Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

(1)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum Annum L.)

( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

OLEH :

DANIEL S SIAHAAN 110304056 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum Annum L.)

( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

OLEH :

DANIEL S SIAHAAN 110304056 AGRIBISNIS

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir. Kelin Tarigan, M.S) (Ir. Thomson Sebayang, M.T) NIP. 194608021973011001 NIP. 195711151986011001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

ABSTRAK

DANIEL S SIAHAAN (110304056) , dengan judul ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum Annum L.), dibimbing oleh Prof. Dr. Ir Kelin Tarigan, MS dan Ir. Thomson Sebayang, MT

Kabupaten Karo merupakan salah satu sentra penghasil cabai merah terbesar di Sumatera Utara, khususnya Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe dengan luas panen 6.224 ha dan produktivitas mencapai 7,09 ton/ha pada tahun 2013. Luas panen cabai merah di Kabupaten Karo dalam periode 2011 – 2013 lebih besar dibandingkan daerah sentra produksi cabai merah lainnya, yakni Kabupaten Batubara dan Kabupaten Simalungun, namun produktivitasnya paling rendah dibanding kedua kabupaten tersebut.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman cabai merah, untuk menganalisis tingkat efisiensi teknik, harga dan ekonomis usahatani, dan menganalisis profitabilitas yang diperoleh oleh petani di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo. Metode penentuan daerah penelitan ditentukan secara purposive, sementara penentuan sampel dilakukan dengan metode accidental. Data dianalisis dengan analisis regresi berganda melalui fungsi Cobb-Douglas, baik untuk fungsi produksi maupun fungsi biaya. Selanjutnya efisiensi teknik dan harga diestimasi dengan stokastik frontier, sementara efisiensi ekonomis dihitung dari perkalian hasil efisiensi teknis dengan harga.

Dari hasil analisis data diperoleh nilai signifikansi F – hitung 0,000 < 0,005 yang menunjukkan bahwa secara bersama – sama faktor produksi yakni luas lahan (X1), bibit (X2), tenaga kerja (X3), pupuk (X4), pestisida(X5) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah, sedangkan secara parsial hanya variabel luas lahan yang berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah. Nilai koefisien determinasi 0,874 menunjukkan variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variabel luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida sebesar 87,4 %. Tingkat efisiensi teknis mencapai 0,715, tingkat efisiensi harga mencapai 11,3 dan ekonomis mencapai 0,08. Dengan demikian, penggunaan faktor produksi usahatani cabai merah di tidak efisien. Penerimaan rata – rata yang diperoleh petani Rp 78.497.400/MT, pendapatan keluarga Rp 68.448.827,97/MT, dan pendapatan Rp 60.916.989,08/MT.


(4)

RIWAYAT HIDUP

DANIEL S SIAHAAN, lahir di Sianjur pada tanggal 13 Mei 1993. Anak ke empat dari Ayahanda J. Siahaan dan Ibu P.Silalahi.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah :

1. Tahun 1999 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri no 121241 Pematangsiantar dan tamat tahun 2005.

2. Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Pematangsiantar dan tamat tahun 2008.

3. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pematangsiantar dan tamat tahun 2011.

4. Tahun 2011 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri), Melaksanakan PKL (Praktik Kerja Lapangan) di Kelurahan Kampung Lama, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat pada bulan Agustus – September 2014.

5. Melaksanakan penelitian pada bulan Mei – Juni 2015 di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus atas karunia dan berkat–Nya sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo”.

Pada kesempatan ini dengan tulus hati penulis mengucapkan secara khusus banyak terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT selaku anggota pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih juga kepada :

1. Ibunda tercinta P. Silalahi dan Ayahanda J. Siahaan yang telah memberikan doa dan dukungan, baik secara moril maupun materil dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara

2. Saudara Hotnida Siahaan, Melisha Siahaan, drh. Bolas MP Siahaan, Sarina Siahaan serta keponakan tercinta Selin Alena, Juan, dan Ramelia yang telah memberikan dukungan doa dan motivasinya

3. Oka Nelty dan Keluarga Ompusunggu serta Responden di Desa Sukanalu dan instansi yang bersedia memberi waktu untuk membantu penelitian ini.

4. Kelompok Kecil Follower of God (Kak Line Hutabarat, Bang Harif Nepen Marbun, Dolse Sihombing, Pitawarni Manurung, Surya Sitorus, Ayu Saragih) yang telah memberikan dukungan doa dan semangat.


(6)

5. Teman – teman seperjuangan Titus Egatama Sembiring, SP, Ismael Limbong, Sri Sinaga, SP, SP, Rut CS Siahaan, SP, Vanny Simanjuntak,SP, Johana Angel, SP Agfanti Sianipar, SP, Novita S Sinaga, SP, Agri Ma Damanik, SP, Ade Rezkika Nasution, SP yang telah memberikan semangat, doa, dan telah membantu dalam penelitian , serta seluruh teman seangkatan Agribisnis 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu

6. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis terbuka dalam menerima kritik, saran, dan masukan yang membangun dari pembaca. Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua.

Medan, Juli 2015

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 8

2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.2 Landasan Teori ... 9

2.2.1 Produksi dan Fungsi Produksi ... 9

2.2.2 Fungsi Produksi Frontier ... 16

2.2.3 Efisiensi ... 17

2.2.4. Usahatani ... 20

2.3. Penelitian Terdahulu ... 23

2.4. Kerangka Pemikiran ... 25

2.5. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 28

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 29

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4 Metode Analisis Data ... 30

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 37

3.5.1. Definisi Operasional ... 37


(8)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELIITIAN DAN

KARATERISTIK RESPONDEN ... 40

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 40

4.1.1 Luas dan Letak Geografis ... 40

4.1.2 Keadaan Penduduk ... 40

4.2. Karakteristik Responden ... 43

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

5.1 Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Cabai Merah ... 46

5.2 Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Usahatani ... 47

5.2.1 Uji Asumsi Klasik... 47

5.3 Tingkat Efisiensi Teknik, Harga, dan Ekonomi Cabai Merah ... 55

5.3.1 Efisiensi Teknik ... 56

5.3.2 Efisiensi Harga ... 56

5.3.3. Efisiensi Ekonomis ... 57

5.3.4 Profitabilitas Usahatani Cabai Merah ... 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1. Kesimpulan ... 61

6.2. Saran... 61 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai di Sumatera Utara Tahun 2009-2013

3 1.2 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai

Besar Menurut Kabupaten Sentra, 2011-2013

4 1.3 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Cabai Merah di

Kabupaten Karo Tahun 2013

5 3.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah Kecamatan

Barusjahe berdasarkan Berdasarkan Desa Tahun 2014

28 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di

Desa Sukanalu Tahun 2014

41 4.2 Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian di Desa Sukanalu

Tahun 2014

41 4.3 Kepala Keluarga Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sukanalu

Tahun 2014

42 4.4 Tata Guna Lahan di Desa Sukanalu Tahun 2014 42 4.5 Sarana dan Prasarana di Desa Sukanalu Tahun 2014 43 4.6 Rata – Rata dan Range Responden di Desa Sukanalu, Kecamatan

Barusjahe, Kabupaten Karo

43 5.1 Penggunaan dan Biaya Input Produksi Rata – Rata Petani Sampel

Sekali Musim Tanam

46

5.2 Hasil Analisis Uji Autokorelasi 49

5.3 Hasil Uji Multikolinearitas masing-masing Faktor Produksi Usahatani Cabai merah

50 5.4 Nilai Regresi dan Variabel Input Produksi Usahatani Cabai merah 53 5.5 Hasil Tingkat Efisiensi Harga Usahatani Cabai merah di Desa

Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

57 5.6 Total Biaya, Penerimaan, Pendapatan, Family Income dan

Kelayakan Usahatani Cabai Merah


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

2.1 Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata

dan Produksi Marginal 11

2.2 Efisiensi Unit Isoquant 19

2.3 Skema Kerangka Pemikiran 26

5.1 Uji Normalitas Model 48


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1 Identitas Petani Cabai Merah di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

2 Jumlah dan Biaya Bibit Petani Sampel di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

3 Biaya Penyusutan Peralatan Pertahun Petani Sampel di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

4 Jumlah Dan Biaya Pemupukan Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

5 Jumlah dan Biaya, Total dan Total Biaya Pupuk Pemupukan Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo 6 Jumlah Dan Upah Tenaga Kerja Petani Sampel Di Desa Sukanalu,

Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

7 Jumlah dan Total Upah Tenaga Kerja Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

8 Jumlah dan Biaya Pestisida Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

9 Total Biaya Variabel Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

10 Total Biaya Tetap Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

11 Total Biaya, Intensitas Panen, Penerimaan, Pendapatan Keluarga, dan Pendapatan Per Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

12 Lampiran 10. Hasil Output Efisiensi Teknik Menggunakan Software Frontier 4.1c, 2014

13 Hasil Output Efisiensi Harga Menggunakan Software Frontier 4.1c, 2014 14 Hasil Analisis Data Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai

Merah di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, kabupaten Karo dengan SPSS 16


(12)

ABSTRAK

DANIEL S SIAHAAN (110304056) , dengan judul ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum Annum L.), dibimbing oleh Prof. Dr. Ir Kelin Tarigan, MS dan Ir. Thomson Sebayang, MT

Kabupaten Karo merupakan salah satu sentra penghasil cabai merah terbesar di Sumatera Utara, khususnya Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe dengan luas panen 6.224 ha dan produktivitas mencapai 7,09 ton/ha pada tahun 2013. Luas panen cabai merah di Kabupaten Karo dalam periode 2011 – 2013 lebih besar dibandingkan daerah sentra produksi cabai merah lainnya, yakni Kabupaten Batubara dan Kabupaten Simalungun, namun produktivitasnya paling rendah dibanding kedua kabupaten tersebut.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman cabai merah, untuk menganalisis tingkat efisiensi teknik, harga dan ekonomis usahatani, dan menganalisis profitabilitas yang diperoleh oleh petani di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo. Metode penentuan daerah penelitan ditentukan secara purposive, sementara penentuan sampel dilakukan dengan metode accidental. Data dianalisis dengan analisis regresi berganda melalui fungsi Cobb-Douglas, baik untuk fungsi produksi maupun fungsi biaya. Selanjutnya efisiensi teknik dan harga diestimasi dengan stokastik frontier, sementara efisiensi ekonomis dihitung dari perkalian hasil efisiensi teknis dengan harga.

