STATUS DAERAH ISTIMEWA KASUNANAN SURAKARTA DAN KASULTANAN YOGYAKARTA TAHUN 1939-1950 DALAM KERANGKA DEMOKRASI DAN OTONOMI

  STUDI PERBANDINGAN STATUS DAERAH ISTIMEWA KASUNANAN SURAKARTA DAN KASULTANAN YOGYAKARTA TAHUN 1939-1950 DALAM KERANGKA DEMOKRASI DAN OTONOMI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Oleh Nama: Andreas Udiutomo NIM: 004314024 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  

MUTIARA

  Aku peduli tentang hatiku, nafas, mata, jiwa, nyawaku Sekali lagi pernah kuperhatikan dari ujung kaki sampai ujung kepala, dari denyut jantung sampai aliran darah mengalir yang aku rasakan, dari suara yang kudengar dari telinga sampai mulut yang bersuara aku masih sadar…

  Terimakasih Tuhan Enkau masih bersamaku…”

  • -penulis-

DURF TE STRIJDEN OM EEN PUNT TE MAKEN EN NEEM JE

  Berani berbuat, Berani bersikap, Berani bertanggung jawab

  • –penulis-

  

PERSEMBAHAN

  Dengan segala rasa cinta yang mendalam dan rasa hormat kepada Tuhan Yesus Kristus, Skripsi ini dipersembahkan kepada:

  1. Kedua Ayah Bunda: Bapak Yohanes Budi Santoso dan Ibu Maria Suparsih, terimakasih atas doa, didikan dan kesabaranya selama ini

  2. Kakak dan Adikku tercinta: Kristanti Widyaningsih dan Fransisca Ade Karunia Putri..terimakasih atas doanya.

  3. Keponakanku yang cantik: A.Dewi Ratna Swari (Ririe).

  4. Sahabat-sahabatku :Yudha Tjoemie, Pius Agung Badu, Christian Wahyu, Bernadeta Roselho, tempatku berbagi, tertawa dan

  menyandarkan letihku..thanks guys, Desy, Arie Wardani, Retno Putri

  sih Putranti...kemana aja kamu?, Cristiana Dwi Lestari…terimakasih

  atas semuanya, dan semua inspirasi dan motivasi yang diberikan selama ini.

  5. Teman–teman sejawat: Fajar Ardiantara, Lazarus Hacimparmala, Agung Budyawan, Nanang Supramono, Lilik, Yustina Dian Rahmahwati, Upik, Agnes dian Anggraeni, Fransisca Romana, Johana Makatita, Yohana Tjangkung, Maria Wijayanti, Scolastika Dianti, Etha, Ada, Keke, Terimakasih atas kesetiaan dan dukunganya selama ini.

  6. Kawan kawan seperjuangan; FPPI, TAJAM, Pengabdian Masyarakat USD, CITRALEKHA...special thanks for motherland…”

  7. Bawakan Aku Bunga; Pejuang Asmara -sophie ft praseva-, Bintangkan bersinar -channel -, It hurts, the gift –Angel&AirWaves-, letters to God

  • –BoxCarRacer-, Lost without you –Blink182-, Wake Up – melodicuspaleojavanicus-.

  8. Bawakan aku bunga, Before sunrise & Before sunset.

  9. Jesus –Khalil Gibran-, Catatan Seorang Demonstran –Gie-, My dear MORON (RIP)love you, and the Morning, thanks for everything

  10. Dan Semua pihak atas dukungan, motivasi, bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, diucapkan terimakasih.

  Sadar bahwa hasil karya penulisan ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap suatu masukan saran atau kritik yang membangun.

  Penulis Andreas Udiutomo

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi.

  Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau bagian dari karya orang lain atau suatu lembaga, kecuali bagian-bagian tertentu yang dijadikan sumber.

  Yogyakarta, 27 Februari 2007 Penulis

  Andreas Udiutomo

  

ABSTRAK

  Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengetahui tentang Studi Perbandingan terhadap status antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta dalam kerangka demokrasi dan otonomi tahun 1939 – 1950. Dalam skripsi ini ada tiga hal permasalahan yang dibahas, yakni: 1. Bagaimanakah status Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada masa pemerintahan Belanda dan Jepang

  

pada tahun 1939-1945? 2. Bagaimanakah status Kasunanan Surakarta dan

  Kasultanan Yogyakarta pada masa pemerintahan Indonesia pada tahun 1945-

  

1950? 3. Faktor-faktor apakah yang menentukan status daerah Kasunanan

  Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta sebagai daerah istimewa dalam Negara

  Republik Indonesia?

  Kerajaan mataram yang pecah menjadi dua kerajaan yakni Yogyakarta dan Surakarta menyimpan keistimewaan tersendiri secara historis. Belakangan ini masalah keistimewaan banyak dibicarakan orang dalam rangka mewujudkan daerah otonomi yang demokratis. Status keistimewaan yang diberikan terhadap sebuah daerah dimaknai sebagai anugrah yang berbeda dari daerah lain. Makna istimewa ini juga yang melandasi penulisan skripsi ini. Karena penulis berusaha mengungkapkan fakta secara historis dengan keadaan sejarah yang benar.

