INDUKSI KALUS EKSPLAN DAUN SIRIH HITAM (Piper betle L.) DENGAN KOMBINASI KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH INDOLE-3-ACETIC ACID (IAA) DAN BENZYL AMINO PURIN (BAP)

  INDUKSI KALUS EKSPLAN DAUN SIRIH HITAM (Piper betle L.) DENGAN KOMBINASI KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH

INDOLE-3-ACETIC ACID (IAA) DAN BENZYL AMINO PURIN (BAP)

  SKRIPSI

NABILAH ISTIGHFARI ZURAIDASSANAAZ PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

  Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa T a’ala karena telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Induksi Kalus Eksplan Daun Sirih Hitam (Piper betle L.) dengan Kombinasi Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Indole-3-Acetic Acid (IAA) dan Benzyl Amino Purin (BAP) ” dengan baik. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains bidang biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

  Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan riset di bidang kultur jaringan dan aplikasinya dalam pemuliaan tanaman.

  Surabaya, 26 Juli 2016 Penulis Nabilah Istighfari Z.

UCAPAN TERIMAKASIH

  Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yaitu kepada:

  1. Dr. Junairiah, S.Si., M.Kes. sebagai pembimbing I yang telah senantiasa mencurahkan segenap ilmu, waktu, dan tenaga untuk memberikan bimbingan, pengarahan yang sangat berharga selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

  2. Dr. Yosephine Sri Wulan Manuhara, M.Si. sebagai pembimbing II yang telah memberikan ilmu dan saran yang sangat berharga kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

  3. Dr. Edy Setiti W. U., Dra., M.S. selaku penguji III yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

  4. M. Hilman Fuadil A., S.Si., M.Si. selaku penguji IV yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

  5. Dr. Alfiah Hayati sebagai dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam menempuh pendidikan akademik.

  6. Dr. Sucipto Hariyanto, DEA., selaku Ketua Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat agar dapat menyusun skripsi ini dengan baik.

  7. Segenap Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Departemen Biologi yang telah mengajarkan banyak ilmu, pengalaman, dan kebaikan.

  8. Kedua orang tua tercinta, Ayah Ir. Achmad Sulthoni dan Ibu Ainur Rochimah, S.T., terima kasih atas segala do’a, perhatian, kasih sayang, dan semangat yang tak putus-putusnya diberikan.

  9. Adik-adik tercinta, Niemas Izdihari Roudhotushshofiy dan Elmassalafi Iftitahi Aualfatih Elfath, terima kasih atas do’a, dan semangat yang selalu diberikan.

  10. Rekan satu tim penelitian, Umul Fatin, Artifa Rachmah, Fairuz Nabil Izdihar, dan Purnomo, terimakasih atas kerja samanya selama penelitian hingga skripsi.

  11. Teman seperjuangan Biologi angkatan 2012 yang telah memberikan keceriaan dan menjadi teman berbagi cerita yang saling menguatkan khususnya Riza Anggriani, Sugianti Rohmanah, Risca Wulandari, Nadyatul Ilma Indah Savira, dan Manikya Pramudya yang telah menjadi teman terbaik empat tahun lalu sampai seterusnya.

  12. Teman, Kakak, dan Adik anggota Kelompok Studi Botani Universitas Airlangga periode 2010-2016, terimakasih atas kebersamaan, keceriaan dan semangatnya, terimakasih telah memberikan penulis kesempatan menjadi salah satu ketua dari kelompok studi ini.

  13. Segenap warga HIMBIO yang selama ini telah memberikan ilmu dan ajaran diluar akademik yang sangat berharga. Bio Life Himbio Jaya!

  14. Seluruh karyawan Departemen Biologi, Bapak M. Sujoko, Bapak Suwarni, Bapak Sunarto, Bapak Eko Suyanto, Bapak Sukadji, Bapak Setyanto, Bapak Catur, Ibu Yatminah dan Ibu Arie atas bantuan pelayanan dan kerjasamanya.

