BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis - RIFKA AJENG BAB II

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

  1. Pengertian Berpikir Kreatif Berpikir dapat diartikan sebagai alur kesadaran yang setiap hari muncul dan mengalir tanpa kontrol, sedangkan kreatif berarti menciptakan ide-ide dan karya baru yang bermanfaat. Coleman dan Hammen (Sumarmo, 2010) menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan cara berpikir yang menghasilkan konsep, temuan, seni yang baru. Menurut Subandar (2009) berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir yang berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang dihadapi, bahwa di dalam situasi itu terlihat atau teridentifikasi adanya masalah ingin atau harus diselesaikan. Munandar (1999) mengatakan berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah. Berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Jadi berpikir kreatif matematis adalah kemampuan memberikan gagasan-gagasan baru untuk memecahkan masalah dan mengembangkan struktur berpikir yang asli dan reflektif agar menghasilkan produk yang kompleks dan membangun konsep yang terintegrasi ke dalam inti yang penting dalam matematika.

  7

  2. Indikator Berpikir Kreatif Karakteristik pemikiran kreatif menurut Guilford (Satiadarma, 2003) berkaitan erat dengan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir yakni: (a) kelancaran (fluency) dalam berpikir adalah kemampuan memproduksi banyak gagasan, (b) keluwesan (flexibility) merupakan kemampuan untuk mengajukan berbagai pendekatan atau jalan pemecahan masalah, (c) keaslian (originality) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri, (d) penguraian

  

(elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara

  terperinci, (e) perumusan kembali (redefenition) merupakan kemampuan untuk mengkaji suatu persoalan melalui cara dan prespektif yang berbeda dengan apa yang sudah lazim.

  Menurut Munandar (1999) ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif meliputi lima ketrampilan berpikir: (a) berpikir lancar (fluency), yang menyebabkan seseorang mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan, (b) berpikir luwes (flexibility) dimana orang kreatif menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi karena dia mampu melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, (c) berpikir rasional yang mendorong orang kreatif melahirkan ungkapan yang baru dan unik, (d) ketrampilan mengelaborasi yang meliputi kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, dan (e) ketrampilan menilai (mengevaluasi), yakni kemampuan menentukan patokan penilaian sendiri dan mementukan apakah suatu pertanyaan benar.

  Menurut Evans (Subandar, 2009) berpikir kreatif terdeteksi dalam empat bentuk yaitu : (a) kepekaan (sensitivity) kemampuan mengidentifikasi adanya masalah, mampu membedakan fakta yang tidak relevan dan yang relevan dengan masalah termasuk konsep-konsep yang relevan, (b) kelancaran (fluency) dalam memunculkan gagasan atau pertanyaan yang beragam serta menjawabnya, ataupun merencanakan dan menggunakan berbagai strategi penyelesaian pada saat menghadapi masalah yang rumit serta kebuntuan, (c) keluwesan (flexibility) suatu variasi yang sesungguhnya menunjukkan kekayaan ide atau alternatif dan usaha dari yang bersangkutan dalam membangun gagasan menuju pada solusi yang diharapkannya, (d) keaslian (originality) munculnya gagasan dari yang bersangkutan tanpa memperoleh bantuan dari orang lain.

  Berdasarkan sumber di atas dapat dirumuskan indikator kemampuan berpikir kreatif yang digunakan peneliti antara lain: a) Kelancaran (fluency), yaitu kemampuan memberikan banyak cara atau solusi dalam menyelesaikan masalah.

  b) Keluwesan (flexibility), yaitu kemampuan mencari jawaban atau solusi dalam menyelesaikan permasalahan matematika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. c) Keaslian (originality), yaitu mengungkapkan suatu ide untuk menyelesaikan permasalahan matematika dengan memberikan cara yang tidak biasa atau caranya sendiri.

  d) Kerincian (elaboration), yaitu kemampuan mengembangkan jawaban secara terperinci.

B. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

  Menurut Tan (Rusman, 2010) PBM merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui kerja kelomok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara bekesinambungan. Dengan keterampilan yang lebih tinggi dan tingkat kreativitas yang sangat tinggi pula maka akan menciptakan individu yang kritis. PBM membantu untuk meningkatkan perkembangan ketrampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif.

  Moffit (Rusman, 2010) mengemukakan bahwa PBM merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep dari materi pelajaran. Menurut Arends (2008) model PBM adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri. Menurut Duch (Shoimin, 2014) Problem

  

Based Learning (PBL) atau PBM adalah model pembelajaran yang bercirikan

  adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa PBM adalah model pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah kepada siswa dimana masalah tersebut yang sering dialami di kehidupan nyata. Selanjutnya siswa menyelesaikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan yang baru melalui kerja kelompok atau tim yang sistematis.