  Metode sejarah yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: pengumpulan sumber, kritik sumber, interprestasi, dan historiografi. Metode pengumpulan data melalui studi pustaka dengan mengolah data-data mengenai pokok permasalahan penelitian ini secara deskriptif analitis. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan politik, untuk menganalisa permasalahan akan dibahas dalam penelitian ini. Ilmu politik ini mencakup tentang teori tentang negara, pemerintahan, kekuasaan, hukum, dan kepemimpinan

  

ABSTRACT

  The aim of this undergraduate thesis is to know the comparasion study toward the status between “Daerah Istimewa Yogyakarta and Surakarta” in the structure of democration and otonomy in 1939–1950. in this thesis, there are three problem formulations, as follows: 1. How are the status of Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta in Dusch and Japanese Government era in 1939-

  

1945? 2. How are the status of Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta

in Indonesia Government era in 1945–1950? 3. What are the factor which

  determine the status of Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta as a

  particular region in Indonesian Republic?

  The Mataram kingdom which breaks into two kingdoms, Yogyakarta and Surakarta, save its own historically particular. Nowaday the problems particularity are discussed by the people in order to existence the democration of otonomy region. The particular status which given to a region is valued as a different gift from other regions. The particular value also underlays this thesis writing. Based on this problem, the writer tries to analyze the fact historically without true history.

  The history methodology which is use in this analysis consist of: collecting the sources, critiques, interprestation, and historigraph. The methodology of collecting datas is library study. The writer analyzes the datas of the main problem by description analysis. This analysis applies politic approach in order to analyze the problems that will be discussed in this analysis. This politic knowledge include the Nation theory, Government, Power, Law, and Leadership.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Atas melimpahkan kasih-Nya, sehimgga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: Studi

  

Perbandingan Status Daerah Istimewa Kasunanan Surakarta dan

Kasultanan Yogyakarta tahun 1939-1950 dalam kerangka Demokrasi

Otonomi. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan, bantuan, dan bimbingan

  dari banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

  1. Bapak Dr. Fr. B. Alip, M. Pd., M.A., Selaku Dekan Sastra, yang telah memberikan ijin atas penulisan skripsi ini.

  2. Bapak Drs. Hb.Hery Santosa,M.Hum., Selaku Ketua Jurusan Sejarah, yang telah memberikan ijin atas penulisan skripsi ini.

  3. Ketua Program Studi Ilmu Sejarah, yang telah memberikan pandangan dalam skripsi ini.

  4. Bapak Prof. Dr. P.J. Suwarno, S.H., Selaku Pembimbing I, yang telah bersedia membimbing dan mengoreksi skripsi ini hingga selesai.

  5. Pembimbing Akademis, yang telah memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan kuliah di Universitas Sanata Dharma.

  6. Para Dosen Ilmu Sejarah; Pak Purwanta, Pak Sandiwan, Pak Rio, Pak Anton, Bu Ning, Romo Baskara, Pak Moedjanto, yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan dan bimbingan bagi penulis selama menyelesaikan kuliah di Universitas Sanata Dharma.

  7. Teman-teman mahasiswa Ilmu sejarah, Sastra Inggris, Sastra Indonesia, angkatan 1999-2003; terimakasih atas bantuan, dukungan, dan kebersamaanya selama ini.

  8. Karyawan Perpustakaan Sanata Dharma dan Perpustakaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Kraton Yogyakarta, Kraton Surakarta, Museum Sono Budoyo Yogyakarta, Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Surakarta, Monumen Pers Nasional di Surakarta, Museum Radya Pustaka Surakarta, yang telah membantu penulis berkaitan dengan skripsi ini.

  9. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan semua.

  Penulis menyadari atas kekurangan dan kelemahan terhadap penulisan skripsi ini, maka dengan terbuka penulis menerima masukkan berupa kritik yang bersifat membanguan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan Bagi Universitas Sanata Dharma.

  Yogyakarta, 27 Februari 2007 Penulis

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………...….. ii

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………..……... iii

HALAMAN MOTTO………………………………………………...………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………...………….... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………….….………... vii

ABSTRAK……………………………………………………………….……. viii

ABSTRACT………………………………………………………………..…... ix

KATA PENGANTAR…………………………………………………………... x

DAFTAR ISI……………………………………………………..……………. xii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..………. xv

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………... 1 B. Rumusan Masalah………………………………………………. 4 C. Tujuan Penelitian………………………………………………... 5 D. Manfaat Penelitian………………………………………………. 5 E. Tinjauan Pustaka………………………………………………... 6 F. Landasan Teori…………………………………………………. 8 G. Hipotesis…………………………………………………………. 9 H. Metode dan pendekatan Penelitian……………………………. 10

  1. Pengumpulan data……………………………………………… 10

  2. Analisis data…………………………………………………….. 12

  

I. Sistematika Penulisan………………………………………...… 12

  BAB II STATUS KRATON KASUNANAN SURAKARTA DAN KASULTANAN YOGYAKARTA PADA MASA PENDUDUKAN BELANDA DAN JEPANG TAHUN 1939-1945 A. Masa pendudukan Belanda Tahun 1939-1941………………... 15 A.1. Kasultanan Yogyakarta………………………..……….…. 15

