POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN DALAM PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG) 2014-2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam

  

POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN DALAM

PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN

DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN

TEMANGGUNG)

2014-2015

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam

  

Oleh

MAHMUZUN

NIM : 21111007

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI‟AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi Kepada Yth.

  Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamua’alaikum Waramatulahi Wabarakatuh.

  Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan koreksi dan maka naskah skripsi mahasiswa : Nama : MAHMUZUN NIM : 21111007 Judul : POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN

DALAM PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG

  

Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang

munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

  Wassalamu'alaikum Waramatulahi Wabarakatuh.

  Salatiga, 22 september 2015 Pembimbing Drs.H. Mubasirun, M.Ag NIP. 19590202 199903 1001

PERYATAAN KEASLIAN

  Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mahmuzun NIM : 21111007 Jurusan : Ahwal Al- Syakhshiyyah Fakultas : Syariah Judul Skripsi : POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN

  DALAM PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG MENYATAKAN

  bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga. 20 september 2015 Yang menyatakan Materai 6000 MAHMUZUN NIM: 2111107

KATA PENGANTAR

  Puji syukur alhamdulilah alhamdulilah, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hambaNya,sehingga sampai saat ini masih mendapatkan ketetapan iman dan Islam.

  Sholawat dan salam semoga tetep tercurah kepada belia Nabi agung Muhammad Saw yang senantiasa kita ikuti sunah-sunahnya dan semoga selalu mendapatkan syafaatnya di dunia dan di akhirat. Amin.

  Dalam penjelasan skripsi ini tentulah tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam idee, kritik,saran maupun dalam bentuk lanya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada:

  1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Intitut Agama Islam Negeri Salatiga 2. Dra. Siti Zumrotun. M.Ag Selaku Dekan Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Salatiga 3. Bapak Sukron Ma‟mun SHI. MSI. Selaku Ketua Jurusan Ahwal Al- Syahkhshiyyah

  4. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kandangan

  5. Drs.H. Mubasirun, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam penyelesaian skiripsi ini serta masukan- masukanya

  6. Segenap Dosen Fakultas Syariah

  7. Segenap Staf Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kandangan

  8. Kedua Orang tuaku yang saya sayangi dan saya banggakan, yang selalu mensuport dan doanya yang selalu mengiringi langkah saya, serta bantuanya baik berupa meteriil maupun non materiil

  9. Buat Ria Nirmawati makasih buat suport dan doanya selama ini yang selalu memberi aku semangat dan semangat dalam studinya ya, aku tunggu dipelaminan nanti.

  10. Buat teman-teman aku semuanya makasih atas waktunya selama ini sehingga kita bisa bersama-sama

11. Buat sahabat-sahabati PMII tetap semangat dan berjuang terus 12.

  Teman-teman formatas semuanya kalian adalah keluarga di salatiga 13. Teman teman AS 2011 kalian semua tak akan terlupakan 14. Hmj syariah dan Ekonomi Islam tetap semangat dalam menjalani amanah yang telah diberikan pada kalian

  15. Buat mbah kos terimakasih selama ini yang telah diberikan kepada saya semoga selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang

  16. Buat teman-teman lasin, anto, guse, lukman, tri heriyanto, rois, rohman, umam harjo, dan si jomblo fadhil, selamat menempuh perjalananya masing- masing.

  17. Dan buat semuanya teman-teman hmj, hanapek, syukron, dina, ndus, mimin, pendhil, kalian teman seru-seruan

  Penulis menyadari banyaknya kesalahan dalam penulisan skirpsi ini baik dari bahasa, tulisan dan isi masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran dari pembaca dibutuhkan untuk menjadikan kesempurnaan dikemudian hari.

  Akhir kata penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan kita semua. Amin .

  Salatiga 22 September 2015 Penulis

MAHMUZUN NIM: 2111107

  ABSTRAK

  Mahmuzun. 2015.Pola Pembinaan Pra Pernikahan Dalam Penurunan Angka

  Perceraian di KUA Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Skripsi, Fakultas Syari‟ah, Program Studi Ahwal Al- Syakhshiyyah.

  Institut Agama Islam Negeri Salatiga.Pembimbing:Dr.H. Mubasirun,M.Ag

  Kata Kunci: Perceraian atau Pembinaan Pra Pernikahan

  Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahua perceraian yang terjadi di KUA kecamatan kandangan. Adapun pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana Pola pembinaan prapernikahan di KUA Kandangan ? (2) Bagaimana Efektifitas pembinaan prapernikahan di KUA Kandangan? (3) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembinaan prapernikahan dan faktor apa saja yang mengahmbat?