  Rusman (2010) menyatakan bahwa karakteristik PBM adalah sebagai berikut:

  1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

  2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

  3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).

  4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

  5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

  6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM.

  7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.

  8. Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.

  9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

  10. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

  Alur proses Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dilihat pada flowchart berikut.

Gambar 2.1 Keberagaman Pendekatan PBM

  Rusman (2010) mengemukakan bahwa langkah-langkah PBM adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Fase-fase Kegiatan Guru

  Fase 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran, Orientasi siswa pada masalah menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa yang terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. Fase 2 Membantu siswa mendefinisikan dan Mengorganisasi siswa untuk mengorganisasikan tugas belajar yang belajar berhubungan dengan masalah tersebut Fase 3 Mendorong siswa untuk Membimbing pengalaman mengumpulkan informasi yang sesuai, individual/kelompok melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

  Fase 4 Membantu siswa dalam merencanakan Mengembangkan dan dan menyiapakan karya yang sesuai menyajikan hasil karya seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Fase 5 Membantu siswa untuk melakukan Menganalisis dan mengevaluasi refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan C.

   Strategi Brainstorming Brainstorming adalah suatu teknik atau cara mengajar yang dilaksanakan

  oleh guru di dalam kelas, yaitu dengan melontarkan suatu masalah ke kelas oleh guru, kemudian siswa menjawab atau menyatakan pendapat, atau komentar (Roestiyah, 2008). Satu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang singkat. Tujuannya untuk mengungkapkan apa yang ada dipikirkan para siswa dalam menanggapi masalah yang dilontarkan oleh guru.

  VanGundy (2005) menentukan empat aturan dasar untuk brainstorming, yaitu

  1. Defer Judgment (penundaan penghakiman) Pada umumya kita cenderung kritis dan berhati-hati, kecenderungan untuk kritis ini menyebabkan kita lebih mmemperhatikan apa yang salah, apa yang lemah, apa yang keliru pada gagasan yang diberikan orang lain daripada memperhatikan apa yang baik, sehingga kritik yang terlalu cepat akan mematikan kreativitas. Kritik yang sering didengar terhadap suatu gagasan yang diberikan adalah: a. Hal itu sudah sering dilakukan,

  b. Hal itu belum pernah dilakukan,

  c. Rasanya tidak akan berhasil,

  d. Gagasan itu aneh sekali, e. dan sebagainya.

  2. Quantity Breeds Quality (kuantitas menentukan kualitas)

  Quantity Breeds Quality, artinya dengan semakin banyak gagasan,

  makin besar kemungkinan bahwa di antara sekian banyak gagasan ada beberapa yang baik dan berkualitas. Karena tuntutan akan kuantitas ini, gagasan sebaiknya dinyatakan dengan singkat hanya inti pemikiran, elaborasinya dapat menyusul. Brainstorming yang baik berlangsung begitu cepat, dengan semua peserta aktif dan bersemangat memberikan gagasan, mungkin saja terjadi bahwa gagasan yang sama diberikan lebih dari satu kali.

  3. The Wilder the Better (liar lebih baik) Diperlukan iklim tertentu agar seseorang bebas dalam mencetuskan gagasan, yaitu iklim di mana ia merasa aman, diakui, dan dihargai.

  Seseorang harus membebaskan pikiran dan mematikan sensor serta goncangan konsentrasi, buatlah sesuatu yang sembarangan dan fokuslah pada seberapa banyak ide aneh yang bisa dipikirkan. Jangan khawatir pada praktek penghasilan ide-ide, pergilah untuk sesuatu yang tidak biasa dan lihatlah hasilnya.

  4. Combine and Improve Ideas (gabungan dan perbaikan ide) Tidak jarang dalam brainstorming terjadi bahwa gagasan yang diberikan seseorang menyambung pada gagasan orang lain. Gabungkan sebuah ide yang sudah ada dengan yang lain untuk membentuk ide baru yang komplit. Ini merupakan salah satu manfaat terbesar yang saling memacu dalam pemberian gagasan diantara para peserta.

  Pelaksanaan metode ini dilakukan dalam kelompok 4 sampai 7 anak, berilah suatu masalah yang tidak asing lagi bagi mereka dengan bantuan LKK untuk membantu pengungkapan gagasan. Secara singkat kemukakan empat aturan dasar dari brainstorming yang harus dipatuhi, pilihlah seorang pemimpin dalam kelompok, karena peranan ini sangat penting untuk penanggung jawab anggota kelompok dalam mematuhi aturan dan sekaligus berfungsi sebagai fasilitator proses. Terkadang ada waktu kosong di mana tidak timbul ide-ide. Ini dapat berarti bahwa siswa-siswa memerlukan waktu untuk berpikir (inkubasi), tetapi jika ini berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan frustasi pada siswa. Guru dapat memudahkan proses dengan memberikan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan masalah untuk meningkatkan kelenturan pemikiran yang merupakan salah satu aspek dari berpikir kreatif.

