ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PENDERITA ASMA BRONKIAL DI RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR MOJOSARI

  

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PENDERITA ASMA BRONKIAL

DI RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR

MOJOSARI

  Rofitatul Hasanah

  

1312010055

SUBJECT:

  Asma Bronkial, Oksigenasi, Asuhan Keperawatan

  

DESCRIPTION:

  Asma bronkial merupakan penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh meningkatnya respons trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan, ditandai dengan beberapa gejala seperti sesak nafas yang di ikuti dengan suara wheezing di sertai batuk. Studi kasus ini bertujuan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada penderita asma bronkial dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

  Desain yang digunakan adalah studi kasus dengan partisipan yang digunakan adalah 2 penderita yang terdiagnosa asma bronkial dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Studi kasus dilakukan di RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojosari pada tanggal 16- 25 juni 2016. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara pengumpulan data, mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

  Hasil pengkajian pada partisipan 1 dan 2 mengalami keluhan sesak disertai batuk basah berdahak, terdapat bunyi wheezing namun berbeda pada area wheezingnya. Diagnosa yang muncul adalah ketidakefektifan pola nafas. Intervensi pada partisipan 1 dengan pemberian O2, nebulizer, nafas dalam, dan batuk efektif. Sedangkan pada partisipan 2 pemberian nebulizer, nafas dalam, dan batuk efektif. Implementasi yang diberikan pada partisipan 1 hari pertama sampai hari ketiga dilakukan di rumah sakit dan pada partisipan 2 hari pertama dilakukan nebulizer di rumah sakit selanjutnya tindakan dilanjutkan di rumah. Hasil dari evaluasi partisipan 1 dan 2 sama-sama sesak berkurang.

  Sesak yang di rasakan partisipan 1 disebabkan faktor alergi yang menyebabkan otot- otot polos pada saluran nafas mengecil yang disebabkan oleh bronkospasme dan akan mengakibatkan klien sesak. Sedangkan partisipan 2 lebih di sebabkan karena kecemasan, cemas sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma. Simpulan bahwa nebulizer, nafas dalam, dan batuk efektif dapat mengurangi sesak nafas, batuk berkurang, respirasi dalam batas normal.

  

ABSTRACT:

Bronchial asthma is a respiratory disease caused by the increase response of

trachea and bronchi to various kinds of stimuli, characterized by symtoms such as

shortness of breath followed by a wheezing sound accompanied by coughing. This case

study aim to implement nursing care in patients with bronchial asthma with impaired

oxigenation fulfillment.

  The research used was a case study. Number of participants were 2 patients

diagnosed with impaired oxygenation fulfillment. The case study conducted in RSUD prof.

Dr. soekandar Mojosari on June 16-25, 2016. The data was collected through interviews,

  

observation, and documentation. Data analysis was done by data collection, data

reduction, data presentation and conclusion.

  The assesment results to participants 1 and 2, they were experiencing shortness of

breath with wet cough, wheezing sound but different in wheezing area. Diagnose that

arose was ineffective breathing pattern. Intervention in participant 1 by administering

oxygen, nebulizer, a deep breath, and effective cough. While the participant 2 got

nebulizer, a deep breath, and effective cough. Implementation to participant 1 at the first

day until the third day in hospitals and on participant 2 at first day performed nebulizer at

hospital further action continued at home. The results of the evaluatoin, of both participant

1 and 2, the shortness of breath reduced.

  Shortness of breath that felt by participant 1 caused by allergic factor that cause

the smooth muscles on airways narrowed that caused by bronchospasme and will cause

shortness of breath. While participants 2 was caused by anxiety, anxiety is often seen as

one trigger for asthma attacks. The conclusion is that the nebulizer, a deep breath, and

effective cough can reduce shortness of breath, decrease of cough, respiration, rate within

normal limits.

