PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT MAZHAB HANBALI DALAM PERSPEKTIF MAQASID AL-SHARI’AH.

PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT
MAZHAB HANBALI DALAM PERSPEKTIF
MAQASID AL-SHARI’AH

SKRIPSI

Oleh:
MUHAMMAD NAJID AUFAR
NIM: C51211146

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Keluarga Islam
SURABAYA
2015

PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT
MAZHAB HANBALI DALAM PERSPEKTIF
MAQASID AL-SHARI’AH


SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-I)
Dalam Bidang Hukum Islam

Oleh:
MUHAMMAD NAJID AUFAR
NIM: C51211146

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Keluarga Islam

SURABAYA
2015

i


PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Muhammad Najid Aufar

Nim

: C51211146

Fak./Jur./Prodi

: Syariah dan Hukum / Hukum Perdata Islam /
Hukum Keluarga Islam

Judul skripsi

: Pernikahan Beda Agama Menurut Mazhab hanbali

dalam Perspektif Maqasid al-Shari’ah

Dengan

sungguh-sungguh

menyatakan

bahwa

skripsi

ini

secara

keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian yang
dirujuk sumbernya.

Surabaya, 18 Januari 2014

Yang membuat pernyataan,

Muhammad Najid Aufar
C51211146

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul “Pernikahan Beda Agama menurut Mazhab Hanbali
dalam Perspektif Maqasid al-Syari’ah” yang ditulis oleh Muhammad Najid Aufar,
NIM C51211146 ini sudah diperiksa dan disetujui untuk dimunaqasahkan.

Surabaya, 15 Januari 2015
Dosen Pembimbing

Drs. Suwito, M. Ag
NIP. 195405251985031001

iii


PENGESAHAN
Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Najid Aufar ini telah dipertahankan di depan
sidang Majelis Munaqasah Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Ampel pada hari Kamis, tanggal 29 Januari 2015 dan dapat diterima sebagai salah
satu persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana strata satu dalam Ilmu
Syariah.

Majelis Munaqasah Skripsi:
Ketua

Sekretaris

Drs. Suwito, M.Ag
NIP. 195405251985031001

Saoki, M.HI.
NIP: 197404042007101004

Penguji I


Penguji II

Pembimbing

Dr. Hj. Suqiyah Musyafa’ah, M.Ag.
NIP. 196303271999032001

Hj. Nurul Asiya Nadhifah, M.HI.
NIP. 197504232003122001

Drs. Suwito, M.Ag
NIP. 195405251985031001

Surabaya, Februari 2015
Mengesahkan,
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Dekan,


Dr. H. Sahid HM, M. Ag
NIP. 196803091996031002

iv

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Pernikahan Beda Agama menurut Mazhab Hanbali
dalam Perspektif Maqa@s}id al-Syari@’ah” ini merupakan hasil penelitian pustaka
yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana hukum
pernikahan beda agama menurut mazhab Hanbali dan Bagaimana tinjauan
maqa@s}id al-syari@’ah terhadap perkawinan beda agama menurut mazhab Hanbali.
Data penelitian dihimpun dengan menggunakan pendekatan kualitatif
melalui studi kepustakaan. Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis
dengan metode deskriptif analitis yaitu suatu metode yang memaparkan dan
menggambarkan data yang telah terkumpul dengan menggunakan pola pikir
deduktif.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa di dalam mazhab
Hanbali, pernikahan antara perempuan muslim dan laki-laki non-muslim secara
mutlak hukumnya adalah haram, sebagaimana di dalam surat al-Mumtah}anah
ayat 10. Dengan kandungan hikmah (maqa@s}id al-shari@’ah) untuk penjagaan atas

agama perempuan tersebut, tidak dipimpinnya orang muslim oleh orang kafir,
dan penjagaan atas agama anak. Pernikahan antara laki-laki muslim dan
perempuan musyrik hukumnya adalah haram sebagaimana di dalam surat alBaqarah ayat 221, dengan kemaslahatan yang kembali pada hamba yakni
penjagaan atas agama hamba. Sedangkan pernikahan antara laki-laki muslim dan
perempuan ahl al-kita@b hukumnya adalah boleh sebagaimana di dalam surat alMa@idah ayat 5, namun hal itu sebaikanya tidak dilakukan sebab Umar pernah
menyuruh sahabat menceraikan istrinya yang termasuk ahl al-kita@b. Adapun
hikmahnya adalah menjaga agama laki-laki muslim. Akan tetapi penjagaan itu
menuntut kesadaran manusia atas penjagaan agamanya, karena di dalam ayat
tersebut hanya menyebutkan ancaman bagi orang yang kembali menuju
kekafiran.
Dari kesimpulan diatas bagi para pengikut mazhab Hanbali alangkah
baiknya tidak hanya mempertimbangkan makna z}a@hir lafal, tetapi juga
mempertimbangkan konteks teks (siya@q al-kala@m), konteks penerapan hukum,
dan juga maqa@s}id al-shari@‘ah atau tujuan-tujuan hukum dari suatu permasalahan
hukum. Serta bagi para pembaca alangkah baiknya dalam berpikir menerapkan
konsitensi dalam metode yang telah ditetapkan.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...........................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ...........................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................................

iii

PENGESAHAN ...............................................................................................

iv

ABSTRAK .......................................................................................................


v

KATA PENGANTAR .......................................................................................

vi

DAFTAR ISI .....................................................................................................

viii

DAFTAR TRANSLITERASI............................................................................

x

MOTTO ...........................................................................................................

xiii

BAB I


BAB II

BAB III

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ...............................................

12

C. Rumusan Masalah .......................................................................

12

D. Tinjauan Pustaka..........................................................................

13

E. Tujuan Penelitian .........................................................................

15

F. Kegunaan Hasil Penelitian...........................................................

16

G. Definisi Operasional ....................................................................

16

H. Metode Penelitian ........................................................................

18

I. Sistematika Pembahasan .............................................................

19

MAQA@S{ID AL-SHARI@’AH
A. Sejarah Perkembangan Maqa@s}id al-Syari@’ah ..............................

22

B. Pengertian dan Dasar Maqa@s}id al-Shari@’ah ................................

29

C. Klasifikasi Maqa@s}id al-Shari@’ah ..................................................

31

D. Cara Memahami Maqa@s}id al-Syari@’ah ........................................

39

PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT MAZHAB HANBALI
A. Biografi Mazhab Hanbali ............................................................

