Perkembangan Tenun Ulos di Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan 1980-2006

BAB II
GAMBARAN UMUM KECAMATAN SIPIROK
2.1 Wilayah Sipirok di Kabupaten Tapanuli Selatan
2.1.1 Pembentukan dan Unifikasi Kabupaten Tapanuli Selatan
Kabupaten Tapanuli Selatan, awalnya, merupakan gabungan dari tiga
kabupaten yang berada di wilayah Tapanuli Bagian Selatan. 13 Adapun tiga kabupaten
yang dikepalai Bupati tersebut adalah Kabupaten Angkola Sipirok dengan ibukota
kabupaten di Padangsidimpuan, Kabupaten Padang Lawas dengan ibukota kabupaten
di Gunung Tua, dan Kabupaten Mandailing Natal dengan ibukota kabupaten di
Panyabungan.
Setelah Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh pada akhir tahun 1949,
maka pembagian daerah administrasi mengalami perubahan. Pada tahun 1950,
Kabupaten Daerah Tapanuli Bagian Selatan dibentuk menjadi Kabupaten Tapanuli
Selatan dengan Undang – Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1950. Dalam pasal 1 ayat
10 disebutkan bahwa Kabupaten Tapanuli Selatan dengan batas-batas yang meliputi
wilayah Afdeeling Padangsidimpuan sesuai dengan Staatsblad 1937 Nomor 536.
Unifikasi wilayah Kabupaten Tapanuli Bagian Selatan menjadi Kabupaten
Tapanuli Selatan mengakibatkan seluruh pegawai yang berada di Kantor Bupati
13

Kabupaten Tapanuli Selatan ketika masa pemerintahan Belanda disebut Afdeeling

Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padangsidimpuan.
Afdeeling Padangsidimpuan membawahi tida wilayah onder afdeeling yang dikepalai oleh seorang
Contreleur , yaitu Onder Afdeeling Angkola Sipirok yang berkedudukan di Padangsidimpuan, Onder
Afdeeling Padang Lawas yang berkedudukan di Sibuhuan, dan Onder Afdeeling Mandailing Natal
yang berkedudukan di Kotanopan.

14

Universitas Sumatera Utara

Angkola Sipirok, Kantor Bupati Padang Lawas, Kantor Bupati Mandailing diakuisisi
menjadi pegawai Kantor Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan yang ibukotanya
berkedudukan di Padangsidimpuan. Unifikasi wilayah Tapanuli Selatan ini pada
akhirnya memiliki 18 kecamatan 14, yaitu Dolok, Barumun, Barumun Tengah, Batang
Angkola, Batang Natal, Batang toru, Kotanopan, Muarasipongi, Natal, Padang Bolak,
Padangsidimpuan, Panyabungan, Saipar Dolok Hole, Simangambat, Siabu, Sipirok,
Sosa, Sosopan.
Selanjutnya, telah terjadi beberapa kali pemekaran wilayah tingkat kecamatan
di Kabupaten Tapauli Selatan ini, yang dimulai pada tahun 1982, kemudian berlanjut
pada tahun 1992 yaitu pemekaran wilayah kecamatan Natal 15 dan Kecamatan Siais

dengan

ibukotanya

Simarpinggan

yang

berasal

dari

sebagian

Kecamatan

Padangsidimpuan Barat, kemudian tahun 1996 pembentukan Kecamatan Halongonan
dengan ibukotanya Hutaimbaru, yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Padang
Bolak. 16
Kemudian, dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 1998 dan disahkan pada tanggal 23 Nopember 1998 tentang pembentukan
14

Daftar 18 kecamatan ini bertahan hingga tahun 1982, ketika pada tanggal 30 Nopember
1982 terjadi pemekaran di Kecamatan Padangsidimpuan menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan
Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Barat
dan Kecamatan Padangsidimpuan Timur, yang kemudian nama Kecamatan Padangsidimpuan
dihapus.Selanjutnya Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan mejadi bagian
dari Kota Administratif Padangsidimpua yang dibentuk berdasarkan PP No. 32 Tahun 1982.Kota
administrative bukanlah daerah otonom sebagaimana Kabupaten atau Kota.Kota administrative ini
tidak memiliki DPRD.Kota administrative hanya dipimpin oleh seorang walikota dan dibantu oleh
wakil walikota yang diangkat oleh gubernur dari kalangan Pegawai Negeri Sipil.
15
Kecamatan Natal ini dimekarkan menjadi 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Natal dengan
ibukotanya Natal, Kecamatan Muara Batang Gadis dengan ibukotanya Singkuang, dan Kecamatan
Batahan dengan ibukotanya Batahan.
16
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1996 Tanggal 3 Januari 1996.

15


Universitas Sumatera Utara

Kebupaten Mandailing Natal maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi
2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Mandailing Natal dengan ibukotanya Panyabungan
(dengan jumlah daerah administrasi 8 kecamatan) dan Kabupaten Tapanuli Selatan
dengan ibukotanya Padangsidimpuan (dengan jumlah daerah administrasi 16
kecamatan).
Pada Tahun 1999 sesuai dengan PP RI No. 43 Tahun 1999 Tanggal 26 Mei
1999 terjadi pemekaran kecamatan di Kabupaten Tapauli Selatan, kemudian pada
tanggal 17 Oktober 2001 oleh Mentri Dalam Negri, Hari Sabarno, atas nama Presiden
Republik Indonesia, Padangsidimpuan diresmikan menjadi Kota sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001. Selanjutnya, pada tahun 2002, sesuai dengan
Perda No. 4 Tahun 2002 dibentuk sejumlah kecamatan di Kabupaten Tapauli Selatan.

16

Universitas Sumatera Utara

Tabel II. 1

Susunan Pejabat Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan 1950-2010
No

Nama

Masa Bakti

1

Muda Siregar Gelar Sulta Doli

1950-1951

2

Raja Junjungan Lubis

1951-1954

3


Abdul Azis Lubis

1954

4

Wahid R

1954

5

Muhammad Nasib Nasution

1954-1955

6

Abdul Azis Lubis


1955-1956

7

M. Nurdin Nasution

1956-1961

8

M. Nurdin Nasution

1961-1969

9

Ahmad Negara Nasution

1969-1970


10

M. Nurdin Nasution

1970-1974

11

Bgd. Syarif Nasution

1974-1979

12

Hamzah Lubis

1979-1984

13


H.A. Rasyid nasution

1984-1989

14

Drs. Toharuddin Siregar

1989-1994

15

Drs. H. Sualoon Siregar

1994-1999

16

Ir. Suangkupon Siregar


1999-2000

17

Drs. H.M. Saleh harahap

2000-2004

18

Abdul Rahim Siregar

2004-2005

19

Ongku P. Hasibuan

2005-2010


Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2006.

17

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Lokasi Penelitian
Secara umum Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi lokasi cakupan wilayah
penelitian ini dan Kecamatan Sipirok merupakan wilayah sasaran utama tentang
perkembangan pertenunan di wilayah tersebut.
Secara geografis, daerah tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan berada di
belahan Barat Indonesia dan sebelah Selatan Pulau Sumatera yang terletak pada 0,10’
sampai dengan 1o50’ Lintang Utara dan 98o50’ sampai dengan 100o10’ Bujur Timur,
dengan ketinggian 0 – 1915 meter diatas permukaan laut dengan luas lebih kurang
12.275,80 km2. 17 Sedangkan jika ditinjau dari letak topografisnya Kabupaten
Tapanuli Selatan, sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi dan berbukit bukit yaitu rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari Utara melalui
daerah-daerah Kecamatan Sipirok, Saipar Dolok Hole, Batang Toru, Dolok, Barumun
Tengah, Sosa dan Muara Sipongi.Terdapat beberapa bukit dan gunung yang terkenal
di wilayah ini, antara lain Gunung Lubuk Raya, Gunung Sibual-Buali, 18 Bukit
Simago-mago dan lain-lain. Dilembah pegunungan dan bukit-bukit yang terjal
tersebut terdapat panorama alam yang indah yaitu danau-danau yang memiliki pesona
alam yang memikat, seperti: Danau Siombun di Kecamatan Panyabungan, Danau Tao
di Kecamatan Sosopan, Danau Siais di Kecamatan Padangsidimpuan Barat dan

17

Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 2002, Kerjasama Badan Pusat
Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Tapanuli Selatan, 2002, hal. 0.
18
Gunung ini masih aktif dan memiliki geyser dan sumber air panas yang ditampung di dua
kolam pemandian umum di daerah Sipirok, yaitu di desa Padang Bujur dan Sosopan, yang kini
menjadi objek wisata di wilayah tersebut.

18

Universitas Sumatera Utara

Danau Marsabut di Kecamatan Sipirok. Sedangkan untuk dataran rendah dan padang
rumput yang luas terdapat di wilayah sebelah Barat dan Timur Kabupaten Tapanuli
Selatan. 19
Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan wilayahnya dibatasi oleh, sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Tengah,
sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, sebelah Barat berbatasan
dengan Samudera Indonesia dan sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau.
Untuk lokasi penelitian yang secara khusus yaitu Kecamatan Sipirok yang
merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Tapannuli Selatan. Sipirok
terletak di dataran tinggi sehingga daerah ini memiliki kondisi alam cenderung dingin
atau sejuk karena berada di lembah Gunung Sibualbuali yang masih aktif. Masyarakat
Sipirok tergolong dalam masyarakat Angkola-Sipirok yang masyarakatnya sejak
dahulu kala telah mendiami wilayah Angkola dan wilayah Sipirok yang terdapat di
Kabupaten Tapanuli Selatan.
Wilayah budaya masyarakat Angkola terdiri dari tiga bagian yaitu Angkola
Jae (Angkola Hilir/ yang lebih dikenal dengan wilayah Sipirok, Saipar Dolok Hole,
dan Sipiongot), Angkola Julu (Angkola Hulu) dan Angkola Dolok (Angkola
Pegunungan). Selanjutnya, wilayah budaya Angkola kemudian terbagi kedalam
sepuluh wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Batang Angkola, Kecamatan Batang
Toru, Kecamatan Padangsidimpuan Barat, Kecamatan Padangsidimpuan Timur,
19

Ahmad Husin Ritonga,dkk., Kerajinan Tradisional Abit Godang dan Parompa Sadun
Daerah Sumatera Utara,. Medan: Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera
Utara, 1993, hal. 9-10.

19

Universitas Sumatera Utara

Kecamatan

Padangsidimpuan

Selatan,

Kecamatan

Padangsidimpuan

Utara,

Kecamatan Sipirok, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Padang Bolak dan
Kecamatan Dolok. 20 Wilayah tempat kediaman masyarakat Angkola-Sipirok
berdampingan dengan wilayah Padang Bolak (Padang Lawas) dan wilayah
Mandailing. Secara administratif wilayah Kecamatan Sipirok berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara dengan Kecamatan Saipar Dolok Hole.
2. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Padangsidimpuan Timur dan Kecamatan
Padangsidimpuan Barat.
3. Sebelah Barat dengan Kabupaten Tapanuli Utara.
4. Sebelah Timur dengan Kecamatan Padang Bolak..
Luas wilayah Kecamatan Sipirok adalah 720, 85 km2 atau 3,80% dari luas
Kabupaten Tapanuli Selatan yang terdiri dari 127 desa dan 5 kelurahan. Sipirok
menjadi ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan, sesuai dengan Undang-Undang nomor
37 tahun 2007.
2.2 Masyarakat Sipirok
Sipirok sebagai sebuah nama mengandung dua makna konseptual, yaitu
konsep teritorial dan konsep sosio kultural. Sebagai konsep teritorial, Sipirok
menunjukkan suatu kawasan tertentu dengan batas-batas yang jelas. Dan sebagai
konsep sosio kultural, Sipirok menunjukkan satu kelompok masyarakat dan

