Uji efektivitas dan fotostabilitas krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (comellia sinensis L) sebagai tabir surya secara in vitro

(1)

i

SURYA SECARA IN VITRO

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Far.)

Oleh :

Syifa Octa Maulidia NIM : 106102003375

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/2010 M


(2)

ii NAMA : SYIFA OCTA MAULIDIA NIM : 106102003375

JUDUL : UJI EFEKTIVITAS DAN FOTOSTABILITAS KRIM EKSTRAK ETANOL 70 % TEH HITAM (Camellia sinensis L.) SEBAGAI TABIR SURYA SECARA IN VITRO

Disetujui oleh:

Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Farida Sulistiawati, M.Si., Apt Yuni Anggraeni S.Si., Apt NIP: 150377443 NIP: 198310282009012008

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs, M. Yanis Musdja M.Sc., Apt NIP: 1956010619851010001


(3)

iii

(HIDROGEL) SEBAGAI MATRIKS TOPENG MASKER WAJAH

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh Syifa Octa Maulidia

NIM: 106102003375 Menyetujui, Pembimbing:

1. Pembimbing I Farida Sulistiawati, M.Si., Apt ... 2. Pembimbing II Yuni Anggraeni S.Si., Apt. ... Penguji:

1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ... 2. Anggota Penguji I Eka Putri, M.Si, Apt. ... 3. Anggota Penguji II Ofa Suzanti betha, M.Si., Apt ... 4. Anggota Penguji III Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ...

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And Tanggal lulus : 26 Agustus 2010


(4)

iv

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2010

Syifa Octa Maulidia


(5)

v

Judul : Uji Efektifitas dan Fotostabilitas Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) Sebagai Tabir Surya Secara In Vitro Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang formulasinya mengandung zat aktif yang dapat membaurkan, menyerap atau memantulkan secara efektif cahaya matahari terutama daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah. Salah satu bahan alam yang memiliki potensi sebagai tabir surya adalah teh hitam (Camellia sinensis L.) dengan kandungan senyawa flavonoid yang diduga mampu mengabsorbsi sinar UV. Pada penelitian ini, ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) diformulasikan dengan variasi konsentrasi (1 %, 2 %, dan 3 %) kedalam sediaan topikal (krim). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yang baik dan stabil serta menguji efektivitas dan fotostabilitas sediaan krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) sebagai tabir surya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) memiliki panjang gelombang 293,4 nm dan mempunyai efektivitas sebagai tabir surya yang termasuk dalam kategori proteksi ultra. Ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) juga dapat dibuat menjadi sediaan yang baik dan stabil. Dari ketiga variasi konsentrasi ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yang dibuat dalam sediaan krim memiliki efektivitas sebagai tabir surya dengan menunjukkan kategori sebagai sunblock pada daerah eritema, dengan nilai fotostabilitas formula uji (3 %) yang aktivitasnya hampir sama dengan formula kontrol positif.

Kata kunci : Teh Hitam (Camellia sinensis L.), krim, efektivitas dan fotostabilitas tabir surya.


(6)

vi

Title : Effectiveness and Photostability Cream 70 % Ethanol Extract of Black Tea (Camellia sinensis L.) As Sunscreen In Vitro

Sunscreen formulation is the preparation of cosmetics that contain active substances that can confound, effectively absorb or reflect sunlight, especially the emission of ultraviolet and infrared waves. One of the natural ingredients that have potential as a sunscreen is black tea (Camellia sinensis L.) by flavonoid content that allegedly able to absorb UV light. In this study, 70% ethanol extract of black tea (Camellia sinensis L.) is formulated with various concentrations (1%, 2% and 3%) to a topical preparation (cream). The purpose of this research is to make cream of 70% ethanol extract of black tea (Camellia sinensis L.) is good and stable as well as test the effectiveness and dosage photostability cream 70% ethanol extract of black tea (Camellia sinensis L.) as a sunscreen. The results of this study showed that 70% ethanol extract of black tea (Camellia sinensis

L.) has a wavelength of 293.4 nm and has effectiveness as a sunscreen that includes in the category of ultra protection. 70% ethanol extract of black tea (Camellia sinensis L.) can also be made into a good and stable supply. Of the three variations of the concentration of 70% ethanol extract of black tea (Camellia sinensis L.) are made in the cream has effectiveness as a sunscreen by showing the category as a sunblock on the area erythema, with a value photostability test formula (3%) whose activity is similar to the formula positive control. Keywords: Black Tea (Camellia sinensis L.), cream, sunscreen effectiveness and photostability.


(7)

vii Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi dengan judul “Uji Efektivitas dan Fotostabilitas Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Camellia sinensis L. sebagai Tabir Surya secara In Vitro”. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari, keberhasilan penulisan skripsi ini adalah karena karunia Allah SWT dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. DR (hc). dr. M. K Tadjudin, Sp. And. Selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. M Yanis Musdja, M.Sc, Apt. Selaku ketua Program Studi Jurusan

Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Farida Sulistiawati, M.Si., Apt dan Ibu Yuni Anggraeni S.Si., Apt selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan serta membimbing penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

4. Ayahanda Zaenal Abidin dan Ibunda Ucih Hamidah, beserta keluarga terkasih yang selalu dengan ikhlas dan setia memberikan semangat dan dukungan, baik secara moril maupun materil dan juga untaian do’a yang selalu di panjatkan dalam setiap langkah yang penulis lakukan.


(8)

viii

memberikan ilmu dan bantuannya kepada penulis.

6. Aji Muhammad Tsabbit Imani yang telah banyak membantu, memberikan semangat serta menemani baik suka maupun duka selama penelitian.

7. Teman-teman Farmasi angkatan 2006 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu penulis selama ini. Semoga silaturahmi kita bisa tetap terjaga.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan guna kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan di masa sekarang dan yang akan datang.

Jakarta, Agustus 2010


(9)

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACK ... vi

KATAPENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 3

1.3Hipotesis ... 3

1.4Tujuan Penelitian ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Teh Hitam (Camellia sinensis, L) ... 5

2.1.1 Klasifikasi ... 5

2.1.2 Nama Daerah ... 5

2.1.3 Deskripsi ... 5

2.1.4 Kandungan Kimia ... 8

2.1.5 Senyawa Flavonoid ... 8

2.1.6 Khasiat... 10

2.2 Ekstraksi ... 10

2.2.1 Proses Pembuatan Ekstrak ... 11

2.2.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut ... 12

2.3 Kulit ... 14

2.3.1 Struktur Kulit ... 15

2.3.2 Fisiologi Kulit ... 17

2.4 Sinar Matahari Dan Melanogenesis ... 18

2.5 Sediaan Krim Tabir surya ... 20

2.5.1 Sediaan Tabir Surya ... 20

2.5.2 Sediaan Krim ... 22

2.5.3 Penentuan Efektivitas Sediaan Tabir Surya... ... 24

2.6 Spektrofotometri UV-Vis ... 26


(10)

x

4.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ... 29

4.1.1 Tempat Penelitian ... 29

4.1.2 Waktu Penelitian ... 29

4.2 Bahan Dan Alat ... 29

4.2.1 Bahan ... 29

4.2.2 Alat ... 30

4.3 Prosedur Kerja ... 30

4.3.1 Pengumpulan Bahan Dan Determinasi ... 30

4.3.2 Penapisan Fitokimia ... 30

4.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ... 33

4.3.4 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak ... 33

4.3.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 35

4.3.6 Formulasi Krim ... 35

4.3.7 Pembuatan Sediaan Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ... 36

4.3.8 Evaluasi Sediaan Krim Tabir surya... 36

4.3.9 Uji Fotostabilitas Krim Tabir Surya ... 38

4.3.10 Pengolahan Data ... 38

4.3.11 Uji Efektivitas Krim Tabir Surya ... 39

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

5.1 Hasil Penelitian ... 40

5.1.1 Pengumpulan Bahan Dan Determinasi ... 40

5.1.2 Penapisan Fitokimia ... 40

5.1.3 Ekstraksi Serbuk Teh Hitam ... 40

5.1.4 Karakterisasi Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam ... 41

5.1.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 41

5.1.6 Evaluasi Krim ... 41

5.1.7 Uji Fotostabilitas Krim ... 46

5.1.8 Uji Efektivitas Krim ... 47

5.2 Pembahasan ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(11)

xi

Halaman

Tabel 1. Transmisi Eritema Dan Pigmentasi Sediaan Tabir Surya ... 25

Tabel 2. Kategori Penilaian Tabir Surya ... 26

Tabel 3. Formula Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ... 35

Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia ... 40

Tabel 5. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ... 41

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Organoleptis ... 42

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Homogenitas ... 42

Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi ... 42

Tabel 9. Hasil Pemeriksaan pH ... 43

Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Viskositas (Cp) ... 43

Tabel 11. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Cycling Test ... 44