  1.1. Politik Kontrak (Pepatih Dalem)……………………..….... 16

  1.2. Sistem Perundangan Desentralisasi Hindia Belanda…...... 19 A.2. Kasunanan Surakarta………………………………….….. 22

  1.1. Politik Kontrak…………………………………………...… 22

  1.2. Sistem Perundangan Desentralisasi Hindia Belanda...…... 24

  B. Masa pendudukan Jepang Tahun 1942-1945…………………. 27

  1. Kasultanan Yogyakarta…...…………………………...…….. 27

  2. Kasunanan Surakarta………………………………...…........ 37

  BAB III STATUS KEISTIMEWAAN KASULTANAN YOGYAKARTA DAN KASUNANAN SURAKARTA PADA MASA PEMERINTAHAN INDONESIA TAHUN 1945-1950 A. Pemeritahan Masa awal Kemerdekaan Republik Indonesia… 40

  1. Kasultanan Yogyakarta………………………………………….. 40

  2. Kasunanan Surakarta……………………………………………. 54

  B. Pemerintahan Masa Kostitusi RIS………………………..…… 59

  BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN STATUS KEISTIMEWAAN KASUNANAN SURAKARTA DAN

KASULTANAN YOGYAKARTA DALAM NEGARA RI

A. Status Keistimewaan Berdasarkan Undang-undang Dasar…… 64 B. Sikap politik Pemerintahan Kedua Kerajaan dalam mendukung

Negara RI………………………………………………………….. 68

  C. Peran kedua Kerajaan dalam Perjuangan Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia ………………………....……. 72

  1. Kasultanan Yogyakarta…………………………………………... 72

  2. Kasunanan Surakarta…………………………………………….. 74

  D. Pemerintahan masa demokratisasi dan otonomi…….……….... 78

  1. Kota Yogyakarta…………………………………..….…………... 78

  2. Kota Surakarta…………………………..………….…………….. 87

  BAB V PENUTUP…...………………………………………………….….….. 91 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….………. 94 Lampiran-lampiran…………………………………………………………… 97

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. AMANAT SULTAN HB IX……………………………………. 97

Lampiran 2. AMANAT PAKU ALAM VIII……………………………….... 98

Lampiran 3. AMANAT 6 SEPTEMBER 1945 ……………………………... 99

Lampiran 4. AMANAT 30 OKTOBER 1945…………………………..….. 100

Lampiran 5. PIAGAM SRI PADUKA SUSUHUNAN PAKUBUWONO XII

  REPUBLIK INDONESIA……………………………………... 102

Bagan 6. PEMBAGIAN DAERAH OTONOMI UU 1948/22………………103

Lampiran 7. Undang-undang Pokok Daerah Istimewa Yogyakarta………104

Lampiran 8. Maklumat Komisaris Tinggi No.1 tentang Surakarta……….106

Lampiran 9. Makloemat Seri Padoeka Ingkang Sinoehoen ……………….108

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan sejarah yang dialami bangsa Indonesia ini cukup panjang. Sejarah bangsa Indonesia merupakan peristiwa masa lampau yang tidak mungkin

  terulang kembali. Hal yang bisa kita lakukan adalah melihat kembali perjalanan sejarah tersebut untuk mencoba merekontruksi, memaknai, dan mencari relevansinya di masa kini, bagi kemajuan kehidupan bangsa Indonesia sendiri di

  1 masa datang.

  Sejarah bangsa kita tidak pernah bisa dilepaskan begitu saja dari banyaknya kerajaan kecil yang telah berdiri dan berdaulat, bahkan sebelum terbentuknya Negara Indonesia, salah satunya adalah Kerajaan Mataram di Jawa. Dalam perjalanan sejarahnya kerajaan ini mengalami pasang-surut pemerintahan. Kerajaan Mataram pada akhirnya terpecah menjadi dua kerajaan yaitu: Kasunanan

  2 Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Sejalan dengan tumbuhnya nasionalisme

  kebangsaan Indonesia, kedua kerajaan inipun menjadi tolak-ukur perjuangan bangsa ini ketika masa kolonial, terlebih dengan adanya undang-undang yang 1 dibuat pihak kolonial yang mengatur tentang kedudukan ke dua kerajaan tersebut.

  

Pengertian sejarah menurut: Istilah dan Guna, Kuntowijoyo; Pengantar Ilmu Sejarah,

2 Yayasan Bentang Budaya ,Yogyakarta-Indonesia, cetakan III, 1999, halm.15

Lahirnya Zelfbesturende Lansdschappen dari Hindia Belanda di Jawa Tengah, Lihat:

Republik Indonesia:Daerah Istimewa Yogyakarta ,1953, halm.37

  Pada bahasan skripsi ini akan diuraikan tentang dua kerajaan di Jawa yang masih berdiri hingga sekarang dan menjadi saksi sejarah terbentuknya Negara Indonesia. Kerajaan tersebut adalah Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Kasultanan Yogyakarta. Dua kerajaan tersebut merupakan pecahan dari sebuah kerajaan besar di tanah Jawa yakni Kerajaan Mataram.