45

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB IV

B. Metode dalam Penentuan Hukum ...............................................

49

C. Pernikahan Beda Agama menurut Mazhab Hanbali ...................

55

PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT MAZHAB HANBALI
DALAM PERSPEKTIF MAQA@S{ID AL-SHARI@‘AH

A. Analisis Hukum Pernikahan Beda Agama menurut Mazhab
Hanbali ........................................................................................

62

1. Hukum Melakukan Pernikahan .............................................

62

2. Hukum Pernikahan Beda Agama ..........................................

63

B. Tinjauan Maqa@s}id al-Shari@‘ah terhadap Pernikahan Beda
Agama Menurut Mazhab Hanbali ...............................................
1. Pemahaman

Mazhab

Hanbali

terhadap

Maqa@s}id al-Shari@‘ah ..............................................................
2. Maqa@s}id

al-Shari@‘ah

dalam

Pernikahan

Maqa@s}id

al-Shari@‘ah

terhadap

70

Hukum

Pernikahan Beda Agama .......................................................
BAB V

66

Menurut

Mazhab Hanbali ....................................................................
3. Tinjauan

66

72

PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................

79

B. Saran .........................................................................................

80

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan sunnatullah (hukum alam) yang diciptakan
Allah dalam masalah penciptaan dan pewujudan makhluk secara umum, baik
manusia, hewan, maupun tumbuhan. Inilah cara Allah dalam reproduksi
keturunan, memperbanyak populasi, dan mempertahankan kehidupan jenis
makhluk tersebut.1 Di dalam kalimat lain, Abraham Maslow menyebutkan
bahwa diantara kebutuhan manusia, terdapat yang ia sebut dengan kebutuhan
fisiologis, dalam artian kebutuhan seksual, merupakan kebutuhan dasar
manusia yang menjadi syarat untuk melangsungkan kehidupannya.2
Pernikahan merupakan satu-satunya ibadah yang disyariatkan kepada
manusia sejak nabi Adam AS. hingga sekarang dan sampai hari kiamat,
bahkan akan berlanjut hingga di akhirat.3 Pernikahan sebagai ibadah yang
disyariatkan untuk manusia di sepanjang masa, selain sebagai wadah untuk
menyalurkan kebutuhan biologis setiap manusia, juga mengandung dua
dimensi. Kedua dimensi tersebut adalah dimensi ibadah dan dimensi sosial.
Ada beberapa indikator pernikahan mempunyai dimensi ibadah,
diantaranya adalah pernikahan (baca: berhubungan suami istri) lebih baik
dilakukan dalam keadaan sepi, sebagaimana ibadah pada umumnya yang

1

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah Juz II, (Beirut: Dar al-Fikr, 2008), 453.
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, (Yogyakarta: Andi, 2004), 16.
3
Zadah 'Abdurrahman bin Muhammad Sulaiman, Majma' al-Anhur Sharh} Multaqa al-Abh}ur Juz
I, (Beirut: Dar al-Fikr al-Ilmiyyah, 1998), 466.
2

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

lebih baik dilakukan dalam kondisi sepi. Indikator kedua adalah Rasul
memerintahkan umatnya untuk menikah serta telah dipraktekkan oleh
Rasulullah sendiri.4
Dengan pernikahan, Islam ingin menempatkan manusia pada derajat
kemanusiaannya yang membedakannya dengan hewan, yakni dalam
menyalurkan kebutuhan seksual tanpa adanya aturan tersendiri. Dengan
pernikahan yang mengatur dalam penyaluran kebutuhan seksual, ingin
memberikan perlindungan pada diri umatnya yang pada akhirnya akan
mendatangkan kemanfaatan serta menolak kerusakan baik di dunia ini,
maupun setelah di akhirat.
Sebagai konsekuensi adanya dimensi ibadah dalam pernikahan, di
dalam al-Qur’an dan al-Hadits diatur beberapa akibat hukum dari pernikahan.
Diantara aspek-aspek yang diatur adalah subjek hukum pernikahan, hak dan
kewajiban dari subjek hukum, putusnya sebuah pernikahan, dan nasab anak
yang dilahirkan dari sebuah pernikahan.
Pembahasan tentang subjek hukum pernikahan, di dalam al-Qur’an
disebutkan dengan perempuan-perempuan yang dilarang untuk dinikahi.
Tentang perempuan-perempuan yang dilarang untuk dinikahi disebutkan
secara eksplisit di dalam ayat 23 surat al-Nisa@’ :
         
        
4

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

            
           
           
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang
perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu
yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sepersusuan,
ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak perempuan dari isterimu (anak
tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan)
mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. al-Nisa’ : 23)5
Para ulama’ membagi kedalam 2 kelompok perempuan-perempuan
yang tidak boleh dinikahi selamanya (muabbad) dan perempuan-perempuan
yang tidak boleh dinikahi dalam waktu tertentu (muaqqat)6. Menurut mazhab
Maliki, ada 25 perempuan yang dilarang dinikahi selamanya. 14 orang karena
nasab, 8 karena pernikahan, para istri nabi, perempuan yang di-li’an, dan
perempuan yang dinikahi di masa ‘iddah.7
Adapun perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi dalam
waktu tertentu sebanyak 23 orang. Diantaranya adalah orang murtad (orang