Dari hasil analisis data diperoleh nilai signifikansi F – hitung 0,000 < 0,005 yang menunjukkan bahwa secara bersama – sama faktor produksi yakni luas lahan (X1), bibit (X2), tenaga kerja (X3), pupuk (X4), pestisida(X5) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah, sedangkan secara parsial hanya variabel luas lahan yang berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah. Nilai koefisien determinasi 0,874 menunjukkan variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variabel luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida sebesar 87,4 %. Tingkat efisiensi teknis mencapai 0,715, tingkat efisiensi harga mencapai 11,3 dan ekonomis mencapai 0,08. Dengan demikian, penggunaan faktor produksi usahatani cabai merah di tidak efisien. Penerimaan rata – rata yang diperoleh petani Rp 78.497.400/MT, pendapatan keluarga Rp 68.448.827,97/MT, dan pendapatan Rp 60.916.989,08/MT.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu dari subsektor pertanian di Indonesia yang sedang semarak dikembangkan adalah subsektor hortikultura. Hortikultura merupakan salah satu subsektor penting dalam pembangunan pertanian. Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat (medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants) termasuk didalamnya tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat atau tanaman hias (Departemen Pertanian, 2014).

Kesukaaan masyarakat Indonesia terhadap cabai terbukti dengan kebutuhan perkapita terhadap cabai yang berada pada kisaran 3 kg/kapita/tahun. Apabila jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta, berarti pertahunnya dibutuhkan sebanyak 750.000 ton. Jumlah sebesar ini diduga belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri terutama pada beberapa tahun terakhir ini. Disisi lain, permintaan cabai meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat (Warisni dan Kres, 2010).

Salah satu jenis buah ini juga menjadi salah satu komoditas andalan bagi petani Indonesia. Diperkirakan setiap tahun dibutuhkan kurang lebih 924.000 ton cabai. Jadi, tidaklah mengherankan kalau cabai menjadi komoditas buah unggulan yang benilai ekonomis tinggi. Permintaan cabai yang realtif tinggi hampir setiap harinya untuk bumbu masakan, industri makanan, dan obat – obatan tidak pernah


(14)

absen karena cabai merupakan bahan pangan yang memang dikonsumsi setiap saat. Dengan demikian, cabai memiliki potensi untuk meraup keuntungan yang tak sedikit (Tosin dan Nurma, 2010).

Cabai merah memiliki luas panen yang paling tinggi diantara jenis komoditi sayuran lainnya. Kendati luas panen cabai merah mengalami penurunan dari tahun ketahun sejak tahun 2007 sampai 2011 namun luas panennya tetap berada diatas angka 100.000 ha setiap tahunnya. Komoditi ini merupakan satu – satunya jenis sayuran yang luas areal panennya mampu menembus angka 100.000 ha dari tahun ke tahu dengan presentase 10 sampai 13 persen diantara komoditi sayuran lainnya. Luas panen tahun 2011, seluas 121. 063 hektar dengan hasil produksi 1.003.085 ton (Direktorat Jenderal Hortikultura)

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2013, Kebutuhan Cabai perkapita Indonesia sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya. Siklus kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang event tertentu, seperti memasuki bulan puasa dan lebaran, natal, dan tahun baru. Pada saat-saat tersebut, permintaan cabai yang tinggi diiringi dengan harga yang melambung.

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, konsumsi cabai penduduk di Sumatera Utara mencapai 62.075.970 kg. Pengembangan usahatani cabai perlu dilakukan terkait dengan kebutuhan konsumsi cabai seiring meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu usahatani cabai diarahkan untuk dapat memacu peningkatan produktivitasnya. Sumatera Utara merupakan salah


(15)

satu penghasil cabai terbesar di Indonesia selain Jawa Barat dan Jawa Tenga h. Adapun kontribusi propinsi Sumatera Utara terhadap produksi cabai di Indonesia Menurut Kementrian Pertanian RI pada tahun 2009 – 2013 secara berturut turut adalah 15,8 % , 19,16 %, 22, 25 %, 20,68 %, 15,98 %. Berikut disajikan perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas cabai di Sumatera Utara (tabel 1) mengalami fluktuasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

Tabel 1.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai di Sumatera Utara Tahun 2009-2013

NO Tahun Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Kw/Ha)

1 2009 18 350 154.799 84,36

2 2010 21.711 196.347 90,44

3 2011 19.643 233.256 118,75

4 2012 22.129 245.770 111,06

5 2013 21.254 198.879 93,57

Jumlah

Sumber : Bada n Pusa t Sta tistik Suma tera Uta ra , 2014

Terdapat tiga kabupaten sentra produksi cabai besar di Sumatera Utara yaitu kabupaten Karo, Batubara dan Simalungun. Dalam periode 2011-2013, produksi tertinggi terjadi di Kabupaten Karo karena menghasilkan cabai besar berturut turut 39,81 %, 25,69 %, dan 27,24 % dari total komoditas cabai besar di Sumatera Utara. Untuk luas panen, Kabupaten Karo merupakan kabupaten dengan luas panen tertinggi periode tiga tahun terakhir. Sedangkan untuk produktivitas pada periode yang sama, Kabupaten Karo bukanlah daerah dengan produksi rata-rata terbesar melainkan Kabupaten Simalungun yang meskipun produksi dan luas panen di daerah tersebut bukan yang terbesar.berikut disajikan perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai Besar Menurut Kabupaten Sentra, 2011-2013 :


(16)

Tabel 1.2 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai Besar Menurut Kabupaten Sentra, 2011-2013

Uraian 2011 2012 2013

Produksi (ton)

Karo 78.758 50.734 44.111

Batubara 17.320 28.335 33.623

Simalungun 45.228 47.460 26.733

Lainnya 56.504 70.879 57.466

Sumatera Utara 197.810 197.409 161.933 Luas Panen (ha)

Karo 6.612 6.031 6.224

Batubara 1.471 2.099 2.507

Simalungun 2.535 2.646 1.783

Lainnya 16.974 15.755 15.722

Sumatera Utara 18.345 17.651 17.164

Produktivitas (ton/ha)

Karo 11,91 8,41 7,09

Batubara 11,77 13,50 13,41

Simalungun 17,84 17,94 14,99

Lainnya 3,33 4,50 3,66

Sumatera Utara 10,78 11,18 9,43

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2014

Cabai memiliki prospek dalam menunjang program diversifikasi horizontal dan vertikal serta sebagai bahan baku industri. Hal ini dikarenakan cabai merupakan komoditas unggulan yang mempunyai nilai ekonomi, sehingga banyak dibudidayakan di Indonesia. Cabai merah banyak digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan (obat-obatan, makanan dan kosmetik). Kebutuhan cabai semakin meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk. Salah satu sentra produksi cabai merah di Sumatera Utara adalah Kabupaten Karo. Berikut disajikan tabel luas panen, produksi dan rata-rata produksi cabai merah di Kabupaten Karo tahun 2013.


