat produksi dan input produksi
yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Law of diminishing return
(LDR) menyatakan apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terusmenerus ditambah sebanyak 1 unit, maka mulanya produksi total akan semakin
banyak pertambahannya, tetapi sesudah sesudah mencapai tingkat tertentu
produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai negatif
dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia
mencapai tingkat maksimum kemudian menurun (Sukirno, 2005).

Universitas Sumatera Utara

17

Y

PT

Y

X
EP > 1
I

1>EP>O

EP < 0

II

III

PR
X
PM
Gambar 2.1Elastisitas Produksi dan Daerah-daerah Produksi

Gambar di atas menunjukkan hubungan antar produk total (PT), produk marginal
(PM) dan produk rata-rata (PR), elastisitas produk (EP) yang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Ep = 1 bila PR mencapai maksimum atau bila PR sama dengan PM-nya.
Sebaliknya, bila PM = 0 dalam situasi PR sedang menurun, maka Ep = 0
b. Ep > 1 bila PT menaik pada tahapan “increeasing rate” dan PR juga
menaik di daerah I. Di sini petani masih mampu memperoleh sejumlah

Universitas Sumatera Utara

18

produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumblah input masih
ditambahkan.
c. Nilai Ep lebih besar dari nol tetapi lebih kecil dari satu atau 1 < Ep < 0.
Dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi
secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa sepeti
ini terjadi di daerah II, di mana pada sejumlah input yang diberikan maka
PT tetap menaik pada tahapan “decreasing rate”.
d. Selanjutnya nilai Ep < 0 yang berada di daerah III; pada situasi yang
demikian PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR
dalam keadaan menurun. Dalam situasi Ep < 0 ini maka setiap upaya
untuk menambah sejumblah input tetap akan merugikan bagi petani yang
bersangkutan (Soekartawi,1993).
2.2.4 Efisiensi
Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi
kalau petani mampu membuat suatu upaya kalau nilai produk marginal (NPM)
untuk suatu input sama dengan harga input tersebut; atau dapat dituliskan:
NPMx = Px ; atau
���/�� = 1

di mana :NPM = Nilai Produksi Marginal
Px

= Harga Input

Universitas Sumatera Utara

19

2.2.5 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan skripsi Romedina Banjarnahor (2013) dengan judul “Analisis
Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Tanaman Kopi di Kabupaten
Dairi” didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa luas lahan, tenaga
kerja dan jenis kopi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi kopi
pada taraf signifikansi � = 1%. Umur pohon berpengaruh negatif dan signifikan,
sedangkan pupuk berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi

kopi. Nilai efisensi teknis adalah sebesar 0,694 maka dapat dikatakan bahwa
usahatani kopi di Kabupaten Dairi tidak efisien secara teknis sehingga perlu
pengurangan penggunaan faktor produksi. Nilai efisiensi ekonomi adalah sebesar
25,975 yang berarti usahatani kopi di Kabupaten Dairi tidak efisien secara
ekonomi sehingga perlu penambahan penggunaan faktor produksi. Selain itu,
terdapat perbedaan produksi kopi arabika yang lebih tinggi sebesar 2743,417
dibandingkan produksi kopi robusta.
Berdasarkan skripsi Daniel Siahaan yang berjudul “Analisis Efisiensi Penggunaan
Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L), (Kasus : Desa
Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo) “, didapatkan bahwa hasil
analisis data diperoleh nilai signifikansi F – hitung 0,000 < 0,005 yang
menunjukkan bahwa secara bersama – sama faktor produksi yakni luas lahan
(X1), bibit (X2), tenaga kerja (X3), pupuk (X4), pestisida(X5) berpengaruh nyata
terhadap hasil produksi cabai merah, sedangkan secara parsial hanya variabel luas
lahan yang berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah. Nilai koefisien
determinasi 0,874 menunjukkan variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh
variabel luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida sebesar 87,4 %.

Universitas Sumatera Utara

20

Tingkat efisiensi teknis mencapai 0,715, tingkat efisiensi harga mencapai 11,3 dan
ekonomis mencapai 0,08. Dengan demikian, penggunaan faktor produksi
usahatani cabai merah di tidak efisien.
2.3 Kerangka Pemikiran
Usahatani cabai merah merupakan salah satu usahatani hortikultura yang memiliki
prospek yang cerah karena merupakan salah satu jenis buah yang sangat digemari
oleh masyarakat. Hal tersebut karena cabai merah dapat memberikan rasa pedas
pada makanan serta bermanfaat sebagai antioksidan dan sumber vitamin c bagi
kesehatan.
Petani sering menambahkan dosis penggunaan pupuk maupun pestisida dengan
harapan dapat meningkatkan produksinya. Hal tersebut terjadi karena petani
belum menentukan batas yang optimum dalm menambahkan input produksi
tersebut. Ketika jumlah pupuk maupun pestisida yang ditambah dengan jumlah
yang tetap namun input lain jumlahnya tetap, belum tentu akan menignkatkan
produksinya. Atau bisa saja akan menurunkan produksinya.
Dalam melakukan kegiatan usahatani, seorang petani harus memikirkan cara agar
dapat menggunakan faktor produksi pupuk dan pestisida seoptimal mungkin.
Dengan tujuan agar mendapatkan produksi yang lebih maksimal. Efisiensi input
produksi artinya adalah usaha-usaha yang dilakukan petani dalam menemukan
kombinasi penggunaan input dalam usahatani sehingga memperoleh hasil yang
maksimal.

Universitas Sumatera Utara

21

Penerimaan seorang petani akan semakin meningkat apabila penggunaan faktor
input produksi telah efisien. Penggunaan input yang efisien akan mengurangi
biaya produksi sehingga pendapatan petani meningkat.
Tingkat efisiensi penggunaan input (pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan bibit)
tercapai pada saat produk marginal sama dengan produk rata-rata, sehingga
elastisitas produksi (EP) = 1. Tingkat efisiensi maksimal apabila nilai produk
marginal sama dengan nilai input produksi. Apabila NPM lebih kecil daripada Px
maka penggunaan harus dikurangi. Sebaliknya, apabila NPM lebih besar daripada
Px maka penggunaan harus ditambahi.

Universitas Sumatera Utara

22

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Input Produksi
1.Pupuk (X1)
2. Pestisida (X2)
3. Tenaga Kerja
4. Bibit

Produksi
Harga Input

Harga Output

Penerimaan
Biaya
Produksi
Pendapatan Bersih

Efisien / Tidak
Efisien

Keterangan:
: menyatakan pengaruh
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

23

2.4 Hipotesis Penelitian
1. Penggunaan input produksi (pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit)
secara parsial dan serempak tidak berpengaruh nyata terhadap hasil
produksi cabai merah di daerah penelitian.
2. Penggunaan input produksi (pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit) pada
usahatani cabai merah di daerah penelitian belum efisien.

Universitas Sumatera Utara