Optimasi komposisi polietilen glikol 400 dan gliserol sebagai humectant dalam formula krim anti hair loss ekstrak saw palmetto [Serenoa repens] : aplikasi desain faktorial - USD Repository

  

OPTIMASI KOMPOSISI POLIETILEN GLIKOL 400 DAN GLISEROL

HUMECTANT DALAM FORMULA KRIM ANTI HAIR LOSS SEBAGAI

EKSTRAK SAW PALMETTO ( Serenoa repens): APLIKASI DESAIN

FAKTORIAL

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:

  Patricia Dwi Herma NIM: 038114126

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  

OPTIMASI KOMPOSISI POLIETILEN GLIKOL 400 DAN GLISEROL

SEBAGAI HUMECTANT DALAM FORMULA KRIM ANTI HAIR LOSS

EKSTRAK SAW PALMETTO ( Serenoa repens): APLIKASI DESAIN

FAKTORIAL

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:

  Patricia Dwi Herma NIM: 038114126

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  Banyaklah yang telah Kau lakukan, ya TUHAN, Allahku, perbuatanMu yang ajaib dan maksudMu untuk kami.

  Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau! Aku mau memberitakan dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung.

  (Mazmur 40:6) Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

  (Filipi 4:6)

  Karya kecil ini kupersembahkan bagi: Tri Tunggal Maha Kudus Papa dan Mamaku atas kasih, harapan, dan doa Eyang Kakung dan Putri

  Saudaraku: Alfin, Ria, Widya, dan Juan Teman-Teman Che_mistry 2003 yang kubanggakan Harapan dan Mimpi-Mimpiku Almamater tercinta

  

PRAKATA

  Puji syukur dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih, yang secara luar biasa selalu memberkati penulis, hingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.). Skripsi ini berjudul Optimasi Komposisi Polietilen Glikol 400 dan Gliserol sebagai Humectant dalam Formula Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto (Serenoa repens): Aplikasi Desain Faktorial.

  Dalam proses penelitian hingga penulisan skripsinya, banyak orang yang telah turut membantu penulis, baik dalam dukungan moril, materiil, masukan dan kritik. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terimakasih dan hormat bagi mereka semua. Adapun pihak-pihak yang membantu penulis antara lain:

  1. PT Nufarindo Semarang yang telah menyediakan ekstrak Saw Palmetto sebagai bahan baku dalam penelitian ini.

  2. Ibu Sri Hartati Yuliani,M.Si.,Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan banyak sekali arahan, saran, dan kritik yang memacu semangat penulis.

  3. Ibu Rini Dwiastuti,S.Farm.,Apt. dan Ibu Erna Tri Wulandari,M.Si.,Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang membangun.

  4. Bapak Ign.Y.Kristio Budiasmoro,M.Si., Bapak Dr.C.J.Soegihardjo,Apt., dan Ibu Dr.Sri Noegrohati,Apt. yang telah memberikan banyak referensi, dan masukan berarti bagi penulis lewat diskusi-diskusi.

  5. Segenap staf dan karyawan laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Cair Semipadat atas bimbingan dan bantuan selama di bekerja laboraturium.

  6. Para responden, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang ikut berpartisipasi dalam subjective assessment yang penulis lakukan.

  7. Para sahabat dan teman yang telah memberikan pertolongan dan dukungan; yang selalu ada saat dibutuhkan. Secara khusus, teman-teman seperjuangan: Marlinna, Yenny, Ratna, Willy, Shinta Dian, sahabatku: Nia, Agnes, Mbak Risa, dan Mbak Lena, serta semua teman kelas C angkatan 2003.

  8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

  Ada ungkapan: “Tiada gading yang tak retak”, pada akhirnya penulis ingin mengungkapkan bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan-kekurangan.

  Untuk itu penulis membuka diri terhadap semua saran dan kritik yang membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya, dan bagi bidang farmasi pada khususnya.

  Penulis

  INTISARI

  Penelitian mengenai Optimasi Komposisi Polietilen Glikol 400 dan Gliserol sebagai Humectant dalam Formula Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto (Serenoa repens): Aplikasi Desain Faktorial telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui manakah di antara PEG 400, gliserol dan interaksinya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas krim, mengetahui komposisi optimum dari humectant yang dapat menghasilkan sifat fisik krim yang dikehendaki, serta mengetahui keamanan penggunaan topikal krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto terhadap kelinci albino.

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni, dengan menggunakan metode desain faktorial. Optimasi dilakukan dengan melihat parameter sifat fisik krim yang meliputi daya sebar dan viskositas segera setelah pembuatan, dan stabilitas krim yakni perubahan viskositas setelah penyimpanan satu bulan.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gliserol dominan dalam mempengaruhi daya sebar dan viskositas segera setelah pembuatan. Perubahan viskositas dipengaruhi secara dominan oleh PEG 400. Sementara uji iritasi primer menggunakan kelinci albino menunjukkan bahwa krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto bersifat kurang merangsang timbulnya iritasi. Pada contour plot super

  imposed dapat ditemukan area komposisi optimum humectant pada level

  penelitian yang menghasilkan karakter fisik krim yang dikehendaki. Area tersebut diprediksi sebagai formula optimum krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto terbatas pada jumlah bahan yang diteliti.