  15. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan penulis satu per satu. Nabilah Istighfari Zuraidassanaaz. 2016. Induksi Kalus Eksplan Daun Sirih Hitam (Piper betle L.) Dengan Kombinasi Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Indole-3-

  Acetic Acid (IAA) dan Benzyl Amino Purin (BAP). Skripsi ini dibawah bimbingan

  Dr. Junairiah, S.Si., M.Kes. dan Dr. Yosephine Sri Wulan Manuhara, M.Si., Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

  ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap induksi dan pertumbuhan kalus eksplan daun Piper betle L. serta untuk menentukan kombinasi konsentrasi IAA dan BAP yang tepat dalam menginduksi kalus eksplan daun Piper betle L.. Eksplan dari daun Piper betle L. ditumbuhkan pada media MS yang diperkaya 25 zat pengatur tumbuh IAA dan BAP dengan kombinasi konsentrasi masing-masing 0,0;0,5;1,0;1,5;2,0 mg/L. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah eksperimen laboratoris berupa rancangan acak lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, data kualitatif didapatkan dari deskripsi morfologi kalus daun Piper betle L., data kuantitaif didapatkan dari persentase eksplan membentuk kalus, pengamatan waktu induksi kalus, berat segar kalus, dan berat kering kalus, kemudian data kuantitatif tersebut dianalisis secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney dengan nilai signifikansi ( α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh IAA dan BAP berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan daun Piper betle L.. Penambahan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA 0,5 mg/L dan BAP 2,0 mg/L menunjukkan respon terbentuknya kalus paling cepat yaitu 8,5 hari. Penambahan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA 1,0 mg/L dan BAP 1,5 mg/L merupakan konsentrasi yang menghasilkan berat segar terbaik yakni 0,6596 gram, sedangkan pada kombinasi konsentrasi IAA 0,5 mg/L dan BAP 0,5 mg/L merupakan konsentrasi yang menghasilkan berat kering terbaik yakni 0,0727 gram. Sehingga didapatkan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yang sesuai untuk daun

  Piper betle L. adalah IAA 0,5 mg/L dan BAP 0,5 mg/L. Kalus daun Piper betle L.

  membentuk dua tekstur kalus yakni kompak dan friabel, serta memunculkan berbagai macam warna seperti putih, putih kehijauan, putih kekuningan, putih kecokelatan, cokelat dan hitam.

  Kata kunci: Induksi kalus, Piper betle L., IAA, dan BAP.

  Nabilah Istighfari Zuraidassanaaz. 2016. Callus Induction of Black Betel’s Leaf (Piper betle L.) Explant with Combination of Growth Regulators Indole-3-Acetic

  Acid (IAA) and Benzyl Amino Purin (BAP). This script is guided by Dr. Junairiah,

  S.Si., M.Kes., and Dr. Yosephine Sri Wulan Manuhara, M.Si., Department of Biology, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya.

  ABSTRACT

  The purpose of this research was to know the influence of growth regulator combination IAA and BAP towards induction and growth of callus from

  Piper betle L ’s leaf explant and to determine the best combination of IAA and BAP concentration for inducing of callus from Piper betle L ’s leaf explant .

  Explant from leaf of Piper betle L. was grown on MS media augmented with growth regulators IAA and BAP with 0.0;0.5;1.0;1.5;2.0 mg/L concentration respectively. This study was an experimental study with a completely randomaized design. The data were analyzed qualitatively and quantitatively. Qualitative data were obtained from the leaf callus morphological descriptions

  Piper betle L. Quantitative data were obtained from a percentage of callus formed

  by explant, observation time of callus induction, callus fresh weight and callus dry weight, then the quantitative data were statistically analyzed using a Mann-

  Whitney test with significance value (α = 0.05). The result of this research showed that IAA and BAP had effects explant growth on leaf of Piper betle L..

  Combination of concentration 0.5 mg/L IAA and 2.0 mg/L BAP showed the fastest induction at 8.5 days. Combination of concentration 1.0 mg/L IAA and 1.5 mg/L BAP showed the best of fresh weight at 0.6596 grams, meanwhile the combination of concentration 0.5 mg/L IAA and 0.5 mg/L BAP showed the best dry weight at 0.0727 grams. The conclusion of this research was that concentration 0.5 mg/L IAA and 0.5 mg/L BAP was the best combination for induction of callus from leaf of Piper betle L. Callus of Piper betle L. had two textures, that were compact and friable, and also showed various kind of color, like white, greenish white, yellowish white, tanned white, brown and black.

  Key words: BAP, Callus induction, IAA, Piper betle L.

