PENERAPAN SENAM ASMA UNTUK MENGATASI MASALAH OKSIGENASI PADA PASIEN ASMA - Elib Repository

PENERAPAN SENAM ASMA UNTUK MENGATASI MASALAH
OKSIGENASI PADA PASIEN ASMA

Karya Tulis Ilmiah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk
Memenuhi Tugas Akhir Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan
Pendidikan Ahli Madya Keperawatan

Disusun oleh
Ayu Juniarti
A01401863

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2017
i

ii

iii


iv

MOTTO
”Kegagalan bukan akhir dari segalanya, kegagalan adalah
kesuksesan yang tertunda”
“Pengalaman dan kegagalan akan membuat orang lebih bijak”
“Selama ada keyakinan, semua akan menjadi mungkin”
“Kekasih yang setia adalah kasih yang selalu menutup pintu
buat cintanya orang lain”
“Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh
keikhlasan, istikomah dalam menghadapi cobaan.
YAKIN,IKHLAS,ISTIKOMAH”
“Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain. Siapa
yang mencari-cari kesalahan orang lain, Allah akan mencaricari kesalahannya, dan siapa yang mencari-cari kesalahannya,
Allah akan permalukan dia didalam rumah-Nya (HR.Ahmad)”
v

Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
KTI, Juli 2017

Ayu Juniarti 1), Bambang Utoyo 2)
ABSTRAK
PENERAPAN SENAM ASMA UNTUK MENGATASI MASALAH OKSIGENASI
PADA PASIEN ASMA
Latar Belakang:
Data Word Health Organization tahun 2011(WHO)
menunjukan 300 juta orang di dunia terdiagnosa asma dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 400 juta orang di tahun 2025. Asma yang tidak terkontrol
akan menyebabkan penyakit tersebut semakin berat. Senam asma sesuai dengan
namanya merupakan terapi terhadap penyakit asma. Jika dilakukan secara rutin,
ini akan meningkatkan kekuatan otot-otot pernafasan, kapasitas, dan efeisiensi
dalam proses respirasi.
Tujuan Penulisan: Melakukan penerapan senam asma untuk mengatasi masalah
oksigenasi pada pasien asma.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode studi kasus (Case Study).
Partisipannya adalah 2 orang klien asma. Instrumen dalam studi kasus ini berupa
(standar operasional prosedur) SOP senam asma dan lembar observasi masalah
oksigenasi.
Hasil: Setelah menerapkan senam asma hasil spirometri tidak ada perubahan
nialai,terjadi penurunan nilai RR, dan suara nafas ngik ngik/wheezing berkurang.

Tindakan: Tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalah oksigenasi pada
pasien asma, penulis melakukan tindakan senam asma.
Evaluasi: Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
adanya sekret teratasi sebagian. Penerapan senam ASMA efektif mengatasi
masalah oksigenasi pada pasien ASMA.
Kata Kunci: oksigenasi, pasien asma, senam asma
1. Mahasiswa.
2. Dosen.

vi

D III PROGRAM OF NURSING DEPARTMENT
MUHAMMADIYAH HEALTH SCIENCE INSTITUTE OF GOMBONG
Scientific Paper, July 2017
Ayu Juniarti 1), Bambang Utoyo 2)
ABSTRACT
THE APPLICATION OF ASTHMA GYMNASTICS TO OVERCOME
OXYGENATION PROBLEM ON ASTHMA PATIENT
Background: The data of World Health Organization (WHO) in 2011 shows that
based on the diagnosis there are 300 million people in the world suffer from

asthma and estimated to increase to be 400 million by 2025. Uncontrolled asthma
may cause it severe. Asthma gymnastics as the name suggests is a therapy for
asthma. Regular asthma gymnastics can increase the strength of respiratory
muscles, capacity and efficiency in the respiration process.
Objective: To apply the asthma gymnastics to overcome the oxygenation problem
of asthma patient.
Method: This study is an analytical descriptive with case study approach. The
participants were 2 clients with asthma. The instruments were Procedural
Operation Standard of asthma gymnastics and oxygenation observation sheet.
Result: After applying asthma gymnastics, there was no value change of
spirometry, there was a decrease in respiratory value and in wheezing.
Intervention: Applying asthma gymnastics to overcome oxygenation problems of
asthma patient.
Evaluation: The ineffectiveness of airway clearance associated with secretion
was partially resolved. The application of asthma gymnastics is effective to
overcome the oxygenation problem of asthma clients.
Keywords: Oxygenation, asthma client, asthma gymnastics
1. Student
2. Lecturer


vii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan
judul “Penerapan Senam Asma Untuk Mengatasi Masalah Oksigenasi Pada Pasien
Asma”. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW sehingga penulis mendapat kemudahan dalam menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
Sehubungan dengan itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Keluarga tercinta, bapak Kosod dan ibu Sri Sumariyah tersayang, kakak
Daning Ambar Sari serta adek Bagus Tri Atmoko tersayang yang telah
memberikan doa serta dukungan dalam menyusun proposal karya tulis ilmiah
ini.
2. Herniyatun, S. Kp., M.Kep Sp., Mat, selaku Ketua STIKES Muhammadiyah
Gombong.
3. Nurlaila, S.Kep.Ns, M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Muhammadiyah Gombong
4. Bambang Utoyo, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku pembimbing yang telah

berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan.
5. Ibu Diyah Astutiningrum, M. Kep selaku pembimbing akademik
6. Seseorang yang selalu dihati penulis (A.A), yang senantiasa selalu
memberikan semangat dan senantiasa menemani penulis dalam menyelesaiakn
laporan ini.
7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan
terimakasih atas bantuan dan dukungannya.
8. Rekan-rekan seperjuangan Kelas A Program Studi DIII Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Gombong yang senantiasa selalu memberikan semangat satu
sama lain dalammenyusun proposal karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari betul bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kesalahan yang perlu dikoreksi dan diperbaiki. Oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan di kemudian hari.
Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga
Allah SWT selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya. Amin.
Gombong, Agustus 2017
Ayu Juniarti

viii


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................

i

HALAMAN ORISINALITAS .........................................................................

ii

HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................

iv

MOTTO ...........................................................................................................


v

ABSTRAK .......................................................................................................

vi

ABSTRACT ....................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................

ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

1

A. Latar Belakang ............................................................................


1

B. Rumusan Masalah........................................................................

6

C. Tujuan Penulisan ........................................................................

6

D. Manfaat Penulisan .......................................................................

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

7

BAB III METODE STUDI KASUS ................................................................


35

A. Desain Studi Kasus ......................................................................

35

B. Subyek Studi Kasus .....................................................................

35

C. Fokus Studi Kasus .......................................................................

36

D. Definisi Operasional ....................................................................

36

E. Instrumen Studi Kasus ................................................................


37

F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................

37

G. Lokasi dan Waktu Studi Kasus ....................................................

38

H. Analisa Data dan Penyajian Data .................................................

38

I. Etika Penelitian Studi Kasus .......................................................

39

BAB IV Hasil dan Pembahasan ......................................................................

41

A. Hasil ............................................................................................

41

B. Pembahasan ..................................................................................

59

ix

BAB V Kesimpulan dan Saran .......................................................................

69

A. Kesimpulan .................................................................................

69

B. Saran.............................................................................................

71

LAMPIRAN-LAMPIRAN

x

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ftriani, F et al. (2011) menyatakan Asma adalah penyakit inflamasi
kronis pada saluran nafas yang ditandai serangan berulang berupa sesak
nafas dan mengi, keadaan tersebut berfariasi dalam tingkat keparahan dan
frekuensi dari orang ke orang. Gejala asma berulang sering menyebabkan
gangguan sulit tidur, rasa lelah keesokan harinya, tingkat aktivitas berkurang,
prestasi sekolah dan absensi kerja buruk.
Menurut (Karinna Haq & Rosma 2008) serangan asma umumnya
timbul karena adanya paparan terhadap faktor pencetus, gagalnya upaya
pencehan, atau gagalnya tata laksana asma jangka panjang. Penderita ini
mengalami gejala berupa batuk, sesak nafas, wheezing, rasa dada tertekan
yang timbul dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat yang dapat
mengancam jiwa. Rengganis (2008) mengatakan ciri-ciri klinis yang dominan
adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai
batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah wheezing.
Ciri-ciri utama fisiologis asma adalah episode obstruksi saluran nafas, yang
ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi, sedangkan ciri-ciri
patologis yang dominan adalah inflamasi saluran nafas yang kadang disertai
dengan perubahan struktur saluran nafas.
Asma dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf
otonom. Jalur imunologis didominasi oleh anti bodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitifitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah anti bodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, anti bodi IgE melekat pada permukaan sel mast
interstisial paru,yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil.
Bila seseorang menghirup allergen, terjadi fase sensitisasi, anti bodi IgE
orang tersebut meningkat. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada
1

2

dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus,
dan spasma otot polos bronkiolus, sehingga menyebakan inflamasi saluran
nafas. Pada alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 1015 menit setelah paparan allergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan
respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung
pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam
paparan allergen dan bertahan selam 16-24 jam, bahkan kadang-kadang
sampai beberapa minggu. Pada pasien ini kekambuhan yang terjadi adalah
sering batuk, pilek, dan sesak nafas sejak usia 4 bulan. keluhan ini timbul jika
di dalam rumah ada yang menderita batuk dan pilek tanpa demam dan pasien
tampak sesak

dengan bunyi nafas wheezing. Pada keadaan seperti ini

menyebabkan diagnosis pada penyakit asma dan terjadi kekambuhan yang
berulang-ulang pada tingkatan waktu, dampaknya pasien mengalami
kesulitan dalam bernafas, dan lelah bila ingin berbicara atau posisi yang tidak
nyaman.
Data repost Word Healt Organitation tahun 2011 (WHO) menunjukan
300 juta orang di dunia terdiagnosa asma dan diperkirakan akan meningkat
menjadi 400 juta orang di tahun 2025. Serta kematian asma mencapai
250.000 orang per tahun. Di Amerika Serikat prevalensi asma mencapai 8,4%
pada tahun 2009 dan terus meningkat hingga mencapai 17,8% pada tahun
2011. Di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat sari 5,4% pada tahun
2003 menjadi 5,7% di tahun 2013 (dari total penyakit tidak menular) dan
pasien di Indonesia usia terbanyak berumur < 40 tahun. (RIKESDAS,2013).
Penderita asma di Kabupaten Kebumen berjumlah 2085 kasus (Data Dinas
Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2015)
Selama ini penderita asma tidak mengetahui upaya pencegahan
kekambuhan, hal ini tampak asma yang tidak ditangani dengan baik dapat
mengganggu kualitas hidup pada dewasa dan anak-anak, sehingga kurangnya
pengetahuan pada penderita asma terhadap kontrol yang dapat memicu
kekambuhan Lucianus, dalam Mogar (2008).