  Kata kunci: Ekstrak Saw Palmetto, androgenetic alopecia, PEG 400, gliserol, desain faktorial

  

ABSTRACT

  The research about Optimization of Polyethylene Glycol 400 and Glycerol Composition as Humectants in Anti Hair Loss Cream Formula of Saw Palmetto (Serenoa repens) Extract: Factorial Design Application had been done.

  The aims of this research was to determine which of the factors: PEG 400, glycerol, and their interaction which predominantly affects the physical properties dan physical stability, to observe the humectants’optimum composition which results wanted physical properties, and also to determine the safety of using anti hair loss cream of extract Saw Palmetto topically in albino rabbit.

  This research is a pure experimental research, using the factorial design method. The optimization was done by measuring cream’s physical properties including spreadability, cream viscosity after preparation, and cream’s physical stability which is the viscosity change after 1 month of storage.

  The results of this research exhibited that glycerol predominantly affected spreadability and cream viscosity after preparation. Viscosity change was affected predominantly by PEG 400. In the other hand, the primary irritation test using albino rabbit showed that anti hair loss cream of extract Saw Palmetto had non irritating effect. At the contour plot super imposed graphic, there was a humectants’ optimum composition area at the research level, which showed wanted physical properties. That area was estimated as the optimum formula of anti hair loss cream of Saw Palmetto extract.

  Keyword: Saw Palmetto extract, androgenetic alopecia, PEG 400, gliserol, factorial design

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv PRAKATA ........................................................................................................ v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vii

  INTISARI .......................................................................................................... viii

  ABSTRACT ......................................................................................................... ix

  DAFTAR ISI...................................................................................................... x DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xv

  BAB I PENGANTAR

  ....................................................................................... 1

  A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

  1. Perumusan Masalah ............................................................................... 6

  2. Keaslian Penelitian................................................................................. 6

  3. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

  B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .............................................................. 9 A. Saw Palmetto................................................................................................ 9

  1. Keterangan botani .................................................................................. 9

  2. Deskripsi Tanaman ................................................................................ 9

  3. Kandungan Kimia .................................................................................. 9

  4. Khasiat ................................................................................................... 10

  5. Mekanisme Aksi .................................................................................... 10

  B. Rambut ......................................................................................................... 11 C.

  

Androgenetic Alopecia................................................................................. 13

  D. Krim ............................................................................................................. 14

  1. Krim ....................................................................................................... 14

  2. Vanishing Krim...................................................................................... 15 E.

   Humectant .................................................................................................... 18

  1. Polietilen Glikol 400 .............................................................................. 18

  2. Gliserol................................................................................................... 19

  F. Desain Faktorial ........................................................................................... 19

  G. Uji Iritasi Primer .......................................................................................... 21

  H. Landasan Teori............................................................................................. 22

  I. Hipotesis....................................................................................................... 24

  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 25

A. Jenis Rancangan Penelitian .......................................................................... 25 B. Variabel Penelitian ....................................................................................... 25 C. Definisi Operasional .................................................................................... 26 D. Alat dan Bahan............................................................................................. 28 E. Tata Cara Penelitian ..................................................................................... 28

  1. Pemilihan Eksipien dan Optimasi formula ............................................ 28

  2. Uji sifat fisik dan stabilitas krim anti hair loss ekstrak Saw palmetto... 30

  3. Uji iritasi primer..................................................................................... 31

  4. Subjective Assesment.............................................................................. 32

  F. Analisis Data dan Optimasi.......................................................................... 32

  

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 35

A. Pembuatan Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto ............................. 35 B. Sifat Fisik dan Stabilitas Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto........ 37 C. Uji Iritasi Primer Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto.................... 49 D. Penentuan Area Komposisi Optimum.......................................................... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 57

A. Kesimpulan .................................................................................................. 57 B. Saran ............................................................................................................ 57 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 58 LAMPIRAN....................................................................................................... 61 BIOGRAFI PENULIS ....................................................................................... xvi

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel I. Rancangan Percobaan Desain Faktorial dengan Dua Faktor dan Dua Level .................................................................................. 20 Tabel II. Formula Desain Faktorial................................................................. 29 Tabel III. Perhitungan bahan tiap formula ....................................................... 30 Tabel IV. Evaluasi Reaksi Kulit....................................................................... 31 Tabel V. Kriteria Iritasi menurut Lu .............................................................. 34 Tabel VI. Hasil Pengukuran Sifat Fisik Krim Anti Hair Loss Ekstrak

  Saw Palmetto.................................................................................... 39 Tabel VII. Hasil Perhitungan Efek Untuk Tiap Faktor Dan Interaksi .............. 39 Tabel VIII. Skor Indeks Iritasi Primer Dari Formula-Formula Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto ................................................... 50

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1 Struktur Rantai Polietilen Glikol................................................... 18 Gambar 2 Struktur Gliserol............................................................................ 19 Gambar 3. Grafik Hubungan Daya Sebar-PEG 400 (3a) ............................... 41