5

Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 136.
Yang dimaksud muaqqat bukan karena ada batasan waktu yang telah ditentukan, melainkan
karena adanya suatu syarat yang tidak terpenuhi. Sehingga ketika syarat tersebut telah terpenuhi,
maka pernikahan tersebut dapat dilaksanakan. Lebih lanjut lihat Abdurrahman al-Jaziri, Kitab alFiqh ‘ala@ al-Madza@hib al-Arba’ah Juz IV, (Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiyyah, 2003), 60.
7
Wahbah Zuhailiy, al-Fih al-Islamiy wa Adillatuhu Juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr, 1985), 129.
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

yang keluar dari agama Islam) dan selain perempuan kitabiyyah.8 Disini
terjadi dinamika pemikiran sejak masa sahabat hingga sekarang. Bagaimana
hukum laki-laki muslim menikahi perempuan non-muslim atau sebaliknya.
Baik perempuan tersebut khusus ahl al-kita@b atau perempuan non-muslim
secara umum.9
Perbedaan pendapat itu juga terjadi di Indonesia. Di dalam UU
Nomer 1 Tahun 1974 tidak secara eksplisit mengatur tentang pernikahan
beda agama. Akan tetapi, menurut Ahmad Sukarja, di dalam pasal 2 ayat 1
UU No 1 Tahun 1974 menyebutkan, “Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaannya itu” dan pasal
8 point f “Perkawinan dilarang antara dua orang yang : (f) Mempunyai
hubungan yang oleh agamanya atau aturan lain yang berlaku, dilarang
kawin."10 Hukum agama Islam di Indonesia yang mempunyai kekuatan
hukum adalah Kompilasi Hukum Islam.11 Di dalam Kompilasi Hukum Islam
pasal 40 butir c dan pasal 44 secara tegas melarang pernikahan antara seorang
yang beragama Islam (baik laki-laki ataupun perempuan) dengan orang nonmuslim. Dengan demikian pernikahan antara orang Islam dan non-muslim di

8

Ibid., 130.
Perbedaan pendapat tentang pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan non-muslim sudah
terjadi sejak masa sahabat. Sebagian membolehkan menikahi perempuan ahl al-kitab sebagai
pengkhususan dari perempuan musyrik yang haram dinikahi. Tetapi sebagian mengharamkannya.
Lihat Al-Qurthubi, Al-Ja@mi’ al-Ahka@m al-Qur’an, Juz III, (Riyadl: Dar ‘Alam al-Kutb, 2003), 68.
Di Indonesia, akan dibahas setelah ini.
10
Suhadi, Kawin Lintas Agama Perspektif Kritik Nalar islam, (Yogyakarta: LkiS, 2006), 52.
11
Kompilasi Hukum Islam berkekuatan hukum di Indonesia dengan menggunakan Instruksi
Presiden (Inpres) No 1 Tahun 1991 untuk dijadikan pedoman bagi hakim-hakim di Pengadilan
Agama.
9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Indonesia diyakini dilarang berdasarkan ketentuan agama maupun ketentuan
peraturan perundang-undangan negara.
Al-Qur’an, membahas khusus tentang pernikahan beda agama di
dalam 3 (tiga) tempat, yakni ayat 221 surat al-Baqarah, ayat 5 surat alMaidah, dan ayat 10 surat al-Mumtahanah. Dari ketiga ayat tersebut, ada 3
term yang muncul, yakni musyrik, kafir, dan ahl al-kitab. Pada ayat 221 surat
al-Baqarah mengungkapkan larangan mengawini orang musyrik, baik lakilaki mengawini perempuan musyrik maupun sebaliknya. Adapun surat alMumtahanah ayat 10 menyebutkan larangan perempuan mukmin dikawinkan
dengan laki-laki kafir. Sedangkan ayat 5 surat al-Maidah menjelaskan adanya
kebolehan bagi pengikut Muhammad untuk menikahi ahl al-kitab.12
Di dalam mazhab Hanbali, seorang laki-laki boleh menikahi
perempuan ahli kitab secara mutlak baik ahli kitab harbi (memusuhi Islam)
ataupun ahli kitab dzimmi (tunduk pada pemerintahan Islam). Tidak makruh
baik ahli kitab harbi maupun dzimmi, karena ayat dinyatakan secara mutlak
kebolehannya tidak ada pengkhususan bagi ahli kitab dzimmi saja. Namun
dengan syarat, kedua orang tua dari perempuan tersebut harus juga ahli kitab.
Jika salah satu dari ayah atau ibunya tidak ahli kitab (seperti penyembah
berhala) maka menikahi perempuan tersebut dilarang.13
Di dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 5 membolehkan adanya
pernikahan antara laki-laki muslim dengan ahl al-kitab (Nasrani dan Yahudi),
akan tetapi di dalam KHI kebolehan itu dihapuskan dan secara mutlak
12
13

Suhadi, Kawin Lintas Agama Perspektif Kritik Nalar Islam, 20.
al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala@ al-Madza@hib al-Arba’ah Juz IV, 73.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

melarang pernikahan antara orang Islam dengan non-Islam.14 Hal ini terjadi
karena adanya kekhawatiran yang berlebih terhadap fenomena perpindahan
agama seorang muslim yang diakibatkan adanya pernikahan beda agama.
Pernikahan beda agama menjadi ketakutan tersendiri bagi para elit muslim.
Ketakutan ini membuatnya buta, hingga menemukan momentumnya di KHI
bukan hanya dengan melarang perkawinan antara perempuan muslim dengan
laki-laki non-muslim, tetapi juga melarang laki-laki muslim mengawini
perempuan ahl al-kitab.15
Pernikahan beda agama yang dilarang di Indonesia terdapat alasan
politik dan persaingan antar agama, khususnya Islam dan Kristen (Katolik
dan Protestan), yang mengakibatkan keluarnya fatwa MUI pada tanggal 1
Juni 1980 dan mencapai puncaknya diberlakukannya KHI sebagai pedoman
hakim di Pengadilan Agama. Di dalam buku Kawin Lintas Agama Perspektif
Kritik Nalar Islam disebutkan bahwa di dalam masalah nikah lintas agama,
umat

Islam

masih

terkungkung

dalam

“nalar

politik-agama”.

Keterkungkungan ini terlalu lama, sehingga sulit untuk keluar dan menuju
“nalar religi” yang lebih jernih.16
Di dalam sisi lain, terdapat pendapat dari Kaum Islam Liberalis
Progresif yang terkumpul dalam organisasi bernama Jaringan Islam Liberal
(JIL). Kelompok ini berpendapat bahwa pernikahan beda agama adalah hal
yang diperbolehkan. Ulil Abshor Abdala, kordinator JIL, berpendapat bahwa
14