(17)

Tabel 1.3 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Cabai Merah di Kabupaten Karo Tahun 2013

No Kecamatan Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Poduktivitas (Ton/Ha)

1 Mardingding 20 190 9,5

2 Laubaleng 119 811 6,815

3 Tigabinanga 301 2.123 7,052

4 Juhar 72 298 4,143

5 Munte 200 1.113 5,563

6 Kutabuluh 925 2.165 2,341

7 Payung 950 9.819 10,335

8 Tiganderket 445 4.309 9,683

9 Simpang Empat 184 1.387 7,538

10 Namanteran 816 6.352 7,784

11 Merdeka 119 878 7,376

12 Kabanjahe 489 2.207 4,514

13 Berastagi 141 1.255 8,901

14 Tigapanah 522 3.342 6,402

15 Dolat Rayat 107 715 6,686

16 Merek 239 2.222 9,296

17 Barusjahe 572 4.926 8,612

Jumlah 6.221 44.112 7,2082

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2014

Kabupaten Karo, memiliki prospek yang cerah untuk pengembangan cabai merah. Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa Kecamatan Barusjahe merupakan salah satu sentra produksi cabai merah dengan produksi ketiga terbesar setelah kecamatan Payung dan kecamatan Namanteran. Namun akibat adanya bencana Sinabung, menurut BPP, Kecamatan Payung dan Kecamatan Namanteran bukan lagi sentra produksi cabai merah. Sebagai salah satu sentra produksi cabai merah di Kabupaten Karo dengan produksi sebesar 86,12 kw/ha atau setara dengan 8,6 ton/ha. Namun menurut Pracaya (2000) tanaman cabai merah jika dibudidayakan secara intensif bisa mencapai produksi 15-20 ton/ha. Permasalahan utama belum maksimalnya produksi cabai merah salah satunya adalah kombinasi penggunaan masukan-masukan yang digunakan dalam proses produksi. Kombinasi penggunaan masukan-masukan yang dilakukan oleh petani akan berpengaruh terhadap


(18)

produktivitas cabai merah yang akhirnya akan berpengaruh pula pada profitabilitas petani cabai merah.

1.2 Identifikasi Masalah :

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan) mempengaruhi produksi usahatani cabai di daerah penelitian? 2. Bagaimana tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi

usahatani cabai merah di daerah penelitian?

3. Bagaimana profitabilitas yang diperoleh dari usahatani cabai merah di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian :

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis bagaimana faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan) mempengaruhi produksi usahatani cabai merah di daerah penelitian

2. Untuk menganalisis tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi usahatani cabai merah di daerah penelitian

3. Untuk menganalisis bagaimana profitabilitas yang diperoleh dari usahatani cabai merah di daerah penelitian


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi petani untuk meningkatkan motivasi dalam mengembangkan usahataninya sehingga pendapatannya meningkat

2. Sebagai bahan informasi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan

3. Sebagai referensi, bahan pertimbangan, evaluasi, dan bahan informasi bagi pihak terkait dalam mengambil kebijakan pengembangan usahatani cabai merah di Kabupaten Karo.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Dikalangan masyarakat, siapa yang tak kenal cabai? Dibalik rasa pedasnya, cabai merupakan salah satu buah yang begitu kaya manfaat. Orang – orang zaman dahulu sudah menyadari bahwa cabai dengan berbagai jenisnya dapat dimanfaatkan sebagai penguat rasa masakan. Cabai memiliki bermacam – macam jenis, dari cabai besar, cabai keriting, cabai hijau, cabai rawit, cabai paprika, hingga cabai hias. Dari semua jenis cabai diatas, semuanya merupaka cabai untuk dikonsumsi, bahkan cabai hias sekalipun (Agromedia, 2008).

Menurut Agromedia (2008), Cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya.bentuk buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan bisa mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil tapi pedas, cabai paprika yang berbentuk seperti buah apel, dan bentuk-bentuk cabai hias lain yang banyak ragamnya. Cabai berakar tunggang, terdiri atas akar utama dan akar lateral yang mengeluarkan serabut dan mampu menembus kedalam tanah hingga 50 cm dan melebar sampai 45 cm.


(21)

Sebagai salah satu komoditi pertanian yang sangat populer di kalangan masyarakat, cabai merupakan komoditas andalan bagi petani di Indonesia. Cabai merah adalah sayuran buah semusim yang termasuk dalam family terung-terungan (Solanaceae). Dinamakan Cabai merah dikarenakan cabai ini memiliki buah yang besar dengan warna merah. Di Indonesia sendiri, ada banyak nama-nama lokal yang beredar di masyarakat, misalnya di Jawa, dikenal dengan nama Lombok atau Lenkreng, Campli (Sumatera), Capli (Aceh), Lacina (Batak Karo), Cabi (Lampung), dan masih banyak lagi nama cabai yang lainnya. Cabai merah ini terdiri dari beberapa macam diantaranya cabai keriting, cabai tit/ cabai super, cabai hot beauty, dan cabai merah lainnya (Tosin dan Nurma, 2010).

Berdasarkan tingkat kepedasannya cabai dikelompokkan kedalam empat golongan berdasarkan aturan pasar internasional. Cabai berdasarkan tingkat kepedasannya dibagi menjadi cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas, kepedasan pertengahan, kepedasan kurang dan tidak pedas. Masing-masing kelompok cabai memiliki bentuk fisik serta kegunaan yang berbeda-beda (Suyanti, 2007).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Produksi dan Fungsi Produksi

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara tingkat produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa 1 input produksi seperti tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah


(22)

jumlahnya sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah dan teknologi dianggap tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2005).

Dalam suatu proses produksi sangat perlu diperhatikan faktor-faktor produksi yang ada, tanpa salah satu dari ketiga faktor produksi tersebut proses produksi tidak dapat sejalan. Selain itu, pengaruh suatu manajemen yang baik dapat mendukung proses produksi tersebut. Petani tradisional sekalipun sebenarnya juga butuh manajemen dalam menjalankan usahataninya, tetapi tidak dalam yang betul-betul dengan administrasi yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana (Daniel, 2003).

Kenaikan hasil yang semakin berkurang (La w of diminishing return) merupakan suatu hasil yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari perkaitan antara tingkat produksi dan input produksi yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. La w of diminishing return (LDR) menyatakan apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus-menerus ditambah sebanyak 1 unit, maka mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah sesudah mencapai tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai negatif dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat maksimum kemudian menurun (Sukirno, 2005).

Menurut Sukirno (2005), pada hakekatnya la w of diminishing return (LDR) menyatakan bahwa perkaitan antara tingkat produksi dan jumlah suatu input produksi yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap yaitu :


(23)

Tahap I

Input Produksi TP

a. Tahap petama : produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat,

b. Tahap kedua : produksi total pertambahannya semakin lama semakin kecil

c. Tahap ketiga : produksi total semakin lama semakin berkurang

Gambar 2.1 Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata dan Produksi Marginal

Gambar 2.1 menunjukkan hubungan diantara jumlah produksi dan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan produksi teersebut.bentuk total produksi cekung ke atas apabila input produksi masih sedikit digunakan (tahap 1).

TP

Total Produksi

A

B

Input Produksi MP AP

MP dan AP

Tahap II Tahap III Input Produksi


(24)

Ini berarti input produksi adalah masih kekurangan dibandingkan dengan input produksi lainnya yang dianggap tetap jumlahnya (Sukirno, 2005).

Dalam keadaan seperti itu, produksi marginal bertambah tinggi dan sifat ini dapat dilihat pada kurva MP. Selanjutnya pertambahan penggunaan input produksi tidak akan menambah produksi total secepat seperti sebelumnya. Keadaan ini digambarkan (i) kurva total produksi (TP) yang terus menurun dan (ii) kurva total produksi yang mulai cembung keatas. Sebelum input produksi digunakan pada tahap kedua, MP adalah lebih tinggi daripada AP, maka kurva AP bertambah tinggi. Pada saat input produksi bertambah ketahap II kurva MP memotong kurva AP. Sesudah perpotongan tersebut kurva AP menurun kebawah yang menggambarkan bahwa AP semakin bertambah sedikit. Perpotongan antara kurva AP dan kurva MP adalah menggambarkan permulaan dari tahap kedua. Pada keadaan ini AP mencapai tingkat yang paling tinggi. Pada tahap kedua, penggunaan input produksi dikatakan efisien karena jumlah input produksi yang digunakan sesuai dengan hasil produksi yang maksimal (sukirno, 2005).

Pada tahap ketiga dimana kurva MP memotong sumbu datar dan sesudahnya kurva tersebut dibawah sumbu datar. Keadaan ini menggambarkan bahwa MP mencapai angka negatif. Kurva total produksi (TP) mulai menurun pada tingkat ini, yang menggambarkan bahwa produksi total semakin berkurang apabila lebih banyak lagi input produksi yang digunakan. Keadaan pada tahap ketiga ini menggambarkan bahwa input produksi yang digunakan adalah jauh melebihi daripada yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi secara efisien (Sukirno, 2005).


(25)

Salah satu model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi Produksi Cobb –Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input (Soekartawi, 2002).

Menurut Soekartawi (2002), Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas antara lain :

1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah diubah kedalam bentuk linear

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas

3. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant atau increasing return to sca le.

