Prakiraan Konsentrasi Karbon Monoksida dengan Pemodelan Delhi Finite Line Source (Studi Kasus : Jalan MT. Haryono, Medan) Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melakukan pengamatan
kendaraan yaitu menghitung jenis dan jumlah kendaraan untuk mendapatkan laju emisi.
Selanjutnya laju emisi dimasukkan ke dalam persamaan untuk mendapatkan konsentrasi
CO dari kendaraan bermotor. Kemudian dalam waktu yang bersamaan dengan
pengamatan kendaraan akan dilakukan sampling konsentrasi CO di lapangan dimana
hasil sampling (CO terukur) tersebut akan dibandingkan dengan hasil pemodelan (CO
hitung) serta dilakukan juga pengambilan data meteorologi lapangan seperti suhu,
intensitas matahari, arah dan kecepatan angin.
Tahapan penelitian yaitu dimulai dari studi literatur, urgensi penelitian, penyusunan
metode penelitian, pengumpulan data sekunder, pengambilan data primer, menghitung
konsentrasi CO menggunakan pemodelan Delhi Finite Line Source (DFLS), sampling
kualitas udara di lapangan, uji validasi, dan mendapatkan keakuratan penerapan model
DFLS. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.

III-1
Universitas Sumatera Utara

III-2

Universitas Sumatera Utara

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di ruas Jalan MT. Haryono Kota Medan. Lokasi ini dipilih atas dasar
beberapa pertimbangan tertentu, yaitu :
a. Merupakan ruas jalan di Kota Medan yang didominasi kawasan perdagangan, terdapat
gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, sekolah, dan tokotoko.
b. Sering terjadi kemacetan pada hari dan jam sibuk dengan rasio V/C sebesar 1,08
(DISHUB, 2016). Nilai V/C sama dengan 1 berarti bahwa ruas jalan tersebut macet
atau kapasitas jalan sama dengan jumlah kendaraan yang melewati jalan tersebut,
sehingga sesuai dipilih sebagai lokasi penelitian.
c. Lalu lintas di ruas jalan ini merupakan heterogen. Lalu lintas heterogen adalah lalu
lintas yang memiliki komposisi pengguna jalan raya yang terdiri dari kendaraan
bermotor, non-kendaraan bermotor, dan pejalan kaki (Mardiati, 2015).
Lokasi penelitian untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2 Peta Lokasi Penelitian

III-3

Universitas Sumatera Utara

3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) hari pada bulan Desember 2016. Pengambilan
sampel yang meliputi jumlah dan jenis kendaraan bermotor, konsentrasi CO dengan aktif
sampling, serta data meteorologi dilakukan dalam 3 (tiga) hari yaitu Senin, Rabu dan
Jumat. Titik sampling dipilih pada 2 (dua) titik persimpangan menggunakan purposive
sampling. Titik ini dinilai dapat mewakili keseluruhan Jalan MT. Haryono yang memiliki
panjang 1,16 km dan lebar jalan 0,14 km dalam perhitungan model DFLS. Pemilihan titik
sampling ini juga berdasarkan bahwa kendaraan tidak hanya melewati sepanjang Jalan
MT. Haryono, melainkan dapat keluar dan masuk dari persimpangan-persimpangan
tersebut.
Menurut Lampiran VI Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PERMENLH) No. 12
Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pemantauan Kualitas Udara Ambien pada bagian
III Metode Pemantauan Secara Manual, idealnya untuk mendapatkan data atau nilai satu
jam, pengukuran dapat dilakukan pada salah satu interval waktu seperti dibawah ini.
Durasi pengukuran di setiap interval adalah satu jam.
1. Interval waktu 06.00 – 09.00 (pagi)
2. Interval waktu 12.00 – 14.00 (siang)


Berdasarkan PERMENLH No. 12 Tahun 2010, dipilih waktu sampling yaitu waktu
puncak pada pagi yang dilakukan pukul 07.00-09.00 WIB dan waktu puncak pada siang
yang dilakukan pukul 12.00-14.00 WIB di masing-masing titik sampling. Sampling
dipilih dilakukan pada 2 (dua) titik di sepanjang ruas Jalan MT. Haryono yaitu titik 1 pada
koordinat garis Lintang Utara 03o 34’ 00,9” dan garis Bujur Timur 98o 40’ 58,5” dan titik
2 pada koordinat garis Lintang Utara 03o 35’ 19,8” dan garis Bujur Timur 98o 41’ 24,4”.
Untuk lebih jelasnya, waktu pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

III-4
Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1 Pemilihan Waktu Pengambilan Sampel
Lokasi

Hari

Waktu
07.00-08.00 WIB

Jalan MT. Haryono


Rabu,

(Titik 1 Simpang

Kamis,

Cirebon)

dan Jumat

Variabel yang di ukur
-

Konsentrasi CO

- Data meteorologi : suhu,
12.00-13.00 WIB

intensitas radiasi matahari,

arah dan kecepatan angin
- Jumlah dan jenis kendaraan

08.15-09.15 WIB
Jalan MT. Haryono

Rabu,

(Titik 2 Simpang

Kamis,

Thamrin)

dan Jumat

13.15-14.15 WIB

3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah :

1.

Jumlah dan jenis kendaraan : seluruh kendaraan yang melewati Jalan MT. Haryono
dengan berbagai jenis kendaraan seperti sepeda motor, mobil penumpang, bus dan
truk.

2.

Konsentrasi parameter CO terukur

3.

Data meteorologi : suhu, intensitas radiasi matahari, arah dan kecepatan angin.

3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer didapatkan dari pengukuran langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan
yaitu :
1. Jumlah dan jenis kendaraan
Pengamatan jumlah kendaraan dilakukan pada jam sibuk (peak hour). Waktu pengamatan

disesuaikan dengan hari pemantauan konsentrasi CO terukur seperti pada Tabel 3.1.
Pengamatan jumlah kendaraan berdasarkan jenis kendaraan yaitu, sepeda motor
(termasuk becak motor), mobil penumpang (kendaraan roda empat yang digunakan
mengangkut orang seperti mobil pribadi, angkutan umum, taksi, dll), bus, dan truk (semua

III-5
Universitas Sumatera Utara

jenis truk). Penentuan jenis kendaraan ini mengacu pada Faktor Emisi Indonesia (KLH,
2013). Perhitungan jenis dan jumlah kendaraan dilakukan secara manual, dilakukan oleh
4 (empat) orang surveyor untuk menghitung masing-masing jenis kendaraan.
2. Konsentrasi parameter CO terukur
Pemantauan konsentrasi CO terukur dilakukan pada dua titik saat jam sibuk (peak hour).
Waktu pemantauan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Pengukuran konsentrasi parameter CO merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No. 12 Tahun 2010. Pengukuran dilakukan secara manual untuk mendapatkan data
atau nilai harian. Pengukuran konsentrasi CO menggunakan alat portable CO Monitor.
Pengambilan sampel bekerja sama dengan pihak Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kota Medan.
Prinsip kerja alat dengan metode NDIR Analyzer, yaitu berdasarkan kemampuan gas CO

menyerap sinar infra merah pada panjang 4,6 µm. Banyaknya intensitas sinar yang
diserap sebanding dengan konsentrasi CO di udara. Analyzer ini terdiri dari sumber
cahaya infra merah, tabung sampel, tabung reference, detektor, dan rekorder. Dapat
dilihat pada Gambar 3.3 berikut ini.

