PERCEPATAN PENGEMBANGAN DURIAN UNGGUL (Durio zibethinus Murr. cv. Selat) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN: PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI KALUS DARI EKSPLAN DAUN MUDA - Repository Unja

  Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Right Reserved © 2013, Indonesia: Pontianak

  Tim Penyunting Pelaksana: Supriyanto, SP, M.Sc.

  M. Pramulya, SP, M.Si.

  Desain Sampul: Cici Kasdiran Cetakan pertama: Maret 2013 Penerbit: TOP Indonesia

  Alamat: Jalan Purnama Agung VII Pondok Agung Permata Y35, Pontianak Kalimantan Barat Emai

ISBN 978-602-17664-1-5

  

Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku

Tanpa seizin tertulis dari penerbit

Sanksi Pelanggaran Pasal 72:

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal

  

49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan atau denda paling

sedikit Rp 1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau

barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah)

  

DAFTAR ISI

SAMBUTAN DEKAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v AGRIBISNIS

  PENGARUH MODEL PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI BERKELANJUTAN Dr. Ir. Suandi, M.Si.

  3 MODEL STRUKTURAL SISTEM PENGENDALI PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI BERKELANJUTAN: KASUS PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI Safrial Hafids

  15 KEARIFAN LOKAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN PERLINDUNGAN PANGAN PETANI (Desa Baru Pangkalan Jambu Kec. Pangkalan Jambu, Kab. Merangin, Provini Jambi) Rosyani, Elwamendri dan Dewi Sri Nurchaini

  39 DAMPAK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN WILAYAH DESA (PDRB) DI PROVINSI JAMBI (Smallholders Oil Palm Estate Impact against Village Gross Regional Domestik Product (GRDP) in Jambi Province) Ir. Armen Mara, M.Si. dan Ir. Yanuar Fitri, M.Si.

  51 PERANAN PERKEBUNAN BESAR KELAPA SAWIT DALAM PENINGKATAN EKONOMI DESA DI PROVINSI JAMBI (The Role of Oil Palm Large Estates in Rural Economic Improvement in Jambi Province) Ir. Armen Mara, M.Si., Ir. Yanuar Fitri, M.Si. dan Fuad Mukhlis, S.P., M.Si.

  63 PERANAN PENYULUHAN PERTANIAN PADA PETANI PADI DI KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI Kausar

  77 PERSILANGAN DIALEL Dwi Wahyuni Ganefianti, SriHendrastuti Hidayat, Muhamad Syukur, Hermansyah dan Ardhan Adriansyah

  405 KARAKTERISASI PLANTLET ANGGREK SPATHOGLOTTIS PLICATA BLUME. HASIL IRADIASI SINAR GAMMA Atra Romeida, Surjono Hadi Sutjahyo, Agus Purwito, Dewi Sukma dan Rustikawati

  417 PERAKITAN VARIETAS KEDELAI BERPOTENSI TINGGI DAN EFISIEN PUPUK FOSFOR (P) Dewi Suryati, Ali Munawar, Dwi Wahyuni Ganefianti, Alnopri, Riwandi, M. Chozin, Hasanudin dan Dwinardi Apriyanto

  425 RESPON BEBERAPA GALUR RUMPUT PALISADE (BRACHIARIA

BRIZANTHA (A.RICH.) STAPF.) INTRODUKSI TERHADAP BERBAGAI

  TAKARAN PUPUK NITROGEN DI LAHAN KERING Yakup dan karnadi Gozali

  433 PERCEPATAN PENGEMBANGAN DURIAN UNGGUL (DURIO

ZIBETHINUS MURR. C.V. SELAT) MELALUI TEKNIK KULTUR

  JARINGAN: PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI KALUS DARI EKSPLAN DAUN MUDA Zulkarnain, Neliyati dan Lizawati

  441 SELEKSI MUTAN PERTAMA (M1) AKSESI BERAS MERAH LOKAL BANGKA DENGAN PERLAKUAN DOSIS RADIASI SINAR GAMMA 200 GRAY Mustikarini E.D., Zasari M. dan Kartika

  457 SELEKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA TANAH SALIN Rosmayati, Nini Rahmawati dan Isman Nuriadi

  467 RESPON GENETIK BEBERAPA GALUR INBRED JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN YANG DIINDUKSI OLEH PEG PADA FASE PERKECAMBAHAN (Genetic Response of Maize Inbred Lines to Drought Stress Induced by PEG on Germination Stage) P.K. Dewi Hayati dan Dini Hervani

  475 PENGARUH MUTASI FISIK MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN BUNGA MATAHARI (HELIANTHUS ANNUS L.) (Physical Mutation with Irradiation Gamma Ray Influence on Sunflower (Helianthus annuus L.) Performance M.Haikal Catur Saputra, Juang Gema Kartika dan Syarifah Iis Aisyah 483

  IDENTIFIKASI MORFOLOGI BUAH SALAK SUMATRA UTARA (SALACCA SUMATRANA BECC.) DI BEBERAPA DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN Eva Sartini Bayu, Luthfi A.M. Siregar, Yusuf Husni dan Hilda Mei Yeni Harahap

  497 FERMENTASI SILASE LIMBAH IKAN GABUS DENGAN MENGGUNAKAN METODE KIMIAWI DAN MIKROBIOLOGI Siti Hanggita R.J. dan Rodiana Nopianti

  775 PENINGKATAN ASAM AMINO ONGGOK MELALUI FERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN Wiwaha Anas Sumaja

  785 EVALUASI TATA RUANG (RDTRK) BERDASARKAN PETA DAERAH BAHAYA DAN RESIKO BANJIR KOTA SINTANG (Land Use Planned Evaluation (RDTRK) on Sintang City Area Using Flood Hazard and Risk Analysis, West Borneo) M. Pramulya