  DAFTAR ISI

  LEMBAR JUDUL ............................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ......................................... iv KATA PENGANTAR ....................................................................................... v UCAPAN TERIMAKASIH .............................................................................. vi ABSTRAK ........................................................................................................ viii ABSTRACT ...................................................................................................... ix DAFTAR ISI...................................................................................................... x DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii

  BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

  1.1 Latar belakang................................................................................ 1

  1.2 Rumusan masalah........................................................................... 5

  1.3 Asumsi penelitian........................................................................... 6

  1.4 Hipotesis penelitian........................................................................ 7

  1.4.1 Hipotesis kerja ....................................................................... 7

  1.4.2 Hipotesis statistik................................................................... 8

  1.5 Tujuan penelitian ............................................................................ 8

  1.6 Manfaat penelitian .......................................................................... 9

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 10

  2.1 Tinjauan umum tentang sirih hitam (Piper betle L.)........................ 10

  2.1.1 Sistematika sirih hitam (Piper betle L.) ................................. 11

  2.1.2 Morfologi sirih hitam (Piper betle L.) ................................... 11

  2.1.3 Kandungan sirih hitam (Piper betle L.) ................................. 12

  2.1.4 Pemanfaatan sirih hitam (Piper betle L.) ............................... 13

  2.2 Tinjauan umum tentang kultur jaringan tanaman ............................ 13

  2.2.1 Induksi kalus .......................................................................... 15

  2.3 Media kultur jaringan ....................................................................... 17

  2.4 Zat pengatur tumbuh ........................................................................ 18

  2.5 Mekanisme kerja IAA dan BAP ...................................................... 20

  BAB III METODE PENELITIAN..................................................................... 23

  3.1 Waktu dan tempat penelitian ......................................................... 23

  3.2 Alat dan bahan penelitian .............................................................. 23

  3.2.1 Alat penelitian ..................................................................... 23

  3.2.2 Bahan penelitian .................................................................. 23

  3.3 Tahap penelitian............................................................................. 24

  3.3.1 Pembuatan larutan stok mikronutrien.................................. 24

  3.3.2 Pembuatan larutan stok zat besi .......................................... 24

  3.3.3 Pembuatan larutan stok vitamin .......................................... 25

  3.3.4 Pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh IAA.............. 25

  3.3.5 Pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh BAP ............. 26

  3.3.6 Pembuatan media kultur ...................................................... 27

  3.3.7 Sterilisasi alat dan ruang kerja............................................. 28

  3.3.8 Penanaman eksplan ............................................................. 28

  3.4 Variabel penelitian......................................................................... 30

  3.5 Rancangan penelitian..................................................................... 30

  3.6 Pengumpulan data.......................................................................... 31

  3.7 Analisis data................................................................................... 33

  3.8 Diagram alir penelitian .................................................................. 34

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 35

  4.1 Hasil Penelitian .............................................................................. 35

  4.1.1 Lama waktu induksi kalus dan persentase eksplan membentuk kalus daun sirih hitam (Piper betle L.) pada media MS dengan berbagai macam kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP ................. 35

  4.1.2 Berat segar dan berat kering kalus sirih hitam (Piper

  betle L.) dengan kombinasi konsentrasi zat pengatur

  tumbuh IAA dan BAP ......................................................... 38

  4.1.3 Morfologi kalus sirih hitam (Piper betle L.) dengan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP ..................................................................................... 44

  4.2 Pembahasan ................................................................................... 79

  4.2.1 Pengaruh pemberian kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap lama waktu induksi kalus dan persentase eksplan membentuk kalus daun sirih hitam (Piper betle L.) .................................................. 79

  4.2.2 Pengaruh pemberian kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap berat segar dan berat kering kalus sirih hitam (Piper betle L.) ............................. 83

  4.2.3 Pengaruh pemberian kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap morfologi kalus sirih hitam (Piper betle L.) .......................................................... 86

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 92

  5.1 Kesimpulan .................................................................................... 92

  5.2 Saran .............................................................................................. 93 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 94 LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL Nomor Judul tabel Halaman

  4.11 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,5 mg/L dan BAP 1,5 mg/L. ..........................................................56

  4.19 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,5 mg/L dan BAP 0,5 mg/L. ..........................................................67

  4.18 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,5 mg/L dan BAP 0,0 mg/L. ..........................................................66

  4.17 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,0 mg/L dan BAP 2,0 mg/L. ..........................................................64

  4.16 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,0 mg/L dan BAP 1,5 mg/L. ..........................................................63

  4.15 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,0 mg/L dan BAP 1,0 mg/L. ..........................................................62

  4.14 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,0 mg/L dan BAP 0,5 mg/L. ..........................................................60