4. Decrea sing return to sca le, bila (b1 + b2) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan masukan produksi melebihi proporsi penambahan produksi

5. Consta nt return to sca le , bila (b1 + b2) = 1. Dalam keadaan demikian penambahan masukan − produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh


(26)

6. Increa sing return to sca le, bila (b1+b2) > 1. Ini artinya bahwa proporsi penambahan masukan produksi – produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar

Secara matematik, persamaan dari fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut :

Y

= b

0

X

1 b1

X

2 b2

...X

n bn

e

u Keterangan :

Y = hasil produksi

Xn = nilai faktor produksi ke-n

b0 = intersep

bn = dugaan slope yang berhubungan dengan variabel Xn

e = bilangan natural (e = 2,782) u = kesalahan (residual)

Logaritma dari persamaan diatas adalah :

Log Y = Log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + ....+ bn log Xn + u

Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear. Oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :

1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol

2. Tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan 3. Tiap variabel X adalah perfect competition

4. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi, seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan (u)


(27)

Mubyarto (1995), mengatakan suatu fungsi produksi akan berfungsi ketika terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi (output). Dalam sektor pertanian terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi (output) yaitu sebagai berikut :

1. Pengaruh Luas Lahan Terhadap Produksi Pertanian

Lahan sebagai salah satu faktor yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan

2. Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Produksi Pertanian

Tenaga kerja merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga sendiri yang terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Tenaga kerja dari dalam keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanain secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang

3. Pengaruh penggunaan pupuk tehadap produksi pertanian

Pemberian dosis pupuk yang tepat akan menghasilkan produk berkualitas. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik berasal dari penguraian bagian-bagian atau sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos.


(28)

Sementarai itu pupuk anorganik adalah pupuk yang sudah mengalami proses di pabrik misalnya urea, TSP, dan KCl

4. Pengaruh obat-obatan terhadap produksi pertanian

Obat-obatan dapat menguntungkan usahatani namun disisi lain pestisida dapat merugikan petani. Penggunaan obat-obatan bertujuan untuk mencegah serangan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan turunnya produksi dan kualitas buah.

5. Pengaruh bibit terhadap produksi pertanian

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, sehingga semakin unggul bibit maka semakin baik produksi yang akan dicapai

2.2.2 Fungsi Produksi Frontier

Battese (1992) dalam Kurniawan (2012) menyatakan konsep produksi batas (frontier production function) menggambarkan output maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi factor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu.

Farrell (1957) dalam Tasman (2014) mengajukan pengukuran efisiensi yang terdiri dari dua komponen: efisiensi teknis, yang merefleksikan kemampuan perusahaan untuk mendapat output maksimum dari satu set input yang tersedia, dan alokatif efisiensi, yang merefleksikan kemampuan dari perusahaan menggunakan input dalam proporsi yang optimal, sesuai dengan harga


(29)

masing-masingnya. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan akan menyediakan ukuran total efisiensi ekonomi. Pengukuran efisiensi ini mengasumsi bahwa fungsi produksi adalah produsen yang efisien secara penuh diketahui. Sejak fungsi produksi tidak diketahui dalam prakteknya, Farrell (1957) menyarankan bahwa fungsi diestimasikan dari data sampel menggunakan non-pa ra metric piece-wise-linea r technology atau fungsi non-parametrik, seperti bentuk Cobb-Douglas. Dengan mempertimbangkan estimasi parameterik frontier dari fungsi produksi Cobb-Douglas, menggunakan data atas sejumlah N sampel dari perusahaan. Model didefinisikan dengan:

 

Yi  Xi

ui

ln , i=1,2, …, n.

dimana ln(Yi) adalah logaritma dari (scalar) output untuk perusahaan ke-i. Xi

adalah vektor baris (K+1), yang elemen pertamanya adalah ”1” dan sisa elemennya adalah logaritma dari kuantitas input K yang digunakan oleh perusahaan ke-i. Sedangkan =(1, 2, ..., K) adalah vektor kolom (K+1) dari

parameter yang tidak diketahui untuk diestimasikan. Terakhir u1 adalah

random-variabel yang non-negatif, yang berhubungan dengan inefisiensi teknis produksi dari perusahaan dalam industri yang terlibat.

2.2.3 Efisiensi

Menurut Miller dan Meiners (2000) dalam dalam Notarianto (2011), pengertian dari efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu efisiensi teknik, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknik mencakup tentang hubungan antara input dan output. Suatu perusahaan dikatakan efisien secara teknis jika produksi dengan output terbesar yang menggunakan kombinasi beberapa input saja.


(30)

Menurut Nicholson (1995), alokasi sumber daya disebut efisien secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lain. Farrel dan Kartasapotra dalam Marhasan 2005 mengklasifikasikan konsep inefisiensi ke dalam efisiensi harga (price or a lloca tive efficiency) dan efisiensi teknis (technical efficiency). Jika diasumsikan usaha tani menggunakan dua jenis input X1 dan X2 untuk memproduksi output tunggal Y seperti terlihap pada gambar 2.4 dengan asumsi constan return to scale maka fungsi frontier dapat dicirikan oleh satu unit isokuan yang efisien. Berdasarkan kombinasi input (X1, X2) untuk memproduksi Y. Efisiensi teknis didefinisikan sebagai rasio OB/OA dalam gambar 2.4. Rasio ini mengukur proporsi aktual (X1,X2) yang dibutuhkan untuk memproduksi Y. Sementara itu efisiensi teknis, 1-OB/OA merupakan ukuran:

1. Proporsi (X1,X2) yang dapat dikurangi tanpa menurunkan output dengan anggapan rasio input X1 dan X2 tetap.

2. Kemungkinan pengurangan biaya dalam memproduksi Y dengan anggapan rasio input X1 dan X2 tetap.

3. Proporsi output yang dapat ditingkatkan dengan anggapan rasio input X1 dan X2 tetap

Jika dimisalkan PP’ rasio harga input atau garis isocost, maka C adalah biaya

minimal untuk memproduksi Y. Biaya pada titik D sama dengan biaya pada titik C, sehingga efisiensi alokatif dapat didefinisikan sebagai rasio OD/OB. Sedangkan inefisiensi alokatif adalah 1-OD/OB yang mengukur kemungkinan pengurangan biaya sebagai akibat dari penggunaan input dalam proporsi yang


(31)

tepat. Efisiensi total dapat didefinisikan sebagai rasio OD/OA. Efisiensi total merupakan efisiensi ekonomi, yaitu hasil dari efisiensi teknik dan harga. Dengan demikian, inefisiensi total adalah 1-OD/OA yang mengukur kemungkinan penurunan biaya akibat pergerakan dari titik A (titik yang diamati) ke titik C (titik biaya minimal).

Gambar 2.2 Efisiensi Unit Isoquant

Sumber : Witono Adiyoga, 1999 dalam Khazanani 2011

Dimana : PP’ : isocost

C : Biaya minimal untuk produksi Y OB/OA : Efisiensi Teknik (ET) OD/OB : Efisiensi Harga (EH)

X2/Y

P U

B C

D

P’ O

A

U’


(32)

OD/OA : Efisiensi Ekonomi (EE)

McEachern (2001) dalam Anandra (2010) menyatakan efisiensi harga atau alokatif menujukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi alokatif tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Bila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan input usaha taninya secara efisien. Efisiensi alokatif ini terjadi bila perusahaan memproduksi output yang paling disukai oleh konsumen.

Menurut Widyananto (2010) konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan biaya artinya suatu proses produksi akan efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.

2.2.4 Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alama sekitrnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2006).


(33)

Menurut Suratiyah (2006), untuk menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani dapat digunakan tiga macam pendekatan yaitu pendekatan nominal (nominal Approach), pendekatan nilai yang akan datang (future value approach), dan pendekatan nilai sekarang (present value approach).

1. Pendekatan nominal

Dalam penelitian ini, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan nominal. Pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut waktu (time value of money) tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses produksi. Formula menghitung pendapatan nominal adalah sebagai berikut :

Penerimaan – Biaya total = Pendapatan Penerimaan = Py.Y

Py = Harga Produksi (Rp./kg)

Y = Jumlah produksi (kg)

Biaya Total = Biaya tetap + Biaya Variabel

(TC) = (FC) + (VC)

2. Pendekatan future Value

Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran dalam proses produksi dibawa ke nanti pada saat panen atau saat akhir proses produksi 3. Pendekatan Present Value

Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran daqn penerimaan dalam proses produksi dibawa ke saat awal atau sekarang saat dimulainya proses produksi.


(34)

Soekartawi (1986) menjelaskan beberapa istilah yang terkait dengan pengukuran pendapatan usahatani anatar lain :

a) Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani

b) Pendapatan kotor tunai didefenisikan sebagai nilai mata uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi

c) Pendapatan kotor tidak tunai adalah pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, sperti hasil panen yang dikonsumsi, hasil panen yang digunakan untuk bibit atau makanan ternak, untuk pembayaran, disimpan digudang dan menerima pembayaran dalam bentuk benda

d) Pengeluaran total usahatani didefenisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai

e) Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala pengeluaran untuk keperluan kegiatan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai

f) Pengeluaran tidak tunai adlah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda


(35)

g) Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatni. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoeh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eliyana (2003) yang berjudul Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Fa ktor-Faktor P roduksi pada Usahatani Cabai Keriting di Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa dari usahatani cabai keriting rata-rata penerimaan Rp 27.763.208 /ha/MT dengan rata-rata biaya total Rp 19.210.672, 10 /ha/MT menghasilkan rata-rata keuntungan Rp 8.552.535,90 /ha/M. Penggunaan benih sebesar 0,10 kg/ha/MT. Penggunaan tenaga kerja sebesar 1345,86 JKO/ha/MT. Penggunaan pupuk kandang sebesar 18.533,33 kg/ha/MT, sedangkan penggunaan pupuk ZA, pupuk KCl dan pupuk SP 36 masingmasing sebesar 233,17 kg/ha/MT; 216,99 kg/ha/MT dan 170,37 kg/ha/MT. Dari perhitungan diperoleh persamaan fungsi produksi Cobb Douglas Y=- 4,656.X10,231.X2 0,319.X3 0,298.X4

