PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI PADA PT. TERANG JAYA ABADI PALEMBANG -
P E R J A N J I A N J U A L B E U R U M A H DAN P E R L I N D U N G A N H U K U M
B A G I P E M B E U PADA PT. T K R A N G J A Y A A B A D I P A L E M B A N G
SKRIPSI
Dl«f»icui GmuM Meracanhi SaUh Smtu Syarat Uatak Menpralch Gclar
Sarjaaa Hakaai Program StadI Oma Hakam
Oleh:
MARBVD A T R I U T A M I
5t2013154
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PALEMBANG
2tl7
UNIVERSITAS M U H A M M A D I Y A H PALEMBANG
FAKULTAS H U K U M
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
JUDUL SKRIPSI: PERJANJIAN
JUAL
BELI RUMAH
DAN
PERLINDUNGAN
H U K U M BAGI P E M B E L I PADA PT. T E R A N G J A Y A
PALEMBANG
Nama
:MARINDA TRIUTAMI
Nim
: 50 2013
Program Studi
: I L M U HUKUM
Program Kekhususan
: H U K U M PERDATA
154
PEMBIMBING
H. Saifiillah Basri, SH , MH. (
Palembang, 2! Febmari20l7
PERSETUJUAN OLEH T I M PENGUJI:
KETUA
: Khalisah Hayatuddia SH., M Hum.
ANGGOTA
: 1. M . Solch Idnis, SH., MS.
2. Hj. Fatiraah Zuhro, SH., SpN., MH.
DISAHKAN
OLEH
DEKAN FAKULTAS
UNIVERSITAS
HUKUM
MUHAMMADIY:
ABADI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
F A K U L T A S HUiCUM
L E M B A R PERSETUJUAN PEMBIMBING
NAMA
: MARINDA T R I UTAMI
NM
: 5020132154
PRODI
: ILMU HUKUM
PROG.KEKHUSUSAN
: HUKUM PERDATA
JUDUL
: P E R J A N J I A N J U A L B E L I R U M A H DAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI P E M B E L I
PADA P T . T E R A N G J A Y A A B A D I
PALEMBANG
Disetujai Uatak Disampaikaa Kepada
PaaitU Ujiaa
Palembaag,
Febraari
2017
Dosea Pembirabiag
H . Saifallah Basri, SH., M H
Hi
S U R A T P E R N Y A T A A N O R I S I N A L I T I S SiGUPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama
: Marinda Tri Utami
NIM
: 502013154
Program Studi
: llmu Hukum
Program Kekhususan
: Hukum Perdata
Menyatakan
"PERJANJIAN
PERJANJIAN
bahwa
karya
JUAL
BELI
BAKU
PADA
ihniah/skripsi
RUMAH
PT.
yang
DENGAN
TERANG
JAYA
berjudut
FORMAT
ABADI
PALEMBANG"
Adaiah bukan merupakan karya tulis orang lain, baik sebagian
maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah kami
sebutkan sumbemya.
Demikian surat pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya
dan apabila pemyataan ini tidak benar, penulis bersedia mendapatkan
sanksi akademis
Palembang,
Februari 2017
Yang Menyatakan,
Marinda Tri Utami
V
MOTTO
Sesungguhnya Allah met^uruh (kamu) berlaku adil dan
berbual kebijakan^ member! kepada kamu kerabat, dan D
meiarang (melakukan) perbuatan keJi, kemungkaran dan
pennusuhan. Dia memberi pengtyaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran
(QS. An-Nahl :90)
Kupersembahkan Kq)ada:
> Kedua Orang Tua
>- Kakak-kakak dan Adikku
> Yang menyayangiku
> Almamater
ABSTRAK
PERJANJIAN JUAL BELI R U M A H D A N PERLINDUNGAN H U K U M B A G I
PEMBELI PADA PT. TERANG JAYA A B A D I PALEMBANG
MARINDA TRI U T A M I
Perjanjian jual beli ini dilaksanakan dalam bentuk kontrak yang
isinya telah dibakukan dalam bentuk formulir yang disebut dengan perjanjian
baku. Perjanjian ini merupakan perjanjian pendahuluan karena dalam
pemasarannya pengembang menggunakan sistem pre project selling, yaitu
menjual rumah dengan memesan terlebih dahulu. Dalam kontrak baku Ini
pelaku usaha mempunyai posisi yang lebih kuat dari konsumen. Tak dapat
dipungkiri juga bahwa perjanjian tersebut kerap kali terjadinya kesalahan yang
dilakukan baik dari pihak pelaku usaha maupun pihak konsumen. Untuk itulah
pemerintah menerbitkan Undang-Undang No 8 tahun 1999 tetang
perlindungan konsumen.
Tujuan
penelitian
ini adaiah
untuk
mengetahui
dalam
mempertimbangkan harga beli rumah yang mempunyai rasa keadilan bagi
kedua belah pihak serta untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pembeli
yang melakukan wanprestasi. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode
hukum empiris, dengan melakukan pengumpuian data yang didapat sebagian
dari lapangan baik melalui cara pengamatan dan tanya jawab dengan pihakpihak yang mengerti dan terkait.
Dari hasil penelitian yang teiah dilakukan, diperoleh data bahwa
Pengembang biasanya mempunyai beberapa pertimbangan dalam menentukan
hai^a untuk menjual rumah tersebut seperti lokasi rumah yang letaknya
strategis, mempunyai arsitek dan tenaga keija yang ahli dalam pembangunan
rumah, dapat menyelesaikan pembangunan rumah dengan tepat seperti yang
disepakati. Yang menjadi faktor pembeli dalam mempertimbangkan harga beli
rumah dapat dilihat dari kesadaran kebutuhan dalam dirinya, harga rumah
yang harus disesuaikan dengan kemampuan mereka, lokasi yang letaknya
strategis, macam dan ketersediaan fasilitas ,kualitas bangunan, keadaan
lingkungan, desain rumah dan masih banyak lagi pertimbangan lain
Berdasarkan Undang - Undang Perlindungan Konsumen Pasal 18
ayat (1) ditegaskan bahwa, pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula
baku dalam perjanjian mengenai memberi hak kepada pelaku usaha untuk
mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang
menjadi objek Jual beli jasa, yang artinya bahwasanya adanya pengembalian
uang yang disesuaiakan dengan keuangan perusahaan konsumen apabila
perjanjian tersebut batal karena konsumen belum membayar angsuran.
Kata K u n c i : Perjanjian baku, Perlindungan Hukum
v»
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah
SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah berkenan
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan
guna
memperoleh
gelar
Sarjana
Hukum
Universitas Muhammadiyah
Palembang. Skripsi ini beijudul P E R J A N J I A N J U A L B E L I R U M A H DAN
P E R L I N D U N G A N H U K U M B A G I P E M B E L I PADA P T . T E R A N G
J A Y A ABADI P A L E M B A N G
Penulisan
skripsi ini tidak terlepas
dari
bimbingan dan
pengarahan dari dosen Pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak yang
semuanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Namun keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan penulis tidak melepaskan kemungkinan skripsi
ini jauh dari sempuma. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mohon maaf atas
kekurangan
yang ada,
serta senantiasa mengharapkan
bimbingan dari
Bapak/lbu sekalian.
Kesempatan yang baik ini penulis ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan, khusunya
terhadap:
vfn
1. Bapak Dr. Abid Djazuli, S.E, M . M , Rektor Universitas Muhammadiyah
Palembang beserta jajarannya;
2. Ibu Dr. Hj. Sri Suatmiati, SH., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang beserta jajarannya;
3. Bapak/Ibu Wakil Dekan I , I I , I I I , IV Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang
4. Bapak Mulyadi Tanzili, SH., M B . , Selaku Ketua Prodi llmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang
5. Bapak H. Saifullah Basri, SH., MH., Selaku Pembimbing Skripsi Penulis
yang dengan pengetahuan dan kesabarannya telah memberikan bimbingan,
masukan dan pengarahan terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini;
6. Ibu Atika Ismail, SH., MH., Selaku Pembimbing Akademik penulis;
7. Seluruh
Dosen
Muhammadiyah
dan
Asisten
Palembang
Dosen
yang
Fakultas
telah
Hukum
banyak
Universitas
mem bantu
dan
memberikan ilmu serta pengalaman berguna selama penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang;
8. Staf
dan
Karyawan
Fakultas
Hukum Universitas
Muhammadiyah
Palembang;
9. Ibu Nilla, serta para staf yang telah banyak memberi dukungan, informasi
dan saran dalam penulisan skripsi ini;
10. Kedua Orangtuaku Sumanta dan Ridhawati, kakak-kakakku Dian Saputri
dan Bagus Dwi Cahyo serta adikku Riski Ayu Lestari yang selalu
Ix
memberikan do'a kepada penulis serta motivasi yang tiada henti dan
dukungan baik moril maupun materil agar anak/anaknya menjadi orang
yang berguna;
11. Sahabat-sahabatku Fiona, Buana, Amel, Kiki, Sisca, Catur Puji, Dwi, Nita,
Fitri, Reka, Adel, Ria, Dewi, Dessy, Reva, Rinda Dwi, Fina serta temanteman sepeijuangan Miftah Lisin, Silvi, Dela, Sherly, Agus, Kak Aan,
Wahyu yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam belajar;
12. Teman-teman Angkatan 2013 dan adik-adik tingkat dan rekan-rekan di
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, yang telah membantu menuntut ilmu dan
menyelesaikan skripsi ini
Semoga
menjadikan
segala bantuan kalian moril dan materil yang telah
skripsi ini dapat selesai dengan
baik sebagai salah
satu
persyaratan untuk menempuh ujlan skripsi, semoga kiranya Allah SWT
melimpahkan pahala dan rahmat kepada mereka.
Wassalamu'alaikum
Palembang,
Februari 2017
Penulis
Marinda Tri Utami
X
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
H A L A M A N P E R S E T U J U A N DAN P E N G E S A H A N
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
HALAMAN PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI
iv
HALAMAN ORISINALITIS SKRIPSI
v
H A L A M A N M O T T O DAN P E R S E M B A H A N
vi
ABSTRAK
vii
K A T A PENGANTAR
viii
D A F T A R ISI
il
BAB 1 PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
I
B. Rumusan Masalah
7
C. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian
7
D. Kerangka Konseptual
7
E. Metode Penelitian
8
F. Sistematika Penulisan
10
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A . Tinjauan Umum Tentang Peijanjian Jual Beli
11
1. Pengertian Perjanjian Jual Beli
11
2. Penyerahan
13
3. Azas-Azas Perjanjian Jual Beli
13
xi
4. Syarat Perjanjian Jual Beli
18
5. Terjadinya Perjanjian Jual Beli
25
6. Subjek Perjanjian Jual Beli
26
7. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli
26
8. Risiko Perjanjian Jual Beli
28
9. Berakhimya Perjanjian Jual Beli
29
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Baku
31
1. Pengertian Kontrak Baku
31
2. Doktrin-Doktrin Hukum Tentang Kontrak Baku
34
3. Prinsip-Prinsip Yang Mendukung Kontrak Baku
38
BAB m PEMBAHASAN
A. Dalam Mempertimbangkan Harga Beli Rumah Yang
Mempunyai Rasa Keadilan Bagi Kedua Belah Pihak
40
B. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Yang Melakukan
Wanprestasi
43
BAB IV PENUTUP
A . Kesimpulan
49
B. Saran
50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. L A T A R B E L A K A N G
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia
lainnya. Interaksi yang teijalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya
berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek
hukum, termasuk Hukum Perdata. Naluri untuk mempertahankan
diri,
keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur
hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian. Salah satu bidang
hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki pada
subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut
pula hukum privat atau hukum sipi) sebagai lawan dari hukum publik. Maka
hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara
sehari-hari, seperti misalnya perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan,
harta benda, perjanjian, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Hukum Perdata merupakan keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik
tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum
satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan
didalam pergaulan masyarakat.' Di dalam K U H Perdata mengenai perjanjian
atau persetujuan yang terdapat pada Buku I I I Bab I I Pasal 1313 KUH Perdata
' Salim, 2014, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), cet ke-9, Jakarta: Sinar Grafika,,
him. 6.
1
2
sampai Pasal 1352 K U H Perdata merupakan hal yang sangat sering kita temui
dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu jenis peijanjian adaiah perjanjian Jual
beli secara angsuran. Apabila dilihat dari prinsip-prinsip dalam K U H Perdata,
perjanjian jual beli pengaturannya diatur dalam K U H Perdata.
