NASKAH PUBLIKASI Prarancangan Pabrik Dimetil Tereftalat Dari Asam Tereftalat Dan Metanol Dengan Katalis Alumina Aktif Kapasitas 150.000 Ton/Tahun.

(1)

NASKAH PUBLIKASI

PRARANCANGAN PABRIK DIMETIL TEREFTALAT

DARI ASAM TEREFTALAT DAN METANOL

DENGAN KATALIS ALUMINA AKTIF

KAPASITAS 150.000 TON/TAHUN

Oleh

Adika Mar’atus Sholaika

D 500 100 070

Dosen Pembimbing 1. Rois Fatoni, S.T., M.Sc., Ph.D. 2. Ir. Herry Purnama M.T., Ph.D.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


(2)

(3)

INTISARI

Seiring dengan berkembangnya pembangunan di Indonesia maka dibutuhkan pembangunan di bidang industri. Salah satunya industri yang menarik adalah dimetil tereftalat (DMT). Saat ini Indonesia belum ada pabrik DMT yang berdiri. DMT ini digunakan sebagai produk setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan polietilen tereftalat (PET) dan polibutilen tereftalat (PBT). PET dan PBT adalah salah satu bahan baku untuk pembuatan serat poliester, film poliester, dan resin botol.

DMT diperoleh dengan cara mereaksikan asam tereftalat (AT) dan metanol dalam fase gas. Reaksi berlangsung secara adiabatis di dalam reaktor

fixed bed pada suhu 324 – 330 ºC dan tekanan 1,2 – 1,5 atm. Katalisator yang digunakan adalah alumina A + 1 % KOH.

Prarancangan pabrik DMT dengan luas area sebesar 5 hektar ini akan didirikan di Cilegon, Banten dengan kebutuhan 100 orang tenaga kerja. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang masih impor dan adanya ekspor yang masih terbuka maka pabrik DMT dirancang dengan kapasitas 150.000 ton/tahun. Untuk menghasilkan DMT sebanyak 18.939,4 kg/jam dibutuhkan bahan baku AT 16.406,1 kg/jam dan metanol 6.737,6 kg/jam. Adapun kebutuhan lainnya pada pabrik DMT antara lain kebutuhan bahan bakar sebanyak 6.800,6 kg/jam, kebutuhan air sungai sebanyak 7,8 m³/jam, kebutuhan listrik 7,5 MW dan kebutuhan steam proses sebanyak 2.218,3 kg/jam.

Dari hasil analisa ekonomi diperoleh return on investment (ROI) sebelum pajak sebesar 72,4 % sedangkan setelah pajak sebesar 50,7 %, pay out time (POT) sebelum pajak sebesar 1,2 tahun sedangkan setelah pajak sebesar 1,7 tahun, break even point (BEP) sebesar 40,2%, shut down point (SDP) sebesar 29,4%, sedangkan discounted cash flow (DCF) sebesar 37,9%. Berdasarkan hasil perhitungan analisa ekonomi tersebut, maka prarancangan pabrik DMT dengan kapasitas 150.000 ton/jam ini layak untuk dipertimbangkan pendiriannya dan cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut.


(4)

I. Pendahuluan

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA), sehingga pada era reformasi ini secara optimis diharapkan banyak didirikan industri pembuatan bahan dasar yang nantinya dapat mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri. Industri bahan dasar ini diharapkan dapat membantu untuk menyerap tenaga kerja dan menambah devisa negara serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Industri yang saat ini berkembang pesat adalah industri polimer yang dapat menghasilkan bahan – bahan polimer untuk kebutuhan sehari – hari. Bahan dasar yang dibutuhkan industri polimer adalah dimetil tereftalat atau disingkat DMT dengan rumus C6H4(COOH3)2. DMT adalah dimetil ester dari asam tereftalat (AT) yang berupa kristal putih.

DMT sebagai produk intermediate digunakan untuk pembuatan polietilen tereftalat (PET) dan polibutilen tereftalat (PBT). PET dan PBT adalah salah satu bahan baku untuk pembuatan serat poliester, film poliester, dan resin botol. Bahan polimer tersebut diproduksi oleh industri di Indonesia dengan bahan baku DMT yang cukup banyak. Konsumsi DMT di masa yang akan datang dapat diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan – bahan polimer, sehingga perlu dilakukan prarancangan pabrik DMT terlebih dahulu untuk menganalisa kelayakan pendirian pabrik DMT di Indonesia.