0,607

.X5 -0,138.X6 0,0065.X7 0,193. Hasil analisis uji F dapat diketahui bahwa Fhitung

(72,993) lebih besar dari Ftabel (2,42). Hal ini menunjukkan bahwa semua masukan

yang digunakan secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai keriting. Hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa thitung luas lahan (2,116), benih (2,101), tenaga kerja (2,707), pupuk kandang (6,026), pupuk ZA (2,091) dan pupuk SP 36 (2,259) lebih besar dari ttabel (1,721) berarti bahwa masukan luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk ZA, dan pupuk SP 36 berpengaruh nyata terhadap produksi cabai keriting sedangkan t-hitung pupuk KCl (0,095) lebih kecil dari t-tabel (1,721) berarti bahwa penggunaan pupuk KCl berpengaruh tidak nyata


(36)

produksi yaitu 1,34 yang berarti skala usahatani berada pada kondisi increasing return to scale. Pada kondisi ini skala usaha pada daerah I, sehingga untuk mengetahui efisiensi ekonomi menggunakan biaya minimum. Usahatani cabai keriting dapat dikatakan efisien secara ekonomis apabila NPMx/Px = 1 atau dengan kata lain produk fisik marginal dengan harga masing-masing faktor produksi sama besar. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa rasio perbandingan produk marginal dengan harga dari faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk SP 36 dan pupuk KCl yang digunakan nilainya tidak sama dengan 1 sehingga menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum optimal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hilmi F. Ariwibowo (2013) dengan judul

Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Input Produksi Usahatani Jagung di Desa Sei Mancirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa fungsi produksi Cobb Dougla s Y=4,91 X10,68X20,09X30,039X4 0,131. Hasil analisis uji F

menunjukkan bawa Fhitung (5,65) > Ftabel (2,13). Hal ini menunjukkan bahwa

semua masukan yang terdiri dari luas lahan, bibit, pupuk (urea, Za, NPK) , tenaga kerja, dan obat-obatan yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah. Sedangkan hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa thitung luas lahan (-4,57), pupuk urea (-1,38), pupuk SP36 (0,74), pupuk Za

(-1,52), pupuk NPK (-0,08) , obat-obatan (-1,007), dan tenaga kerja (-2,66) lebih kecil dari ttabel (1,67) berarti bahwa masukan luas lahan, pupuk urea, pupuk ZA, dan

pupuk SP 36 , pupuk NPK benih,obat-obatan, dan tenaga kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah sedangkan t-hitung bibit (3,56) lebih besar dari

t-tabel (1,67) berarti bahwa penggunaan pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah. Untuk nilai efisiensi ekonomi lahan NPM/Pxi < 1 artinya faktor produksi belum efisien. Nilai NPM/Pxi input produksi bibit, pupuk urea, pupuk


(37)

SP36, pupuk ZA, pupuk NPK, gromoxone dan tenaga kerja > 1 artinya penggunaan

input produksi belum optimal dan harus ditambah lagi.

2.4 Kerangka Pemikiran

Usahatani adalah kegiatan untuk mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi sehingga memberikan hasil maksimal dan berkelanjutan. Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, pupuk, bibit, dan obat-obatan usaha tani cabai diusahakan sedemikian rupa agar dalam jumlah tertentu menghasilkan produksi maksimum. Untuk melihat apakah penggunaan faktor produksi sudah efisien atau tidak, diukur dengan analisa fungsi produksi dengan pendekatan produksi frontier, yang dilihat dari efisiensi teknis dan efisiensi harga. Hasil perkalian efisiensi teknis dan efisiensi harga menunjukkan efisiensi ekonomi. Dari efisiensi ekonomi dapat diketahui apakah usahatani tersebut sudah optimal atau belum optimal yang berpengaruh terhadap penerimaan petani. Penerimaan petani dipengaruhi oleh harga jual cabai merah dan akan mempengaruhi besarnya pendapatan. Berdasarkan model teori tersebut, maka disusun kerangka pemikiran disajikan pada gambar 2.3 berikut :


(38)

Keterangan :

: Menyatakan Hubungan : Menyatakan Pengaruh

Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Cabai

Merah

Faktor Produksi : A. Luas Lahan B. Bibit

C. Tenaga Kerja D. Pupuk

E. Obat - Obatan

Efisiensi Ekonomi

Harga Jual Produksi

Pendapatan Penerimaan

Belum Optimal Optimal

Efisiensi Harga Efisiensi Teknik


(39)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan landasan teori, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh nyata faktor-faktor produksi (luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida) terhadap hasil produksi usahatani cabai merah di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

2. penggunaan faktor produksi dalam usahatani cabai merah menunjukkan adanya inefisiensi

3. Pendapatan yang diperoleh petani cabai di daerah peneltian lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dalam usahatani cabai merah


(40)

BAB III

METODE ANALISIS DATA

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive atau secara sengaja. Pertimbangan ini didasarkan karena Kecamatan Barusjahe merupakan kecamatan dengan produksi cabai terbesar ketiga di Kabupaten Karo dan Desa Sukanalu merupakan desa dengan produksi cabai merah terbanyak di Kecamatan tersebut. Dengan produksi tersebut, perlu diteliti apakah penggunaan faktor produksi sudah efisien atau tidak.

Tabel 3.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah Kecamatan Barusjahe berdasarkan Berdasarkan Desa Tahun 2014

No Desa Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

1 Tanjung Barus 35 420 12,0

2 Barus Julu 21 235,2 11,2

3 Sikab 10 118,0 11,8

4 Penampen 15 168,0 11,2

5 Serdang 20 230,0 11,5

6 Barus Jahe 18 201,6 11,2

7 Tangkidik 15 168,0 11,2

8 Sarimamis 33 379,5 11,5

9 Paribun 20 230,0 11,5

10 Persadanta 12 132,0 11,0

11 Sukajulu 43 473,0 11,0

12 Sukanalu 75 885,0 11,8

13 Bulan Jahe 22 257,4 11,7

14 Bulan Julu 21 245,7 11,7

15 Pertumbuken 32 368,0 11,5

16 Sinaman 25 287,5 11,5

17 Talimbaru 27 315,9 11,7

18 Semangat 41 479,7 11,7

19 Rumamis 42 483,0 11,5


(41)

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah totalitas dari semua obyek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Dalam penelitian ini populasinya adalah petani cabai yang ada di desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, sedangkan penentuan sampel berdasarkan metode accidental sample. Berdasarkan prasurvey yang dilakukan, didapat informasi dari Kepala Balai Penyuluhan Pertanian, jumlah rumah tangga yang berusahatani cabai merah adalah 150 Petani. Metode penentuan besar sampel yang digunakan adalah metode Slovin :

� =

+��

� =

+ 55 , 2

= 60 Petani

Dimana :

n = Besar sampel N = Populasi

E = Batas toleransi kesalahan (error tolerance) 10 % (0,1) Jadi, besar sampel dalam hal ini adalah 60 petani.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, data dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani yang mengusahakan usahatani cabai merah melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mencatat laporan maupun dokumen dari instansi yang berhubungan dengan penelitian. Data ini diperoleh dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, Balai Penyuluhan Pertanian dan Dinas-dinas lain yang terkait dalam penelitian ini.


(42)

3.4 Metode Analisis Data

Data primer yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan metode kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh faktor produksi terhadap jumlah produksi, efisiensi, dan profitabilitas usahatani cabai merah di Sukanalu, Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan SPSS 16 dan Frontier 4.1. Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan alat uji yang sesuai dengan identifikasi masalah sebagai berikut :

a. Untuk identifikasi masalah I diuji dengan fungsi produksi Cobb –Douglas dengan rumus :

Y = b0 X1 b1. X2b2.X3b3.X4b4.X5b5 + u

Dimana :

Y = Produksi Cabai Merah yang dihasilkan dalam satu kali musim tanam (Kg)

b0 = intersep

X1 = luas lahan yang digunakan dalam satu kali masa tanam.

(ha)

X2 = jumlah bibit yang digunakan dalam satu kali masa tanam

(batang)

X3 = jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali

masa tanam (HKP).

X4 = jumlah seluruh pupuk digunakan dalam satu kali masa

tanam (Kg)

X5 = jumlah seluruh pestisida yang digunakan dalam satu kali


(43)

b1-b5 = besaran yang akan diduga u = kesalahan (residual)

Untuk menguji apakah penggunaan beberapa masukan bersama-sama berpengaruh terhadap hasil produksi cabai merah digunakan uji F dengan rumus sebagai berikut :

Fhitung = � / �− / N−k

Dimana :

ESS = Explained Sum of Square (jumlah kuadrat regresi) TSS = Total Sum of Square (jumlah kuadrat total) k = jumlah variabel

N = jumlah sampel Dengan tingkat signifikasi α 5% maka:

1. Jika Fhitung < Ftabel : Hi ditolak berarti input yang berupa lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah

2. Jika Fhitung > Ftabel : Hi diterima berarti input yang berupa lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah.