  Grafik Hubungan Daya Sebar-Gliserol (3b) ............................... 41 Gambar 4. Grafik Hubungan Viskositas-PEG 400 (4a) ................................. 43

  Grafik Hubungan Viskositas-Gliserol (4b) ................................... 43 Gambar 5. Grafik Hubungan Perubahan Viskositas-PEG 400 (5a) ............... 48

  Grafik Hubungan Perubahan Viskositas-Gliserol (5b) ................. 48 Gambar 6. Contour Plot Daya Sebar Krim..................................................... 52 Gambar 7. Contour Plot Viskositas Krim....................................................... 53 Gambar 8. Contour Plot Perubahan Viskositas Krim..................................... 55 Gambar 9. Contour Plot Super Imposed Krim................................................ 56

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1. Certificate Of Analysis (COA) Ekstrak Saw Palmetto............... 61 Lampiran 2. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Saw Palmetto Dalam

  Krim Anti Hair loss ................................................................... 64 Lampiran 3. Data Pengukuran Sifat Fisis Krim Anti Hair loss...................... 65 Lampiran 4. Hasil Perhitungan Persamaan Desain Faktorial Daya Sebar ..... 67 Lampiran 5. Hasil Perhitungan Persamaan Desain Faktorial Viskositas ....... 70 Lampiran 6. Hasil Perhitungan Persamaan Perubahan Viskositas ................. 73 Lampiran 7. Hasil Uji Iritasi Primer Pada Kelinci ........................................ 76 Lampiran 8. Foto Tanaman Saw Palmetto ..................................................... 77 Lampiran 9. Foto Ekstrak Kering Saw Palmetto ............................................ 78 Lampiran 10. Foto Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto...................... 79 Lampiran 11. Foto Uji Iritasi Primer................................................................ 80 Lampiran 12. Quesioner Subjective Assesment ............................................... 82 Lampiran 13. Rekapitulasi Skor Subjective Assesment.................................... 83

  1 BAB I

  PENGANTAR

A. Latar Belakang

  Rambut bagi pria maupun wanita merupakan mahkota. Sekiranya pernyataan ini tepat, sebab rambut tidak hanya menjadi pelindung kepala dari panas maupun dingin, namun keberadaannya sangat menunjang penampilan seseorang. Setiap orang menginginkan rambut sehat yang idealnya dapat memberikan gambaran diri yang terkait dengan kecantikan, kekuatan, kejantanan, kemudaan dan kepercayaan diri.

  Kerontokan merupakan suatu masalah yang kerap terjadi pada rambut. Normalnya rambut mengalami kerontokan 50-100 helai tiap harinya. Saat jumlah yang rontok sangat berlebihan, kemungkinan hal ini terjadi karena beberapa faktor. Stress, pengobatan yang sedang dijalani, keadaan patologi, perawatan rambut yang tidak tepat, faktor genetik maupun hormon dapat menjadi pencetus terjadinya kerontokan rambut (Alsner dan Mailbach,2000).

  Kerontokan parah yang diikuti kebotakan paling umum terjadi karena faktor genetik dan hormonal. Jenis kerontokan ini dikenal dengan istilah

  androgenetic alopecia . Androgenetic alopecia diderita oleh kira-kira 50% pria di atas 40 tahun dan diderita pula oleh banyak wanita (Alsner dan Mailbach,2000).

  Androgenetic alopecia disebabkan oleh adanya hormon

  dehidrotestosteron (DHT). DHT bila berikatan dengan reseptor androgen di kulit kepala akan menyebabkan pemendekan fase pertumbuhan rambut yang kemudian secara progresif menghasilkan rambut yang lebih tipis yang lama-kelamaan akan

  2 rontok dan mengarah pada kebotakan (Alsner dan Mailbach, 2000). DHT dibentuk dari konversi testosteron oleh enzim 5-

  α reduktase. Enzim ini memiliki dua tipe: pertama, 5- α reduktase tipe I yang berada di kulit, kulit kepala, dan hati, dan kedua, 5-

  α reduktase tipe II yang berada di kulit kelamin, hati dan prostat (Prager, Bickett, French, dan Marcovici, 2002).

  Saw Palmetto adalah salah satu tumbuhan asli Amerika bagian utara dan tenggara, dari familia arecaceae (palmae) yang sudah lama digunakan oleh suku asli Amerika sebagai makanan dan obat herbal. Penggunaannya secara tradisional untuk mengatasi: enuresis, nocturia, atropi testes, impotensi, inflamasi prostat, dan penurunan libido pada pria, infertilitas, painful periods, dan masalah laktasi pada wanita. Secara topikal Saw Palmetto digunakan untuk merawat kesehatan kulit, dan rambut, serta mencegah hair loss (Peris, Stubing, dan Vanalocha,1995).

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, baik secara in vitro maupun in vivo, ekstrak Saw Palmetto merupakan inhibitor yang kuat dan spesifik pada enzim 5-

  α reduktase. Saat ini di negara-negara Eropa dan banyak negara lain, ekstrak Saw Palmetto digunakan sebagai terapi lini pertama hiperplasia prostat.