  Kerajaan Mataram yang beribukota di Surakarta (Solo) pada tahun 1755 pecah menjadi dua yakni: Pertama, Kasunanan Surakarta yang beribukota di Surakarta (Solo) di bawah pimpinan Sri Sunan Paku Buwono III. Kedua, Kasultanan Yogyakarta yang beribukota di Ambarketawang Gamping, kemudian pindah ke Yogyakarta sampai sekarang di bawah pimpinan Sultan Hamengku Buwono X di mana pembagian daerah tersebut ditentukan dalam perjanjian

3 Gianti.

  Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, pada masa pemerintahan Belanda memiliki kedudukan sebagai daerah istimewa bagian dari Kerajaan Hindia Belanda, berdasarkan perundang-undangan Belanda dan Kontrak

  

Politik. Pemerintah Belanda mengangkat Gubernur Jenderal dengan diwakili

Pepatih Dalem untuk mengatur birokrasi pemerintahan kedua daerah kerajaan,

  dalam rangka politik dekonsentrasi pemerintahan. Hal yang sama juga diberlakukan pada saat Pemerintah Jepang menguasai kedua daerah kerajaan 3 tersebut. Pemerintah Jepang juga mengakui bahwa daerah kedua kerajaan tersebut

  

Asal usul kerajaan Surakarta dan Yogyakarta merupakan pecahan dari kerajaan

Mataram,yang secara lengkap tertulis dalam perjanjian Gianti,Lihat Depdikbud, Sejarah

Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta, 1997, penerbit proyek penelitian dan pencatatan daerah Depdikbud, Jakarta, halm 83-92 merupakan daerah istimewa bagian dari Kekaisaran Jepang. Kooti Zimu Kyoku

  

Tyookan (gubernur) dan Somu Tyookan (patih), diangkat sebagai wakil

Pemerintah Jepang.

  Pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta mengalami perubahan dan penyesuaian birokrasi pemerintahan kerajaan menuju birokrasi pemerintahan negara modern. Status keistimewaan daerah kerajaan juga mengalami perubahan akibat dari faktor-faktor politik pada masa itu. Pemerintah Pusat kemudian mengangkat Komisaris Tinggi sebagai wakil pemerintahan untuk ditempatkan di beberapa wilayah daerah swapraja yaitu: Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman. Di Kasunanan Surakarta, Komisaris Tinggi diakui oleh Paku Buwono sebagai wakil Pemerintah Pusat, sedangkan di Kasultanan Yogyakarta Komisaris Tinggi ditolak oleh Sultan HB IX, yang kemudian digantikan perannya

  4 oleh Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Yogyakarta.

  Sikap politik pemerintahan Kasunanan Surakarta mengenai loyalitasnya pada Pemerintah Belanda atau pada Pemerintah RI masih dipertanyakan, sedangkan di Kasultanan Yogyakarta sikap politik pemerintahan Sultan HB IX menyatakan dukungannya pada eksistensi Negara RI. Peran serta kedua daerah kerajaan dalam perjuangan revolusi kemerdekaan RI juga menjadi faktor penting 4 yang menentukan status keistimewaan dalam Negara RI. Namun pada saat ini,

  

Lihat Soedarisman Poerwoekoesoemo, Daerah Istimewa Yogyakarta, 1984, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, halm 16-17 kedua kerajaan tersebut memiliki status keistimewaan yang berbeda, yakni Kasunanan Surakarta sudah tidak dianggap sebagai daerah istimewa, sedangkan Kasultanan Yogyakarta masih memiliki status sebagai daerah istimewa.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi pokok permasalahan penulisan skripsi ini adalah pembahasan tentang kedudukan dan status kedaerahan yang diberlakukan pada dua kerajaan tersebut pada saat Negara Indonesia terbentuk. Sejarah komparasi kedua kerajaan tersebut merupakan suatu pembanding gerak sejarah yang perlu diungkapkan dan menjadi pertimbangan pemerintahan RI dalam mengeluarkan undang-undang untuk mengatur status dan kedudukan kedua kerajaan. Hingga sekarang masih dipertanyakan mengapa hanya Kasultanan Yogyakarta yang mendapatkan status sebagai daerah istimewa dari Pemerintah Pusat, sedangkan di Kasunanan Surakarta tidak lagi mendapatkan status keistimewaan tersebut.

  Pertanyaan-pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan yaitu:

  1. Bagaimanakah status Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada masa pemerintahan Belanda dan Jepang pada tahun 1939-1945?

  2. Bagaimanakah status Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada masa pemerintahan Indonesia pada tahun 1945-1950?

  3. Faktor-faktor apakah yang menentukan status daerah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta sebagai daerah istimewa dalam Negara RI? Masa-masa pra-kemerdekan hingga pasca-kemerdekan RI, menjadi pokok permasalahan yang dibahas karena dalam tahun-tahun tersebut banyak undang- undang yang dibuat untuk mengatur status kerajaan-kerajaan swapraja.

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Mendeskripsi dan menganalisis status daerah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada masa pemerintahan Belanda dan Jepang tahun 1939-1945.

  2. Mendeskripsi dan menganalisis status daerah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada masa pemerintahan Indonesia tahun 1945- 1950.