Dewasa
ini, perkembangan
dunia
bisnis
semakin
meningkat
termasuk di dalam maupun di luar negeri. Dengan perkembangan demikian,
pengusaha-pengusaha tentu memiliki cara tersendiri untuk mengembangkan
bisnis yang dikelola dengan baik. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh
dunia bisnis. Mereka yang meiihat kesempatan
ini mulai membangun
perusahaan- perusahaan perumahan yang memberikan tawaran atas rumah
yang diinginkan masyarakat. Pengadaan perumahan ini dapat dinikmati oleh
kelas ekonomi masyarakat dari kalangan bawah sampai strata elite.^
Dalam
hal
ini
pemerintah
berusaha
untuk
melaksanakan
pembangunan perumahan rakyat. Dalam prosesnya, kegiatan pembangunan
perumahan ini dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta yang bergerak dalam
bidang pembangunan
perumahan.
Pihak
swasta yang bergerak
dalam
membangun dan menjual perumahan disebut sebagai "pengembang" atau
''developer". Pada saat ini dalam pemasarannya pengembang menggunakan
berbagai macam konsep, salah satunya adaiah konsep pre project selling. Pre
project selling
yaitu menjual rumah dengan memesan terlebih dahulu atau
^
RA
Sukma
"USU
Institusional
Repository"
diakses
dari
http://reposito!7.usu.ac.id/bitstream/123456789/44231/4/ChapteT*/o20I.pdf.
pada
tanggal
8
November 2016 Pukul 20.00.
3
dengan kata lain rumah yang menjadi objek jual beli tersebut masih dalam
tahap perencanaan.
Perjanjian
tersebut
merupakan
perjanjian
pendahuluan.
Hasil
kesepakatan dalam perjanjian pendahuluan akan dituangkan dalam perjanjian
jual beli (PJB), akibat dari perjanjian tersebut lahirlah suatu hubungan hukum
dalam bentuk perikatan antara pengembang dengan konsumen. Sebagaimana
yang tercantum di dalam pasal 1233 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: "
tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undangundang", selanjutnya dibuatlah Akta Jual Beli (AJB) rumah dihadapan pejabat
yang berwenang, dalam hal ini adaiah PPAT.
Pengertian mengenai perjanjian pendahuluan tidak diatur di datam
K U H Perdata^, akan tetapi terdapat di dalam Pasal 42 ayat (1) UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman,
yang menyatakan bahwa: "Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun
yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem
peijanjian
pendahuluan
Jual
beli
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Perimdang-Undangan".
D i dalam praktek perjanjian, pengembangannya dilaksanakan ke
dalam suatu bentuk kontrak. Pada dasamya suatu bentuk kontrak berawal dari
suatu perbedaan atau ketidaksamaan
Perumusan
kepentingan diantara para pihak.
hubungan kontraktual tersebut
umumnya senantiasa diawati
dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak
' http-7/r^sitoiy.mu.ac.id/bitstreaiW123456789/57490/4/Chapter%20I.p^
tanggal 8 November 2016 Pukul 21.00.
akses pada
4
berupaya
menciptakan
bentuk-bentuk
kesepakatan
untuk
saling
mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar
menawar.*
Namun
demikian dalam praktek
masih banyak ditemukan suatu
bentuk perjanjian atau kontrak yang isinya telah dibakukan dan dituangkan
dalam bentuk formulir yang dikenal perjanjian baku. Peijanjian baku inilah
yang banyak digunakan didalam praktek perjanjian Jual beli.
Kontrak baku pada masa sekarang ini banyak diminati oleh pelaku
usaha perdagangan dan bisnis. Tujuan dibuatnya kontrak baku ini adaiah
untuk memberikan kemudahan (kepraktisan) bagi para pihak yang
bersangkutan. Kontrak baku adaiah suatu kontrak tertulis yang dibuat
hanya oleh satu pihak dalam perjanjian tersebut, bahkan perjanjian sudah
dibuat dalam bentuk formulir oleh salah satu pihak, ketika kontrak ditanda
tangani umumnya para pihak hanya mengisi data-data formulir tertentu
saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya,
pihak lain tidak punya kesempatan untuk melakukan negosiasi atau
mengubah klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut
sehingga kontrak baku terlihat sangat berat sebelah.^
Adapun
hal-hal
yang
menyebabkan
kontrak
baku
hanya
menguntungkan pihak penjual, karena kurang adanya atau bahkan tidak
adanya kesempatan bagi salah satu pihak dalam hal ini pihak calon pembeli
untuk melakukan tawar-menawar, sehingga pihak yang kepadanya diberikan
kontrak jual beli rumah tersebut tidak banyak memiliki kesempatan untuk
mengetahui isi dari kontrak jual beli rumah tersebut, apalagi terdapak klausula
* Agus Yudha Hemoko, 2008, Hukum Perjanjian "Asas Proposionalitas dalam
Kontrak Komersiai", Surabaya: L^sbang Mediatama, him. 1.
' Munir Fuady, 2003, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku
Kedua, Bandung: Citra Aditya Bakti, him. 76.
5
dalam kontrak jual beli rumah yang ditulis dengan huruf-huruf yang sangat
kecil dan sulit untuk dimengerti.
Namun demikian, dalam proses pembangunan pengembang kerap
kali melakukan kelalaian. Kelalaian tersebut disebut dengan
wanprestasi.
Misalnya, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumah tidak sesuai
dengan harga rumah yang dijual, menggunakan
bahan-bahan yang tidak
berkualitas hal ini pun dapat merugikan konsumen. Hal-hal tersebut diatas pada
akhimya melahirkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun
1999.
Untuk wanprestasi tersebut konsumen dapat memberikan tuntutan
kepada pengembang.
Konsumen menurut hukum dapat memilih tuntutan sebagai berikut*:
1. Pemenuhan perjanj ian
2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
3. Ganti mgi
4. Pembatalan perjanjian
5. Pembatalan disertai ganti rugi
Jika ditinjau kontrak baku ini tidaktah melanggar asas kebebasan
berkontrak seperti yang tercantum di dalam pasal 1320 j o . 1338 Kitab
Undang- Undang Hukum Perdata, karena
konsumen
diberi kebebasan
menyetujui atau menolak.
Dalam KUHPerdata ditemukan ketentuan yang menyebutkan syarat
sah suatu perjanjian, yakni Pasal 1320 K U H Perdata. Menurut Pasal 1320
Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, cet ke-XXI, Jakarta: Intermasa, him. 53.
6
KUHPerdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perjanjian
sah, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif
karena mengenai orang-orang atau subjek-subjek yang mengadakan
perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat
objektif karena mengenai perjanj iannya sendiri atau objek dari perbuatan
hukum yang dilakukan ituJ
Setiap perjanjian semestinya memenuhi keempat syarat di atas
supaya sah. Perjanjian yang tidak memenuhi keempat syarat tersebut
mempunyai kemungkinan. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi dua syarat
pertama atau syarat subjekif maka salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta supaya perjanjian dibatalkan. Sementara itu, perjanjian yang tidak
memeuhi syarat objektif mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum.
Dengan berdasar uraian diatas, maka penulis bermaksud ingin
mendalaminya tebih lanjut dan menuangkannya dalam sebuah karya tulis
Ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul
PERJANJIAN
JUAL-BELI
RUMAH
DAN
PERLINDUNGAN
H U K U M B A G I P E M B E L I PADA P T . T E R A N G J A Y A A B A D I
PALEMBANG
' Budiman Sinaga, 2005, Hukum Kontrak dan penyelesaian sengketa dari Perspektif
Sekretaris, Jakarta: Raja Graflndo Persada, him. 16.
7
B. RUMUSAN M A S A L A H
Adapun permasalahan dalam skripsi ini adaiah sebagai berikut:
1. Bagaimana dalam mempertimbangkan harga beli rumah yang mempunyai
rasa keadilan bagi kedua belah pihak?
2. Bagaimana
perlindungan
hukum
bagi
Pembeli
yang
melakukan
wanprestasi?
C . Ruang Lingkup dan Tujuan
Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, sehingga sejalan
dengan
permasalahan
yang
dibahas,
maka
yang
menjadi
titik
berat
pembahasan dalam penelitian ini yang bersangkut paut Perjanjian Jual Beli
Rumah dan Perlindungan Hukum Bagi Pembeli pada PT. Terang Jaya Abadi
Palembang
Tujuan
Penelitian adaiah
untuk mengetahui
dan
mendapatkan
pengetahuan yang jelas tentang:
1. Untuk mengetahui dalam mempertimbangkan harga beli rumah yang
mempunyai rasa keadilan bagi kedua belah pihak
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi Pembeli yang melakukan
wanprestasi
D. Kerangka Konseptual
1. Perjanjian adaiah suatu peristiwa dimana seseorang beijanji kepada orang
lain atau dimana dua orang itu saling beijanji untuk melaksanakan sesuatu
hal.*"
^ Subekti, 2002, Hukum Perjq/ian, cet ke- 9, Jakarta: Intermasa, him. 1.
8
2. Jual Beli adaiah suatu peijanjian timbal-ballk antara pihak satu dengan
pihak lainnya. Pihak yang satu menyerahkan hak milik atas suatu barang,
pihak lainnya beijanji untuk membayar dengan harga yang terdiri atas
sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.^
3. Peijanjian Jual Beli adaiah suatu peijanjian yang dibuat antara pihak
penjual dan pihak pembeli."^
4. Perjajian Baku adaiah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh satu
pihak dalam perjanjian tersebut bahkan seringkati sudah tercetak dalam
bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak dan pihak lain tidak
mempunyai kesempatan untuk mengubah klausula-klausula yang terdapat
dalam perjanjian tersebut."
E . Metode Penelitian
Dalam pengumpuian data penyusunan skripsi ini agar memiliki suatu
kebenaran yang bersifat objektif, penulis menggunakan penelitian ilmiah
sebagai berikut
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adaiah penelitian hukum empiris,
penelitian hukum empiris adaiah pengumpuian data yang didapat sebagian
dari lapangan baik melalui cara pengamatan dan tanya Jawab dengan
' R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, cet ke- 10, Bandung: Citra Adiyta Bakti, hal. 2.
Salim, 2003, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta:
SinarCraflka, him. 49
" Munir Fuady, cp-cR, him. 77.
9
pihak-pihak yang mengerti dan terkait'^ dengan masalah perjanjian Jual
beli rumah dengan format perjanjian baku pada PT. Terang Jaya Abadi
Palembang.
2. Jenis Data
Sehubungan dengan itu, maka jenis data yang dipergimakan dalam
penelitian ini adaiah data sekunder dan data primer.
3. Teknik Pengumpuian data
Teknik pengumpuian data dilakukan dengan cara :
a. Penelitian kepustakaan {Library
Research)
Penelitian kepustakaan, yaitu melakukan pengkajian terhadap data
sekunder
berupa
bahan
hukum
primer
(peraturan
perundang-
undangan), bahan hukum sekunder (literature, laporan hasil penelitian,
makalah, karya ilmiah yang dimuat dalam majalah ilmiah), dan bahan
hukum tersier (kamus Bahasa Indonesia, kamus Bahasa Inggris, kamus
Bahasa Belanda, kamus hukum, ensiklopedia, data statistik) yang
relevan dengan permasalahan penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan {Field
Research)
Penelitian lapangan yaitu pengumpuian data primer dengan melakukan
observasi dan wawancara dengan Ibu Nilla Selaku Sekretaris PT. Terang
Jaya Abadi Palembang.
Soerjono Soekanlo, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI- Press, him. 43..
10
4. Teknik Pengolahan Data
Pengotahan
data
menganalisis
yang
dilakukan
dengan
cara
mengolah
dan
data yang telah dikumpulkan secara tekstual, lalu
dikonstruksikan secara kualitatif, untuk selanjutnya
ditarik suatu
kesimpulan.
F . Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari empat bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab 1, merupakan pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang,
Rumusan
Masalah,
Ruang
Lingkup dan
Tujuan
Penelitian,
Kerangka
Konseptual, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan.
Bab I I , merupakan tinjauan pustaka yang berisikan landasan teori
yang erat kaitannya dengan objek penelitian, yaitu : Pengertian Perjanjian Jual
Beli dan Perjanjian Baku
Bab I I I , merupakan pembahasan yang berkaitan dengan Perjanjian
Jual Beli Rumah Dan Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Pada PT. Terang
Jaya Abadi Palembang.