  Penelitian lebih lanjut, menunjukkan pemberian suplemen Saw Palmetto secara per oral mampu mengatasi androgenetic alopecia atau kebotakan (Prager et al.,2002). Penggunaan Saw Palmetto secara topikal pada kulit kepala didasari bahwa terikatnya DHT dengan reseptor di kulit kepala-lah yang menyebabkan

  

hair loss , sehingga dengan menghambat terikatnya DHT pada reseptor androgen,

atau menghambat enzim 5- α-reduktase di folikel rambut, hair loss dapat diatasi.

  3 Dalam ekstrak Saw Palmetto terkandung asam-asam lemak, seperti: asam kaprat, kaprilat, kaproat, laurat, cis-linoleat, linolenat, miristat, stearat dan palmitat, serta sejumlah besar fitosterol seperti:

  β-sitosterol, fitosterol capesterol, sikloartenol, stigmasterol, lupeol, dan 24-metil-sikloartenol, resin dan tannin (Simonis,2000; Anonim,2006d). Mayoritas komponennya yang adalah sterol dan asam lemak yang lipofilik, menyebabkan ekstrak Saw Palmetto memiliki kemampuan penetrasi yang baik di kulit. Oleh karenanya Saw Palmetto akan lebih mudah dan efektif bekerja di kulit kepala saat diaplikasikan secara topikal.

  Sayangnya, ada beberapa kelemahan yang tidak mendukung penggunaan ekstrak Saw Palmetto langsung secara topikal. Pertama, ekstrak Saw Palmetto umumnya merupakan ekstrak minyak (lipofilik), sehingga bila diaplikasikan di kulit kepala dan mengenai rambut, ia akan memberikan kesan sangat berminyak dan lengket (sticky). Bentuk ekstrak lain seperti ekstrak kering misalnya (seperti yang digunakan pada penelitian ini), tidak mungkin digunakan begitu saja secara topikal di kulit kepala tanpa adanya formulasi terlebih dahulu. Tentu saja hal-hal ini mengganggu penampilan dan kenyamanan pemakai. Di lain sisi Saw Palmetto mempunyai bau yang tidak enak. Bukan tidak mungkin karena bau yang kurang enak ini membuat pemakai tidak nyaman, dan kemudian dapat mempengaruhi kepatuhannya menjalankan pengobatan dengan ekstrak Saw Palmetto. Untuk mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan ini, sekaligus mempermudah pengaplikasian ekstrak Saw Palmetto secara topikal, maka perlu dibuat suatu bentuk sediaan.

  4 Bentuk sediaan yang dipilih dalam penelitian ini adalah sediaan semi padat, yakni bentuk sediaan krim. Tidak dipilih sediaan cair, seperti hair tonic, dan sebagainya, sebab krim dengan viskositas yang lebih tinggi, memiliki waktu kontak yang lebih panjang di kulit kepala. Dipilihnya sediaan krim dan bukan sediaan semipadat lainnya seperti: gel, lotion, atau salep, adalah karena pertama, ekstrak Saw Palmetto yang dipakai dalam penelitian ini adalah ekstrak kering, dengan warna coklat yang kurang menarik, ditambah pula ada bahan tambahan lain yang tidak larut, sehingga dengan formulasi sediaan krim diharapkan semua kekurangan ini dapat tertutupi. Kedua, krim tipe M/A yang dipilih dalam penelitian ini memiliki beberapa keunggulan, seperti tidak lengket (sticky), mudah dibersihkan dari rambut, dapat memberikan sensasi rasa dingin atau sejuk di kulit karena penguapan air yang lambat oleh adanya humectant yang terlarut dalam fase air, tidak adanya penghambatan fungsi rambut secara fisiologis dan tidak menghambat pori-pori kulit (Voigt,1984). Keuntungan-keuntungan inilah yang mendorong penulis memilih sediaan krim.

  Oleh karena air menjadi fase luar dari sistem emulsi krim, maka perlu ditambahkan suatu bahan yang dapat mencegah menguapnya air dari sediaan.

  Dalam hal ini adalah humectant. Dalam formulasi krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto ini, digunakan humectant antara lain: polietilen glikol 400 dan gliserol. perlu dioptimasi sebab keberadaannya dalam sediaan krim sangat

  Humectant

  mempengaruhi sifat fisik sediaan dan stabilitasnya (Anonim,1982). Humectant secara umum dapat menahan kelembaban dari krim, mempertahankan konsistensinya, dapat mempermudah aplikasi dengan memberikan daya sebar

  5 yang cukup, melembutkan permukaan kulit, dan mencegah/mengatasi kondisi kasar atau pecah pada lapisan tanduk (Jellinek,1970; Anonim, 1982).

  Terlepas dari meluasnya pemakaian gliserol sebagai humectant dalam banyak formulasi produk topikal saat ini, gliserol memberikan sejumlah keuntungan dalam formulasi. Satu diantaranya adalah: merangsang terbentuknya kilau seperti mutiara pada krim stearat yang merupakan basis krim pada penelitian ini (Voigt,1984). Selain itu gliserol mudah diperoleh dengan harga yang cukup murah, sehingga cukup luas digunakan. Gliserol pun juga dapat berperan meningkatkan stabilitas (Anonim, 1982). Sementara itu polietilen glikol 400 dipilih sebab mempunyai sifat dermatologis yang baik. PEG memiliki sifat tidak merangsang, memiliki daya lekat dan distribusi yang baik pada kulit, tidak mencegah pertukaran dan produksi keringat, dapat tercuci oleh air, dan juga dapat digunakan pada area yang berambut (Voigt,1984).

  Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain faktorial. Metode ini dapat mengidentifikasi adanya interaksi faktor satu dengan lainnya serta dapat mengetahui faktor mana yang dominan mempengaruhi respon yang muncul (Bolton,1990). Efek yang diperoleh pun bersifat independen, serta keuntungan lain dari metode ini adalah bahwa tidak perlu meneliti tiap faktor secara terpisah sehingga lebih ekonomis. Oleh karena itulah metode ini digunakan sebagai metode penelitian ini.

  Pengobatan androgenetic alopecia secara topikal dengan krim ekstrak Saw Palmetto biasanya dapat efektif mengurangi hair loss atau meningkatkan pertumbuhan rambut bila digunakan teratur dengan periode yang relatif lama.

  6 Jelas bahwa sediaan yang menimbulkan iritasi pada kulit kepala tidak dapat digunakan untuk lama waktu tertentu yang diperlukan bahan aktif bekerja secara efektif, sebab adanya kecenderungan pemakai untuk menghentikan penggunaan bila terjadi reaksi iritasi. Dalam hal ini perlu ada jaminan bahwa sediaan yang digunakan aman dan sekaligus nyaman bagi pemakai. Oleh karena itu perlu dilakukan juga uji iritasi primer sediaan krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto.

  Hal-hal yang telah dijelaskan diatas melatarbelakangi penulis untuk membuat penelitian ini. Penelitian ini berjudul: Optimasi Komposisi Polietilen Glikol 400 dan Gliserol sebagai Humectant dalam Formula Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto (Serenoa repens): Aplikasi Desain Faktorial.

  1. Perumusan Masalah

  Penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut:

  a. Manakah di antara faktor polietilen glikol 400 dan gliserol atau interaksinya yang dominan menentukan sifat fisik krim dan stabilitas fisik krim? b. Dapatkah ditemukan area komposisi optimum humectant melalui contour plot

  super imposed pada faktor dan level yang diteliti?

  c. Apakah formula krim ekstrak Saw Palmetto dapat menimbulkan reaksi iritasi kulit?

  2. Keaslian Penelitian

  Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang Optimasi Komposisi Polietilen Glikol 400 dan Gliserol sebagai Humectant dalam Formula Krim Anti

  

Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto (Serenoa repens): Aplikasi Desain Faktorial,

belum pernah dilakukan.

  7

3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian, mengenai penggunaan polietilen glikol 400 dan gliserol sebagai humectant dalam formula krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto

  b. Manfaat praktis Dari penelitian ini diharapkan juga dapat diketahui faktor yang dominan menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik krim, formula optimum, dan keamanan krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto.

B. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah:

  1. Tujuan Umum

  Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi optimum polietilen glikol 400 dan gliserol pada krim anti hair loss dengan bahan aktif ekstrak Saw Palmetto.

  2. Tujuan Khusus

  Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

  a. mengetahui manakah di antara polietilen glikol 400, gliserol dan interaksinya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik krim, b. mengetahui area komposisi optimum dari humectant melalui contour plot

  super imposed ,

  8

  c. mengetahui keamanan penggunaan topikal sediaan krim anti hair loss ekstrak Saw Palmetto terhadap kelinci albino.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Saw Palmetto

  1. Keterangan Botani

  Saw Palmetto termasuk dalam familia arecaceae (palmae), dengan nama ilmiah: Serenoa repens, Sabal serrulata. Nama daerah atau nama lokal Saw Palmetto antara lain: Palmerita, Palamito of Mountain Range, Serenoa (Anonim,2006b).

  2. Deskripsi Tanaman

  Sejenis palem yang sangat pendek atau seperti semak, memiliki batang yang membesar dan menjalar, seperti fiber (serat), yang membentuk koloni. Daun menjari, terbagi-bagi, dengan segmen yang kaku, berwarna hijau, atau kadang hijau-kebiruan, hijau-kekuningan, atau bahkan seperti terlapis perak, peciolus memiliki duri-duri kecil. Inflorescencia tumbuh di antara daun, dengan bunga putih. Buahnya agak mirip buah pear, panjangnya hingga 2,5 cm (Anonim,2006b).

  3. Kandungan Kimia

  Saw Palmetto mengandung asam-asam lemak, seperti: asam kaprat, kaprilat, kaproat, laurat, cis-linoleat, linolenat, miristat, stearat dan palmitat, serta sejumlah besar fitosterol seperti:

  β-sitosterol, fitosterol capesterol, sikloartenol, stigmasterol, lupeol, dan 24-metil-sikloartenol, resin dan tannin (Anonim,2006b).

