ART Yosefa Susiana Evaluasi Kinerja Reksa Dana Saham Full text

EVALUASI KINERJA REKSADANA SAHAM
DI INDONESIA TAHUN 2006
Yosefa Susiana
Alumnus Faku/tas Ekonomika dan Bisni.s Univer.sitas Kristen Sarya Wacana. Sa/atiga

AmoldKaudin
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Sarya Wacana. Salatiga

For the last few years equity funds have become a more interesting ゥョカ・Nセエュ@
alternative for sophistil:ated and
big investors in Indonesia 。Nセ@ there has been a long-term down trend in the interest raft' the bank offered. As there
were more than I 00 equity ftmds operating along 2006, investors may have faced a difficulty to determine the
ones who perform well. Some studies have been conducted to determine the performance of equity funds in
Indonesia. However, the publication of equity ヲオョ、Nセ@
l'erformance was lack of continuity. Also. the return that
return. The purpose of this study was to evaluate the riskwas usually published was the mm イゥNセォM。、ェオウエ・@
adjusted performance of equity ftmds which were invesedt in Indonesia along the year 2006.
The samples werre 28 equity ftmds which operated along the year 2006. The methods applied to detem1ine the
pnformance are sィ。イー・Zセ@
and tイ・ケョッZセ@
Mea.mre. j・ョウZセ@

alpha and Henrikssmt and Merton Model. The Slu11pe :5
and Treynor:f Measure are u.fed to arrange the performance rank.
We f(nmd that equity ftmds with .mperior mm risk-adjusted retum.s were not consistently superior in term of riskadjusted returns. Weal.wfmmd that different methods applied to valuing the performance may have had different
result. We believe that good equity funds were the ones which consistellfly had good perfomumce based 011
d(fferem measurement methods applied.
Keywords:

performance of mlltualfunds. j・ョウZセ@
Treynor :f Measure

Measure, Henriks.mn and Merton :s Measure, Sharpe :5 Measure,

Pendahuluan
Seiring dengan tren menurunnya tingkat bunga bank dari kisaran 12,75 persen pada awal tahun 2006
menuju ke kisaran 9,75 persen pada akhir tahun 2006, reksa dana saham semakin menjadi alternatif
investasi yang menarik bagi investor yang sophisticated. Berinvestasi pada reksa dana saham menjanjikan
tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding sekedar menyimpan dana di deposito dan memiliki
tingkat keamanan yang cukup baik mengingat dana dikelola oleh para ahli investasi.
Selama ini kebanyakan investor berinvestasi pada reksa dana berdasarkan penawaran yang dilakukan
oleh bank-bank selaku agen penjual. Tak heran investor ritel yang berinvestasi pada reksa dana kebanyakan

adalah investor besar mengingat bank-bank agen penjual (terutama bank swasta dan bank asing) biasanya
menawarkan jumlah investasi minimal yang besar pula. Tanpa penawaran dari agen penjual, sejumlah
investor yang hendak mencoba berinvestasi di reksa dana memilih reksa dana yang dianggap bonafit
dengan memilih perusahaan yang dianggap besar. Ruang tanya jawab di berbagai media keuangan yang
seringkali memuat pertanyaan-pertanyaan bakal investor reksa dana yang menginginkan informasi
mengenai reksa dana yang baik menunjukkan bahwa investor membutuhkan infonnasi tentang hal tersebut
Sebenarnya Bapepam-LK telah membuka data kinerja reksa dana (dalam hal ini Nilai Aktiva Bersih,
NAB) melalui situsnya. Namun kebanyakan investor, apalagi masyarakat yang baru akan mernulai
17

Jumal Ekonom.i dan Bisnis Voi.XV, No.l, Maret 2009: 17-34

berinvestasi pada reksa dana, masih belum familiar dengan informasi online Kebanyakan informasi
mengenai kinerja reksa dana masih bersifat nonrisk-adjusted dimana biasanya tingkat pengembalian
reksa dana saham secara langsung dibandingkan dengan tingkat pengembalian pasar yang diproksikan
dengan tingkat pengembalian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) disamping informasi lainnya seperti
jumlah dana kelolaan, nilai a!iet dan kewajiban dan sebagainya.
Berbagai penelitian mengenai kinerja reksa dana yang bersifat risk-adjusted telah dipublikasikan pada
berbagai jurnal ilmiah. Namun jurnal ilmiah tidak menerbitkan evaluasi kinerja reksa dana secara regulcr.
Oleh sebab itu konfirmasi terhadap basil penelitian terdahulu, baik dengan menggunakan metode yang