3

Ikawati (2008) mengatakan Obat-obat asma yang digunakan antara lain
bronkodilator
antikolinergik:

(simpatomimetika:
apratropium

salbutamol,

bromide),

metilsantin:

kortikosteroid

teofilin,

(prednisolon,

budesonida,dll) dan obat-obatan lain seperti ekspektoran (guaifenesin),
mukolitik

(bromheksin),

antihistamin

(ketotifen),

dan

antileukotrien

(zafirlukast). Sedangkan terapi non-farmakologi meliputi 2 komponen utama
yaitu edukasi pada pasien atau yang merawat mengenai berbagai hal tentang
asma dan control terhadap faktor-faktor pemicu serangan. Berbagai pemicu
serangan antara lain debu, polusi, merokok, olahraga, perubahan temperature
secara ekstrim, dll. Termasuk penyakit-penyakit yang sering mempengaruhi
kejadia asma seperti rhinitis, sinusitis, gastro esophageal refluks disease
(GERD), dan infeksi virus.
Menurut Oemeti (2010) pasien asma harus dapat mengontrol
penyakitnya. Asma yang tidak terkontrol dapat menyebabkan gejala
bertambah berat, sehingga penderita memerlukan bantuan medis atau harus di
bawa ke unit gawat darurat di rumah sakit. Meski jarang dilaporkan asma
dapat menyebabkan kematian. Penelitian di Asia Pasifik bahwa pasien asma
yang menganggap penyakit terkontrol, ternyata yang terkontrol penuh
sebanyak 5% dan yang terkontrol sebagian 35%, hanya 105 yang
menggunakan inhalasi steroid untuk mengontrol asmanya sedangkan yang
menggunakan bronkodilator sebanyak 68%. Prevalensi penyakit asma di
Indonesia pada provinsi Jawa Timur dilaporkan sebanyak 4265 penderita
yang didapat dari dinas kesehatan Jawa Timur 2007.
Aris Pribadi (2011) mengatakan pada penyakit ini sering terjadi secara
episodic cenderung pada malam hari atau dini hari, musiman atau pada saat
setelah aktifitas fisik. Asma menurut cirri-ciri klinis, fisiologis, dan patologis
adalah yang dominan dengan riwayat episode sesak, terutama pada malam
hari yang disertai batuk dengan pemeriksaan fisik adanya tanda yang sering
ditemukan yaitu wheezing.
Karinna Haq dan Rosma (2008) dalam studi di Indonesia asma masih
menduduki peringkat kelima dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia.

4

Beberapa Negara melaporkan terjadinya peningkatan morbiditas dan
mortalitas penderita asma. Hal ini antara lain disebabkan karena kurang
tepatnya

penatalaksanaan

atau

kepatuhan

penderita.

Bertambahnya

pengetahuan dalam pathogenesis asma mempunyai dampak positif terhadap
penatalaksanaan asma. Ketika asma dianggap hanya sebagai suatu penyakit
alergi, anti histamine dan

kortikosteroid merupakan obat yang selalu

digunakan dalam penatalaksanaan asma.
Senam yang teratur akan mengurangi penumpukan asam laktat dalam
darah sebagai efek metabolisme anaerob dan mengurangi kebutuhan ventilasi
selama senam. Dengan senam pun dapat mengurangi gejala dypsnoe dan
kelelahan selama senam. Kerja dari otot-otot pernapasan dibutuhkan untuk
proses ventilasi. Pada saat inspirasi diafragma dan otot interkostal eksternal
berkontraksi sehingga akan terjadi pembesaran rongga dada, tekanan alveolar
menjadi lebih kecil dari tekanan atmosfer, sehingga udara mengalir ke paruparu. Otot-otot asesoris inspirasipun yaitu otot otot scalenus dan
sternocleidomastoid membantu proses inspirasi. Sedangkan proses ekspirasi
terjadi akibat otot-otot pernapasan mengalami relaksasi sehingga rongga dada
mengecil dan mengakibatkan tekanan alveolar lebih besar dari tekanan
atmosfer dan udarapun bergerak ke luar paru-paru (Black and Hawks, 2007).
Weiner, P et al, (2013) menyatakan pasien dengan asma akan mengalami
kelemahan pada otot-otot pernapasan, hal ini disebabkan karena sering terjadi
dypsnoe dan adanya pembatasan aktivitas. Melatih otot pernapasan dapat
meningkatkan fungsi otot respirasi, mengurangi beratnya gangguan
pernapasan, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas dan menurunkan gejala
dypsnoe.
Pada tahun 2008, Erlina mengemukakan berdasarkan beberapa
penelitian yang dilakukan, menunjukan senam asma dapat meningkatkan
nilai Arus Puncak Aspirasi (APE). Karena dengan senam asma dapat
melemaskan otot-otot pernafasan, memulihkan kemampuan gerak yang
berkaitan dengan mekanisme pernafasan dengan mengatasi