  10

  4. Khasiat

  Saw Palmetto memiliki sifat anti inflamasi pada kelenjar prostat,

  

hiperplasia benigna prostatica (HBP), menstimulasi fungsi sekretori, regenerator

  sel epitel prostat, diuretika, androgenetic alopecia, cystitis, laryngitis, inflamasi saluran kencing, bronkitis, dan breast disorder. Oleh suku asli Amerika buahnya digunakan sebagai makanan dan sebagai obat untuk atropi testes, impotensi, libido rendah pada pria. Wanita juga menggunakan buah Saw Palmetto untuk mengobati infertilitas fungsional, dan meningkatkan ASI, dan mengatasi painful periods yang terkait dengan poor uterine tone. Saw Palmetto digunakan juga secara tradisional sebagai tonikum dan ekspektoran khususnya pada bronkial, asma, disentri, diabetes, dan indigesti (Anonim,2006b; Anonim,2006c; Peris, Stubing, dan Vanaclocha, 1995; Prager et al.,2002).

  5. Mekanisme Aksi

  Saw Palmetto bekerja dengan 3 mekanisme aksi:

  a. menghambat enzim 5- α-reduktase, sehingga mencegah konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). Enzim ini memiliki dua tipe: pertama, 5-

  α reduktase tipe I yang berada di kulit, kulit kepala, dan hati, dan kedua, 5-α reduktase tipe II yang berada di kulit kelamin, hati dan prostat (Prager et al., 2002)

  b. menghambat terikatnya DHT dengan reseptor androgen (sebagai kompetitif inhibitor terhadap reseptor androgen) (Painter,2002) c. meningkatkan metabolisme dan ekskresi DHT (Painter,2002).

  11 B. Rambut Rambut adalah epidermis khusus yang bertumbuh dan berkembang, dengan bagian yang terdiri dari akar yang tertanam pada kulit dan helaian atau batang rambut yang menonjol ke permukaan kulit. Bagian batang ini memiliki 3 bagian yakni: medula, korteks dan kutikula. Akar rambut tempat dimana batang rambut muncul memiliki hair bulb. Hair bulb mengandung sel matriks rambut yang menghasilkan pigmen melanin. Hair bulb terinvaginasi oleh papila, dimana ditemukan saraf dan pembuluh-pembuluh darah. Folikel rambut yang mengandung akar rambut dan batang adalah involusi dari epidermis. Folikel rambut terdiri dari sebuah lapisan luar (outer) dan dalam (inner coat) (Peck dan Michelfelder,1957).

  Helaian atau batang rambut mempunyai 3 bagian yang berlainan. Bagian paling dalam, yakni medula terdiri 2-4 lapisan sel kuboidal atau sel poligonal termodifikasi, yang mengandung keratohialin, granul lemak, rongga udara, dan pigmen. Beberapa jenis rambut tidak memiliki medula, dan lainnya, hanya memiliki lapisan intermittently. Bagian tengah dari batang rambut disebut korteks. Korteks ini mengandung fiber yang teratur secara longitudinal dan terikat rapat bersama; mengandung pigmen dan rongga udara. Ketika granul pigmen tidak ada, korteks ini akan tampak transparan. Bagian utama dari batang rambut tersusun atas korteks dan proses kornifikasi berlangsung sempurna (Peck dan Michelfelder,1957).

  Kutikel adalah lapisan terluar dari batang rambut. Bagian ini tersusun atas sebuah lapisan sel yang rata (flat) dan saling bersambungan. Lapisan sel ini

  12 akan membentuk semacam membran pelindung bagi batang rambut (Peck dan Michelfelder,1957).

  Terdapat kurang lebih 120.000 folikel pada kulit kepala manusia (Alsner dan Mailbach, 2000) yang tiap-tiapnya melewati siklus aktivitas yaitu:

  1. Fase aktif (anagen), Fase anagen menghabiskan waktu 2-8 tahun, tergantung pada usia dan lokasi folikel pada tubuh. Pada fase ini terjadi pertumbuhan rambut sekitar

  0,45 mm per hari (Graham, 2002), dimana folikel mencapai ukuran maksimum dan terjadi proliferasi aktif pada matriks sel (Alsner dan Mailbach, 2000).

  Rambut anagen memiliki helaian yang tebal, dan dari penampang rambut dapat terlihat bagian medulanya dengan jelas. Bagian bulb lebih meruncing dan menjadi lebih terang warnanya dari pada area terkeratinisasi pada folikel (Alsner dan Mailbach, 2000). Menjelang pertumbuhan berakhir, proliferasi sel- sel akan berhenti dan memasuki fase transisi pendek atau katagen.

  2. Fase transisi pendek (katagen) Fase katagen berlangsung sekitar 2-4 minggu. Pada fase ini rambut akan berhenti bertumbuh, namun bagian akar rambut masih dapat bertahan pada folikel (Alsner dan Mailbach, 2000).

  3. Fase istirahat (telogen) Fase ini menghabiskan waktu 2-4 bulan (Alsner dan Mailbach, 2000).

  Pada fase ini terjadi reaktivasi folikel, rambut yang baru diproduksi, dan rambut tua rontok (Graham, 2002).