Tabel 12. Hasil Pemeriksaan Homogenitas Cycling Test ... 44

Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi Cycling Test ... 44

Tabel 14. Hasil Pemeriksaan pH Cycling Test ... 45

Tabel 15. Hasil Pemeriksaan Viskositas (Cp) Cycling Test ... 45

Tabel 16. Hasil Pengukuran Perubahan Serapan Krim Sebelum dan Sesudah Beberapa Waktu Penyinaran dengan Sinar UV 366 nm .. 46

Tabel 17. Uji Efektivitas Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam ... 47

Tabel 18. Uji Efektivitas Krim Tabir Surya ... 47

Tabel 19. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 40 ppm ... 77

Tabel 20. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 60 ppm ... 79

Tabel 21. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 80 ppm ... 80

Tabel 22. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 100 ppm ... 81

Tabel 23. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 120 ppm ... 82

Tabel 24. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Formula KN (kontrol negatif) .. 83

Tabel 25. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Formula KP benzofenon-3 (kontrol positif) ... 84

Tabel 26. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 1 % (KrT 1 %) ... 85

Tabel 27. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 2 % (KrT2 %) ... 86

Tabel 28. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 3 % (KrT 3 %) ... 87


(12)

xii

Halaman

Gambar 1. Struktur Kimia Flavonoid ... 9

Gambar 2. Penampang Kulit ... 14

Gambar 3. Kurva Hubungan Antara pH dengan Waktu Penyimpanan ... 43

Gambar 4. Kurva Hubungan Antara Viskositas dengan Waktu Penyimpanan ... 43

Gambar 5. Kurva Hubungan Antara pH dengan Satabilitas Penyimpanan Cycling test ... 45

Gambar 6. Kurva Hubungan Antara Viskositas dengan Stabilitas Penyimpanan Cycling Test ... 45

Gambar 7. Kurva Hubungan antara Absorbansi dengan Lamanya Waktu Paparan Sinar UV 366 nm ... 46

Gambar 8. Tanaman Teh (Camellia sinensis L.)... 62

Gambar 9. Serbuk Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ... 62

Gambar 10. Maserasi Serbuk Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ... 62

Gambar 11. Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ... 62

Gambar 12. Formula Krim Minggu ke- 0 ... 68

Gambar 13. Formula Krim minggu ke- 1 ... 68

Gambar 14. Formula Krim Minggu ke- 2 ... 69

Gambar 15. Formula Krim Minggu ke- 3 ... 69

Gambar 16. Formula Krim Minggu ke- 4………... 70

Gambar 17. Sentrifugasi Minggu ke- 0 ... 70

Gambar 18. Sentrifugasi Minggu ke-4 ... 70

Gambar 19. Formula Krim Sebelum Cycling Test ... 71

Gambar 20. Formula Krim Sesudah Cycling Test ... 71

Gambar 21. Uji Homogenitas Sebelum Cycling Test ... 71

Gambar 22. Uji Homogenitas Sesudah Cycling Test ... 71

Gambar 23. Uji Sentrifugasi Sebelum Cycling Test ... 71

Gambar 24. Uji Sentrifugasi Sesudah Cycling Test... ... 71

Gambar 25. Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia ... .. 88

Gambar 26. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Teh Hitam... 88

Gambar 27. Viskometer Brookfield ………... 89

Gambar 28. pH Meter... 89

Gambar 29. Spektrofotometer UV-Vis ... 89

Gambar 30. Oven ... ... 89

Gambar 31. Alat Centrifuge... 89


(13)

xiii

Halaman Lampiran 1. Tanaman dan Serbuk Teh (Camellia sinensis L.) ... 62 Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) ... 63 Lampiran 3. Alur Penelitian ... 64 Lampiran 4. Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak

Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ... 66 Lampiran 5. Perhitungan Karakteristik Ekstrak ... 67 Lampiran 6. Gambar Formula Krim... 68 Lampiran 7. Hasil Statistik Aktivitas Krim Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam sebagai Tabir Surya ... 72 Lampiran 8. Hasil Uji Efektifitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam

sebagai Tabir Surya………... 77 Lampiran 9. Hasil Uji Efektifitas Krim Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam sebagai Tabir Surya ... 83 Lampiran 10. Hasil Penapisan Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak ... 88 Lampiran 11. Alat ... 89


(14)

1 1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara tropis, di mana pengaruh sinar matahari sangat besar terhadap kehidupan makhluk hidup. Sinar matahari memberikan efek yang menguntungkan yaitu dapat mencegah atau mengobati gangguan pada tulang dengan cara mengaktifkan provitamin D3

(7-dehidrokolesterol) yang terdapat pada epidermis kulit menjadi vitamin D3. Namun pemaparan sinar matahari yang berlebihan juga dapat

menimbulkan efek yang merugikan terutama terhadap kulit dikarenakan sinar ultraviolet yang terkandung di dalamnya dapat menyebabkan eritema dan pigmentasi kulit, percepatan penuaan kulit, bahkan dapat menimbulkan kanker (Harry, 1975).

Besarnya radiasi yang mengenai kulit tergantung pada jarak antara suatu tempat dengan garis khatulistiwa, kelembaban udara, musim, ketinggian tempat dan jam waktu setempat. Semakin dekat jarak antara suatu tempat dengan garis khatulistiwa, maka akan semakin besar radiasi sinar ultraviolet yang mengenai kulit. Intensitas radiasi UV tertinggi adalah pukul 10.00-16.00 waktu setempat, yaitu ketika orang sedang aktif di luar rumah sehingga kulit perlu dilindungi dari bahaya sinar UV matahari (Shaath. Nadim, 2005).

Salah satu upaya untuk menghindari kontak langsung dengan sinar matahari yaitu dengan menggunakan pelindung berupa bahan tabir surya yang diformulasikan dalam sediaan kosmetik baik yang berbentuk krim, gel,


(15)

maupun lotion. Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetik yang digunakan pada permukaan kulit yang bekerja antara lain dengan menyerap, menghamburkan, atau memantulkan sinar ultraviolet (Depkes RI, 1985 ).

Sebagian besar bahan-bahan untuk tabir surya merupakan bahan sintetik misalnya PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang sangat populer di negara-negara barat karena efektif menyerap sinar UV-B dan cepat mencokelatkan kulit. Tetapi untuk kulit Asia atau Indonesia, tabir surya yang mengandung PABA tidak cocok dan tidak aman karena cepat mencokelatkan kulit dan bersifat photosensitizer (Diana, 2006). Oleh karena itu, penting dilakukan suatu penelitian untuk mencari senyawa aktif yang berasal dari alam yang dapat berguna sebagai tabir surya, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan dan meneliti teh hitam sebagai tanaman perdu yang diharapkan dapat berpotensi sebagai bahan kosmetik khususnya sebagai bahan tabir surya.

Teh hitam (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu perdu atau pohon kecil yang berasal dari daratan Asia Tenggara namun sekarang telah dibudidayakan di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun subtropis. Tanaman ini biasanya dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya. Di Indonesia sendiri teh hitam dimanfaatkan sebagai tanaman yang berguna sebagai antidiare, namun belakangan ini teh hitam telah dimanfaatkan untuk mengobati penyakit asma, penyakit jantung koroner, diabetes, dan antioksidan. Diketahui juga bahwa pada penelitian sebelumnya ekstrak air teh hitam yang dibuat sediaan gel dapat berpotensi sebagai tabir surya (Turkoglu. Cigirgil, 2007).


(16)

Dalam penelitian ini, sediaan tabir surya dari teh hitam dibuat dalam sediaan krim. Pemilihan krim sebagai bentuk sediaan tabir surya karena krim merupakan sediaan yang memiliki keuntungan berupa nilai estetikanya yang cukup tinggi dan tingkat kenyamanan dalam penggunaannya yang cukup baik, disamping itu sediaan krim ini merupakan sediaan yang mudah di cuci, bersifat tidak lengket, memberikan efek melembabkan pada kulit serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Karena dalam penelitian ini sediaan tabir surya dibuat dalam bentuk sediaan krim yang menggunakan air lebih sedikit maka ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol 70 % teh hitam. Oleh karena itu sediaan krim ektrak etanol 70 % teh hitam ini perlu diteliti efektivitas, fotostabilitas, dan stabilitas fisiknya agar diperoleh sediaan yang baik.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dapat dibuat dalam sediaan krim yang baik dan stabil?

