PRODUKSI SURFAKTAN GLUKOSA ESTER DARI BERAS DAN BERBAGAI ASAM LEMAK :KAJIAN PANJANG RANTAI CARBON TERHADAP KESTABILAN EMULSI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB IV wisnu broto

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses produksi glukosa ester dari beras dan berbagai asam lemak jenuh dilakukan secara bertahap. Tahap pertama fermentasi tepung beras menjadi glukosa menggunakan enzim alfa dan beta amilase. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kondisi fermentasi terbaik yang meliputi : suhu dan waktu fermentasi serta penambahan enzim yang digunakan sehingga dihasilkan glukosa dengan kadar tertinggi.

4.1 Fermentasi Tepung Beras Menjadi Glukosa

Tahap awal dari proses fermentasi adalah untuk mengetahui suhu fermentasi optimum dengan cara melakukan percobaan (run) secara berulang kali pada waktu fermentasi, penambahan enzim tetap dengan suhu yang berbeda. Pengaruh suhu fermentasi terhadap kadar glukosa (% w/w) seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pengaruh suhu fermentasi terhadap kadar glukosa

Hasil penelitian menunjukkan kenaikkan suhu fermentasi menyebabkan terurainya polisakarida (tepung beras) menjadi monosakarida (glukosa) meningkat.

20 22 24 26 28 30

50 60 70 80 90

K

a

d

a

r

g

lu

k

o

sa

(

%

w

/w

)


(2)

Kadar glukosa naik pada suhu 60oC – 70oC dari 24,89 % menjadi 26,25 %

sedangkan mulai pada suhu 75oC – 80oC turun . Penurunan kadar glukosa diakibatkan

oleh menurunnya aktivitas enzim yang disebabkan oleh kenaikkan suhu fermentasi.

Suhu fermentasi sekitar 70oC sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yetti dkk.

(2007) yang mengunakan bahan baku sagu dengan suhu fermentasi 65oC.

Selanjutnya dilakukan percobaan untuk mengetahui waktu fermentasi optimum dengan cara melakukan (run) berulang kali pada suhu optimum fermentasi dengan waktu yang berbeda. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar glukosa (% w/w) ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar glukosa Bertambahnya waktu fermentasi mengakibatkan kadar glukosa meningkat, hal ini disebabkan penambahan waktu mengakibatkan terurainya polisakarida (tepung beras) menjadi monosakarida (glukosa) lebih banyak sehingga kadar glukosa cenderung naik. Kadar glukosa naik pada waktu fermentasi selama 16 jam – 19 jam karena proses fermentasi berjalan lebih sempurna sehingga kadar glukosa yang dihasilkan mengalami peningkatan dari 26,25 % menjadi 28,12 %, sedangkan pada waktu fermentasi 20 jam kadar glukosa cenderung turun menjadi 28,04 % dan

25 26 27 28 29 30

15 20 25

K

a

d

a

r

g

lu

k

o

sa

(

%

w

/w

)


(3)

konstan. Waktu fermentasi optimum 19 jam menghasilkan kadar glukosa 28,12 %. Waktu fermentasi dari penelitian yang dilakukan oleh Yetti dkk. (2007) dengan bahan baku sagu relatif lebih pendek yaitu 2 jam. Perbedaan waktu fermentasi ini disebabkan oleh bahan baku yang tidak sama dan penggunaan enzim yang berbeda.

Penelitian selanjutnya adalah untuk mengetahui penambahan enzim optimum dengan cara melakukan (run) secara berulang kali pada suhu dan waktu optimum fermentasi dengan penambahan enzim berbeda. Pengaruh penambahan enzim terhadap kadar glukosa (% w/w) ditunjukkan Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Pengaruh penambahan enzim terhadap kadar glukosa Bertambahnya penggunaan enzim mengakibatkan kadar glukosa meningkat. Bertambahnya jumlah enzim yang digunakan mengakibatkan aktivitas enzim untuk mengubah polisakarida (tepung beras) menjadi monosakarida (glukosa) meningkat sehingga kadar glukosa yang dihasikan cenderung naik. Kadar glukosa naik pada penambahan enzim 0,5 – 2,0 ml dari 28,12 % menjadi 29,30 %, sedangkan pada penambahan enzim 2,5 ml kadar glukosa cenderung konstan. Penambahan enzim optimum 2,0 ml menghasilkan kadar glukosa 29,30 %.