  3. Mendeskripsi dan menganalisis faktor-faktor apakah yang menentukan status daerah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta sebagai daerah istimewa dalam Negara RI.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi penulis Penulisan ini dapat menjadi pengetahuan tentang sejarah komparasi terhadap daerah-daerah kerajaan yang berkedudukan sebagai daerah Istimewa pada masa pemerintahan Belanda, pemerintahan Jepang, dan pemerintahan Indonesia dari tahun 1939-1950.

  2. Bagi Universitas Sanata Dharma Penulisan ini diharapkan menjadi wawasan yang menambah ilmu pengetahuan mengenai status daerah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta tahun 1939-1950, yang berupa karya ilmiah di Universitas Sanata Dharma.

  3. Bagi Dunia Ilmu Pengetahuan Penulisan penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan memperkaya perbendaharaan Ilmu pengetahuan mengenai sejarah komparasi: status daerah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta tahun 1939-1950.

E. Tinjauan Pustaka

  Dalam proses penulisan ini penulis memperoleh data dari bentuk pengumpulan data melalui studi pustaka. Dalam mendapatkan data mengenai permasalahan perkembangan Yogyakarta dan Surakarta tahun 1939 -1950 maka penulis menggunakan bahan pustaka sebagai sumber penelitian.

  Buku-buku yang digunakan sebagai sumber untuk mendapatkan data mengenai ketiga pokok permasalahan pada penelitian ini, bebarapa diantaranya adalah:

  Buku pertama berjudul: Inventarisasi Produk-produk Pemerintahan

  

Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta yang berupa peraturan perundangan I dan

  

II, merupakan hasil penyusunan dan penerbitan Biro hukum sekretariat Daerah

  DIY, Pada tahun 1977, 1977-1978 di Yogyakarta. Buku ini menyediakan data- data penting mengenai perundang-undangan dan peraturan lain yang dibuat oleh pemerintahan Daerah Yogyakarta.

  Buku kedua berjudul: Suara Nurani Keraton Surakarta, Peran Keraton

  

Surakarta dalam mendukung dan memmpertahankan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, merupakan tulisan Sri Juari Santoso, pengantar:Eusta Supeno,

  diterbitkan oleh Komunitas Studi Didaktika,pada tahun ?. Buku ini sebagai sumber penulisan penelitian ini karena banyak menguraikan status istimewa bagi Keraton Surakarta sebelum Undang-undang Pemerintahan Daerah dibuat.

  Buku ketiga berjudul: Hamengku Buwono IX Dan Sistem Birokrasi

  

Pemerintahan Yogyakarta 1942-1974, ditulis oleh Suwarno.P.J., diterbitkan oleh

  Penerbit Kanisius, pada tahun 1994 Yogyakarta,. Sesuai pokok permasalahan ketiga yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu tentang bagaimanakah proses perubahan dan penyesuaian yang dilakukan Sri Sultan dan Paku Alam VIII dalam menciptakan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang otonom dan demokratis, maka buku ini penting sebagai sumber pustaka. Buku ini menyediakan informasi tentang peran Sri Sultan HB IX sebagai Pemimpin Pemerintahan Yogyakarta.

  Buku keempat berjudul: Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara

  

Republik Indonesia, merupakan tulisan The Liang Gie, diterbitkan oleh

  PT.Gunung Agung , pada tahun 1967 di Jakarta. Buku ini mengulas tentang masalah-masalah desentralisasi dan cara-cara penyelesaian tentang pemerintahan daerah dengan topik seperti daerah Yogyakarta dan Surakarta.

  Perbedaan tulisan ini dengan tulisan pada buku-buku sumber di atas adalah, sumber yang membicarakan tentang status daerah keistimewaan Surakarta tidak banyak dibicarakan, hanya beberapa bagian saja, dari hal tersebut, maka penulis berupaya memberikan beberapa kerangan yang berkaitan dengan status daerah Surakarta yang dulunya sebagai daerah istimewa, dan saya rasa penulisan skripsi tentang perbadingan daerah istimewa kedua kerajaan tersebut sangat sedikit ditulis.

  .

F. Landasan Teori

  Dalam penulisan skripsi ini yang dibahas adalah perbandingan wacana sejarah yang terjadi dalam Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakata dalam status daerah istimewa melalui periode tahun 1939-1950. Komparasi ini merupakan hal yang diangkat sebagai perbandingan keadaan dahulu hingga sekarang, di mana dahulu kedudukan kedua kerajaan tersebut memiliki karakteristik sebagai daerah istimewa yang berbeda dengan daerah lainnya, sebagai daerah yang mempunyai peraturan-peraturan, hukum atau undang-undang, adat istiadat, dan lain-lainnya. Namun sekarang kedua kerajaan tersebut mengalami berbagai perubahan sistem pemerintahan.

  Maksud dari status daerah istimewa di sini adalah status keistimewaan sebagai daerah kerajaan yang memiliki sistem pemerintahan daerah yang berbeda bila dibandingkan dengan daerah setingkat lainnya. Khusus pada daerah swapraja seperti Kasultanan Yogyakarta, di mana status keistimewaannya telah dimiliki sejak masa pendudukan Hindia Belanda dan pendudukan Jepang, dan hingga kini masih diakui oleh Pemerintah RI sebagai daerah istimewa bagian dari Negara Indonesia. Hal ini terlihat dalam berbagai peraturan perundang-undangan kedaerahan yang berbeda dengan daerah lain, antara lain mengenai pemilihan gubernur. Pemilihan gubernur di DIY tidak melalui mekanisme pemilihan demokratis (Pemilihan Kepala Daerah), tetapi melalui penunjukan langsung dari keturunan Raja-raja di Kasultanan Yogyakarta. Hal ini jelas sekali membedakan DIY deangan daerah lainnya. Dengan begitu kedudukan Sultan di Yogyakarta memiliki fungsi ganda yaitu sebagai Raja di Kasultanan Yogyakarta dan sebagai Gubernur DIY.