2. Bagaimana efektivitas dan fotostabilitas sediaan krim ekstrak etanol 70 % teh hitam sebagai sediaan tabir surya?

1.3 Hipotesis

Ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dapat dibuat menjadi sediaan krim tabir surya yang baik dan stabil dengan efektivitas dan fotostabilitas tabir surya yang belum diketahui.


(17)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menentukan efektivitas dan fotostabilitas tabir surya sediaan krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)

2. Membuat sediaan krim tabir surya ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yang memiliki aktivitas sebagai tabir surya yang memberikan penampilan sediaan yang baik dan stabil.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan fotostabilitas dari krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) sebagai tabir surya dan formulasi krim dari ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dengan menggunakan variasi konsentrasi ekstrak.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teh Hitam (Camellia sinensis L.) 2.1.1 Klasifikasi (Sulistyowati, 2004)

Teh hitam (Camellia sinensis L.) diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales) Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae) Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis L. Varietas : Assamica

2.1.2 Nama daerah Enteh (sunda) 2.1.3 Deskripsi

Camellia sinensis L. berasal dari daratan Asia Selatan dan Tenggara, namun sekarang telah dibudidayakan di seluruh dunia, baik daerah tropis maupun subtropis. Tumbuhan ini merupakan perdu atau pohon kecil yang biasanya dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya.

Camellia sinensis L. memiliki akar tunggang yang kuat. Bunganya kuning-putih berdiameter 2,5–4 cm dengan 7 hingga 8 petal. Daunnya


(19)

memiliki panjang 4–15 cm dan lebar 2–5 cm. Daun-daun itu mempunyai rambut-rambut pendek putih di bagian bawah daun. Daun muda memiliki warna lebih terang, sedangkan daun tua berwarna lebih gelap. Daun dengan umur yang berbeda menghasilkan kualitas teh yang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan komposisi kimianya yang berbeda. Biasanya, pucuk dan dua hingga tiga daun pertama dipanen untuk pemrosesan. Biasanya pemetikan dengan tangan (manual) ini diulang setiap dua minggu.

Berdasarkan penanganan pasca panen, teh dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu (Sulistyowati, 2004)

1) Teh Hijau

Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi. Daun teh dilayukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Pada pemanasan kering dilakukan pada suhu 100-200 °C sedangkan pemanasan basah dengan menggunakan mesin (steamer) suhunya sekitar 220-300 °C. Proses pemanasan udara kering pada daun teh akan memberikan aroma dan rasa yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap panas (steam). Namun keuntungan dengan cara pemberian uap panas adalah warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.

2) Teh hitam

Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Daun teh segar dilayukan terlebih dahulu pada palung pelayu, kemudian digiling


(20)

sehingga sel-sel daun rusak. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada suhu sekitar 19-26 °C dengan kelembaban sekitar 90-98 %. Lamanya fermentasi sangat menentukan kualitas hasil akhir, biasanya dilakukan selama 60-100 menit. Apabila proses fermentasi telah selesai, dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis yang terjadi pada saat fermentasi serta membuat teh tahan lama dalam penyimpanan. Pengeringan dilakukan selama 13-18 menit sampai kadar air teh kering mencapai 2,5-3,5 %.

3) Teh putih

Untuk membuat teh putih diperlukan daun teh yang paling muda, yang masih dipenuhi bulu putih pendek atau bulu halus. Pemasakannya mengalami 2 tahap, yaitu penguapan dan pengeringan tidak ada proses pelayuan dan penggilingan. Daun teh yang telah dibersihkan kemudian dipanaskan pada suhu 160-240 °C selama 3-7 menit untuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung dan dikeringkan. Tampilan teh putih hampir tidak berubah, yaitu berwarna putih keperakan. Ketika diseduh akan berwarna kuning pucat dengan aroma lembut dan segar. Ada juga jenis teh yang disebut dengan Teh olong, yaitu teh yang diproses hampir sama seperti teh putih yaitu melalui proses semi fermentasi. Selain itu teh jenis ini juga dibuat dengan bahan baku khusus, yaitu varietas tertentu yang memberikan aroma khusus.


(21)

2.1.4 Kandungan kimia (Anonim, 2010)

Daun teh hitam (Camellia sinensis L.) mengandung senyawa bioaktif polifenol yang terdiri dari senyawa flavonoid, tannin (3,57 %), kafein (7,56 %), theobromin (0,69 %), theopilin (0,25 %), asam galat (1,15 %), asam klorogenat (0,21 %), gula (6,85 %), pektin (0,16 %), polisakarida (4,17 %), asam oksalat (1,50 %), asam malonat (0,02 %), asam suksinat (0,09 %), asam malat (0,31 %), asam sitrat (0,84 %), lipid (4,79 %), peptida (5,99 %), asam fenalat dan asam amino (3,03 %). Juga mengandung vitamin B1, B2, C, E, dan K. Serta kaya mineral kalium (potassium) (4,83 %) dan mineral lain (4,70 %). Senyawa katekin yang berada dalam senyawa flavonoid mengandung: epikatekin (EC) (1,21 %), epikatekin galat (ECG) (3,86 %), epigalo katekin (EGC) (1,09 %), epigalo katekin galat (EGCG) (4,63 %), theaflavin (2,62 %), thearubigin (35,90 %), dan quercetin.

2.1.5 Senyawa flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6 dan

umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Bagi tumbuhan flavonoid ini dapat berguna sebagai senyawa yang dapat menarik serangga, yang membantu dalam proses penyerbukan dan dapat berguna sebagai senyawa yang dapat menarik perhatian binatang untuk membantu penyebaran biji (Harborne, 1987). Sedangkan untuk manusia dalam dosis kecil flavonoid ini dapat bekerja sebagai stimulan pada jantung, kemudian pada jenis flavon yang terhidroksilasi dapat bekerja sebagai diuretik dan dapat bekerja sebagai antioksidan pada lemak (Sirait. Midian, 2007)


(22)

Gambar 1. Struktur Kimia Flavonoid

Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid merupakan kandungan senyawa khas pada tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, dan biji (Markham, 1988).

Aglikon dari flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa dan ketika ditambahkan basa atau ammonia warnanya akan berubah. Tetapi bila senyawa ini terlalu lama di dalam basa akan menyebabkan banyak senyawa flavonoid yang terurai. Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar. Hal ini disebabkan karena adanya gula yang terikat pada flavonoid yang cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air sehingga flavonoid ini dapat diekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak dikocok dengan petroleum eter. Senyawa ini merupakan senyawa yang


(23)

mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan dapat menunjukan pita spektrum kuat pada spektrum UV dan spektrum tampak (Harborne, 1987 dan Markham, 1988).

2.1.6 Khasiat

Daun teh hitam berkhasiat sebagai obat antara lain untuk mengobati penyakit asma, angina pektoris, penyakit vaskuler perifer, penyakit jantung koroner, diare, disentri, diabetes, antibakteri, antioksidan, antikanker, dan antimutagenik. Selain itu, juga telah diketahui dapat digunakan sebagai tabir surya (Cheryl, 2002).

2.2 Ekstraksi (Depkes RI, 2000)

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alakaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat.

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan


(24)

dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan.

2.2.1 Proses pembuatan ekstrak (Depkes RI, 2000) 1) Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan makin efisien, namun makin halus serbuk, maka akan makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.

2) Cairan pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari antara lain: selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan, dan keamanan.


(25)

3) Separasi dan pemurnian

Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tidak bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses adsorpsi dan penukar ion.

4) Pemekatan atau penguapan (vaporasi dan evaporasi)

Pemekatan berarti jumlah parsial senyawa terlarut (solute) secara penguapan pelarut tidak sampai menjadi kering, melainkan ekstrak hanya menjadi kental atau pekat.

5) Randemen

Randemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia kering.

2.2.2 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes RI, 2000) 1) Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.


(26)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak.

2) Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 oC.


(27)

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 oC) selama waktu tertentu (15-20 menit). 5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

2.3. Kulit (Djuanda, 2007)

Gambar 2. Penampang Kulit (Graaff dkk, 2001).

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15 % dari berat badan. Kulit ini sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna


(28)

terang (fair skin) pirang, dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa. 2.3.1 Struktur kulit (Iswari, 2007)

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu: 1. Lapisan epidermis, lapisan ini terdiri atas stratum corneum, stratum

lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. a. Stratum corneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling

luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Secara alami, sel-sel yang sudah mati di permukaan kulit akan melepaskan diri untuk berdegenerasi. Permukaan

stratum corneum dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis yang bersifat asam disebut Mantel Asam Kulit.

b. Stratum lusidum (daerah sawar/lapisan jernih) terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak jelas di telapak tangan dan kaki. c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin/lapisan seperti butir)

merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas

keratohialin.

d. Stratum spinosum (stratum malphigi/lapisan sel duri) atau disebut pula prikle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena


(29)

adanya proses mitosis. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel

langerhans. Sel-sel stratum spinosum banyak mengandung glikogen.

e. Stratum germinativum (lapisan sel basal) terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Di dalam stratum germinativum terdapat sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendritnya.