  793 EVALUASI KEBUTUHAN LISIN PADA AYAM BROILER (1-21 HARI) BERDASARKAN TEKNIK SUPLEMENTASI Samadi

  805 KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DI SEMPADAN SUNGAI DAN KEBUN KELAPA SAWIT DI DESA BULUH CINA, KAMPAR Defri Yoza, Yossi Oktorini dan Tuti Arlita

  815 PENANGGULANGAN LIMBAH KELAPA SAWIT MELALUI PEMAN- FAATN PELEPAH SAWIT SEBAGAI PAKAN BERKUALITAS UNTUK PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI R.A. Muthalib, Afreni Hamidah dan Endri Musnandar 825 LIFE CYCLE ANALYSIS (LCA) TANAMAN SAGU SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN: ANALISIS ENERGI PADA PROSES EKSTRAKSI TEPUNG SAGU DI MASYARAKAT Kalimantan BARAT Sholahuddin

  835 PENGGUNAAN TAHI MINYAK SEBAGAI PENGGANTI JAGUNG DALAM RANSUM AYAM PEDAGING Zubaidah dan Noferdiman

  843 SIFAT FISIKO-KIMIA PAKN PELLET BERBASIS PELEPAH SAWIT (Physico-Chemical Characteristics of Pelletized Feed Containing of Oil Palm Fronds) Yatno, J. Andayani, Nelson, T. Kaswari and B. Rosadi 851 TEPUNG CACING TUBIFEX SEBAGAI ATRAKTAN UNTUK DOMESTIKASI IKAN SEMAH TERHADAP PAKAN BUATAN Hendry Yanto

  861

  

PERCEPATAN PENGEMBANGAN DURIAN UNGGUL (Durio zibethinus Murr. cv.

  

Selat) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN: PENGARUH ZAT PENGATUR

TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI KALUS DARI EKSPLAN DAUN MUDA

Zulkarnain, Neliyati dan Lizawati

  Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi Email

  

ABSTRAK

  Durian Selat merupakan salah satu Buah Unggul Tropika yang memiliki bernilai ekonomi tinggi karena memiliki cita rasa manis dan tekstur daging buah halus tidak berserat dengan aroma tidak terlampau tajam. Hingga saat ini pengembangan durian Selat masih mengandalkan bibit yang berasal dari biji atau hasil penyetekan dan penyambungan. Metoda perbanyakan demikian memiliki keterbatasan dalam hal jumlah bahan induk dan juga jumlah progeni yang dihasilkan, di samping karakter anak yang belum tentu sama dengan induknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, upaya yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan teknik kultur jaringan tanaman yang telah banyak digunakan untuk pengadaan bibit berbagai tanaman, dan telah terbukti sangat menguntungkan secara ekonomis. Sehubungan dengan itu, penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan satu paket teknologi yang efisien dalam menghasilkan bibit durian Selat secara massal, cepat dan seragam. Penelitian ini terdiri atas 2 tahap percobaan, yaitu induksi proliferasi kalus dan induksi sifat-sifat embriogenik dari kalus yang diproliferasikan. Pada tahap induksi kalus dilakukan uji terhadap sumber eksplan, yaitu daun muda dan tangkai daun yang dikulturkan pada medium WPM dengan berbagai konsentrasi Pikoram + BAP dan 2,4-D + TDZ. Dari percobaan ini diperoleh jenis eksplan yang responsif dan kombinasi zat pengatur tumbuh yang efektif untuk induksi kalus. Kalus yang terbentuk selanjutnya disubkulturkan pada medium dengan komposisi zat pengatur yang sama namun dilengkapi dengan berbagai konsentrasi asam amino untuk menginduksi munculnya sifat-sifat embriogenik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) proliferasi kalus dipengaruhi oleh macam dan takaran serta kombinasi auksin dan sitokinin yang diberikan ke

  • 1 -1

  dalam medium kultur, 2) Pikloram 3,0 mgL tanpa BAP dan 2,4-D 4,0 mgL + TDZ 1,0

  • 1

  mgL mampu mendorong terjadinya proliferasi kalus pada eksplan yang dikulturkan, dan 3) kalus yang diregenerasikan memperlihatkan karakteristik yang sama, namun ciri-ciri embriogenik belum terlihat meskipun diperkirakan sudah ada tanda-tanda yang mengarah pada sifat-sifat embriogenik.

  Kata-kata kunci: kultur jaringan, kultur in vitro, mikropropagasi, hormon tanaman, auksin, sitokinin, tanaman buah-buahan.

  

PENDAHULUAN

  Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman tropis berasal dari Asia Tenggara, telah menyebar dari Sri Langka, India sampai ke Papua New Guinea. Di Indonesia dan Malaysia durian umumnya ditanam di pekarangan, sedangkan di Thailand durian merupakan komoditas komersial yang telah dikelola secara agribisnis dalam bentuk perkebunan yang dipelihara secara intensif.

  Saat ini permintaan dan harga durian tergolong tinggi, hal ini memberi jaminan bahwa durian yang masyarakat sering menyebutnya ”Raja Buah-Buahan” bisa memberikan keuntungan yang cukup menjanjikan. Volume permintaan yang tinggi akan durian sering tidak terpenuhi karena masih sedikitnya sentra penanaman durian di Indonesia, sehingga prospek pengembangan durian sangat cerah.

  Salah satu jenis durian yang telah dilepas sebagai varietas Nasional oleh Menteri Pertanian pada tahun 2005 adalah Durian Selat yang berasal dari Provinsi Jambi. Durian Selat memiliki aroma, cita rasa dan tekstur daging buah khas, yang tidak kalah dengan varietas durian import. Oleh karena itu Provinsi Jambi telah memberikan perhatian yang serius bagi pengembangan Durian Selat.