Suhadi, Kawin Lintas Agama Perspektif Kritik Nalar Islam, 129.
Ibid., 145.
16
Ibid., 153.
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

larangan pernikahan beda agama sudah tidak relevan lagi dan al-Qur’an
sendiri tidak pernah secara tegas melarang pernikahan beda agama. Abdul
Moqsith Ghazali juga berpendapat bahwa dalam pemahaman secara bahasa
(literal) pun pernikahan antara laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab
atau antara perempuan muslimah dengan laki-laki non-muslim (ahli kitab),
diperbolehkan. Selain itu juga, tidak ditemukan di dalam teks-teks
keagamaan tentang larangan pernikahan perempuan muslimah dengan lakilaki non-muslim (ahli kitab). Sehingga tidak adanya dalil yang melarang itu
adalah dalil diperbolehkannya pernikahan tersebut.
Ada 3 pokok pikiran yang dijadikan landasan oleh kelompok Islam
Progresif ini. Pertama, landasan historis. Ada beberapa sahabat nabi yang
tercatat dalam sejarah menikahi perempuan-perempuan non-muslim (ahli
kitab), seperti Utsman bin Affan menikah dengan Bailah binti Qaraqashah al
Kalbiyah beragama Nasrani. Kedua, landasan teologis normatif. Mereka
masih menggunakan teks-teks keagamaan sebagai dalil, dalam masalah ini
masih berlandaskan pada ayat 5 surat al-Maidah. Di dalam ayat ini,
diperbolehkan menikahi perempuan ahl al-kitab. Ketika merujuk pada kitabkitab tafsir, term ahl al-kitab tidak hanya terbatas pada Yahudi dan
Nashrani, sehingga pada kesimpulannya agama-agama yang ada di Indonesia
termasuk ahl al-kitab. Ketiga, paham pluralisme. Yang membawanya pada
kesimpulan bahwa semua agama ada dalam satu keluarga besar yang sama

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

yaitu keluarga pencipta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada
ujungnya.17
Dalam menyikapi tentang pernikahan beda agama, golongan pertama
yang diwakili oleh fatwa MUI dan Kompilasi hukum Islam, cenderung masih
memahami suatu ayat dengan literal, sehingga sulit dalam menyelesaikan
permasalahan kontemporer termasuk pernikahan beda agama. Sedangkan
kelompok kedua, terkesan kurang memperhatikan teks-teks keagamaan,
khususnya ayat-ayat al-Qur’an. Sehingga diperlukan suatu pendekatan lain
yang

dapat

mengakomodasi

kedua

kelompok

tersebut

dan

tidak

menghilangkan semangat moral dan spiritual hukum Islam.
Islam adalah agama yang sesuai dengan segala tempat dan waktu.
Keyakinan ini berimplikasi bahwa hukum-hukum Islam juga harus mampu
menyelesaikan permasalahan kontemporer dengan tidak menghilangkan
semangat moral dan spiritual hukum Islam. Hal ini dapat diwujudkan dengan
menangkap prinsip-prinsip dasar, makna-makna universal, dan tujuan-tujuan
yang terkandung di dalamnya untuk selanjutnya diterapkan dalam wajah
baru yang sesuai dengan semangat merealisasikan kemasalahatan umum.18
Disini letak urgensi pemahaman atas maqa@s}i@d al-syari@’ah yang menjadi
penentu benar atau tidaknya suatu hukum.

17

It. Imam Hurmain, Pernikahan Lintas Agama dalam Perspektif Jaringan Islam Liberal, artikel
pernah disampaikan diskusi Rutin yang di selenggarakan F.U.S.UIN. Riau Tangga1 5 Desember
2007
18
Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Fiqh al-Aqalliyat dan Evolusi Maqashid al-Syari’ah
dari Konsep ke Pendekatan, (Yogyakarta: LkiS, 2012), 236.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Di dalam sejarah ilmu ushul fiqh, istilah maqa@s}i@d al-syari@’ah tidak
ditemukan secara tegas di dalam pemikiran ulama’-ulama’ ushul fiqh
sebelum masa Al-Syatibi.19 Di tangan al-Syatibi maqa@s}i@d al-syari@’ah menjadi
bagian dari ushul fiqh. Disinilah terjadi pertemuan antara teori hukum Islam
dan filsafat Hukum Islam. Maka tidak mengherankan oleh para ulama’, alSyatibi dikukuhkan sebagai Mua’assis ‘Ulum al-Maqa@s}i@d al-Syari@’ah
(pendiri ilmu maqa@s}i@d al-syari@’ah).20
Menurut Jaser Audah, terdapat tiga hal yang disumbangkan oleh alSyatibi dalam reformasi maq@ashid al-syari’ah. Pertama, pergeseran maq@ashid

al-syari’ah dari unrestricted interest (kepentingan yang tidak dibatasi dengan
jelas) menuju ke fundamentals of law (point inti hukum). Kedua, pergeseran
dari wisdom behind ruling (hikmah dibalik aturan hukum) menuju bases for

the ruling (dasar bagi pengaturan hukum). Ketiga, pergeseran dari
uncertainty (dzanniyyah) ke certainty (qath’iyyah).21
Dari sini penulis dapat melihat al-Syatibi menggeser maq@ashid al-

syari’ah dari konsep yang diam (tidak bergerak) menjadi sebuah landasan
metodologis yang aktif dan dinamis. Maq@ashid al-syari’ah bukan hanya

19

Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah menurut al-Syatibi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
1996), 57.
20
Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Fiqh al-Aqalliyat dan Evolusi Maqashid al-Syari’ah
dari Konsep ke Pendekatan, 189.
21
Jasser Audah, Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law a Systems Approach, (London:
IIIT, 2008), 20-21.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

menjadi alat pembenaran ijtihad, tetapi dijadikan sebagai landasan dalam
berpikir bahkan menjadi penentu benar tidaknya suatu ijtihad.22
Konsep dasar di dalam maq@ashid al-syari’ah menurut al-Syatibi
adalah bahwa pembebanan syari’at untuk manusia selalu bermuara pada
penjagaan tujuan-tujuan syariat. Tujuan syariat tersebut oleh al-Syatibi
dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan, yakni dlaruriyya@t, h}a@jiyya@t, dan tah}si@niyya@t.