masalah

penurunan volume paru sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup

5

penyandang asma. Penelitian yang dilakukan oleh Anwar, J. et al. (2008),
yang dikutip oleh Sehat tentang pengaruh senam asma terhadap penyandang
asma, dimana dengan senam

asma yang dilakukan selam dua bulan

didapatkan terjadi penurunan serangan asma, mudah batuk dan ekspetorasi,
mudah mengatasi serangan asma, asma lebih cepat terkontrol, aktifitas fisik
normal atau mendekati normal, dan kualitas hidup lebih baik, dari hasil
penelitian-penelitian tersebut terdapat penjelasan bahwa factor-faktor
penyebab penurunan kualitas hidup dapat ditekan melalui senam asma.
Manfaat dari senam asma ini antara lain melatih cara bernafas yang benar,
melenturkan dan memperkuat otot pernafasan, melatih ekspetorasi yang
efektif meningkatkan VO2 maks, pengurangan pemakaian obat, pengurangan
frekuensi serangan, serta peningkatan kualitas hidup.
Presetyo (2010) mengatakan Senam asma sesuai dengan namanya
merupakan terapi terhadap penyakit asma. Senam ini pertama kali
dikembangkan di daratan Amerika. Dalam gerakan menggabungkan berbagai
gerakan senam pernafasan dari seluruh belahan dunia. Senam ini mempunyai
gerakan yang variatif dan berkembang sesuai dengan daerahnya. Di Indonesia
sendiri senam asma belum begitu populer. Senam ini berkembang
mempunyai tujuan-tujuan untuk menyembuhkan asma dengan car a terapi
fisik yang berkelanjutan. Program terapi latihan atau fisioterapi yang
umumnya dilakukan dengan gerakan senam asma ini adalah latihan
pernafasan. Latihan pernafasan (breathing exercise) berbeda dengan
gymnastik respirasi, meskipun didalamnya juga terdapat latihan-latihan yang
bertujuan memperbaiki kelenturan rongga dada serta diafragma.
Menurut hasil penelitian yang didapat didukung oleh teori Widianti &
Proverawati, (2010) senam asma merupakan suatu jenis terapi latihan yang
dilakukan secara kelompok (exsercise group) yang melibatkan aktifitas
gerakan tubuh atau merupakan suatu kegiatan yang membantu proses
rehabilitasi pernafasan pada penderita asma, melakukan senam asma secara
rutin dapat meningkatkan kekuatan otot-otot pernafasan, meningkatkan
kapasitas serta efisiensi dalam proses respirasi.

6

Senam Asma adalah satu cara untuk melatih teknik bernafas yang
efektif pada pasien asma, juga merupakan salah satu penunjang
pengobatan asma karena keberhasilan pengobatan asma tidak hanya
ditentukan oleh obat asma yang dikonsumsi, namun juga oleh faktor gizi
dan olahraga. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merasa perlu
untuk melakukan penerapan senam asma untuk mengatasi masalah
oksigenasi pada pasien asma.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan senam asma untuk mengatasi masalah
oksigenasi pada pasien asma ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan penerapan senam asma untuk mengatasi masalah
oksigenasi pada pasien asma.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui masalah oksigenasi pada pasien asma.
b. Mengetahui penerapan senam asma pada pasien asma
D. Manfaat
1. Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat tentang manfaat senam
asma pada penderita asma.
2. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar dan mengajar
asuhan keperawatan tentang penerapan senam asma pada penderita asma.
3. Pendidikan Keperawatan
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman
yang lebih khususnya dibidang keperawatan pada penderita asma dengan
penerapan senam asma pada penderita asma.

DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Chandra, Conley and Kern. (2010). Epidemiology of Nasal Polyps in Nasal
Polyposis. T.M.Onerci & B.J. Ferguson (eds), Springer-Verlag Berlin
Heidelberg.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Black, J.M., and Hawks, J.H. (2007). Medical Surgical Nursing Clinical Mnagement
for Positive Outcomes. elseveir Saunders.
Brunner and Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC
Clark, M.V. (2013). Asma: Panduan Penatalaksanaan Klinis. Penerjemah :Aryana
D. Jakarta: EGC.
Erlina, D. (2008). Hubungan Senam Asma dengan Peningkatan Arus Puncak
Ekspirasi

(APE)

Pada

Penderita

Asma.