  Perbanyakan durian Selat saat ini dilakukan secara generatif menggunakan biji atau secara vegetatif menggunakan sambung pucuk. Metoda ini terkendala oleh terbatasnya jumlah pohon induk yang dapat dijadikan sebagai sumber setek. Di samping itu, jumlah tanaman yang diregenerasikan juga sangat terbatas, yakni satu sambungan hanya menghasilkan satu tanaman anak , sehingga menjadikan metoda perbanyakan ini tidak ekonomis untuk skala komersial. Bahkan, perbanyakan vegetatif dapat menurunkan produksi sebagai akibat akumulasi infeksi berbagai cendawan, bakteri dan virus dari generasi ke generasi . Sebagai akibatnya adalah jumlah propagula yang dihasilkan juga sangat terbatas dengan kesehatan yang kurang terjamin, sehingga perbanyakan tanaman dengan cara setek tidak dapat diandalkan untuk memperbanyak tanaman durian dalam skala industri.

  Untuk mengatasi masalah tersebut dapat ditempuh melalui aplikasi kultur jaringan. Menurut Taji et al. kultur jaringan merupakan alternatif penyediaan bibit dalam skala besar, seragam, cepat dan bebas penyakit. Perbanyakan melalui teknik kultur jaringan dapat dilakukan melalui organogenesis dan embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik merupakan suatu proses di mana sel somatik (baik haploid maupun diploid) berkembang membentuk tumbuhan baru melalui tahap perkembangan embrio yang spesifik tanpa melalui fusi gamet. Istilah embrio somatik pertama kali digunakan oleh Tolkin pada tahun 1964 yang menggambarkan pembentukan organisme dari suatu sel atau kumpulan sel somatik. Embrio somatik dapat dicirikan dari strukturnya yang bipolar, yaitu mempunyai dua calon meristem, yaitu meristem akar dan meristem tunas. Dengan memiliki struktur tersebut maka perbanyakan melalui embriosomatik lebih menguntungkan daripada pembentukan tunas adventif yang unipolar. Di samping strukturnya, tahap perkembangan embrio somatik menyerupai embrio zigotik. Secara spesifik tahap perkembangan tersebut dimulai dari fase globular, fase hati, fase torpedo, dan planlet .

  Induksi embriogenesis somatik banyak mendapat perhatian karena jumlah propagula yang dihasilkan tidak terbatas dan dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat. Di samping itu, untuk mendukung program pemuliaan tanaman melalui rekayasa genetika, penggunaan embrio somatik dapat mempercepat keberhasilan dengan peluang transformasi yang lebih tinggi karena embrio somatik dapat berasal dari satu sel somatik. Untuk penyimpanan jangka pendek maupun jangka panjang, embrio somatik dianggap merupakan bahan tanaman yang ideal karena bila diregenerasikan dapat membentuk bibit somatik.

  Embrio somatik dapat terbentuk melalui dua jalur, yaitu secara langsung maupun tidak langsung (melewati fase kalus). Keberhasilan akan tercapai apabila kalus atau sel yang digunakan bersifat embriogenik yang dicirikan oleh sel yang berukuran kecil, sitoplasma padat, inti besar, vakuola kecil-kecil dan mengandung butir pati. Embrio somatik dapat dihasilkan dalam jumlah besar dari kultur kalus, namun untuk tujuan perbanyakan dalam skala besar, jumlahnya kadang-kadang dapat lebih ditingkatkan melalui inisisasi sel embrionik dari kultur suspensi yang berasal dari kalus primer.

  Penelitian embryogenesis somatik telah banyak dilakukaan pada tanaman budidaya seperti bawang putih , peach melaporkan pembentukan kalus embriogenik pada eksplan daun Caladium hibrida yang dikulturkan pada

  • 1 -1 -1 medium MS yang mengandung 30 gL sukrosa dan 10 gL bacto agar + 1 mgL 2,4-D.

  Embriogenesis somatik telah pula berhasil diinduksi pada tanaman Alstroemeria

  Bauhinia variegata dan

. Embriogenesis somatik telah pula dilaporkan pada tanaman kopi, namun

  tingkat keberhasilannya relatif rendah dan masih mengalami kesulitan dalam meregenerasikan menjadi planlet .

  Usaha perbanyakan durian melalui kultur jaringan belum banyak dilaporkan. Hasil penelitian Suharti menunjukkan bahwa kalus terinduksi pada eksplan yang di tumbuhkan pada medium MS yang diberi perlakuan 2,4-D dan BAP dengan perbandingan 1:10. Kalus bewarna putih, friable, cepat membesar hingga delapan minggu setelah penanaman ukurannya telah mencapai 6 kali ukuran awal, namun sub kultur pada medium MS yang mengandung BAP tinggi yaitu hingga 5 ppm belum ada respons dari kalus untuk terdiferensiasi menjadi organ. Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang induksi embryogenesis somatik tanaman durian dalam rangka mengatasi masalah ketersedian bibit durian baik lokal maupun nasional.

  Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk merakit satu paket teknologi (protokol) perbanyakan bibit tanaman durian kultivar Selat secara massal, cepat dan seragam serta berkesinambungan. Sementara tujuan penelitian secara spesifik adalah: 1) mendapatkan waktu inisiasi pembentukan kalus yang paling cepat, 2) mendapatkan jumlah kalus embriogenik tertinggi, 3) mendapatkan waktu inisiasi pembentukan embrio somatik yang paling cepat, dan 4) jumlah embrio somatik tertinggi.