sama maupun berbeda dirasa perlu untuk dilakukan secara berkesinambungan. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa sesungguhnya kinerja risk-adjusted reksa dana saham
tidak lebih baik dibanding kinerja pasar saham (Pakpahan 2001, Usman dan Ratnasari 2004, dan Viriany
2005 serta Center for Business & Industrial Studies Universitas Surabaya 200 1). Padahal secara eksplisit
tampak bahwa rata-rata pertumbuhan NAB dari berbagai reksa dana, sebagaimana yang biasa diiklankan
oleh para manajer investasi, jauh melampaui pertumbuhan IHSG
Bagaimanapun jumlah dana kelolaan yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu mengindikasikan
bahwa kepercayaan masyarakat investor kepada pengelola investasi dan kepada reksa dana sebagai
salah satu sarana berinvestasi yang menguntungkan bertambah besar. Sepanjang periode 2000-2006
saja NAB reksa dana telah bertumbuh hampir sepuluh kali lipat, dari 5,52 triliun rupiah menjadi 51,43
triliun rupiah. Jumlah produk telah mencapai lebih dari 300 reksa dana yang dikelola oleh 68 perusahaan
manajer investasi. Oleh sebab itu informasi terbaru mengenai kinetja reksa dana, dalam hal ini yang
bersifat risk-adjusted, mutlak dibutuhkan untuk mengakomodasi kebutuhan para investor dan calon
investor.
Penelitian ini bertujuan untuk: [ 1] mengevaluasi kinerja reksa dana saham di Indonesia yang beroperasi
sepanjang tahun 2006 dan hendak mengkonfirmasi hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa kinerja risk-adjusted reksa dana saham tidak lebih baik dari kinerja pasar saham, [2] mengevaluasi
kemampuan memilih saham (selection ability) dari manajer investasi/pengelola reksa dana dan
kemampuan memanfaatkan waktu dalam berinvestasi (market timing ability), dan [3] menyusun peringkat
kinerja reksa dana saham berdasarkan Indeks Sharpe dan Indeks Treynor.


Tinjauan Teori dan Penelitian Terdahulu
Terdapat berbagai metode untuk mengukur kinerja risk-adjusted reksa dana. Metode-metode tersebut
adalah:







18

Indeks Sharpe: merupakan rasio antara rerata kelebihan tingkat pengembalian (excess return)
portofolio terhadap rerata tingkat pengembalian dari instrumen bebas risiko dengan deviasi standar
dari tinglay pengembalian portofolio pada suatu periode. Rasio ini mengukur kelebihan tingkat
pengembalian per unit risiko.
Indeks Treynor: pengukuran pada model ini sama dengan Model Sharpe, hanya saja indikator rasio
yang digunakan adalah beta (risiko sitematik)
Model Jensen (alpha portofolio): pada Model Jensen rerata tingkat pengembalian portofolio

dibandingkan dengan rerata tingkat pengembalian yang diprediksi dengan CAPM. Jensen's measure
adalah nilai alpha pada model yang diturunkan dari persamaan CAPM.

Evaluasi Kinerja Reksa Dana Saham di Indonesia tahun 2006 (Y. Susiana & A. Kaudin)



Model Henriksson dan Merton: merupakan penyempumaan atas Model Jensen dengan menambahkan
variabel dummy pada Model Jensen untuk menentukan sumber tingkat pengembalian superior, apakah
superioritas berasal dari kemampuan memilih saham atau kemampuan antisipasi pasar (Frensidy
2007).

Selain keempat model penilaian kinerja reksa dana tersebut, masih ada berbagai model lain yang biasa
digunakan untuk menentukan kinerja reksa dana seperti information ratio dan M2 measure (Bodie.
Kane. Marcus 2005: 869) atau DEA super efficiency methods (Purwantoro dan Siswadi 2007). Penelitian
ini hendak mengevaluasi kinerja* risk-adjusted reksa dana saham berdasarkan Indeks Sharpe dan
Indeks Treynor serta menggunakan Model Jensen, Model Henriksson dan Merton untuk pemeringkatan.
HasiJ evaluasi dimaksudkan sebagai konfirmasi atas temuan-temuan dari penelitian terdahulu yang
kebanyakan menggunakan metode-metode tersebut.
Pada Model Jensen dilakukan identifikasi tingkat keuntungan portofolio yang berasal dari keseimbangan