Maqas}hid al-Dlaruriyya@t terdapat 5 unsur yang menjadi pokok dari tingkatan
kemaslahatan yang lain, yaitu penjagaan terhadap agama, jiwa (diri), akal,
keturunan, dan harta benda.23
Penjagaan agama mengambil dua bentuk yakni menjaga agar agama
Islam tetap berada di dalam diri manusia serta menjaga eksistensi agama
Islam.24 Dalam pandangan ulama’ yang melarang adanya pernikahan beda
agama yang dikhawatirkan adalah terjadinya perpindahan agama, dan
memang hal ini sejalan maq@ashid al-syari’ah yang terdapat di dalam ayat 221
surat al-Baqarah dan ayat 5 surat al-Maidah, akan tetapi kekhawatiran itu
tidak sepenuhnya terjadi pada setiap pernikahan beda agama. Dengan
kedewasaan keagamaan masing-masing pihak, perpindahan agama tidak
akan terjadi. Kalaupun seandainya memang terdapat pihak yang berpindah
agama, Islam tidak mengenal paksaan dalam masalah keyakinan. Karena

22

Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Fiqh al-Aqalliyat dan Evolusi Maqashid al-Syari’ah
dari Konsep ke Pendekatan, 194-195.
23
Ibrohim bin Musa al-Syatibi, al-Muw@afaq@at, (Arab Saudi: Dar Ibn ‘Affan, 1997), 20.
24
Ahmad al-Raysuni, Nadzariyyat al-Maqas}hid ‘inda al-Imam al-Syatibi, (Virginia: al-Ma’had al‘Ali li al-Fikr al-Islamiy, 1995), 146.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Islam hanya mengarahkan kemana seharusnya berjalan, agar kelak
mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.25
Dari pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
pada pernikahan beda agama yang menjadi polemik hukum, menggunakan
paradigma maq@ashid al-syari’ah yang dikembangkan oleh al-Syatibi.
Meskipun pada masa sekarang kajian maq@ashid al-syari’ah sudah sangat
maju, bahkan ditangan Ibnu Asyur telah menjadi ilmu yang mandiri26, tetapi
kajian maq@ashid al-syari’ah menurut al-Syatibi tetap menarik karena hingga
sekarang, pembahasan maq@ashid al-syari’ah tetap identik dan tidak bisa
lepas dari nama al-Syatibi. al-Syatibi adalah ulama’ pertama yang
memberikan pedoman aplikatif dalam menggunakan maq@ashid al-syari’ah
sebagai sebuah pendekatan.
Dalam penelitian ini, akan dipaparkan teori al-Syatibi tentang
tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk menemukan maq@ashid al-syari’ah,
metode dan kaidah yang dikembangkan untuk menggunakan maq@ashid al-

syari’ah sebagai sebuah pendekatan, dan pada puncak pembahasan, peneliti
akan berusaha menerapkan teori al-Syatibi tersebut pada pernikahan beda
agama di Indonesia.
Oleh karena itu, peneliti dalam penelitian ini mengangkat judul
“Pernikahan Beda Agama menurut Hanbali dalam Perspektif Maqa@s}id al-

Syari@’ah”.
25

M. Subhan et al., Tafsir Maqashidi Kajian Tematik Maqashid al-Syari’ah, (Kediri: Lirboyo
Press, 2013), 81.
26
Ibid., 197.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, penulis dapat
mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1. Hikmah pernikahan dalam Islam.
2. Tujuan disyariatkannya pernikahan.
3. Pernikahan beda agama menurut mazhab Hanbali.
4. Teori maqa@s}id al-syari@’ah dalam memandang pernikahan yang dilakukan
antara orang yang berbeda agama.
Melihat luasnya permasalahan yang muncul dari latar belakang di
atas, penulis membatasi penelitian ini dengan hanya memfokuskan
pembahasan pada masalah-masalah berikut ini :
1. Hukum pernikahan beda agama menurut mazhab Hanbali.
2. Tinjauan maqa@s}id al-syari@’ah terhadap perkawinan beda agama menurut
Mazhab Hanbali.

C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, identifikasi dan batasan
masalah, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana hukum pernikahan beda agama menurut mazhab Hanbali?
2. Bagaimana tinjauan maqa@s}id al-syari@’ah terhadap perkawinan beda
agama menurut mazhab Hanbali?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

D. Tinjauan Pustaka
Dalam telaah pustaka yang telah dilakukan, peneliti tidak
menemukan penelitian yang membahas tentang pernikahan beda agama
dalam perspektif maqa@s}id al-syari@’ah. Di sisi lain, penulis telah menemukan
beberapa penelitian yang membahas tentang pernikahan beda agama akan
tetapi bukan dipandang dari perspektif maqa@s}id al-syari@’ah, penelitianpenelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Skripsi di IAIN Sunan Ampel pada tahun 2003 dengan judul “Nikah
Beda Agama Dalam Perspektif Syariah dan Relevansinya dengan Hak
Asasi Manusia (Studi Kritis Terhadap Pemikiran Abdullah Ahmad AnNa’i@m). Pada skripsi ini, peneliti mengemukakan relevansi nikah beda
agama dalam perspektif syariah dengan Hak Asasi Manusia menurut anNa’im. Menurut an-Na’im tidak ada alasan bagi agama untuk melarang
umatnya secara bebas memilih pasangan yang berbeda keyakinan, tetapi
oleh peneliti cita-cita an-Na’im dianggap suatu utopis belaka. Selain itu,
skripsi ini juga membahas tentang penerapan hukum Islam tentang nikah
beda agama yang masih didasarkan pada syariah historis menurut anNa’im.
2. Skripsi di IAIN Sunan Ampel fakultas Syariah tahun 2006 dengan judul,
“Studi Kritis Terhadap Pemikiran Nurcholis Madjid dan Kompilasi
Hukum Islam (KHI) tentang Kawin Beda Agama”. Dalam penelitian ini,
peneliti menyatakan bahwa menurut Nurcholis Madjid kawin beda
agama adalah diperbolehkan, antara laki-laki muslim dengan perempuan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

ahlul kitab. Tetapi ketika antara perempuan muslimah dengan lelaki
ahlul kitab, Nurcholis Madjid menggaris bawahi prinsip dasar tentang
tidak adanya pemaksaan dalam hal agama. Akan tetapi menurut KHI,
secara tegas untuk melarang pernikahan beda agama.
3. Skrips di IAIN Sunan Ampel fakultas Syariah tahun 2008 dengan judul
“Studi Analisis Terhadap Kawin Beda Agama dalam Perspekti Fiqh
Lintas Agama.” Dalam penelitian ini, peneliti menjelaskan bahwa dalam
fiqih