2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terbentuk oleh lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.

b. Pars retikulare, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan subkutis, bagian ini terdiri dari serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.

3. Lapisan subkutis (hypodermis) merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Lapisan sel-sel lemak disebut


(30)

dalam lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.

2.3.2 Fisiologi kulit (Iswari, 2007) Fungsi Kulit antara lain:

1. Proteksi, kulit ini akan menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis. Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah keluarnya air dari dalam tubuh dan mencegah penguapan air, dapat berfungsi sebagai barier terhadap racun dari luar. Selain itu, mantel asam dapat berfungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.

2. Absorpsi, beberapa bahan dapat diabsorpsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit

ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi kelembaban, dan metabolisme.

3. Ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia.

4. Persepsi sensoris, kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor seperti benda meissner, diskus markell dan


(31)

korpuskulum golgi sebagai reseptor raba, korpuskulum pacini sebagai reseptor tekanan, korpuskulum ruffini dan benda krauss sebagai reseptor suhu dan nervus end plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri. 5. Pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan peranan ini dengan cara

mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.

6. Pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal. Jumlah, tipe, ukuran, dan distribusi pigmen melanin akan menentukan variasi warna kulit sesorang.

7. Keratinisasi, proses keratinisasi ini berlangsung secara normal kira-kira selama 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

2.4 Sinar Matahari dan Melanogenesis

Penyinaran matahari mempunyai dua efek, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Sinar ultraviolet merupakan bagian dari sinar matahari yang bertanggung jawab terhadap efek yang merugikan tersebut. Kerusakan kulit akibat sinar ultraviolet antara lain tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar matahari mengenai kulit, intensitas sinar matahari, serta sensitivitas seseorang. Efek nyata penyinaran


(32)

matahari, pertama-tama ialah kemerahan pada kulit (eritema) yang diikuti oleh warna cokelat kemerahan. Pada dasarnya, timbul warna cokelat kemerahan yang merupakan reaksi perlindungan terhadap kerusakan akibat sinar ultraviolet (Balsam, 1972)

Kulit yang terpapar oleh sinar matahari selama 6-20 jam akan menghasilkan eritema yang cepat atau lambat menimbulkan pencokelatan kulit (tanning). Tanning cepat tampak jelas 1 jam setelah kulit terpapar matahari dan kemudian akan hilang kembali dalam waktu 4 jam. Hal ini mungkin disebabkan oleh reaksi oksidasi dari radikal bebas semiquinon

yang tidak stabil di dalam melanin. Di sini tidak tampak adanya pembentukan melanosom baru. Tanning lambat terjadi 48-72 jam setelah kulit terpapar sinar matahari dengan panjang gelombang 320-500 nm. Reaksi serupa terjadi pada sunburn (290-320 nm). Hal ini disebabkan oleh pembentukan melanosom-melanosom baru secara perlahan, dan baru terlihat dalam waktu 72 jam.

Sinar ultraviolet gelombang agak panjang serta sinar yang dapat dilihat, antara 320-700 nm, merupakan penyebab melanogenesis, tetapi gelombang-gelombang lebih pendek (290-320 nm) masih merupakan inisiator paling efektif untuk melanogenesis (Iswari, 2007).

Berdasarkan panjang gelombang dan efek fisiologisnya, sinar ultraviolet dibedakan menjadi 3 bagian: (Depkes RI, 1985)

1. UV-A ialah sinar dengan panjang gelombang antara 400-315 nm dengan efektivitas tertinggi pada 340 nm, dapat menyebabkan warna coklat pada kulit tanpa menimbulkan kemerahan.


(33)

2. UV-B ialah sinar dengan panjang gelombang antara 315- 280 nm dengan efektivitas tertinggi pada 297,6 nm, merupakan daerah eritemogenik yang dapat menimbulkan sengatan surya sehingga terjadi reaksi pembentukan melanin awal.

3. UV-C ialah sinar dengan panjang gelombang dibawah 280 nm, dapat merusak jaringan kulit, tetapi sebagian besar telah tersaring oleh lapisan ozon dalam atmosfer.

Secara alamiah kulit juga mempunyai mekanisme perlindungan terhadap sengatan surya ialah dengan penebalan stratum korneum dan pigmentasi kulit. Perlindungan terhadap sengatan surya ini disebabkan oleh peningkatan jumlah melanin dalam epidermis. Butir melanin yang terbentuk dalam sel basal kulit setelah penyinaran ultraviolet-B akan berpindah ke stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi oleh sinar ultraviolet-A. Jika kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga kulit kehilangan pelindung terhadap sinar matahari (Depkes RI, 1985).

2.5 Sediaan Krim Tabir Surya 2.5.1 Sediaan tabir surya

Sediaan tabir surya adalah suatu sediaan kosmetika yang digunakan untuk membaurkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari, terutama daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya matahari (Depkes RI, 1985). Berdasarkan pada mekanisme aksinya, tabir surya dapat dibagi menjadi tabir surya kimiawi yang mampu mengubah


(34)

panjang gelombang berenergi tinggi menjadi energi yang rendah dan tabir surya fisik yang disamping mampu mengabsorpsi sinar ultraviolet dapat juga mampu memantulkan sinar ultraviolet (Depkes RI, 2000).

Penyinaran ultraviolet dengan panjang gelombang di atas 330 nm dapat menyebabkan kulit menjadi kecoklatan. Eritema timbul bersamaan dengan warna coklat. Pada panjang gelombang antara 334,2–366,3 nm efektif dalam pembentukan warna coklat dengan sedikit eritema. Pada penyinaran dengan panjang gelombang 250–270 nm, akan timbul eritema yang ringan, yang menghilang dalam beberapa hari tanpa menimbulkan warna kecoklatan. Penyinaran dengan panjang gelombang kurang dari 320 nm dapat menyebabkan eritema, sedangkan dengan panjang gelombang antara 300–420 nm dapat menyebakan pembentukan pigmen (Depkes RI, 1985).

Syarat-syarat bagi preparat sediaan tabir surya (sunscreen) adalah enak dan mudah dipakai, jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan, bahan aktif dan bahan dasar mudah tercampur, dan bahan dasar harus dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (Iswari, 2007).

Syarat-syarat bagi bahan aktif untuk preparat tabir surya antara lain: (Iswari, 2007)

1) Efektif menyerap radiasi UV-B tanpa perubahan kimiawi, karena jika tidak demikian akan mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau menimbulkan iritasi

2) Meneruskan UV-A untuk mendapatkan tanning (untuk kulit orang Eropa)


(35)

3) Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap

4) Mempunyai daya larut yang cukup untuk mempermudah formulasinya 5) Tidak berbau atau boleh berbau ringan

6) Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi Bentuk-bentuk preparat tabir surya (sunscreen) dapat berupa: (Iswari, 2007)

1. Preparat anhydrous (preparat yang berdasar minyak), keuntungan dari preparat ini adalah daya tahanya terhadap air, sehingga tidak terganggu oleh perspirasi dan air kolam renang atau laut.

2. Emulsi (non-minyak O/W, semi minyak dual emulsion, dan lemak W/O). semi minyak dual emulsion dan lemak W/O digunakan sebagai dasar preparat tabir surya. Yang kandungan lemaknya tinggi tampak mirip minyak, sedangkan yang bukan minyak mirip preparat yang berbahan air. Keuntungan dari preparat emulsi ini adalah penampakannya yang menarik, serta konsistensinya yang menyenangkan sehingga memudahkan untuk pemakaian.

3. Preparat tanpa lemak (greaseless preparation), keuntungan dari preparat ini adalah tidak berlemak dan tidak lengket, sehingga lebih menyenangkan untuk dipakai, akan tetapi kekurangannya adalah mudah larut dalam air.

2.5.2 Sediaan krim

Krim (cremores) adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan


(36)

untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Depkes RI, 1995).

Krim merupakan salah satu bentuk emulsi semisolid yang digunakan secara topikal. Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil terdiri dari dua fase tidak dapat bercampur satu dengan lainnya, yaitu fase hidrofil dan lipofil (Ansel, 1989).