  

METODE PENELITIAN

Perlakuan dan rancangan

  Penelitian ini terdiri atas dua seri percobaan yang dilakukan secara paralel sebagai berikut:

  Percobaan Seri 1: Pengujian zat pengatur tumbuh Pikloram + BAP

  • 1

  Percobaan ini terdiri atas 2 faktor, yaitu Pikloram (1,0; 2,0 ; 3,0 ; 4,0; 5,0 mgL ) yang

  • 1

  dikombinasikan dengan BAP (0 ; 0,5 ; 1,0 mgL ). Dari ke dua faktor tersebut diperoleh 15 kombinasi perlakuan, di mana setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali dan setiap ulangan terdiri atas 4 botol dan setiap botol terdapat 1 eksplan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial.

  Percobaan Seri 2: Pengujian zat pengatur tumbuh 2,4-D + TDZ

  • 1

  Percobaan ini terdiri atas 2 faktor, yaitu 2,4-D (0,0; 0,5 ; 1,0 ; 2,0; 3,0; 4,0 mgL ) yang

  • 1

  dikombinasikan dengan TDZ (0 ; 0,5 ; 1,0 mgL ). Dari ke dua faktor tersebut diperoleh 15 kombinasi perlakuan, di mana setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali dan setiap ulangan terdiri atas 4 botol dan setiap botol terdapat 1 eksplan. Sama seperti percobaan Seri 1, percobaan ini juga menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial.

  Kultur dari kedua seri percobaan tersebut dipelihara dalam ruangan gelap dengan suhu

  o

  25 ± 1 C selama satu minggu, selanjutnya diinkubasi dengan pencahayaan 1000 lux penyinaran 16 jam per hari. Pengamatan dilakukan setelah kultur berumur 1 minggu sampai 12 minggu. Peubah yang diamati adalah jumlah eksplan yang membentuk kalus, rentang waktu terbentuknya kalus (dari sejak inisiasi kultur), karakteristik kalus (warna dan struktur), yang terbentuk dari masing-masing eksplan dan persentase kalus embriogenik yang terbentuk dari semua kalus. Untuk melihat kalus sifat-sifat embriogenik dari kalus dilakukan pengamatan mikroskopik.

  Data kuantitatif yang diperoleh disajikan dan dianalisis dengan cara pengurutan nilai tengah . Sementara itu untuk parameter yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, dilakukan pengamatan secara kualitatif dan analisis dilakukan secara deskriptif. Di samping diuji secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, hasil pengamatan yang berupa data kualitatif disajikan dalam bentuk visual berupa gambar/foto.

  Pelaksanaan Percobaan

  • Persiapan eksplan Bahan tanaman yang digunakan untuk eksplan adalah durian (Durio zibethinus Murr.

  cv. Selat) diperoleh dari pohon induk tunggal (PIT) milik petani yang berada di Desa Selat, Kabupaten Muaro Jambi. Eksplan yang diambil adalah daun muda dan tangkai daun muda. Eksplan disterilkan dengan mencuci pada air mengalir, selanjutnya direndam dalam larutan

  • 1

  anti bakteri (Agrept) dan anti jamur (Benlate) dengan konsentasi 2 g 100 mL air selama 30 menit, lalu dibilas tiga kali dan dilanjutkan sterilisasi bertingkat dalam larutan NaOCl 1,575% selama 30 menit, NaOCl 1,05% selama 10 menit dan NaOCl 0,52 % selama 5 menit. Selanjutnya eksplan dicuci dengan air steril sampai bersih, lalu bagian pelukaan dipotong dalam air steril untuk selanjutnya siap dijadikan sebagai eksplan dan ditanam pada masing- masing perlakuan.

  • Persiapan media perlakuan

  Medium yang digunakan adalah medium dengan komposisi WPM yang dilengkapi dengan vitamin dan sukrosa. Masing-masing dari larutan stok WPM dimasukkan ke dalam gelas piala berisi lebih-kurang 200 mL air suling dan aduk secara konstan. Selanjutnya ditambahkan zat pengatur tumbuh Pikloram + BAP dan 2,4-D + TDZ dengan konsentrasi sesuai perlakuan. Sukrosa ditambahkan sebanyak 30 g, dan volume larutan dijadikan 1 L dengan penambahan air suling. Kemasaman medium ditetapkan 5,8

   0,02 dengan menambahkan NaOH 1 M atau HCl 0,5 M. Untuk membuat medium padat digunakan Bacto agar sebanyak 8 g, yang dilarutkan dengan pemanasan sebelum medium tersebut dibagi-bagi ke dalam botol kultur dan selanjutnya media disterilkan dengan otoklaf

  • 1 o pada tekanan 1,1 kg cm (103 kPa) pada suhu 121 C selama 20 menit.

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

  Hasil pengujian awal terhadap berbagai sumber eksplan menunjukkan bahwa eksplan yang bersumber dari potongan helai daun muda memperlihatkan respon yang lebih baik dibandingkan dengan eksplan yang berasal dari tangkai daun. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan potongan helai daun muda sebagai sumber eksplan.

  Pengaruh Pikloram + BAP terhadap perkembangan eksplan

  Eksplan berupa potongan daun muda tanaman durian cv. Selat yang dikulturkan pada medium WPM yang dilengkapi dengan berbagai tingkat konsentrasi Pikloram + BAP umumnya memperlihatkan adanya respon perkembangan yang ditandai oleh kondisinya yang tetap segar, baik disertai maupun tanpa pembentukan kalus, sampai dengan akhir masa penelitian. Persentase eksplan yang memperlihatkan respon selanjutnya disajikan pada Gambar 1.

  Gambar 1. Pengaruh pemberian Pikloram + BAP terhadap rata-rata persentase eksplan yang memperlihatkan respon perkembangan.

  Dari Gambar 1 terungkap bahwa, baik konsentrasi Pikloram maupun BAP secara sendiri-sendiri memperlihatkan pengaruh yang berkorelasi erat dengan tingkat persentase eksplan yang memberikan respon perkembangan. Terungkap dari penelitian ini, bahwa semakin tinggi konsentrasi Pikloram maupun BAP yang diberikan, maka persentase eksplan yang memberikan respon perkembangan juga semakin meningkat.