Bab IV, berisikan Kesimpulan dan Saran
BABD
TINJAUAN P U S T A K A
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Jual Beli
Seiring
berkembangnya
perekonomian,
banyak
masyarakat
melakukan hubungan hukum guna untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan adanya berbagai transaksi baik berupa
barang dan/atau jasa yang menimbulkan peristiwa hukum. Misalnya seperti
penawaran-penawaran yang ditawarkan kepada masyarakat, seperti penawaran
akan adanya pembangunan rumah yang teijadi antara pihak penjual dan pihak
pembeli. Dalam pelaksanaanya hubungan hukum tersebut dituangkan dalam
suatu bentuk perjanjian jual beli rumah.
1. Pengertian Perjanjian Jual Beli
Jual Beli termasuk ke dalam kelompok perjanjian bemama, artinya
undang-undang
telah memberikan nama sendiri dan pengaturan
khusus
tertiadap perjanjian ini. Perjanjian bemama telah diatur dalam Kitab UndangUdang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
"Menurut Pasal 1457 KUPerdata, peijanjian jual beli mempakan
suatu peijanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan".
Dalam bahasa Inggris jual beli disebut dengan hanya "sale" saja
yang berarti "penjualan" (hanya dilihat dari sudutnya si penjual), begitu pula
dalam bahasa Prancis disebut hanya dengan "vente" yang juga berarti
11
12
"penjualan", sedangkan dalam bahasa Jenman dipakainya perkataan
"kauf
yang berarti "pembelian".'^
Peijanjian jual beli pada umumnya merupakan peijanjian konsensual
karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para pihak tersebut
mengenai unsur essensialia, naturalia
dan
aksidentalia
dari
perjanjian
tersebut'^ Syarat aksidentalia adaiah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh
pihak sebab undang-undang tidak mengatur tentang hal itu.'^ Syarat esensialia
adaiah syarat yang harus ada dalam perjanjian, kalau syarat ini tidak ada,
maka perjanjian tersebut cacat (tidak sempuma). Artinya tidak mengikat para
pihak.'* Syarat naturalia adaiah syarat yang biasa dicantumkan
dalam
perjanjian. Apabila syarat ini tidak ada, maka peijanjian tidak akan cacat tapi
tetap sah."
Walaupun
perjanjian
jual
beli
mengikat
para
pihak
seteiah
tercapainya kesepakatan, namun tidak berarti bahwa hak milik atas barang
yang
diperjualbelikan
tersebut
akan
beralih
pula
bersamaan
dengan
tercapainya kesepakatan karena untuk beralihnya hak milik atas barang yang
diperjualbelikan dibutuhkan penyerahan.'^
" Ibid., him. 2.
Ahmadi, op.cit., him. 126.
" Budiman Sinaga, op.cit., him. 20.
Richard Burton Simatupang, 2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, eel ke-2, Jakarta:
Rineka Cipta, him. 40
" Ibid., him. 40
Ahmadi Mini, op.cit, him, 128.
13
2. Penyerahan
Berdasarkan Pasal 1475 BW, penyerahan adaiah suatu pemindahan
barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli.'^
Cara penyerahan benda yang diperjualbelikan berbeda berdasarkan
kualifikasi barang yang dipeijualbelikan tersebut. Adapun cara penyerahan
tersebut adaiah sebagai berikut^^:
a. Barang bergerak bertubuh, cara penyerahannya adaiah penyerahan nyata
dari tangan penjual atau atas nama penjual ke tangan pembeli, akan tetapi
penyerahan secara langsung dari tangan ke tangan tersebut tidak terjadi
jika barang tersebut dalam jumlah yang sangat banyak sehingga tidak
mungktn diserahkan satu persatu, sehingga dapat dilakukan dengan
simbol-simbol tertentu (penyerahan simbiolis), misalnya: penyerahan
kunci gudang sebagai simbol dari penyerahan barang yang ada dalam
gudang tersebut.
b. Barang bergerak tidak bertubuh dan piutang atas nama, cara
penyerahannya adaiah dengan melalui akta di bawah tangan atau akta
autentik. Akan tetapi, agar penyerahan piutang atas nama tersebut
mengikat bagi si berutang, penyerahan tersebut harus diberitahukan
kepada si berutang atau disetujui secara tertulis oleh si berutang.
c. Barang tidak bergerak atau tanah, cara penyerahannya adaiah melalui
pendaftaran atau balik nama.
3. Azas-Azas Perjanjian Jual Beli
Azas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberi
inspirasi mengenai nilai-niiai etis, moral dan sosial masyarakat. Dengan
demikian azas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma
hukum yang ada, dalam arti norma hukum tersebut pada akhimya harus dapat
dikembalikan pada azas hukum yang menjiwainya.^'
'Mbid.,hlm. 128.
2Mbid.,hlm. 128.
^' Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 88.
14
Dalam hukum kontrak dikenal banyak asas, diantaranya adaiah
sebagai berikut^^:
a. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan
untuk lahimya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adaiah bahwa lahimya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para
pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat
itu.
Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak
karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan
terhadap kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku.
b. Asas Kebebasan Berkontrak
Yang dimaksud
dengan kebebasan berkontrak
kebebasan seiuas-luasnya yang
oleh
adaiah adanya
undang-undang diberikan
kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak
bertentangan dengan peraturan perudang-undangan, kepatutan, dan ketertiban
umum.
Dengan
perkataan
lain,
dalam
soal
perjanjian
diperbolehkan
membuat undang-undang bagi diri sendiri. Pasal-pasal dari hukum perjanjian
Ahmadi, op.cit., him. 3.
15
hanya berlaku jika atau sekadar tidak diatur atau tidak terdapat dalam
perjanjian yang dibuat itu.^^
c. Asas Daya Mengikatnya Kontrak {Pacta Sunt Servanda)
Dalam perspektif BW daya mengikat kontrak dapat dicermati dalam
rumusan Pasal 1338 (1) B W menyatakan bahwa, "semua peijanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka
yang
membuatnya".
Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi
kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus
dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya
undang-undang.''^
d. Asas Iktikad Baik
Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam
hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338
ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
Sementara itu. Arrest H.R. di Negeri Belanda memberikan peranan
tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap praperjanjian bahkan kesesatan
ditempatkan di bawah asas iktikad baik, bukan lagi pada teori kehendak.
Begitu petingnya iktikad baik tersebut sehingga dalam perundinganperundingan atau peijanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan
Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung:Citra Aditya Bakti,,
him. 177-178.
" Ahmadi, op.cit., him. 4-5
" Ibid, him. 5.
16
berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh iktikad
baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua
belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan
yang wajar dari pihak lain.
Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu
kewajiban untuk mengadakan
penyelidikan dalam balas-batas yang wajar
terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing
pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang
berkaitan dengan iktikad baik.
Apabila satu pihak hanya mengajukan
kepentingan-kepentingan
sendiri, ia menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian. Kedua
keputusan tersebut menunjukkan bahwa iktikad baik menguasai para pihak
pada
periode
praperjanjian,
yaitu
dengan
memerhatikan
kepentingan-
kepentingan yang wajar dari pihak lain.
Walaupun
iktikad
baik
para
pihak
dalam
perjanjian
sangat
ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum iktikad baik hams selalu
ada pada setiap tahap perjajian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu
dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.
e.
Asas Kepribadian
Pasal
1340
KUHPerdata
menyatakan
tentang
ruang
lingkup
berlakunya perjanjian hanyalah anatara pihak-pihak yang membuat perjanjian
saja. Ruang lingkup ini hanyalah terbatas pada para pihak dalam perjanjian itu
saja. Jadi, pihak ketiga (atau pihak luar perjanjian) tidak dapat ikut menuntut
17
suatu hak berdasarkan perjanjian itu. Ruang lingkup berlakunya peijanjian ini
dikenal sebagai prinsip Privity of Contract atau Asas Kepribadian.
Pasal 1340 K U H Perdata selanjutnya menyatakan bahwa:
"Perjanjian-perjanjian
tidak dapat merugikan kepada pihak ketiga dan
tidak dapat menguntungkan pihak ketiga pula kecuali untuk hal yang
diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata "
Pasal
1317
K U H Perdata
memperbolehkan
untuk
meminta
ditetapkannya suatu perjanjian kepentingan seorang (pihak ketiga) jika
perjanjian atau pembenan tersebut memuat ketentuan seperti itu. Ketentuan
untuk meminta ditetapkannya suatu gaji guna kepentingan pihak ketiga tidak
dapat ditarik kembali jika pihak ketiga itu telah menerimanya. Pengecualian
dari asas kepribadian yang terdapat dalam Pasal 1317 K U H Perdata tersebut,
yaitu janji untuk kepentingan pihak ketiga, sebenamya adaiah memberikan
atau menyerahkan haknya kepada pihak ketiga. Jadi, pihak ketiga itu adaiah
subjek hak. Hal ini sesuai dengan Pasal 1318 K U H Perdata yang menyatakan
bahwa jika seorang minta dipeijanjikannya sesuatu hal, dianggap bahwa itu
adaiah
untuk ahli
warisnya dan
orang-orang
yang memperoleh
hak
daripadanya.
Asas kepribadian selain diatur dalam Pasal 1340 K U H Perdata, juga
diatur dalam Pasal 1315 K U H Perdata yang menentukan bahwa tiada seorang
pun dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya
suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Jika Pasal 1340 K U H Perdata
menentukan tentang tidak bolehnya pihak ketiga mencampuri umsan dalam
18
perjanjian pihak-pihak Iain, dalam Pasal 1315 K U H Perdata ditentukan bahwa
para pihak perjanjian tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya dari
perikatan yang dibuatnya. Ketentuan dalam pasal ini tidak memperbolehkan
seseorang membuat perjanjian yang hanya mau haknya saja tanpa mau
memikul kewajibannya atau tanpa mau memenuhi prestasinya sendiri (seakanakan seperti perjanjian yang tanpa sebab).
4. Syarat Perjanjian Jual Beli
Secara umum kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan para
pihak mengenai hal yang pokok atau unsur esensial dari kontrak tersebut.
Walaupun dikatakan bahwa kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan
mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, namun masih ada hal lain yang
harus diperhatikan, yaitu syarat sahnya kontrak sebagaimana diatur dalam
Pasal 1320 BW, yaitu:
a. Sepakat mereka mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu; dan
d. Suatu sebab yang halal
Mengenai syarat kata sepakat dan kecakapan tertentu dinamakan
sebagai syarat-syarat
subjeknya
atau
subjektif, karena kedua
orang-orang
yang
syarat tertentu
mengadakan
kontrak
mengenai
(peijanjian).
Sedangkan syarat mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
19
dinamakan sebagai syarat-syarat objektif, karena kedua syarat tersebut isinya
mengenai objek perjanjian dari perbuatan hukum yang dilakukan.^*
Dalam hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi perjanjian
itu batal demi hukum. Artinya, dari semula tidak pemah dilahirkan suatu
perjanjian dan tidak pemah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang
mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum
adaiah gagal. Dengan demikian, tidak ada dasar untuk saling menuntut di
depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan
bahwa peijanjian
yang
demikian itu null and void.
Dalam hal suatu syarat subjektif, jika syarat itu tidak dipenuhi,
perjanjian bukan batal demi hukum, melainkan salah satu pihak mempunyai
hak untuk meminta supaya peijanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat
meminta pembatalan itu adaiah pihak yang tidak cakap atau pihak yang
memberikan sepakatnya secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang teiah dibuat itu mengikat juga selama tidak
dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan
pihak yang berhak
pembatalan tadi. Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian
meminta
seperti itu
tidaklah pasti dan bergantung pada kesediaan suatu pihak untuk menaatinya.
Perjanjian
yang
demikian
dinamakan
" Richard Burton, op.cH., him. 28.
" Daeng Naja, op.cit., him. 176.
Ibid., him. 176.
voidable
(bahasa Inggris) atau
20
vemietigbaar
(bahasa Belanda). Ia selalu diancam dengan pembatalan
{canceling)?'^
a. Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya
suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun
yang paling penting adaiah adanya penawaran dan penenmaan atas penawaran
tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat
dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat
dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan
penerimaan.
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan, sebagai cara terjadinya
kesepakatan/terjadinya penawaran dan penerimaan adaiah^':
1) Dengan cara tertulis;
2) Dengan cara lisan;
3) Dengan simbol-simbol tertentu; bahkan
4) Dengan berdiam diri
Berdasarkan syarat sahnya perjanjian tersebut diatas, khususnya
syarat kesepakatan
yang merupakan penentu terjadinya atau
lahimya
perjanjian, berarti bahwa tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadi
kontrak.^^ Kontrak yang lahir dari kesepakatan (karena bertemunya penawaran
2' Ibid., him. 176.
^° Ahmadi Miru, op.cit., htm. 176.
3' Ibid., him. 176.