Gambar 3.3 Skema NDIR-CO Analyzer
Sumber : Arief, 2013.

III-6
Universitas Sumatera Utara

Spesifikasi alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Merk

: Quest technologies Type AQ50000 Pro

b. Prinsip langsung

: Secara kimia


c. Prinsip deteksi

: Sensoring

d. Metode deteksi

: Elektrokimia

e. Aplikasi

: Analisa gas

f. Dimensi

: 15 x 10,5 x 6 in (38 x26,7 x 15 cm)

g. Berat

: 9 kg


h. Peratalatan daya

: Baterai NiMH rechargeable, AA alkaline, dan AC
adapter

i. Kondisi Operasi

: 0 sampai 50o C (32 sampai 122o F)

j. Jadwal kalibrasi

: Tahunan

Alat portable CO Monitor yang digunakan saat sampling seperti terlihat pada Gambar
3.4 berikut ini.

Gambar 3.4 Alat portable CO Monitor
Penentuan titik sampling dan penempatan alat saat sampling kualitas udara roadside
mengacu pada SNI 19-7119.9-2005 tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji
Pemantauan Kualitas Udara Roadside (BSN, 2005) yang dapat dilihat pada Lampiran I.


III-7
Universitas Sumatera Utara

Konsentrasi CO yang dikeluarkan oleh alat portable CO Monitor dalam satuan ppm,
kemudian akan dikonversi ke dalam satuan µg/m3. Rumus untuk mengkonversi satuan
tersebut berdasarkan SNI 7119.10:2011 tentang Cara Uji Kadar Karbon Monoksida (CO)
Menggunakan Metode Non Dispersive Infra Red (NDIR) sebagai berikut (BSN, 2011).
C = C x

,

(3.1)

x 1000

Keterangan : C2

= Konsentrasi CO dalam udara ambien (µg/m3)

C1

= Konsentrasi CO dalam udara ambien (ppm)

28

= Berat molekul CO

24,45 = Volume gas pada kondisi normal 25oC, 760 mmHg (L)
3. Data meteorologi
Data meteorologi yang dibutuhkan yaitu suhu udara, arah dan kecepatan angin.
Pengambilan data meteorologi dilakukan bersamaan dengan dilakukannya pemantauan
CO terukur serta pengamatan jumlah dan jenis kendaraan. Pengukuran suhu udara serta
kecepatan angin menggunakan anemometer, dan arah angin menggunakan kompas. Alat
yang digunakan saat sampling dapat dilihat pada Lampiran VIII.
4. Koordinat lokasi pemantauan
Koordinat lokasi pemantauan diambil menggunakan alat Global Positioning System
(GPS) Handheld Garmin dengan jenis GPSmap 78CS. Alat yang digunakan saat sampling
dapat dilihat pada Lampiran VIII.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder berupa data yang mendukung penelitian. Data yang diperlukan yaitu :
1. Data mengenai jumlah penduduk Kota Medan, luas wilayah Kota Medan, dan jumlah
kendaraan bermotor di Kota Medan didapatkan melalui Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015.
2. Informasi mengenai panjang jalan, kapasitas jalan, jumlah kendaraan dan rasio V/C di
jalan MT. Haryono yang didapatkan dari Dinas Perhubungan (DISHUB) Kota Medan.

III-8
Universitas Sumatera Utara

3. Data meteorologi seperti arah dan kecepatan angin yang dikumpulkan merupakan data
lima tahun terakhir yaitu tahun 2011-2015. Data ini didapatkan dari Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Medan.
4. Data meteorologi lainnya yang digunakan dalam pemodelan yaitu intensitas radiasi
matahari merupakan data saat hari pemantauan CO terukur. Data ini didapatkan dari
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sampali.
3.5 Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut.
1. Arah angin dominan
Data arah dan kecepatan angin lima tahun terakhir diolah dengan aplikasi WR Plot yang
menghasilkan diagram windrose. Diagram windrose digunakan untuk mengetahui arah
dan kecepatan angin dominan Kota Medan (Lampiran VI). Data arah dan kecepatan angin
tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Lampiran VII.
2. Perhitungan laju emisi
Perhitungan laju emisi transportasi berdasarkan jumlah kendaraan dan faktor emisi
menggunakan persamaan (2.4). Dalam persamaan (2.4) terdapat faktor emisi untuk
menghitung laju emisi, sehingga digunakan Faktor Emisi Indonesia yang mengacu pada
KLH Tahun 2013 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Inventarisasi Emisi Pencemar
Udara di Perkotaan. Faktor emisi dapat dilihat pada Tabel 2.6.
3. Perhitungan konsentrasi CO dengan pemodelan DFLS
Dari hasil perhitungan di atas dilanjutkan dengan menghitung konsentrasi pencemar di
jalan raya dengan pemodelan DFLS. Perhitungan model DFLS dapat dilihat pada
persamaan (2.3).
Persamaan (2.3) di atas merupakan modifikasi dari persamaan Gaussian untuk
menghitung konsentrasi udara ambien. Dalam persamaan (2.3) di atas terdapat ūe, σz, dan
ho yang masing-masing dihitung menggunakan persamaan (2.5), persamaan (2.6), dan

III-9
Universitas Sumatera Utara

persamaan (2.8). Untuk lebih jelasnya mengenai pengolahan perhitungan DFLS dapat di
lihat pada Lampiran II.
4. Uji validasi
Pada uji validasi ini dilakukan dengan perbandingan hasil dari konsentrasi CO terukur di
lapangan (data observasi/O) dengan konsentrasi CO hitung dengan model DFLS (data
prediksi/P). Kemudian kedua data (O dan P) divalidasi menggunakan persamaan IOA
(Index of Agreement). Rumus untuk menghitung validasi data menggunakan persamaan
IOA dapat menggunakan persamaan (2.9).
Jika nilai uji validasi IOA (d) yang didapat dengan rentang nilai 0,8-1, maka model DFLS
dapat digunakan untuk memprediksi konsentrasi CO di Jalan MT. Haryono. Jika nilai uji
validasi IOA (d) yang didapat dengan nilai < 0,7, maka model DFLS tidak dapat
digunakan untuk memprediksi konsentrasi CO di Jalan MT. Haryono.