lintas

agama,

kawin

beda

agama

adalah

sesuatu

yang

diperbolehkan. Pendapat ini berlandaskan ayat 5 surat al-Maidah. Selain
itu menurut peneliti, dalam pandangan fiqh lintas agama, terminologi
ahlul kitab yang ada pada masa nabi dan masa sekarang adalah sama.
Sedangkan menurut ulama’ fiqh, terminologi ahlul kitab hanya
dikhususkan pada zaman Nabi saja, karena pada zaman nabi mereka
(ahlul kitab) masih berpedoman pada tauhid, sedangkan sekarang mereka
mengakui adanya konsep trinitas.
4. Skrips di IAIN Sunan Ampel fakultas Syariah tahun 2002 dengan judul
“Analisis Hukum Islam terhadap Keluarga Sakinah dari Perkawinan Beda
Agama”. Dalam penelitian ini, peneliti berkesimpulan bahwa perkawinan
antara laki-laki dengan perempuan yang berlainan agama, tidak akan
merasakan kebahagiaan lahir dan batin melainkan hanya mementingkan
kebahagiaan dunawi saja. Padahal, menurut peneliti tersebut, pada
dasarnya Islam memberikan perhatian kepada kepentingan umatnya
secara utuh duniawi dan ukhrowi.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

5. Skripsi di IAIN Sunan Ampel fakultas Syariah tahun 2005 dengan judul
“Analisis Atas Ketentuan Hukum Perkawinan Beda Agama dalam
Kompilasi Hukum Islam dan Counter Legal Draff KHI”. Dalam
penelitian ini, disebutkan bahwa menurut KHI pernikahan beda agama
adalah dilarang secara mutlak, sedangkan menurut CLD KHI, pernikahan
antara laki-laki muslim dengan perempuan non-muslim atau perempuan
muslimah dengan laki-laki non-muslim itu diperbolehkan. Dari kedua
kubu ini, sama-sama mendasarkan pendapatnya pada surat al-Baqarah
ayat 221, surat al-Maidah ayat 5, dan surat al-Mumtahanah ayat 10.
6. Skripsi di IAIN Sunan Ampel fakultas Syariah tahun 1998 dengan judul
“Tinjauan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
terhadap Perkawinan Beda Agama.” Dalam penelitian ini, peneliti
berkesimpulan bahwa di dalam UU tentang Perkawinan tersebut tidak
mengatur tentang perkawinan beda agama, sehingga ketika orang yang
ingin melakukan pernikahan beda agama, mereka menggunakan berbagai
cara. Dengan berbagai cara tersebut tentunya bukan solusi yang baik,
akan tetapi malah menjadi ketidakjelasan hukumnya.
7. Skripsi di IAIN Sunan Kalijaga fakultas Syariah tahun 2000 dengan judul
“Penerapan Kritik Nalar Islam Arkoun atas Larangan Perkawinan
Antaragama dalam Hukum Islam”.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

1. Mengetahui hukum pernikahan beda agama menurut mazhab Hanbali.
2. Mengetahui tinjauan maqa@s}id al-syari@’ah terhadap perkawinan beda
agama menurut mazhab Hanbali.

F. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan, setidaknya
dalam 2 (dua) hal berikut ini :
1. Aspek Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas
pengetahuan tentang aplikasi teori maqa@s}id al-syari@’ah dalam kasuskasus tertentu serta diharapkan hasil penelitian ini menjadi dasar
penyusunan penelitian lanjutan yang relevan dengan penelitian ini.
2. Aspek Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pembuat undang-undang serta para ulama’ dan dai dalam menentukan
hukum perkawinan antara orang yang berbeda agama, khususnya antara
orang Islam dan non-muslim.

G. Definisi Operasional
Untuk memperoleh gambaran yang luas dan pemahaman yang utuh
tentang judul penelitian ini, maka akan dijelaskan sub-sub bagian dari judul
penelitian ini sebagai berikut :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

1. Pernikahan Beda Agama
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pernikahan beda agama
adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan yang
berbeda agama. Salah satu pihak beragama Islam dan lainnya beragama
selain Islam.
2. Mazhab Hanbali
Adalah salah satu mazhab dalam hukum Islam (fiqh) yang didirikan oleh
Ahmad bin Hanbal.
3. Perspektif
Yang dimaksud perspektif disini adalah sudut pandang27 yang diambil
dalam penelitian ini. Teori maqas~hi@d al-syar@iah menurut al-Syatibi yang
menjadi sudut pandang penliti dalam menganalisis pernikahan beda
agama.
4. Maqa@s}id al-Syari@’ah

Maqa@s}id al-Syari@’ah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Tujuantujuan akhir yang harus terealisasi dengan diaplikasikannya syariat, baik
berupa maqa@s}id al-syari@’ah al-‘a@mmah (keseluruhan aspek syariat)
maupun maqa@s}id al-syari@’ah al-kha@s{s{ah (khusus suatu bab tertentu yakni
pernikahan).28

27

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 864.
Ini menurut Yusuf Hamid al’Alim dalam bukunya al-Maqa@s}id al-‘Ammah li al-Syari@’ah alIsla@miyyah, yang dikutip oleh Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Fiqh al-Aqalliyat dan
Evolusi Maqashid al-Syariah dari Konsep ke Pendekatan, 183.

28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

H. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif melalui studi kepustakaan yang relevan dengan
penelitian ini.
2. Data yang Dikumpulkan
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, untuk dapat
menjawab rumusan masalah tersebut, data yang perlu untuk dikumpulkan
adalah sebagai berikut :
a. Biografi Ahmad bin Hanbal.
b. Metode penentuan hukum dalam mazhab Hanabilah.
c. Hukum pernikahan beda agama menurut mazhab Hanabilah.
3. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini, semuanya berupa data
tertulis, karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Adapun
sumber-sumber data tersebut adalah sebagai berikut :
a) Al-Qur’an dan al-Hadits
b) Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Jami’ al-Baya@n ‘an Ta’wil ai al-

Qur’an.
c) Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal.
d) Ibnu Najar, Syarhul Kaukibil Munir.
e) Ibnu Qudamah, Raudhatun Nadhir wa Jannatul Munadhir.
f) Ibnu Qudamah, Umdat al-Fiqh fi al-Madzhab al-Hanbali.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

g) Ibnu Muflih al-Hanbali, al-Furu' fi al-Fiqh al-Hanbali.
h) Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab al-Fiqh ‘ala@ al-Madza@hib al-Arba’ah.
i) Buku, Jurnal, dan artikel lain yang berhubungan dengan penelitian
ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kepustakaan ini, pengumpulan data dilakukan penulis
melalui teknik dokumentasi. Dengan teknik ini, penulis melakukan
penelaahan bacaan yang sesuai dengan objek penelitian yakni hukum
pernikahan beda agama menurut mazhab Hanabilah.
5. Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analitis dengan menggunakan pola pikir deduktif yakni dengan
mengungkapkan teori maqa@s}id al-syari@’ah, kemudian menjelaskan hukum
perkawinan beda agama menurut mazhab Hanabilah, serta kemudian
penerapan teori maqa@s}id al-syari@’ah terhadap hukum perkawinan beda
agama menurut mazhab Hanabilah.