Berdasarkan tipe emulsinya, krim terbagi atas dua tipe yaitu (Depkes RI, 1995)

1. Krim minyak-air (M/A)

Bila fase lipofil terdispersi dalam fase hidrofil maka sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Krim M/A sering disebut sebagai “vanishing krim” karena sifatnya yang bila di oleskan pada kulit dapat menghilang dari permukaan dan akan memberikan efek pendinginan pada kulit, hal ini terjadi karena air sebagai fasa kontinyu akan menguap dan akan meningkatkan konsentrasi zat larut air pada lapisan yang melekat. 2. Tipe emulsi air-minyak (A/M)

Bila fase hidrofil terdispersi dalam fase lipofil maka sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Konsistensi krim A/M dapat bervariasi dan tergantung pada komposisi fase minyak, fase air dan campuran zat


(37)

pengemulsi yang dipakai. Perbandingan relatif kedua fase dan sifat fase masing-masing zat menunjukkan pengaruh yang nyata.

Sediaan kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.

Evaluasi stabilitas fisik krim antara lain:

1. Stabilitas penyimpanan pada suhu ruang (28±2 °C). Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya ketidakstabilan dari sediaan yang disimpan hanya pada satu tempat yaitu pada suhu ruang (28±2 °C). Jika hasil menunjukan tidak ada tanda ketidakstabilan maka dapat disimpulkan bahwa sediaan tersebut stabil pada suhu ruang. 2. Cycling test. Cycling test merupakan evaluasi dari efek pengaruh

penggunaan suhu yang bervariasi. Evaluasi ini juga merupakan simulasi perjalanan suatu sediaan farmasi pada saat di distribusikan, di mana sediaan akan berada pada suatu tempat yang berbeda, dan tempat tersebut dapat memiliki kondisi/suhu yang berbeda. Evaluasi dilakukan sebanyak 3 siklus, 1 siklus terdiri dari 2 haripada suhu dingin (2-4 °C) dan di ikuti 2 hari pada suhu panas (40 °C) (Sarfaraz, 2004).

2.5.3 Penentuan efektivitas sediaan tabir surya (Balsam, 1972)

Efektivitas dari sediaan tabir surya dapat ditentukan dengan metode penentuan persen eritema dan persen pigmentasi. Ekstrak yang diperoleh dan sediaan yang dibuat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm. Dari nilai serapan yang diperoleh dihitung nilai serapan


(38)

dan nilai persen transmitannya dengan rumus A = - log T. Nilai transmisi eritema dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi (T) dengan faktor efektivitas eritema (Fe) pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm. Nilai transmisi pigmentasi dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi (T) dengan faktor efektivitas pigmentasi (Fp) pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm. Selanjutnya nilai persen transmisi eritema dihitung dengan rumus:

% Te

=

∑ ∑

% Tp

=

∑ ∑ Keterangan :

% Te = Nilai persen transmisi eritema % Tp = Nilai persen transmisi pigmentasi

Ee = ∑ Ep = ∑

Berikut ini merupakan nilai dari fluks eritema (Fe) dan fluks pigmentasi (Fp) untuk sediaan tabir surya.

Tabel 1. Transmisi Eritema dan Pigmentasi Sediaan Tabir Surya Rentang Panjang Gelombang (nm) Fluks Eritema

290 – 295 295 – 300 300 – 305 305 – 310 310 – 315 315 – 320

Rentang total eritema, 290–320 nm

0,1105 0,6720 1,0000 0,2008 0,1364 0,1125 2,2322 (76,3 %)


(39)

Suatu tabir surya mendapatkan kategori penilaian sebagai berikut: Tabel 2. Kategori Penilaian Tabir Surya

% Te % Tp Kategori penilaian tabir surya < 1

1–6 6–12 10-18

3–40 42–86 45–86 45–86

Sunblock Proteksi ultra

Suntan Fast tanning

2.6 Spektrofotometer UV- Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Silverstein, 1986).

Rentang Panjang Gelombang (nm) Fluks Pigmentasi 320 – 325

325 – 330 330 – 335 335 – 340 340 – 345 345 – 350 350 – 355 355 – 360 360 – 365 365 – 370 370 – 375

0,1079 0,1020 0,0936 0,0798 0,0669 0,0570 0,0488 0,0456 0,0356 0,0310 0,0260 Rentang total pigmentasi, 320–375 nm 0,6942 (23,7 %)


(40)

Spektrofotometer UV-Vis yang merupakan korelasi absorban (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) tidak merupakan garis spektrum akan tetapi merupakan pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum UV-Vis tersebut disebabkan oleh transisi energi yang tidak sejenis dan terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang kompleks. Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis selalu melibatkan pembacaan absorbansi radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Absorpsi direkam sebagai absorbansi (Mulja dan Suharman, 1995).

Dalam analisis kuantitatif pada spektrofotometri UV-Vis ini didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yang menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tidak tergantung dari intensitas sumber cahaya dan kemudian menyatakan bahwa penyerapan sebanding dengan jumlah molekul yang diserap. Dari hukum Lambert-Beer dapat diketahui hubungan antara transmitan, tebal cuplikan, dan konsentrasi.

T =

A = - Log T

A = Log

Keterangan :

T = Transmitan A = Absorbansi

I = Intensitas radiasi yang diteruskan Io = Intensitas radiasi yang dating


(41)

BAB III

KERANGKA KONSEP

Latar belakang teh hitam

Pengumpulan bahan dan pembuatan simplisia

Serbuk simplisia teh hitam Pembuatan ekstrak etanol teh hitam

Ektrak etanol 70 % teh hitam Penapisan fitokimia

Penapisan fitokimia dan karakterisasi

ekstrak

Penentuan panjang gelombang maksimum ekstrak

Pembuatan krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)

Evaluasi sediaan krim ekstrak etanol 70 % teh

hitam

Uji fotostabilitas dan efektivitas tabir surya krim ekstrak etanol 70 % teh hitam

1. Stabilitas

penyimpanan suhu ruang (28±2 °C) 2. Cycling test

Uji efektivitas krim tabir surya

Penentuan kategori tabir surya

Uji fotostabilitas krim tabir surya


(42)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian 4.1.1 Tempat penelitian

Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.1.2 Waktu penelitian

Penelitian ini berlangsung dalam waktu 3 bulan, terhitung dari bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

4.2. Bahan dan Alat 4.2.1 Bahan

Simplisia daun teh hitam (Camellia sinensis L.), air suling, etanol 70 % (Brataco), etanol 95 % (Brataco), asam stearat (Brataco), setil alkohol (Brataco), vaselin album (Brataco), adeps lanae (Brataco), oleum olivae (Brataco), dimetikon (Brataco), metil paraben (Brataco), trietanolamin (TEA) (Brataco), propilenglikol (Brataco), benzofenon-3 (PT. Martina Berto), pereaksi dragendorf, pereaksi Mayer, amil alkohol, serbuk Magnesium (Mg), asam klorida, besi (III) klorida, gelatin 1 %, natrium hidroksida, pereaksi Lieberman-Buchard, kloralhidrat, isopropanol.


(43)

4.2.2 Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain: neraca analitik digital (Wigger Hausser), hot plate, oven, tanur, lumpang, alu, rotavapor, piknometer, spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer), lampu UV (Camag UV-Cabinet), viskometer Brookfield, kaca objek, pH meter (Mettler-Toledo), erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, ependorf, batang pengaduk, cawan penguap, cawan porselen, termometer, sentrifugator (Sorvall Fresco).

4.3. Prosedur Kerja

4.3.1 Pengumpulan bahan dan determinasi

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah teh hitam (Camellia sinensis L.) diperoleh dari Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor (PT. Perkebunan Nusantara VIII) yang telah mengalami proses fermentasi hingga menjadi teh hitam. Determinasi bahan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Cibinong untuk memastikan kebenaran simplisia.

4.3.2 Penapisan fitokimia (Farnswoth, 1969) 1) Identifikasi golongan alkaloid

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dilembabkan dengan 5 ml ammoniak 25 % digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A). Larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml


(44)

larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutam A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Dragendorff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2 tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff atau endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa alkaloid.

2) Identifikasi golongan flavonoid

Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, dan didihkan selama 5 menit dan disaring. Diambil 5 ml filtratnya (dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk Mg secukupnya dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, kocok kuat, dan biarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

3) Identikasi golongan saponin

Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 10 ml air panas. Setelah dingin dikocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa yang stabil, menunjukkan adanya saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1 % busa tetap stabil.

4) Identifikasi golongan tanin

Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambah 10 ml air, dididihkan selama 15 menit, setelah dingin kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat ditambah 1-2 tetes FeCl3 1 %. Terbentuknya


(45)

warna biru, hijau, atau hitam menunjukkan adanya senyawa golongan tanin.

5) Identifikasi steroid/triterpenoid

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi dalam 20 ml eter selama 2 jam kemudian disaring. Diuapkan dalam cawan penguap sampai kering. Ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat ke dalam residu. Terbetuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya steroid/triterpenoid.