20

Parlaungan Ritonga, Makna Simbolik dalam Upacar Adat Mengupa Masyarakat Angkola
Sipirok di Tapanuli Selatan, Medan: USU PRESS, 1997, hal. 4.

20

Universitas Sumatera Utara

kebudayaannya yang khas. Selain itu, kata Sipirok juga digunakan sebagai nama bagi
ibukota Kecamatan Sipirok.
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat berkelanjutan dan terikat oleh suatu rasa
identitas bersama. 21 Masyarakat Sipirok merupakan salah satu dari sekian banyak
masyarakat etnis (suku bangsa) yang sejak zaman dahulu kala mendiami satu wilayah
tertentu di Sumatera Utara. Wilayah tempat kediaman Orang Sipirok itu dahulu
mempunyai batas-batas yang ditetapkan menurut tradisi, dan terdiri dari dua kawasan
yang masing-masing dinamakan Luat Sipirok dan Luat Saipar Dolok Hole.
Proses terbentuknya masyarakat Sipirok tergambar dalam ungkapan lokal
yang

mengatakan

Sipirok

Pardomuan

yang

berarti

“Sipirok

Perpaduan”.

Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat Sipirok merupakan gabungan atau
perpaduan dari sejumlah orang-orang yang berlainan marga yang datang dari
berbagai tempat menuju kawasan Sipirok dan Saipar Dolok Hole. Ada yang datang
dari kawasan Muara dan Pangaribuan di Tapanuli Utara, ada pula yang datang dari
kawasan Mandailing dan Angkola di Tapanuli Selatan. Kedatangan mereka tidak
terjadi secara serentak. 22 Menurut beberapa literatur dan keterangan lisan, orangorang bermarga Siregar yang menjadi cikal bakal pertumbuhan masyarakat Sipirok,
berasal dari satu tempat bernama Muara di Tapanuli Utara, dan merupakan keturunan

21

Koentaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Penerbit Aksara Baru: Jakarta, 1980. hal.

160.
22

Z. Pangaduan Lubis dan Zulkifli B. Lubis, op.cit., hal. 3 dan 11.

21

Universitas Sumatera Utara

dari Toga Siregar. 23 Mereka merupakan pelopor yang merintis berdirinya tempattempat pemukiman yang kemudian berkembang menjadi huta (desa). Selanjutnya,
mereka menetap dan berkembang di Sipirok dan kemudian berbaur dengan orangorang yang datang kemudian ke wilayah Sipirok hingga membentuk satu kesatuan
hidup dan kesatuan budaya yang diikat dengan satu sistem adat istiadat atau sistem
nilai budaya yang khas. Selanjutnya, adat istiadat tersebut mereka gunakan secara
terus menerus untuk mengatur cara-cara mereka berinteraksi dalam segala aspek
kehidupan mereka. Kesatuan hidup itu sekaligus terikat pula dalam satu identitas
bersama yang muncul dengan satu sebutan, yakni Sipirok, yang hingga kini kesatuan
hidup tersebut tetap bereksistensi di Kabupaten Tapanuli Selatan.
2.3 Keadaan Penduduk
Penduduk asli wilayah Tapanuli Selatan memiliki dua jenis suku sesuai
dengan daerahnya yaitu Batak Mandailing yang mendiami daerah Mandailing, yang
berbatasan dengan Sumatera Barat dan suku Batak Angkola, yang mendiami daerah
bagian utara Kabupaten Tapanuli Selatan seperti Sipirok. Kedua suku ini yaitu Batak
Mandailing dan Angkola menempati sebagian besar dari keseluruhan wilayah
Tapanuli Selatan sejak masa tradisional sampai pada saat sekarang ini.
Secara turun-temurun, sub etnis Mandailing dan Angkola menganut sistem
patrilineal yaitu menarik garis keturunan dari pihak ayah. Mempunyai sistem