I.

Sistematika Penulisan
Penelitian ini membutuhkan pembahasan yang sistematis agar lebih
mudah dalam memahami dan penulisan skripsi. Oleh karena itu, penulis akan
menyusun penelitian ini ke dalam 5 (lima) bab pembahasan. Adapun
sistematika pembahasan tersebut secara umum adalah sebagai berikut :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Bab Pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, definisi operasional,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Dalam bab ini, deskripsi
awal yang menjadi titik tolak penelitian akan dijelaskan. Selain itu, yang
paling penting adalah rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian
ini setelah melihat latar belakangnya.
Bab Kedua, landasan teori penelitian ini yang berisi sejarah
perkembangan maqa@s}id al-syari@’ah, pengertian dan dasar maqa@s}id al-

syari@’ah, klasifikasi maqa@s}id al-syari@’ah, cara memahami maqa@s}id alsyari@’ah, dan metode ijtihad yang harus dikembangkan serta peranan
maqa@s}id al-syari@’ah di dalamnya. Dalam bab kedua, teori yang digunakan
dalam penelitian ini dijelaskan. Teori maqa@s}id al-syari@’ah ini yang akan
menjadi landasan dan alat menganalisis tentang pernikahan beda agama
menurut mazhab Hanbali.
Bab Ketiga, data yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri atas
biografi Ahmad bin Hanbal, metode dalam penentuan hukum, dan
pernikahan beda agama menurut mazhab Hanbali. Bab ini mengemukakan
objek dan fokus pembahasan dalam penelitian ini, sehingga menjadi jelas
objek penelitian tersebut.
Bab Keempat, berupa analisis maqa@s}id al-syari@’ah terhadap
pernikahan beda agama menurut mazhab Hanbali. Bab ini merupakan
penerapan teori maqa@s}id al-syari@’ah yang terdiri atas metode penentuan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

hukum menurut mazhab Hanbali, konstruksi hukum pernikahan beda agama
menurut mazhab Hanbali, dan hukum pernikahan beda agama yang
berdasarkan maqa@s}id al-syari@’ah.
Bab Kelima, berupa penutup yang berisi tentang kesimpulan dari
penelitian ini dan saran-saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
MAQA@S{ID AL-SYARI@’AH

A. Sejarah Perkembangan Maqa@s}id al-Syari@’ah
Tidak banyak buku ataupun kitab yang membahas tentang
perkembangan maqa@s}id al-syari@’ah dari masa ke masa secara utuh.
Kebanyakan pembahasan maqa@s}id al-syari@’ah secara parsial dengan
memaparkan pembahasan tokoh, dan berhenti sampai al-Syatibi. Ahmad alRaysuni dalam makalahnya, memaparkan kronologis ulama yang ikut
terlibat dalam perkembangan maqa@s}id al-syari@’ah

hingga perkembangan

masa setelah al-Syatibi yakni sampai kemunculun Muhammad Ibnu Thahir
ibn ‘Asyu@r.1 Selain Ibnu ‘Asyu@r, kitab yang memaparkan perkembangan
pemikiran ulama tentang maqa@s}id al-syari@’ah adalah kitab Maqa@s{id al-

Syari@’ah al-Isla@miyyah wa ‘Alaqatuha@ bi al-Adillah al-Syar’iyyah yang
ditulis oleh Muhammad Sa’id bin Ahmad bin Mas’ud al-Yubi.
Di dalam makalah tersebut, al-Raysu@ni berkesimpulan bahwa

maqa@s}id al-syari@’ah mengalami kemajuan besar pada tiga tokoh ulama’.
Mereka adalah Ima@m al-Haramayn Abu@ al-Ma’ali@ ‘Abd Allah al-Juwayni@
(wafat 478 H), Abu@ Isha@q al-Sya@tibi@ (wafat 790 H), dan Muhammad al-T{a@hir
ibn ‘A@syu@r (wafat 1379 H / 1973 M). Penyebutan ini dengan tidak
mengesampingkan peran-peran ulama’ lain yang memiliki andil besar dalam
mengawali dan mempertegas konsep maqa@s}id al-syari@’ah. Tetapi di tangan

1

Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Fiqh al-Aqalliyat dan Evolusi Maqa@shid al-Syari@’ah dari
Konsep ke Pendekatan, (Yogyakarta: LkiS, 2012), 189.

22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

ketiga ulama inilah maqa@s}id al-syari@’ah mengalami pergeseran yang benarbenar tampak berbeda dari konsep maqa@s}id al-syari@’ah yang ada sebelum
masa mereka.2
Sebelum al-Juwayni, terdapat ulama’ yang terkenal dengan sebutan
Al-Turmudhi al-Haki@m. Al-Turmudhi al-Haki@m3 adalah orang yang pertama
kali menggunakan lafadl “Maqa@s{id” di dalam judul kitabnya yakni al-S{ala@t

wa Maqas{iduha@ dan al-Hajj wa Asra@ruha@. Di dalamnya terdapat pembahasan
tentang illat, rahasia, dan hikmah hukum dari shalat serta haji.4 Ini yang
menjadi cikal bakal dari kajian maqa@s}id al-syari@’ah secara umum.
Setelah al-Turmudhi al-Haki@m, muncullah Abu@ Bakr al-Qaffa@l alShashi@ atau yang biasa dikenal dengan sebutan al-Qaffa@l al-Kabi@r. Beliau
dianggap ulama’ pertama yang mengkaji maqa@s}id al-shari@’ah dari sisi
cakupan syari’ahnya yaitu di dalam kitabnya yang berjudul Mah}a@sin al-