III-10
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jumlah dan jenis Kendaraan Bermotor di Jalan MT. Haryono
Pengamatan jumlah kendaraan berdasarkan jenis kendaraan dilakukan di Jalan MT.
Haryono pada 2 (dua) titik. Pengamatan dilakukan pada masing-masing titik selama 3
(tiga) hari, yaitu pada hari Rabu, Kamis, dan Jumat dengan pembagian waktu pagi dan
siang dengan interval waktu 1 (satu) jam (Lampiran X). Pengamatan dilakukan pada
koordinat garis Lintang Utara 03o 34’ 00,9” dan garis Bujur Timur 98o 40’ 58,5” untuk
titik 1 (satu) dan garis Lintang Utara 03o 35’ 19,8” dan garis Bujur Timur 98o 41’ 24,4”
untuk titik 2 (dua).
4.1.1 Jumlah Kendaraan Berdasarkan Jenis Kendaraan dan Titik Lokasi
Pengamatan
Jumlah kendaraan dipengaruhi oleh jenis kendaraan yang melintasi suatu jalan.
Umumnya, jenis kendaraan yang melintas di Jalan MT. Haryono yaitu sepeda motor,
mobil penumpang, bus, dan truk. Hasil pengamatan jumlah kendaraan di kedua lokasi

Jumlah Kendaraan
(Kendaraan/Jam)

tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1a, Gambar 4.1b, dan Gambar 4.1c.
2.500
2.250
2.000
1.750
1.500
1.250
1.000
750
500
250
0

Titik 1 Pagi
Titik 2 Pagi
Titik 1 Siang
Titik 2 Siang

Sepeda motor
2.207
1.572
1.645
1.546

Mobil penumpang
1.346
969
1.184
922

Bus
4
2
6
0

Truk
105
159
116
96

Jenis Kendaraan

Gambar 4.1a. Jumlah Kendaraan pada hari Rabu di Jalan MT. Haryono

IV-1
Universitas Sumatera Utara

Jumlah Kendaraan
(Kendaraan/Jam)

2.500
2.250
2.000
1.750
1.500
1.250
1.000
750
500
250
0

Titik 1 Pagi
Titik 2 Pagi
Titik 1 Siang
Titik 2 Siang

Sepeda motor
2.293
1.770
1.793
1.315

Mobil penumpang
1.378
1.066
1.353
861

Bus
5
1
4
1

Truk
107
173
138
80

Jenis Kendaraan

Jumlah Kendaraan
(Kendaraan/Jam)

Gambar 4.1b. Jumlah Kendaraan pada hari Kamis di Jalan MT. Haryono
2.250
2.000
1.750
1.500
1.250
1.000
750
500
250
0

Titik 1 Pagi
Titik 2 Pagi
Titik 1 Siang
Titik 2 Siang

Sepeda motor
2.142
1.653
2.048
1.473

Mobil penumpang
1.293
972
1.326
1.061

Bus
4
1
5
2

Truk
94
145
106
81

Jenis Kendaraan

Gambar 4.1c. Jumlah Kendaraan pada hari Jumat di Jalan MT. Haryono
Berdasarkan Gambar 4.1a sampai 4.1c, jumlah kendaraan terbanyak saat sampling hari
Rabu (7 Desember 2016) s/d hari Jumat (9 Desember 2016) yaitu di titik 1 (satu) masingmasing sebesar 55,67 %, 57,31 %, dan 56,67 %. Hal ini terjadi karena di sekitar titik 1
(satu) merupakan kawasan pertokoan, perkantoran, dan perdagangan. Selain itu, Jalan
MT. Haryono merupakan jalur satu arah (oneway) sehingga titik 1 (satu) merupakan akses
masuknya kendaraan dari Jalan Irian Barat, Jalan Stasiun Kereta Api, Jalan Palang Merah
dan Jalan Pegadaian yang akan melewati Jalan MT. Haryono.

IV-2
Universitas Sumatera Utara

Jenis kendaraan yang paling dominan saat sampling dari hari Rabu (7 Desember 2016)
s/d Jumat (9 Desember 2016) adalah sepeda motor masing-masing sebesar 58,67 %, 58,12
%, dan 58,97 %. Banyaknya jumlah sepeda motor disebabkan karena sepeda motor
menjadi andalan utama dan paling terjangkau bagi mayoritas masyarakat. Sifatnya yang
praktis dan efisien, sehingga banyak masyarakat khususnya para pekerja dan pedagang
memilih sepeda motor. Selain itu, penggunaan sepeda motor untuk kebutuhan mobilitas
harian sangat efektif dibandingkan penggunaan mobil (Azhari, 2014).
Jalan MT. Haryono didominasi oleh gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan,
pasar, sekolah, dan tempat peribadatan. Oleh sebab itu, banyaknya jumlah sepeda motor
dan mobil penumpang yang melintasi jalan ini dikarenakan adanya aktivitas masyarakat
untuk menuju kantor, pasar, pusat perbelanjaan, sekolah, dll. Adanya truk yang melintasi
jalan ini karena fungsi truk sebagai alat pengangkut barang dari kegiatan kantor, pasar,
pusat perbelanjaan, dll. Bus yang melewati jalan ini adalah bus antar kota (Bus Mebidang)
dan bus sekolah.
Pagi hari merupakan aktivitas kendaraan yang paling dominan dibandingkan siang hari.
Hal ini disebabkan karena aktivitas sekolah, kantor, dan perdagangan lebih banyak
dilakukan pada pagi hari. Umumnya, saat siang hari masyarakat lebih menggunakan
waktu luang untuk makan siang, sholat, dan istirahat. Aktivitas lainnya seperti pulang
kantor, pulang sekolah, dan penutupan pasar/ruko/mall lebih banyak dilakukan saat sore
hari.
4.1.2 Jumlah Kendaraan Berdasarkan Waktu Pengamatan
Hasil pengamatan jumlah kendaraan per jam pada interval waktu di ketiga hari tersebut
dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini.

