Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) di Perairan Selat Malaka Provinsi Sumatera Utara

6

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Kembung (Rastrelligers spp.)
Ikan kembung merupakan ikan yang hidup di tepian pantai dan pada
musim tertentu hidup bergerombol di permukaan laut, sehingga penangkapannya
secara besar-besaran mudah dilakukan. Ikan ini banyak dikonsumsi oleh
masyarakat karena kandungan gizi yang cukup tinggi, harganya relatif murah dan
mudah diperoleh di pasaran (Yulisma dkk., 2012).
Klasifikasi Ikan Kembung menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut
dapat dilihat pada Gambar 2.
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas


: Pisces

Ordo

: Percomorpy

Famili

: Scombridae

Genus

: Rastrelliger

Spesies

: Rastrelliger spp.

Gambar 2. Ikan Kembung (Rastrelliger spp.)


Universitas Sumatera Utara

7

Tubuh Ikan Kembung berbentuk cerutu dan ditutupi oles sisik. Mata
mempunyai selaput yang berlemak, gigi yang kecil pada tulang rahang, tulang
insang panjang. Tubuhnya mempunyai dua buah sirip punggung dimana siri
punggung pertama terdiri atas jari – jari lemah dan sama dengan sirip dubur, tidak
mempunyai jari – jari keras. Terdapat lima sampai enam sirip tambahan (finlet)
dibelakang sirip dubur dan sirip punggung kedua. Sirip ekor bentuknya bercagak
dalam, sirip dada dengan dasar agak melebar dan sirip perut terdiri atas satu jari –
jari keras dan jari – jari lemah (Rianto, 2000).
Ikan Kembung lelaki memiliki ciri-ciri terdapat dua sirip punggung secara
terpisah yang masing-masing terdiri atas 8 hingga 9 jari-jari lemah. Sirip dada
terdiri atas 16 hingga 19 jari-jari sirip lemah, sirip perut terdiri atas 7 hingga 8
jari-jari lemah, sirip ekor terdiri atas 50 hingga 52 jari-jari lemah bercabang dan
sisik pada garis rusuk (linea lateralis) terdiri atas 127 hingga 130 buah sisik.
Selain itu, ikan ini memiliki panjang total 3,4 sampai 3,8 kali tinggi badan dan
panjang kepala lebih dari tinggi kepala (Fandri, 2012).

Kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) mempunyai bentuk tubuh
agak lebar. Panjang sama atau sedikit lebih pendek dari badan. Panjang baku 3,7 –
4,3 kali tinggi badan. Warna tubuh keperakan dan pada bagian punggung hijau
kebiruan. Ikan kembung perempuan yang sering tertangkap berukuran 16 cm
(Aminah, 2009).

Tingkah Laku dan Sebaran Ikan Kembung
Ikan kembung lelaki cenderung berenang mendekati permukaan air pada
waktu malam hari dan pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Gerakan

Universitas Sumatera Utara

8

vertikal ini dipengaruhi oleh gerakan harian plankton dan mengikuti perubahan
suhu, faktor hidrografis dan salinitas air laut . Ikan kembung lelaki biasanya dijual
dalam bentuk segar atau diproses menjadi ikan pindang dan ikan asin seperti peda
yang lebih tahan lama. Ikan kembung lelaki yang masih kecil juga sering
digunakan


sebagai

umpan

hidup

untuk

memancing

ikan

cakalang

(Perdanamihardja, 2011).
Daerah penyebaran Ikan Kembung perempuan meliputi: Laut Andaman,
Indonesia, Thailand, Philipina dan bagian Utara Kepulauan Fiji. Hidup
membentuk kelompok yang besar pada perairan pantai, pada kedalaman antara 10
dan 50 meter. Makanan utama berupa fitoplankton (Aminah, 2009).
Ikan Kembung lelaki yang tergolong kedalam kelompok mackerel

memiliki penyebaran secara vertikal dan horizontal. Penentuan batas penyebaran
secara vertikal penting sekali diketahui agar kedalaman alat tangkap ikan dapat
disesuaikan dengan kedalaman renang ikan. Penyebaran ikan kembung lelaki
secara horizontal perlu diketahui juga untuk penentuan daerah penangkapan ikan
(Fandri, 2012).
Daerah penyebaran ikan Kembung di Indonesia hampir meliputi seluruh
perairan yang ada. Konsentrasi terbesar ikan Kembung lelaki terdapat di Perairan
Natuna, perairan Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Selat Malaka, Sulawesi Selatan,
Laut Arafura dan Pantai Barat Sumatera. Konsentrasi terbesar ikan Kembung
perempuan terdapat di perairan Kalimantan, Barat Sumatera, Laut Jawa, Selat
Malaka dan Muna Buton (Aminah, 2009). Peta penyebaran ikan Kembung
(Rastrelliger spp.) dapat dilihat pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 3. Peta Distribusi Ikan Kembung di Indonesia (GBIF OBIS, 2010)

Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan merupakan perubahan dimensi (panjang, berat, volume,
jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas,
sehingga pertumbuhan ini banyak dipengaruhi faktor lingkungan seperti ukuran
makanan, jumlah ikan, jenis makanan, dan kondisi ikan. Menurut Effendie (1997)
dalam Harahap (2006) bahwa pertumbuhan merupakan parameter utama untuk
ikan-ikan bernilai ekonomis, karena pertumbuhan menentukan hasil produksi.
Pertumbuhan didefenisikan sebagai perubahan panjang atau berat yang terjadi
pada suatu individu atau populasi yang merupakan tanggapan atau respon
terhadap perubahan makanan yang tersedia dalam waktu tertentu.
Dalam sudut pandang perikanan pertumbuhan sebagaimana rekrutmen
mempengaruhi bobot tangkapan berkelanjutan yang dapat diambil dari suatu stok
ikan. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy merupakan persamaan yang umum
digunakan dalam studi pertumbuhan suatu populasi. Persamaan pertumbuhan von
Bertalanffy

memberikan

representasi

pertumbuhan


populasi

ikan

yang

memuaskan. Hal ini dikarenakan persamaan pertumbuhan von Bertalanffy
berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui

Universitas Sumatera Utara

10

beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan.
Metode Ford Walford merupakan metode sederhana dalam menduga parameter
pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan interval waktu
pengambilan contoh yang sama. Metode ini memerlukan masukan panjang ratarata ikan dari beberapa kelompok ukuran. Kelompok ukuran dipisahkan dengan
menggunakan metode Battacharya. Parameter-parameter yang digunakan dalam
menduga pertumbuhan populasi yaitu panjang infinitif (L∞) yang merupakan

panjang maksimum secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K), dan 0, yang
merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Hazrina, 2010).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan menjadi dua bagian
yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar
dikontrol, diantaranya adalah keturuanan, seks, umur, parasit, dan penyakit.
Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu
perairan. Di daerah tropik makanan merupakan faktor yang lebih penting dari
pada suhu perairan. Ikan dengan makanan berlebih akan tumbuh lebih pesat
(Effendie, 2002).
Pola pertumbuhan terdiri atas dua macam, yaitu pola pertumbuhan
isometrik dan allometris. Pertumbuhan isometris adalah perubahan terus menerus
secara proporsional antara panjang dan berat dalam tubuh ikan. Pertumbuhan
allometrik adalah perubahan yang tidak seimbang antara panjang dan berat dan
dapat bersifat sementara (Sutrisna, 2011).
Pertumbuhan dapat digambarkan sebagai perubahan ukuran ikan tiap
waktu dan dapat dihitung dari data ukuran dan data umur dan penambahan ukuran
terhadap waktu. Pemanfaatan umur ikan merupakan metode yang dipercaya untuk

Universitas Sumatera Utara


11

menghitung dan menggambarkan pertumbuhan ikan. Model pertumbuhan yang
umum digunakan dalam kajian stok ikan adalah model pertumbuhan Von
Bertalanffy dimana panjang badan sebagai fungsi dari umur (Prasetya, 2010).
Secara teoritis laju pertumbuhan setiap organisme sangat dipengaruhi oleh
umur dan kondisi lingkungannya, termasuk di dalamnya adalah faktor makanan.
Jika kebutuhan makanan tidak terpenuhi maka laju tumbuh organisme tersebut
akan terhambat. Pertumbuhan setiap organisme (termasuk ikan) pada cmumnya
akan mulai lambat dengan bertambahnya umur. Analisis pertumbuhan ikan laut
dan organisme sejenisnya dapat dilakukan berdasarkan ukuran panjang atau berat
(Syam, 2006).