Ahmadi Mini, op.cit., him. 17.
21
dan penerimaan), pada kondisi normal adaiah bersesuaian antara kehendak
dan pemyataan.^^
Akan
tetapi, walaupun teijadi
kesepakatan
para
pihak yang
melahirkan peijanjian, terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah
dicapai tersebut mengalami kecacatan atau yang biasa disebut cacat kehendak
atau
cacat
kesepakatan
sehingga
memungkinkan perjanjian
tersebut
dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh peijanjian
tersebut.^^ Dalam BW terdapat tiga hal yang dapat dijadikan
alasan
pembatalan kontrak berdasarkan adanya cacat kehendak, yaitu
1) Kesesatan atau dwaling (vide Pasal 1322 BW)
Terdapat kesesatan apabila terkait dengan "hakikat benda atau
orang" dan pihak lawan hams mengetahui atau setidak-tidaknya mengetahui
bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan kesesatan bagi pihak lain sangat
menentukan
(terkait
kenbaarheidsvareiste).
syarat
dapat
Dengan demikian,
dikenali
mengenai
atau
kesesatan
diketahui;
terhadap
hakikat benda yang dikaitkan dengan keadaan akan datang, karena kesalahan
sendiri atau karena perjanjtan atau menumt pendapat umum menjadi risiko
sendiri, tidak dapat dijadikan alasan pembatalan kontrak.
2) Paksaan atau dwang (vide Pasal 1323 - 1327 BW)
" Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 149.
" Ahmadi Miru, op.cit., him. 17.
" Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 149-150
22
Paksaan timbula apabila seseorang tergerak untuk menutup kontrak
(memberikan kesepakatan) dibawah ancaman yang bersifat melanggar hukum.
Ancaman bersifat melanggar hukum ini meliputi dua hal, yaitu:
a) Ancaman itu sendiri sudah merupakan perbuatan
melanggar
hukum (pembunuhan, penganiayaan).
b) Ancaman itu bukan merupakan perbuatan melanggar hukum, tetapi
ancaman itu dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang tidak
dapat menjadi hak pelakunya.
3) Penipuan atau bedrog (vide Pasal 1328 BW)
Penipuan merupakan bentuk kesesatan yang dikualifisir, artinya ada
penipuan bila gambaran yang keliru tentang sifat-sifat dan keadaan-keadaan
(kesesatan) ditimbulkan oleh tingkah laku yang sengaja menyesatkan dari
pihak lawan. Untuk berhasilnya dalil penipuan disyaratkan bahwa gambaran
yang keliru itu ditimbulkan oleh rangkaian tipu daya {kumtgrepen).
b. Kecakapan
Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan
perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran ,
dan tidak dilarang oleh suatu perundang-undangan untuk melakukan sesuatu
perbuatan tertentu.^*
Seorang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan kontrak
jika orang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin
sebelum cukup 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21 tahun ke
Budiman Sinaga, op.cit., him. 16.
23
atas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu hat dia ditaruh di
bawah
pengampuan,
seperti
gelap
mata,
dungu,
sakit
ingatan,
atau
pemboros.^'
Dengan demikian dapat disimpulkan seseorang dianggap tidak cakap
apabila^*:
1) Belum benisia 21 tahun dan belum menikah;
2) Berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu, atau boros
Dalam Pasal 1330 BW dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan
tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adaiah-'^:
1) Orang-orang belum dewasa;
2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang
telah melarang membuat perjanjian-perjanjian
tertentu (substansi ini
dihapus dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)
Beberapa undang-undang yang menegaskan standar usia 18 tahun
merupakan
standar usia
dewasa yang
melakukan perbuatan hukum, antara lain^:
" Ahmadi Miru, op.cit.. him. 29.
Ibid., him. 29.
Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 162.
Ibid., him. 165.
berkorelasi
dengan
kecakapan
24
1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak (vide
Pasal 5 jo. 61),
2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Peraturan Jabatan
Notaris (vide Pasal 39 j o . 30),
3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan
Republik Indonesia (vide Pasal 5 jis. 6, 9, 21, 22,41).
c. Suatu Hal Tertentu
Adapun yang dimaksud suatu hal atau obyek tertentu (een bepaald
onderwerp) dalam Pasal 1320 BW syarat 3, adaiah prestasi yang menjadi
pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya
pemyataan-pemyataan yang menjadi kewajiban para pihak. ^'
Dalam BW dan pada umumnya sarjana hukum berpendapat bahwa
prestasi itu dapat berupa:
1) Menyerahkan/memberikan sesuatu;
2) Berbuat sesuatu; dan
3) Tidak berbuat sesuatu
Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat
dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, mengukur, menimbang, atau
menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang
harus dilakukan oleh salah satu pihak.^^
*^ Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 168.
Ibid., him. 30.
25
d. Sebab yaag Halal
Pengertian causa atau sebab (oorzaak) sebagaimana dimaksud Pasal
1320 B W syarat 4, harus dihubungkan dalam konteks Pasal 1335 dan 1337
BW. Meskipun undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai apa
yang dimaksud dengan sebab atau causa, namun yang dimaksudkan disini
menunjuk pada adanya hubungan tujuan (causa finalis), yaitu apa yang
menjadi tujuan para pihak pada saat penutupan kontrak.^-'
5. Terjadinya Perjanjian Jual Beli
Unsur-unsur pokok (essentalia) perjanjian jual beli adaiah barang
dan harga. Sesuai asas konsensualisme yang menjiwai hukum peijanjian BW,
perjanjian itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai
barang dan jasa. Begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan
harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.'*^
Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458
yang berbunyi: "Jual beli dianggap sudah teijadi antara kedua belah pihak
seketUca seteiah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun
barang
itu
belum
diserahkan
maupun
harganya
belum
dibayar.^^
Konsensualisme berasal dari perkataan "consensus yang artinya adaiah
"kesepakatan", bahwa
Eqia
yang dikehendaki oleh yang satu itu adaiah juga
dikehendaki oleh yang lain atau bahwa kehendak mereka adaiah "sama".
Agus Yudha Hemoko, op.cit.,., him. 171.
^ Subekti, op.cit., him. 2.
« I b i d . , him. 2.
26
sebenamya tidak tepat, Yang betui adaiah bahwa yang mereka kehendaki
adaiah "sama dalam kebalikannya". ^
6. Subjek Perjanjian Jnal Beli
Dalam jual beli ada dua subjek, yaitu si penjual dan pembeli, harus
memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum
secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat pikirannya dan tidak oleh
peraturan hukum dilarang atau dibatasi dalam hal melakukan perbuatan
hukum yang sah, seperti peraturan pailit yang masing-masing mempunyai
pelbagai kewajiban dan pelbagai hak.
Untuk orang-orang yang belum dewasa, harus bertindak orang tua
atau walinya, untuk orang-orang yang tidak sehat pikirannya, harus bertindak
seorang pengawasnya, dalam hal "curatele''' seorang curator, untuk orang yang
berada dalam pailit, harus bertindak curatomya juga, yaitu Dewan Harta
Peninggalan {Weeskamer)f^
7. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli
Hak dari Penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari
pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak.
Menumt Pasal 1437 BW disebutkan dua kewajiban pokok dari
penjual, yaitu untuk menyerahkan
menanggung si pembeli.
a. Kewajiban Menyerahkan Barang
Ibid., him. 2.
" Ibid., him. 2.
barang obyek jual
beli dan untuk
27
Penyerahan barang ini oleh Pasal 1475 B W ditegaskan sebagai penyerahan
"dalam kekuasaan dan pemegangan si pembeli" {overdrachl van het goed
in de macht en het bezitvan de koper). Dari penegasan ini adaiah terang,
bahwa yang dimaksud oleh BW dengan "penyerahan barang" ini ialah
penyerahan pemegangan barang secara nyata {fettelijke in bezitsteling).
BW mengenai tiga macam barang, yaitu:
1) Untuk Barang Bergerak
2) Untuk Barang Tetap (Tidak Bergerak)
3) Barang Tidak Bertubuh
b. Kewajiban Menanggung Kenikmatan Tentram dan Menanggung Cacat
Tersembunyi
Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan
konsekuensi daripada jaminan yang oleh penjual diberikan bahwa barang yang
dijual dan dilever itu adaiah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas
dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak/^
Mengenai kewajiban untu menanggung cacad-cacad tersembunyi
dapat diterangkan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacadcacad tersembunyi meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacad-cacad
itu, kecuali jika ia, dalam hal yang demikian , telah diminta diperjanjikan
bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun pada barang yang
dijualnya yang membuat barang tersebut tak dapat dipakai untuk keperluan
yang dimaksudkan atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga, seandainya
*^ Subekti, op.cit., him. 17.
28
si pembeli mengetahui cacad-cacad tersebut, ia sama sekali tidak akan
membeli barang itu atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang
kurang.
Hak dari Pembeli adaiah menerima barang yang telah dibelinya, baik
secara nyata maupun secara yuridis.
Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada
waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Jika pada
waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang tempat dan waktu
pembayaran, maka si pembeli harus membayar ditempat dan pada waktu
dimana penyerahan (levering) barangnya harus dilakukan.'*^
Kewajiban Pihak Pembeli adaiah :
1) Membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah
dibuat
2) Membayar bunga dari harga pembelian jika barang yang dijual dan
diserahkan memberi hasil atau lain pendapatan
3) Memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar,
biaya akta dan sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya
8. Risiko Perjanjian Jual Beli
Risiko adaiah kemgian yang timbul diluar kesalahan salah satu pihak
baik. Dalam perjanjian jual beli kerugian itu timbul diluar kesalahan pihak
penjual maupun pihak pembeli, misalnya barang yang dijual tersebut musnah
karena kebakaran atau kebanjiran sebelum penyerahan.^^ Mengenai risiko
dalam jual beli ini dalam B W ada tiga peraturan, yaitu:
Ibid., him. 21.
Ahmadi Mini, op.cit.. him. 130.
29
a. Mengenai barang tertentu;
b. Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran; dan
c. Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan.
Apabila seseorang membeli barang yang telah ditentukan, risiko
akan ditanggung oleh pembeli sejak saat terjadinya kesepakatan, walaupun
barang tersebut beium diserahkan kepada pembeli. Ketentuan itu berlaku
walaupun harga barang tersebut belum dibayar oleh pembeli. Hal ini berarti
bahwa penjual berhak menagih harga barang tersebut kepada pembeli
walaupun barang tersebut telah musnah sebelum diserahkan kepada pembeli.^'
9. Berakhirnya Perjanjian Jual Beli
Berdasarkan
Pasal 1381 K U H Perdata disebutkan sepuluh cara mengakhiri
perjanjian, yaitu:
a.
Pembayaran;
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. Pembaruan utang;
d. Perjumpaan utang atau Kompensasi;
e. Percampuran utang;
f.
Pembebasan utang;
g. Musnahnya barang yang tenitang;
h. Kebatalan atau Pembatalan;
i.
Berlakunya syarat batal; dan
j.
Kedaluwarsa.
Ahmadi Miru, op.cit., him. 130.
30
Sementara itu, menurut R. Setiawan, hapusnya persetujuan harus
benar-benar dibedakan daripada hapusnya perikatan karena suatu perikatan
dapat hapus sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbemya masih
ada. R. Setiawan menambahkan bahwa persetujuan dapat hapus karena ha-hal
berikut ini^h
a. Hapusnya persetujuan ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak;
b. Undang-Undang menentukan batas berlakunya suatu persetujuan;
c. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan
terjadinya peristiwa tertentu, persetujuan akan hapus;
d. Pemyataan menghentikan persetujuan (opzegging);
e. Persetujuan hapus karena putusan hakim;
f. Persetujuan hapus karena tujuan persetujuan telah tercapai; dan
g. Persetujuan hapus dengan persetujuan para pihak (herroping)
Pengakhiran dapat terjadi, baik ketika tujuan sudah tercapai maupun
ketika tujuan belum atau tidak tercapai. Mengenai tujuan belum atau tidak
tercapai, tetapi perjanjian diakhiri, terjadi karena satu atau semua pihak tidak
lagi mempunyai kemampuan untuk melaksanakan isi perjanjian.
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Baku
1. Pengertian Kontrak Baku
Kontrak
baku adaiah
kontrak yang klausul-klausulnya telaah
ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak. Berikut ini adaiah pendapat
dari para ahli hukum mengenai definisi kontrak baku:
a. Menurut Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH. Bahwa suatu kontrak baku
adaiah kontrak perjanjian yang hamper seluruh klausula-klausulanya
sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang Iain pada dasamya
tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.