IV-3
Universitas Sumatera Utara

14.000

Total Jumlah Kendaraan
(Kendaraan)

12.000
11.879

12.338

12.406

Kamis
Waktu (hari)

Jumat

10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0
Rabu

Gambar 4.2 Jumlah Kendaraan Berdasarkan Waktu
Berdasarkan Gambar 4.2, total jumlah kendaraan yang paling banyak saat pengamatan
yaitu hari Jumat sebanyak 33,9 %, kemudian diikuti hari Kamis sebanyak 33,7 %, dan
hari Rabu yang paling kecil sebanyak 32,4 %. Hal ini disebabkan karena hari Jumat
adalah akhir hari kerja menuju hari libur (Sabtu dan Minggu), sehingga aktivitas
masyarakat lebih padat pada hari Jumat. Untuk memperkuat asumsi, dilakukan traffic
counting pada tanggal 3 dan 10 Februari 2017. Berdasarkan traffic counting, total jumlah
kendaraan hari Jumat sebanyak 12.446 kendaraan dan 12.462 kendaraan (Lampiran X).
4.2 Laju Emisi CO
Beberapa hal yang perlu diketahui untuk mendapatkan data perhitungan laju emisi CO
adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan laju emisi CO didapatkan dengan menggunakan persamaan (2.4).
2. Faktor emisi yang digunakan dalam perhitungan berdasarkan ketentuan Kementerian
Lingkungan Hidup tahun 2013 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Inventarisasi
Emisi Pencemar Udara di Perkotaan.
3. Pengamatan jumlah dan jenis kendaraan dilakukan dengan interval waktu satu jam
sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010.

IV-4
Universitas Sumatera Utara

Perhitungan laju emisi CO dari kendaraan di Jalan MT. Haryono dapat dilihat pada Tabel
4.1 berikut ini
Tabel 4.1 Data Jumlah Kendaraan dan Faktor Emisi di Jalan MT. Haryono
Hari /
Tanggal

Titik

Sepeda
motor
1
Pagi
2.207
2
Pagi
1.572
Rabu07/12/2016
1
Siang
1.645
2
Siang
1.546
1
Pagi
2.293
2
Pagi
1.770
Kamis08/12/2016
1
Siang
1.793
2
Siang
1.315
1
Pagi
2.142
2
Pagi
1.653
Jumat09/12/2016
1
Siang
2.048
2
Siang
1.473
b
Faktor Emisi (g/km)
14
a
b
Sumber : Survey 2016 dan KLH, 2013.

a

Jenis Kendaraan
Mobil a
Bus a
penumpang
1.346
4
969
2
1.184
6
922
0
1.378
5
1.066
1
1.353
4
861
1
1.293
4
972
1
1.326
5
1.061
2
32,4
11

Truk a
105
159
116
96
107
173
138
80
94
145
106
81
8,4

Jumlah
Kendaraan
(kendaraan/jam)
3.662
2.702
2.951
2.564
3.783
3.010
3.288
2.257
3.533
2.771
3.485
2.617

Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan (2.1), sehingga didapatkan laju
emisi. Contoh perhitungan untuk pengamatan Rabu pagi di titik 1 (satu) adalah sebagai
berikut.
=n

kendaraan
jam

g
FE (
)
km. kendaraan

= {(2207 x 14) + (1346 x 32,4) + (4 x 11)
+ (105 x 8,4)}

1 jam
km
gram
x
x
km. jam 3600 detik 10 m

= 0,020954 g/m.detik = 0,021 g/m.detik

Perhitungan laju emisi untuk pengamatan siang dan hari lainnya dilakukan sama seperti
perhitungan di atas, sehingga dapat dilihat hasil perhitungan laju emisi pada Tabel 4.2
berikut ini. Rincian perhitungan laju emisi lainnya dapat di lihat pada Lampiran III.

IV-5
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Laju Emisi CO di Jalan MT. Haryono
Hari / Tanggal

Titik

1
2
Rabu07/12/2016
1
2
1
2
Kamis08/12/2016
1
2
1
2
Jumat09/12/2016
1
2
Sumber : Perhitungan, 2016.

Pagi
Pagi
Siang
Siang
Pagi
Pagi
Siang
Siang
Pagi
Pagi
Siang
Siang

Laju Emisi CO
(g/m.detik)
0,021
0,015
0,017
0,015
0,022
0,017
0,019
0,013
0,020
0,016
0,020
0,015

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa laju emisi CO rata-rata pada pagi hari adalah 0,018
g/m.detik dan pada siang hari adalah 0,017 g/m.detik. Jumlah laju emisi tersebut
merupakan rata-rata total seluruh emisi yang bersumber dari kendaraan yang melintasi
Jalan MT. Haryono. Persentase emisi yang disumbangkan berdasarkan jenis kendaraan
di Jalan MT. Haryono dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini. Contoh perhitungan untuk
menghitung persentase emisi Rabu pagi di titik 1 (satu) yang disumbangkan oleh sepeda
motor adalah sebagai berikut.
% Emisi =

Laju emisi masing masing kendaraan
Total laju emisi kendaraan

% Emisi =

2207 x 14
(2207 x 14) + (1346 x 32,4) + (4 x 11) + (105 x 8,4)

100 %

100 %

% Emisi = 41 %

Perhitungan persentase emisi untuk hari dan titik lainnya dilakukan sama seperti
perhitungan di atas.

IV-6
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3 Persentase Sumbangan Emisi dari Kendaraan di Jalan MT. Haryono
Sepeda
%
Mobil
motor Emisi penumpang
1
Pagi
2.207
41%
1.346
Rabu
2
Pagi
1.572
40%
969
1
Siang 1.645
37%
1.184
2
Siang 1.546
41%
922
1
Pagi
2.293
41%
1.378
Kamis
2
Pagi
1.770
41%
1.066
1
Siang 1.793
36%
1.353
2
Siang 1.315
39%
861
1
Pagi
2.142
41%
1.293
Jumat
2
Pagi
1.653
41%
972
1
Siang 2.048
40%
1.326
2
Siang 1.473
37%
1.061
Sumber : Survey dan Perhitungan, 2016.
Keterangan : % Emisi = Persentase Emisi
Hari

Titik

%
Emisi
58%
57%
61%
57%
57%
57%
62%
59%
58%
56%
59%
62%

Bus
4
2
6
0
5
1
4
1
4
1
5
2

%
%
Truk
Emisi
Emisi
0,06% 105 1,17%
0,04% 159 2,44%
0,11% 116 1,56%
0%
96 1,54%
0,07% 107 1,16%
0,02% 173 2,39%
0,06% 138 1,65%
0,02% 80 1,43%
0,06% 94 1,09%
0,02% 145 2,18%
0,08% 106 1,23%
0,04% 81 1,22%