Untuk menguji apakah pengaruh bebas yakni input (Xi) yang digunakan dari usahatani cabai merah secara parsial berpengaruh nyata terhadap hasil produksi digunakan uji-t, dengan rumus sebagai berikut ;

T

hitung

=

�� � ��


(44)

Dimana :

bi = koefisien regresi ke-i

Se = standard error koefisien regresi ke-i Dengan hipotesis :

Hi = bi ≠ 0

Pada tingkat signifikasi α 5% :

1. Jika t-hitung < t-tabel : Hi ditolak berarti masukan ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah

2. Jika t-hitung > t-tabel : Hi diterima berarti masukan ke-i berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah.

Untuk mengetahui seberapa besar variabel yang mempengaruhi menjelaskan variabel yang dipengaruhi digunakan uji determinasi (R2). Masukan pada usahatani cabai merah akan semakin dekat hubungannya dengan hasil produksi cabai merah bila nilai R2 sama dengan atau mendekati satu.

R

2

=

� Dimana :

ESS = Explained Sum of Square (jumlah kuadrat regresi) TSS = Total Sum of Square (jumlah kuadrat total)

b.

Untuk identifikasi masalah II diuji dengan analisis efisiensi. Uji efisiensi digunakan untuk melihat apakah faktor produksi yang digunakan pada usahatani cabai di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo


(45)

sudah efisien atau belum. Uji efisiensi meliputi efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi.

1. Efisiensi Teknis

Salah satu pendekatan dalam kajian fungsi produksi adalah model stochastic production frontier (SPF) (Kirkley et al. 1995). Model SPF diperkenalkan oleh Aigner et al. (1977) dan Meeussen and van der Broeck (1977), dan pertama kali dikemukakan oleh Farrell dalam upaya menjembatani antara teori dan hasil empiris. Persamaan stochastic production frontier diestimasi dengan pendekatan maximum likelihood estimates (MLE) berdasarkan hipotesis bahwa petani selalu memaksimalkan keuntungan dalam setiap aktivitas usaha tani. Keunggulan model SPF yaitu dapat mengakomodir gangguan acak (random noise) yang diakibatkan oleh faktor eksternal pada fungsi produksi yang telah memiliki gangguan acak sebelumnya. Hal tersebut memungkinkan fungsi SPF dapat menjelaskan masalah efisiensi teknik. Oleh karena itu, pendekatan SPF merupakan model yang efektif untuk menghitung efisiensi teknis (Hiariey, 2009)

Nilai efisiensi teknis dapat diketahui dari hasil pengolahan data dengan Frontier (Versi 4.1c). Jika nilai efisiensi teknis sama dengan satu, maka penggunaan input dalam usahatani cabai sudah efisien. Jika nilai efisiensi teknis tidak sama dengan satu, maka penggunaan input dalam usahatani cabai belum efisien. Untuk


(46)

mendapatkan efisien teknis (TE) dari usahatani cabai dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :

TE = exp[E( ui | ei )] Dimana :

0 ≤TE≤1

Untuk mengetahui efisiensi teknik maka diperlukan data penggunaan faktor produksi seperti luas lahan, jumlah bibit, jumlah pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan yang sudah dilogaritmanaturalkan terlebih dahulu. Kemudian akan didapat nilai harapan (mean) efisiensi tekniknya dengan menggunakan frontier 4.1. Jika nilai TE semakin mendekati 1 maka usaha tani dapat dikatakan semakin efisien secara teknik dan jika nilai TE semakin mendekati 0 maka usaha tani dapat dikatakan semakin inefisien secara teknik.

2. Efisiensi Harga

Menurut Kurniawan, dkk, 2008, pengukuran efisiensi alokatif dan ekonomis dapat dilakukan dengan menurunkan fungsi biaya dual dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang homogenous. Caranya yaitu dengan meminimumkan fungsi biaya input sehingga diperoleh fungsi biaya dual frontier :

C = f(Y, P1, P2, P3, P4, P5)

dengan C adalah biaya produksi cabai merah, Y adalah hasil produksi kentang, dan P1-P5 berturut-turut adalah harga lahan, harga bibit, harga pupuk, harga obat-obatan, harga (upah) tenaga kerja yang dilogaritmanaturalkan terlebih dahulu. Apabila EH < 1


(47)

maka usahatani belum efisien, sementara jika EH = 1 maka usatani sudah mencapai tingkat efisien.

3. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis dengan efisiensi harga dari seluruh faktor input, sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat (Nicholson, 2002). Dengan kata lain efisiensi ekonomi akan tercapai jika tercapai efisiensi teknis dan efisiensi harga.

EE = ET.EH Dimana :

EE = Efisiensi Ekonomi ET = Efisiensi Teknik EH = Efisiensi Harga

Jika nilai efisiensi ekonomi sama dengan satu, maka usahatani yang dilakukan sudah mencapai tingkat efisiensi.

c. Untuk identifikasi masalah III yakni profitabilitas petani diuji dengan menggunakan analisis struktur biaya, pendapatan, dan analisis R/C ratio. Untuk mengetahui biaya total, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

TC = TFC + TVC Dimana :

TC = Total Cost /biaya total (Rp/musim tanam)


(48)

TVC = Total Variabel Cost/biaya variabel total (Rp/musim tanam)

Secara matematis, rumus untuk menghitung jumlah penerimaan petani adalah :

TR = Y.Py Dimana :

TR = Total revenue/ penerimaan total (Rp) Y = Jumlah produksi (Kg)

Py = Harga jual cabai merah (Rp)

Secara matematis, rumus untuk menghitung jumlah pendapatan petani adalah :

∏ = TR – TC Dimana :

∏ = Pendapatan petani cabai merah (Rp/musim tanam) TR = total revenue/ penerimaan total (Rp/musim tanam) TC = total cost /biaya total (Rp/musim tanam)

Perhitungan analisis R/C ratio untuk mengetahui perbandingan tingkat keuntungan dan biaya usahatani, dengan rumus sebagai berikut

R/C = � � �

Jika perbandingan R/C > 1 maka dapat dikatakan usahatani

menguntungkan, sedangkan R/C Ratio < 1 usahatani dikatakan merugikan karena biaya yang dikelurkan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.


(49)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk memahami dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1 Definisi

1. Petani adalah orang yang mengusahakan cabai merah baik secara monokultur atau polikultur

2. Efisiensi adalah upaya penggunaan faktor produksi secara optimal untuk mendapatkan produksi yang maksimal

3. Usahatani cabai merah adalah usaha yang dilakukan dalam mengelola cabai merah mulai dari penyediaan input produksi hingga menghasilkan output.

4. Produksi cabai merah adalah hasil panen cabai merah selama satu periode tanam (Kg/musim tanam) dalam satu areal produksi

5. Penerimaan usahatani cabai merah adalah nilai produksi total usahatani cabai yang diukur dengan mengalikan produk fisik cabai merah (yang benar-benar dapat dijual dan tidak termasuk yang dikonsumsi dendiri) per satuan luas lahan usahatani cabai merah dengan harga cabai merah per kg, dan dinyatakan dalam satuan rupiah per meter bujursangkar per musim tanam

6. Pendapatan adalah pendapatan dari usahatani cabai merah yang dhitung dari selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani cabai merah selama satu musim tanam (Rupiah)

7. Biaya usahatani cabai merah adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dari praproduksi hingga pasca panen (Rupiah)


(50)

8. Harga produksi cabai merah adalah nilai produk cabai merah per satuan kilogram yang dihasilkan dari usahatani cabai merah dalam satu kali musim tanam yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg)

9. Faktor produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masukan yang digunakan pada usahatani cabai merah yang terdiri dari lahan (ha), bibit (batang), pupuk(kg), tenaga kerja (HKP) dan obat-obatan (kg)

10.Tenaga kerja adalah seluruh tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani cabai merah, selama satu kali musim tanam baik tenaga kerja keluarga, maupaun tenaga kerja luar dan dinyatakan dalam satuan HKP dan upah tenaga kerja adalah Rp/HKP

11.Kelayakan usaha adalah analisis yang dilakukan dengan membandingkan antara penerimaan dan biaya untuk mengetahui layak atau tidaknya usahatani cabai merah di daerah penelitian.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Lokasi penelitian adalah Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo.

2. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015

3. Sampel penelitian ini adalah petani yang mengusahakan cabai merah selama kurun waktu penelitian


(51)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARATERISTIK RESPONDEN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1. Luas dan Letak Geografis

Desa Sukanalu adalah salah satu Desa di Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Luas Desa Sukanalu 7242 Ha atau 15,22 km2 dan berada pada ketinggian ± 1200 meter di atas permukaan laut, sehingga termasuk dataran tinggi dengan curah hujan rata-rata 500 mm / tahun dan suhu udara berkisar antara 14ºC- 26º C. Jarak dari Desa Sukanalu ke Ibu Kota Kecamatan 5 km, jarak ke Ibukota Kabupaten 7 km, sedangkan jarak ke Ibukota propinsi 137 km. Secara administratif Desa Sukanalu mempunyai batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kubu Colia dan Desa Sukajulu 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukadame dan Desa Sinaman 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bulanjahe

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Seberaya dan Desa Tigapanah

4.1.2 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk daerah penelitian tahun 2014 tercatat sebanyak 3.375 jiwa atau 1053 KK, yang terdiri dari 1.575 jiwa laki-laki dan 1.687 jiwa perempuan. Distribusi penduduk dirinci menurut golongan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada berikut :


(52)

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Sukanalu Tahun 2014

No Kelompok Umur (Tahun) Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

Laki

Laki Perempuan

1 0 – 4 40 70 110 3,25

2 5 – 9 50 80 130 3,85

3 10 – 14 40 75 115 3,40

4 15 – 19 60 95 155 4,59

5 19 – 24 114 120 243 6,93

6 25 – 29 100 130 230 6,81

7 30 – 34 105 115 220 6,51

8 35 – 39 111 118 229 6,78

9 40 – 44 211 240 451 13,36

10 45 – 49 220 260 480 14,22

11 50 – 54 115 141 256 7,58

12 55 – 59 140 165 305 9,03

13 60 – 64 110 130 240 7,11

14 65 + 100 120 220 6,58

JUMLAH 1516 1859 3375 100,00

Sumber: Profil Desa Sukana lu, 2014

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur 15 – 55 tahun adalah 2264 jiwa (67,08 %) dan merupakan usia produktif. Pada kelompok umur 0 – 4 tahun ada sebesar 110 jiwa (3,25 %) merupakan balita. Serta pada kelompok umur 65 + terlihat 220 jiwa (6,58 %).

Tabel 4.2 Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian di Desa Sukanalu Tahun 2014

N0 Mata Pencaharian Kepala

Keluarga

Persentase (%)

1 Bertani 725 68,85

2 Pegawai Negeri/ swasta 52 4,93

3 Buruh 197 18,70

4 Dagang 38 3,60

5 Lain-lain 41 3,89

Jumlah 1053 99,97

Sumber: Profil Desa Sukana lu, 2014

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dikemukakan bahwa 68,85 % kepala keluarga mempunyai mata pencaharian sebagai petani baik sebagai petani jagung, kopi,


(53)

cabai, dan lain – lain. Sebahagian lagi bekerja sebagai buruh, sebagai pegawai negeri sipil dan wiraswasta, serta sebagai pedagang.

Tabel 4. 3 Kepala Keluarga Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sukanalu Tahun 2014

No Tingkat

Pendidikan

Kepala Keluarga

Presentase

1 Sekolah Dasar 135 30,20

2 SMP/SLTP 105 23,48

3 SMA/SLTA 112 25,05

4 Dan Lain – lain 95 21,25

Jumlah 447 100

Sumber: Profil Desa Sukana lu, 2014

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa persentase jumlah kepala keluarga menurut tingkat pendidikan, antara lain 30,20 % kepala keluarga Desa Sukanalu berada pada tingkat pendidikan sekolah dasar disusul SMP/ SLTP sebesar 23,20 %, dan SMA/ SLTA sebesar 25,05 %, serta wawasan berpikirnya sudah luas.

Tabel 4.4 Tata Guna Lahan di Desa Sukanalu Tahun 2014

No Penggunaan

Lahan

Luas Areal (Ha)

Presentase (%)

1 Pemukiman 10,7 1,47

2 Ladang jeruk 460 63,51

3 Sawah 220 30,37

4 Kebun 5 6,90

5 Belukar 2 0,27

6 Hutan 25 3,45

7 Pekuburan 1,5 0,20

Jumlah 724,2 106,17

Sumber: Profil Desa Sukana lu, 2014

Perkembangan dan kemajuan masyarakat sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana. Apabila semakin baik sarana dan prasarana maka laju pembangunan akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari sarana yang tersedia seperti sarana kesehatan, pendidikan dan tempat peribadatan. Berikut ini tabel yang berisi keterangan mengenai sarana dan prasarana di Desa Sukanalu :


(54)

Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana di Desa Sukanalu Tahun 2014

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Pendidikan - Sekolah Dasar - SLTP

- SLTA

2 1 0

2 Kesehatan

- Puskesmas - Toilet Umum - Tangki Air Minum - Puskesdes

1 46

2 1

3 Kantor Kepala Desa 1

4 Sarana Ibadah - Masjid

- Gereja

1 5

Sumber : Profil Desa Sukanalu, 2014

4.2 Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, karakteristik sampel merupakan keadaan sosial ekonomi yang terdiri dari umur, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan, dan tingkat pendidikan terakhir, dan jumlah tanggungan.

Tabel 4.6 Rata – Rata dan Range Responden di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

No Karakteristik Rata –

Rata

Range

1 Umur (tahun) 43,3 24 – 73

2 Pengalaman Bertani (tahun)

15,2 2 – 40 3 Jumlah Tanggungan

(tahun)

2,7 0 – 7

4 Luas Lahan (ha) 0,43 0,1 – 1,5

5 Tingkat Pendidikan (tahun)

10,55 0 – 16 Sumber : Diola h da ri Da ta Primer, 2015

Berdasarkan tabel 4.6, rata – rata umur responenden 43,3 tahun dimana kelompok umur terbanyak adalah usia 35 – 39 tahun sebanyak 13 orang (21,67 %) dari total 60 responden. Pengalaman bertani terlama adalah 40 tahun dengan rata – rata pengalaman bertani 15,2 tahun. Jumlah tanggungan terbanyak adalah 3 orang


(55)

yakni 19 responden (31,67 %). Luas lahan terbesar yang diusahakan responden adalah 1,5 ha. Tingkat pendidikan rata – rata 10,55 tahun atau dalam jenjang SMA sebanyak 32 responden (53,33 %). Dari 60 responden, Jumlah responden berjenis kelamin laki-laki 26 orang atau 56,67 % dan responden yang berjenis kelamin perempuan 34 orang atau 43,33 %.


(56)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Cabai Merah

Sebelum menguji apakah ada tidaknya pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman cabai merah dan efisiensi penggunaan input produksi di daerah penelitian, maka berikut ini diuraikan kondisi nyata penggunaan faktor produksi pada usahatani cabai merah di daerah penelitian.

Tabel 5.1 Rata – Rata Penggunaan Input Produksi pada Usahatani Cabai Merah Per Sekali Musim Tanam

Jenis Input Rata – Rata

Penggunaan

Lahan 0,42 Ha

Bibit 4361,67 Batang

Tenaga Kerja 141 HKP

Pupuk 723,13 Kg

Obat - Obatan 9,9 kg

Sumber : Diola h da ri a na lisis da ta primer ,2015

Bibit yang digunakan petani diperoleh dengan cara dibeli di toko sarana produksi pertanian dan atau menggunakan hasil panen dari usaha tani cabai merah sebelumnya. Penggunaan bibit di daerah penelitian adalah 1 batang dalam 1 m2 lahan. Padahal jika dibandingkan dengan ketentuan jarak tanam bibit yang berlaku yaitu 75 cm dalam barisan dan 50 cm antar barisan (Tosin dan Nurma, 2010). Sehingga untuk penggunaan lahan untuk bibit belum sesuai dengan standar.

Di daerah penelitian, pemupukan dilakukan 8-12 kali pemumpukan dalam sekali musim tanam. Pemupukan pertama disebut juga pupuk dasar yaitu sebelum bibit ditanam dan mulsa dipasang, pemupukan selanjutnya dilakukan ketika tanaman belum menghasilkan serta tanaman sudah menghasilkan. Pupuk dasar hanya


(57)

menggunakan pupuk alami saja dan atau kombinasi pupuk alami dan kimia. Pupuk alami yang banyak digunakan adalah pupuk kandang dan kompos. Sementara pupuk kimia yang digunakan kebanyakan pupuk majemuk, seperti amophos, NPK, urea, Kcl, dll. Menurut Tosin dan Nurma (2010), begitu bedengan terbentuk maka diberi pupuk kandang berupa kotoran kambing, ayam, sapi, atau pupuk yang sudah matang dengan takaran 1 – 1,5 kg/tanaman. Sedangkan penggunaan pupuk kimia menurut Agromeda (2008) seperti Za 650 kg, urea 250 kg, TSP/SP 36 500 kg, KCl 400 kg, dan borat 18 kg per satu hektare. Dosis yang digunakan adalah 200 gram untuk tiap 75 cm panjang bedengan.

Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan penyemprotan pestisida sejak tanaman cabai merah berusia 2-3 minggu hingga tanaman menghasilkan. Penyemprotan pestisida dilakukan 5 hari sampai 7 hari dalam sekali penyemprotan tergantung cuaca dan hama penyakit yang muncul. Penyemprotan dilakukan dengan sprayer gendong berkapasitas 10 – 12 liter atau pompa mesin. Rata – rata penggunaan pestisida responden didaerah penelitian adalah 9,9 kg/ MT yang terdiri dari fungisida, herbisida, dan insektisida. Penggunaan pestisida kimia harus disesuaikan dengan benar , baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval, dan waktu aplikasinya. Tenaga kerja di daerah penelitian digunakan untuk mempersiapkan lahan dan penanaman, pemasangan mulsa serta tali dan ajir, pemupukan, pemberantasan hama penyakit, hingga panen. Tenaga kerja yang digunakan adalah TKDK (Tenaga Kerja dalam Keluarga) dan TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga). Penggunaan tenaga kerja luar keluarga paling banyak digunakan ketika masa panen.