1.2.Tujuan

1. Mengurangi ketergantungan impor terhadap dimetil tereftalat,

2. Melakukan diversifikasi produk yang bernilai ekonomi tinggi untuk menambah devisa negara lebih besar dan membuka lapangan pekerjaan baru.

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Pemilihan Proses

DMT merupakan senyawa ester yang berbentuk kristal, larut dalam metanol dan beberapa senyawa organik seperti kloroform,


(5)

dioksan, etilen, diklorid. DMT diproduksi dari hasil esterifikasi AT dengan metanol dengan bantuan katalisator (Othmer K. , 1982). Adapun beberapa proses esterifikasi yang telah dikembangkan yaitu : 1. Esterifikasi AT dan metanol dalam fase gas dengan menggunakan

katalis alumina aktif pada reaktor fixed bed. Reaksi berlangsung pada suhu 300 – 330 ºC dengan tekanan 1 atm. ( US. Patent 3.377.376 dan US. Patent 3.972.912)

2. Esterifikasi AT dan metanol dalam fase cair dengan menggunakan katalis asam sulfat. Reaksi langsung 2-3 jam pada suhu 150 ºC dan pada tekanan yang tinggi. Proses ini berlangsung lama sehingga ester yang terbentuk banyak terurai akibat panas dan butuh pemurniaan yang khusus untuk memisahkan hasil dengan katalis (Groggins, 1958)

3. Esterifikasi AT dan metanol dalam fase cair dengan menggunakan katalis logam seperti zinc, molybdenum, antimony, dan timbal. Reaksi berlangsung pada suhu 250 – 330 ºC. (Othmer, 1982)

4. Witten Hercules Process, proses ini dipadukan menggunakan

p-xilene dengan menggunkan katalis cobalt. Oksidasi dilakukan pada suhu 149 ºC atau 300 ºF dan tekanan 100 psia. Oksidasi esterifikasi dengan metanol membentuk metil toluate. Metil toluate dioksidasi dengan katalis cobalt menjadi mono metil tereftalat. Kondisi reaksi pada 205 ºC atau 400 ºF dan tekanan 200–300 psia. Mono metil tereftalat diesterifikasi dengan metanol terlebih dahulu membentuk dimetil tereftalat. Dari proses ini diperoleh konvensi sebesar 87%. Proses ini lebih rumit karena adanya lebih dari satu tahap reaksi yang mempunyai kondisi operasi yang berbeda, sehingga peralatan yang digunakan lebih banyak dan lebih kompleks.


(6)

2.2. Kegunaan Produk

Dalam industri, DMT sebagai produk intermediate digunakan dalam pembuatan PET dan PBT. PET dan PBT ini akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan serat poliester, film poliester, dan resin botol. Serat poliester dalam industri tekstil digunakan untuk pakaian, bahan gorden, kain pelapis, kawat ban, ikat pinggang, dan kaos kaki. Sedangkan poliester film yang dilapisi dengan emulsi kimia digunakan sebagai xray dan microfilm. DMT juga dimanfaatkan dalam aplikasi yang lain seperti botol poliester sebagai pembungkus makanan/minuman, bahan intermediate pada adhesive, coating,

engineering resin, dan sebagainya. 2.3.Tinjauan Proses

Tinjauan secara termodinamika ini ditujukan untuk mengetahui suatu sifat reaksi eksotermis atau endotermis dan arah reaksinya reversible

atau irreversible. Pada proses pembentukan produk DMT terjadi reaksi sebagai berikut

C6H4 (COOH)2 (g) + 2CH3OH(g) C6H4 (COOCH3)2(g) + 2H2O(g) Pada fase gas dengan panas reaksi sebesar –0,36 kJ/mol yang menghasilkan nilai negatif menyebabkan reaksi pembentukan DMT merupakan reaksi eksotermis. Sedangkan harga konstanta kesetimbangan (K) dengan nilai 24,6 sangat besar jika dibandingkan dengan Ko dengan nilai 18,1 maka reaksi yang terjadi bersifat irreversibel.