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jenis kendaraan yang paling banyak
menyumbang emisi CO adalah mobil penumpang berkisar dari 57 % - 62 %. Penyumbang
kedua emisi terbanyak adalah sepeda motor berkisar 36 % - 41 %. Penyumbang ketiga
emisi terbanyak adalah truk berkisar 1,09 % - 2,44 %. Bus merupakan kendaraan yang
paling sedikit menyumbang emisi yaitu berkisar 0 % - 0,11 %.
Emisi yang dikeluarkan kendaraan dipengaruhi oleh jumlah kendaraan dan nilai faktor
emisi. Berdasarkan KLH (2013), nilai faktor emisi CO dari mobil penumpang lebih besar
daripada sepeda motor. Hal ini menyebabkan laju emisi dari mobil penumpang lebih
besar dibandingkan sepeda motor, walaupun jumlah sepeda motor lebih banyak
dibandingkan mobil penumpang. Nilai faktor emisi CO untuk mobil penumpang lebih
besar dibandingkan sepeda motor dipengaruhi oleh kapasitas mesin kendaraan. Perbedaan
kapasitas mesin kendaraan mempengaruhi konsentrasi emisi gas buangnya. Mesin
kendaraan dengan kapasitas silinder lebih besar akan mengeluarkan zat pencemar yang
lebih besar (Muziansyah, 2015).
4.3 Faktor Meteorologi
Dalam penelitian ini, faktor meteorologi yang dibutuhkan adalah suhu, intensitas
matahari, arah dan kecepatan angin. Data suhu, arah dan kecepatan angin merupakan data
primer yang diambil saat pengamatan. Data intensitas matahari merupakan data sekunder
IV-7
Universitas Sumatera Utara

yang didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sampali
(Lampiran IV). Hal ini terjadi karena keterbatasan alat dalam penelitian ini. Data
meteorologi yang digunakan dalam perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Data Meteorologi di Jalan MT. Haryono
Hari / Tanggal

Titik

Rabu07/12/2016

1
Pagi
2
Pagi
1
Siang
2
Siang
Kamis1
Pagi
08/12/2016
2
Pagi
1
Siang
2
Siang
Jumat1
Pagi
09/12/2016
2
Pagi
1
Siang
2
Siang
Sumber : aSurvey dan bBMKG, 2016.

Arah a
angin
(°)
75
107,5
148,75
180
346,67
126,67
255
152,5
75
80
126,43
180

Kecepatan a
angin/ū
(m/s)
1,87
1,59
1,34
2,04
1,44
1,46
1,32
2,28
1,07
0,97
1,01
1,07

Suhu/To a
(K)
302,7
305
306,9
306,4
303,1
304,6
306,7
305,9
301,6
303,5
306,8
306,6

Intensitas b
matahari
(W/m²)
0
160
555
510
80
180
245
305
0
50
555
350

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat ditentukan kelas stabilitas atmosfer dari data kecepatan
angin dan intensitas matahari. Penentuan kelas stabilitas atmosfer menggunakan tabel
Pasquill-Gifford yang dapat dilihat pada Tabel 3.4. Kelas stabilitas yang didapatkan dapat
dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini.

IV-8
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5 Kelas Stabilitas Atmosfer pada Setiap Titik di Jalan MT. Haryono
Hari / Tanggal
Rabu-07/12/2016

Kamis-08/12/2016

Jumat-09/12/2016

Titik

Kecepatan
angin/ū
(m/s)

Intensitas
matahari
(W/m²)

Kelas
Stabilitas

Keterangan

1

Pagi

1,87

0

B

Tidak Stabil

2

Pagi

1,59

160

B

Tidak Stabil

1

Siang

1,34

555

A-B

Tidak Stabil

2

Siang

2,04

510

B

Tidak Stabil

1

Pagi

1,44

80

B

Tidak Stabil
Tidak Stabil

2

Pagi

1,46

180

B

1

Siang

1,32

245

B

Tidak Stabil

2

Siang

2,28

305

B

Tidak Stabil

1

Pagi

1,07

0

B

Tidak Stabil

2

Pagi

0,97

50

B

Tidak Stabil

1

Siang

1,01

555

A-B

Tidak Stabil

2

Siang

1,07

350

A-B

Tidak Stabil

Sumber : Survey dan Perhitungan, 2016.

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa rata-rata kelas stabilitas atmosfer
Pasquill-Gifford pada penelitian ini adalah B (tidak stabil). Selanjutnya dapat ditentukan
nilai parameter a, b, c, α, U1, dan U0 yang akan digunakan dalam pemodelan, nilai tersebut
dapat dilihat pada Tabel 3.6.
4.4 Konsentrasi CO Terukur di Sekitar Jalan MT. Haryono
Pemantauan konsentrasi CO di sekitar Jalan MT. Haryono bekerja sama dengan pihak
ketiga yaitu Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP)
Kota Medan. Alat portable CO Monitor ditempatkan pada bahu jalan ± 1 m dari pinggir
jalan dan pada ketinggian ± 1,5 m dari permukaan jalan (Lampiran I). Konsentrasi CO
dipantau pada 2 titik di Jalan MT. Haryono yaitu titik 1 (satu) di Simpang Cirebon dan
titik 2 (dua) di Simpang Thamrin (Lampiran V), peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.2.
Hasil pemantauan yang didapatkan dalam satuan ppm, kemudian dikonversikan kedalam
satuan µg/m3. Hal ini berdasarkan pada SNI 7119.10.2-2011 tentang Cara Uji Kadar
Karbon Monoksida (CO) Menggunakan Metode Non Dispersive Infra Red (NDIR)
(BSN, 2011). Hasil pemantaun konsentrasi CO terukur dalam satuan µg/m3 dapat dilihat
pada Gambar 4.3 berikut ini.