Penelitian yang dilakukan oleh Harahap dan Sulistiyo (2005) yang menggunakan beras tak layak konsumsi menjadi sirup glukosa secara kimia

25 26 27 28 29 30

0 1 2 3 4

K

a

d

a

r

g

lu

k

o

sa

(

%

w

/w

)


(4)

menghasilkan kadar glukosa 31,8 %. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bahan baku beras menghasilkan kadar glukosa yang hampir sama baik secara kimia (hidrolisa) maupun dengan cara fermentasi.

4.2 Esterifikasi Glukosa

Pengaruh suhu esterifikasi terhadap yield glukosa mono ester ditunjukkan dalam Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Pengaruh suhu esterifikasi terhadap yield glukosa mono ester

( stearat, palmitat, laurat )

Gambar 4.4 menunjukkan hubungan bahwa peningkatan suhu reaksi esterifikasi berbanding lurus dengan perolehan yield glukosa mono ester. Yield

glukosa mono ester terbesar diperoleh pada suhu 80oC yaitu 21,27 % (glukosa mono

stearat), 21,05 % (glukosa mono palmitat) dan 20,66 % (glukosa mono laurat). Gambar 4.4. juga menunjukkan bahwa Berat Molekul (BM : asam stearat = 284, asam palmitat = 256, asam laurat = 200) yang lebih besar dan panjang rantai C dari asam lemak jenuh yang digunakan berpengaruh pada yield yang dihasilkan.

Tahap selanjutnya dari esterifikasi adalah mengetahui waktu esterifikasi optimum dengan cara melakukan percobaan (run) secara berulang kali pada suhu esterifikasi terbaik dengan asam lemak jenuh dan waktu yang berbeda.

Pengaruh waktu esterifikasi terhadap yield glukosa mono ester ditunjukkan dalam Gambar 4.5.

20 20.3 20.6 20.9 21.2 21.5

60 70 80 90

Y

ie

ld

(

%

w

/w

)


(5)

Gambar 4.5 Pengaruh waktu esterifikasi terhadap yield glukosa mono ester ( stearat, palmitat, laurat )

Bertambahnya waktu esterifikasi dari 60 – 90 menit mengakibatkan yield glukosa mono ester semakin besar karena reaksi akan berjalan lebih sempurna sehingga mencapai titik maksimum dan kemudian untuk waktu yang lebih lama (100 menit) mengalami penurunan karena ada kemungkinan terjadi produk lain. Waktu esterifikasi terbaik 90 menit menghasilkan yield glukosa mono stearat 21,52 %, glukosa mono palmitat 21,30 % dan glukosa mono laurat 21,02 %.

Adanya rantai atom C yang semakin panjang dari asam lemak jenuh yang digunakan pada proses esterifikasi mengakibatkan yield glukosa mono ester yang dihasilkan semakin tinggi pada waktu esterifikasi yang sama.

Pengaruh suhu dan waktu esterifikasi terhadap densitas glukosa mono ester dari berbagai macam asam lemak jenuh dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan 4.7.

20 20.5 21 21.5 22

50 60 70 80 90 100 110

Y

ie

ld

(

%

w

/w

)


(6)

Gambar 4.6 Pengaruh suhu esterifikasi terhadap densitas glukosa mono ester ( stearat, palmitat, laurat )

Gambar 4.7 Pengaruh waktu esterifikasi terhadap densitas glukosa mono ester ( stearat, palmitat, laurat )

Adanya rantai atom C yang semakin panjang dan BM dari asam lemak jenuh yang digunakan pada proses esterifikasi mengakibatkan densitas glukosa mono stearat lebih besar dibandingkan dengan densitas glukosa mono palmitat dan mono laurat pada suhu dan waktu esterifikasi yang sama.