  Pengaruh Pikloram + BAP terhadap jumlah eksplan yang membentuk kalus

  Eksplan yang hidup terus berkembang meregenerasikan kalus yang semakin hari semakin bertambah banyak. Namun demikian tidak semua eksplan yang hidup mampu meregenerasikan kalus. Sebagian di antaranya tidak memperlihatkan perkembangan lebih lanjut, sedangkan sebagian lagi meregenerasikan kalus setelah berumur 4 minggu setelah tanam. Rata-rata persentase eksplan yang membentuk kalus disajikan pada Gambar 2.

  Gambar 2. Pengaruh pemberian Pikloram + BAP terhadap persentase eksplan yang membentuk kalus.

  Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa, Pikloram yang diberikan pada medium mampu

  • 1

  meningkatkan pembentukan kalus hanya sampai pada konsentrasi 3,0 mgL (16,67%),

  • 1

  sedangkan pada tingkat konsentrasi di atas 3,0 mgL pemberian Pikloram dapat menghambat pembentukan kalus. Berbeda dengan Pikloram, kehadiran BAP di dalam medium kultur justru dapat menekan pembentukan kalus, di mana persentase eksplan yang membentuk kalus semakin sedikit seiring dengan meningkatnya konsentrasi BAP.

  Pengaruh Pikloram + BAP terhadap kecepatan pembentukan kalus

  Dari 15 kombinasi perlakuan yang diuji, tidak semuanya meregenerasikan kalus meskipun seluruh eksplan yang dikulturkan memperlihatkan adanya respon terhadap perlakuan yang diuji. Kalus sudah mulai terlihat berproliferasi pada permukaan eksplan setelah 34 - 43 hari inisiasi kultur. Rata-rata kecepatan pembentukan kalus pada eksplan yang dikulturkan pada medium WPM yang dilengkapi dengan berbagai tingkat konsentrasi Pikloram + BAP disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pengaruh pemberian Pikloram + BAP terhadap kecepatan pembentukan kalus (hari setelah tanam).

  Dari Gambar 3 di atas terungkap bahwa, dengan hadirnya Pikloram di dalam medium kultur proliferasi kalus tercepat ditunjukkan oleh perlakuan Pikoloram dengan konsentrasi 4,0

  • 1

  mgL , yakni rata-rata 35,50 hari setelah inisiasi. Sementara itu pada perlakuan BAP

  • 1

  proliferasi kalus tercepat diperoleh pada perlakuan BAP konsentrasi 0,5 mgL , yakni rata-rata 35,83 hari setelah inisiasi kultur.

  Pengaruh Pikloram + BAP terhadap karakteristik kalus

  Kalus yang berproliferasi dari permukaan eksplan secara umum memperlihatkan karakteristik yang sama, yaitu berwarna putih kekuningan hingga kuning kecoklatan, dengan struktur yang didominasi oleh struktur yang remah. Selengkapnya karakteristik kalus yang diregenerasikan disajikan pada Tabel 1.

  Tabel 1. Pengaruh pemberian Pikloram + BAP terhadap warna dan struktur kalus yang diproliferasikan. -1
  • -1 BAP (mgL ) Pikloram (mgL ) 0,0 0,5 1,0 putih kekuningan dan putih kekuningan dan
    • 1,0

      remah kompak

    • 2,0 putih dan remah - putih, kekuningan, hijau putih, kekuningan,
    • >3,0 kecoklatan dan remah kecoklatan dan remah 4,0 putih dan remah putih dan remah putih dan remah putih kekuningan dan 5,0
    • remah serta kompak

      Pengaruh 2,4-D + TDZ terhadap perkembangan eksplan

      Sama halnya dengan perlakuan Pikloram + BAP, eksplan yang dikulturkan pada medium dengan berbagai konsentrasi 2,4-D + TDZ juga memperlihatkan respon perkembangan, baik disertai maupun tanpa pembentukan kalus. Persentase eksplan yang memperlihatkan respon selanjutnya disajikan (Gambar 4).

      Gambar 4. Pengaruh pemberian 2,4-D + TDZ terhadap persentase eksplan yang memperlihatkan respon perkembangan.

      Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa, baik 2,4-D maupun BAP keduanya memperlihatkan pengaruh terhadap perkembangan kultur. Namun demikian pemberian 2,4-D yang dapat meningkatkan persentase eksplan yang memberikan respon terhadap perlakuan

    • 1

      hanya sampai tingkat konsentrasi 3,0 mgL . Sementara itu, pemberian TDZ tidak berpengaruh terhadap perkembangan kultur, bahkan cenderung menghambat perkembangan kultur.

      Pengaruh 2,4-D + TDZ terhadap jumlah eksplan yang membentuk kalus

      Sama halnya pada perlakuan Pikloram + BAP, tidak semua eksplan yang dikulturkan pada medium dengan 2,4-D + TDZ mampu meregenerasikan kalus. Sebagian di antaranya tidak memperlihatkan perkembangan lebih lanjut, sedangkan sebagian lagi meregenerasikan kalus dengan karakteristik yang hampir sama antar perlakuan. Rata-rata persentase eksplan yang membentuk kalus disajikan pada Gambar 5.

      Sementara itu pada faktor 2,4-D terungkap persentase eksplan yang berkalus meningkat

    • 1

      pada pemberian 2,4-D sebanyak 3,0 mgL , namun tidak ada peningkatan yang berarti pada

    • 1

      konsentrasi lebih dari 3,0 mgL . Sedangkan pada faktor TDZ, peningkatan persentase eksplan

    • 1

      berkalus terjadi pada pemberian TDZ 0,5 mgL , namun tidak ada peningkatan pada

    • 1 pemberian lebih dari 0,5 mgL .