Surakarta:

Universitas

Muhammadiyah Surakarta.
Fitriani, F., Yunus, F., Rasmin, M. (2011). Prevalence of Asthma In a Group of 13-14
Years Old Students Using The ISAAC Written Questionnaire and Bronchial
Provocation Test in South Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia. 31:2.
Guyton, A.C., John, E.H. (2009). Pernapasan, Ventilasi Paru. Dalam: Luqman YR,
Huriawati H, Andita N, Nanda W, penyunting. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC
Henneberger, P.K. et al. (2011). The incidence of respiratory symptoms and diseases
among pulp mill workers with peak exposures to ozone and other irritant
gases. Chest 2011.
Herdman, T.H. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi&Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC.
Hidayat, A.A.A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Ikawati, Z. (2008). Farmakoterapy Penyakit Sistem Pernapasam. Yogyakarta:
Pustaka Adipura.
Rengganis, I. (2008). Diagnosa dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah
Kedokteran. Volume 58.
Jennifer, M.G. and Jones, G.R. (2009). Understanding and Managing Organizational
Behavior. 4th Edition. New Jersey: Pearson Prantice Hall.
Karinna, R.H. (2008). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Serangan Asma Pada
Penderita Asma Bronkhial Di BP4 Semarang. Staf Pengajar Program Studi
D-III Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Kozier, B., and Erb, G. (2008). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier dan
Erb, edisi kelima. Jakarta : EGC
Larson, J.L., Covey, K., Margareth., Corbridge., and Susan. (2012). Inspiratory
Muscle Strenght In Cronic Obstruktive Pulmonary Deseases. USA:
University of Maryland School of Nursing.
Maramis, W.F., and Maramis, A.A. (2009).

Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:

Airlangga.
Matondang, C.S. (2013). Diagnosis Fisik Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Mogar, S.P. (2008). Self-Management Mahasiswa Penderita Asma Yang Tinggal Di
Kost. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Muchid, A. (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurafiatin, A. (2007). Asma. Jakarta: Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas
Indonusa Esa Unggul.
Oemiati, R. (2007). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Asma Indonesia.
Media Litbang Kesehatan Volume XX nomor 1 Tahun 2010.

Weiner, P. et al. (2013). Comparison of specific expiratory inspiratory and combiner
muscle training program in COPD.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2009). Asma: Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Potter, P.A. and Perry, A.G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa: Renata Komalasari,dkk.
Jakarta: EGC.
Prasetyo, B. (2010). Seputar Masalah Asma. Jogjakarta: Penerbit Diva Press.
Pribadi, A. (2011). Serangan Asma Berat Pada Asma Episodik Sering. Jakarta: PPDS
Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Rengganis, I. (2008). Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah
Kedokteran Indonesia vol 58 no 11 nov
Supriyantoro. (2008). Asma dan kehidupan sehari-hari. Jakarta: Yayasan Asma
Indonesia.

JUDUL SOP :

SENAM ASMA

1. PENGERTIAN

Merupakan salah satu upaya untuk pengobatan
dan pencegahan asma bagi penderita asma

2. TUJUAN

1. Melatih cara bernapas yang benar
2. Melenturkan dan memperkuat otot pernapasan
3. Melatih ekspektorasi yang efektif
4. Meningkatkan sirkulasi
5. Mempercepat asma yang terkontrol
6. Mempertahankan asma yang terkontrol
7. Kualitas hidup lebih baik

3. INDIKASI

1. Pasien Asma namun namun tidak dalam
keadaan serangan asma
2. Tidak dalam serangan jantung
3. Tidak dalam stamina menurun (flu, kurang
tidur, baru sembuh)

4. KONTRAINDIKASI 1. Pasien dalam keadaan serangan asma
2. Pasien dalam keadaan serangan jantung
3. Pasien dalam keadaan stamina yang menurun
(flu, kurang tidur, baru sembuh)
5. PERSIAPAN KLIEN

1. Identifikasi

klien

dengan

identitas, riwayat kesehatan,

memeriksa
penyakit dan

keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan
identifikasi klien dengan memeriksa identitas

klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan, berikan kesempatan kepada klien
untuk bertanya dan jawab seluruh pertanyaan
klien.
4. Atur posisi klien sehingga merasakan aman
dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT

1. Laptop

DAN BAHAN
7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan pada klien lansia bahwa tindakan akan segera dilakukan
2. Atur posisi klien lansia senyaman mungkin
3. Periksa alat dan bahan yang akan digunakan
4. Putar pemutar musik/laptop yang akan digunakan
5. Minta klien untuk mengikuti gerakan yang dilakukan perawat
a. Gerakan pertama
Ayunkan kedua lengan ke depan setinggi bahu (2 x 8 hitungan)
b. gerakan kedua
ayunkan kedua lengan kesamping lebih tinggi dari bahu (2 x 8
hitungan )
c. Gerakan ketiga
Ayunkan

kedua

tangan

ketas

kemudian

ayunkan

kembali

kebelakang (2 x 8 hitungan)
d. Gerakan keempat
Langkahkan kaki kanan kedepan sedangkan tangankiri kedepan,
kemudian kembali ke posisi semula (ulangi dengan berlawanan kaki
dan tangan (2 x 8 hitungan)
e. Gerakan kelima
Pertemukan kedua telapak tangan kedepan, gerkkan secara bersama
deri atas hingga kebawah (2 x 8 hitungan )