Kenaikkan suhu mengakibatkan densitas dari glukosa mono ester meningkat karena pengukuran densitas dilakukan pada suhu yang sama, sehingga bertentangan

0.95 1 1.05

60 70 80 90

D

e

n

si

ta

s

(g

/m

l)

Suhu (oC)

0.97 0.99 1.01 1.03 1.05

50 60 70 80 90 100 110

D

e

n

si

ta

s

(g

/m

l)


(7)

dengan kenyataan bahwa kenaikkan suhu mengakibatkan densitas turun. Dalam hal ini kenaikkan densitas disebabkan oleh kenaikkan yield dari glukosa mono ester.

Pengaruh suhu dan waktu esterifikasi terhadap viskositas glukosa mono ester dari berbagai macam asam lemak jenuh dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9.

Gambar 4.8 Pengaruh suhu esterifikasi terhadap viskositas glukosa mono ester ( stearat, palmitat, laurat )

Gambar 4.9 Pengaruh waktu esterifikasi terhadap viskositas glukosa mono ester ( stearat, palmitat, laurat )

1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5

60 70 80 90

V

is

k

o

si

ta

s

(c

p

)

Suhu (oC)

1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5

50 60 70 80 90 100 110 120

V

is

k

o

si

ta

s

(c

p

)


(8)

Adanya rantai atom C yang semakin panjang dan BM dari asam lemak jenuh yang digunakan pada proses esterifikasi mengakibatkan viskositas glukosa mono stearat lebih besar dibandingkan dengan viskositas glukosa mono palmitat dan mono laurat pada suhu dan waktu esterifikasi yang sama.

Kenaikkan suhu esterifikasi mengakibatkan viskositas dari glukosa mono ester meningkat karena pengukuran viskositas dilakukan pada suhu yang sama, sehingga bertentangan dengan kenyataan bahwa kenaikkan suhu mengakibatkan viskositas turun. Hal ini disebabkan glukosa mono ester yang dihasilkan berbentuk pasta sehingga dipanaskan terlebih dahulu pada suhu yang sama untuk ditentukan viskositasnya, sehingga viskositas glukosa mono ester cenderung mengalami kenaikkan sebanding dengan kenaikkan yieldnya.

4.3 Pengaruh Panjang Rantai Carbon Terhadap Kestabilan Emulsi

Proses esterifikasi dari glukosa cair dengan menggunakan berbagai macam asam lemak jenuh yaitu asam stearat, asam palmitat dan asam laurat, serta asam sulfat pekat sebagai katalisator menghasilkan glukosa mono stearat, glukosa mono palmitat

dan glukosa mono laurat pada suhu esterifikasi optimum 80 oC dan waktu esterifikasi

optimum 90 menit. Selanjutnya dilakukan tes uji stabilitas emulsi dari glukosa mono stearat, glukosa mono palmitat, dan glukosa mono laurat.

Sebelum dilakukan uji stabilitas emulsi dengan menggunakan emulsifier, terlebih dahulu dilakukan uji blanko dengan menggunakan campuran air – minyak goreng, air – minyak kelapa dan air – vico masing-masing dengan perbandingan volume 1 : 1 tanpa menggunakan emulsifier.

Hasil uji blanko ditunjukkan pada proses pemisahan air dan minyak yang berasal dari berbagai jenis ditunjukkan pada Gambar 4.10.


(9)

(a)

(b)

Gambar 4.10 Pengaruh waktu terhadap % air dan % minyak terpisah dari berbagai jenis campuran minyak dan air ( air dan vico, air dan minyak kelapa, air dan minyak goreng) tanpa emulsifier 0

20 40 60 80 100

0 50 100 150 200

A

ir

T

e

rp

is

a

h

(

%

)

Waktu (detik)

0 20 40 60 80 100

0 50 100 150 200

%

m

in

y

a

k

t

e

rp

is

a

h


(10)

Prosentase pemisahan campuran air dari minyak goreng dengan perbandingan volume 1 : 1 tanpa emulsifier (larutan blanko) membutuhkan waktu yang lebih lama (180 detik) dibandingkan minyak kelapa (120 detik) dan vico (90 detik) disebabkan panjang rantai carbon dari minyak goreng lebih panjang dari pada panjang rantai carbon pada minyak kelapa atau vico. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi minyak goreng lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa atau vico.