      Gambar 5. Pengaruh pemberian 2,4-D + TDZ terhadap persentase eksplan yang membentuk kalus.

      Pengaruh 2,4-D + TDZ terhadap kecepatan pembentukan kalus

      Dari 15 kombinasi perlakuan yang diuji, tidak semuanya meregenerasikan kalus meskipun seluruh eksplan yang dikulturkan memperlihatkan adanya respon terhadap perlakuan yang dicobakan. Kalus sudah mulai terlihat berproliferasi pada permukaan eksplan setelah 10 hari inisiasi kultur. Rata-rata kecepatan pembentukan kalus pada eksplan yang dikulturkan pada medium WPM yang dilengkapi dengan berbagai tingkat konsentrasi 2,4-D + TDZ disajikan pada Gambar 6.

      Gambar 6. Pengaruh pemberian 2,4-D + TDZ terhadap rata-rata kecepatan pembentukan kalus (hari setelah tanam).

      Pada faktor tunggal 2,4-D terungkap bahwa, proliferasi kalus tercepat ditunjukkan oleh

    • 1

      perlakuan konsentrasi 2,0 mgL , yakni rata-rata 10,00 hari setelah inisiasi. Sementara itu

    • 1

      pada perlakuan TDZ proliferasi kalus tercepat diperoleh pada konsentrasi 0,5 mgL , yakni rata-rata 19,33 hari setelah inisiasi kultur.

      Pengaruh 2,4-D + TDZ terhadap karakteristik kalus

      Sepertihalnya pada pengujian Pikloram + BAP, kalus yang berproliferasi pada permukaan eksplan yang dikulturkan pada medium yang dilengkapi dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D + TDZ juga memperlihatkan karakteristik yang relatif sama, yaitu berwarna putih kekuningan hingga kuning kecoklatan, dengan struktur yang didominasi oleh struktur yang remah. Selengkapnya karakteristik kalus yang diregenerasikan pada eksplan daun muda durian yang dikulturkan pada masing-masing perlakuan yang diuji disajikan pada Tabel 2.

      Tabel 2. Pengaruh pemberian 2,4-D + TDZ terhadap warna dan struktur kalus yang diproliferasikan.

    • 1

      TDZ (mgL )

    • 1

      2,4-D (mgL ) 0,0 0,5 1,0

      1,0

    • Kuning kecoklatan dan

      2,0

    • remah putih kekuningan dan kuning kecoklatan dan putih kekuningan dan

      3,0 remah remah hingga kompak remah kekuningan dan

    • 4,0
    • kompak putih kekuningan dan putih kekuningan dan putih kekuningan dan

      5,0 remah hingga kompak remah hingga kompak remah hingga kompak

      Pembahasan

      Respon eksplan yang dikulturkan dalam sistem in vitro tidak selalu sama dan sangat ditentukan oleh tipe eksplan, kondisi lingkungan kultur, komposisi medium, dan kehadiran zat pengatur tumbuh - terutam auksin dan sitokinin - di dalam medium kultur. Kombinasi dari dua atau lebih faktor tersebut seringkali menjadi faktor kritis dan sangat dibutuhkan untuk menginduksi dan meningkatkan respon jaringan yang dikulturkan. Menurut

      Laslo and Vicaș bahwa penambahan zat pengatur tumbuh eksogen ke dalam medium dapat mempengaruhi kinerja zat pengatur tumbuh endogen yang ada di dalam jaringan eksplan. Oleh karenanya jenis dan takaran zat pengatur tumbuh yang diberikan pada medium sangat penting untuk diperhatikan guna menginduksi perkembangan eksplan ke arah yang dikehendaki.

      Salah satu bentuk perkembangan eksplan yang seringkali dijumpai di dalam sistem kultur in vitro adalah terjadinya proliferasi kalus dari permukaan eksplan yang dikulturkan. Gamborg dan Shyluk menyatakan bahwa regenerasi kalus pada kultur in vitro adalah konsekuensi dari perkembangan acak dan tidak merata dari sel-sel yang yang belum terspesialisasi dan hilangnya struktur dari sel-sel yang terorganisasi. Pada percobaan ini, persentase eksplan yang membentuk kalus lebih tinggi bilamana eksplan tersebut dikulturkan

    • 1

      pada medium yang dilengkapi dengan Pikloram 2,0 mg L tanpa BAP (37,50% eksplan membentuk kalus). Sementara itu pada perlakuan 2,4-D + TDZ persentase eksplan yang

    • 1

      membentuk kalus tertinggi diperoleh pada perlakuan 2,4-D 4 5,0 mg L tanpa BAP. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran Pikloram maupun 2,4-D di dalam medium kultur sangat penting guna menstimulir proliferasi kalus pada eksplan yang dikulturkan.

      Pemberian zat pengatur tumbuh merupakan langkah yang sangat penting untuk mengoptimalkan induksi pembentukan kalus . Pada penelitian ini proliferasi kalus terjadi dalam kurun waktu lebih-kurang 6 minggu setelah inisiasi kultur. Proliferasi

    • 1 -1

      kalus tercepat diperlihatkan oleh perlakuan 2,4-D 2,0 mgL plus TDZ 0,5 mgL , yakni rata- rata 10 hari setelah inisiasi kultur. Sedangkan pada perlakuan Pikloram dan BAP proliferasi

    • 1 -1

      kalus tercepat terjadi pada kombinasi Pikloram 4 mgL plus BAP 0,5 , yakni rata-

    • – 1,0 mgL rata 34 hari setelah inisiasi kultur. Pembentukan kalus berawal dari sekitar permukaan luka yang selanjutnya semakin berkembang dan menutupi permukaan eksplan.