23

Toga Siregar menurut O. Gorga Torsana Siregar dalam bukunya yang berjudul Toga Siregar
(1974:6) adalah putra bungsu dari Siraja Lontung yang dilahirkan oleh istrinya Siboru Pareme pada
satu tempat yang bernama Banua Raja. Letaknya di tepi Danau Toba.

22

Universitas Sumatera Utara

kemasyarakatan yang disebut Dalihan Na Tolu(tiga tumpuan). Sistem kekerabatan ini
terdiri dari tiga unsur fungsional yang masing-masing unsur tersebut mempunyai rasa
ketergantungan antara satu dengan yang lainnya, yang berupa ikatan darah
(geneologis) dan ikatan perkawinan. Ketiga kelompok tersebut adalah (1) mora, (2)
kahanggi, dan (3) anak boru.
Selain itu terdapat sistem sosial berdasarkan garis keturunan yang disebut
marga. 24 Marga merupakan suatu bentuk kelompok kekerabatan (kin group) yang
para anggotanya adalah keturunan dari seorang kakek bersama, oleh karena itu pada
hakekatnya para anggota suatu marga satu sama lain terikat oleh pertalian atau
hubungan darah (blood-ties). 25 Setiap anggota masyarakat yang mempunyai marga,
biasanya menempatkan nama marga di belakang namanya. Orang-orang Mandailing
dan Angkola yang semarga disebut markahanggi. 26 Umumnya sub etnis Mandailing
terdiri dari marga-marga seperti Nasution, Lubis, Pulungan, Rangkuti, Batubara,
Daulay, Matodang, Parinduri, Hasibuan dan lain-lain. 27 Adapun sub etnis Angkola
umumnya terdiri dari marga-marga seperti Siregar, Harahap, Hutasoit, Rambe,
Ritonga, Pohan, dan lain-lain. Marga-marga tersebut (baik Angkola dan Mandailing)
sebagian bukan merupakan masyarakat asli yang mendiami daerah tersebut, ada juga
beberapa marga yang merupakan pedatang dan mendiami daerah tersebut. Hal ini
24

Dalam masyarakat Batak penyebutan sistem klen marga ini berbeda – beda, pada
masyarakat Toba, Mandailing-Angkola, dan Simalungun disebut dengan marga, pada masyarakat Karo
dan Pakpak-Dairi disebut merga.
25
Z. Pangaduan Lubis dan Zulkifli B. Lubis, op. cit., hal. 133.
26
Kelompok yang masih satu marga (saudara yang masih dekat/ berabang adik) biasanya
karena hubungan darah yang masih dekat hubungannya.
27
Pandapotan Nasution, Adat Budaya Mandailing dalam Tantangan Zaman, Medan: Forkala
Provinsi Sumatera Utara, 2005, hal. 6.

23

Universitas Sumatera Utara

menjadikan wilayah Tapanuli Selatan ditempati oleh penduduk yang heterogen.
Masyarakatnya membaur satu sama lain, menjalin interaksi

yang saling

berkesinambungan, hingga daerah Tapanuli Selatan sangat identik dengan suku Batak
Angkola Mandailing, yang dalam kenyataannya keduanya memang berbeda.
Secara umum, penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan menurut data statistik
berjumlah 745.961 jiwa di tahun 1980, 954.332 jiwa di tahun 1990, 734.188 jiwa
ditahun 2000. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam tabel berikut:

24

Universitas Sumatera Utara

Tabel II. 2
RATA-RATA PERTUMBUHAN PENDUDUK DARI TAHUN 1980 DAN 1990
No.