6) Identifikasi golongan kuinon

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dipanaskan dalam air selama 5 menit, disaring. Sebanyak 5 ml filtat ditambah beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya kuinon.

7) Identifikasi golongan minyak atsiri

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), tambahkan 10 ml pelarut petroleum eter. Pada mulut tabung dipasang corong yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, selanjutnya residu dilarutkan dengan pelarut etanol 95 % sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dengan cawan penguap, residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.


(46)

4.3.3 Pembuatan ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi. Serbuk simplisia teh hitam (Camellia sinensis L.) ditimbang sebanyak 500 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlemenyer, ditambahkan pelarut etanol 70 % sampai serbuk simplisia terendam. Pelarut dilebihkan setinggi kurang lebih 2,5 cm di atas permukaan serbuk (Harbone, 1987). Proses maserasi ini dilakukan selama 5x24 jam sambil diaduk. Lalu disaring menggunakan kapas untuk menyaring ampas. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga tidak ada lagi senyawa yang terekstrak yang ditandai dengan warna pelarut yang jernih atau hampir tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan diuapkan pelarutnya dengan menggunakan vakum rotavapor pada suhu 40-50 °C hingga diperoleh ekstrak kental etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)

4.3.4 Pemeriksaan karakterisasi ekstrak A. Parameter spesifik ekstrak

1) Identitas

Pengujian ini dilakukan untuk mencari identitas yang spesifik dari ekstrak yang diuji. Pengujian ini meliputi dari pendeskripsian dari nama ekstrak (nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, nama Indonesia tumbuhan dan senyawa identitas yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dengan metode tertentu).


(47)

2) Organoleptik

Pengujian ini dilakukan dengan meggunakan panca indera untuk mendeskripsikan dari bentuk, warna, bau, dan rasa.

3) Pemeriksaan keasaman dan kebasaan/pH

Cara : pH ekstrak teh hitam diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7.

B. Parameter non spesifik ekstrak (Depkes RI, 2000) 1) Pemeriksaan susut pengeringan

Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan metode gravimetri. Krus tertutup bersih dan kering ditimbang sebagai berat kosong (a), krus tersebut dimasukkan ekstrak dan ditimbang (b) dan dipanaskan pada suhu 105 0C selama 30 menit dan ditimbang (c). Pemanasan dilakukan sampai diperoleh bobot yang tetap. % Kadar air :

2) Pemeriksaan kadar abu

Krus tertutup bersih dan kering ditimbang sebagai berat kosong (a), sebanyak 2 gram ekstrak (b) dimasukan ke dalam krus yang sudah ditara, kemudian dipijarkan di dalam tanur pada suhu 700 0C sampai menjadi abu, didinginkan dan ditimbang hingga diperoleh bobot yang tetap atau stabil (c).


(48)

3) Randemen Ekstrak

Randemen ekstrak etanol dihitung dengan membandingkan berat awal simplisia dan berat akhir ekstrak yang dihasilkan.

% Randemen ekstrak :

4.3.5 Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang ditentukan pada konsentrasi 100 ppm ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yang di larutkan dalam etanol 95 %. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang UV yaitu 200–400 nm (Hasil absorbansi dapat dilihat pada lampiran 4).

4.3.6 Formulasi Krim

Tabel 3. Formula Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.)

Bahan

Formula (%)

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Ekstrak daun teh hitam Asam stearat Setil Alkohol Vaselin album Adeps lanae Oleum olivae Nipagin Trietanolamin Propilenglikol Dimetikon Benzofenon-3 Aquadest ad - 15 1 4 0,5 4 0,1 1,2 7 1 - 100 - 15 1 4 0,5 4 0,1 1,2 7 1 3 100 1 15 1 4 0,5 4 0,1 1,2 7 1 - 100 2 15 1 4 0,5 4 0,1 1,2 7 1 - 100 3 15 1 4 0,5 4 0,1 1,2 7 1 - 100 Keterangan: (KN) Kontrol negatif (krim tanpa ekstrak dan tanpa

benzofenon-3), (KP) Kontrol positif (krim mengandung benzofenon-3), (KrT 1 %) Krim teh 1 %, (KrT 2 %) Krim teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.


(49)

4.3.7 Pembuatan sediaan krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)

a. Fase minyak (asam stearat, setil alkohol, vaselin album, oleum olivae, benzofenon-3 dan adeps lanae) dipanaskan hingga temperatur 70 oC (campuran pertama)

b. Fase air (trietanolamin, metil paraben, dimetikon dan propilenglikol) masing-masing dilarutkan dalam air panas (campuran kedua).

c. Campuran kedua (fasa air) sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam campuran pertama (fase minyak) pada suhu 70 oC sambil terus diaduk. Setelah tercampur lalu digerus dalam lumpang yang telah dipanaskan sampai terbentuk massa krim. Penggerusan dilakukan hingga mencapai suhu kamar. Setelah dingin ekstrak etanol 70 % daun teh hitam dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam basis sambil terus diaduk hingga homogen.

4.3.8 Evaluasi sediaan krim tabir surya 1) Pengamatan organoleptis

pengamatan organoleptis dapat dinilai dari tekstur sediaan yang stabil meliputi perubahan warna dan bau krim. Pengamatan dilakukan terhadap krim yang baru dibuat dan yang telah disimpan.

2) Homogenitas

Pengujian homogenitas ini dilakukan dengan cara mengoleskan krim yang telah dibuat pada kaca objek, kemudian dikatupkan dengan kaca objek yang lainnya dan dilihat apakah basis tersebut homogen dan apakah permukaannya halus merata. Pengukuran dilakukan pada krim yang yang baru dibuat dan yang telah disimpan.


(50)

3) Pengukuran pH

Krim dimasukkan ke dalam wadah, lalu diukur pHnya dengan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan dapar standar (pH 4 dan pH 7). Pengukuran dilakukan pada krim yang baru dibuat dan krim telah disimpan.

4) Uji viskositas

Penentuan viskositas sediaan krim dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield digital dengan menggunakan spindel R6 dan dengan kecepatan putar sebesar 12 rpm. Penentuan viskositas ini bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan kekentalan pada tiap formula krim. Pembacaan hasil viskositas dalam Cp. Pengukuran dilakukan pada krim yang baru dibuat dan krim yang telah disimpan.

5) Sentrifugasi.

Pengujian dilakukan dengan cara memasukan sediaan krim kedalam tabung sentrifugasi, kemudian diputar pada 2.000-3.000 rpm selama 30 menit, kemudian diamati perubahan fisiknya apakah terjadi pemisahan. Pengukuran dilakukan pada krim yang baru dibuat dan yang telah disimpan.

6) Uji stabilitas penyimpanan

Krim disimpan selama 4 minggu pada temperatur ruang (28±2 °C). Kemudian dievaluasi setiap minggunya meliputi organoleptis, homogenitas, viskositas, dan pH.


(51)

7) Evaluasi Cycling test

Sediaan diletakkan pada suhu 2-4 °C selama 2 hari dilanjutkan dengan meletakkan sediaan pada suhu 40 °C selama 2 hari (1 siklus) pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 siklus dan diamati terjadinya perubahan fisik dari sediaan krim pada sebelum cycling test dan sesudah cycling test.

4.3.9 Uji fotostabilitas krim tabir surya (Nining, 2005) 1) Pengukuran serapan awal krim.

Setiap formula ditimbang sebanyak 0,3 gram kemudian dilarutkan dalam 30 ml etanol 95 % dan diukur serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh (293,4 nm)

2) Pengukuran perubahan serapan krim setelah beberapa waktu penyinaran dengan sinar UV.

Setiap formula ditimbang 0,3 gram selanjutnya dioleskan secara merata pada kaca objek dan disinari dengan UV pada panjang gelombang 366 nm. Lama sinar bervariasi selama 30, 60, 90, dan 120 menit. Kemudian krim yang telah dipaparkan dilarutkan dalam 30 ml etanol 95 % dan diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang yang telah diperoleh (293,4 nm).

4.3.10 Pengolahan data

Hasil percobaan dihitung dan diolah secara statistik. Data uji fotostabilitas krim dibuat antara absorbansi terhadap lamanya waktu paparan sinar UV 366 nm (menit) dan dianalisis dengan metode Analisia Varian satu arah (ANAVA).


(52)

4.3.11 Uji efektivitas krim kabir surya

1) Uji efektivitas tabir surya ekstrak etanol 70 % teh hitam

Dibuat larutan induk ekstrak etanol 70 % teh hitam dalam etanol 95 % dengan konsentrasi 500 ppm. Dari larutan induk tersebut dibuat seri larutan dengan konsentrasi 40, 60, 80, 100, dan 120 ppm yang diukur serapannya setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 292,5-372,5 nm. Dan dihitung % Te dan % Tp.