f. Gerakan keenam
Pertemukan kedua telapak tangan kedepan, kemudian buka
perlahan kea rah samping sejajar bahu, lalu setukan kembali kedua
telapak tangan dengan posisi ke bawah (2 x 8 hitungan )
g. Gerakan ketujuh
Angkat salah satu tangan, kemudian ayunkan ke atas kebawah
secara bergantian terakhir letakkan perlahan di pinggang (2 x 8
hitungan)
h. Gerakan kedelapan
Bungkukkan badan 2x dan tegakkan badan sambil kedua tangan
diletakkan ke pinggang 2x (2 x 8 hitungan )
i. Gerakan kesembilan
Bungkukkan badan 2x dan tegakkan badan sambil menyondongkan
pinggang kedepan dengan posisi tangan di pinggang 2x (2 x 8
hitungan )
j. Gerakan kesepuluh
Lakukan gerakan seperti gerakan keempat (2 x 8 hitungan)
k. Gerakan kesebelas
Ulurkan kedua tangan kearah atas samping kanan 2x, kemudian
samping kiri 2x dengan posisi kaki sejajar bahu. Setelah itu ulangi
gerakan dengan posisi kaki yang di tarik kesalah satu sisi tubuh (2 x
8 hitungan)
l. Gerakan keduabelas
Ulurkan kedua tangan kearah depan 2x, kemudian samping kiri 2x
dengan posisi kaki lurus dengan diangkat salah satu kaki. Setelah itu
ulangi gerakan dengan posisi kaki yang di tarik kesalah satu sisi
tubuh (2 x 8 hitungan)
m. Gerakan ke tigabelas
Gerakkan kedua tangan ke samping bawah kemudian lakukan
gerakan memutar dari samping kanan-keatas-kesamping kiri 2x
(2x8 hitungan)

n. Gerakan ke empatbelas
Lakukan gerakan melompat keatas dengan posisi kedua tangan
diarahkan keatas sambil menarik nafas dalam, kemudian mendarat
dengan posisi kaki kanan berada di depan (2 x 8 hitungan)

6. Setelah selesai beritahu bahwa tindakan telah dilakukan
7. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
8. Beri kesempatan kepada klien untuk bertanya
9. Berikan reinforcement positif pada klien
10. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
11. Akhiri kegiatan dengan baik
8. HASIL :
a. Perhatikan

wajah

klien

setelah

melakukan

senam

asma.

Dokumentasikan nama tindakan/tanggal/jam tindakan, hasil yang
diperoleh, respon klien selama tindakan, nama dan paraf perawat
pelaksana.
b. Senam asma sebaiknya dilakukan rutin 3-4 kali seminggu ± 30 menit.
Senam asma akan memberikan hasil bila dilakukan selama 6-8 minggu.
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Senam asma tidak boleh diberikan pada saat serangan asma berlangsung

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN ( SAP )
ASMA

AYU JUNIARTI
A01401863

STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK
2016/2017

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN ( SAP )
ASMA

Pokok bahasan

: Keperawatan penyakit dalam

Sub pokok bahasan : Asma
Sasaran

: Pasien dengan asma beserta keluarga

Target

: Ny.p dan Tn. S dengan asma beserta keluarga

Hari/tanggal

: Sabtu, 8 Juli 2017

Waktu

: 20 menit

Tempat

: Rumah pasien

A. TUJUAN
1. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan lebih tentang penyakit asma dan memberi penyuluhan
pencegahan , keterampilan pasien dalam mengatasi penyakit asma.
2. Tujuan khusus
a. Memberikan pengetahuan lebih kepada pasien tentang penyakit asma yang
meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala dan cara mengatasi.
b. Memberikan penyuluhan pencegahan, keterampilan pasien dalam mengatasi
penyakit asma supaya pasien dapat mengatasinya agar tidak menjadi lebih parah.
B. METODE PELAKSANAAN
Ceramah dan tanya jawab.
C. SASARAN DAN TARGET
Sasaran

: Pasien dengan asma

Target

: Ny.P dan Tn.S beserta keluarganya

D. STRATEGI PELAKSANAAN
Hari/tgl

: Sabtu, 8 Juli 2017

Pukul

: 11.00 WIB

Tempat

:Minhos

E. MEDIA DAN ALAT BANTU
Lembar balik ,leaflet

F. SUSUNAN ACARA
No
1

Acara

Waktu

Kegiatan

Evaluasi

Pembukaan

5 mnt

a. Mengucap salam dan terimakasih

Menjawab salam,

b. Mengulangi

kontrak

dan mendengarkan

menyampaikan tujuan

dengan seksama

c. Memperkenalkan diri
2

Inti

5 mnt

Menyampaikan materi tentang asma : Mendengarkan
pengertian, penyebab, tanda dan dan memperhati
gejala, dsb.