  13 C. Androgenetic Alopecia Salah satu masalah yang sering terjadi pada rambut adalah kerontokan.

  Normalnya rambut mengalami kerontokan 50-100 helai tiap harinya (Alsner dan Mailbach, 2000). Apabila kerontokan rambut melebihi batas normal tersebut, tidak dapat diatasi oleh pertumbuhan rambut yang baru, dan berlangsung terus- menerus dalam waktu yang lama, maka akan menyebabkan kebotakan atau alopecia .

  Androgenetic alopecia biasa terjadi pada pria maupun wanita. Pada pria,

  proses kerontokan dapat dimulai pada usia berapapun setelah pubertas, akan tetapi yang paling sering adalah pada usia 30 tahun ke atas, dan pada usia 70 tahun 80% pria mengalami kerontokan rambut (Prager, Bickett, French, dan Marcovici, 2002).

  Yang menjadi akar permasalahan munculnya androgenetic alopecia adalah suatu kondisi genetik yang sensitif terhadap hormon androgen, yaitu dehidrotestosteron (DHT). DHT bila berikatan dengan reseptor androgen di kulit kepala menyebabkan pemendekan fase anagen, yaitu fase pertumbuhan aktif rambut, dan menyebabkan miniaturisasi folikel. Folikel yang mengalami miniaturisasi kehilangan kemampuan untuk menghasilkan rambut terminal dan bahkan hanya menghasilkan rambut vellus. Rambut vellus memiliki ciri: pendek, halus (diameter <0.3mm), biasanya tidak berpigmen (Alsner dan Mailbach, 2000).

  Biasanya kerontokan rambut mulai dari bagian pelipis atau mahkota, tetapi rambut dapat habis sama sekali, kecuali pada daerah belakang dan tepi.

  Rambut-rambut terminal secara progresif menjadi lebih tipis dan lebih kecil,

  14 sampai hanya tinggal beberapa rambut vellus. Luas daerah yang terkena dan lamanya proses sangat bervariasi (Alsner dan Mailbach, 2000).

  Pembentukan DHT dikatalisis oleh enzim yang disebut dengan 5- α- reduktase (5AR) (Prager et al.,2002). Suatu studi imunlokalisasi menunjukkan bahwa tipe 1 enzim ini muncul di kulit kepala, di kulit dan hati, sedangkan tipe 2 berada di kulit kelamin, hati dan prostat. Pada kelenjar prostat, perubahan testosteron menjadi DHT oleh 5-

  α-reduktase berimplikasi pada patogenesis

  

benign prostatic hyperplasia (BPH). Oleh karena BPH telah diketahui memiliki

  jalur patogenesis hormonal yang sama dengan androgenetic alopecia, penemuan terakhir menunjukkan bahwa obat-obat untuk BPH dapat menjadi obat yang potensial menyembuhkan androgenetic alopecia (Prager et al.,2002).

D. Krim

  Bentuk sediaan krim anti hair loss yang dibuat dalam penelitian ini adalah krim yang berbasis vanishing krim atau sering disebut sebagai krim stearat.

  Basis krim anti hair loss ini mengandung komponen fase minyak (asam stearat), aquadest, emulgator, peningkat viskositas (thickening agent), humectant, bahan pengawet, dan parfum.

1. Krim

  Menurut Farmakope Indonesia IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim,1995). Ansel, Popovich, dan Allen mendefinisikan krim sebagai suatu cairan kental atau suatu sistem emulsi

  15 semipadat, baik tipe minyak dalam air (M/A) maupun air dalam minyak (A/M) (Ansel, Popovich, dan Allen,1990). Krim umumnya digunakan sebagai emollient atau sebagai pembawa obat topikal (Ansel, Popovich, dan Allen,1990).

2. Vanishing Krim

  Vanishing krim atau sering disebut dengan krim stearat merupakan suatu sistem emulsi M/A yang mengandung air dalam jumlah besar dan asam stearat (Ansel, Popovich, dan Allen,1990). Asam stearat ini merupakan komponen utama fase minyak, sementara emulgatornya adalah garam alkali stearat yang dibentuk oleh reaksi in situ antara basa yang terlarut dalam fase air dengan sebagian asam stearat. Vanishing krim seringkali digunakan sebagai foundation, atau sebagai basis untuk serbuk (powder) (Young,1974). Komponen utama vanishing krim adalah:

  1. Asam stearat Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam stearat (C

  18 H

  36 O

  2

  ) dan asam palmitat (C

16 H

  32 O 2 ) (Boylan, Cooper, dan Chowhan,1986). Asam stearat memiliki

  pemerian bahan sebagai berikut: keras, putih atau kuning pucat, mengkilat, berbentuk kristalin padat, atau serbuk putih atau putih kekuningan (Anonim,1995).

  2. Setil alkohol Setil alkohol ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh produk akhir yang halus, lembut, dan mudah berpenetrasi. Selain itu setil alkohol juga memberikan kelembutan pada kulit tempat aplikasi (Bennett,1970). Setil

  16 alkohol mampu menjaga stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi, serta dapat bersifat sebagai emollient, emulgator dan penyerap air (Boylan et al.,1986).