2) Uji efektivitas krim tabir surya

Setiap formula ditimbang 1,25 gram dilarutkan dalam etanol 95 % sampai 25 mL. Kemudian diambil 5 mL larutan, diencerkan dengan etanol 95 % hingga 25 mL. Masing-masing larutan diamati serapannya setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang eritema dan pigmentasi yaitu pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm, kemudian dihitung % Te dan % Tp, berdasarkan rumus:

% Te

=

% Tp

=

∑ Keterangan:

% Te = Nilai persen transmisi eritema % Tp = Nilai persen transmisi pigmentasi

Ee = ∑ Ep = ∑

Serta menentukan kategori tabir surya yang diperoleh dari nilai % Te dan % Tp.


(53)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1 Pengumpulan bahan dan determinasi

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor (PT. Perkebunan Nusantara VIII).

Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukan bahwa tanaman ini adalah daun teh (Camellia sinensis L.) suku Theaceae.

5.1.2 Penapisan fitokimia

Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia Golongan Hasil penapisan

simplisia Hasil penapisan ekstrak Alkaloid Flavonoid Tanin Saponin Steroid/Triterpenoid Minyak Atsiri Kuinon + + + + - - + + + + + - - +

Keterangan: (+) Menunjukan reaksi positif, (-) Menunjukan reaksi negatif

5.1.3 Ekstraksi serbuk teh hitam

Hasil ekstraksi dari 500 gram serbuk simplisia kering teh hitam (Camellia sinensis L.) diperoleh ekstrak kental berwarna hitam sebanyak 164 gram dengan rendemen ekstrak 32,8 %. Perhitungan randemen dapat dilihat pada lampiran 5.


(54)

5.1.4 Karakterisasi ekstrak etenol 70 % teh hitam

Tabel 5. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam

Jenis Karakterisasi Hasil

Parameter Spesifik: Identitas

Nama Identitas Nama latin tumbuhan

Bagian tumbuhan yang digunakan Nama Indonesia tumbuhan

Organoleptik Bentuk Warna Bau Rasa pH Bobot Jenis

Ekstrak kental etanol 70 % teh hitam

Camellia sinensis L. Daun

Enteh / teh Kental Hitam Khas (tajam) Pahit 5,62 0,874 gram/ml Parameter Non Spesifik

Kadar Abu Susut pengeringan Rendemen 0,36 % 6,21 % 32,8 %

Hasil perhitungan karakterisasi ekstrak dapat dilihat pada lampiran 5.

5.1.5 Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang maksimum ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yaitu 293,4 nm. Hasil dapat dilihat pada lampiran 4. 5.1.6 Evaluasi krim

1) Uji stabilitas penyimpanan

Stabilitas krim disimpan pada suhu ruang (28±2 °C) selama 4 minggu. Kemudian dievaluasi setiap minggunya meliputi organoleptis, homogenitas, viskositas, dan pH.


(55)

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Formula

Minggu ke-

0 1 2 3 4

KN Warna putih; bau oleum Rosae Warna putih; bau oleum rosae Warna putih; bau oleum rosae Warna putih; bau oleum rosae Warna putih; bau oleum rosae KP Warna putih;

bau oleum rosae Warna putih; bau oleum rosae Warna putih; bau oleum rosae Warna putih; bau oleum rosae Warna putih; bau oleum rosae KrT 1 % Warna cokelat muda; bau oleum rosae Warna cokelat muda; bau oleum rosae Warna cokelat muda; bau oleum rosae

Warna cokelat muda; bau oleum rosae

Warna cokelat muda; bau oleum rosae KrT 2 % Warna cokelat muda; bau oleum rosae Warna cokelat muda; bau oleum rosae Warna cokelat muda; bau oleum rosae Warna cokelat muda; bau oleum rosae Warna cokelat muda; bau oleum rosae KrT 3 % Warna cokelat; bau oleum rosae

Warna cokelat; bau oleumrosae Warna cokelat; bau oleum rosae Warna cokelat; bau oleum rosae Warna cokelat; bau oleum rosae Keterangan: (KN) Kontrol negatif, (KP) Kontrol positif, (KrT 1 %) Krim teh 1

%, (KrT 2 %) Krim teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Homogenitas

Formula Minggu ke-

0 1 2 3 4

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen

Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi Formula

Minggu ke-

0 4

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah


(56)

Tabel 9. Hasil Pemeriksaan pH

Formula Minggu ke-

0 1 2 3 4

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

7,43 7,50 7,35 7,40 7,39 7,38 7,46 7,30 7,28 7,21 7,30 7,22 7,19 7,11 7,18 7,24 7,01 7,15 7,06 7,11 7,13 7,00 7,04 6,86 6,94

Gambar 3. Kurva Hubungan antara pH dengan Waktu Penyimpanan Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Viskositas (Cp)

Formula Minggu ke-

0 1 2 3 4

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3% 34600 43800 42400 46200 40100 36100 47400 44800 46800 44100 41400 49300 48300 47800 49200 47200 51200 50400 49800 52100 52200 51800 57200 53600 60700

Gambar 4. Kurva Hubungan antara Viskositas dengan Waktu Penyimpanan 0 20000 40000 60000 80000

0 1 2 3 4

v isko si tas (c p ) Minggu ke-

KN KP KrT 1 % KrT 2% KT 3 % 6,4 6,6 6,8 7 7,2 7,4 7,6

0 1 2 3 4

p H

Minggu ke-


(57)

2) Evaluasi Cycling Test

Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 siklus dan diamati terjadinya perubahan fisik dari sediaan krim pada sebelum cycling test

dan sesudah cycling test.

Tabel 11. Hasil Pemeriksaan Organoleptis

Formula Organoleptis

Sebelum cycling test Sesudah cycling test

KN Warna putih;

bau oleum rosae

Warna putih; bau oleum rosae

KP Warna putih;

bau oleum rosae

Warna putih; bau oleum rosae KrT 1 % Warna cokelat muda;

bau oleum rosae

Warna cokelat muda; bau oleum rosae KrT 2 % Warna cokelat muda;

bau oleum rosae

Warna cokelat muda; bau oleum rosae KrT 3 % Warna cokelat;

bau oleum rosae

Warna cokelat; bau oleum rosae

Keterangan: (KN) Kontrol negatif, (KP) Kontrol positif, (KrT 1%) Krim teh 1 %, (KrT 2 %) Krim teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.

Tabel 12. Hasil Pemeriksaan Homogenitas

Formula Homogenitas

Sebelum cycling test Sesudah cycling test

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen homogen

Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi

Formula Sentrifugasi

Sebelum cycling test Sesudah cycling test

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah


(58)

Tabel 14. Hasil Pemeriksaan pH

Formula pH

Sebelum cycling test Sesudah cycling test

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

7,30 7,52 7,28 7,33 7,41 7,24 7,47 7,16 7,21 7,23

Gambar 5. Kurva Hubungan antara pH dengan Stabilitas Penyimpanan Cycling Test.

Tabel 15. Hasil Pemeriksaan Viskositas

Formula Viskositas

Sebelum cycling test Sesudah cycling test KN

KP KT 1 % KT 2 % KT 3 %

36900 44200 36500 32500 33900 38100 45400 39200 34500 36600

Gambar 6. Kurva Hubungan antara Viskositas dengan Stabilitas Penyimpanan pada Cycling Test

6,8 7 7,2 7,4 7,6 sebelum sesudah pH Siklus

KN KP KrT 1 % KrT 2% KrT 3 %

0 10000 20000 30000 40000 50000 sebelum sesudah Vi sko si tas (c p ) Siklus


(59)

5.1.7 Uji fotostabilitas krim

Tabel 16. Hasil Pengukuran Perubahan Serapan Krim Sebelum dan Sesudah Beberapa Waktu Penyinaran dengan Sinar UV 366 nm. Formula Absorban rata-rata sebelum penyinaran * (0 menit)

Absorban rata-rata setelah penyinaran* 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit KN

KP 3 % KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

0,2522 1,9222 0,7514 0,7844 0,8443 0,2203 1,8272 0,6685 0,7026 0,7591 0,1937 1,7526 0,6202 0,6601 0,7029 0,1372 1,6845 0,5771 0,6066 0,6408 0,1267 1,5949 0,5015 0,5544 0,5941 * Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang maksimum 293,4 nm dengan tiga kali pengukuran

Keterangan: (KN) Kontrol negatif (krim tanpa ekstrak dan tanpa benzofenon-3), (KP) Kontrol positif (krim mengandung benzofenon-3), (KrT 1 %) Krim teh 1 %, (KrT 2 %) Krim teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.