3

Diskusi

5 mnt

a. Meminta

kan
pasien

mengajukan Peserta mengaju

pertanyaan
b. Memberi

kan
pertanyaan

sebagai dan mejawab per

evaluasi
4

Penutup

5 mnt

tanyaan

a. Menyimpulkan hasil penyuluhan

Peserta menjawab

b. Member saran-saran

salam

c. Memberi salam dan meminta
maaf bila ada kesalahan
d. Mengucap

terimakasih

memberi salam
G. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Tersedianya pre planning
b. Tersedianya perlengkapan
c. Kontrak waktu dengan peserta
2. Evaluasi proses
a. Peserta memperhatikan kegiatan
b. Peserta mengajukan pertanyaan
c. Peserta antusias saat penyuluhan
3. Evaluasi hasil
No
1

pertanyaan

Materi
Peserta mampu menyebutkan pengertian asma

dan

2

Peserta mampu menyebutkan minimal 3 dari 4 penyebab asma

3

Peserta mampu menyebutkan 2 dari 3 tanda dan pencegahan asma
LAMPIRAN MATERI

A. Pengertian
Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran nafas yang ditandai serangan
berulang berupa sesak nafas dan mengi, keadaan tersebut berfariasi dalam tingkat
keparahan dan frekuensi dari orang ke orang. Gejala asma berulang sering menyebabkan
gangguan sulit tidur ,rasa lelah keesokan harinya, tingkat aktivitas berkurang, prestasi
sekolah dan absensi kerja buruk (Ftriani et al,2011 ).
B. Penyebab ( Etiologi )
Asma terkait pencetus adalah terminologi yang digunakan untuk menggambarkan
fenotip asma pada suatu keluarga, yang timbulnya asma disebabkan oleh suatu pencetus
atau zat iritan. Terminologi ini mencangkup asma alergik, asma okupasional, asma akibat
aspirin, asma terkait kehamilan/menstruasi dan asma akibat aktivitas fisik. (Margaret
Varnell Clark. 2013)
1) Faktor Predisposisi
a. Keturunan
Dalam setiap penyakit, terutama jenis penyakit kronis tidak menular biasanya
faktor keturunan atau genetik memiliki andil untuk menyebabkan suatu penyakit,
termasuk asma. tetapi besarnya andil untuk menjadi penyebab asma tentunya
berbeda-beda antara orang satu dengan orang yang lain, tergantung besarnya
kekuatan genetik yang diturunkan dari generasi sebelumnya. Jadi jika orang tua
kakek nenek Anda mempunyai riwayat penyakit asma, maka Anda mempunyai
risiko yang lebih tinggi untuk menderita asma dari pada orang yang tidak ada
riwayat penyakit asma sama sekali di keluarganya. Faktor genetik ini biasanya
berpengaruh terhadap reaksi autoimun tubuh, dimana pada penderita asma memiliki
saluran pernafasan yang sangat sensitif terhadap lingkungan atau paparan zat-zat
tertentu.

2) Faktor presipitasi
a. Alergik
Asma alergik mungkin merupakan tipe asma yang paling sering dijumpai. Tipe
asma ini dapat muncul pada semua usia, meskipun biasanya muncul pada masa
awal kanak-kanak. Adanya riwayat keluarga asma dan pajanan dini terhadap
alergen dianggap sebagai etiologi asma yang paling sering. Pada intinya, asma
alergik didefinisikan sebagai munculnya gejala asma akibat paparan terhadap
alergen yang bersifat iritan. Asma alergik biasanya disebabkan oleh inflamasi jalan
nafas, meskipun definisi pasti yang menyebabkan asma alergik belum diketahui
dengan pasti. Beberapa orang menyebutkan bahwa pada asma alergik harus
dijumpai adanya IgE spesifik baik melalui uji cukit kulit yang positif atau uji
radiollergosorbent dan terdapat riwayat gejala alergi setelah terpapar dengan suatu
pencetus.
a) Reaksi alergen pada subtansi tertentu (bulu binatang, debu,dll)
Pencetus alergenadalah setiap subtansi yang dapat mencetuskan reaksi
atopi (diantarai IgE) di dalam tubuh. Alergen yang paling sering adalah jamur
(mold), protein hewan (dari kulit atau saliva), tungau debu rumah,partikel
kecoa dan serbuk bunga.
b) Populasi Udara
Lingkungan yang tercemar atau polusi udara juga dapat menjadi
penyebab asma. Polusi udara dapat berupa asap yang dihasilkan dari
kendaraan bermotor, asap pabrik, asap pembakaran sampah, atau kebakaran
hutan, serta banyaknya debu yang berterbangan. Polusi udara ini dapat
mengkontaminasi ketika anda keluar rumah maupun di dalam rumah. Rumah
atau kamar yang jarang dibersihkan dapat menghasilkan polusi berupa debu
yang mudah sekali untuk memicu timbulnya asma. Polusi udara ini bersifat
iritan sehingga jika dihirup maka saluran pernafasan akan menjadi sensitif
dan menyempit sehingga beresiko menyebabkan asma.
c) Aktifitas fisik
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling

mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas tersebut.
C. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme
otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan
resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran,
penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus,
obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah
terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin
berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi
kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
D. Klasifikasi
Klasifikasi asma dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala yang muncul, derajat
penyempitan saluran napas dan variabilitas fungsi paru. Berdasarkan kategori-kategori
ini, asma dapat diklasifikasikan kedalam empat kategori yaitu intermiten, persisten
ringan,persisten sedang atau persisten berat. Amerika Serikat mengeluarkan pedoman
terapi mengenai rekomendasi spesifik berdasarkan kelompok usia untuk setiap klasifikasi
derajat keparahan ini. Kelompok usia tersebut adalah 0-4 tahun: anak usia 5-10 tahun;
dan remaja usia ≥12 tahun serta dewasa. Pada bab berikutnya akan dibahas rekomendasi
spesifik pada setiap kelompok usia secara lebih lengkap.
Pedoman terapi GINA 2009 mengklasifikasikan asma menjadi terkontrol,terkontrol