Kecamatan

Jlh.
Penduduk
pada SP. 1980
27.424
30.444
53.687
9.386
82.517
50.884
33.699
59.462
14.017
21.471
41.509
30.860
67.263

Jlh.
Laju
Penduduk
Pertumbuhan
pada SP. 1990
Penduduk
1
Natal
40.180
3,89
Batang
Natal
2
40.345
2,86
3
Kotanopan
62.872
1,59
4
Muarasipongi
9.970
0,61
5
Panyabungan
99.142
1,85
6
Siabu
56.237
1,01
7
Batang Toru
41.436
2,09
8
Batang Angkola
67.970
1,35
9
Sosopan
18.574
2,89
10
Sosa
41.887
6,91
11
Barumun
52.536
2,38
12
Barumun Tengah
44.536
3,68
13
Padang Bolak
87.606
2,68
14
P. Sidimpuan Timur **)
51.864
15
P. Sidimpuan Barat **)
160.328
57.498
16
P. Sidimpuan Selatan **)
46.221
17
P. Sidimpuan Utara **)
50.498
18
Saipar Dolok Hole
17.068
19.834
1,51
19
Sipirok
33.171
37.834
1,35
20
Dolok
21.771
27.721
2,45
Jumlah
754.961
954.245
2,37
Catatan : Tidak termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap (tunawisma,
awak kapal, penghuni perahu/ rumah apung, dan masyarakat terpencil).
**) : Pada waktu Sensus Penduduk Tahun 1980 masih termasuk Kecamatan
Padang Sidimpuan dan belum terjadi pemekaran.
Sumber : Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka Tahun 1990.

25

Universitas Sumatera Utara

Tabel II. 3
Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan Dirinci Menurut Kecamatan
Tahun 2000
No

Kecamatan

Jlh. Penduduk pada SP. 2000

1

Batang Angkola

71.596

2

Sosopan

8.421

3

Barumun

59.416

4

Sosa

50.723

5

Barumun Tengah

54.898

6

Batang Onang

11.550

7

Padangsidimpuan Timur

61.794

8

Siais

24.206

9

Padangsidimpuan Barat

553.274

10

Batag Toru

445.470

11

Sipirok

30.706

12

Arse

8.121

13

Padang Bolak Julu

9.479

14

Padang Bolak

69.209

15

Halongonan

21.741

16

Saipar Dolok Hole

21.684

17

Dolok

20.296

18

Dolok Sigompulon

12.850

19

Padangsidimpuan Selatan

47.973

20

Padangsidimpuan Utara

50.961

Jumlah
Sumber

734.188

: BPS Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2000.

26

Universitas Sumatera Utara

2.4 Kehidupan Ekonomi Masyarakat Sipirok
Gunung Sibualbuali yang masih aktif membuat tanah di wilayah Sipirok
tergolong subur. Umumnya mata pencaharian utama di Tapanuli Selatan khususnya
Sipirok adalah bertani, dengan teknik pertaniannya yang masih sederhana atau
tradisional. Dalam aktivitas pertanian, masyarakat Sipirok dahulu telah mengenal
istilah “marsialapari” yaitu suatu sistem aktivitas gotong rotong yang dilakukan
secara bersama-sama, secara bergantian dan bergiliran, sehingga dapat meringankan
pekerjaan seseorang pada waktu sibuknya di sawah, seperti sewaktu menanam atau
menuai/ panen.
Sebagian besar penduduk di Kecamatan Sipirok bekerja di sektor pertanian
baik sebagai buruh tani maupun sebagai petani sendiri. Selain pada sektor pertanian
juga ada sektor industri kerajinan, perdagangan, jasa dan lainnya. Pertanian di
Kecamatan Sipirok disesuaikan dengan keadaan topografi desa yang berada di
Kecamatan Sipirok. Apabila topografinya datar maka akan bertani di sawah, dan
apabila topografinya berbukit-bukit maka pertaniannya dibuat menjadi ladang.
Komoditi pertanian yang diperoleh oleh petani adalah padi, sayur-sayuran dan buahbuahan serta tanaman kopi.
Disamping berprofesi dalam bidang pertanian, maka bidang pekerjaan yang
banyak digeluti oleh masyarakat di Kecamatan Sipirok adalah perindustrian, terutama
yang bekerja dalam pembuatan tenunan kain tradisional masyarakat Sipirok.
Penduduk yang terlibat dalam industri kecil ini seluruhnya adalah kaum perempuan.