IV-9
Universitas Sumatera Utara

Konsentrasi CO Terukur (µg/m3)

35.000
30.000

27.484

25.194
22.903

25.000
20.000

19.468

20.613
18.323

26.339
22.903

21.758
18.323

17.177

16.032

15.000
10.000
5.000
0
Pagi

Pagi

Siang Siang

Pagi

Pagi

Siang Siang

Pagi

Pagi

Siang Siang

Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2
Rabu-07/12/2016

Kamis-08/12/2016
Lokasi dan Waktu Pengamatan

Konsentrasi CO terukur (µg/m³)

Jumat-09/12/2016

Baku Mutu (µg/m³)

Gambar 4.3 Konsentrasi CO Terukur di Jalan MT. Haryono (Desember 2016)
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat konsentrasi CO tertinggi untuk pemantauan pagi
hari yaitu 20.613 µg/m3 dan untuk pemantauan siang hari yaitu 27.484 µg/m3 di titik 2
(dua) pada hari Kamis. Hasil pemantauan tidak ada yang melewati baku mutu (Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara) yaitu
30.000 µg/m3, hanya saja pada hari Kamis siang di titik 2 (dua) nilainya hampir mendekati
baku mutu.
Hal ini perlu diwaspadai, jika terpapar CO selama ≥ 8 jam akan mempengaruhi fungsi
organ-organ tubuh seperti otak, hati, dan saraf pusat. CO mempunyai sebutan silent killer
karena mempunyai sifat yang tidak berbau dan kasat mata. Gas CO mampu mengikat
haemoglobin lebih cepat dibandingkan O2, sehingga mengurangi kapasitas oksigen di
dalam darah yang dapat menyebabkan sesak nafas, pingsan hingga kematian (Nevers,
2000; Wardhana, 2004).
Konsentrasi CO pada pemantauan siang hari cenderung lebih tinggi dibandingkan pagi
hari walaupun jumlah kendaraan cenderung lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan
siang hari. Hal ini disebabkan karena faktor meteorologi seperti suhu, kecepatan angin,
dan intensitas matahari. Suhu pada siang hari lebih tinggi dibandingkan pagi hari, suhu
rata-rata pada siang hari yaitu 306,6 K atau 33,6 oC. Intensitas matahari rata-rata pada
IV-10
Universitas Sumatera Utara

siang hari juga lebih tinggi dibandingkan pagi hari yaitu 420 W/m2. Kecepatan angin ratarata pada siang hari berkisar 1,51 m/s, dapat dikatakan rendah.
Berdasarkan hal di atas, bahwa suhu dan intensitas matahari yang tinggi menyebabkan
polutan meningkat. Kondisi kecepatan angin yang rendah menyebabkan polutan tidak
terdispersi sempurna (Cooper and Alley, 1994; Supriyadi, 2009). Hal ini yang mendasari
tingkat pencemaran tinggi saat siang hari. Selain itu, pada titik 2 (dua) terdapat renovasi
jalan dan galian parit sehingga terjadi kemacetan di sekitar lokasi pemantauan. Hal ini
juga yang menyebabkan konsentrasi CO terukur tinggi di titik tersebut.
Berdasarkan penelitian Boediningsih (2011), kemacetan pada saat jam sibuk yang terjadi
di kota-kota besar mengakibatkan pencemaran udara. Ada beberapa faktor yang
mengakibatkan kemacetan seperti terdapat pedagang kaki lima yang berjualan di badan
jalan, mobil atau becak yang parkir di bahu jalan, penyempitan jalan sehingga terjadi
antrian di persimpangan jalan, dan lain sebagainya.
4.5 Konsentrasi CO Hitung dengan Pemodelan DFLS
Input dalam pemodelan ini menggunakan data laju emisi dan faktor meteorologi yang
telah didapatkan dari lapangan kemudian diolah menggunakan software Ms-Excel.
Data yang dibutuhkan untuk perhitungan dengan pemodelan DFLS yaitu : laju emisi QL
= 0,020954 g/m.detik; kecepatan angin di lokasi ū = 1,87 m/detik; jarak alat dari sumber
pencemar x = 1 m; ketinggian sumber/knalpot H = 30 cm = 0,3 m; ketinggian alat z = 1,5
m; sudut kemiringan jalan = 73° (lihat Gambar 2.2); arah angin di lokasi = 75°; dan suhu
di lokasi To = 29,7 °C + 273 = 302,7 K.
Berikut langkah-langkah dan contoh perhitungan dalam pemodelan ini:
1. Menentukan kelas stabilitas dan nilai parameter pemodelan DFLS
Kelas stabilitas atmosfer B (tidak stabil), sehingga nilai parameter untuk pemodelan
DFLS (lihat Tabel 2.8) sebagai berikut.
a = 1,14, b = 0,03, c =1,33, α = 11,1, U1 = 0,27, dan U0 = 0,63.

IV-11
Universitas Sumatera Utara

2. Menghitung Sin θ
Untuk menghitung Sin θ dapat menggunakan persamaan (2.7a) (kondisi tidak stabil),
sehingga untuk arah angin θ < 180° = 75° - 73° = 2°, Sin θ

0,2242 + 0,7758 sin (2) =

0,2513.
3. Menghitung ūe
Untuk menghitung kecepatan angin efektif (ūe) menggunakan persamaan (2.5), maka:
ūe = 1,87 (0,2513) + 0,63 = 1,1 m/detik

4. Menghitung σz
Untuk menghitung koefisien dispersi arah vertikal (σz) menggunakan persamaan (2.6),
maka:
,

σz = 1,14 + 0,03

= 1,4 m

,

5. Menghitung ho
Untuk menghitung tinggi efektif sumber (ho) menggunakan persamaan (2.8), sebelumnya
dihitung terlebih dahulu F1 dan U’ selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan untuk
mencari ho.
, ( , )

F1 =

,

= 0,049

U’ = 1,87 (0,2513) + 0,27 = 0,74
ho = 0,3 + 1

,

,
, ( ,

)

= 0,404

6. Menghitung konsentrasi CO
Untuk menghitung konsentrasi CO dengan persamaan DFLS (lihat persamaan 2.3), maka:
C=

,
.

.( ,

)( , ).( , )

x exp

,

,
,

+ exp

,

,
,

IV-12
Universitas Sumatera Utara

= 0,0017358 g/m3
= 1.735,8 µg/m3 = 1.736 µg/m3
Konsentrasi yang telah didapat adalah konsentrasi pada Rabu pagi di titik 1 (satu),
konsentrasi lainnya dihitung dengan cara yang sama. Hasil konsentrasi untuk pengukuran
lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Konsentrasi CO Hitung di Jalan MT. Haryono
Hari / Tanggal
1
2
1
2
1
2
Kamis08/12/2016
1
2
1
2
Jumat09/12/2016
1
2
Rata-rata
Sumber : Perhitungan, 2016.
Rabu07/12/2016

Titik
Pagi
Pagi
Siang
Siang
Pagi
Pagi
Siang
Siang
Pagi
Pagi
Siang
Siang

Konsentrasi CO Hitung (µg/m³)
1.736
808
791
493
930
801
1.848
400
2.051
1.499
1.205
823
1.115