      Warna kalus yang muncul yaitu putih kekuningan dan putih lehijauan dengan struktur yang remah dan sebagian kecil kompak. Hal ini mengindikasikan bahwa kalus yang berproliferasi pada permukaan eksplan daun tanaman durian cv. Selat berpotensi memunculkan sifat-sifat embriogenik yang apabila disubkulturkan pada medium yang tepat akan beregenerasi menjadi embrio lengkap. Kalus dengan karakteristik yang serupa yang kemudian berkembang menjadi kalus berwarna putih dengan struktur kompak, sebelum akhirnya meregenerasikan struktur globular berwarna hijau, juga dilaporkan oleh Sha-Valli- Khan et al. pada kultur in vitro tanaman Bixa arellana. Pembentukan struktur globular berwarna hijau ini merupakan tanda-tanda awal dari embriogenesis sebagaimana dilaporkan oleh Sudhersan dan Abo-El Nil pada kultur in vitro Swainsona

      

    formosa . Namun perkembangann kalus dalam penelitian yang dilaporkan ini belum memperlihatkan tanda-tanda ke arah pembentukan embrio somatik. Hal ini diduga karena singkatnya batas waktu untuk mengamati perkembangan eksplan lebih lanjut dan perlu adanya keterlibatan faktor lain untuk menginduksi timbulnya sifat-sifat embriogenik.

      Upaya mendapatkan kalus yang embriogenik dapat dilakukan dengan memodifikasi sejumlah faktor lingkungan, terutama komposisi medium. Selain itu massa kalus yang berhasil diproliferasikan perlu disubkultur pada medium baru yang masih segar karena pemeliharaan kultur yang terlalu lama pada media yang tetap akan menyebabkan terjadinya defisiensi unsur hara dan air akibat evapotranspirasi di dalam wadah kultur. Oleh karenanya, tindakan subkultur menjadi sangat penting guna menjaga kehidupan massa kalus yang berkesinambungan. Untuk itu Dodds dan Robert mengajurkan untuk melakukan subkultur dengan ukuran kalus antara 5

    • – 10 mm atau seberat 20 - 100 mg supaya ada pertumbuhan yang cepat pada medium baru. Subkultur dapat pula dilakukan 28 hari sekali (2
      • 6 minggu sekali). Namun waktu yang tepat untuk memindahkan kultur, tergantung dari kecepatan pertumbuhan kalus.

      Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan besarnya peluang untuk mendapatkan kalus yang bersiat embriogenik dari eksplan daun mudah tanaman durian cv Selat dengan pemberian zat pengatur tumbuh, terutama Pikloram dan 2,4-D pada konsentrasi

    • 1

      masing-masing 3,0 hingga 5,0 mgL yang dikombinasikan dengan BAP atau TDZ

    • 1

      konsentrasi 1,0 hingga 3,0 mgL . Diharapkan melalui teknik kultur jaringan upaya mendapatkan tanaman durian cv. Selat yang seragam, bebas dari penyakit dan dalam jumlah besar dapat terwujud. Taji et al. (2002) menyatakan bahwa embriogenesis somatik memiliki arti penting dalam teknik kultur jaringan yang ditujukan untuk perbanyakan tanaman. Akan tetapi proses ini dibatasi oleh banyak faktor karena embrio somatik hanya akan berkembang dari massa kalus yang embriogenik, dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kalus dengan sifat-sifat embriogenik ada kalanya sangat lama. Di samping itu, faktor-faktor lain seperti hormon tanaman, hara dan kondisi lingkungan harus dioptimasi terlebih dahulu agar embriogenesis dapat berlangsung.

    KESIMPULAN DAN SARAN

      Dari hasil yang didapatkan pada penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

      1. Induksi proliferasi kalus pada eksplan potongan daun muda durian cv. Selat di dalam sistem in vitro dipengaruhi oleh macam dan takaran serta kombinasi auksin dan sitokinin yang diberikan, di mana pemberian Pikloram 3,0 mgL

    • 1
    • 1
      • TDZ 1,0 mgL

    • 1

      tanpa BAP dan 2,4-D 4,0 mgL

      merupakan kombinasi zat pengatur tumbuh yang mampu mendorong terjadinya proliferasi kalus pada sebagian besar eksplan yang dikulturkan.

      2. Semua kalus yang diregenerasikan pada permukaan eksplan memperlihatkan karakteristik yang sama, namun ciri-ciri embriogenik belum terlihat meskipun diperkirakan sudah ada tanda-tanda yang mengarah pada sifat-sifat embriogenik.

      Berdasarkan hasil yang diperoleh dan untuk keberhasilan kultur jaringan durian cv. Selat, disarankan hal-hal sebagai berikut:

      1. Perlu waktu yang lebih lama untuk melihat perkembangan kalus sehingga benar-benar dapat dipastikan sifat-sifat embriogeniknya yang dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan embrio somatik.

      2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji parameter-parameter lain yang berperan penting dalam induksi kalus embriogenik dari berbagai sumber eksplan yang lain selain potongan daun muda dan tangkai daun.

    DAFTAR PUSTAKA

      Ali, A., H. Afrasiab, S. Naz, M. Rouf dan J. Iqbal. 2008. An efficient protocol for in vitro propagation of carnation (Dianthus caryophyllus). Pakistan Journal of Botany 40: 111-121. Banerjee, P., S. Maity dan N. Banerjee. 2012. High frequency somatic embryogenesis and plantlet regeneration of Bauhinia variegata, a multipurpose tree legume. Indian

      Journal of Fundamental and Applied Life Sciences 2: 87-95.

      Belarmino, M. M. dan J. R. Gonzales. 2008. Somatic embryogenesis and plant regeneration in purple food yam (Dioscorea alata L.). Annals of Tropical Research 30: 22-33. de-Alencar Maciel, S., P. C. P. F. Junior, R. A. da-Silva dan J. E. Scherwinski-Pereira. 2010.