Arbianti dkk. (2008) menyatakan bahwa emulsi minyak dan air membutuhkan waktu 3 menit 32 detik untuk kembali terpisah.

Uji stabilitas emulsi dari glukosa mono laurat menggunakan campuran vico dan air dengan perbandingan volume 1 : 1, pemakaian glukosa mono laurat bervariasi dari 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm.

Hasil uji stabilitas dengan menggunakan campuran air – vico dengan perbandingan volume 1 : 1 menggunakan emulsifier glukosa mono laurat 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm ditunjukkan pada Gambar 4.11.

Prosentase pemisahan campuran air dan minyak vico dengan perbandingan volume 1 : 1 dengan penambahan emulsifier glukosa mono laurat yang tidak sama (100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm) menunjukkan bahwa semakin besar jumlah emulsifier yang ditambahkan semakin lama air dan minyak terpisah.

Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi lebih tinggi pada penambahan emulsifier glukosa mono laurat dengan jumlah terbesar.


(11)

(a)

(b)

Gambar 4.11. Pengaruh waktu terhadap % air dan minyak terpisah pada campuran air-vico dengan berbagai konsentrasi glukosa mono laurat ( 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm, 1300 ppm ).

Uji stabilitas emulsi dari glukosa mono palmitat menggunakan campuran minyak kelapa dan air dengan perbandingan volume 1 : 1, pemakaian glukosa mono palmitat bervariasi dari 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm.

0 20 40 60 80 100

100 500 900 1300 1700 2100 2500

A

ir

T

e

rp

is

a

h

(

%

)

Waktu (menit)

0 20 40 60 80 100

0 400 800 1200 1600 2000 2400

M

in

y

a

k

T

e

rp

is

a

h

(

%

)


(12)

Hasil uji stabilitas dengan menggunakan campuran air – minyak kelapa dengan perbandingan volume 1 : 1 menggunakan emulsifier glukosa mono palmitat 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm ditunjukkan pada Gambar 4.12.

(a)

(b)

Gambar 4.12 Pengaruh waktu terhadap % air dan minyak terpisah pada campuran air – minyak kelapa dengan berbagai konsentrasi glukosa mono palmitat ( 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm, 1300 ppm ).

0 20 40 60 80 100

0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800

A

ir

T

e

rp

is

a

h

(

%

)

Waktu (menit)

0 20 40 60 80 100

0 500 1000 1500 2000 2500

M

in

y

a

k

T

e

rp

is

a

h

(

%

)


(13)

Gambar 4.12 menunjukkan % air dan minyak terpisah membutuhkan waktu yang lebih pendek apabila digunakan emulsifier glukosa mono palmitat dengan ppm yang lebih kecil, semakin besar jumlah emulsifier glukosa mono palmitat yang digunakan semakin lama waktu pemisahan air dan minyak yang terjadi sehingga stabilitas emulsi lebih lama.

Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi lebih tinggi pada penambahan emulsifier glukosa mono palmitat dengan jumlah terbesar.

Uji stabilitas emulsi dari glukosa mono stearat menggunakan campuran minyak goreng dan air dengan perbandingan volume 1 : 1, pemakaian glukosa mono stearat bervariasi dari 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm.

Hasil uji stabilitas dengan menggunakan campuran air – minyak goreng dengan perbandingan volume 1 : 1 dengan menggunakan emulsifier glukosa mono stearat 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm ditunjukkan pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Pengaruh waktu terhadap % air terpisah pada campuran air – minyak goreng dengan berbagai konsentrasi glukosa mono stearat ( 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm, 1300 ppm ). 0

20 40 60 80 100

500 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900

A

ir

T

e

rp

is

a

h

(

%

)


(14)

Prosentase pemisahan campuran air dan minyak goreng dengan perbandingan volume 1 : 1 dengan penambahan emulsifier glukosa mono stearat yang tidak sama (100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm) menunjukkan bahwa semakin besar jumlah emulsifier yang ditambahkan semakin lama air terpisah.

Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi lebih tinggi pada penambahan emulsifier glukosa mono stearat dengan jumlah terbesar.