  Penulis dalam hal ini mendasarkan pada penelitian field research, berarti penelitian lapangan yaitu penelitian obyek di lapangan untuk mendapatkan data dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang berhubungan dengan pembinaan pra pernikahan di KUA Kandangan. Dalam penelitian ini maka peneliti akan terjun secara langsung ke KUA untuk mengetahui tentang pembinaan yang dilakukan, serta peneliti juga melakukan sedikit tanya jawab kepada masyarakat mengenai pembinaa yang dilakukan oleh pihak KUA dan sebagai mana efektif pembinaan pra pernikahan itu berlangsung baik itu bagi masyarakat maupun bagi KUA itu sendiri.

  Dari penelitian ini dihasilkan bahwa kenapa dari sekian banyak calon pengantin banyak yang banyak bahkan hampir semuanya mengikuti pembinaan pra pernikahan yang dilakukan oleh pihak KUA, akan tetapi ketika sudah banyak banyak yan megikuti pembinan tetapi angka perceraian masih tinggi juga. Maka ketika sudah melihat hal tersebut perlu adanya perubahan dalam pembinaan pra pernikahan yang dilakukan oleh KUA sehingga pada saat berlangsungya pembinaan serta tidak berkesan monoton atau membosankan bagi calon pengantin, sehingga perlu adanya perubahan-perubahan yang harus dilakukan baik itu dari pihak KUA sendiri maupun dari masyarakat, perubahan tersebut dilakukan dalam rangka menekan angka perceraian yang terjadi dalam pembinaan pra pernikahan itu sendiri.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat

  diinginkan dalam Islam. Akad nikah diadakan adalah untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia, agar suami istri sama

  • –sama dalam mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naugan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik Karena itu, maka dikatakan bahwa ikatan antara suami istri adalah ikatan yang paling suci dan kokoh. Dan Tidak ada suatu dalil yang jelas menunjukan tentang sifat kesuciaNya yang demikan agung itu, Selain dari pada Allah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami istri dengan “ mitsaqun-ghalidhun” (Perjanjian yang kokoh) (Sabiq, 1980: 7).

  Jika ikatan antara suami-istri sedemikian kokoh dan kuat, maka tidak sepatutnya dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekanya dibenci oleh Islam, karena dianggap merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri (Wasman dkk, 2011: 84).

  Dan jika ikatan perkawinan begitu kokohnya, akan tetapi mengapa banyak terjadinya perceraian yang terjadi, di KUA kandangan sehingga ketika mengetahui bahwa ikatan perkawinan sebegitu kokohnya maka sudah pasti tidak akan ada yang dapat memisahkan antara keduanya dan yang memisahkan hanya maut saja. Dan hal sedemikian itu tidak berlaku di KUA kecamatan kandangan.

  Pengertian perkawinan yang lainya, diantaranya menurut undang- undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Berdasarkan konsepsi perkawinan menurut pasal 1 ayat (1), bahwa perkawinan adalah ikatan lahir antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (Rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

  Dari pengertian perkawinan diatas jelas bahwa baik menurut Isalam maupun menurut undang-undang perkawinan bahwa tujuan dari sebuah perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia kekal abadi dan juga yang tidak terpisahkan dalam kondisi dan situasi apapun bahwa memiliki keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan setiap idaman insan manusia yang mau menuju kesebuah pernikahan, maka dari itu dari urian diatas sudah dijelaskan bahwa pernikahan merupakan perjanjian yang kokoh untuk itulah kemudian bahwa perkawinan harus dilakukan dengan cara yang benar.

  Begitu juga yang terjadi di KUA Kecamatan Kandangan teryata dari setiap pencatatan pernikahan yang dilakukan oleh pihak KUA banyak yang tidak mengikuti kegiatan pembinaan pra pernikahan yang sudah di sediakan oleh KUA sedangkan pembinaan itu sendiri memberikan dampak yang bagus bagi calon pengantin karena pada dasarnya diberikan pengetahuan tentang ilmu-ilmu agama Islam, fiqih, dan bagaimana cara membina keharmonisan keluarga.

  Di dalam KHI (Pasal 2) juga dijelaskan perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidhun untuk menaati perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah. Dengan demikian ada penegaan yang kuat di dalam KHI Bahwa perkawinan atau pernikahan merupakan akifitas atau ritual yang mempunyai dimensi spiritual, sedangkan penegasan akad pernikahan sebagai akad yang kuat mitsaqan ghalidhun adalah dalam rangka meyadarkan kepada masyarakat betapa sucinya ikatan pernikahan sehingga jangan sampai dianggap pernikahan tersebut sabagai barang mainan sehingga orang dengan mudah mengadakan percerian (Wasman dkk, 2011: 35).