Shara@’i’ fi furu@’ al-Shafi’iyyah Kitab fi@ Maqa@s}id al-Shari@’ah. Di dalam
muqaddimah kitab tersebut, al-Qaffal mengatakan bahwa tujuan ditulisnya
kitab tersebut adalah untuk menjawab mereka yang mempertanyakan
kebijakan dan keindahan syariat Islam. Istilah yang digunakan memang

mah}a@sin, tetapi inilah tulisan tertua yang isinya sama dengan maqa@s}id.5

2

Ahmad al-Raysu@ni@, “al-Bahth fi Maqas{id al-Syari@’ah Nasy’atuhu wa Tat{awwuruhu wa
Mustaqbaluh”, makalah yang disampaikan pada seminar tentang maqa@s}id al-syari@’ah yang
diadakan oleh Muassasah al-Furqa@n li al-Turath al-Isla@miy di London pada tanggal 01-05 Maret
2005 didownload dari http://www.riyadhalelm.com/catsmktba-282.html pada tanggal 10 Oktober
2015.
3
Nama aslinya adalah Abu@ ‘Abd Allah Muhammad bin ‘Ali@ al-Turmudhi. Terjadi perbedaan
tentang tahun wafatnya, namun menurut pendapat yang kuat adalah ia hidup sampai abad ke-3 H.
4
Ahmad al-Raysu@ni@, “al-Bahth fi Maqas{id al-Syari@’ah ..” , 5-6.
5
Ibid., 3-5.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Perkembangan berikutnya adalah pemikiran dari Abu@ al-Hasan al‘Amiri (wafat 381 H). Berbeda dengan para ulama’ sebelumnya yang hanya
menguasai keahlian fiqh, beliau ulama’ yang ahli dalam filsafat dan ilmu
kalam, dalam kitabnya yang berjudul al-I’la@m bi Mana@qib al-Isla@m6 beliau
menyatakan bahwa dalam rangka membangun kehidupan individu dan sosial
yang baik haruslah menegakkan lima pilar, yang tanpanya kemaslahatan
tidak akan terealisasi. Kelima pilar tersebut adalah mazjarah qatl al-nafs
(sanksi hukunm untuk pembunuhan jiwa), mazjarah akhdh al-ma@l (sanksi
hukum untuk pencurian harta), mazjarah hatk al-satr (sanksi hukum untuk
membuka aib), mazjarah thalb al-‘ird} (sanksi hukum untuk pengrusakan
kehormatan), dan mazjarah khal’ al-Bayd}ah (sanksi hukum untuk pelepasan
kehormatan). Lima pilar ini yang kemudian menjadi cikal bakal al-d}aru@riyya@t

al-khams yang menjadi inti pembahasan maqa@s}id al-shari@’ah pada
perkembangan selanjutnya.7
Imam al-Haramayn ‘Abd al-Ma@lik al-Juwayni, walaupun tidak
menulis kitab dengan tema khusus maqa@s}id al-shari@’ah, akan tetapi beliau
termasuk yang harus disebut ketika membicarakan maqa@s}id al-shari@’ah.
Beliau adalah ulama’ yang merumuskan dasar-dasar maqa@s}id al-shari@’ah
dengan membagi kemaslahatan ke dalam tiga tingkatan yakni d{aruriyya@t,

h}ajiyya@t, dan tah}siniyya@t. Pembahasan tersebut terdapat di dalam kitab
momumentalnya yakni al-Burha@n fi@ Us}u@l al-Fiqh.8

6

Kitab tersebut adalah kitab yang membahas tentang perbandingan agama.
Ahmad al-Raysu@ni@, “al-Bahth fi Maqas{id al-Syari@’ah ..” , 6-7.
8
Ibid., 8-9.

7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Nama yang populer setelah al-Juwayni adalah sang murid jenius
dengan keahlian multidisipliner, Abu@ H{a@mid al-Ghaza@li@. Di tangannya, aspek

d{aru@riyya@t dijabarkan ke dalam al-d{aru@riyya@t al-khams, yang tanpanya
maslahah dinyatakan tidak ada. Al-d{aru@riyya@t al-khams menurutnya pasti
dimiliki oleh setiap agama dan syariat demi untuk kebaikan manusia. Dialah
orang pertama yang memberikan nama al-d{aru@riyya@t al-khams, menjelaskan
secara rinci dan menyusun urutan dengan agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta sebagai hal-hal yang dilindungi oleh Islam. Hal ini dijelaskan dalam
kitabnya yang berjudul al-Mustas}fa fi ‘Ilm al-Us}u@l.9
Kajian maqa@s}id al-shari@’ah mengalami perkembangan yang signifikan
oleh hadirnya al-Sha@t}ibi@ yang telah dikukuhkan oleh sejarah sebagai pendiri
ilmu maqa@s}id al-shari@’ah. Sampai saat ini, tak seorang pun yang membahas

maqa@s}id al-shari@’ah tanpa menyebut namanya sehingga seolah-olah maqa@s}id
al-shari@’ah identik dengannya. Nama asli beliau adalah al-Ima@m Abu@ Ish}a@q
Ibra@hi@m bin Mu@sa@ bin Muhammad al-Lakhmi@ al-Sha@t}ibi@ al-Gharna@t}i@. Dua
kitabnya yang fenomenal adalah al-I’tis}a@m dan al-Muwa@faqa@t fi@ Us}u@l al-

Shari@’ah.10 Al-Sha@t}ibi@ dianggap mampu membuka ilmu tersebut yang
terkunci, mengurai kejanggalan, merinci keumuman, menjabarkan kaidahkaidah serta menyusun pembahasan secara sistematis.11
Kitab al-Muwa@faqa@t membuat kajian maqa@s}id al-shari@’ah mengalami
metamorfosis sempurna. Kitab yang membahas maqa@s}id al-shari@’ah secara
9

Ibid., 13.
Ibid., 14.
11
Muhammad bin Sa’d bin Mas’ud al-Yubi, Maqa@s}id al-Shari@’ah al-Isla@miyyah wa ‘Ala@qatuha@ bi
al-Adillah al-Shar’iyyah, (Riyadl : Dal al-Hijr, 1998), 68.
10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

luas tersebut, tidak hanya menjabarkan definisi dan konsep n