Gambar 7. Kurva Hubungan antara Absorbansi dengan Lamanya Waktu Paparan Sinar UV 366 nm

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 30 60 90 120

A b sor b an si Waktu (menit)


(60)

5.1.8 Uji efektivitas krim

Tabel 17. Uji Efektivitas Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Data dapat dilihat pada lampiran 7)

Konsentrasi (ppm)

Ee Ep % Te % Tp Kategori Penilaian

Aktivitas 40 60 80 100 120 5,5424 4,2507 4,0064 3,7672 3,5195 2,6084 2,0116 1,6484 1,5653 1,5299 2,4829 1,9042 1,7948 1,6876 1,5766 3,7574 2,8977 2,3746 2,2548 2,2038 Proteksi ultra Proteksi ultra Proteksi ultra Proteksi ultra Proteksi ultra

Tabel 18. Uji Efektivitas Krim Tabir Surya

Formula Ee Ep % Te % Tp Kategori Penilaian

Aktivitas KP

KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

0,0877 1,5510 0,9187 0,7161 0,0589 0,8536 0,5383 0,3143 0,0392 0,6948 0,4115 0,3208 0,0848 1,1229 0,7754 0,4527 Sunblock eritema Sunblock eritema Sunblock eritema Sunblock eritema Keterangan:

% Te =

∑ ∑

% Tp =

∑ ∑

Ee = ∑ Ep = ∑

5.2 Pembahasan

Determinasi bahan dilakukan di Herbarium Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong-Bogor dan menunjukan bahwa tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku adalah daun teh (Camellia sinensis L.) yang termasuk dalam suku Camelliaceae (Theaceae) dengan marga Camellia.


(61)

Proses pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi dengan menggunakan etanol 70 % yang telah didestilasi sebelumnya. Penggunaan metode maserasi merupakan metode yang cukup efektif dalam mengekstraksi suatu simplisia, keuntungan menggunakan metode ini adalah dapat terhindar dari kerusakan senyawa aktif yang terkandung dalam suatu simplisia yang mungkin diakibatkan oleh faktor suhu. Akan tetapi dalam menggunakan metode ini ternyata masih banyak kekurangan di antaranya yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan pelarut yang cukup banyak.

Proses maserasi dilakukan sebanyak 5x24 jam dengan sesekali pengocokan dan penggunaan pelarut yang baru hingga tidak ada lagi senyawa yang terekstrak yang ditandai dengan warna pelarut yang jernih atau hampir tidak berwarna. Tujuan penggunaan pelarut etanol 70 % ini adalah untuk menarik senyawa metabolit sekunder dalam simplisia. Ekstrak cair yang telah diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan penguap vakum putar (rotavapor) pada suhu 40-50 °C sampai diperoleh ekstrak yang kental. Suhu 40-50 °C merupakan suhu optimum untuk bisa menguapkan pelarut etanol, karena jika kurang dari suhu tersebut dapat menjadikan proses evaporasi semakin lama, dan jika suhu yang digunakan lebih dari suhu tersebut dikhawatirkan akan terjadi bumping sehingga proses evaporasi tidak maksimal dan tidak efektif. Dari hasil proses ekstraksi yang dilakukan diperoleh ekstrak kental etanol yang berwarna hitam sebesar 164 gram dengan randemen 32,8 % dari berat kering simplisia teh hitam (Camellia sinensis L.)


(62)

Pada penelitian sebelumnya telah terbukti bahwa ekstrak air teh hitam yang dibuat sediaan gel dapat berpotensi sebagai tabir surya (Turkoglu. Cigirgil, 2007). Karena dalam penelitian ini sediaan tabir surya dibuat dalam bentuk sediaan krim yang menggunakan air lebih sedikit maka ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol 70 % teh hitam. Krim merupakan sediaan yang memiliki keuntungan berupa nilai estetikanya yang cukup tinggi dan tingkat kenyamanan dalam penggunaannya yang cukup baik. Di samping itu, sediaan krim ini merupakan sediaan yang mudah dicuci, bersifat tidak lengket, memberikan efek melembabkan kulit, serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik (Ansel, 1989).

Formula krim yang dibuat dibedakan berdasarkan variasi konsentrasi ekstrak yang digunakan yang terbagi dalam tiga konsentrasi yaitu 1 %, 2 %, dan 3 %. Konsentrasi ekstrak yang digunakan ini diambil berdasarkan konsentrasi yang digunakan dalam penentuan panjang gelombang maksimum ekstrak. Formula krim juga dibuat tanpa menggunakan ekstrak sebagai kontrol negatif dan menggunakan benzofenon-3 3 % sebagai kontrol positif. Pembuatan formula kontrol negatif untuk melihat perbedaan antara formula krim yang menggunakan ekstrak dan tidak. Sedangkan pembuatan formula kontrol positif untuk melihat perbedaan efektivitasnya sebagai tabir surya yang dibandingkan dengan yang menggunakan ekstrak dalam formula krim ini.

Evaluasi stabilitas fisik sediaan krim dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 metode uji. Pertama, menggunakan evaluasi krim berdasarkan uji stabilitas penyimpanan pada suhu ruang (28±2 °C) selama 4 minggu.


(63)

Kedua, evaluasi krim berdasarkan metode uji dipercepat (Cycling test).

Cycling test merupakan simulasi perjalanan suatu sediaan farmasi pada saat di distribusikan, di mana sediaan akan berada pada suatu tempat yang berbeda, dan tempat tersebut dapat memiliki kondisi/suhu yang berbeda (Sarfaraz, 2004).

Dari hasil pemeriksaan organoleptis dan sentrifugasi baik pada uji stabilitas penyimpanan suhu ruang (28±2 °C) maupun pada uji cycling test, kelima formula (KN, KP, KT 1 %, KT 2 % dan KT 3 %) krim tidak mengalami perubahan warna, bau, dan homogenitas. Hal tersebut menunjukan bahwa kelima formula krim memiliki penampilan yang baik dan memiliki kestabilan yang baik pula.

Uji derajat keasaman atau kebasaan (pH) merupakan parameter fisikokimia yang harus dilakukan pada pengujian sediaan topikal (dermal), karena pH sediaan dapat mempengaruhi efektivitas, stabilitas, dan kenyamanan penggunaan sediaan pada kulit. Apabila sediaan bersifat basa (tidak masuk dalam rentang pH kulit 4,5-6,5) akan mengakibatkan kulit terasa licin, cepat kering, dan dikhawatirkan akan mempengaruhi elastisitas kulit, namun apabila sediaan bersifat asam dengan rentang pH di bawah rentang pH kulit akan mengakibatkan kulit mudah teriritasi (Iswari, 2007). Dari hasil pengamatan pH baik pada uji stabilitas penyimpanan suhu ruang maupun pada uji cycling test menunjukkan nilai pH yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh salah satu basis krim yang memiliki nilai pH lebih tinggi. Salah satu basis krim tersebut adalah trietanolamin (TEA) yang memiliki gugus amin yang bersifat basa, dan tidak dipengaruhi oleh ekstrak etanol


(1)

Selain itu katekin memiliki fungsi untuk menghambat aktivitas lipolisis dari lipase gastrik

dan lipase pankreas sehingga pencernaan lemak dihambat, dan tidak dapat diserap oleh usus

halus, sehingga zat tersebut dikeluarkan bersama feses (Anonim, 2009).


(2)

(3)

Flavonol pada teh meliputi mono, di, dan triglokosid yang terdiri dari glikon, kaemferol,

kuersetin, dan mirisertin (Soraya, Noni.2007). Flavonoid mempunyai sifat sebagai antioksidan

sehingga dapat melindungi kerusakan sel-sel pankreas dari radikal bebas (Agrawal).


(4)

(5)

Theaflavin adalah senyawa yang mampu melawan penyakit degeneratif. Theaflavin berfungsi

sebagai antioksidan, antikanker, antimutagenik, antidiabetes, dan anti penyakit lainya

(Soraya, Noni.2007). Theaflavin merupakan antioksidan alami yang sangat potensial. Selain itu,

jumlah senyawa theaflavin dalam teh hitam cukup berarti (Soraya, Noni.2007). Theaflavin


(6)

merupakan hasil oksidasi katekin akibat proses oksimatis pada pengolahan teh hitam.  Dengan

kata lain, theaflavin hanya terdapat dalam teh hitam atau teh yang telah mengalami oksimatis.

Kekuatan theaflavin setara dengan katekin, bahkan beberapa publikasi terkini menyatakan bahwa