  Tidak hanya di Undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974 saja yang menyatakan bahwa pernikahan merupakan ikatan yang suci dan kokoh, akan tetapi di dalam KHI juga menyatakan bahwa pernikahan merupakan mitsaqan ikatan yang kuat dan kokoh, sehingga Islam dan Undang-undang

  ghalidhun

  mengatur tentang pernikahan. Betapa pentingnya menjaga pernikahan tesebut sehingga pernikahan juga merupakan yang dilakukan hanya sekali dan tidak akan pernah terulang kembali sehingga diharapkan dari masyarkat memandang bahw pernikahan itu merupakan ikatan yang suci dan tidak boleh melakukan percerian apalagi ada pemikiran untuk mempermaikan sebuah perniakahan

  Pada dasarnya seluruh tujuan perkawinan di atas bermuara pada satu tujuan yaitu tujuan untuk membina rasa cinta dan kasih sayang antar pasangan suami istri sehingga terwujud ketentraman dalam keluarga ,Al-

  Qur‟an menyebutkan dengan konsep Sakinah, mawadah, wa rohmah, sebagaimana disebutkan dalam surat ar-Rum ayat 21 yang berbunyi:

  

           

         

Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

  merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS Ar-Rum: 21).

  Pembinaan yang dimaksud dengan “membina” disini adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami-istri untunk mewujudkan keluarga sakinah dengan mengadakan dan menggunakan segala daya , upaya dan dana yang dimiliki (Departemen Agama, 2005:4).

  Sehingga dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa sebuah pernikahan bukan hanya untuk sementara melaikan selamanya dan dibutuhkan pula dalam sebuah pernikahan saling mengerti, saling mengayomi dan bahkan juga saling melindungi guna untuk menwujudkan keluarga yang kekal dan abadi selamnaya.

  Terkadang ada orang yang ragu-ragu untuk kawin karena sangat takut memikul beban yang berat dan menghindarkan diri dari kesulitan-kesulitan.

  Islam memperingankan bahwa dengan kawin, Allah akan memberikan kepadanya penghidupan yang berkecukupan, menghilangkan kesulitan-kesulitan dan diberikanya kekuatan yang mampu mengatasi kemiskinan (Sabiq, 1980: 12).

  Dengan Firman Allah jelas bahwa Allah akan mempermudah ketika seseorang mau melangsungkan pernikahan dijalan Allah, maka disini diperlikanya sebuah pembinaan sebelum melangsungkan pernikahan denga dasar apa orang tersebut melangsungkan pernikahan sehingga pembinaan disini memberikan peran yang sangat besar terhadap calon pengantin yang nantinya akan melangsungkan pernikahan sehingga sebelum beranjak kesana diperlukanya adanya sebuah pembinaan terlebih dahulu guna untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan calon pemgantin tentang pernikahan.

  Selain itu juga teryata banyak yang melakukan pernikahan yang kebanyakan calon istri masih muda-muda yaitu diantara 16 tahun sampai 18 tahun, hal yang demikian juga karena sdm yang rendah serta kurang dukungan dari orang tua

  Dalalm hal ini Upaya untuk mewujudkan harmonisasi hubungan suami istri dapat dicapai antara lain melalui :

1. Adanya saling pengertian.

  Di antara suami-istri hendaknya saling mengerti dan memahami tentang keadaan masing-masing baik secara fisik maupun secara mental. Perlu diketahui bahwa suami-istri sebagai manusia, masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan, Masing-masing sebelumnya tidak saling mengenal, bertemu setelah sama-sama dewasa . perlu diketahui juga bahwa masing-masing juga memiliki perbedaan sifat, sikap, tingkah laku, dan mungkin perbedaan pandangan 2. Saling menerima kenyataan.

  Suami-istri hendaknya sadar bahwa jodoh, rezeki, mati itu dalam kekuasaan Allah tidak dapat dirumuskan secara sistematis. Namun kepada kita manusis diperintahkah untuk ikhtiar, Hasilnya barulah merupakan suatu kenyataan yang harus kita terima, termasuk keadaan suami-istri kita masing- masing, kita terima secara tulus dan ikhlas.

  3. Saling melakukan penyesuain diri Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga berusaha untuk dapat saling mengisi kekurangan yang ada pada diri masing- masing serta mau menerima dan mengakui kelebihan yang ada pada orang lain dalam lingkunga keluarga, Kemampuan penyesuaian diri oleh masing- masing anggota keluarga mempunyai dampak yang positif, baik bagi pembinaan keluarga maupun masyarakat dan bangsa.

  4. Memupuk rasa cinta Setiap pasangan suami-istri menginginkan hidup bahagia. Kebahagian hidup adlah bersifat relatif sessuai dengan cita rasa dan keperlunya. Namun begitu setiap orang berpendapat sama bahwa kebahagiaan adalah segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketentraman, keamanan, kedamaian serta segala sesuatu yang bersifat pemenuhan keperlua mental spiritual manusia. Untuk dapat mencapai kebahagiaan keluarga, hendaknya antar sesama suami- istri senantiasa berupaya memupuk rasa cinta dengan rasa saling menyanyangi, kasih-mengasihi hormat-menghormati serta saling harga- menghargai dan penuh keterbukaan.

  5. Melaksanakan asas musyawarah Dalam keluarga sikap bermusyawarah terutama antara suami-istri merupakan suatu yang perlu diterapkan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip tak ada masalah yang tidak dapat diselesaiakan selama prinsip musyawarah diamalkan, Dalam hal ini dituntut untuk selalu terbuka, lapang dada, jujur, mau menerima dan memberi serta sikap tidak mau menang sendiri dari pihak suami maupun istri. Sikap bermusyawarah dalam keluarga dapat menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab diantara para anggota keluarga dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah-masalah yang timbul.

  6. Suka memaafkan Diantara suami-istri harus ada sikap kesdihan untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini penting karena tidak jarang soal yang kecil dan sepele dapat menjadi sebab terganggunya hubungan suami-istri yang tidak jarang dapat menjerumus kepada perselisishan yang berkepanjangan.

  7. Berperan serta untuk kemajuan bersama Masing-masing suami-istri harus berusaha saling membantu pada setisp usaha peningkatan dan kemajuan yang pada giliranya menjadi kebahagian keluarga (Kementrian Agama, 2005:29).

  Ketika melihat dari beberapa peryataan diatas bahwasanya untuk menjalin hubungan dalam rumah tangga tidaklah mudah maka dari sini peneliti tertarik dengan pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA dalam hal menekan angka perceraian yang terjadi kemudian dari hal tersebut seberapa efektifkah pembinaan, serta kendala-kendala apa yang dihadapi oleh pihak KUA dalam menekan angka perceraian yang terjadi.

  B. Rumusan Masalah

  Dari Tema di atas nanti akan didapatkan berbagai permasalahan- permasalahan yang akan menjadi inti pembahasan pada penulisan ini. Diantaranya permasalahan-permasalahan adalah sebagai berikut: 1.

  Bagaimana Pola pembinaan prapernikahan di KUA Kandangan ? 2. Bagaimana Efektifitas pembinaan pra pernikahan di KUA Kandangan ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembinaan pra pernikahan dan faktor apa saja yang mengahmbat ?

  C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.

  Tujuan Adapun hal-hal yang menjadi tujuan pokok dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: a.

  Untuk mengetahui Pola-Pola pembinaan prapernikahan di KUA Kandangan .

  b.

  Untuk mengetahui bagaimana efektifitas dari pembinaan prapernikahan tersebut.

  c.

  Untuk mengetahui apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembinaan prapernikahan dan faktor apa saja yang mengahmbat.

2. Kegunaan

  Dari penulisan ini tentunya penulis berharap agar tulisan ini mempunyai kegunaan atau kemanfaatan, diantaranya adalah sebagai berikut: a.

  Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pola berpikir mengenai betapa pentingya pernikahan dan mempertahankanya sebagaimana dalam islam dan Undang-undang perkawinan.

  b.

  Sebagai pedoman dalam rangka pengembangan ilmu dalam hal yang berkaitan dengan pernikahan.

  c.

  Untuk menambah pengetahuan mengenai pernikahan sehingga tidak ada niatan untuk bermain dalam hal pernikahan.

D. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian a.

  Penelitian ini termasuk field research, berarti penelitian lapangan yaitu penelitian obyek di lapangan untuk mendapatkan data dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang berhubungan dengan pembinaan pra pernikahan di KUA Kandangan.

  2. Lokasi Penelitian Adapun untuk lokasi yaitu berada di Kec. Kandangan Kab. Temanggung yang beralamat di JL Raya Kandangan Jumo, Kandangan, Temanggung. Telp

  (0293) 490 0907.

  Dari sekian kasus perceraian yang terjadi di KUA Kecamatan Kandangan ini menyita perhatian teryata dari sekian banyak pengantin yang mendaftarkan dirinya banyak yang tidak mengikuti pembinaan yang disediakan oleh KUA, serta banyak dari calon pengantin yang usianya masih dini serta tinggkat pendidikan yang rendah.

  3. Sumber Data

  Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1)

  Dokumen Adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Nastangin,

  2012:13). Sumber tertulis dapat terbagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Nastangin, 2012:13). Dalam penelitian ini setiap bahan tertulis berupa data-data yang ada di KUA Kandangan yang berkaitan dengan penelitian.

  a.

  Data sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, hasil kajian buku-buku karya Ilmiah serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan penelitia ini adalah sebagai berikut : 1)

  Undang-undang yang mengatur tentang pernikahan 2)

  Buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini 3)

  Arsip-arsip yang mendukung 4. Teknik Pengumpulan Data

  Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan beberapa teknik yakni : a.

  Wawancara Dalam teknik wawancara penulis melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang bersangkutan dalam hal ini pihak kepala KUA , sebagai pelaksana dalam hal pembinaan keluarga calon pengantin untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.

  Untuk mendapatkan informasi maka peneliti melakukan wawancara terhadap kepala KUA dan ditambah dengan pegawai KUA untuk memperkuat argumen.

  b.

  Dokumentasi Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa vatatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda da sebagainya (Nastangin, 2012:15).

  Dalam penelitian ini, dokumentasi yang dimaksud adalah pengambilan beberapa kasus tentang pembinaan prapernikahan di KUA Kandangan, untuk melengkapi data maka peneliti mencari data baik berupa data atau wawancara secara langsung, sehingga dari hal tersebut didapatkan data yang lebih akurat.

  c.

  Analisisn Data Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis, Dalam penganalisisan data tersebut penulis menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk urian (Moleong, 2011:288).

5. Sistematika Penulisan

  Bab 1 dalam hal ini berisi tentang pendahuluan. Hal ini mencangkup akan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, tinjuan pustaka, penegasan istilah, dan diakhiri dengan sitematika penulisan.

  Bab II Dalam hal ini penulis mengemukakan dasar teori yang meliputi yaitu, Perkawinan, pembinaan dalam pra pernikahan, faktor apa saja yang menghambat dan mempengaruhi dari keberhasilan pembinaan tersebut. Bab III Dalam bab ini mengenai gambaran umum KUA Kandangan , prosedur pendaftaran pernikahan, hasil pembinaan prapernikahan, seerta bagaimana pendapat masyatakat menegnai pembinaan yang dilakaukan oleh pihak KUA tersebut.

  Bab IV Dalam bab ini merupakan bagian inti dari sebuah skripsi yang mana dari bab ini dibutuhkan sebuah analisis dari data-data yang telah terkumpul kemudaian dikaitkan dengan kehidupan atau realita yang ada kemudian apakah sudah benar efektifkah pola pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA itu sendiri.

  Bab V, Berisiskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan, diteruskan dengan sara-saran dan diakhiri dengan penutup.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan Ta‟rif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan

  membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.

  Perkawinan adalah merupakan sunnah Nabi, yaitu mencontoh tidak laku Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu bagi pengikut Nabi Muhammad yang baik maka mereka harus kawin. Selain itu perkawinan juga merupakan kehendak kemanusian, kebutuhan rohani dan jasmani (Sosroatmojo, 1975:33)

  Firman Allah.:

  

            

           

      

  Artinya: dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap

  

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka

kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.

kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil Maka (kawinilah)

seorang saja. (QS An-Nisa:3).

  Perkawinan dalam Islam merupakan sunatullah yang sangat dianjurkan karena perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah swt. Untuk melestarikan kehidupan manusia dalam mencapai kemaslahatan dan kebahagiaan hidup, perkawinan diartikan dengan suatu akad persetujuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang mengakibatkan kehalalan pergaulan (hubungan) suami istri (Wasman , 2011: 32).

  Firman Allah dalam QS An-Nisa ayat 1 yang berbunyi:

  

           

           

        Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu

yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah

menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang

biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada

  Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS An-Nisa: 1).

  Dari pengertian ayat diatas begitu dijelaskan secara mendetail mengenai kedua calon suami dan calon istri, bahwasanya Allah telah mengatur tentang bagaimana cara manusia menjaga keturunanya sebagai mana dijelaskan pada ayat diatas Allah telah memberikan cara bagi hambanya yang mau mengikkuti segala aturaNya, bahwa di dalam ayat di atas Allah tidak menganjurkan kepada hambanya untuk melakukan hubungan yang tidak diperbolehkan bahwa manusia hidup mempunyai aturan.

2. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan

  Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya sebuah perkawinan. Jika syarat-syaratnya terpenuhi, perkawinanya sah dan menimimbulkan adanya segala kewajiban dan hak hak perkawinan.

  a. Rukun Pernikahan yaitu: 1)

  Adanya calon mempelai pria dan wanita 2)

  Adanya wali dari calon mempelai wanita 3)

  Dua orang saksi pria 4)

  Adanya ijab, yaitu ucapan penyerahan calon mempelai wanita dari walinya atau wakilnya kepada calon mempelai pria untuk dinikahi

  5) Qobul, yaitu ucapan penerimaan pernikahan oleh calon mempelai pria atau wakilnya.

  b. Syarat Pernikahan 1)

  Bagi calon mempelai pria, syaratnya :

  a) Beragama islam

  b) Pria

  c) Tidak dipaksa

  d) Tidak beristri empat orang

  e) Bukan mahramnya calon istri

  f) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istrinya g)

  Mengetahui calon istrinya itu tidak haram dinikahinya

  h) Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh i) Cakap melakukan perbuatan hukum untuk hidup berumah tangga j) Tidak dapat halngan perkawinan

  2) Bagi calon mempelai wanita sayaratnya:

  a) Beragama Islam

  b) Wanita (bukan banci/lesbian)

  c) Telah memberi izin kepada walinya untuk menikahkanya

  d) Tidak bersuami dan tidak dalam iddah

  e) Bukan mahramnya calon suami

  f) Belum pernah dili‟an (sumpah li‟an) oleh calon suaminya g) Jelas orangnya

  h) Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh

  3) Tidak ada halangan perkawinan

  Seseorang terhalang perkawinanya karena :

  a) Hubungan darah terdekat (nasab)

  b) Hubungan persusuan (radla‟ah)

  c) Hubungan persemendaan (mushaharah)

  d) Talak ba‟in kubra

  e) Permanduan

  f) Telah beristri 4 orang

  g) Li‟an

  h) Masih bersuami/ dalam masa iddah i) Perbedaan agama j) Ihram haji atau umroh

  4) Bagi wali calon mempelai wanita

  a) Pria

  b) Beragama Islam

  c) Mempunyai hak atas perwalianya

  d) Tidak terdapat halangan untuk menjadi wali

  5) Bagi saksi, syaratnya:

  a) Dua orang pria

  b) Beragama islam

  c) Sudah dewasa d) Hadir dalam upacara akad nikah

  e) Dapat mengerti maksud akad nikah 6)

  Bagi akad nikah syaratnya :

  a) Adanya ijab (penyerahan) dari wali

  b) Adanya qabul (penerimaan ) dari calon wali suami

  c) Ijab harus mengunakan kata-kata nikah atau yang searti denganya d)

  Antara ijab dan qabul harus jelas dan saling berkaitan

  e) Antara ijab dan qabul masih dalam satu majlis

  f) Orang yang berujab-qabul tidak sedang dalam ihram haji atau umrah (Kementerian Agama, 2005: 15).

  Ijab Kabul dalam sebuah pernikahan menghalalkan dua insan berlawanan jenis untuk hidup bersama sebagai suami istri. Keduanya dihalalkan untuk hidup serumah dalam mengarungi hidup selanjutnya (Yosodipuro, 2010: 97).

  Pernikahan menyebabkan timbulnya konsekuensi terhadap suami dan istri, yaitu hak dan kewajiban. Dalam kaitan ini, ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan bersama dan ada juga hak dan kewajiban masing-masing.

  1. Hak-hak dan kewajiban suami-istri a.

  Hak dan kewajiban bersama 1) Saling mengsihi dan menyayangi 2) Saling mempercayai 3) Mendidik anak

  4) Menciptakan komunikasi yang interaktif dan kondusif 5) Saling memenuhi hak dankewajiban 6) Saling menasihati 7) Menjaga rahasia keluarga b. Kewajiban suami

  1) Membayar mahar 2) Memberi nafkah kepada irstri dan anak 3) Memenuhi kebutuhan biologis istri/ menggauli istri 4) Mendidik dan membimbing istri 5) Menutupi aib istri

  \ c. Hak suami

  1) Mendapakan pelayanan istri 2) Mendapatkkan perhatian istri 3) Mendapatkan kebutuhan pelayanan biologis 4) Meminpin rumah tangga 5) Mendapatkan hak waris istri d. Kewajiban istri

  1) Memenuhi hajat biologis suami 2) Menjaga harta suami 3) Menaati suami 4) Menjaga martabat diri dan keluarga 5) Merawat dan menjaga penampilan

  6) Menjaga kehormatan suami 7) Menyelaraskan selera suami e. Hak istri

  1) Mendapatkan nafkah 2) Pemenuhan kebutuhan biologis (digauli) 3) Mendapatkan perlindungan dan pengayoman dari suami 4) Mendapatkan didikan dan nasihat suami 5) Memeberikan masukan dalam penyelesain masalah 6) Mendapatkan hak waris suami (Yosodipuro, 2010: 98).

3. Hukum Pernikahan

  Secara personal hukum nikah berbeda disebabkan perbedaan kondisi mukallaf, baik dari segi karakter kemanusianya maupun dari segi kemampun hartanya, hukum nikah tidak hanya satu yang berlaku bagi seluruh mukallaf , masing-masing mukallaf mempunyai hukum tersediri yang spesifik sesuai dengan kondisinya yang spesifik pula, baik persyartan harta, fisik, atau ahklak ( Hawwas, 2009: 44).