  4.13 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,0 mg/L dan BAP 0,0 mg/L. ..........................................................59

  4.12 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,5 mg/L dan BAP 2,0 mg/L. ..........................................................57

  4.10 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,5 mg/L dan BAP 1,0 mg/L. ..........................................................55

  3.5 Rancangan kombinasi konsentrasi IAA dan BAP ...........................31

  4.9 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,5 mg/L dan BAP 0,5 mg/L. ..........................................................53

  4.8 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,5 mg/L dan BAP 0,0 mg/L. ..........................................................52

  4.7 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,0 mg/L dan BAP 2,0 mg/L. ..........................................................50

  4.6 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,0 mg/L dan BAP 1,5 mg/L. ..........................................................48

  4.5 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,0 mg/L dan BAP 1,0 mg/L. ..........................................................47

  4.4 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,0 mg/L dan BAP 0,5 mg/L. ..........................................................46

  4.3 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 0,0 mg/L dan BAP 0,0 mg/L. ..........................................................44

  4.2 Rerata berat segar dan berat kering kalus sirih hitam selama delapan minggu masa kultur............................................................39

  4.1 Rerata lama waktu induksi dan persentase kalus yang terbentuk dari eksplan sirih hitam pada media MS berbagai kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP............36

  4.20 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,5 mg/L dan BAP 1,0 mg/L. ..........................................................68

  4.21 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,5 mg/L dan BAP 1,5 mg/L. ..........................................................70

  4.22 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 1,5 mg/L dan BAP 2,0 mg/L. ..........................................................71

  4.23 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 2,0 mg/L dan BAP 0,0 mg/L. ..........................................................73

  4.24 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 2,0 mg/L dan BAP 0,5 mg/L. ..........................................................74

  4.25 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 2,0 mg/L dan BAP 1,0 mg/L. ..........................................................75

  4.26 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 2,0 mg/L dan BAP 1,5 mg/L. ..........................................................77

  4.27 Morfologi kalus daun sirih hitam dengan konsentrasi IAA 2,0 mg/L dan BAP 2,0 mg/L. .........................................................78

  DAFTAR GAMBAR Nomor Judul gambar Halaman

  4.14 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 0,5 mg/L dan BAP 0,5 mg/L ......................................................54

  4.11 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 0,5 mg/L dan BAP 1,0 mg/L ......................................................55

  4.12 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 0,5 mg/L dan BAP 1,5 mg/L ......................................................56

  4.13 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 0,5 mg/L dan BAP 2,0 mg/L ......................................................58

  IAA 1,0 mg/L dan BAP 0,0 mg/L ......................................................60

  IAA 0,5 mg/L dan BAP 0,0 mg/L ......................................................53

  4.15 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 1,0 mg/L dan BAP 0,5 mg/L ......................................................61

  4.16 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 1,0 mg/L dan BAP 1,0 mg/L ......................................................62

  4.17 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 1,0 mg/L dan BAP 1,5 mg/L ......................................................64

  4.18 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  4.10 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  4.9 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  2.1 Habitus sirih hitam..............................................................................10 2.4 (a) Struktur kimia IAA dan (b) Struktur kimia BAP ..........................19

  4.4 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  2.5 Mekanisme sitokinin terhadap pembelahan sel ..................................21

  2.6 Mekanisme auksin terhadap pembesaran sel......................................22

  3.8 Diagram alir penelitian .......................................................................34

  4.1 Rerata lama waktu induksi kalus pada eksplan sirih hitam terhadap berbagai kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh

  IAA dan BAP......................................................................................37

  4.2 Rerata berat segar kalus sirih hitam dan perlakuan berbagai kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP...............40

  4.3 Rerata berat kering kalus sirih hitam dan perlakuan berbagai kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP...............41

  IAA 0,0 mg/L dan BAP 0,0 mg/L ......................................................45

  IAA 0,0 mg/L dan BAP 2,0 mg/L ......................................................51

  4.5 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 0,0 mg/L dan BAP 0,5 mg/L ......................................................47

  4.6 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 0,0 mg/L dan BAP 1,0 mg/L ......................................................48

  4.7 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 0,0 mg/L dan BAP 1,5 mg/L ......................................................49

  4.8 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 1,0 mg/L dan BAP 2,0 mg/L ......................................................65

  4.19 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 1,5 mg/L dan BAP 0,0 mg/L ......................................................67

  4.20 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 1,5 mg/L dan BAP 0,5 mg/L ......................................................68