parsial dan tidak terkontrol. Mereka mengutamakan bahwa tujuan terapi harus tercapai
dan menjadi control asma dalam jangka waktu yang lebih lama. (Margaret Varnell Clark.
2013)
E. Tanda dan Gejala
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau dileher. Batuk
kering dimalam hari atau ketika melakukan olahraga juga bisa merupakan gejala. Selama
serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat sehingga timbul rasa cemas.
Sebagai eaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara. Kebingungan,
letari (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tertidur lelap, tetapi
dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali), dan sianosis (kulit
tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat
terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Kadang, beberapa alveoli (kantong udara
di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau
menyebabkan udara terkumpul di Sekitar sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk
sesak yang dirasakan oleh penderita. Secara spesifik, gejala asma adalah sebagai berikut :
1) Napas berbunyi “ngik-ngik”
2) Batuk-batuk
3) Dahak yang bertambah banyak atau berbau dan warna kuning pada terjadinya
serangan dan kuning saat terjadi infeksi.
4) Sesak dada
5) Susah berbicara dan berkonsentrasi
6) Pundak membungkuk
7) Bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari mulut. (Sunarti, Septi
Shinta, 2011).
Secara umum tanda dan gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan suara
napas yang berbunyi ngikngik (mengi) dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari
menjelang waktu subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang
kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya.
Penderita asma akan mengeluhkan sesak nafas karena udara pada waktu bernafas
tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal ini juga yang

menyebabkan timbulnya bunyi ngik-ngik pada saat bernafas, dan batuk, khususnya pada
malam atau dini hari. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan yang terjadi
dapat berupa pengerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara
berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut.
Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: Asma
ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergi terhadap pencetus-pencetus spesifik yang
dapat diidentifikasi seperti: tepung, debu, bulu binatang, susu, telur, ikan, obat-obatan,
serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asma intrinsik (non atopi) ditandai
dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik
seperti: Udara dingin, zat kimia yang bersifat sebagai iritan seperti: ozon, eter, dan
nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih, ketegangan mental
serta faktor-faktor intrinsik lain. (Nurafiatin A, et all).
F. Manisfestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk,
dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak
selalu dijumpai bersamaan.Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang
timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali
terjadi pada malam hari.
G. Pentalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis
a) Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel)
b) Metilxantiin
c) Kortikosteroid
d) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven) (Muttaqin, 2008)
2) Pentalaksanaan keperawatan
a) Kaji status respirasi pasien dengan memonitor keparahan gejala, suara nafas, peak
flow, oksimetri nadi dan tanda-tanda vital.

b) Kaji riwayat alergi terhadap obat sebelum memberikan medikasi.
c) Identifikasi medikasi yang diberikan pasien.
d) Berikan medikasi sesuai dengan yang diresepkan dan memonitor respons pasien
terhadap medikasi tersebut mungkin mencakup pasien jika pasien lebih dahulu
mengalami infeksi pernafasan.
e) Berikan terapi cairan jika mengalami dehidrasi.
f) Bantu prosedur intubasi jika diperlukan (Brunner & Suddart dalam Irawati, 2013).

ASMA
Disusun oleh
AYU JUNIARTI
A01401863 (3A)

Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran
nafas yang ditandai serangan berulang berupa sesak nafas
dan mengi, keadaan tersebut berfariasi dalam tingkat
keparahan dan frekuensi dari orang ke orang.

APA ITU ASMA ?

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

ASAP ROKOK
UDARA DINGIN
POLUSI
KERJA BERAT
DEBU
BULU BINATANG
SERBUK BUNGA
SETRES
BAHAN KIMIA

PENYEBAB ASMA

1.
2.
3.
4.
5.
6.

SESAK NAFAS
NYERI DADA
WHEEZING /MENGIK
LESU ATAU KURANG SEHAT
BATUK BERULANG
PADA SERANGAN ASMA BERAT KUKU DAN
BIBIR MENJADI PUCAT

TANDA DAN GEJALA

1.
2.
3.
4.
5.

BERIKAN RUANG YANG LAPANG
BERIKAN POSISI YANG NYAMAN(TINNGIKAN
KEPALA DENGAN MENGGUNAKAN 2-3 BANTAL)
BERI DAN BANTU BERNAFAS DENGAN INHALER
COBA UNTUK MENGAJAK BERNAFAS PERLAHANLAHAN DAN DALAM
USAHA UNTUK MEMBERI VENTILATOR YANG
BAIK

PENANGANAN PADA ASMA

1. INHALER
2. SALBUTAMOL
3. PHENYTOIN

OBAT BAGI PENDERITA ASMA

TERIMAKASIH