  Didalam undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 juga dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaanya itu”.

  a. Wajib

  Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunya telah mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan wajiblah dia kawin, karena menjauhkan diri dari yang haram adalah wajib, sedang untuk itu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan kawin.

  b. Sunnah Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari buat zina, maka sunnahlah dia kawin. Kawin baginya lebih utama dari pada bertekun diri dalam ibadah, karena menjalani hidup sebagai pendeta sedikitpun tidak dibenarkan dalam Islam.

  c. Haram Bagi seorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya kepada istrinya serta nafsunya tidak mendesak, haramlah ia kawin.

  d. Makruh Makruh kawin bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mempu memberikan belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat, juga bertambah makruh hukumnya jika karena lemah syahwatnya itu ia berhenti melakukan sesuatu ibadah atau menuntut suatu ilmu.

  e. Mubah

  Dan bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah (Hawwas, 2009: 45).

4. Hikmah Pernikahan

  Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia, mahkluk yang dimuliakan oleh Allah. Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan menjaga dari ketimpagan dan penyimpangan, Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik (Hawwas, 2009: 39).

  Islam menganjurkan dan menggembirakan kawin sebagai mana maksud karena ia mempunyai pengaruh yang baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia (Sabiq, 1980: 18).

  Dari urian diatas dijelaskan bahwa dari sebuah pernikahan akan memberikan hikmah bagi yang menjalankan pernikahan tersebut akan tetapi hikmah itu akan ada ketika pernikahan tersebut dilaksanakan berdasarkan agama dan karena mencari ridha Allah.

  Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologis, dan agama diantara yang terpenting adalah sebagai berikut (Hawwas, 2009: 39). a. Memelihara gen manusia. Pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keberlangsungan gen manusia, alat reproduksi, dan generasi dari masa ke masa.

  b. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh, di dalamya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius.

  c. Nikah sebagai perisai diri manusia. Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari pelanggaran-pelangaran yang diharamkan dalam agama.

  d. Melawan hawa nafsu. Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak-anak dan mendidik mereka.

  e. Pembagian tugas di mana yang satu mengurusi rumah tangga sedangkan lainya bekerja di luar sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya.

  f. Perkawinan dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan memperkuat hubungan masyarakat yang memang oleh Islam direstui, ditopang dan ditunjang. Karena masyarakat yang saling menunjang dan menyayangi merupakan masyarakat yang kuat serta bahagia.

B. Perceraian Dalam Hukum Islam

  1. Pengertian Percerain

  Secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas, mengurai, atau meninggalkan; mengurai atau melepas tali pengikat, baik tali pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan (Supriatna,2009: 19).

  Istilah talak dalam fiqih mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus. Talaq menurut arti umum ialah segala macam bentuk percerian baik yang dijatuhkan oleh suami, dijatuhkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraianya karena meninggalnya salah seorang dari suami atau istri. Seddangkan talak dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja. Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-istri itu ada yang disebabkan karena talaq, maka selanjutnya talaq ini disebut dengan istilah talaq dalam arti khusus ( Hawwas, 2009: 83).

  Langgengya perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diinginkan dalam Islam. Akad nikah dilaksanakan untuk selamanya dan seterusnya hingga maut memisahkan suami dan istri. Agar keduanya bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, menikmati naugan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya dalam kehidupan yang baik. Oleh karena itu ikatan antara suami dan istri merupakan ikatan yang paling suci dan paling kokoh yang dalam al-

  Qur‟an disebut dengan mitsaqon ghalidzan.

  Jika ikatan antara suami dan istri sedemikian kokoh dan kuatnya, maka tidak sepatutnya dirusakkan dan disepelekan. Setiap usaha yang meyepelekan dan melemahkannya maka dibenci oleh Islam, karena dianggap merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri.

  f. Hukum Perceraian Dalam Islam bercerai pada dasarnya “terlarang” atau tidak diperbolehkan kecuali a da alasan yang dibenarkan oleh syara‟. Hal ini sejalan dengan pendapat mazhab Hanafi dan Hambali, mereka beralasan bahwa bercerai merupakan kufur nikmat, karena perkawinan adalah suatu nikmat, sedangkan kufur terhadap nikmat Allah merupakan haram, sehingga cerai haram kecuali darurat. Mazhab Hambali lebih lanjut menjelaskanya secara terperinci mengenai hokum bercerai. Menurut mereka bercerai mempunyai beberapa hukum, yaitu:

  a. Wajib Yaitu talaq yang dijatuhkan oleh pihak Hakam (penegah) dikarenakan terjadinya perpecahan antara suami-istri yang sudah sangat berat dan tidak bisa diperbaiki lagi sehingga menurut keputusan hakam hanya perceraianlah jalan satu-satunya untuk menghentikan perpecahan (syiqaq) tersebut.