Budiman Sinaga, op.cit.. him. 22.
31
Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja
menyangkut je
B A G I P E M B E U PADA PT. T K R A N G J A Y A A B A D I P A L E M B A N G
SKRIPSI
Dl«f»icui GmuM Meracanhi SaUh Smtu Syarat Uatak Menpralch Gclar
Sarjaaa Hakaai Program StadI Oma Hakam
Oleh:
MARBVD A T R I U T A M I
5t2013154
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PALEMBANG
2tl7
UNIVERSITAS M U H A M M A D I Y A H PALEMBANG
FAKULTAS H U K U M
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
JUDUL SKRIPSI: PERJANJIAN
JUAL
BELI RUMAH
DAN
PERLINDUNGAN
H U K U M BAGI P E M B E L I PADA PT. T E R A N G J A Y A
PALEMBANG
Nama
:MARINDA TRIUTAMI
Nim
: 50 2013
Program Studi
: I L M U HUKUM
Program Kekhususan
: H U K U M PERDATA
154
PEMBIMBING
H. Saifiillah Basri, SH , MH. (
Palembang, 2! Febmari20l7
PERSETUJUAN OLEH T I M PENGUJI:
KETUA
: Khalisah Hayatuddia SH., M Hum.
ANGGOTA
: 1. M . Solch Idnis, SH., MS.
2. Hj. Fatiraah Zuhro, SH., SpN., MH.
DISAHKAN
OLEH
DEKAN FAKULTAS
UNIVERSITAS
HUKUM
MUHAMMADIY:
ABADI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
F A K U L T A S HUiCUM
L E M B A R PERSETUJUAN PEMBIMBING
NAMA
: MARINDA T R I UTAMI
NM
: 5020132154
PRODI
: ILMU HUKUM
PROG.KEKHUSUSAN
: HUKUM PERDATA
JUDUL
: P E R J A N J I A N J U A L B E L I R U M A H DAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI P E M B E L I
PADA P T . T E R A N G J A Y A A B A D I
PALEMBANG
Disetujai Uatak Disampaikaa Kepada
PaaitU Ujiaa
Palembaag,
Febraari
2017
Dosea Pembirabiag
H . Saifallah Basri, SH., M H
Hi
S U R A T P E R N Y A T A A N O R I S I N A L I T I S SiGUPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama
: Marinda Tri Utami
NIM
: 502013154
Program Studi
: llmu Hukum
Program Kekhususan
: Hukum Perdata
Menyatakan
"PERJANJIAN
PERJANJIAN
bahwa
karya
JUAL
BELI
BAKU
PADA
ihniah/skripsi
RUMAH
PT.
yang
DENGAN
TERANG
JAYA
berjudut
FORMAT
ABADI
PALEMBANG"
Adaiah bukan merupakan karya tulis orang lain, baik sebagian
maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah kami
sebutkan sumbemya.
Demikian surat pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya
dan apabila pemyataan ini tidak benar, penulis bersedia mendapatkan
sanksi akademis
Palembang,
Februari 2017
Yang Menyatakan,
Marinda Tri Utami
V
MOTTO
Sesungguhnya Allah met^uruh (kamu) berlaku adil dan
berbual kebijakan^ member! kepada kamu kerabat, dan D
meiarang (melakukan) perbuatan keJi, kemungkaran dan
pennusuhan. Dia memberi pengtyaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran
(QS. An-Nahl :90)
Kupersembahkan Kq)ada:
> Kedua Orang Tua
>- Kakak-kakak dan Adikku
> Yang menyayangiku
> Almamater
ABSTRAK
PERJANJIAN JUAL BELI R U M A H D A N PERLINDUNGAN H U K U M B A G I
PEMBELI PADA PT. TERANG JAYA A B A D I PALEMBANG
MARINDA TRI U T A M I
Perjanjian jual beli ini dilaksanakan dalam bentuk kontrak yang
isinya telah dibakukan dalam bentuk formulir yang disebut dengan perjanjian
baku. Perjanjian ini merupakan perjanjian pendahuluan karena dalam
pemasarannya pengembang menggunakan sistem pre project selling, yaitu
menjual rumah dengan memesan terlebih dahulu. Dalam kontrak baku Ini
pelaku usaha mempunyai posisi yang lebih kuat dari konsumen. Tak dapat
dipungkiri juga bahwa perjanjian tersebut kerap kali terjadinya kesalahan yang
dilakukan baik dari pihak pelaku usaha maupun pihak konsumen. Untuk itulah
pemerintah menerbitkan Undang-Undang No 8 tahun 1999 tetang
perlindungan konsumen.
Tujuan
penelitian
ini adaiah
untuk
mengetahui
dalam
mempertimbangkan harga beli rumah yang mempunyai rasa keadilan bagi
kedua belah pihak serta untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pembeli
yang melakukan wanprestasi. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode
hukum empiris, dengan melakukan pengumpuian data yang didapat sebagian
dari lapangan baik melalui cara pengamatan dan tanya jawab dengan pihakpihak yang mengerti dan terkait.
Dari hasil penelitian yang teiah dilakukan, diperoleh data bahwa
Pengembang biasanya mempunyai beberapa pertimbangan dalam menentukan
hai^a untuk menjual rumah tersebut seperti lokasi rumah yang letaknya
strategis, mempunyai arsitek dan tenaga keija yang ahli dalam pembangunan
rumah, dapat menyelesaikan pembangunan rumah dengan tepat seperti yang
disepakati. Yang menjadi faktor pembeli dalam mempertimbangkan harga beli
rumah dapat dilihat dari kesadaran kebutuhan dalam dirinya, harga rumah
yang harus disesuaikan dengan kemampuan mereka, lokasi yang letaknya
strategis, macam dan ketersediaan fasilitas ,kualitas bangunan, keadaan
lingkungan, desain rumah dan masih banyak lagi pertimbangan lain
Berdasarkan Undang - Undang Perlindungan Konsumen Pasal 18
ayat (1) ditegaskan bahwa, pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula
baku dalam perjanjian mengenai memberi hak kepada pelaku usaha untuk
mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang
menjadi objek Jual beli jasa, yang artinya bahwasanya adanya pengembalian
uang yang disesuaiakan dengan keuangan perusahaan konsumen apabila
perjanjian tersebut batal karena konsumen belum membayar angsuran.
Kata K u n c i : Perjanjian baku, Perlindungan Hukum
v»
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah
SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah berkenan
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan
guna
memperoleh
gelar
Sarjana
Hukum
Universitas Muhammadiyah
Palembang. Skripsi ini beijudul P E R J A N J I A N J U A L B E L I R U M A H DAN
P E R L I N D U N G A N H U K U M B A G I P E M B E L I PADA P T . T E R A N G
J A Y A ABADI P A L E M B A N G
Penulisan
skripsi ini tidak terlepas
dari
bimbingan dan
pengarahan dari dosen Pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak yang
semuanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Namun keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan penulis tidak melepaskan kemungkinan skripsi
ini jauh dari sempuma. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mohon maaf atas
kekurangan
yang ada,
serta senantiasa mengharapkan
bimbingan dari
Bapak/lbu sekalian.
Kesempatan yang baik ini penulis ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan, khusunya
terhadap:
vfn
1. Bapak Dr. Abid Djazuli, S.E, M . M , Rektor Universitas Muhammadiyah
Palembang beserta jajarannya;
2. Ibu Dr. Hj. Sri Suatmiati, SH., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang beserta jajarannya;
3. Bapak/Ibu Wakil Dekan I , I I , I I I , IV Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang
4. Bapak Mulyadi Tanzili, SH., M B . , Selaku Ketua Prodi llmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang
5. Bapak H. Saifullah Basri, SH., MH., Selaku Pembimbing Skripsi Penulis
yang dengan pengetahuan dan kesabarannya telah memberikan bimbingan,
masukan dan pengarahan terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini;
6. Ibu Atika Ismail, SH., MH., Selaku Pembimbing Akademik penulis;
7. Seluruh
Dosen
Muhammadiyah
dan
Asisten
Palembang
Dosen
yang
Fakultas
telah
Hukum
banyak
Universitas
mem bantu
dan
memberikan ilmu serta pengalaman berguna selama penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang;
8. Staf
dan
Karyawan
Fakultas
Hukum Universitas
Muhammadiyah
Palembang;
9. Ibu Nilla, serta para staf yang telah banyak memberi dukungan, informasi
dan saran dalam penulisan skripsi ini;
10. Kedua Orangtuaku Sumanta dan Ridhawati, kakak-kakakku Dian Saputri
dan Bagus Dwi Cahyo serta adikku Riski Ayu Lestari yang selalu
Ix
memberikan do'a kepada penulis serta motivasi yang tiada henti dan
dukungan baik moril maupun materil agar anak/anaknya menjadi orang
yang berguna;
11. Sahabat-sahabatku Fiona, Buana, Amel, Kiki, Sisca, Catur Puji, Dwi, Nita,
Fitri, Reka, Adel, Ria, Dewi, Dessy, Reva, Rinda Dwi, Fina serta temanteman sepeijuangan Miftah Lisin, Silvi, Dela, Sherly, Agus, Kak Aan,
Wahyu yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam belajar;
12. Teman-teman Angkatan 2013 dan adik-adik tingkat dan rekan-rekan di
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, yang telah membantu menuntut ilmu dan
menyelesaikan skripsi ini
Semoga
menjadikan
segala bantuan kalian moril dan materil yang telah
skripsi ini dapat selesai dengan
baik sebagai salah
satu
persyaratan untuk menempuh ujlan skripsi, semoga kiranya Allah SWT
melimpahkan pahala dan rahmat kepada mereka.
Wassalamu'alaikum
Palembang,
Februari 2017
Penulis
Marinda Tri Utami
X
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
H A L A M A N P E R S E T U J U A N DAN P E N G E S A H A N
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
HALAMAN PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI
iv
HALAMAN ORISINALITIS SKRIPSI
v
H A L A M A N M O T T O DAN P E R S E M B A H A N
vi
ABSTRAK
vii
K A T A PENGANTAR
viii
D A F T A R ISI
il
BAB 1 PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
I
B. Rumusan Masalah
7
C. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian
7
D. Kerangka Konseptual
7
E. Metode Penelitian
8
F. Sistematika Penulisan
10
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A . Tinjauan Umum Tentang Peijanjian Jual Beli
11
1. Pengertian Perjanjian Jual Beli
11
2. Penyerahan
13
3. Azas-Azas Perjanjian Jual Beli
13
xi
4. Syarat Perjanjian Jual Beli
18
5. Terjadinya Perjanjian Jual Beli
25
6. Subjek Perjanjian Jual Beli
26
7. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli
26
8. Risiko Perjanjian Jual Beli
28
9. Berakhimya Perjanjian Jual Beli
29
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Baku
31
1. Pengertian Kontrak Baku
31
2. Doktrin-Doktrin Hukum Tentang Kontrak Baku
34
3. Prinsip-Prinsip Yang Mendukung Kontrak Baku
38
BAB m PEMBAHASAN
A. Dalam Mempertimbangkan Harga Beli Rumah Yang
Mempunyai Rasa Keadilan Bagi Kedua Belah Pihak
40
B. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Yang Melakukan
Wanprestasi
43
BAB IV PENUTUP
A . Kesimpulan
49
B. Saran
50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. L A T A R B E L A K A N G
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia
lainnya. Interaksi yang teijalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya
berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek
hukum, termasuk Hukum Perdata. Naluri untuk mempertahankan
diri,
keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur
hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian. Salah satu bidang
hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki pada
subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut
pula hukum privat atau hukum sipi) sebagai lawan dari hukum publik. Maka
hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara
sehari-hari, seperti misalnya perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan,
harta benda, perjanjian, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Hukum Perdata merupakan keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik
tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum
satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan
didalam pergaulan masyarakat.' Di dalam K U H Perdata mengenai perjanjian
atau persetujuan yang terdapat pada Buku I I I Bab I I Pasal 1313 KUH Perdata
' Salim, 2014, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), cet ke-9, Jakarta: Sinar Grafika,,
him. 6.
1
2
sampai Pasal 1352 K U H Perdata merupakan hal yang sangat sering kita temui
dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu jenis peijanjian adaiah perjanjian Jual
beli secara angsuran. Apabila dilihat dari prinsip-prinsip dalam K U H Perdata,
perjanjian jual beli pengaturannya diatur dalam K U H Perdata.