Hubungan Panjang Berat
Hubungan panjang bobot dapat menyediakan informasi yang penting
untuk salah satu spesies ikan dari suatu daerah. Meskipun informasi tentang
hubungan panjang bobot untuk salah satu spesies ikan dapat menggunakan ikan
dari daerah lain dalam pengkajian, akan tetapi hubungan panjang bobot ikan yang
terbaik adalah informasi lokal dari suatu daerah (Gonzales dkk.,2000).
Analisis hubungan panjang-berat bertujuan untuk mengetahui pola

pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjangn dan berat. Berat
dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Nilai yang didapat dari
perhitungan panjang berat ini adalah untuk menduga berat dari panjang ikan atau
sebaliknya. Selain itu juga dapat diketahui pola pertumbuhan, kemontokan, dan
pengaruh perubahan lingkungan terhadap pertumbuhan ikan (Rifqie, 2007).

Universitas Sumatera Utara

12

Nilai b pada persamaan hubungan panjang berat menunjukkan tipe
pertumbuhan ikan. Jika nila b = 3 maka pertumbuhan tergolong isometrik, yaitu
perubahanperubahan dalam pertumbuhan ikan yang terjadi terus menerus dan
secara proporsional dalam tubuhnya. Dan jika nilai b ≠ 3 maka pertumbuhan
disebut allometrik yaitu perubahan sebagian kecil beberapa bagian tubuh ikan dan
hanya bersifat sementara, misalnya perubahan yang berhubungan dengan
kematangan gonad (Prihartini, 2006).

Panjang Ikan Pertama Kali Tertangkap (Lc)
Panjang pertama kali tertangkap (Lc) ialah panjang ikan yang ke 50% dari

ikan tertangkap di suatu perairan. Untuk ukuran pertama kali ikan tertangkap
dihitung menggunakan data frekuensi dan selang kelas panjang ikan. Panjang
pertama kali ikan tertangkap juga di pengaruhi adanya faktor-faktor seperti suhu,
makanan, hormon, jenis kelamin dan kondisi perairan (Permatachani, dkk., 2016).
Keberlanjutan perikanan tangkap sebaiknya didukung oleh peraturan yang
menetapkan ukuran ikan yang layak tangkap, yaitu ikan yang memiliki panjang
yang lebih besar dari panjang pertama kali ikan matang gonad. Banyaknya ukuran
ikan yang tidak layak ditangkap menggambarkan bahwa nelayan belum
mengetahui

bulanbulan

penangkapan

yang

tidah

berpengaruh

terhadap

keberlanjutan sumberdaya perikanan dan usaha perikanan. Ikan yang tertangkap
sebelum matang gonad, diduga ikan tersebut belum sempat memijah, sehingga hal
ini akan berpengaruh terhadap rekruitmen di perairan tersebut (Suwarni, 2009).

Universitas Sumatera Utara

13

Faktor Kondisi
Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan mendadak dari kondisi
ikan itu, situasi demikian memungkinkan untuk dapat diketahui apabila
kondisinya kurang baik diduga populasinya terlalu padat, dan sebaliknya apabila
kondisinya baik dan sumber makanan cukup melimpah maka ada kecenderungan
ikan-ikan yang mendiami habitat tersebut gemuk/montok. Sehingga untuk
keperluan analisis tersebut dilakukan uji faktor kondisi. Nilai faktor kondisi ini
tentu sangat tergantung dari nilai b yang sebelumnya dilakukan dulu pengujiannya
dari nilai regresi antara panjang dan berat (Riswanto, 2012).
Informasi faktor kondisi ikan penting diketahui dalam upaya pengelolaan
sumberdaya perikanan di kawasan ini. Hal ini mengingat intensitas aktivitas
penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat dan ancaman gangguan
terhadap kondisi perairan baik yang disebabkan oleh alam misalnya pemanasan
global maupun aktifitas manusia misalnya penangkapan ikan secara berlebihan
dan tidak ramah lingkungan (Mulfizar dkk., 2012).
Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan akan
bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini
dianggap bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya
dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan berat tanpa
diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan
nilai perbandingan tadi (Effendie, 2002).

Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Ada dua pendekatan umum untuk menduga mortalitas. Salah satu
diantaranya adalah mempertimbangkan fraksi populasi yang dipanen sebagai

Universitas Sumatera Utara

14

pengukuran jumlah eksploitasi, dan cara lainnya adalah mempertimbangkan
beberapa usaha alat penangkapan tertentu yang proposional dengan kekuatan
fishing mortality. Laju eksploitasi atau pendugaan kematian karena fishing diberi
batasan sebagai kemungkinan ikan akan mati karena penangkapan perikanan
selama periode tertentu bila semua faktor penyebab kematian terhadap populasi
(Effendie, 2002).
Secara umum, ikan akan mengalami kematian (mortalitas) yang dapat
disebabkan oleh kematian alami dan kematian akibat penangkapan. Mortalitas
alami biasanya diberi simbol M dan mortalitas akibat penangkapan diberi simbol
E sedangkan laju mortalitas total diberi simbol Z (Sparre dan Venema, 1998 diacu
Prasetya, 2010). Mortalitas alami dapat terjadi akibat pemangsaan, penyakit,
parasite, umur dan faktor lingkungan sepanjang hidup ikan.
Beverton dan Holt (1956) dalam Sudrajat (2006) menjelaskan bahwa
tingkat eksploitasi (E) diperoleh dari rumus E = F/(F+M) dengan F (mortalitas
pengakapan) dan M (mortalitas alami). Dengan asumsi bahwa nilai optimum F
dari stok ikan yang dieksploitasi (F opt) adalah sebanding dengan mortalitas
alaminya (M), maka eksploitasi optimum yang diharapkan adalah sama dengan
0,5. Selanjutnya Mbawuike dkk., (2011) menjelaskan bahwa kematian ikan dapat
terjadi karena beberapa faktor termasuk strses, suhu, kekurangan makanan dan
oksigen, teknik penangkapan yang salah berlebihan.

Kondisi Parameter Perairan
Secara teoritis laju pertumbuhan setiap organisme sangat dipengaruhi oleh
umur dan kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan dan kesuburan perairan dapat

Universitas Sumatera Utara

15

mempengaruhi pola rekrutmen ikan (Sudrajat, 2006) Data pendukung yang
berkaitan dengan pertumbuhan dan laju eksploitasi ikan kembung adalah aspek
lingkungan perairan (Suhu, pH, Salinitas, DO dan Kecerahan).

Suhu
Suhu permukaan laut di Selat Malaka adalah secara alaminya sejuk pada
bulan Januari dan Februari (28° C) dan paling panas pada bulan April – Juli
(31°C) (Yacob dkk., 2007), Suhu permukaan laut (SPL) perairan Selat Malaka
pada pengamatan musim Timur tahun 2009, SPL berkisar 24° C - 35° C dengan
suhu dominan relatif stabil pada bulan Juni dan Juli, mengalami penurunan pada
bulan Agustus sepanjang musim. Tahun kedua pengamatan musim Timur 2010,
kisaran suhu permukaan laut perairan Selat Malaka 25° C - 35° C suhu cenderung
relatif stabil di sepanjang musim Timur 2011 pengamatan tahun ketiga, perairan
Selat Malaka mempunyai kisaran SPL 26° C - 35° C dan ditahun keempat 24° C –
34°C. dengan demikian dapat dilihat bahwa sepanjang musim Timur disetiap
tahunnya variabilitas suhu permukaan laut perairan Selat Malaka tidak mengalami
fluktuasi yang mencolok dan cenderung stabil (Azani dkk., 2014)
Sebaran suhu secara vertikal di Perairan Indonesia pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu, lapisan hangat di bagian teratas, lapisan
termoklin di bagian tengah dan lapisan dingin. Secara alami suhu air permukaan
merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari.
Karena kerja angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman 50 – 70 m terjadi
pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28 °C) yang
homogen (Rizkawati, 2009).

Universitas Sumatera Utara

16

Pengaruh suhu terhadap tingkah laku ikan akan terlihat jelas pada waktu
ikan melakukan pemijahan. Setiap ikan mempunyai kisaran suhu tertentu untuk
melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman yang
tertentu pula. Aktifitas metabolisme serta penyebaran ikan dipengaruhi oleh suhu
perairan dan ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar
0,03 °C sekalipun. Suhu merupakan faktor penting untuk menentukan dan menilai
suatu daerah penangkapan ikan. Berdasarkan variasi suhu, tinggi rendahnya
variasi suhu merupakan faktor penting dalam penentuan migrasi suatu jenis ikan
(Limbong, 2008).

Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) dalam suatu perairan merupakan salah satu
parameter kimia yang penting dalam memantau kestabilan perairan. Perubahan
nilai pH suatu perairan terhadap organisme aquatik mempunyai batasan tertentu
dengan nilai pH yang bervariasi (Simanjuntak, 2012).
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk
mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan
memberikan

petunjuk

terganggunya

sistem

penyangga.