  Penulis akan membahas skripsi ini dengan sudut pandang politik ketatanegaraan yang mengacu kepada hukum perundang-undangan pada masa Belanda, Jepang, dan Negara Indonesia yang diberlakukan di kedua kerajaan tersebut. Sudut pandang sosial budaya masyarakat di kedua kerajaan, di mana terjadi transformasi kekuasaan antara masa pendudukan Belanda, pendudukan Jepang dan Negara Indonesia, menjadikan tolak-ukur sejarah komparasi keistimewaan kedua kerajaan dengan subyek yang melekat pada adat istiadat serta budaya dalam kraton yang dimiliki oleh rakyatnya.

G. Hipotesis

  1. Bila Pemerintah Belanda dan Pemerintah Jepang pada tahun 1939-1945 menyatakan status Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta sebagai daerah istimewa, maka status tersebut berpengaruh pada birokrasi pemerintahan kedua daerah kerajaan.

  2. Bila Pemerintah Indonesia pada tahun 1945-1950, mengadakan kebijakan politik yang mengubah status Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta sebagai daerah istimewa, maka perubahan status tersebut berpengaruh pada birokrasi pemerintahan kedua daerah kerajaan.

3. Faktor-faktor politik, seperti: Status istimewa Kasunanan Surakarta dan

  Kasultanan Yogyakarta dalam sistem perundang-undangan Pemerintah Belanda dan Pemerintah Jepang, Sikap politik kepemimpinan kedua daerah kerajaan dalam mendukung Negara RI, Peran kepemimpinan kedua daerah kerajaan dalam perjuangan revolusi kemerdekaan Negara RI, Dukungan rakyat kepada pemerintahan kerajaan, merupakan faktor-faktor penting yang menentukan status daerah istimewa kedua kerajaan tersebut.

H. Metode dan Pendekatan Penelitian

  1. Pengumpulan Data

  Metode yang digunakan disebut metode sejarah yaitu suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.

  5 Rekonstruksi imajinatif terhadap masa lampau berdasar data-data yang diperoleh melalui metode sejarah itu disebut penulisan sejarah (historiografi).

  6 Dalam melakukan penulisan sejarah dapat dilakukan dengan empat tahapan pokok.

  Pertama, Pemilihan subyek penelitian dan pengumpulan objek yang berasal dari jaman itu serta pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis, dan lisan yang 5 Lihat Louis Gottschalk, mengerti sejarah: pengantar metode sejarah, terjmh.:Nugroho

  Notosusanto, 1975, yayasan penerbit Universitas Indonesia, Jakarta,halm.32

  6 Ibid., halm.35 relevan. Kedua, Menyingkirkan bahan-bahan yang tidak otentik. Ketiga, Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang otentik. Keempat, Penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi kisah

  7 atau penyajian sejarah.

  Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah studi pustaka dengan mencari dan menganalisis buku-buku yang tersimpan di perpustakaan, arsip-arsip pemerintah, surat kabar, dan sebagainya. Studi pustaka merupakan suatu metode penulisan, di mana penulis menggali dan mengolah data-data yang sudah berbentuk tulisan atau pernyataan-pernyataan menjadi suatu historiografi. Data yang ada kemudian dipelajari dan diperdalam untuk kemudian diseleksi. Buku- buku yang relevan dengan pokok permasalahan digunakan sebagai sumber data dan acuan penulisan. Selain mengumpulkan data-data sejarah dari buku-buku, juga diusahakan mencari data-data yang tersimpan dalam arsip-arsip atau catatan- catatan yang tersimpan di perpustakaan daerah dan lembaga-lembaga pemerintahan daerah.

  Sumber tulisan yang digunakan dapat berupa sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer yaitu tulisan atau dokumen hasil dari pernyataan kesaksian seorang saksi mata yang mengalami peristiwa itu sendiri atau hidup sejaman dengan terjadinya peristiwa. Sumber sekunder yaitu tulisan atau dokumen yang merupakan kutipan atau salinan dari sumber lainnya.

7 Ibid., halm.75

2. Analisis Data

  Data-data yang sudah diseleksi dari buku-buku, arsip-arsip, dan catatan- catatan pemerintah daerah kemudian dilakukan kritik sumber. Kritik sumber merupakan tahap penulisan sejarah untuk pengujian data. Kritik sumber bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kredibilitas sumber yaitu kebenaran faktanya sehingga dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Kritik digunakan untuk menghindari kepalsuan dan keberpihakan sumber, apalagi sebagian besar sumber

  8 data merupakan sumber sekunder.