Dewasa
ini, perkembangan
dunia
bisnis
semakin
meningkat
termasuk di dalam maupun di luar negeri. Dengan perkembangan demikian,
pengusaha-pengusaha tentu memiliki cara tersendiri untuk mengembangkan
bisnis yang dikelola dengan baik. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh
dunia bisnis. Mereka yang meiihat kesempatan
ini mulai membangun
perusahaan- perusahaan perumahan yang memberikan tawaran atas rumah
yang diinginkan masyarakat. Pengadaan perumahan ini dapat dinikmati oleh
kelas ekonomi masyarakat dari kalangan bawah sampai strata elite.^
Dalam
hal
ini
pemerintah
berusaha
untuk
melaksanakan
pembangunan perumahan rakyat. Dalam prosesnya, kegiatan pembangunan
perumahan ini dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta yang bergerak dalam
bidang pembangunan
perumahan.
Pihak
swasta yang bergerak
dalam
membangun dan menjual perumahan disebut sebagai "pengembang" atau
''developer". Pada saat ini dalam pemasarannya pengembang menggunakan
berbagai macam konsep, salah satunya adaiah konsep pre project selling. Pre
project selling
yaitu menjual rumah dengan memesan terlebih dahulu atau
^
RA
Sukma
"USU
Institusional
Repository"
diakses
dari
http://reposito!7.usu.ac.id/bitstream/123456789/44231/4/ChapteT*/o20I.pdf.
pada
tanggal
8
November 2016 Pukul 20.00.
3
dengan kata lain rumah yang menjadi objek jual beli tersebut masih dalam
tahap perencanaan.
Perjanjian
tersebut
merupakan
perjanjian
pendahuluan.
Hasil
kesepakatan dalam perjanjian pendahuluan akan dituangkan dalam perjanjian
jual beli (PJB), akibat dari perjanjian tersebut lahirlah suatu hubungan hukum
dalam bentuk perikatan antara pengembang dengan konsumen. Sebagaimana
yang tercantum di dalam pasal 1233 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: "
tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undangundang", selanjutnya dibuatlah Akta Jual Beli (AJB) rumah dihadapan pejabat
yang berwenang, dalam hal ini adaiah PPAT.
Pengertian mengenai perjanjian pendahuluan tidak diatur di datam
K U H Perdata^, akan tetapi terdapat di dalam Pasal 42 ayat (1) UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman,
yang menyatakan bahwa: "Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun
yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem
peijanjian
pendahuluan
Jual
beli
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Perimdang-Undangan".
D i dalam praktek perjanjian, pengembangannya dilaksanakan ke
dalam suatu bentuk kontrak. Pada dasamya suatu bentuk kontrak berawal dari
suatu perbedaan atau ketidaksamaan
Perumusan
kepentingan diantara para pihak.
hubungan kontraktual tersebut
umumnya senantiasa diawati
dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak
' http-7/r^sitoiy.mu.ac.id/bitstreaiW123456789/57490/4/Chapter%20I.p^
tanggal 8 November 2016 Pukul 21.00.
akses pada
4
berupaya
menciptakan
bentuk-bentuk
kesepakatan
untuk
saling
mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar
menawar.*
Namun
demikian dalam praktek
masih banyak ditemukan suatu
bentuk perjanjian atau kontrak yang isinya telah dibakukan dan dituangkan
dalam bentuk formulir yang dikenal perjanjian baku. Peijanjian baku inilah
yang banyak digunakan didalam praktek perjanjian Jual beli.
Kontrak baku pada masa sekarang ini banyak diminati oleh pelaku
usaha perdagangan dan bisnis. Tujuan dibuatnya kontrak baku ini adaiah
untuk memberikan kemudahan (kepraktisan) bagi para pihak yang
bersangkutan. Kontrak baku adaiah suatu kontrak tertulis yang dibuat
hanya oleh satu pihak dalam perjanjian tersebut, bahkan perjanjian sudah
dibuat dalam bentuk formulir oleh salah satu pihak, ketika kontrak ditanda
tangani umumnya para pihak hanya mengisi data-data formulir tertentu
saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya,
pihak lain tidak punya kesempatan untuk melakukan negosiasi atau
mengubah klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut
sehingga kontrak baku terlihat sangat berat sebelah.^
Adapun
hal-hal
yang
menyebabkan
kontrak
baku
hanya
menguntungkan pihak penjual, karena kurang adanya atau bahkan tidak
adanya kesempatan bagi salah satu pihak dalam hal ini pihak calon pembeli
untuk melakukan tawar-menawar, sehingga pihak yang kepadanya diberikan
kontrak jual beli rumah tersebut tidak banyak memiliki kesempatan untuk
mengetahui isi dari kontrak jual beli rumah tersebut, apalagi terdapak klausula
* Agus Yudha Hemoko, 2008, Hukum Perjanjian "Asas Proposionalitas dalam
Kontrak Komersiai", Surabaya: L^sbang Mediatama, him. 1.
' Munir Fuady, 2003, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku
Kedua, Bandung: Citra Aditya Bakti, him. 76.
5
dalam kontrak jual beli rumah yang ditulis dengan huruf-huruf yang sangat
kecil dan sulit untuk dimengerti.
Namun demikian, dalam proses pembangunan pengembang kerap
kali melakukan kelalaian. Kelalaian tersebut disebut dengan
wanprestasi.
Misalnya, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumah tidak sesuai
dengan harga rumah yang dijual, menggunakan
bahan-bahan yang tidak
berkualitas hal ini pun dapat merugikan konsumen. Hal-hal tersebut diatas pada
akhimya melahirkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun
1999.
Untuk wanprestasi tersebut konsumen dapat memberikan tuntutan
kepada pengembang.
Konsumen menurut hukum dapat memilih tuntutan sebagai berikut*:
1. Pemenuhan perjanj ian
2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
3. Ganti mgi
4. Pembatalan perjanjian
5. Pembatalan disertai ganti rugi
Jika ditinjau kontrak baku ini tidaktah melanggar asas kebebasan
berkontrak seperti yang tercantum di dalam pasal 1320 j o . 1338 Kitab
Undang- Undang Hukum Perdata, karena
konsumen
diberi kebebasan
menyetujui atau menolak.
Dalam KUHPerdata ditemukan ketentuan yang menyebutkan syarat
sah suatu perjanjian, yakni Pasal 1320 K U H Perdata. Menurut Pasal 1320
Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, cet ke-XXI, Jakarta: Intermasa, him. 53.
6
KUHPerdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perjanjian
sah, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif
karena mengenai orang-orang atau subjek-subjek yang mengadakan
perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat
objektif karena mengenai perjanj iannya sendiri atau objek dari perbuatan
hukum yang dilakukan ituJ
Setiap perjanjian semestinya memenuhi keempat syarat di atas
supaya sah. Perjanjian yang tidak memenuhi keempat syarat tersebut
mempunyai kemungkinan. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi dua syarat
pertama atau syarat subjekif maka salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta supaya perjanjian dibatalkan. Sementara itu, perjanjian yang tidak
memeuhi syarat objektif mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum.
Dengan berdasar uraian diatas, maka penulis bermaksud ingin
mendalaminya tebih lanjut dan menuangkannya dalam sebuah karya tulis
Ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul
PERJANJIAN
JUAL-BELI
RUMAH
DAN
PERLINDUNGAN
H U K U M B A G I P E M B E L I PADA P T . T E R A N G J A Y A A B A D I
PALEMBANG
' Budiman Sinaga, 2005, Hukum Kontrak dan penyelesaian sengketa dari Perspektif
Sekretaris, Jakarta: Raja Graflndo Persada, him. 16.
7
B. RUMUSAN M A S A L A H
Adapun permasalahan dalam skripsi ini adaiah sebagai berikut:
1. Bagaimana dalam mempertimbangkan harga beli rumah yang mempunyai
rasa keadilan bagi kedua belah pihak?
2. Bagaimana
perlindungan
hukum
bagi
Pembeli
yang
melakukan
wanprestasi?
C . Ruang Lingkup dan Tujuan
Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, sehingga sejalan
dengan
permasalahan
yang
dibahas,
maka
yang
menjadi
titik
berat
pembahasan dalam penelitian ini yang bersangkut paut Perjanjian Jual Beli
Rumah dan Perlindungan Hukum Bagi Pembeli pada PT. Terang Jaya Abadi
Palembang
Tujuan
Penelitian adaiah
untuk mengetahui
dan
mendapatkan
pengetahuan yang jelas tentang:
1. Untuk mengetahui dalam mempertimbangkan harga beli rumah yang
mempunyai rasa keadilan bagi kedua belah pihak
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi Pembeli yang melakukan
wanprestasi
D. Kerangka Konseptual
1. Perjanjian adaiah suatu peristiwa dimana seseorang beijanji kepada orang
lain atau dimana dua orang itu saling beijanji untuk melaksanakan sesuatu
hal.*"
^ Subekti, 2002, Hukum Perjq/ian, cet ke- 9, Jakarta: Intermasa, him. 1.
8
2. Jual Beli adaiah suatu peijanjian timbal-ballk antara pihak satu dengan
pihak lainnya. Pihak yang satu menyerahkan hak milik atas suatu barang,
pihak lainnya beijanji untuk membayar dengan harga yang terdiri atas
sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.^
3. Peijanjian Jual Beli adaiah suatu peijanjian yang dibuat antara pihak
penjual dan pihak pembeli."^
4. Perjajian Baku adaiah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh satu
pihak dalam perjanjian tersebut bahkan seringkati sudah tercetak dalam
bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak dan pihak lain tidak
mempunyai kesempatan untuk mengubah klausula-klausula yang terdapat
dalam perjanjian tersebut."
E . Metode Penelitian
Dalam pengumpuian data penyusunan skripsi ini agar memiliki suatu
kebenaran yang bersifat objektif, penulis menggunakan penelitian ilmiah
sebagai berikut
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adaiah penelitian hukum empiris,
penelitian hukum empiris adaiah pengumpuian data yang didapat sebagian
dari lapangan baik melalui cara pengamatan dan tanya Jawab dengan
' R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, cet ke- 10, Bandung: Citra Adiyta Bakti, hal. 2.
Salim, 2003, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta:
SinarCraflka, him. 49
" Munir Fuady, cp-cR, him. 77.
9
pihak-pihak yang mengerti dan terkait'^ dengan masalah perjanjian Jual
beli rumah dengan format perjanjian baku pada PT. Terang Jaya Abadi
Palembang.
2. Jenis Data
Sehubungan dengan itu, maka jenis data yang dipergimakan dalam
penelitian ini adaiah data sekunder dan data primer.
3. Teknik Pengumpuian data
Teknik pengumpuian data dilakukan dengan cara :
a. Penelitian kepustakaan {Library
Research)
Penelitian kepustakaan, yaitu melakukan pengkajian terhadap data
sekunder
berupa
bahan
hukum
primer
(peraturan
perundang-
undangan), bahan hukum sekunder (literature, laporan hasil penelitian,
makalah, karya ilmiah yang dimuat dalam majalah ilmiah), dan bahan
hukum tersier (kamus Bahasa Indonesia, kamus Bahasa Inggris, kamus
Bahasa Belanda, kamus hukum, ensiklopedia, data statistik) yang
relevan dengan permasalahan penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan {Field
Research)
Penelitian lapangan yaitu pengumpuian data primer dengan melakukan
observasi dan wawancara dengan Ibu Nilla Selaku Sekretaris PT. Terang
Jaya Abadi Palembang.
Soerjono Soekanlo, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI- Press, him. 43..
10
4. Teknik Pengolahan Data
Pengotahan
data
menganalisis
yang
dilakukan
dengan
cara
mengolah
dan
data yang telah dikumpulkan secara tekstual, lalu
dikonstruksikan secara kualitatif, untuk selanjutnya
ditarik suatu
kesimpulan.
F . Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari empat bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab 1, merupakan pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang,
Rumusan
Masalah,
Ruang
Lingkup dan
Tujuan
Penelitian,
Kerangka
Konseptual, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan.
Bab I I , merupakan tinjauan pustaka yang berisikan landasan teori
yang erat kaitannya dengan objek penelitian, yaitu : Pengertian Perjanjian Jual
Beli dan Perjanjian Baku
Bab I I I , merupakan pembahasan yang berkaitan dengan Perjanjian
Jual Beli Rumah Dan Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Pada PT. Terang
Jaya Abadi Palembang.
Bab IV, berisikan Kesimpulan dan Saran
BABD
TINJAUAN P U S T A K A
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Jual Beli
Seiring
berkembangnya
perekonomian,
banyak
masyarakat
melakukan hubungan hukum guna untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan adanya berbagai transaksi baik berupa
barang dan/atau jasa yang menimbulkan peristiwa hukum. Misalnya seperti
penawaran-penawaran yang ditawarkan kepada masyarakat, seperti penawaran
akan adanya pembangunan rumah yang teijadi antara pihak penjual dan pihak
pembeli. Dalam pelaksanaanya hubungan hukum tersebut dituangkan dalam
suatu bentuk perjanjian jual beli rumah.