Berdasarkan hasil pemodelan, konsentrasi tertinggi pada pagi hari yaitu di titik 1 (satu)
hari jumat sebesar 2.051 µg/m3, sedangkan pada siang hari yaitu di titik 1 (satu) hari
Kamis sebesar 1.848 µg/m3. Konsentrasi terendah pada pagi hari yaitu di titik 2 (dua) hari
Kamis sebesar 801 µg/m3, sedangkan pada siang hari yaitu di titik 2 (dua) hari kamis
sebesar 400 µg/m3. Rata-rata konsentrasi pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan ratarata pengukuran pada siang hari. Hal ini, dapat disebabkan karena kondisi stabilitas
atmosfer saat pagi hari lebih stabil dibandingkan siang hari (lihat Tabel 4.5).
Menurut Khare dan Sharma (1999), hasil pemodelan DFLS lebih akurat saat malam hari
dibandingkan saat pagi dan siang hari. Hal ini disebabkan karena kondisi atmosfer pada
malam hari yang lebih stabil. Namun pada saat pagi dan siang hari hasil pemodelan
overprediksi karena kondisi atmosfer yang lebih tidak stabil dibandingkan malam hari.

IV-13
Universitas Sumatera Utara

4.6 Uji Validasi dengan Index of Agreement (IOA)
Data yang digunakan untuk perhitungan validasi ini adalah data konsentrasi CO terukur
dan konsentrasi CO hitung. Berikut data-data yang diketahui untuk uji validasi dengan
persamaan IOA dapat di lihat pada Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7 Data untuk Uji Validasi dengan IOA
Hari /
Tanggal
Rabu07/12/2016

Titik

P

1 Pagi 1.736
2 Pagi
808
1 Siang 791
2 Siang 493
Kamis1 Pagi
930
08/12/2016 2 Pagi
801
1 Siang 1.848
2 Siang 400
Jumat1 Pagi 2.051
09/12/2016 2 Pagi 1.499
1 Siang 1.205
2 Siang 823
Rata-rata/Mean
Total/Ʃ
Sumber : Perhitungan, 2016.

O

(P-O)2

19.468
18.323
22.903
25.194
17.177
20.613
21.758
27.484
18.323
16.032
22.903
26.339
21376

314.435.243
306.790.433
488.954.282
610.137.336
263.968.074
392.510.388
396.418.340
733.549.991
264.774.185
211.214.934
470.821.394
651.074.702
5.104.649.301

(P –
Omean)
19.641
20.569
20.586
20.883
20.447
20.575
19.529
20.977
19.325
19.878
20.172
20.554

(O –
Omean)
1.908
3.053
1.527
3.818
4.199
763
382
6.108
3.053
5.344
1.527
4.963

(|P-Omean|) +
(|O-Omean|)2
464.376.640
558.017.782
488.966.342
610.118.817
607.445.033
455.327.315
396.431.329
733.574.654
500.792.787
636.169.462
470.828.519
651.096.025
6.573.144.703

Rumus yang digunakan dalam uji validasi dengan IOA dapat dilihat pada persamaan
(2.9). Berikut contoh perhitungan dalam uji validasi ini.
d=1-

5.104.649.301
6.573.144.703

= 1- 0,777
= 0,223
Pemodelan dikatakan sesuai apabila nilai validasi yang didapat dalam rentang nilai 0,8-1
(lihat Bab II sub bab 2.7). Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dilihat nilai d = 0,223,
jauh dari rentang nilai 0,8-1. Artinya model DFLS tidak sesuai digunakan untuk
memprediksi konsentrasi CO di Jalan MT. Haryono.

IV-14
Universitas Sumatera Utara

Perbandingan konsentrasi CO hitung cenderung lebih kecil dibandingkan konsentrasi CO
terukur. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Peletakan alat pengukur CO dekat dengan persimpangan jalan yang kondisi lalu
lintasnya sibuk.
2. Kondisi jalan di titik 2 (dua) mengalami kemacetan, sehingga mempengaruhi
konsentrasi CO terukur. Menurut Sengkey et al (2011), kondisi kemacetan lalu lintas
mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO.
3. Berdasarkan asumsi pemodelan, bahwa polutan CO hanya berasal dari kendaraan
bermotor dan mengabaikan pengaruh sumber emisi lain. Sedangkan saat penelitian di
lapangan, pengukuran polutan CO sangat dipengaruhi oleh sumber emisi lain seperti
aktivitas transportasi kereta api.
4. Penyebaran polutan di sekitar lokasi dipengaruhi oleh kondisi topografi lokal Jalan
MT. Haryono yang dikelilingi oleh bangunan dengan ketinggian ± 12–20 m. Menurut
Supriyadi (2009), efek ketinggian bangunan mempengaruhi penyebaran polutan yang
pada akhirnya polutan tidak tersebar secara merata.
5. Pemodelan mengabaikan pengaruh maximum mixing height (MMH).
6. Berdasarkan BSN (2005), jarak alat pengukur CO dari sumber emisi adalah 1-5 m.
Namun karena Jalan MT. Haryono yang dikelilingi oleh bangunan dan tidak memiliki
wilayah sempadan jalan, sehingga penempatan alat pengukur CO dari sumber emisi
dipilih pada jarak 1 m. Hal ini dapat mempengaruhi konsentrasi CO terukur.
7. Data intensitas matahari merupakan data sekunder dari BMKG Sampali, sehingga
mempengaruhi nilai stabilitas atmosfer dalam mendapatkan konsentrasi CO hitung.
8. Kondisi barrier alam seperti tidak adanya lahan hijau di sekitar lokasi penelitian.
Lahan hijau diperlukan untuk mengurangi konsentrasi polutan yang dihasilkan
kendaraan bermotor.