  b. Haram Yaitu talaq tanpa alasan, diharamkan karena merugikan suami- istri dan tidak adanya kemaslahatan yang akan dicapai dengan perbuatan thalaqnya tersebut.

  c. Sunnah

  Yaitu apabila seorang suami atau istri mengabaikan kewajiban- kewajibanya kepada Allah, sedangkan suami atau istri tidak mampu untuk memaksanya agar pasanganya mampu menjalankan kewajiban- kewajibanya tersebut.

  d. Makruh Yaitu jika suami menjatuhkan talaq kepada istri saleh dan berakhlak yang baik, karena hal demikian bisa mengakibatkan istri dan anaknya terlantar dan akan menimbulkan kemudaratan.

  g. Rukun dan Syarat Perceraianm Rukun percerian (talaq) ialah unsure pokok yang harus ada dalam talaq dan terwujudnya talaq tergatung adanya dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud. Massing-masing rukun tersebut harus memenuhi persyaratan. Syarat talaq ada yang disepakati oleh para ulama tetapi ada yang diperselisihkan (Supriatna,2009: 29)

  Rukun dan syarat tal ak tersebut adalah sebagai berikut: a. Suami yang sah akad nikah dengan istrinya, disamping itu suami dalam keadaan:

  1) Baligh, sebagai suatu perbuatan hokum, perceraian tidak sah dilakukan oleh orang yang belum balihg.

  2) Berakal sehat, selain sudah baligh suami yang akan menceraikan istrinya juga harus mempunyai akal yang sehat, maka dari itu orang gila tidak sah untuk menjatuhkan talaq kepada istrinya.

  3) Atas kemauan sendirinya, perceraian yang dilakukan karena adanya sebuah paksaan bukan atas dasar kemauan sendirinya maka perceraian tersebut tidak sah.

  b. Istri, unsur yang kedua adalah istri. Untuk sahnya talak istri harus dalam kekuasaan suami, yaitu istri tersebut belum pernah ditalaq atau sudah ditalaq tetapi masih dalam masa waktu iddah dan dalam keadaan.

  1) Istri terikat dengan perkawinan yang sah dengan suaminya. 2)

  Istri harus dalam keadaan suci atau belum dicampuri oleh suaminya dalam waktu yang suci itu.

  3) Istri berada dalam iddah raj‟I atau iddah thalaq baim sughra. 4)

  Jika istri berada dalam pisah badan dapat dianggap sebagai talaq, seperti pisah badan karena suami murtad, atau karena „illa, keadaan seperti ini dianggap talaq oleh mazhab Hanafiyah. 5) Jika istri dalam masa idah akibah fasakh.

  h. Bentuk-bentuk Perceraian Percerian (talaq) dapat dibagi menjadi beberapa bentuk dengan melihat kepada waktu menjatuhkanya, kemungkinanan suami kembali ke istrinya, cara menjatuhkanya, kondisi suami paa waktu mentalaq, dan lain- lain (Supriatna,2009: 31) Diantara bentuk-bentuk perceraian (talaq) ialah sebagai berikut: a.

  Perceraian apabila ditinjau dari segi boleh tidaknyasuami ruju‟ kembali pada istrinya setelah ditalaq, maka perceraian ini ada dua bentuk yaitu: 1)

  Talaq Raj‟i Adalah talaq yang suami diberi hak untuk kembali nikah kepada istri yang ditalaqnya tanpa harus melalui akad nikah yang baru, selama istri masih dalam masa iddah, talaq raj‟i tidak menghilangkan ikatan perkawinan sama sekali, yang termasuk kedalam talaq raj‟I ialah talaq satu atau talaq dua.

  Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Talaq ayat1 :

                                             

    

  Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. 2)

  Talaq Ba‟in Adalah talaq yang tidak diberikan hak kepada suami untuk rujuk kepdada istrinya. Apabila suami ingin kembali pada mantan istrinya, harus dilakukan dengan akad nikah yang baru yang memenuhi unsur-unsur dan syarat- syaratnya. Talaq bai‟in ini menghilangkan ikatan suami istri. Talaq ba‟in ini dapat dibagi menjadi talaq sughra dan talaq bai‟in kubra.

  a) Talaq Ba‟in Sughra ialah talaq yang tidak memberikan hak rujuk kepada suami tetapi suami bisa menikah lagi kepada istrinya dengan tidak disyaratkan istri harus menikah denganlaki- laki lain. Yang termasuk talaq bai‟in sughra ialah talaq satu dan dua.