1. Pengertian Perjanjian Jual Beli
Jual Beli termasuk ke dalam kelompok perjanjian bemama, artinya
undang-undang
telah memberikan nama sendiri dan pengaturan
khusus
tertiadap perjanjian ini. Perjanjian bemama telah diatur dalam Kitab UndangUdang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
"Menurut Pasal 1457 KUPerdata, peijanjian jual beli mempakan
suatu peijanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan".
Dalam bahasa Inggris jual beli disebut dengan hanya "sale" saja
yang berarti "penjualan" (hanya dilihat dari sudutnya si penjual), begitu pula
dalam bahasa Prancis disebut hanya dengan "vente" yang juga berarti
11
12
"penjualan", sedangkan dalam bahasa Jenman dipakainya perkataan
"kauf
yang berarti "pembelian".'^
Peijanjian jual beli pada umumnya merupakan peijanjian konsensual
karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para pihak tersebut
mengenai unsur essensialia, naturalia
dan
aksidentalia
dari
perjanjian
tersebut'^ Syarat aksidentalia adaiah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh
pihak sebab undang-undang tidak mengatur tentang hal itu.'^ Syarat esensialia
adaiah syarat yang harus ada dalam perjanjian, kalau syarat ini tidak ada,
maka perjanjian tersebut cacat (tidak sempuma). Artinya tidak mengikat para
pihak.'* Syarat naturalia adaiah syarat yang biasa dicantumkan
dalam
perjanjian. Apabila syarat ini tidak ada, maka peijanjian tidak akan cacat tapi
tetap sah."
Walaupun
perjanjian
jual
beli
mengikat
para
pihak
seteiah
tercapainya kesepakatan, namun tidak berarti bahwa hak milik atas barang
yang
diperjualbelikan
tersebut
akan
beralih
pula
bersamaan
dengan
tercapainya kesepakatan karena untuk beralihnya hak milik atas barang yang
diperjualbelikan dibutuhkan penyerahan.'^
" Ibid., him. 2.
Ahmadi, op.cit., him. 126.
" Budiman Sinaga, op.cit., him. 20.
Richard Burton Simatupang, 2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, eel ke-2, Jakarta:
Rineka Cipta, him. 40
" Ibid., him. 40
Ahmadi Mini, op.cit, him, 128.
13
2. Penyerahan
Berdasarkan Pasal 1475 BW, penyerahan adaiah suatu pemindahan
barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli.'^
Cara penyerahan benda yang diperjualbelikan berbeda berdasarkan
kualifikasi barang yang dipeijualbelikan tersebut. Adapun cara penyerahan
tersebut adaiah sebagai berikut^^:
a. Barang bergerak bertubuh, cara penyerahannya adaiah penyerahan nyata
dari tangan penjual atau atas nama penjual ke tangan pembeli, akan tetapi
penyerahan secara langsung dari tangan ke tangan tersebut tidak terjadi
jika barang tersebut dalam jumlah yang sangat banyak sehingga tidak
mungktn diserahkan satu persatu, sehingga dapat dilakukan dengan
simbol-simbol tertentu (penyerahan simbiolis), misalnya: penyerahan
kunci gudang sebagai simbol dari penyerahan barang yang ada dalam
gudang tersebut.
b. Barang bergerak tidak bertubuh dan piutang atas nama, cara
penyerahannya adaiah dengan melalui akta di bawah tangan atau akta
autentik. Akan tetapi, agar penyerahan piutang atas nama tersebut
mengikat bagi si berutang, penyerahan tersebut harus diberitahukan
kepada si berutang atau disetujui secara tertulis oleh si berutang.
c. Barang tidak bergerak atau tanah, cara penyerahannya adaiah melalui
pendaftaran atau balik nama.
3. Azas-Azas Perjanjian Jual Beli
Azas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberi
inspirasi mengenai nilai-niiai etis, moral dan sosial masyarakat. Dengan
demikian azas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma
hukum yang ada, dalam arti norma hukum tersebut pada akhimya harus dapat
dikembalikan pada azas hukum yang menjiwainya.^'
'Mbid.,hlm. 128.
2Mbid.,hlm. 128.
^' Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 88.
14
Dalam hukum kontrak dikenal banyak asas, diantaranya adaiah
sebagai berikut^^:
a. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan
untuk lahimya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adaiah bahwa lahimya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para
pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat
itu.
Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak
karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan
terhadap kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku.
b. Asas Kebebasan Berkontrak
Yang dimaksud
dengan kebebasan berkontrak
kebebasan seiuas-luasnya yang
oleh
adaiah adanya
undang-undang diberikan
kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak
bertentangan dengan peraturan perudang-undangan, kepatutan, dan ketertiban
umum.
Dengan
perkataan
lain,
dalam
soal
perjanjian
diperbolehkan
membuat undang-undang bagi diri sendiri. Pasal-pasal dari hukum perjanjian
Ahmadi, op.cit., him. 3.
15
hanya berlaku jika atau sekadar tidak diatur atau tidak terdapat dalam
perjanjian yang dibuat itu.^^
c. Asas Daya Mengikatnya Kontrak {Pacta Sunt Servanda)
Dalam perspektif BW daya mengikat kontrak dapat dicermati dalam
rumusan Pasal 1338 (1) B W menyatakan bahwa, "semua peijanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka
yang
membuatnya".
Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi
kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus
dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya
undang-undang.''^
d. Asas Iktikad Baik
Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam
hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338
ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
Sementara itu. Arrest H.R. di Negeri Belanda memberikan peranan
tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap praperjanjian bahkan kesesatan
ditempatkan di bawah asas iktikad baik, bukan lagi pada teori kehendak.
Begitu petingnya iktikad baik tersebut sehingga dalam perundinganperundingan atau peijanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan
Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung:Citra Aditya Bakti,,
him. 177-178.
" Ahmadi, op.cit., him. 4-5
" Ibid, him. 5.
16
berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh iktikad
baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua
belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan
yang wajar dari pihak lain.
Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu
kewajiban untuk mengadakan
penyelidikan dalam balas-batas yang wajar
terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing
pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang
berkaitan dengan iktikad baik.
Apabila satu pihak hanya mengajukan
kepentingan-kepentingan
sendiri, ia menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian. Kedua
keputusan tersebut menunjukkan bahwa iktikad baik menguasai para pihak
pada
periode
praperjanjian,
yaitu
dengan
memerhatikan
kepentingan-
kepentingan yang wajar dari pihak lain.
Walaupun
iktikad
baik
para
pihak
dalam
perjanjian
sangat
ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum iktikad baik hams selalu
ada pada setiap tahap perjajian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu
dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.
e.
Asas Kepribadian
Pasal
1340
KUHPerdata
menyatakan
tentang
ruang
lingkup
berlakunya perjanjian hanyalah anatara pihak-pihak yang membuat perjanjian
saja. Ruang lingkup ini hanyalah terbatas pada para pihak dalam perjanjian itu
saja. Jadi, pihak ketiga (atau pihak luar perjanjian) tidak dapat ikut menuntut
17
suatu hak berdasarkan perjanjian itu. Ruang lingkup berlakunya peijanjian ini
dikenal sebagai prinsip Privity of Contract atau Asas Kepribadian.
Pasal 1340 K U H Perdata selanjutnya menyatakan bahwa:
"Perjanjian-perjanjian
tidak dapat merugikan kepada pihak ketiga dan
tidak dapat menguntungkan pihak ketiga pula kecuali untuk hal yang
diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata "
Pasal
1317
K U H Perdata
memperbolehkan
untuk
meminta
ditetapkannya suatu perjanjian kepentingan seorang (pihak ketiga) jika
perjanjian atau pembenan tersebut memuat ketentuan seperti itu. Ketentuan
untuk meminta ditetapkannya suatu gaji guna kepentingan pihak ketiga tidak
dapat ditarik kembali jika pihak ketiga itu telah menerimanya. Pengecualian
dari asas kepribadian yang terdapat dalam Pasal 1317 K U H Perdata tersebut,
yaitu janji untuk kepentingan pihak ketiga, sebenamya adaiah memberikan
atau menyerahkan haknya kepada pihak ketiga. Jadi, pihak ketiga itu adaiah
subjek hak. Hal ini sesuai dengan Pasal 1318 K U H Perdata yang menyatakan
bahwa jika seorang minta dipeijanjikannya sesuatu hal, dianggap bahwa itu
adaiah
untuk ahli
warisnya dan
orang-orang
yang memperoleh
hak
daripadanya.
Asas kepribadian selain diatur dalam Pasal 1340 K U H Perdata, juga
diatur dalam Pasal 1315 K U H Perdata yang menentukan bahwa tiada seorang
pun dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya
suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Jika Pasal 1340 K U H Perdata
menentukan tentang tidak bolehnya pihak ketiga mencampuri umsan dalam
18
perjanjian pihak-pihak Iain, dalam Pasal 1315 K U H Perdata ditentukan bahwa
para pihak perjanjian tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya dari
perikatan yang dibuatnya. Ketentuan dalam pasal ini tidak memperbolehkan
seseorang membuat perjanjian yang hanya mau haknya saja tanpa mau
memikul kewajibannya atau tanpa mau memenuhi prestasinya sendiri (seakanakan seperti perjanjian yang tanpa sebab).
4. Syarat Perjanjian Jual Beli
Secara umum kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan para
pihak mengenai hal yang pokok atau unsur esensial dari kontrak tersebut.
Walaupun dikatakan bahwa kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan
mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, namun masih ada hal lain yang
harus diperhatikan, yaitu syarat sahnya kontrak sebagaimana diatur dalam
Pasal 1320 BW, yaitu:
a. Sepakat mereka mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu; dan
d. Suatu sebab yang halal
Mengenai syarat kata sepakat dan kecakapan tertentu dinamakan
sebagai syarat-syarat
subjeknya
atau
subjektif, karena kedua
orang-orang
yang
syarat tertentu
mengadakan
kontrak
mengenai
(peijanjian).
Sedangkan syarat mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
19
dinamakan sebagai syarat-syarat objektif, karena kedua syarat tersebut isinya
mengenai objek perjanjian dari perbuatan hukum yang dilakukan.^*
Dalam hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi perjanjian
itu batal demi hukum. Artinya, dari semula tidak pemah dilahirkan suatu
perjanjian dan tidak pemah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang
mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum
adaiah gagal. Dengan demikian, tidak ada dasar untuk saling menuntut di
depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan
bahwa peijanjian
yang
demikian itu null and void.
Dalam hal suatu syarat subjektif, jika syarat itu tidak dipenuhi,
perjanjian bukan batal demi hukum, melainkan salah satu pihak mempunyai
hak untuk meminta supaya peijanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat
meminta pembatalan itu adaiah pihak yang tidak cakap atau pihak yang
memberikan sepakatnya secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang teiah dibuat itu mengikat juga selama tidak
dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan
pihak yang berhak
pembatalan tadi. Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian
meminta
seperti itu
tidaklah pasti dan bergantung pada kesediaan suatu pihak untuk menaatinya.
Perjanjian
yang
demikian
dinamakan
" Richard Burton, op.cH., him. 28.
" Daeng Naja, op.cit., him. 176.
Ibid., him. 176.
voidable
(bahasa Inggris) atau
20
vemietigbaar
(bahasa Belanda). Ia selalu diancam dengan pembatalan
{canceling)?'^
a. Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya
suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun
yang paling penting adaiah adanya penawaran dan penenmaan atas penawaran
tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat
dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat
dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan
penerimaan.
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan, sebagai cara terjadinya
kesepakatan/terjadinya penawaran dan penerimaan adaiah^':
1) Dengan cara tertulis;
2) Dengan cara lisan;
3) Dengan simbol-simbol tertentu; bahkan
4) Dengan berdiam diri
Berdasarkan syarat sahnya perjanjian tersebut diatas, khususnya
syarat kesepakatan
yang merupakan penentu terjadinya atau
lahimya
perjanjian, berarti bahwa tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadi
kontrak.^^ Kontrak yang lahir dari kesepakatan (karena bertemunya penawaran
2' Ibid., him. 176.
^° Ahmadi Miru, op.cit., htm. 176.
3' Ibid., him. 176.
Ahmadi Mini, op.cit., him. 17.