umum. Idenya adalah bagaimana pada tingkat risiko yang sama portofolio dapat menghasilkan kelebihan
tingkat pengembalian portofolio (berapa banyak tingkat pengembalian portofolio berada diatas tingkat
pengembalian instrumen bebas risiko) yang lebih tinggi dari kelebihan tingkat pengembalian pasar (berapa
ban yak tingkat pengembalian pasar berada diatas tingkat pengembalian instrumen bebas risiko). Selisih
dari kelebihan tingkat keuntungan tersebut dinyatakan sebagai tingkat keuntungan diferensial atau alpha (a).
Nilai alpha dapat diperoleh dengan meregresikan kelebihan tingkat pengembalian portofolio terhadap
kelebihan tingkat pengembalian pasar. Alpha yang bemilai positif mencerminkan kineija portofolio yang
baik karena berarti saat tidak ada kelebihan tingkat pengembalian pasar (excess return pasar bemilai
nol), kelebihan tingkat pengembalian portofolio bemilai positif. Penelitian Jensen terhadap 115 reksa
dana pada periode 1945-1964 menunjukkan bahwa kineija reksa dana tidak lebih baik dari kineija pasar
dan kelebihan tingkat pengembalian pasar mempengaruhi kelebihan tingkat pengembalian portofolio reksa
dana (Dennis dkk 2004).
Di Indonesia, beberapa penelitian yang menggunakan Model Jensen menemukan bahwa temyata kinerja
risk-adjusted reksa dana saham tidak lebih baik daripada kinerja pasar saham. Pakpahan (2001)
menemukan bahwa pada periode September 1997-Agustus 2000 kineija gabungan reksa dana saham
mampu mengalahkan kinerja pasar saham. Namun kinerja risk-adjusted-nya ternyata secara statistik
tidak berbeda dari nol walau sebanyak 13 dari 22 reksa dana saham yang dievaluasi memiliki nilai alpha
yang positif. Hanya GTF Agresif dan Schroder-Panin Dana Prestasi yang memiliki alpha positif dan
signifikan. Pakpahan juga menemukan bahwa reksa dana yang merniliki alpha positif pada suatu periode
cenderung untuk kembali merniliki alpha yang positif pada 12 bulan berikutnya.

Harahap dan Pane (2003) yang membandingkan kinerja reksa dana syariah, reksa dana mawar (reksa
dana saham terbitan PT Danareksa, diambil sebagai wakil dari reksa dana. saham konvensional), dan
kinerja pembanding (dalam hal ini IHSG) pada periode 1997-2001 menyatakan bahwa dengan Model
Jensen kinerja reksa dana mawar lebih rendah dibandingkan dengan IHSG dan reksa dana syariah.
Usman dan Ratnasari (2004) mengevaluasi kineijareksa dana saham dengan Model Jensen menggunakan
data periode Januari 1999 sampai dengan Desember 2003. Reksa dana yang dijadikan sampel harus
bersifat terbuka, berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, merupakan reksa dana konvensional dengan
* Yang dimaksud dengan kinerja pada penelitian ini adalah tingkat pengembalian tanpa menghiraukan faktor-faktor lain seperti
jumlah dana kelolaan. tingkat pengembalian historis dan sebagainya.

19

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol.XV, No.1, Maret 2009: 17-34

kapitalisasi pasar terbesar pada periode Januari 1999 serta terdaftar di Bapepam dan diperdagangkan
untuk publik sejak Januari 1999 hingga Desember 2003. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh enam
sampel reksa dana saham. Dari keenam reksa dana saham tersebut hanya satu yang memiliki kinerja
superior (memiliki alpha positif dan signifikan) yaitu Panin Dana Maksima (alpha= 0,0241 ).
Viriany (2005) mengevaluasi kinelja reksa dana saham pada periode Juli 1997-Juni 2002 dan menemukan
temyata hanya sepuluh reksa dana saham yang selama 30 bulan secara konsisten memiliki kinerja baik

(memiliki nilai alpha positit). Kesepuluh reksa dana tersebut adalah Dana Reksa Mawar, Bahana Dana
Prima, BNI RD Berkembang, Bira Dana Saham, ABN AMRO ID Saham, GTF Sejahtera, Panin Dana
Maksima, Dana Reksa Syariah, GTF Sentosa, dan Schroder Dana Prestasi.
Sejalan dengan penelitian awal Jensen yang bermaksud melihat bagaimana reksa dana dapat memberi
kelebihan tingkat pengembalian di atas kelebihan tingkat pengembalian pasar, maka dirumuskan hipotesis:
HI:

Reksa dana saham memiliki kinelja yang lebih baik dari kinerja pasar (a 0)