  4.21 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 1,5 mg/L dan BAP 1,0 mg/L ......................................................69

  4.22 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 1,5 mg/L dan BAP 1,5 mg/L ......................................................70

  4.23 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 1,5 mg/L dan BAP 2,0 mg/L ......................................................72

  4.24 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 2,0 mg/L dan BAP 0,0 mg/L ......................................................74

  4.25 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 2,0 mg/L dan BAP 0,5 mg/L ......................................................75

  4.26 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 2,0 mg/L dan BAP 1,0 mg/L ......................................................76

  4.27 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 2,0 mg/L dan BAP 1,5 mg/L ......................................................77

  4.28 Morfologi kalus eksplan daun sirih hitam dengan konsentrasi

  IAA 2,0 mg/L dan BAP 2,0 mg/L ......................................................78

  DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul lampiran

  1 Komposisi media Murashige and Skoog (MS) Padat

  2 Tabel waktu induksi kalus eksplan sirih hitam (Piper betle L.) pada berbagai kombinasi konsentrasi IAA dan BAP

  3 Tabel persentase eksplan sirih hitam (Piper betle L.) membentuk kalus pada berbagai kombinasi konsentrasi IAA dan BAP

  4 Tabel berat segar dan berat kering kalus sirih hitam (Piper betle L.) pada berbagai kombinasi konsentrasi IAA dan BAP

  5 Tabel morfologi kalus sirih hitam (Piper betle L.) pada berbagai kombinasi konsentrasi IAA dan BAP (minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4)

  6 Tabel morfologi kalus sirih hitam (Piper betle L.) pada berbagai kombinasi konsentrasi IAA dan BAP (minggu ke-5 sampai dengan minggu ke-8)

  7 Tabel Uji distribusi normalitas

  8 Tabel signifikansi lama waktu induksi kalus eksplan sirih hitam (Piper betle L.) berdasarkan uji Mann-Whitney

  9 Tabel signifikansi berat segar induksi kalus eksplan sirih hitam (Piper betle L.) berdasarkan uji Mann-Whitney

  10 Tabel signifikansi berat kering induksi kalus eksplan sirih hitam (Piper betle L.) berdasarkan uji Mann-Whitney

  11 Tabel Uji homogenitas varians

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

  Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan hasil pendataan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2010, penyakit infeksi (29,5%) merupakan penyebab kematian penduduk Indonesia terbesar kedua.

  Penyakit ini terjadi akibat keberadaan dan pertumbuhan agen biologik patogenik pada organisme host individu. Pada hal tertentu, penyakit infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen penginfeksi meliputi virus, bakteri, jamur, dan protozoa. Patogen ini merupakan penyebab epidemi penyakit (Wardani, 2012).

  Selama ini penggunaan antibiotik mampu membunuh bakteri patogen, tetapi perlu disadari bahwa upaya membunuh bakteri penyebab penyakit saja ternyata tidak cukup memadai, hal tersebut disebabkan akibat kurang tepatnya pemilihan antibiotik dan munculnya resistensi (Nasronuddin, 2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 menyatakan bahwa intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) menyebutkan bahwa dari 2.494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik yakni ampisilin, kotrimoksazol, dan kloramfenikol. Hal inilah yang mendorong dan mendasari pencarian sumber obat- obatan alami yang murah dan memiliki potensi aktivitas antimikroba (Kumala dan Siswanto, 2007).

  Pemanfaatan tanaman sebagai bahan baku obat alami terus meningkat. Saat ini masyarakat lebih tertarik untuk menggunakan obat-obatan alami yang memiliki efek samping lebih rendah dari antibiotik dengan khasiat pengobatan multifungsi berbagai penyakit. Hal ini terbukti bahwa perkembangan industri berbahan baku tanaman obat dalam lima tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dan hasil penjualan produksinya selama kurun

  • – waktu tersebut meningkat sebesar 2,5 30% per tahun (Pribadi, 2009). Salah satu

  contoh tanaman yang biasa digunakan masyarakat adalah sambiloto (Andrographis paniculata) yang memiliki sifat melindungi hati (hepatoprotektif), dan terbukti mampu melindungi hati dari efek negatif galaktosamin dan parasetamol. Selain berkhasiat melindungi hati, sambiloto juga dapat menekan pertumbuhan sel kanker. Contoh lainnya yakni tanaman brotowali (Tinospora

  crispa, L. ) merupakan tumbuhan obat herbal yang mempunyai manfaat untuk

  melancarkan fungsi organ pernafasan, menurunkan kadar gula, pengobatan rematik, memar, demam, merangsang nafsu makan, sakit kuning, cacingan, dan batuk (Nursiyah, 2013). Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat adalah sirih hitam.