Selanjutnya dilakukan uji stabilitas emulsi dengan menggunakan emulsifier glukosa mono laurat, glukosa mono palmitat, glukosa mono stearat masing-masing 1300 ppm pada campuran air – vico, air – minyak kelapa, air – minyak goreng dengan perbandingan volume 1 : 1 ditunjukkan pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14 Pengaruh waktu terhadap % air terpisah dari berbagai jenis emulsifier ( glukosa mono laurat, glukosa mono palmitat, glukosa mono stearat ).

Gambar 4.14 menunjukkan % air terpisah membutuhkan waktu yang lebih singkat apabila digunakan emulsifier glukosa mono laurat dibandingkan dengan glukosa mono palmitat dan glukosa mono stearat untuk penggunaan ppm yang sama (1300 ppm). Hal ini menunjukkan bahwa panjang rantai atom C pada masing-masing emulsifier yang berasal dari asam lemak jenuh yang berbeda dan minyak yang

0 20 40 60 80 100

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

A

ir

t

e

rp

is

a

h

(

%

)


(15)

digunakan berpengaruh pada bertambahnya waktu proses pemisahan sehingga stabilitas emulsi yang terjadi menjadi lebih lama.

Selanjutnya dilakukan uji blanko menggunakan campuran air – minyak goreng dan air – n hexana masing-masing dengan perbandingan volume 1 : 1 tanpa menggunakan emulsifier. Hasil uji blanko ditunjukkan pada Gambar 4.15.

(b)

Gambar 4.15. Pengaruh waktu terhadap % air dan minyak terpisah untuk larutan blanko n hexana dan minyak goreng ( n heksana, minyak goreng)

0 20 40 60 80 100

0 50 100 150 200

A

ir

t

e

rp

is

a

h

(

%

)

Waktu (detik)

0 20 40 60 80 100

0 50 100 150 200

M

in

y

a

k

t

e

rp

is

a

h

(

%

)

Waktu (detik)


(16)

Gambar 4.15 menunjukkan bahwa % air terpisah dan % minyak terpisah pada penggunaan minyak goreng membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan hexana, hal ini disebabkan oleh panjang rantai carbon n hexana lebih pendek dibandingkan minyak goreng.

Selanjutnya dilakukan tes uji stabilitas emulsi dari glukosa mono stearat menggunakan campuran minyak goreng - air dan campuran n hexana - air dengan perbandingan volume 1 : 1, pemakaian glukosa mono stearat 1300 ppm. Sebelum

Uji stabilitas emulsi dengan menggunakan emulsifier glukosa mono stearat 1300 ppm pada campuran air – minyak goreng dan air – n heksana dengan perbandingan volume 1 : 1 ditunjukkan pada Gambar 4.16.

Gambar 4.16 Pengaruh waktu terhadap % air terpisah untuk campuran air - n hexana dan air - minyak goreng ( n heksana, minyak goreng) Gambar 4.16 menunjukkan % air terpisah membutuhkan waktu yang lebih pendek apabila digunakan campuran air – n hexana dibandingkan dengan campuran air – minyak goreng untuk penggunaan ppm yang sama (1300 ppm).

Hal ini menunjukkan bahwa panjang rantai atom C pada n hexana dan panjang rantai C pada minyak goreng yang digunakan berpengaruh pada bertambahnya waktu proses pemisahan sehingga stabilitas emulsi terjadi menjadi lebih lama.

0 20 40 60 80 100

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

A

ir

t

e

rp

is

a

h

(

%

)


(1)

(a)

(b)

Gambar 4.11. Pengaruh waktu terhadap % air dan minyak terpisah pada campuran air-vico dengan berbagai konsentrasi glukosa mono laurat ( 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm, 1300 ppm ).

Uji stabilitas emulsi dari glukosa mono palmitat menggunakan campuran minyak kelapa dan air dengan perbandingan volume 1 : 1, pemakaian glukosa mono palmitat bervariasi dari 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm.