  Setil alkohol mengandung tidak kurang dari 90% C

  16 H

  34 O, selebihnya

  terdiri dari alkohol yang sejenis. Setil alkohol memiliki pemerian sebagai berikut: berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, berwarna putih, bau khas lemah, rasa lemah. Setil alkohol bersifat tidak larut dalam air, namun larut dalam etanol dan eter, dimana kelarutan bertambah dengan naiknya suhu (Anonim, 1995).

  3. Humectant Humectant merupakan bahan higroskopis yang ditambahkan pada

  hampir semua kosmetik emulsi tipe M/A dan beberapa tipe A/M. Penambahan humectant bertujuan antara lain:

  a) menahan kelembaban dari krim, sehingga krim tidak kering, oleh adanya evaporasi air, b) melembutkan permukaan kulit, dan mencegah/mengatasi kondisi kasar atau pecah pada lapisan tanduk, c) mempermudah aplikasi krim dengan memberikan daya sebar yang cukup, d) serta mempertahankan konsistensinya (Jellinek,1970; Anonim, 1982).

  Sebagai humectant dapat digunakan polietilen glikol, propilen glikol, gliserol, sorbitol dalam konsentrasi 10-20% (Voigt,1984).

  17

  4. Basa Penambahan basa dalam formulasi basis vanishing krim berfungsi untuk menggaramkan (saponifikasi) asam stearat. Basa yang umumnya digunakan antara lain: natrium dan/atau kalium hidroksida. Dapat juga digunakan basa karbonat, namun efek foaming akan timbul karena terbentuk gas CO

  2 dalam

  produk akhir (Bennett,1970). NaOH dalam sedíaan krim ini akan bereaksi dengan asam stearat dan membentuk garam natrium stearat (Young,1974).

  Basa yang lain yang umumnya digunakan adalah trietanolamin (TEA). TEA merupakan turunan dari amonia yang berupa cairan kental, tidak berwarna, atau kuning pucat. TEA bersifat larut air, alkohol, dan kloroform (Boylan et al.,1986). TEA dalam sediaan ini akan bereaksi dengan asam stearat membentuk garam trietanolamin stearat (Young,1974).

  5. Pengawet Pengawet yang ditambahkan pada sediaan krim ini berfungsi sebagai bakteristatis dan fungistatis sehingga mampu menjaga stabilitas mikrobiologi krim. Contoh beberapa pengawet yang umum digunakan pada sediaan semipadat antara lain: turunan ester p-asam hidroksibenzoat, dan o-fenilfenol (Rigler dan Schimmel, 1957). Dalam penelitian ini digunakan propil paraben (nipagin) yang umumnya dipakai pada konsentrasi 0,05-0,25% (Boylan et al.,1986).

  18 C. Humectant

1. Polietilen glikol 400

  

O O

O

H C 2 CH 2 O H C CH 2 CH H C 2 2 2 O H C 2 CH 2 Gambar 1. Rantai polietilen glikol

  Polietilen glikol 400 adalah polimer etilen oksida dan air, dinyatakan dengan rumus: H(O-CH

2 CH 2 ) n OH, dengan harga rata-rata n antara 8,2 dan 9,1.

  PEG 400 memiliki pemerian sebagai berikut: cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, dan agak higroskopik. PEG 400 larut dalam air, etanol, aseton, glikol lain, dan hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter, dan hidrokarbon alifatik (Anonim,1995).

  Polietilen glikol (PEG) bersifat tidak merangsang, memiliki daya lekat dan distribusi yang baik pada kulit dan tidak menghambat pertukaran gas dan produksi keringat. Karakter hidrofilik dari polietilen glikol 400 membuat sediaan ini mudah dicuci, juga dapat digunakan pada bagian tubuh yang berambut.

  Polietilen glikol 400 sebagai menawarkan proteksi terhadap hilangnya air dan stabilitas yang baik. Selain itu, polietilen glikol memiliki sifat bakterisida sehingga pada penyimpanan beberapa bulan tidak perlu khawatir adanya serangan bakteri (Voigt, 1994), dan dapat berfungsi sebagai absorption enhancer (Allen,2002).

  19

2. Gliserol

HO CH

  2 HO CH HO CH 2 Gambar 2. Struktur gliserol

  Gliserol merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopik, dan netral terhadap lakmus. Nama lain gliserol adalah gliserin dengan rumus molekul C

  3 H

  8 O 3 dan bobot molekul 92,09. Gliserol dapat bercampur dengan air dan etanol, tidak larut dalam kloroform, minyak lemak, eter, dan minyak menguap.

  Penyimpanan gliserol harus dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995; Windholz, 1976).

  Pengunaan gliserol dalam bidang farmasi antara lain sebagai pelarut bahan-bahan farmasi, sebagai humectant, plasticizer, dan emollient dalam sediaan topikal sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit (Anonim, 1995; Windholz, 1976). Gliserol dapat berperan sebagai absorption

  

enhancer , yaitu bahan yang dapat memfasilitasi absorbsi obat melalui kulit

(Allen,2002), dan meningkatkan stabilitas (Anonim,1982).

D. Desain Faktorial

  Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi, yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara respon dengan satu atau lebih faktorial bebas. Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor yang masing-

  20 masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi (Bolton, 1990).