  Sirih hitam (Piper betle L.) merupakan tanaman multifungsi yakni selain sebagai tanaman hias juga bermanfaat sebagai obat berbagai penyakit. Seperti halnya antibiotika, kandungan minyak atsiri pada daun sirih bermanfaat sebagai obat penyakit periodontal dan penyakit saluran pernapasan manusia (Hermawan, 2007). Kandungan fenol juga berperan sebagai racun bagi mikroba dengan menghambat aktivitas enzimnya (Suliantari et al., 2008), selain itu juga terdapat kandungan saponin dan tannin yang bersifat sebagai antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa dan melawan infeksi pada luka serta flavanoid selain berfungsi sebagai bakteriostatik juga berfungsi sebagai antiinflamasi (Mursito, 2002). Selain itu juga mengandung nitrogen, protein, karbohidrat, serat, vitamin A, B kompleks,

  C, D, E, natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, tembaga, dan seng (Yanti, 2012).

  Sirih hitam sebagai tanaman obat memiliki prospek yang menarik untuk dikembangkan. Menurut Kartika (2013), selama ini senyawa metabolit sekunder diperoleh melalui cara ekstraksi organ tumbuhan secara langsung, akan tetapi cara ini membutuhkan pasokan bahan segar tumbuhan dalam skala besar selain itu juga proses ekstraksi, isolasi, dan pemurniannya membutuhkan biaya yang relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga ketersediaannya serta meningkatkan produksi metabolit sekunder tanpa harus membutuhkan waktu yang lama adalah melalui kultur kalus.

  Sejauh ini penelitian yang terkait dengan sirih hitam adalah tentang

  kandungan senyawa metabolit sekunder yang dilakukan oleh Rija’i (2015) dan uji

  daya antifungal ekstrak etanol daun sirih hitam terhadap penghambatan pertumbuhan Candida albicans oleh Ummah (2014). Sedangkan penelitian sirih hitam terkait perbanyakan tanaman secara in vitro belum banyak dilakukan, sehingga pada penelitian ini dilakukan perbanyakan tanaman secara in vitro menggunakan zat pengatur tumbuh Indole-3-Acetic Acid (IAA) dan Benzyl Amino

  Purin (BAP). Hormon IAA merupakan hormon golongan auksin yang berperan

  untuk merangsang pembesaran sel, sedangkan hormon BAP merupakan hormon golongan sitokinin yang berperan merangsang pembelahan sel-sel tanaman.

  Rashid et al. (2009) telah melakukan penelitian mengenai peran hormon

  IAA dan BAP, hasilnya mengungkapkan bahwa eksplan gandum Pakistan (Triticum aestivum) varietas Tatara menunjukkan hasil induksi kalus maksimum, selain itu pada penelitian dari Abdelmageed et al. (2012) menunjukkan hasil induksi yang maksimum juga pada konsentrasi hormon IAA dan BAP terhadap eksplan cempaka wangi. Salah satu keluarga dari Piperaceae yang sudah pernah dilakukan penelitian mengenai perbanyakan secara in vitro adalah sirih merah (Piper crocatum Ruiz dan Pav.).

  Pada penelitian yang dilakukan oleh Suaibah (2014) menjelaskan bahwa induksi kalus sirih merah paling cepat oleh kombinasi zat pengatur tumbuh NAA 3 mg/L dan BAP 0 mg/L, sedangkan Mujahidah (2014) menyebutkan bahwa zat pengatur tumbuh 2,4-D 3 mg/L dan NAA 2,5 mg/L menginduksi kalus sirih merah paling cepat. Penggunaan zat pengatur tumbuh IAA yang dikombinasikan dengan BAP pada tanaman sirih belum dilakukan sehingga pada penelitian ini akan melakukan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP, serta tanaman yang digunakan merupakan dari keluarga Piperaceae lainnya yakni sirih hitam (Piper betle L.). Penelitian sebelumnya belum ditemukan mengenai perbanyakan sirih hitam dengan pengaruh kombinasi pemberian zat pengatur tumbuh. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh, melalui kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yaitu IAA dan BAP pada induksi kalus sirih hitam.