IV-15
Universitas Sumatera Utara

4.7 Perbandingan Konsentrasi CO Terukur dan Konsentrasi CO Hitung
Perbandingan konsentrasi CO terukur dan konsentrasi hitung dengan pemodelan DFLS
dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini.
Konsentrasi CO Hitung (µg/m³)

27.484

Konsentrasi (µg/m3)

30.000
25.000
20.000

Konsentrasi CO Terukur (µg/m³)

22.90325.194
19.468
18.323

20.613
17.177

26.339
22.903

21.758
18.323
16.032

15.000
10.000
5.000

1.736 808

791

493

930

801

1.848

400

2.051 1.499 1.205
823

0
Pagi

Pagi Siang Siang Pagi

Pagi Siang Siang Pagi

Pagi Siang Siang

Titik
1

Titik
2

Titik
2

Titik
2

Titik
1

Titik
2

Rabu-07/12/2016

Titik
1

Titik
1

Titik
2

Kamis-08/12/2016

Titik
1

Titik
1

Titik
2

Jumat-09/12/2016

Lokasi dan Waktu Pengamatan

Gambar 4.4 Konsentrasi CO Terukur vs Konsentrasi CO Hitung di Jalan MT. Haryono
(Desember 2016)
Berdasarkan Gambar 4.4 konsentrasi CO di titik 1 (satu) dan 2 (dua) pada pengukuran
pagi memiliki trend yang hampir sama tetapi saat pengukuran siang memiliki trend yang
berlawanan. Konsentrasi CO hitung saat pengukuran siang di titik 1 (satu) lebih tinggi
dibandingkan titik 2 (dua), disebabkan karena jumlah kendaraan yang melintas di titik 1
(satu) lebih banyak dibandingkan titik 2 (dua). Sebaliknya, konsentrasi CO terukur saat
pengukuran siang di titik 1 (satu) lebih rendah dibandingkan titik 2 (dua) karena kondisi
kemacetan di titik 2 (dua). Berdasarkan hasil penelitian Sengkey et al (2011), kondisi
kemacetan lalu lintas sangat mempengaruhi peningkatan konsentrasi CO di udara ambien.
Konsentrasi CO terukur tertinggi yaitu 27.484 µg/m3, nilai konsentrasi ini dapat
dimasukkan kategori tinggi walaupun belum mencapai baku mutu yaitu 30.000 µg/m 3.
Jika manusia terpajan setiap hari dapat membahayakan kesehatan manusia tersebut. Perlu
tindakan preventif untuk mengurangi konsentrasi tersebut. Cara pengendalian dapat
dilakukan dengan penerapan transportasi massal seperti Bus Rapid Transit (BRT) dan
jika memungkinkan menambah lahan hijau di sekitar lokasi.

IV-16
Universitas Sumatera Utara

Menurut Bel (2015), penerapan BRT dapat menurunkan polutan CO yaitu di area pada
jalur BRT sebesar 19,4 %, area pada jarak 2,5-10 km dari jalur BRT sebesar 17,2 %, dan
area pada jarak 10-30 km sebesar 16,6 %. Selain itu menurut Suryati dan Khair (2016),
simulasi penggunaan BRT dapat menurunkan emisi CO di Kota Medan sebesar 25,02 %
- 29,28 % (CNG) dan 25,17 % - 29,44 % (diesel). Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa jenis dan jumlah kendaraan berkorelasi kuat dengan emisi CO.

IV-17
Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan perhitungan dengan pemodelan Delhi Finite Line Source (DFLS) hasil
konsentrasi CO hitung maksimal adalah 2.051 µg/m3 pada hari Jumat (9 Desember
2016) pagi di titik 1 (satu) dan 1.499 µg/m3 pada hari Jumat (9 Desember 2016) pagi
di titik 2 (dua), sedangkan konsentrasi CO hitung minimal adalah 791 µg/m3 pada hari
Rabu (7 Desember 2016) siang di titik 1 (satu) dan 400 µg/m3 pada hari Kamis (8
Desember 2016) siang di titik 2 (dua).
2. Hasil konsentrasi CO hitung dengan model DFLS lebih kecil dibandingkan hasil
konsentrasi CO terukur. Berdasarkan hasil sampling didapatkan konsentrasi CO
terukur maksimal adalah 22.903 µg/m3 pada hari Rabu (7 Desember 2016) siang di
titik 1 (satu) dan 27.484 µg/m3 pada hari Kamis (8 Desember 2016) siang di titik 2
(dua), sedangkan konsentrasi CO terukur minimal adalah 17.177 µg/m3 pada hari
Kamis (8 Desember 2016) pagi di titik 1 (satu) dan 16.032 µg/m3 pada hari Jumat (9
Desember 2016) pagi di titik 2 (dua).
3. Berdasarkan hasil uji validasi data dengan Index of Agreement (IOA) didapatkan nilai
d = 0,223 yang berarti bahwa model DFLS tidak sesuai diterapkan di Jalan MT.
Haryono. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Peletakan alat pengukur CO dekat dengan persimpangan jalan yang kondisi lalu
lintasnya sibuk.
b. Kondisi jalan di titik 2 (dua) mengalami kemacetan, sehingga mempengaruhi
konsentrasi CO terukur.
c. Berdasarkan asumsi pemodelan, bahwa polutan CO hanya berasal dari kendaraan
bermotor dan mengabaikan pengaruh sumber emisi lain. Sedangkan saat penelitian di
lapangan, pengukuran polutan CO sangat dipengaruhi oleh sumber emisi lain seperti
aktivitas transportasi kereta api.
d. Penyebaran polutan di sekitar lokasi dipengaruhi oleh kondisi topografi lokal Jalan
MT. Haryono yang dikelilingi oleh bangunan dengan ketinggian ± 12–20 m.
e. Pemodelan mengabaikan pengaruh maximum mixing height (MMH).

V-1
Universitas Sumatera Utara

f. Berdasarkan BSN (2005), jarak alat pengukur CO dari sumber emisi adalah 1-5 m.
Namun karena Jalan MT. Haryono yang dikelilingi oleh bangunan dan tidak memiliki
wilayah sempadan jalan, sehingga penempatan alat pengukur CO dari sumber emisi
dipilih pada jarak 1 m. Hal ini dapat mempengaruhi konsentrasi CO terukur.
g. Data intensitas matahari merupakan data sekunder dari BMKG Sampali, sehingga
mempengaruhi nilai stabilitas atmosfer dalam mendapatkan konsentrasi CO hitung.
h. Kondisi barrier alam seperti tidak adanya lahan hijau di sekitar lokasi penelitian.
Lahan hijau diperlukan untuk mengurangi konsentrasi polutan yang dihasilkan
kendaraan bermotor.
5.2 Saran
1. Penelitian selanjutnya di Jalan MT. Haryono dapat memprediksi konsentrasi CO
menggunakan model sumber garis lain seperti pemodelan FLLS (Finite Length Line
Source).
2. Perlu penambahan titik dan waktu sampling (malam hari) sehingga nilai validasi lebih
besar.
3. Pemerintah Kota Medan perlu melakukan pemantauan rutin di Jalan MH. Thamrin dan
rekayasa lalu lintas.
4. Penelitian selanjutnya dapat menerapkan model pada kondisi atmosfer stabil dan
menggunakan data primer untuk intensitas radiasi matahari.

V-2
Universitas Sumatera Utara