27

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Sipirok
Pada dasarnya kesatuan hidup setempat atau komunitas terbentuk terutama
karena “ikatan tempat kehidupan”, sehingga suatu komunitas selalu menempati satu
kawasan (territory) tertentu di muka bumi. Oleh karena itu orang-orang yang tinggal
bersama di suatu kawasan tertentu belum merupakan suatu kesatuan hidup kalau
mereka tidak merasakan terikat oleh perasaan bangga dan cinta kepada kawasan yang
bersangkutan. 28
Sebagaimana halnya pada masyarakat Batak, pada masyarakat Angkola dan
Mandailing terkhusus pada masyarakat Sipirok juga dikenal sistem “Dalihan Na
Tolu”.Dalihan Na Tolusecara harfiah adalah “tungku nan tiga” yang merupakan
lambang dalam sistem sosial batak, yang juga mempunyai tiga tiang penopang, yang
meliputi Mora, Kahanggi dan Anak Boru. Kelompok yang meliputi Mora merupakan
kelompok kekerabatan yang berstatus sebagai pemberi anak gadis (bride giver) dalam
hubungan perkawinan. Kahanggi adalah kelompok kekerabatan yang satu marga
(saudara yang masih dekat) biasanya karena hubungan darah yang masih dekat
hubungannya, sedangkan yang disebut anak boru merupakan kelompok kekerabatan
yang berstatus sebagai penerima anak gadis (bride receiver) dari mora. Perkawinan
yang menimbulkan ikatan dan integrasi diantara tiga pihak yang disebut tadi seolaholah merupakan tiga tungku di dapur yang penting dalam kehidupan sehari-hari.

28

Koentjaraningrat, op.cit.,hal. 155.

28

Universitas Sumatera Utara

Demikianlah pentingnya peranan ketiganya, yang dapat dilihat dari kenyataan
bahwa upacara adat dalam masyarakat Sipirok hanya dapat diselenggarakan jika
kerabat yang berstatus sebagai mora, kahanggi dan anak boru ikut serta
melaksanakannya secara bersama-sama. Jika salah satu diantaranya tidak ikut
berperan maka upacara adat mutlak tidak boleh diselenggarakan. Sehingga, untuk
menjaga keutuhan hubungan baik dan kerja sama yang harmonis antara mora,
kahanggi dan anak boru yang merupakan unsur atau komponen fungsional dari
sistem sosial masyarakat Sipirok, maka masyarakat Sipirok memelihara hubungan
perkerabatan dengan prinsip, yaitu Soma mar mora(untuk memelihara hubungan baik
dengan kerabat berkedudukan sebagai mora-nya, setiap orang harus senantiasa
bersikap

hormat

dan

memuliakannya),

Manat-manat

markahanggi

(untuk

menghindarkan konflik dengan kerabat yang berkedudukan sebagai kahanggi-nya,
setiap orang harus senantiasa berlaku cermat dan hati-hati), Elek mar anak boru
(setiap orang harus pandai-pandai mengajuk hati serta membujuk kerabat yang
berkedudukan sebagai anak boru-nya). 29

29

Z. Pangaduan Lubis dan Zulkifli B. Lubis, op.cit.,hal. 136.

29

Universitas Sumatera Utara