1.2 Rumusan masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

  1. Apakah kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP berpengaruh terhadap waktu induksi dan persentase eksplan membentuk kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.)?

  2. Apakah kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP berpengaruh terhadap berat segar dan berat kering kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.)?

  3. Bagaimanakah morfologi kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.) setelah pemberian kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP?

  4. Berapakah kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP yang sesuai untuk induksi kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.)?

1.3 Asumsi penelitian

  Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan kultur jaringan (Yusnita, 2003). Peranan auksin dan sitokinin sangat nyata dalam pengaturan pembelahan sel, pemanjangan sel, dan diferensiasi sel (Zulkarnain, 2009). Auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi terjadinya kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis, dan dapat memengaruhi kestabilan genetik sel tanaman (Santoso dan Nursandi, 2002). IAA digunakan untuk mendorong pemanjangan sel serta menambah kemampuan sel dalam menyerap air, sehingga dapat meningkatkan potensial air jaringan akibatnya sel akan mengalami pemanjangan. Kemampuan IAA dalam proses pengembangan sel terkait dengan kehadiran zat lain, dimana interaksi antara IAA dan sitokinin yang terbentuk secara alami dapat mendorong pembelahan sel (Salisbury dan Ross, 1995).

  Sitokinin merupakan hormon tumbuhan turunan adenin dan berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi melalui pembuluh xilem (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Pemberian sitokinin kedalam media kultur jaringan penting untuk menginduksi perkembangan dan pertumbuhan eksplan. Apabila ketersediaan sitokinin dalam medium kultur sangat terbatas maka pembelahan sel pada jaringan yang dikulturkan akan terhambat. Akan tetapi, apabila jaringan tersebut disubkulturkan pada medium dengan kandungan sitokinin yang memadai maka pembelahan sel akan berlangsung secara sinkron (George dan Sherington, 1984). BAP merupakan salah satu sitokinin sintetik yang aktif dan daya merangsangnya lebih lama karena tidak mudah dirombak oleh enzim dalam tanaman (Yusnita, 2003).

  Pada beberapa penelitian seperti penelitian dari Rashid et al. (2009) mengatakan bahwa kombinasi dari BAP (2,0 mg/L) dan IAA (0,1 mg/L) memberikan hasil induksi kalus gandum Pakistan (Triticum aestivum) secara maksimum. Selain itu hal yang sama terjadi pada penelitian dari Abdelmageed et

  al. (2012) mengenai induksi kalus tanaman cempaka wangi (Michelia champaca)

  dengan teknik kultur jaringan menjelaskan bahwa konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA (0,5 mg/L) dan BAP (2,0 mg/L). Berdasarkan data tersebut dapat diasumsikan bahwa kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP berpengaruh terhadap induksi kalus eksplan daun sirih hitam.

1.4 Hipotesis penelitian

1.4.1 Hipotesis kerja

  Jika kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP berpengaruh terhadap waktu induksi kalus, persentase eksplan membentuk kalus, berat segar dan berat kering kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper

  betle L.), maka akan memberikan hasil yang berbeda pada waktu induksi kalus,

  persentase eksplan membentuk kalus, berat segar dan berat kering kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam.

1.4.2 Hipotesis statistik

  H : Tidak ada pengaruh pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap waktu induksi kalus, persentase eksplan membentuk kalus, berat segar dan berat kering kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.). H : Ada pengaruh pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap waktu induksi kalus, persentase eksplan membentuk kalus, berat segar dan berat kering kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.).

1.5 Tujuan penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:

  1. Mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap waktu induksi dan persentase eksplan membentuk kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.).

  2. Mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap berat segar dan berat kering kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.).

  3. Mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap morfologi kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.).

  4. Mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP yang sesuai untuk induksi kalus pada kultur eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.).

1.6 Manfaat penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh kombinasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP yang tepat untuk kultur kalus eksplan daun sirih hitam (Piper betle L.), selain itu juga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai induksi kalus yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan produksi metabolit sekunder yang berasal dari tanaman sirih hitam (Piper betle L.).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum tentang sirih hitam (Piper betle L.)

  Sirih hitam merupakan tanaman tahunan dan termasuk dalam keluarga Piperaceae dan genus Piper. Tanaman merambat ini memiliki ciri pada batangnya yang berwarna merah kehitaman dan daun yang hijau kehitaman seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Habitus sirih hitam, skala bar = 5 cm (Budiman, 2013).