Hal

ini

dapat

menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO 2 yang dapat
membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia
umumnya bervariasi dari 6,0 – 8,5 (Riyadi dkk., 2005).
Menurut Ikuta dkk., (2000) pada kondisi asam (pH 4) merupakan kondisi
letal bagi ikan. Pada kondisi tersebut menyebabkan ikan melakukan proses
pengaturan kesetimbangan asam dalam tubuhnya agar tubuh tetap pada kondisi

Universitas Sumatera Utara

17

pH yang normal. Keseimbangan yang dilakukan oleh ikan adalah dengan
mengambil ion bikarbonat (HCO3) dari perairan oleh sel klorida yang ada pada sel
insang sehingga ion hidrogen ternetralisir. Akibatnya pada proses tersebut maka
tubuh ikan menjadi kehilangan ion sodium (Na+) dan clorida (Cl-) dan tekanan
osmotik dari plasma tubuh juga menurun sehingga bila terjadi terus menerus dapat
menyebabkan kematian pada ikan.

Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi ion yang terdapat di perairan, dengan satuan
g/kg atau promil (‰). Perubahan salinitas pada perairan bebas relative kecil bila
dibandingkan dengan yang terjadi di daerah pantai. Perairan pantai banyak
dimasuki air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu banyak turun
hujan. Salinitas erat hubungannnya dengan adanya penyesuaian tekanan osmotik
antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan dengan keadaan salinitas di
sekeliling. Selain erat hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik, maka
salinitas juga menentukan daya apung dari telur-telur yang pelagis sifatnya. Selain
itu perubahan massa air dan keadaan stabilitasnya (Baskoro dkk., 2011).
Parameter perairan yang erat kaitannya dengan salinitas yaitu oksigen.
Masuknya air tawar dan air laut secara teratur kedalam estuaria bersama dengan
pendangkalan, pengadukan, dan pencampuran air dingin biasanya akan
mencukupi persediaan oksigen di dalam estuaria. Karena kelarutan oksigen dalam
air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen dalam air
akan bervariasi sesuai dengan variasi parameter tersebut (Simanjuntak, 2012).

Universitas Sumatera Utara

18

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat
curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang
rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas
perairannya tinggi. Berdasarkan kisaran tersebut maka perairan tersebut
merupakan perairan yang mempunyai daya dukung terhadap aktivitas budidaya,
dimana salinitas merupakan variabel lingkungan yang mempengaruhi tingkat
kenyamanan biota yang akan dibudidayakan selain dipergunakan untuk
kelangsungan hidup dan pertumbuhannya (Riyadi dkk., 2005).

DO (Dissolved oxygen)
Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk
respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Sumber utama
oksigen dalam air laut adalah udara melalui proses difusi dan dari proses
fotosintetis fitoplankton. Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama
kehidupan di laut dan indikator kesuburan perairan. Kadar oksigen terlarut
semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di
perairan. Hal ini disebabkan oksigen yang ada, dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan zat organik menjadi zat anorganik (Simanjuntak, 2012).

Kecerahan
Secchi disc adalah piring bulat yang rata dengan diameter 20-30 cm yang
semuanya putih atau dua kuadran dicat hitam dan dua kuadran lagi putih.
Dimasukkan ke dalam air dalam posisi horizontal sehingga tidak kelihatan.

Universitas Sumatera Utara

19

Kedalaman bila hal ini terjadi disebut kedalaman Secchi dan tergantung pada
kekeruhan air. Secchi disc murah dan mudah dibuat dan telah lama digunakan
oleh

oseanografer

sebagai

alat

pengukur

kecerahan

yang

cepat

(Supangat dan Susana, 2014).
Sinar matahari mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan
beraneka gejala, termasuk penglihatan, fotositesa dan pemanasan. Tingkat
kecerahan dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan intensitas sinar matahari
yang masuk ke perairan. Sinar matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan
jasad hidup di perairan. Sinar matahari diperlukan oleh tumbuhan air untuk proses
asimilasi. Menurut Keputusan Men.LH. No. 51 tahun 2004 tentang pedoman baku
mutu air laut untuk biota, kecerahan yang diinginkan adalah lebih besar dari 5 m.
Tingkat kecerahan tergantung kepada musim dan tingkat sedimentasi yang berasal
dari sungai yang masuk ke perairan laut (Riyadi dkk., 2005).

Universitas Sumatera Utara