  Keunggulan teknik brainstroming antara lain:

  a. Anak-anak aktif berpikir untuk menyatakan pendapat b. Melatih siswa berpikir dengan cepat dan tersusun logis.

  c. Merangsang siswa untuk selalu siap berpendapat yang berhubungan dengan masalah yang diberikan oleh guru.

  d. Meningkatkan partisipasi siswa dalam menerima pelajaran. Namun demikian teknik ini masih juga memiliki kelemahan yaitu:

  a. Guru kurang memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk berpikir dengan baik.

  b. Anak yang kurang selalu ketinggalan.

  c. Kadang-kadang pembicaraan hanya dimonopoli oleh anak yang pandai.

  d. Masalah bisa berkembang ke arah yang tidak diharapkan.

D. Strategi Brainstorming pada Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

  Strategi brainstorming pada Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran yang di dalamnya mengungkapkan apa yang dipikirkan para siswa dalam menanggapi masalah yang dilontarkan guru ke kelas serta keterampilan pemecahan masalah yang berhubungan dengan belajar tentang kehidupan dengan bantuan berupa LKK (Lembar Kerja Kelompok). Pembelajaran ini siswa dikembangkan untuk mampu menunjukkan partisipasinya dalam menyelesaikan masalah dengan kelompoknya, setiap individu berhak mengutarakan ide-ide mereka sendiri yang berkaitan dengan masalah, sehingga memungkinkan terjadinya diskusi antar siswa untuk berpikir lebih terbuka dan lebih luas.

Tabel 2.2 Langkah-langkah Strategi Brainstorming pada Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

  Fase-fase Kegiatan Guru

  Fase 1 Menjelaskan tujuan pembelajaran, Orientasi siswa pada masalah dan memfasilitasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. Fase 2 Meminta siswa untuk berkelompok. Mengorganisasi siswa untuk Mengemukakan empat aturan dasar belajar dari brainstorming yang harus dipatuhi. Membantu siswa dalam manajemen tugas bersama teman kelompoknya.

  Fase 3 Mendorong siswa secara kelompok Membimbing pengalaman mengumpulkan informasi yang individual/kelompok sesuai.

  Menginstruksikan setiap individu menuliskan ide yang didapatkan, bisa dalam bentuk gambar. Ide dari setiap individu saling dihubungkan dan menghasilkan penyelesaian masalah dari kelompok tersebut. Fase 4 Membantu siswa dalam Mengembangkan dan menyajikan merencanakan dan menyiapakan hasil karya karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya kmudian meminta kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. Fase 5 Membantu siswa untuk melakukan Menganalisis dan mengevaluasi refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

  E.

  

Perbedaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dengan Strategi

Brainstorming pada Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).

  Secara umum perbedaan yang mendasar pada kedua proses pembelajaran tergambar pada proses siswa belajar, pada model PBM siswa diberikan masalah kemudian difasilitasi untuk terlibat dalam pemecahan masalah, akan tetapi dalam penerapan strategi Brainstorming pada PBM lebih khusus mengajarkan siswa tidak hanya untuk menggali pengetahuan dari masalah, akan tetapi juga menggali kemampuan siswa dalam berinteraksi dalam kelompok. Pada penerapan strategi brainstorming pada PBM juga memungkinkan siswa untuk memperoleh banyak ide yang mereka peroleh dari proses diskusi dan memungkinkan siswa untuk berpikir luas dan divergen. Lebih rinci perbedaan kedua model dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Perbedaan model PBM dengan Strategi Brainstorming pada PBM Model PBM Strategi Brainstorming pada PBM Fase 1 Orientasi Siswa pada masalah:

  Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa yang terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

  Fase 1 Orientasi Siswa pada masalah:

  Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, dan memfasilitasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

  Fase 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar:

  Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

  Fase 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar:

  Guru meminta siswa untuk berkelompok. Mengemukakan empat aturan dasar dari brainstorming yang harus dipatuhi. Membantu siswa dalam manajemen tugas bersama teman kelompoknya.

  Fase 3 Membimbing pengalaman individual / kelompok:

  Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

  Fase 3 Membimbing pengalaman individual / kelompok

  Guru mendorong siswa secara kelompok mengumpulkan informasi yang sesuai. Menginstruksikan setiap individu menuliskan ide yang didapatkan, bisa dalam bentuk gambar. Ide dari setiap individu saling dihubungkan dan menghasilkan penyelesaian masalah dari kelompok tersebut.

  Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya:

  Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

  Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya:

  Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya kemudian meminta kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok.

  Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah:

  Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

  Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah:

  Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

F. Materi

  Materi : Geometri Dimensi Dua Standar Kompetensi : 5. Menentukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang melibatkan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi dua.

Tabel 2.4 Materi Geometri Dimensi Dua

  Kompetensi Dasar Indikator

  5.1 Mengidentifikasi 1) Menentukan satuan sudut dalam derajat sudut dikonversi kesatuan sudut dalam radian

  5.2 Menentukan keliling atau sebaliknya sesuai prosedur. bangun datar dan luas 2) Menentukan rumus keliling bangun datar. daerah bangun datar. 3) Menghitung keliling bangun datar.

  4) Menentukan rumus luas bangun datar. 5) Menghitung luas bangun datar. 6) Memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep keliling dan luas dalam kehidupan sehari-hari.

G. Penelitian yang relevan

  Menurut penelitian dari Daryati (2014) yang berjudul “Pengaruh Problem

  

Based Learning terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa SMK Negeri 1

  Purbalingga” menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif Problem Based

  

Learning terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa SMK Negeri 1

Purbalingga.

  Hasil penelitian yang berjudul “ Pengaruh Problem Based

  Learning

  terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa SMP” karya Anas Dian Idola (2014) menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi ,matematis siswa SMP pada materi Prisma dan Limas yang mengikuti Problem Based

  

Learning lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa SMP yang

  mengikuti pembelajaran langsung. Hasil penelitian dari Findi Rosiana pada penelitian tindakan kelas yang ber judul “Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII D SMP N 1 Sumbang melalui Problem Based

  

Learning ” menyimpulkan bahwa adanya peningkatan kemampuan berpikir

  kritis siswa yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata tes kemampuan berpikir kritis siswa, dan ketuntasaan klasikal yang diperoleh siswa.

  Persamaan ketiga penelitian di atas dalam proses pembelajaran di kelas menggunakan model Problem Based Learning, yang dapat memberi pengaruh atau peningkatan pada prestasi siswa. Memberikan dampak positif pada setiap kemampuan yang telah diteliti.

H. Kerangka Pikir

  Berpikir kreatif dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika adalah menyelesaikan tugasnya dengan berbagai banyak cara penyelesaian, mampu mengemukakan dan mengembangkan idenya, serta terbuka atas pendapat yang berbeda. Gambaran yang tampak saat ini dalam memecahkan masalah pada soal-soal yang diberikan masih terbatas pada pemikiran tingkat rendah. Berpikir kreatif ini merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi, sehingga akan menghasilkan kreativitas yang sangat penting untuk menghadapi kondisi dan situasi yang semakin ketat dalam persaingan hidup di era globalisasi sekarang.

  Salah satu usaha mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada pembelajaran matematika di sekolah adalah dengan strategi

  

brainstorming pada Pembelajaran Berbasis Masalah. Strategi brainstorming

  pada pembelajaran berbasis masalah ini, masing-masing siswa mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan para siswa dalam menanggapi masalah yang dilontarkan guru ke kelas serta keterampilan pemecahan masalah yang berhubungan dengan belajar tentang kehidupan.

  Model ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

  Pembelajaran yang ideal di dalam kelas adalah pembelajaran yang menimbulkan adanya interaksi antara guru dengan siswa. Siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk bebas mengeluarkan ide-ide yang dimiliki, serta mengkomunikasikan pendapat maupun pemikiran-pemikiran mereka bersama siswa yang lainnya, agar berpikir kreatif bisa teraktualisasi. Adapun perbedaan dari penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dan strategi

  

brainstorming pada Pembelajaran Berbasis Masalah diantaranya sebagai

  berikut:

Tabel 2.5 Perbedaan PBM dengan strategi Brainstorming pada PBM

  Pembelajaran Berbasis Masalah Strategi brainstorming pada PBM

  1. Konsep dan pemecahan masalah

  1. Meningkatkan kemampuan sesuai dengan kebutuhan siswa. berpikir kreatif siswa untuk

  2. Belajar peranan orang dewasa memecahkan masalah. yang otentik.

  2. Menciptakan suasana belajar yang

  3. Menumbuhkan motivasi internal merangsang siswa berpikir dengan untuk belajar. cepat dan tersusun logis.

  4. Menjadi siswa yang mandiri.

  3. Merangsang siswa untuk belajar dan selalu siap berpendapat dalam menyelesaikan masalah.

  4. Suasana demokrasi dan disiplin dapat ditumbuhkan.

  Berdasarkan pemikiran tersebut, maka diperlukan variasi model pembelajaran yang dapat memberikan pengaruh positif untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

I. Hipotesis

  Berdasarkan teori dan kerangka berpikir diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pembelajaran dengan penerapan strategi

  

brainstorming pada Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa.