SENTIKA 2016 Ida Wahyuni

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

PEMBOBOTAN PENILAIAN UJIAN PILIHAN GANDA MENGGUNAKAN
ALGORITMA GENETIKA
1,2

Ida Wahyuni1, Wayan Firdaus Mahmudy2
Program Studi Magister Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran No. 8 Malang 65145
Telp. (0341) 577911
E-mail: 1ida.wahyuni8@gmail.com, 2wayanfm@ub.ac.id

ABSTRACT
Result of multiple choice exams may not accurately describe the students competence since weight of all
questions are considered equal. This study proposes a genetic algorithm to determine the weighting of the
multiple choice questions so that the test result obtained can reflect the students' actual rank. This
algorithm works with a population of chromosomes, with each chromosome represents a solution for
weighting multiple choice questions. The chromosome with most optimal fitness value based on the

correlation with data from the specialist will be make for solution weighting. In this study, the genetic
algorithm can provide optimal weight rating in accordance with the ability of learners with a high level
correlation of 0.673748. The correlation value is better than giving weight uniformly for multiple choice
questions that have a correlation of 0.5.
Keywords: Genetic Algorithm, Exam, Weighting Problem, Multiple Choice, Correlation
ABSTRAK
Seringkali hasil ujian pilihan ganda tidak menggambarkan urutan kompetensi siswa, hal tersebut
dikarenakan bobot semua soal pilihan ganda dianggap sama. Penelitian ini mengusulkan algoritma
genetika untuk menentukan pembobotan pada soal pilihan ganda sehingga hasil ujian yang diperoleh
dapat mencerminkan peringkat siswa yang sebenarnya. Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi
yang terdiri dari kromosom-kromosom, dimana masing-masing kromosom merepresentasikan sebuah
solusi untuk pembobotan soal pilihan ganda. Kromosom yang mempunyai nilai fitness paling optimal
berdasarkan korelasi dengan data dari pakar akan dijadikan solusi untuk pembobotan. Dalam penelitian
ini, algoritma genetika dapat memberikan bobot penilaian yang optimal sesuai dengan kemampuan
peserta didik dengan tingkat korelasi tinggi yaitu sebesar 0.673748. Nilai korelasi tersebut lebih baik
daripada memberikan bobot soal pilihan ganda secara seragam yang mempunyai korelasi sebesar 0.5.
Kata Kunci: Algoritma Genetika, Ujian, Pembobotan Soal, Pilihan Ganda, Korelasi
tingkat presisi dan akurasi dari nilai yang
diberikan.
Dampak yang lebih buruk lagi adalah hal ini

dapat mempengaruhi proses penilaian peserta
didik. Terkadang ada peserta didik yang paham
materi bab pertama, namun kurang paham di
materi bab kedua, sehingga kemungkinan besar
saat pelaksanaan ujian peserta didik tersebut
hanya dapat menyelesaikan setengah dari soal
yang diberikan dan nilainya pun akan kurang
memuaskan (Reich, 2013). Masalah lain juga
akan terlihat saat ada dua peserta didik yang
mempunyai jawaban benar yang sama maka
nilainya juga akan sama, padahal letak jawaban
benar berada di nomor yang berbeda dan tingkat
kesulitan soal pada jawaban benar juga pasti
berbeda (Wahyuni, 2014).
Perlu adanya sebuah optimasi bobot dalam
soal pilihan ganda agar didapatkan hasil ujian
yang optimal. Salah satu algoritma yang dapat
digunakan untuk optimasi penilaian adalah
algoritma genetika, karena algoritma ini cukup


1.

PENDAHULUAN
Untuk mengetahui hasil dari proses
pembelajaran harus dilakukan sebuah ujian atau
evaluasi (Lesage, Valcke, & Sabbe, 2013).
Namun, metode ujian yang masih banyak
digunakan mulai dari tingkat sekolah dasar
bahkan sampai tingkat perguruan tinggi adalah
metode pilihan ganda dengan media ujian paper
based atau menggunakan media kertas secara
manual (Pate & Caldwell, 2014). Peserta didik
mengisikan jawaban ujian dengan menyilangkan
atau melingkari pilihan jawaban pada lembar
jawaban yang nantinya akan dikoreksi secara
manual oleh guru atau dosen (Wahyuni, 2014).
Cara tersebut sangatlah rentan dari berbagai
macam kesalahan baik kesalahan teknis
(technical error), maupun kesalahan manusia
(human error). Kesalahan teknis tersebut

meliputi kotor, lusuh atau rusaknya lembar
jawaban. Sedangkan kesalahan manusia meliputi
salah dalam pengkoreksian jawaban, atau pun
salah dalam perhitungan nilai, serta kurangnya



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

masing-masing elemen mewakili pembobotan
dari masing-masing soal (Wahyuni, 2014).

bagus dalam penyelesaian masalah optimasi
(Mahmudy,
2013).
Algoritma
genetika

digunakan untuk menentukan bobot soal pilihan
ganda yang optimal dengan acuan perhitungan
korelasi dengan data peringkat siswa yang
diperoleh dari pakar. Bobot yang menghasilkan
nilai ujian dengan korelasi yang tinggi akan
memunculkan hasil penilaian ujian yang paling
optimal sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Dengan adanya pembobotan soal pilihan
ganda, tingkat kesamaan nilai antara peserta
didik yang satu dengan yang lainnya dapat
diminimalkan serta urutan kompetensi peserta
didik akan tergambar sesuai dengan tingkat
kesulitan soal yang berhasil dijawab. Hal
tersebut akan membantu praktisi pendidikan
untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kemampuan peserta didiknya dan dapat dengan
mudah menentukan peringkat atau peringkat
dengan lebih objektif. Dengan demikian proses
pelaksanaan ujian akan menjadi lebih efektif
serta masalah-masalah yang sering terjadi dalam

pelaksanaan ujian dapat diminimalisir (Wahyuni,
2014).

Gambar 1. Perancangan Susunan Kromosom
Pada Gambar 1 perancangan susunan
kromosom terdiri dari B1 sampai Bi dimana Bi
adalah pembobotan soal ke-i. Isi dari Bi didapat
dari random angka dengan interval [2,10]. Untuk
mempermudah contoh perhitungan, dibuat
sebuah pemisalan dengan jumlah soal sebanyak
10 soal, sehingga jumlah gen dalam kromosom
adalah 10 gen. Berikut ini adalah ilustrasi
susunan kromosom yang dibuat dengan 10 gen:

Gambar 2. Ilustrasi Susunan Gen Dalam
Kromosom, Dimana Isi Gen Adalah Bobot
Untuk Setiap Soal

2. PEMBAHASAN
2.1 Representasi Kromosom

Berdasarkan perancangan ujian yang akan
dibuat, ditentukan bahwa jumlah soal pilihan
ganda yang digunakan adalah 30 soal.
Representasi kromosom yang digunakan adalah
representasi
integer.
Kromosom
direpresentasikan dengan sebuah vektor yang
mempunyai 30 elemen atau gen, dimana

2.2

Pembentukan Populasi
Populasi
dibentuk
dengan
cara
membangkitkan bilangan random sesuai dengan
ukuran populasi atau popSize yang ditentukan.
Pada Tabel 1 disilustrasikan bahwa ukuran

populasi terdiri dari 10 kromosom, dan 1
kromosom terdiri dari 10 gen.

Tabel 1. Pembentukan Populasi Awal
Kromosom
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
K10

Gen
1
2
9

3
7
9
6
6
4
5
7

2
4
3
2
10
6
9
3
10
4
5


3
4
8
6
6
8
3
4
3
6
7

4
3
3
10
4
3
10

2
4
5
3

5
6
2
9
2
8
8
7
10
3
9

6
7
4
7
2
5
5
9
7
2
3

7
5
7
8
6
9
2
3
9
10
8

8
10
4
7
5
7
7
10
3
7
8

9
9
5
3
4
6
7
8
5
6
5

10
8
9
4
3
3
10
5
6
3
4

ini sering digunakan untuk korelasi data
berdasarkan peringkat. Dengan metode korelasi
tersebut bisa diketahui berapa korelasi peringkat
hasil penilaian dengan pembobotan algoritma
genetika dengan peringkat yang sebenarnya
sesuai dengan data dari pakar (Santika &
Mahmudy, 2015). Persaman yang akan

2.3

Penghitungan Nilai Fitness
Fungsi tujuan dari masalah optimasi harus
dikonversi ke fungsi fitness yang digunakan
untuk mengukur kebaikan dari solusi yang
didapat (Mahmudy, Marian, & Luong, 2013).
Digunakan formulasi korelasi rank Spearman
untuk menentukan kualitas kromosom terbaik.
Korelasi rank Spearman dipilih karena metode



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

digunakan untuk menghitung korelasi rank
Spearman ditunjukkan pada Persamaan 1:

rs 1 

6¦ di 2

(1)

n(n 2  1)

Dimana:
rs = korelasi rank Spearman
di = selisih peringkat data ke-i
n = jumlah data
Contoh perhitungan nilai dengan solusi yang
didapat dari agoritma genetika ditunjukkan pada
Tabel 2. Pada Tabel 2 dijelaskan cara
penghitungan nilai dengan pembobotan hasil

ISSN: 2089-9815

algoritma genetika yaitu dengan cara mengalikan
hasil jawaban pilihan ganda yang diperoleh
peserta didik (Si) dengan bobot dari hasil
generate algoritma genetika (Bi). Cara yang
sama juga digunakan untuk menghitung nilai
pada hasil ujian peserta didik yang lain. Bobot
yang dipakai untuk contoh adalah kromosom K1.
Setelah nilai selesai dihitung, maka akan
dilakukan perhitungan fitness menggunakan
korelasi Spearman yang ditunjukkan pada Tabel
3. Pada Tabel 3 dijelaskan proses penghitungan
fitness dari kromosom K1 untuk hasil ujian 10
peserta didik. Pada contoh perhitungan ini
dimisalkan ada 10 soal pilihan ganda dengan 9
jawaban benar dan 1 jawaban salah yang
letaknya berada pada nomor yang berbeda.

Tabel 2. Contoh Perhitungan Nilai dengan Solusi Kromosom K1
Kromosom
K1
Bi*Si
™Bi*Si

Gen
1
0
2
0
56

2
1
4
4

3
1
4
4

4
1
3
3

5
1
6
6

6
1
7
7

7
1
5
5

8
1
10
10

9
1
9
9

10
1
8
8

Tabel 3. Penghitungan Fitness pada Kromosom K1
Peserta
™Bi*Si
Peringkat GA
Peringkat Sebenarnya
Didik
1
56
1
1
2
54
3.5
2
3
54
3.5
3
4
55
2
4
5
52
6
5
6
51
7
6
7
53
5
7
8
48
10
8
9
49
9
9
10
50
8
10
™di2
Korelasi Spearman / Fitness Kromosom K1

Hasil dari penghitungan fitness pada semua
kromosom ditampilkan pada Tabel 4.

di2

0
1.5
0.5
-2
1
1
-2
2
0
-2

0
2.25
0.25
4
1
1
4
4
0
4
20.5
0.8757576

Tabel 4. Fitness Setiap Kromosom
(Lanjutan)
K5
0.351515152
K6
0.127272727
K7
0.403030303
K8
0.021212121
K9
0.112121212
K10
0.042424242

Tabel 4. Fitness Setiap Kromosom
Individu
K1
K2
K3
K4

di

Fitness
0.875757576
0.184848485
0.145454545
0.542424242



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

crossover, sehingga jumlah offspring yang
dihasilkan sebanyak cr x popSize (Mahmudy,
2014). Setelah itu siapkan sepasang kromosom
yang digunakan sebagai induk yang dipilih
secara random. Tentukan dua titik potong secara
random, kemudian tukarkan susunan gen induk
sehingga didapatkan 2 offspring atau keturunan.
Ilustrasi crossover yang dilakukan pada
kromosom K1 dan K9 ditunjukkan pada Tabel 5
berikut ini.

2.4

Crossover
Crossover dilakukan untuk membentuk
kromosom baru atau offspring dari proses
persilangan dua kromosom (Mahmudy, 2014).
Mekanisme crossover yang dipakai adalah
crossover banyak titik atau multi cut point
crossover.
Langkah pertama yaitu tentukan crossover
rate (cr), dalam penelitian ini digunakan cr yang
digunakan yaitu 0.95. Nilai ini menyatakan
jumlah offspring yang dihasilkan pada proses

Tabel 5. Proses Crossover
Induk
Kromosom 1
Kromosom 9
Offspring
Offspring 1
Offspring 2

Gen
1
2
2
4
5
4

3
4
6

4
3
5

5
6
3

6
7
2

7
5
10

8
10
7

9
9
6

10
8
3

Gen
1
2
2
4
5
4

3
4
6

4
5
3

5
3
6

6
2
7

7
10
5

8
10
7

9
9
6

10
8
3

2.5 Mutasi
Pada penelitian ini mekanisme mutasi yang
digunakan adalah mutasi biner. Langkah pertama
yang dilakukan yaitu menentukan mutation rate
(mr), nilai mr yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 0.05 dan total kromosom yang akan
bermutasi dapat diketahui dengan menghitung
mr dikalikan dengan jumlah populasi, sehingga
dalam penelitian ini ada 1 kromosom. Setelah
kromosom terpilih, langkah selanjutnya pilih 1
gen yang akan dimutasi secara acak, lalu
konversi nilainya ke biner, ubah nilai binernya
dan konversikan lagi ke desimal, sehingga nilai
gen hasil mutasi akan berubah. Berikut ini adalah
ilustrasi mutasi pada kromosom 1:

2.6 Seleksi Elits dan Pembentukan Populasi
Baru
Seleksi elits merupakan strategi deterministk
yang menjamin sejumlah popSize kromosom
terbaik (dari kumpulan parent dan offspring)
dipilih untuk lulus ke generasi berikutnya
(Jafarian, 2010). Cara kerja metode seleksi
elitism adalah semua kromosom baik induk
maupun offspring diurutkan dari yang terbaik
berdasarkan
nilai
fitness
masing-masing
kromosom. Kromosom yang terbaik akan dicopy ke dalam populasi baru yang akan menjadi
generasi berikutnya. Kromosom baru hasil
rekayasa genetika yang sudah diseleksi dengan
proses elits disajikan pada Tabel 6 berikut ini:
Tabel 6. Populasi Baru Hasil Elits
Kromosom
K1
Offspring 1
K7
K2
Offspring 2
K3
Offspring 3
K6
K9
K8

Gambar 3. Ilustrasi Proses Mutasi Biner



Fitness
0.875757576
0.663636364
0.403030303
0.184848485
0.172727273
0.145454545
0.142424242
0.127272727
0.112121212
0.021212121

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

2.7 Terminasi Laju Generasi
Didalam algortima genetika tidak ada indikasi
langsung kapan proses telah selesai menentukan
solusi terbaik. Namun, ada berbagai macam
metode
yang
dapat
digunakan
untuk
menghentikan laju generasi (Jafarian, 2010). Ada
dua kondisi yang digunakan untuk menghentikan
laju generasi dengan asumsi bahwa populasi
telah menghasilkan solusi optimal. Yang pertama
yaitu mengambil suatu nilai sebagai batas
regenerasi yaitu 30 generasi. Yang kedua yaitu
menghitung kegagalan penggantiaan anggota
populasi yang terjadi secara berurutan,
diasumsikan terdapat 10 kali kegagalan
penggantian kromosom dalam 1 siklus.

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

2.8 Data Uji
Dalam proses penilaian pilihan ganda
menggunakan algoritma genetika, disimulasikan
dengan 30 nomor soal pilihan ganda dengan 30
peserta ujian. Jawaban benar untuk hasil ujian
dibuat sama yaitu benar pada 25 nomor dan salah
pada 5 nomor, namun jawaban yang salah
terletak di nomor yang berbeda-beda. Dengan
pemodelan seperti yang dijelaskan diatas
diharapkan akan muncul hasil penilaian yang
beragam meskipun jumlah jawaban benarnya
sama, sehingga lebih mudah mendapatkan hasil
penilaian yang optimal. Selain data hasil ujian
dibutuhkan juga data peringkat dari 30 siswa
yang akan dijadikan data perbandingan dengan
hasil pembobotan menggunakan algoritma
genetika. Nantinya, peringkat sebenarnya akan
diperoleh melalui wawancara dengan pakar.
Pakar disini bisa seorang guru kelas yang
mengetahui dengan pasti tingkat kemampuan
siswanya. Contoh data peringkat tersebut
ditampilkan dalam Tabel 7.