  Keywords: Bronchial Asthma, Oxygenation, Nursing Contributor : 1. Dwiharini Puspitaningsih, M.Kep

2. Umul Fatkhiyah, S.Kep.,Ns

  Date : 01 Agustus 2016 Type Material : Laporan Penelitian Identifier : - Right : Open Document Summary : LATAR BELAKANG

  Asma bronkial merupakan satu hiperreaksi dari bronkus dan trakea, sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible (Naga, 2012 dalam (Rosalina, 2015). Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak nafas dan wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi dari jalan nafas di paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan nafas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan nafas membengkak karena penyempitan jalan nafas dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru (WHO, 2013 dalam Rosalina, 2015). Penyakit asma adalah efek peradangan paru yang menyempitnya jalan napas, hingga jumlah udara yang dikeluarkan dari paru-paru terhambat, dan demikian pula udara yang dihembuskan dari paru-paru. (Setiono, 2005 dalam Aspar, 2014). Reaksi tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 adalah dengan menambah frekuensi pernafasan sehingga menimbulkan gejala sesak nafas (Haryanto, 2014).

  World Health Organization (WHO) 2013 menyebutkan bahwa telah tercatat

  sebanyak 300 juta orang dari segala usia dan latar belakang etnis di seluruh dunia menderita asma bronkial. Jumlah penderita asma bronkial di khawatirkan akan terus meningkat hingga 400 juta orang pada tahun 2025 dan di perkirakan sebanyak 250.000 orang meninggal setiap tahun disebabkan oleh asma bronkial. Seiring berkembangnya usia, asma yang diderita oleh pria, saluran pernafasannya juga akan menghilang karena semakin dewasa seorang pria, saluran pernafasannya juga akan semakin melebar. Sedangkan wanita ketika memasuki usia 17 tahun pertumbuhan volume saluran pernafasannya hanya berkembang lebih sedikit. Dengan demikian pada saat dewasa, jumlah penderita asma pada wanita lebih banyak dari pada pria,prevalensi asma di Indonesia prevalensi asma sebesar

  4,5% sedangkan untuk prevalensi asma di jawa timur sebesar 5,1% asma termasuk dalam penyakit tidak menular yang paling banyak di Indonesia (RISKESDAS, 2013).

  Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Prof. Dr.Soekandar Mojosari, pada tahun 2015 jumlah klien asma bronkial yang di rawat inap berjumlah 703 orang. Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik jalan nafas sehingga menimbulkan gejala periodik berupa wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang menyebabkan obsrtuksi jalan nafas dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Inflamasi menyebabkan peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (Hasma, 2012).

  Penderita asma dapat melakukan inspirasi dengan baik namun sangat sulit saat ekspirasi (Guyton and Hall, (2006) dalam (Widodo, 2012). Oksigen (O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme. Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional.tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh (Fatmawati, 2009 dalam (Widodo, 2012).

  Metode yang paling sederhana dan efektif dalam biaya untuk mengurangi risiko

  

stasis sekresi pulmonar dan mengurangi risiko penurunan pengembangan dinding dada

  yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling efektif bagi klien dengan penyakit kardiopulmonari adalah posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 45°, yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma (Potter, 2005 dalam (Safitri, 2011). Dijelaskan oleh Wilkison (Supadi, 2008 dalam (Damayanti, 2015) bahwa posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan 45° membuat oksigen didalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran nafas. Penurunan sesak nafas tersebut didukung juga dengan sikap pasien yang kooperatif, patuh saat diberikan posisi semi fowler sehingga klien dapat bernafas.

  Tujuan studi kasus ini adalah melaksanakan Asuhan Keperawatan pada penderita Asma Bronkial dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di RSUD Prof. Dr.Soekandar Mojosari.