21
dan penerimaan), pada kondisi normal adaiah bersesuaian antara kehendak
dan pemyataan.^^
Akan
tetapi, walaupun teijadi
kesepakatan
para
pihak yang
melahirkan peijanjian, terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah
dicapai tersebut mengalami kecacatan atau yang biasa disebut cacat kehendak
atau
cacat
kesepakatan
sehingga
memungkinkan perjanjian
tersebut
dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh peijanjian
tersebut.^^ Dalam BW terdapat tiga hal yang dapat dijadikan
alasan
pembatalan kontrak berdasarkan adanya cacat kehendak, yaitu
1) Kesesatan atau dwaling (vide Pasal 1322 BW)
Terdapat kesesatan apabila terkait dengan "hakikat benda atau
orang" dan pihak lawan hams mengetahui atau setidak-tidaknya mengetahui
bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan kesesatan bagi pihak lain sangat
menentukan
(terkait
kenbaarheidsvareiste).
syarat
dapat
Dengan demikian,
dikenali
mengenai
atau
kesesatan
diketahui;
terhadap
hakikat benda yang dikaitkan dengan keadaan akan datang, karena kesalahan
sendiri atau karena perjanjtan atau menumt pendapat umum menjadi risiko
sendiri, tidak dapat dijadikan alasan pembatalan kontrak.
2) Paksaan atau dwang (vide Pasal 1323 - 1327 BW)
" Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 149.
" Ahmadi Miru, op.cit., him. 17.
" Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 149-150
22
Paksaan timbula apabila seseorang tergerak untuk menutup kontrak
(memberikan kesepakatan) dibawah ancaman yang bersifat melanggar hukum.
Ancaman bersifat melanggar hukum ini meliputi dua hal, yaitu:
a) Ancaman itu sendiri sudah merupakan perbuatan
melanggar
hukum (pembunuhan, penganiayaan).
b) Ancaman itu bukan merupakan perbuatan melanggar hukum, tetapi
ancaman itu dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang tidak
dapat menjadi hak pelakunya.
3) Penipuan atau bedrog (vide Pasal 1328 BW)
Penipuan merupakan bentuk kesesatan yang dikualifisir, artinya ada
penipuan bila gambaran yang keliru tentang sifat-sifat dan keadaan-keadaan
(kesesatan) ditimbulkan oleh tingkah laku yang sengaja menyesatkan dari
pihak lawan. Untuk berhasilnya dalil penipuan disyaratkan bahwa gambaran
yang keliru itu ditimbulkan oleh rangkaian tipu daya {kumtgrepen).
b. Kecakapan
Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan
perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran ,
dan tidak dilarang oleh suatu perundang-undangan untuk melakukan sesuatu
perbuatan tertentu.^*
Seorang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan kontrak
jika orang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin
sebelum cukup 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21 tahun ke
Budiman Sinaga, op.cit., him. 16.
23
atas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu hat dia ditaruh di
bawah
pengampuan,
seperti
gelap
mata,
dungu,
sakit
ingatan,
atau
pemboros.^'
Dengan demikian dapat disimpulkan seseorang dianggap tidak cakap
apabila^*:
1) Belum benisia 21 tahun dan belum menikah;
2) Berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu, atau boros
Dalam Pasal 1330 BW dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan
tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adaiah-'^:
1) Orang-orang belum dewasa;
2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang
telah melarang membuat perjanjian-perjanjian
tertentu (substansi ini
dihapus dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)
Beberapa undang-undang yang menegaskan standar usia 18 tahun
merupakan
standar usia
dewasa yang
melakukan perbuatan hukum, antara lain^:
" Ahmadi Miru, op.cit.. him. 29.
Ibid., him. 29.
Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 162.
Ibid., him. 165.
berkorelasi
dengan
kecakapan
24
1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak (vide
Pasal 5 jo. 61),
2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Peraturan Jabatan
Notaris (vide Pasal 39 j o . 30),
3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan
Republik Indonesia (vide Pasal 5 jis. 6, 9, 21, 22,41).
c. Suatu Hal Tertentu
Adapun yang dimaksud suatu hal atau obyek tertentu (een bepaald
onderwerp) dalam Pasal 1320 BW syarat 3, adaiah prestasi yang menjadi
pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya
pemyataan-pemyataan yang menjadi kewajiban para pihak. ^'
Dalam BW dan pada umumnya sarjana hukum berpendapat bahwa
prestasi itu dapat berupa:
1) Menyerahkan/memberikan sesuatu;
2) Berbuat sesuatu; dan
3) Tidak berbuat sesuatu
Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat
dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, mengukur, menimbang, atau
menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang
harus dilakukan oleh salah satu pihak.^^
*^ Agus Yudha Hemoko, op.cit., him. 168.
Ibid., him. 30.
25
d. Sebab yaag Halal
Pengertian causa atau sebab (oorzaak) sebagaimana dimaksud Pasal
1320 B W syarat 4, harus dihubungkan dalam konteks Pasal 1335 dan 1337
BW. Meskipun undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai apa
yang dimaksud dengan sebab atau causa, namun yang dimaksudkan disini
menunjuk pada adanya hubungan tujuan (causa finalis), yaitu apa yang
menjadi tujuan para pihak pada saat penutupan kontrak.^-'
5. Terjadinya Perjanjian Jual Beli
Unsur-unsur pokok (essentalia) perjanjian jual beli adaiah barang
dan harga. Sesuai asas konsensualisme yang menjiwai hukum peijanjian BW,
perjanjian itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai
barang dan jasa. Begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan
harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.'*^
Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458
yang berbunyi: "Jual beli dianggap sudah teijadi antara kedua belah pihak
seketUca seteiah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun
barang
itu
belum
diserahkan
maupun
harganya
belum
dibayar.^^
Konsensualisme berasal dari perkataan "consensus yang artinya adaiah
"kesepakatan", bahwa
Eqia
yang dikehendaki oleh yang satu itu adaiah juga
dikehendaki oleh yang lain atau bahwa kehendak mereka adaiah "sama".
Agus Yudha Hemoko, op.cit.,., him. 171.
^ Subekti, op.cit., him. 2.
« I b i d . , him. 2.
26
sebenamya tidak tepat, Yang betui adaiah bahwa yang mereka kehendaki
adaiah "sama dalam kebalikannya". ^
6. Subjek Perjanjian Jnal Beli
Dalam jual beli ada dua subjek, yaitu si penjual dan pembeli, harus
memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum
secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat pikirannya dan tidak oleh
peraturan hukum dilarang atau dibatasi dalam hal melakukan perbuatan
hukum yang sah, seperti peraturan pailit yang masing-masing mempunyai
pelbagai kewajiban dan pelbagai hak.
Untuk orang-orang yang belum dewasa, harus bertindak orang tua
atau walinya, untuk orang-orang yang tidak sehat pikirannya, harus bertindak
seorang pengawasnya, dalam hal "curatele''' seorang curator, untuk orang yang
berada dalam pailit, harus bertindak curatomya juga, yaitu Dewan Harta
Peninggalan {Weeskamer)f^
7. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli
Hak dari Penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari
pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak.
Menumt Pasal 1437 BW disebutkan dua kewajiban pokok dari
penjual, yaitu untuk menyerahkan
menanggung si pembeli.
a. Kewajiban Menyerahkan Barang
Ibid., him. 2.
" Ibid., him. 2.
barang obyek jual
beli dan untuk
27
Penyerahan barang ini oleh Pasal 1475 B W ditegaskan sebagai penyerahan
"dalam kekuasaan dan pemegangan si pembeli" {overdrachl van het goed
in de macht en het bezitvan de koper). Dari penegasan ini adaiah terang,
bahwa yang dimaksud oleh BW dengan "penyerahan barang" ini ialah
penyerahan pemegangan barang secara nyata {fettelijke in bezitsteling).
BW mengenai tiga macam barang, yaitu:
1) Untuk Barang Bergerak
2) Untuk Barang Tetap (Tidak Bergerak)
3) Barang Tidak Bertubuh
b. Kewajiban Menanggung Kenikmatan Tentram dan Menanggung Cacat
Tersembunyi
Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan
konsekuensi daripada jaminan yang oleh penjual diberikan bahwa barang yang
dijual dan dilever itu adaiah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas
dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak/^
Mengenai kewajiban untu menanggung cacad-cacad tersembunyi
dapat diterangkan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacadcacad tersembunyi meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacad-cacad
itu, kecuali jika ia, dalam hal yang demikian , telah diminta diperjanjikan
bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun pada barang yang
dijualnya yang membuat barang tersebut tak dapat dipakai untuk keperluan
yang dimaksudkan atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga, seandainya
*^ Subekti, op.cit., him. 17.
28
si pembeli mengetahui cacad-cacad tersebut, ia sama sekali tidak akan
membeli barang itu atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang
kurang.
Hak dari Pembeli adaiah menerima barang yang telah dibelinya, baik
secara nyata maupun secara yuridis.
Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada
waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Jika pada
waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang tempat dan waktu
pembayaran, maka si pembeli harus membayar ditempat dan pada waktu
dimana penyerahan (levering) barangnya harus dilakukan.'*^
Kewajiban Pihak Pembeli adaiah :
1) Membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah
dibuat
2) Membayar bunga dari harga pembelian jika barang yang dijual dan
diserahkan memberi hasil atau lain pendapatan
3) Memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar,
biaya akta dan sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya
8. Risiko Perjanjian Jual Beli
Risiko adaiah kemgian yang timbul diluar kesalahan salah satu pihak
baik. Dalam perjanjian jual beli kerugian itu timbul diluar kesalahan pihak
penjual maupun pihak pembeli, misalnya barang yang dijual tersebut musnah
karena kebakaran atau kebanjiran sebelum penyerahan.^^ Mengenai risiko
dalam jual beli ini dalam B W ada tiga peraturan, yaitu:
Ibid., him. 21.
Ahmadi Mini, op.cit.. him. 130.
29
a. Mengenai barang tertentu;
b. Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran; dan
c. Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan.
Apabila seseorang membeli barang yang telah ditentukan, risiko
akan ditanggung oleh pembeli sejak saat terjadinya kesepakatan, walaupun
barang tersebut beium diserahkan kepada pembeli. Ketentuan itu berlaku
walaupun harga barang tersebut belum dibayar oleh pembeli. Hal ini berarti
bahwa penjual berhak menagih harga barang tersebut kepada pembeli
walaupun barang tersebut telah musnah sebelum diserahkan kepada pembeli.^'
9. Berakhirnya Perjanjian Jual Beli
Berdasarkan
Pasal 1381 K U H Perdata disebutkan sepuluh cara mengakhiri
perjanjian, yaitu:
a.
Pembayaran;
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. Pembaruan utang;
d. Perjumpaan utang atau Kompensasi;
e. Percampuran utang;
f.
Pembebasan utang;
g. Musnahnya barang yang tenitang;
h. Kebatalan atau Pembatalan;
i.
Berlakunya syarat batal; dan
j.
Kedaluwarsa.
Ahmadi Miru, op.cit., him. 130.
30
Sementara itu, menurut R. Setiawan, hapusnya persetujuan harus
benar-benar dibedakan daripada hapusnya perikatan karena suatu perikatan
dapat hapus sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbemya masih
ada. R. Setiawan menambahkan bahwa persetujuan dapat hapus karena ha-hal
berikut ini^h
a. Hapusnya persetujuan ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak;
b. Undang-Undang menentukan batas berlakunya suatu persetujuan;
c. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan
terjadinya peristiwa tertentu, persetujuan akan hapus;
d. Pemyataan menghentikan persetujuan (opzegging);
e. Persetujuan hapus karena putusan hakim;
f. Persetujuan hapus karena tujuan persetujuan telah tercapai; dan
g. Persetujuan hapus dengan persetujuan para pihak (herroping)
Pengakhiran dapat terjadi, baik ketika tujuan sudah tercapai maupun
ketika tujuan belum atau tidak tercapai. Mengenai tujuan belum atau tidak
tercapai, tetapi perjanjian diakhiri, terjadi karena satu atau semua pihak tidak
lagi mempunyai kemampuan untuk melaksanakan isi perjanjian.
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Baku
1. Pengertian Kontrak Baku
Kontrak
baku adaiah
kontrak yang klausul-klausulnya telaah
ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak. Berikut ini adaiah pendapat
dari para ahli hukum mengenai definisi kontrak baku:
a. Menurut Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH. Bahwa suatu kontrak baku
adaiah kontrak perjanjian yang hamper seluruh klausula-klausulanya
sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang Iain pada dasamya
tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.
Budiman Sinaga, op.cit.. him. 22.
31
Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja
menyangkut je