0 20 40 60 80 100

100 500 900 1300 1700 2100 2500

A

ir

T

e

rp

is

a

h

(

%

)

Waktu (menit)

0 20 40 60 80 100

0 400 800 1200 1600 2000 2400

M

in

y

a

k

T

e

rp

is

a

h

(

%

)


(2)

Hasil uji stabilitas dengan menggunakan campuran air – minyak kelapa dengan perbandingan volume 1 : 1 menggunakan emulsifier glukosa mono palmitat 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm ditunjukkan pada Gambar 4.12.

(a)

(b)

Gambar 4.12 Pengaruh waktu terhadap % air dan minyak terpisah pada campuran air – minyak kelapa dengan berbagai konsentrasi glukosa mono palmitat ( 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm, 1300 ppm ).

0 20 40 60 80 100

0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800

A

ir

T

e

rp

is

a

h

(

%

)

Waktu (menit)

0 20 40 60 80 100

0 500 1000 1500 2000 2500

M

in

y

a

k

T

e

rp

is

a

h

(

%

)


(3)

Gambar 4.12 menunjukkan % air dan minyak terpisah membutuhkan waktu yang lebih pendek apabila digunakan emulsifier glukosa mono palmitat dengan ppm yang lebih kecil, semakin besar jumlah emulsifier glukosa mono palmitat yang digunakan semakin lama waktu pemisahan air dan minyak yang terjadi sehingga stabilitas emulsi lebih lama.

Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi lebih tinggi pada penambahan emulsifier glukosa mono palmitat dengan jumlah terbesar.

Uji stabilitas emulsi dari glukosa mono stearat menggunakan campuran minyak goreng dan air dengan perbandingan volume 1 : 1, pemakaian glukosa mono stearat bervariasi dari 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm.

Hasil uji stabilitas dengan menggunakan campuran air – minyak goreng dengan perbandingan volume 1 : 1 dengan menggunakan emulsifier glukosa mono stearat 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm ditunjukkan pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Pengaruh waktu terhadap % air terpisah pada campuran air – minyak goreng dengan berbagai konsentrasi glukosa mono stearat ( 100 ppm, 500 ppm, 900 ppm, 1300 ppm ). 0

20 40 60 80 100

500 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900

A

ir

T

e

rp

is

a

h

(

%

)


(4)

Prosentase pemisahan campuran air dan minyak goreng dengan perbandingan volume 1 : 1 dengan penambahan emulsifier glukosa mono stearat yang tidak sama (100 ppm, 500 ppm, 900 ppm dan 1300 ppm) menunjukkan bahwa semakin besar jumlah emulsifier yang ditambahkan semakin lama air terpisah.

Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi lebih tinggi pada penambahan emulsifier glukosa mono stearat dengan jumlah terbesar.

Selanjutnya dilakukan uji stabilitas emulsi dengan menggunakan emulsifier glukosa mono laurat, glukosa mono palmitat, glukosa mono stearat masing-masing 1300 ppm pada campuran air – vico, air – minyak kelapa, air – minyak goreng dengan perbandingan volume 1 : 1 ditunjukkan pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14 Pengaruh waktu terhadap % air terpisah dari berbagai jenis emulsifier ( glukosa mono laurat, glukosa mono palmitat, glukosa mono stearat ).

Gambar 4.14 menunjukkan % air terpisah membutuhkan waktu yang lebih singkat apabila digunakan emulsifier glukosa mono laurat dibandingkan dengan glukosa mono palmitat dan glukosa mono stearat untuk penggunaan ppm yang sama (1300 ppm). Hal ini menunjukkan bahwa panjang rantai atom C pada masing-masing emulsifier yang berasal dari asam lemak jenuh yang berbeda dan minyak yang

0 20 40 60 80 100

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

A

ir

t

e

rp

is

a

h

(

%

)


(5)

digunakan berpengaruh pada bertambahnya waktu proses pemisahan sehingga stabilitas emulsi yang terjadi menjadi lebih lama.

Selanjutnya dilakukan uji blanko menggunakan campuran air – minyak goreng dan air – n hexana masing-masing dengan perbandingan volume 1 : 1 tanpa menggunakan emulsifier. Hasil uji blanko ditunjukkan pada Gambar 4.15.