Nama Siswa
Siswa 1
Siswa 2
Siswa 3
Siswa 4
Siswa 5
Siswa 6
Siswa 7
Siswa 8
Siswa 9
Siswa 10
Siswa 11
Siswa 12
Siswa 13
Siswa 14
Siswa 15

Tabel 7. Data Peringkat Siswa
(Lanjutan)
Siswa 16
16
Siswa 17
17
Siswa 18
18
Siswa 19
19
Siswa 20
20
Siswa 21
21
Siswa 22
22
Siswa 23
23
Siswa 24
24
Siswa 25
25
Siswa 26
26
Siswa 27
27
Siswa 28
28
Siswa 29
29
Siswa 30
30

2.9 Hasil Penilaian
Berdasarkan perancangan yang dibahas pads
bab sebelumnya, ditentukan bahwa jumlah soal
pilihan ganda yang digunakan adalah 30 soal
dengan 30 peserta ujian. Dari data hasil ujian
yang sudah didapat, akan dihitung bobot
penilaian yang paling optimal dengan algoritma
genetika dengan dasar peringkat siswa sebagai
patokan penentuan kombinasi bobot yang paling
optimal. Penilaian dengan bobot hasil generate
algoritma genetika dianggap sebagai hasil yang
paling optimal, karena sudah melalui proses
penghitungan fitness dengan rumus korelasi
Spearman dengan membandingkan peringkat
hasil pembobotan dengan peringkat siswa yang
sebenarnya.
Sebelum melakukan penghitungan bobot
dengan algoritma genetika, harus ditentukan dulu
parameter algoritma genetika yang digunakan.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Wahyuni (2014) didapatkan kombinasi cr
(crossover rate) dan mr (mutation rate) yang
paling optimal seperti yang ditampilkan pada
Tabel 8. Data parameter genetika tersebut yang
akan digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 7. Data Peringkat Siswa
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

ISSN: 2089-9815

Peringkat Sebenarnya
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Tabel 8. Data Parameter Algoritma Genetika
Parameter
Population Size
Max Generation
Crossover Rate
Mutation Rate

Nilai
30
30
0.95
0.05

Hasil dari proses penilaian menggunakan
pembobotan algoritma genetika yang paling
optimal pada 30 soal dengan 25 jawaban benar
dan 5 jawaban salah ditunjukkan pada Tabel 9
berikut ini.



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

Tabel 9. Hasil Penilaian dengan Pembobotan Algoritma Genetika yang Mempunyai Tingkat
Korelasi Tertinggi
No. Nama Siswa
1
Siswa 1
2
Siswa 2
3
Siswa 3
4
Siswa 4
5
Siswa 5
6
Siswa 6
7
Siswa 7
8
Siswa 8
9
Siswa 9
10
Siswa 10
11
Siswa 11
12
Siswa 12
13
Siswa 13
14
Siswa 14
15
Siswa 15
16
Siswa 16
17
Siswa 17
18
Siswa 18
19
Siswa 19
20
Siswa 20
21
Siswa 21
22
Siswa 22
23
Siswa 23
24
Siswa 24
25
Siswa 25
26
Siswa 26
27
Siswa 27
28
Siswa 28
29
Siswa 29
30
Siswa 30
™GL2
Korelasi Spearman

Nilai
86
90
88
86
87
86
86
83
83
83
83
84
86
87
86
84
80
82
81
77
76
80
81
84
84
85
80
80
80
83

Peringkat GA
7.5
1
2
7.5
3.5
7.5
7.5
18
18
18
18
13.5
7.5
3.5
7.5
13.5
26
21
22.5
29
30
26
22.5
13.5
13.5
11
26
26
26
18

Peringkat Sebenarnya
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

di2
42.25
1
1
12.25
2.25
2.25
0.25
100
81
64
49
2.25
30.25
110.25
56.25
6.25
81
9
12.25
81
81
16
0.25
110.25
132.25
225
1
4
9
144
1466.5
0.6737486

di
6.5
-1
-1
3.5
-1.5
1.5
0.5
10
9
8
7
1.5
-5.5
-10.5
-7.5
-2.5
9
3
3.5
9
9
4
-0.5
-10.5
-11.5
-15
-1
-2
-3
-12