      Morpho-anatomical characterization of embryogenic calluses from immature zygotic embryo of peach palm during somatic embryogenesis. Acta Scientiarum 32: 263-267. Dodds, J. H. dan L. W. Roberts. 1985. Experiments in Plant Tissue Culture. Cambridge University Press, Cambridge. Gaj, M. D. 2001. Direct somatic embryogenesis as a rapid and efficient system for in vitro regeneration of Arabidopsis thaliana. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 64: 39-46. Gamborg, O. L. dan J. P. Shyluk. 1981. Nutrition, media and characteristic of plant cell and tissue culture. Dalam T. A. Thorpe [ed.], Plant Tissue Culture: Method and

      Application in Agriculture, 21-44. Academic Press, Inc., New York.

      Goleniowski, M. E., C. Flamarique dan P. Bima. 2003. Micropropagation of oregano (Origanum vulgare x aplii) from meristem tips. In Vitro Cellular and Developmental 39: 125-128.

      Biology - Plant

      Hartmann, H. T., D. E. Kester dan F. T. Davis-Jr. 1990. Plant Propagation: Principles and Practices. Prentice-Hall International, Inc, Englewood Clifts, New Jersey. Irawati. 2005. Pembentukan kalus dan embryogenesis kultur pelepah daun dan daun Caladium hibrida. Berita Biologi 7: 257-261. Karami, O., M. Esna-Ashari, K. Piri dan P. Almasi. 2007. Efficient regeneration of carnation

      (Dianthus caryophyllus L.) via somatic embryogenesis. Propagation of Ornamental Plants 7: 3-8. Khaleghi, A., A. Khalighi, P. Azadi dan M. Mii. 2008. Induction of embryogenic callus and plant regeneration from nodes of greenhouse grown plants of Alstroemeria cv. Fuego.

      6: 374-377.

      Journal of Food, Agriculture and Environment

      Laslo, V. dan S. Vicaș. 2008. The influence of certain phytohormons on organogenesis process for in vitro culture of apricot (Armeniaca vulgaris).

      Analele Universităţii din Oradea, Fascicula: Protecţia Mediului 13: 200-205.

      Lim, Z. X., A. P. K. Ling dan S. Hussein. 2009. Callus Induction of Ocimum sanctum and estimation of its total flavonoids content. Asian Journal of Agricultural Sciences 1: 55-

      61. Lloyd, G. B. dan B. H. McCown. 1980. Commercially feasible micropropagation of mountain laurel (Kalmia latifolia) by use of shoot tip culture. Proceedings of the International

      Plant Propagators' Society 30: 412-427.

      Luciani, G. F., A. K. Mary, C. Pellegrini dan N. R. Curvetto. 2006. Effects of explants and growth regulators in garlic callus formation and plant regeneration. Plant Cell, Tissue

      and Organ Culture 87: 139 –143.

      Neuenschwander, B. dan T. W. Baumann. 1992. A novel type of somatic embryogenesis in Coffea Arabica. Plant Cell Report 10: 608-612. Priyono. 1993. Embriogenesis somatik langsung pada kultur in vitro eksplan daun kopi arabika (Coffea arabica). Jurnal Pertanian Indonesia 3: 16-20. Purnamaningsih, R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan beberapa gen yang mengendalikannya. Buletin AgroBio 5: 51-58. Quainoo, A. K. dan B. I. Dwomo. 2012. The effect of TDZ and 2, 4-D concentrations on the

      Induction of somatic embryo and embryogenesis in different cocoa genotypes. Journal of Plant Studies 1: 72-78. Sha-Valli-Khan, P. S., E. Prakash dan K. R. Rao. 2002. Callus induction and plantlet regeneration in Bixa arellana L., an annatto-yielding tree. In Vitro Cellular and

      Developmental Biology - Plant 38: 186-200.

      Sreenath, H. L., H. M. Shanta, K. H. Babu dan M. M. Naidu. 1995. Somatic embryogenesis from integument (perisperm) cultures of coffee. Plant Cell Report 14: 670-673. Sudhersan, C. dan M. AboEl-Nil. 2002. Somatic embryogenesis on Sturt's desert pea (Swainsona formosa). Scientific Correspondence 83: 1074-1076.

      Suharti, N. 2002. Penggunaan bebeberapa senyawa anti jamur dan bakteri dalam mengantisipasi kontaminasi pada kultur in vitro tanaman durian. Laporan Penelitian.

      Lembaga Penelitian Universitas Andalas, Padang. Taji, A. M., W. A. Dodd dan R. R. Williams. 1997. Plant Tissue Culture Practice. University of New England, Armidale.

      Wiendi, N. M. A., G. A. Wattimena dan L. V. Gunawan. 1991. Perbanyakan Tanaman: Bioteknologi Tanaman I. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarto, B., N. A. Mattjik, A. Purwito dan B. Marwoto. 2010. Aplikasi 24-D dan TDZ pada regenerasi kalus dari anther Anthurium. Jurnal Hortikultura 20: 1-9. Yaacob, J. S., A. I. M. Yussof, R. M. Taha dan S. Mohajer. 2012. Somatic embryogenesis and plant regeneration from bulb, leaf and root explants of African blue lily (Agapanthus

      praecox ssp. minimus). Australian Journal of Crop Science 6: 1462-1470.

      Zulkarnain. 2003. Breeding Strategies in Sturt"s Desert Pea (Swainsona formosa (G.Don) J.

      Thompson) using In Vitro and In Vivo Techniques. PhD Dissertation, The University of New England, Armidale, Australia. Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman: Solusi Perbanyakan Tanaman Secara Modern.

      Bumi Aksara, Jakarta.