  10

  2.1.1 Sistematika sirih hitam (Piper betle L.)

  Klasifikasi ilmiah sirih hitam menurut Backer dan Bakhuizen van den Brink jr (1963) dalam buku Flora of Java dan Cronquist (1981) dalam buku An Integrated

  System of Classification of Flowering Plants adalah:

  Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Subclassis : Magnoliidae Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper Species : Piper betle L.

  2.1.2 Morfologi sirih hitam (Piper betle L.) Piper betle L. merupakan tanaman herba yang menjalar dan merambat pada

  batang pokok di sekelilingnya. Daunnya termasuk daun tunggal bertangkai yang lunak dengan duduk daun yang berseling, helaian daunnya berwarna hijau kehitaman, pangkal daun berbentuk jantung dan ujung meruncing, tepi daunnya rata, memiliki pertulangan daun menyirip. Daun ini memiliki kisaran panjang antara 5 - 8 cm dan lebarnya antara 2 - 5 cm, saat penumpu daun rontok akan meninggalkan tanda bekas berbentuk cincin pada batang, daunnya memiliki bau aromatis yang khas (Abdullah, 2011).

  Bentuk batangnya bulat dengan permukaannya kasar dan beruas, panjang batangnya berkisar 5 - 15 m, berwarna merah kehitaman. Bunganya termasuk dalam bunga majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm berbentuk bulat panjang. Bulir jantan memiliki tangkai sepanjang 1,5 - 3 cm dengan dua benang sari, sedangkan panjang tangkai bulir betina berkisar 2,5 - 6 cm dengan 3 - 5 buah kepala putik. Tipe buahnya adalah buah buni dengan ujung bebas dan membulat. Bulir masak berbentuk bulat, berambut abu-abu, rapat dan tebalnya 1 - 1,5 cm. Akar dari sirih hitam ini termasuk akar tunggang, berbentuk bulat dan berwarna cokelat kekuningan (Steenis, 2002).

  Menurut Abdullah (2011), Sirih dapat hidup subur jika ditanam diatas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi. Sirih secara umum tumbuh subur di sepanjang Asia hingga Afrika Timur. Sirih dapat ditemukan di bagian timur pantai Afrika, di Pulau Zanzibar, kepulauan Bonin, kepulauan Fuji, dan kepulauan Indonesia (Moeljanto dan Mulyono, 2004).

2.1.3 Kandungan sirih hitam (Piper betle L.)

  Piper betle L. diduga memiliki banyak efek farmakologi namun belum

  banyak dilakukan penelitian. Menurut penelitian dari Rija’i (2015) ditemukan bahwa metabolit sekunder dalam daun sirih hitam yang terdeteksi yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, triterpenoid, dan polifenolat. Aroma khas pada daun sirih hitam dikarenakan adanya kandungan kavikol yang merupakan senyawa turunan dari fenol. Selain kandungan zat kimia, sirih hitam juga mengandung beberapa nutrisi seperti magnesium, tembaga, zat besi dan pati. Selain itu daun ini juga mengandung serat serta Vitamin A, B kompleks, C, D, dan E (Yanti, 2012).

2.1.4 Pemanfaatan sirih hitam (Piper betle L.)

  Daun sirih hitam juga memiliki khasiat yang dimiliki oleh daun sirih jenis lain, secara umum daun ini mampu membantu menghilangkan bau pada badan yang sumbernya karena cendawan serta bakteri, selain itu dapat juga untuk membersihkan organ kewanitaan. Daun ini mampu menahan perdarahan sehingga mempercepat penyembuhan luka pada kulit, sifat lainnya yakni mengerutkan yang berarti mengencerkan dan mengeluarkan dahak, meluruhkan ludah, kegunaan lainnya adalah untuk obat epistaksis, selain itu juga untuk cuci darah, asma, bronchitis, batuk rejan, dan darah tinggi (Moeljanto dan Mulyono, 2004).

2.2 Tinjauan umum tentang kultur jaringan tanaman

  Kultur jaringan terdiri atas dua kata yakni kultur yang berarti budidaya dan jaringan berarti sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama (Nugroho dan Sugito, 2005). Kultur jaringan tanaman atau teknik in vitro adalah teknik menumbuh-kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ tanaman dalam kondisi aseptik. Selain dicirikan keadaan yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan zat pengatur tumbuh (ZPT) juga menjadi ciri lain dari teknik in vitro ini (Yusnita, 2003).