Tabel 10. Hasil Korelasi dengan Penilaian Tanpa Pembobotan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Nama Siswa
Siswa 1
Siswa 2
Siswa 3
Siswa 4
Siswa 5
Siswa 6
Siswa 7
Siswa 8
Siswa 9
Siswa 10
Siswa 11
Siswa 12
Siswa 13
Siswa 14
Siswa 15

Nilai
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33

Peringkat Tanpa GA
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5



Peringkat Sebenarnya
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

di
14.5
13.5
12.5
11.5
10.5
9.5
8.5
7.5
6.5
5.5
4.5
3.5
2.5
1.5
0.5

di2
210.25
182.25
156.25
132.25
110.25
90.25
72.25
56.25
42.25
30.25
20.25
12.25
6.25
2.25
0.25

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

Tabel 10. Hasil Korelasi dengan Penilaian Tanpa Pembobotan
(Lanjutan)
16
Siswa 16
17
Siswa 17
18
Siswa 18
19
Siswa 19
20
Siswa 20
21
Siswa 21
22
Siswa 22
23
Siswa 23
24
Siswa 24
25
Siswa 25
26
Siswa 26
27
Siswa 27
28
Siswa 28
29
Siswa 29
30
Siswa 30
™GL2
Korelasi Spearman

83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33
83.33

15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5
15.5

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Dari hasil pembobotan pada Tabel 9
didapatkan hasil penilaian yang beragam
meskipun jumlah jawaban benar dibuat sama
yaitu benar 25 soal dan salah 5 soal. Dengan
pembobotan menggunakan algoritma genetika
didapatkan korelasi yang cukup besar yaitu
0.6737486. Menurut tabel korelasi Spearman,
angka korelasi 0.6737486 termasuk ke dalam
tingkat korelasi tinggi (Sari & Mahmudy, 2015).
Nilai korelasi yang didapatkan dari hasil
pembobotan lebih besar jika dibandingkan
dengan penilaian tanpa pembobotan yang
disajikan pada Tabel 10 yaitu sebesar 0.5.
Dengan tingkat korelasi yang lebih tinggi antara
peringkat pakar dengan peringkat hasil
pembobotan dengan algoritma genetika, maka
pembobotan soal dengan metode algoritma
genetika dapat digunakan sebagai metode
pembobotan untuk soal pilihan ganda.

-0.5
-1.5
-2.5
-3.5
-4.5
-5.5
-6.5
-7.5
-8.5
-9.5
-10.5
-11.5
-12.5
-13.5
-14.5

0.25
2.25
6.25
12.25
20.25
30.25
42.25
56.25
72.25
90.25
110.25
132.25
156.25
182.25
210.25
2247.5
0.5

mempunyai maka korelasi tinggi, artinya ada
keterkaitan yang cukup tinggi antara peringkat
pakar dan peringkat hasil pembobotan algoritma.
Hasil korelasi sebesar 0.6719689 masih
mempunyai kemungkinan untuk bertambah
tinggi tergantung pada banyaknya soal ujian
yang dipakai dan jumlah jawaban benar dan
jawaban salah yang bervariasi. Pada penelitian
selanjutnya, akan digunakan representasi real
coded genetic algorithms (RCGA) untuk
menentukan bobot yang semakin mendekati
optimal. Selain itu akan digunakan hybrid
genetic algorithm (HGA) untuk meningkatkan
performa dari RCGA (Mahmudy, Marian, &
Luong, 2014). Penggunaan algoritma genetika
untuk pembobotan soal diharapkan dapat
digunakan secara massal untuk proses penilaian
pilihan ganda. Hal tersebut diperlukan mengingat
di Indonesia hampir seluruh proses ujian
menggunakan bentuk pilihan ganda sebagai
media ujian.