  METODOLOGI

  Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Responden penelitian adalah 2 penderita asma bronkial di ruang dhoho RSUD Prof. Dr.Soekandar Mojosari. Penelitian dilakukan di ruang dhoho RSUD Prof. Dr.Soekandar Mojosari pada tanggal 16-

  25 Juni 2016. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara pengumpulan data, mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Dari hasil pengkajian pada Klien 1 (Sdr.A/23 tahun) data yang muncul yaitu, mengatakan sesak di sertai batuk basah berdahak, terdapat bunyi wheezing di ICS 2 mid klavikula sinistra, peningkatan frekuensi pernafasan. Hail pengkajian selanjutnya yang di dapatkan pada Sdr.A yaitu keadaan umum Klien tampak sesak, terlihat gelisah, klien berbicara dengan pelan-pelan (berhenti sebentar-sebentar), klien tidak bisa untuk mengambil nafas panjang, frekuensi pernafasan cepat, klien terlihat lelah, posisi klien dengan posisi setengah duduk (semi fowler), ketika batuk klien langsung duduk, tidur menggunakan satu bantal. Pemeriksaan tanda-tanda vital di peroleh tekanan darah 130/80 mmhg, nadi 88 x/mnt, respirasi 28 x/mnt, suhu 37°C.

  Hal tersebut sesuai dengan teori yang menunjukkan bahwa salah satu gejala Asma Bronkial adalah terdapat wheezing, peningkatan frekuensi pernafasan, dispnea (Muttaqin, 2008 dalam Widatininda, 2012).

  Di dapatkan data-data pada klien 1 yaitu klien mengeluh sesak dan peningkatan frekuensi pernafasan dimana data tersebut adalah data utama pada klien Asma Bronkial, ada kesesuaian antara data yang muncul pada saat pengkajian dengan teori bahwa tanda gejala asma yaitu sesak, terdapat suara tambahan wheezing, batuk, peningkatan frekuensi pernafasan.

  Pada klien 2 (Ny.S/47 tahun) tanda gejala asma bronkial yaitu klien merasa sesak, terdapat wheezing di ICS 4 mid klavikula deksta, menggunakan otot bantu pernafasan yang terlihat otot sternoklaidomastoid, peningkatasn frekuensi pernafasan, dan cemas. Dengan keadaan umum Posisi klien duduk, ketika berbicara ngos-ngosan sambil memegangi dadanya, batuk basah di sertai dahak, nafas tersenggal-senggal, klien terlihat kurang tenang dengan respirasi 30 x/mnt. menurut muttaqin, 2008 dalam Widatininda, 2012 klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian di ikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, dan perubahan tekanan darah.

  Faktor alergi pada klien 1 akan menimbulkan hiperraktivitas bronkus dalam saluran pernafasan dimana hal tersebut akan menyebabkan otot-otot polos pada saluran nafas mengecil yang disebabkan oleh bronkospasme dan akan mengakibatkan klien sesak. Sedangkan pada klien 2 kecemasan dan gangguan emosional sering di pandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma gangguan itu berasal dari rumah tangga klien. Berdasarkan hasil pengkajian dari kedua partisipan data yang muncul sama namun etiologi berbeda.

  Diagnosa yang muncul pada klien 1 (Sdr.A/23 tahun) yaitu, Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan suplai O2 berkurang sesuai teori yang menyebutkan bahwa klien akan mengalami sesak.

  (Menurut Mangunnegoro, 2005) timbulnya edema mukosa , peningkatan produksi mucus dan kontraksi otot polos bronkiolus akan menyebabkan proliferasi sehingga terjadi sumbatan dan konsulidasi pada jalan nafas mengakibatkan proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi sehinnga menyebabkan O2 yang masuk berkurang.

  Pada dasarnya sesak yang di rasakan klien 1 disebabkan oleh debu yang berlebihan atau aktivitas yang berat yang menyebabkan menyempitnya jalan nafas sehingga muncul diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan suplai O2 berkurang.

  Pada klien 2 (Ny.S/47 tahun) dengan Asma Bronkial muncul masalah keperawatan yaitu, Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan ansietas. Diagnosa ini muncul pada klien 2 di tandai dengan klien menggunakan otot bantu pernafasan, peningkatan frekuensi pernafasan, cemas.

  Menurut (Muttaqin, 2008 dalam Widatininda, 2012) kecemasan dan koping yang tidak efektif sering di dapatkan pada klien dengan asma bronkial. Gangguan emosional sering di pandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma.

  Berbeda dengan klien 1, klien 2 lebih menunjukkan pada psikologi klien dimana tanda gejalanya klien merasa sedih dan juga cemas ketika bercerita tentang kehidupan rumah tangganya.

  Diagnosa keperawatan dalam kasus ini, selain mengacu pada teori juga di sesuaikan dengan masalah yang ada berdasarkan data yang di peroleh dari hasil pengkajian pada kedua partisipan. Adanya kesenjangan antara diagnosa keperawatan yang terdapat dalam teori dengan yang muncul pada kasus ini sama hanya saja etiologi berbeda. Klien 1 karena faktor alergi yang menyebabkan otot-otot polos pada saluran nafas mengecil yang disebabkan oleh bronkospasme dan akan mengakibatkan klien sesak. Sedangkan klien 2 lebih di sebabkan karena kecemasan , cemas sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma. Jadi sifat dari masing-masing individu yang unik dan beragamnya respon tubuh terhadap masalah yang ada.Jadi masalah yang muncul pada kedua partisipan berbeda.

  Pada klien 1 (Sdr.A/23 tahun) intervensi yang di lakukan, memberikan posisi semi fowler, menganjurkan latihan nafas dalam dan batuk efektif, sedangkan kolaborasi memberikan nebul ventilon, pemberian O2 nasal 2 lpm jika sesak, injeksi: methyl prednisone, ranitidine, cefotaxim. Dalam teori intervensi yang di lakukan dengan, memonitor frekuensi,irama dan kedalaman pernafasan, tinggikan kepala, observasi pola batuk dan berikan klien latihan nafas dalam. Kolaborasi, berikan O2 dan bantu fisioterapi dada. (Yusuf, 2010)

  Dalam perumusan rencana keperawatan ini lebih mendahului prioritas masalah yaitu jalan nafas efektif dan pada klien 1 intervensi yang paling prioritas ini dengan memberikan O2 2 lpm dengan begitu jalan nafas akan kembali normal dan dengan kriteria hasil pola nafas menjadi efektif

  Klien 2 (Ny.S/47 tahun) intervensi mandiri, menganjurkan posisi semi fowler, latihan nafas dalam dan batuk efektif, kolaborasi: memberikan nebul ventilon, turbuhaler, ranitidine, methyl prednison.

  Secara teori intervensi yang di lakukan sama dengan intervensi pada klien 1, hanya saja klien 2 menggunakan nebul dan turbuhaler saja karena etiologi antara klien 1 dan klien 2 berbeda, klien 2 hanya memerlukan nebul sesaat setelah itu sesak berkurang di sebabkan faktor psikologi selanjutnya intervensi di lanjutkan di rumah.

  Semua rencana yang di buat sesuai dengan teori dan keadaan klien, rencana keperawatan ini terlebih dahulu adalah menetapkan prioritas masalah yaitu jalan nafas yang tidak efektif. Pada klien 1 memberikan O2 tambahan untuk memaksimalkan kerja nafas dan menurunkan kerja nafas sesuai dengan etiologi beratnya aktivitas dan masuknya debu yang berlebihan, Klien 2 hanya di beri nebul dan inhaler saja hal itu di sebabkan karena faktor psikologi klien. saat kambuh klien bisa menghirupnya di rumah untuk memperingan sesak yang selama ini di deritanya.