(b)

Gambar 4.15. Pengaruh waktu terhadap % air dan minyak terpisah untuk larutan blanko n hexana dan minyak goreng ( n heksana, minyak goreng)

0 20 40 60 80 100

0 50 100 150 200

A

ir

t

e

rp

is

a

h

(

%

)

Waktu (detik)

0 20 40 60 80 100

0 50 100 150 200

M

in

y

a

k

t

e

rp

is

a

h

(

%

)

Waktu (detik) (a)


(6)

Gambar 4.15 menunjukkan bahwa % air terpisah dan % minyak terpisah pada penggunaan minyak goreng membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan hexana, hal ini disebabkan oleh panjang rantai carbon n hexana lebih pendek dibandingkan minyak goreng.

Selanjutnya dilakukan tes uji stabilitas emulsi dari glukosa mono stearat menggunakan campuran minyak goreng - air dan campuran n hexana - air dengan perbandingan volume 1 : 1, pemakaian glukosa mono stearat 1300 ppm. Sebelum

Uji stabilitas emulsi dengan menggunakan emulsifier glukosa mono stearat 1300 ppm pada campuran air – minyak goreng dan air – n heksana dengan perbandingan volume 1 : 1 ditunjukkan pada Gambar 4.16.

Gambar 4.16 Pengaruh waktu terhadap % air terpisah untuk campuran air - n hexana dan air - minyak goreng ( n heksana, minyak goreng) Gambar 4.16 menunjukkan % air terpisah membutuhkan waktu yang lebih pendek apabila digunakan campuran air – n hexana dibandingkan dengan campuran air – minyak goreng untuk penggunaan ppm yang sama (1300 ppm).

Hal ini menunjukkan bahwa panjang rantai atom C pada n hexana dan panjang rantai C pada minyak goreng yang digunakan berpengaruh pada bertambahnya waktu proses pemisahan sehingga stabilitas emulsi terjadi menjadi lebih lama.

0 20 40 60 80 100

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

A

ir

t

e

rp

is

a

h

(

%

)


Dokumen yang terkait

PRODUKSI SURFAKTAN CRUDE ESTER FRUKTOSA DARI BERAS DAN BERBAGAI JENIS ASAM LEMAK - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 3

PRODUKSI SURFAKTAN GLUKOSA ESTER DARI BERAS DAN BERBAGAI ASAM LEMAK :KAJIAN PANJANG RANTAI CARBON TERHADAP KESTABILAN EMULSI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) cover wisnu broto

0 0 1

PRODUKSI SURFAKTAN GLUKOSA ESTER DARI BERAS DAN BERBAGAI ASAM LEMAK :KAJIAN PANJANG RANTAI CARBON TERHADAP KESTABILAN EMULSI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) Abstrak wisnu broto

0 0 2

PRODUKSI SURFAKTAN GLUKOSA ESTER DARI BERAS DAN BERBAGAI ASAM LEMAK :KAJIAN PANJANG RANTAI CARBON TERHADAP KESTABILAN EMULSI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB I wisnu broto

0 1 5

PRODUKSI SURFAKTAN GLUKOSA ESTER DARI BERAS DAN BERBAGAI ASAM LEMAK :KAJIAN PANJANG RANTAI CARBON TERHADAP KESTABILAN EMULSI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB II wisnu broto

0 0 12

PRODUKSI SURFAKTAN GLUKOSA ESTER DARI BERAS DAN BERBAGAI ASAM LEMAK :KAJIAN PANJANG RANTAI CARBON TERHADAP KESTABILAN EMULSI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB III wisnu broto

0 0 10

PRODUKSI SURFAKTAN GLUKOSA ESTER DARI BERAS DAN BERBAGAI ASAM LEMAK :KAJIAN PANJANG RANTAI CARBON TERHADAP KESTABILAN EMULSI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB V wisnu broto

0 0 1

PRODUKSI SURFAKTAN GLUKOSA ESTER DARI BERAS DAN BERBAGAI ASAM LEMAK :KAJIAN PANJANG RANTAI CARBON TERHADAP KESTABILAN EMULSI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB VI wisnu broto

0 0 2

PERSEPSI GURU DAN SISWA TENTANG MUTU PEN

0 0 10

HUBUNGAN KOMPETENSI GURU TERHADAP PRESTA

0 0 14