  Metode deskriptif analisis digunakan sebagai metodologi penulisan karena dengan metode ini diharapkan mampu menggambarkan peristiwa secara lengkap dan analitis. Pengolahan data secara cermat diharapkan mampu mengurangi subyektifitas yang biasanya muncul dalam sebuah historiografi.

I. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yang terdiri atas: Pada Bab I Pendahuluan. Di mana yang terbagi menjadi sembilan sub bab yakni: A. Latar Belakang Masalah, yang mendiskripsikan latar belakang pengambilan subyek penelitian, B. Rumusan Masalah, yang merumuskan permasalahan yang dijadikan pokok penelitian ini, C. Tujuan Penelitian, D.

  Manfaat Penelitian, E. Tinjauan Pustaka, F. Landasan Teori, G. Hipotesis, H. Metode dan Pendekatan Penelitian, dan I. Sistematika Penulisan.

8 Lihat: Koentjaraningrat,Metode-Metode Penulisan Masyarakat, 1993, PT.Gramedia,

  Jakarta, halm.269

  Bab II Status Kraton Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta Pada Masa Pendudukan Belanda dan Jepang Tahun 1939-1945, mendeskripsikan dan menganalisis status kedua daerah kerajaan tersebut yaitu pada masa pendudukan Belanda dan pendudukan Jepang, yang terbagi menjadi dua sub bab yakni: A. Masa Pendudukan Belanda Tahun 1939-1941; dan 1. Kasultanan Yogyakarta dan 2. Kasunanan Surakarta B. Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945; 1. Kasultanan Yogyakarta dan 2.Kasunanan Surakarta.

  Bab III Status Kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta Pada Masa Pemerintahan Indonesia Tahun 1945-1950, mendeskripsikan dan menganalisis status kedua daerah kerajaan tersebut pada masa pemerintahan Indonesia tahun 1945-1950, yang terbagi menjadi tiga sub bab yakni: A. Pemerintahan Masa Awal Kemerdekaan Republik Indonesia; 1. Kasultanan Yogyakarta dan 2.Kasunanan Surakarta.B. Pemerintahan Masa Konstitusi RIS.

  Bab IV Faktor-faktor Politik Yang Menentukan Status Keistimewaan Kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta Dalam Negara RI, mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor politik yang turut mempengaruhi status daerah kerajaan sebagai daerah istimewa, terbagi menjadi tiga sub bab yakni: A. Status Keistimewaan Berdasarkan Undang-undang Dasar, B. Sikap Politik Pemerintahan Kedua Kerajaan Dalam Mendukung Negara RI, C. Peran Kedua Kerajaan dalam perjuangan revolusi kemerdekaan Negara RI; 1.

  Kasultanan Yogyakarta dan 2.Kasunanan Surakarta., D. Pemerintahan Masa Demokratisasi dan Otonomisasi; 1. Kota Yogyakarta dan 2.Kota Surakarta.

  Bab V Penutup, berisi penarikan kesimpulan dari hasil deskripsi analisis menyangkut permasalahan, hipotesis, dan uraian pembahasan dalam penelitian ini.

BAB II STATUS KRATON KASULTANAN YOGYAKARTA DAN KASUNANAN SURAKARTA PADA MASA PENDUDUKAN BELANDA DAN JEPANG TAHUN 1939-1945 A. Masa Pendudukan Belanda Tahun 1939-1941 A.1. Kasultanan Yogyakarta Status Kerajaan Kasultanan Yogyakarta pada masa pendudukan Belanda

  pada tahun 1939 masih dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan politik dari Pemerintahan Hindia Belanda. Ketika Sultan HB IX dinobatkan pada akhir tahun 1939, Pemerintah Hindia Belanda mengadakan perundingan-perundingan dengan

  9

  mencalonkan Sultan HB IX melalui perumusan Kontrak Politik. Dalam setiap perundingan tersebut, pihak Pemerintah Belanda selalu mempertahankan pasal- pasal yang menjamin kekuasaan atas birokrasi Pemerintahan Kasultanan. Namun usaha tersebut tidak mempengaruhi kegigihan Sultan HB IX untuk tidak memakai pasal-pasal dalam Kontrak Politik, selama Pemerintah Belanda masih berkuasa dan ketika Sultan Hamengku Buwono IX berusaha mengadakan perubahan

  10 birokrasi dalam kraton.

9 Perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu itu seperti perundingan tentang wilayah

  10 daerah Yogyakarta dan Kraton untuk merumuskan kontrak politik.

  

P.J Suwarno, Hamengku Buwono IX Dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta

1942-1974 Sebuah Tinjauan Historis, 1994,Penerbit Kanisius,Yogyakarta,halm 22

  Pada saat Pemerintah Belanda kemudian bermaksud mengadakan perubahan-perubahan di Yogyakarta, hal itu dilakukan dengan cara menugaskan pegawai-pegawai Belanda untuk bekerja di fasilitas-fasilitas strategis di daerah Yogyakarta. Sementara itu para abdidalem hanya menjalankan perintah dari pegawai-pegawai Belanda tanpa mengerti maksud dan tujuannya. Sebaliknya Sultan HB IX dalam upayanya untuk mengadakan perubahan birokrasi pemerintahan Kasultanan Yogyakarta terlebih dahulu mempersiapkan tokah-tokoh masyarakat dan para abdidalem-nya. Begitu dekatnya Sultan dengan rakyatnya sehingga sering kali Sultan mengadakan komunikasi langsung dengan masyarakat Yogyakarta ke pelosok desa-desa serta para penjabat di daerah-daerah, menerima para tokoh masyarakat pengurus organisasi masyarakat di Kraton, dan mengadakan perjalanan keliling daerah-daerah luar Yogyakarta untuk studi banding. Dengan demikian para birokrat memahami perubahan birokrasi pemerintahan yang diadakan dan rakyat mendukung dengan kesadaran mereka sendiri.