  Klien 1 (Sdr.A/23 tahun) memberikan posisi semi fowler, menganjurkan latihan nafas dalam dan batuk efektif, memberikan O2 tambahan, nebul. Klien 2 (Ny.S/47 tahun) memberikan posisi semi fowler, latihan nafas dalam dan batuk efektif, nebul dan inhaler. dalam teori Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan.

  Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan asma bronkial, perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor, dan pencatat atau penghimpun data (Yusuf, 2010).

  Implementasi yang diberikan pada klien 1 dan 2 berbeda, klien 1 mengobservasi TTV, memberikan posisi semi fowler, menganjarkan batuk efektif, memberikan edukasi untuk menghindari faktor pencetus, dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi. Klien 2 pada hari pertama diberikan nebul selanjutnya pelaksanaan di lakukan di rumah. Jadi ada perbedaan pelaksanaan dari kedua partisipan, klien 1 hari pertama sampai hari ketiga dilakukan di rumah sakit sedangkan pada klien 2 hari pertama dilakukan di rumah sakit selanjutnya dilakukan di rumah hal ini karena berbedanya etiologi yang muncul pada kedua partisipan.

  Klien 1 (Sdr.A/23 tahun) mengatakan sesak berkurang dengan data objektif, tidak ada suara tambahan wheezing, batuk berkurang, klien tampak tenang, RR: 21 x/mnt dan Klien 2 (Ny.S/47 tahun) juga mengatakan sesak berkurang data objektif, batuk berkurang, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada suara tambahan wheezing, RR: 24 x/mnt.

  Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan melalui standar yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gangguan sistem pernafasan Asma Bronkial adalah :Jalan nafas bersih atau efektif (Yusuf, 2010).

  Hasil dari evaluasi klien 1 dan 2 sama-sama sesak berkurang dimana tujuan dari rencana keperawatan pada masalah ketidakefektifan pola nafas yaitu pola nafas efektif dengan kriteria hasil sesak berkurang.

  Evaluasi ini digunakan untuk mengukur keberhasilan dari tindakan yang sudah dilakukan dengan menggunakan evaluasi proses (mengacu pada tindakan keperawatan) dan evaluasi hasil (mengacu pada kesimpulan dari tindakan). Hal ini tampak dari keberhasilan pencapaian tujuan, yaitu dapat teratasinya masalah keperawatan yang timbul dengan kriteria hasil sesak berkurang.

  Simpulan

  Dari data hasil pengkajian tanda dan gejala asma bronkial yang dialami kedua partisipan sama. Partisipan 1 mengalami sesak, RR: 28 x/mnt, ada suara tambahan wheezing di ICS 2 mid klavikula sinistra, nafas pendek, batuk basah berdahak, dan partisipan 2 mengalami sesak nafas, ada suara tambahan wheezing di ICS 4 mid klavikula dekstra, batuk basah berdahak, RR: 30 x/mnt.

  Partisipan 1 dan 2 memiliki masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas. Partisipan 1 berhubungan dengan suplai O2 berkurang dengan faktor penyebab alergi. Partisipan 2 ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas dimana kecemasan pada klien menjadi etiologi yang menimbulkan klien sesak.

  Intervensi pada klien 1 dan 2 sama hanya saja edukasi yang diberikan berbeda. Tindakan hari pertama sampai hari ketiga pada klien 1 dilakukan di rumah sakit. Sedangkan klien 2 hari pertama dilakukan di rumah sakit selanjutnya tindakan dilakukan di rumah.

  Hasil perawatan antara partisipan 1 dan partisipan 2 sama sesak berkurang. Akan tetapi masalah pada klien 1 teratasi dan pada klien 2 masalah teratasi sebagian kemungkinan faktor stress atau cemas dan juga intervensi yang dilakukan di rumah.

  Rekomendasi

  Harus selalu meningkatkan mutu pelayanan pada semua klien dan juga dalam melakukan tindakan keperawatan terutama pada asma bronkial dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi lebih di tingkatkan dengan mengupayakan intervensi yang lebih intensif dan meningkatkan program-program standar praktek keperawatan yang sudah berjalan.