(58)

Dalam usahatani cabai merah di daerah penelitian, dari 60 petani responden masih terdapat beberapa yang tidak memasang bedeng, tali dan ajir, dan bahkan mulsa plastik. Menurut Agromedia (2008), pemasangan mulsa plastik hitam perak atau jerami dapat menghambat atau memutus siklus hidup kutu daun, terutama untuk penanaman cabai di dataran menengah hingga tinggi.

5.2. Pengaruh Faktor Produksi terhadap Produksi Usahatani Cabai Merah 5.2.1 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik ini dilakukan untuk melihat apakah hasil estimasi memenuhi dasar linear klasik atau tidak secara kriteria ekonometrika. Uji asumsi klasik ini diuji dalam 4 bagian yaituuji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Untuk mengetahui apakah ditribusi data mendekati distribusi normal, dilakukan uji normalitas. Uji normalitas dilakukan dengan pendekatan grafik. Distribusi data mengikuti atau mendekati ditribusi normal apabila distribusi data berbentuk lonceng (bell shaped). Kemudian tampilan Normal P-P Plot of Regr ession Sta nda rized Residua l suatu data dikatakan berdistribusi normal apabila garis yang digambarkan data menyebar atau merapat ke garis diagonalnya. Kemudian, berdasarkan uji one sample kolmogorov- smirnov diperoleh nilai Z > 0,05, maka data pada penelitian ini berdistribusi normal.


(1)

0.20077797E02 0.69922310E12 0.32536846E02 0.25285518E11 -0.30429697E-11

0.11516307E-11 -0.39534358E-03 -0.61842806E-03

-0.70928055E-11 -0.50126765E-20 -0.25285518E-11 0.20536493E-19 0.11971715E-19

-0.49730725E-20 0.86981586E-14 0.29115325E-13

-0.16249496E-10 0.40652914E-20 -0.30429697E-11 0.11971715E-19 0.60428117E-19

0.76128080E-20 -0.37640732E-12 -0.48694786E-12

-0.59010699E-11 0.29232210E-20 0.11516307E-11 -0.49730725E-20 0.76128080E-20

0.17312766E-19 0.11734963E-11 0.14933942E-11

0.12620867E02 0.19878996E12 0.39534358E03 0.86981586E14 -0.37640732E-12

0.11734963E-11 0.42823378E-02 0.17135876E-02

0.27672295E03 0.21931327E12 0.61842806E03 0.29115325E13 -0.48694786E-12

0.14933942E-11 0.17135876E-02 0.20114668E-02

technical efficiency estimates :

firm eff.-est. 1 0.82870658E+00 2 0.82319267E+00 3 0.75825011E+00 4 0.43769898E+00 5 0.82919966E+00 6 0.66803067E+00 7 0.70087221E+00 8 0.79065745E+00 9 0.79668430E+00 10 0.92647205E+00 11 0.71892654E+00 12 0.83929989E+00 13 0.84078244E+00 14 0.64375555E+00 15 0.83841513E+00 16 0.71518805E+00 17 0.17352108E+00 18 0.73875752E+00 19 0.77990205E+00 20 0.63527739E+00 21 0.63411185E+00 22 0.80478604E+00


(2)

23 0.75469312E+00 24 0.65976757E+00 25 0.82315456E+00 26 0.70102157E+00 27 0.23539137E+00 28 0.83848409E+00 29 0.56414902E+00 30 0.80656882E+00 31 0.25862363E+00 32 0.83399642E+00 33 0.53593481E+00 34 0.63705930E+00 35 0.78564247E+00 36 0.84600960E+00 37 0.38188709E+00 38 0.61503618E+00 39 0.64871597E+00 40 0.64785100E+00 41 0.76033999E+00 42 0.83189324E+00 43 0.75325957E+00 44 0.92087161E+00 45 0.68339357E+00 46 0.79384752E+00 47 0.52423074E+00 48 0.77629682E+00 49 0.81961779E+00 50 0.80570004E+00 51 0.94467777E+00 52 0.52641599E+00 53 0.63267949E+00 54 0.77303743E+00 55 0.82496046E+00 56 0.91363817E+00 57 0.67160214E+00 58 0.72916667E+00 59 0.81129141E+00 60 0.90946347E+00


(3)

Lampiran 13. Hasil Output Efisiensi Harga Menggunakan Software Frontier 4.1c

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.17761049E+02 0.21228480E+00 0.83666135E+02 beta 1 -0.66251588E-08 0.32245153E-08 -0.20546216E+01 beta 2 -0.15727792E-01 0.36295972E-01 -0.43332057E+00 beta 3 0.91684210E-08 0.76041740E-08 0.12057090E+01 beta 4 0.60870295E-08 0.50266393E-08 0.12109541E+01 beta 5 -0.69610074E-08 0.33504558E-08 -0.20776300E+01 sigma-squared 0.60822780E+00

log likelihood function = -0.67059321E+02 the estimates after the grid search were : beta 0 0.17626895E+02

beta 1 -0.66251588E-08 beta 2 -0.15727792E-01 beta 3 0.91684210E-08 beta 4 0.60870295E-08 beta 5 -0.69610074E-08 sigma-squared 0.56540233E+00 gamma 0.50000000E-01 mu is restricted to be zero eta is restricted to be zero

iteration = 0 func evals = 20 llf = -0.67069632E+02

0.17626895E+02-0.66251588E-08-0.15727792E-01 0.91684210E-08 0.60870295E-08

-0.69610074E-08 0.56540233E+00 0.50000000E-01 gradient step

iteration = 1 func evals = 26 llf = -0.67069630E+02

0.17626895E+02-0.66259287E-08-0.15727792E-01 0.91691081E-08 0.60881553E-08

-0.69565868E-08 0.56540233E+00 0.50000000E-01

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio


(4)

beta 1 -0.66259287E-08 0.10000000E+01 -0.66259287E-08 beta 2 -0.15727792E-01 0.10000000E+01 -0.15727792E-01 beta 3 0.91691081E-08 0.10000000E+01 0.91691081E-08 beta 4 0.60881553E-08 0.10000000E+01 0.60881553E-08 beta 5 -0.69565868E-08 0.10000000E+01 -0.69565868E-08 sigma-squared 0.56540233E+00 0.10000000E+01 0.56540233E+00 gamma 0.50000000E-01 0.10000000E+01 0.50000000E-01 mu is restricted to be zero

eta is restricted to be zero

log likelihood function = -0.67069632E+02 the likelihood value is less than that obtained using ols! - try again using different starting values number of iterations = 1

(maximum number of iterations set at : 100) number of cross-sections = 60

number of time periods = 1 total number of observations = 60 thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.10000000E+01 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.10000000E+01 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.10000000E+01 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.10000000E+01 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.10000000E+01

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00


(5)

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.10000000E+01 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00

0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.10000000E+01

cost efficiency estimates :

firm eff.-est. 1 0.11568733E+01 2 0.11555097E+01 3 0.11318248E+01 4 0.11542078E+01 5 0.11346411E+01 6 0.11297362E+01 7 0.11491738E+01 8 0.11701721E+01 9 0.11418846E+01 10 0.11413597E+01 11 0.11288958E+01 12 0.11667050E+01 13 0.11508045E+01 14 0.11186472E+01 15 0.11429597E+01 16 0.11508049E+01 17 0.11239325E+01 18 0.11680902E+01 19 0.11462336E+01 20 0.11347912E+01 21 0.11154808E+01 22 0.11627562E+01 23 0.11574121E+01 24 0.11693461E+01 25 0.11618377E+01 26 0.11764984E+01 27 0.11384643E+01 28 0.11749375E+01 29 0.11502851E+01 30 0.11374307E+01 31 0.11374705E+01 32 0.11635643E+01 33 0.11381532E+01 34 0.11202558E+01


(6)

35 0.11503668E+01 36 0.11531829E+01 37 0.11271594E+01 38 0.11249485E+01 39 0.11376923E+01 40 0.11346115E+01 41 0.11470593E+01 42 0.11660525E+01 43 0.11460761E+01 44 0.11633038E+01 45 0.11441867E+01 46 0.11636070E+01 47 0.11255275E+01 48 0.11596692E+01 49 0.11740769E+01 50 0.11845648E+01 51 0.11543565E+01 52 0.11581929E+01 53 0.11723139E+01 54 0.11650553E+01 55 0.11659892E+01 56 0.11647145E+01 57 0.11361645E+01 58 0.11393112E+01 59 0.11617189E+01 60 0.11571551E+01


Dokumen yang terkait

Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

7 79 91

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Cabai (Capsicum annum. L) Dusun Pamah semilir Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat

11 107 67

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai (Capsicum Annum L.) Dusun Pamah Semilir Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat

3 51 77

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

17 140 134

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

0 1 2

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

0 0 60

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

0 0 11

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

0 0 1

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

0 0 7

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

0 0 20