3.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa
algoritma genetika dapat digunakan sebagai
metode pembobotan untuk soal pilihan ganda.
Dengan menggunakan data hasil ujian, algoritma
genetika
dapat
menentukan
kombinasi
pembobotan yang paling optimal sesuai dengan
kemampuan
peserta
didik
sehingga
menghasilkan penilaian yang lebih objektif dan
bervariasi.
Untuk
menghitung
tingkat
keterhubungan antara peringkat pakar dan
peringkat hasil pembobotan algoritma genetika
digunakan rumus korelasi Spearman. Dalam
penelitian ini, korelasi yang didapatkan untuk
kombinasi pembobotan yang paling optimal
adalah 0.6719689. Hasil korelasi tersebut

PUSTAKA
Jafarian, J. (2010). An Experiment to Study
Wandering Salesman Applicability on
Solving the Travelling Salesman Problem
based on Genetic Algorithm. International
Conference
on
Educational
and
Information Technology (ICEIT 2010) An,
(Iceit), 1±7.
Lesage, E., Valcke, M., & Sabbe, E. (2013).
Studies in Educational Evaluation Scoring
methods for multiple choice assessment in
higher education ± Is it still a matter of



Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016)
Yogyakarta, 18-19 Maret 2016

ISSN: 2089-9815

Studies Research Imperfect models ,
imperfect conclusionsௗ $Q H[SORUDWRU\
study of multiple-choice tests and
historical knowledge. The Journal of
Social Studies Research, 37(1), 3±16.
http://doi.org/10.1016/j.jssr.2012.12.004
Santika, G. D., & Mahmudy, W. F. (2015).
Penentuan
Pemasok
Bahan
Baku
Menggunakan Fuzzy Inference System
Tsukamoto. Seminar Nasional Sistem
Informasi Indonesia, 2-4 Nopember, 1±8.
Sari, N. R., & Mahmudy, W. F. (2015). Fuzzy
Inference System Tsukamoto untuk
Menentukan Kelayakan Calon Pegawai.
Seminar Nasional Sistem Informasi
Indonesia, 2-4 Nopember 2015, (2002), 2±
4.
Wahyuni, I. (2014). Pembuatan Aplikasi Media
Ujian Cerdas Mneggunakan Algoritma
Genetika Berbasis Mobile. STMIK Asia
Malang, 1±7.

QXPEHUULJKWVFRULQJRUQHJDWLYHPDUNLQJௗ"
Studies in Educational Evaluation, 39(3),
188±193.
http://doi.org/10.1016/j.stueduc.2013.07.00
1
Mahmudy, W. F. (2013). Optimization of Part
Type Selection and Loading Problem with
Alternative Production Plans in Flexible
Manufacturing System using Hybrid
Genetic Algorithms ± 3DUW ௗ *HQHWLF
Operators and Results. 2013 5th
International Conference on Knowledge
and Smart Technology (KST) Optimization,
81±85.
Mahmudy, W. F. (2014). Optimasi Penjadwalan
Two-Stage Assembly Flowsop. Konferensi
Nasional Sistem Informasi (KNSI), STMIK
Dipanegara, Makassar, 27 Februari - 1
Maret, 478±483.
Mahmudy, W. F., Marian, R. M., & Luong, L. H.
S. (2013). Modeling and Optimization of
Part Type Selection and Loading Problem
in Flexible Manufacturing System Using
Real
Coded
Genetic
Algorithms.
International Journal of Electrical,
Computer, Energetic, Electronic and
Communication Engineering, 7(4), 251±
260.
Mahmudy, W. F., Marian, R. M., & Luong, L. H.
S. (2014). Hybrid genetic algorithms for
part type selection and machine loading
problems with alternative production plans
in flexible manufacturing system Hybrid
Genetic Algorithms for Part Type
Selection and Machine Loading Problems
with Alternative Production Pl. ECTI
Transactions
on
Computer
and
Information
Technology,
8(February
2016).
Retrieved
from
https://www.researchgate.net/publication/2
80697973Hybrid
Pate, A., & Caldwell, D. J. (2014). Effects of
multiple-choice item-writing guideline
utilization
on
item
and
student
performance. Currents in Pharmacy
Teaching and Learning, 6(1), 130±134.
http://doi.org/10.1016/j.cptl.2013.09.003
Reich, G. A. (2013). The Journal of Social