  Institusi kesehatan harus lebih mengoptimalkan program standar praktek keperawatan dan meningkatkan mutu dari keperawatan dimana tenaga keperawatan tidak hanya memberikan pelayanan pada klien sakit tetapi juga sebagai tenaga pendidik supaya klien dapat memperoleh pelayanan kesehatan dengan baik.

  Hasil studi kasus ini dapat dijadikan data dasar untuk studi kasus lebih lanjut tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada penderita asma bronkial.

  

DAFTAR PUSTAKA

Aspar,H.,2014.Karya tulis ilmiyah asma.28 maret,pp.1-25.

  Damayanti,E.,2015.Keefektifan pemberian posisi semi fowler terhadap penurunan sesak nafas pada pasien asma.S.I.,sn. Haryanto,A.,2014.Study perbandingan pengaruh posisi fowler dan semi fowler terhadap penurunan sesak nafas pada pasien asma bronkial.Makasar,sn. Hasma.2012.Faktor pencetus serangan asma bronkial.volume I,p.3. Muttaqin,Arif.,2008.Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan.Jakarta:Salemba Medika. Rosalina,F.A.,2015.Faktor predisposisi dan pencetus serangan asma bronkial.Jember,.sn. Widatininda.2012.Asuhan keperawatan.4 januari. Widodo,W.W.,2012.Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.Karanganyar,sn. Yusuf,D.,2010.Kumpulan asuhan keperawatan.23 desember.

  Alamat Correspondensi :

  • : 085334086346

  : rofitatul_h@yahoo.co.id Email

  No. HP

  • : Panji, Situbondo Alamat

Dokumen yang terkait

PERKEMBANGAN LUKA ULKUS PLANTAR PADA PENDERITA KUSTA DI RUMAH SAKIT KUSTA SUMBER GLAGAH KABUPATEN MOJOKERTO DIGNA NURLAELA MAI LESTARI NIM. 12120008 Subject : Kusta, Ulkus Plantar, Perkembangan Luka

0 0 6

ANEMIA KEHAMILAN DENGAN JENIS PERSALINAN DI KLINIK MEDIKA UTAMA WONOKUPANG KECAMATAN BALONG BENDO KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2015

0 0 8

HUBUNGAN SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO

0 1 7

GANGGUAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA SEMESTA MOJOKERTO

1 8 5

PENANGANAN NON FARMAKOLOGIS UNTUK MENGURANGI NYERI SENDI LUTUT PADA LANSIA DI DESA GAYAMAN MOJOANYAR MOJOKERTO ARIK MEGA SANDY 1212020004 SUBJECT: Penanganan non farmakologis, Nyeri sendi lutut, Lansia DESCRIPTION: Penanganan non-farmakologis merupakan sa

0 0 5

BLACK GARLIC PENCEGAH INFEKSI OPORTUNISTIK PADA PENDERITA AIDS (AQCUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME)

0 0 6

PENGEMBANGAN FASILITAS PERTUMBUHAN SPIRITUAL PASIEN DI UNIT HEMODIALISA RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

0 0 6

AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA YANG MENGALAMI HIPERTENSI DI UPT PANTI WERDHA MAJAPAHIT MOJOKERTO ANGGA DWI PRASETYA NATAGAMA 1212020002 SUBJECT: Lansia, Aktivitas Fisik, Hipertensi DESCRIPTION: Hipertensi sering terjadi pada lansia yang disebabkan oleh perub

0 0 5

ASUHAN KEPERAWATAN BIMBINGAN SPIRITUAL PADA KLIEN GANGGUAN JIWAHARGA DIRI RENDAH DI RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG-MALANG

0 1 6

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN PREEKLAMSIA DI RSUD PROF. DR SOEKANDAR KABUPATEN MOJOSARI

0 0 7