Bila manajer investasi superior dalam mengalokasi dana untuk investasi, maka reksa dana akan memiliki
tingkat pengembalian yang superior dibandingkan dengan kinelja pasar saham. Berdasarkan hal tersebut:
H2:

Semakin tinggi kelebihan tingkat pengembalian pasar atas tingkat
pengembalian instrumen bebas risi.ko, semakin tinggi pula kelebihan tingkat
pengembalian reksa dana atas tingkat pengembalian bebas risiko Hセ^@
0)

Pada Model Jensen tersebut tingkat risiko sistematis diasumsikan konstan. Sebenamya dapat terjadi
manajer investasi mengambil tindakan untuk memperoleh tingkat pengembalian yang optimal dengan

memanfaatkan kondisi pasar. Misalnya saat prospek perekonomian baik (pasar saham bullish) manajer
investasi berani menanamkan dananya pada saham-yang memiliki risiko HセI@
tinggi. Sebaliknya, saat
perekonomian menunjukkan tanda-tanda melemah (pasar saham bearish) para manajer investasi akan
memindahkan investasinya ke saham yang memiliki risiko rendah. Dengan demikian sesungguhnya b
tidak konstan. Bila manajer investasi dapat mempertahankan kelebihan atas tingkat pengembalian portofolio
dengan memanfaatkan kondisi pasar sebagaimana yang telah diuraikan maka manajer investasi terse but
memiliki kemampuan untuk memanfaatkan waktu (market timing ability).
Model Jensen hanya menggambarkan kemampuan manajer investasi untuk memilih saham (.\election
ability) yang ditunjukkan dengan nilai a yang positif dimana a yang positif berarti kelebihan tingkat
pengembalian portofolio atas tingkat pengembalian instrumen be bas risiko bemilai positif saat tidak ada
kelebihan tingkat pengembalian pasar atas tingkat pengembalian instrumen be bas risiko. Padahal kinerja
reksa dana dapat merupakan basil dari kemampuan manajer investasi untuk memilih saham, memanfaatkan
waktu maupun kombinasi antara keduanya .

.J

Untuk mengukur kemampuan manajer investasi memanfaatkan waktu, Henriksson dan Merton
menyempumakan Model Jensen dengan menambahkan variabel dummy pada Model Jensen untuk
menentukan apakah kelebihan tingkat pengembalian portofolio atas tingkat pengembalian instrumen be bas

risiko pada saat pasar bullish dan bearish lebih baik daripada kelebihan tingkat pengembalian pasar
atas tingkat pengembalian instrumen be bas risiko.

20

Evaluasi KineJja Reksa Dana Saham di Indonesia tahun 2006 (Y. Susiana & A Kaudin)

Henriksson dan Merton menyatakan manajer investasi tidak memiliki kemampuan yang baik dalam
mengelola dan memilih sekuritas (Dennis dkk 2004). Sementara untuk kasus Indonesia, penelitian untuk
menguji kemampuan manajer investasi dalam memilih sekuritas dan memanfaatkan waktu dilakukan
oleh Dennis dkk untuk reksa dana pendapatan tetap dimana dari 15 pengelola reksa dana yang diteliti
hanya empat yang memiliki kemampuan memanfaatkan wak.tu dengan baik.
Menerapkan metode yang sama, pengujian pada tingkat pengembalian bulanan reksa dana saham tahun
2004-2006 yang dilakukan oleh Untung (2007) menyimpulkan bahwa secara rata-rata manajer investasi
reksa dana saham di Indonesia tidak memiliki kemampuan memilih sekuritas dan kemampuan
memanfaatkan waktu yang superior.
Berdasarkan uraian diatas dirumuskan hipotesis:
H3:

Manajer investasi memiliki kemampuan yang baik dalam memilih saham (o0> 0)


H4:

Manajer investasi memiliki kemampuan yang baik dalam memanfaatkan waktu dalam berinvestasi

(82>0)
Selain menggunakan Model Jensen untuk mengukur kinerja risk-adjusted reksa dana dan Model
Henriksson dan Merton untuk mengukur kemampuan manajer investasi memilih saham dan memanfaatkan
waktu. akan disusun pula ranking kineija reksa dana berdasarkan nilai Indeks Sharpe dan Indeks Treynornya. Indeks Sharpe dan Indeks Treynor menunjukkan kelebihan tingkat pengembalian portofolio atas
tingkat pengembalian instrumen bebas risiko (excess return) per unit risiko. Pada Indeks Sharpe risiko
diukur dengan deviasi standar dari tingkat pengembalian saham (