1.1. Kontrak Politik (Pepatih Dalem)

11 Sumpah Pepatih Dalem dimulai pada tahun 1744, sejak masa

  Pemerintahan Sunan Paku Buwono II Raja Kerajaan Mataram yang beribukota di Kartosuro. Pada masa itu Sunan Paku Buwono II meminta bantuan kepada 11 Pemerintah Kerajaan Belanda untuk membantu menumpas gerakan

  

Pepatih Dalem adalah pegawai raja yang bergelar Tumenggung, tugas pokoknya melayani raja, Pepatih Dalem didampingi empat penasihat yang membawahi 500 orang terkemuka dimana diantaranya saudara raja,Lihat PJ.Suwarno.,Ibid.halm57-58 pemberontakan yang dikenal sebagai Geger Pacina. Pemberontakan Geger

  

Pacina tersebut akhimya berhasil dipadamkan dengan bantuan pemerintah

  Kerajaan Belanda, dan sebagai balasannya pemerintah Kerajaan Belanda mengajukan persyaratan berupa Politiek Contract kepada Sunan Paku Buwono II.

  

Kontrak Politik tersebut menyatakan bahwa tiap-tiap Pepatih Dalem harus

  diangkat oleh Gubernur Belanda dengan sepengetahuan Sunan, Pepatih Dalem adalah pegawai Gubernemen sekaligus pegawai Kasunanan yang mendapatkan gaji dari Gubernemen dan Kasunanan, dan harus bersumpah setia kepada kedua belah pihak, jika terjadi pertentangan antara Sunan dan Gubernemen Belanda,

  12

  maka Pepatih Dalem harus memihak kepada Gubernemen Be1anda. Isi politiek

  

contract tersebut masih berlaku dalam politiek contract antara Sultan Hamengku

  

13

Buwono I dengan Gubernemen Belanda.

  Kedudukan Pepatih Dalem yang berfungsi ganda dalam menjalankan tugasnya lebih banyak memihak kepada Gubernemen Belanda sehingga menimbulkan pertentangan dengan Sultan. Pertentangan antara Sultan dengan

Pepatih Dalem ini dapat berbentuk pertentangan batin hingga pertentangan fisik.

  Dalam sejarah pemerintahan Kasultanan Yogyakarta pernah terjadi peristiwa dibunuhnya Pepatih Dalem oleh Sultan. Juga ketika Sultan mengangkat Pepatih

  

Dalem tanpa persetujuan Gubernemen Belanda maka Pepatih Dalem itu tidak

diakui oleh Gubernemen.

  12 Soedarisman Poerwoekoesoemo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta, Penerbit 13 Gadjah Mada University Press, 1984, halm 8.

  Ibid

  Politiek Contract yang terakhir adalah politik kontrak antara Gubernur

  14 Jendral Belanda dengan Sultan HB IX pada tanggal 18 Maret 1940. Dalam

politiek contract dinyatakan pada Pasal 1 ayat 1, bahwa daerah Kasultanan

  Yogyakarta merupakan bagian daripada Kerajaan Belanda, oleh karena itu Sultan mengakui kedudukannya berada di bawah kekuasaan Ratu Belanda yang diwakili Gubernur Jenderal. Pada Pasal 1 ayat 2 juga dinyatakan bahwa kekuasaan atas daerah Kasultanan Yogyakarta dilakukan oleh Sultan yang diangkat Gubernur Jendral Belanda. Pada Pasal 24 Politiek contract menyebutkan bahwa untuk kepentingan daerah Kasultanan Yogyakarta, Sultan dapat mengeluarkan peraturan-peraturan tetapi menurut Pasal 25 dinyatakan sebelum peraturan itu dapat berlaku harus mendapatkan persetujuan dari Gubernur Belanda, dan untuk dapat mengikat penduduk, peraturan itu harus dicantumkan dalam Rijksblaad. Selain itu, menurut Pasal 13 dinyatakan bahwa dalam melakukan kekuasaan itu Sultan dibantu oleh Rijksbestuurder atau Pepatih Dalem yang diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jendral Belanda setelah berunding dengan Sultan.

  Jadi kedudukan Pepatih Dalem sebagai pegawai Gubernemen Belanda dan juga

  15 pegawai Kasultanan yang mendapatkan gaji dari Gubernemen dan Kasultanan.

  Kedudukan Pepatih Dalem yang demikian itu membawa konsekuensi bahwa Pepatih Dalem bertanggung-jawab kepada Gubernur Jenderal dan Sultan.

  Dalam kenyataannya Pemerintahan Kasultanan lebih banyak dijalankan oleh

  

Pepatih Dalem dengan persetujuan Gubernur Jenderal, sehingga yang sebenarnya