III. Diskripsi Proses

Proses pembuatan produk DMT dapat dikelompokkan menjadi 4 tahap, yaitu :

2.1.1. Tahap penyimpanan bahan baku

Bahan baku ada 2 macam yakni metanol dan AT. Bahan baku berupa metanol cair disimpan di dalam tangki penyimpanan metanol (F-210) pada tekanan 1 atm dan suhu 30 ºC Sedangkan untuk bahan baku AT berbentuk kristal disimpan di dalam silo (F-260) pada tekanan 1 atm dan suhu 30 ºC.


(7)

2.1.2. Tahap penyiapan bahan baku a.Penyiapan metanol

Bahan baku berupa metanol di peroleh dari PT Kaltim Metanol Industri, Bontang. Metanol cair (99,4% massa) dari truk dialirkan menggunakan pompa pada tangki penyimpanan metanol (F-210) dengan tekanan 1 atm dan suhu 30 ºC, dipompakan menuju vaporizer (V-110) menjadi tekanan 1,7 atm. Media yang digunakan untuk memanaskan ialah dowtherm

A yang keluar dari heat exchanger (E-210). Uap metanol yang keluar dari vaporizer (V-110) diumpankan menuju tangki separator (F-213) yang berfungsi memisahkan cairan dan uapnya. Uap metanol keluaran dari vaporizer pada tekanan 1,7 atm dan suhu 30 ºC kemudian dicampur dengan uap metanol dari hasil recycle menara distilasi (D-110). Uap metanol hasil

recycle dari menara distilasi pada suhu 64,86 ºC dan tekanan 1 terlebih dahulu dinaikkan tekanannya mencapai 1,7 atm pada suhu 98,62 ºC menggunakan blower (G-220) selanjutnya campuaran uap metanol tersebut dinaikkan suhunya mencapai 389 ºC di furnace (Q-110)

b.Penyiapan asam tereftalat

Bahan baku asam tereftalat diperoleh dari PT Mitsubishi Chemical Indonesia Cilegon, Banten, Jawa Barat yang berupa kristal. Asam tereftalat (AT) tersebut diangkat menggunakan

bucket elevator menuju ke silo (F-260) kemudian dicampurkan dengan asam tereftalat (AT) hasil recycle dari desublimator di bin (F-240) kemudian campuran asam tereftalat (AT) tersebut disublimasikan menggunakan uap metanol panas dari furnace

(Q-110) pada tekanan 1,7 atm dan suhu 389 ºC di dalam sublimator (B-110). Keluaran hasil sublimator ini dipisahkan di dalam siklon (H-250) dari impuritas logam – logam yang tidak


(8)

tersublimasi selanjutkan campuran uap metanol dan uap asam tereftalat (AT) diumpankan ke dalam reaktor.

2.1.3. Tahap pembentukan produk

Campuran yang berupa uap metanol dan asam tereftalat (AT) diumpankan pada reaktor fixed bed (R-110) pada tekanan 1,55 atm dan suhu 324 ºC dengan kondisi non isotermal dan adiabatis. Pembentukan produk di dalam reaktor terjadi reaksi esterifikasi dimana reaksi bersifat eksotermis dan irreversible dapat dilihat sebagai berikut :

C6H4(COOH)2 + 2CH3OH C6H4(COOCH3)2 + 2H2O Reaksi yang terjadi fase gas dengan katalis alumina A + 1% KOH, reaksi ini berlangsung secara eksotermis dan adiabatis sehingga suhu gas keluaran dari reaktor 1,4 atm. Suhu yang keluar dari reaktor tidak melebihi suhu 330 ºC walaupun reaksinya eksotermis. Hal ini disebabkan metanol yang sangat berlebihan, sehingga kebutuhan panas sensible dalam menaikan suhu gas semakin besar. Reaksi berlangsung sangat cepat dengan suhu 324 – 330 ºC dan konversi dapat mencapai 97%.

2.1.4. Tahap pemurnian produk

Produk gas yang dihasilkan dari reaktor terdiri dari dimetil tereftalat (DMT), air, dan sisa reaktan dari metanol maupun asam tereftalat (AT). Reaktan asam tereftalat (AT) yang tidak teresterifikasi dapat diolah kembali dengan cara didesublimasi di dalam desublimator (B-111) pada suhu 235 ºC. Produk tersebut dialirkan menuju heat exchanger (E-221) untuk didinginkan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam desublimator dari suhu 324 ºC hingga 287 ºC . Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban panas di desublimator. Hasil keluaran desublimator berupa padatan asam tereftalat (AT) yang diangkut dengan belt conveyor (J-230) dan ditampung di bin (F-240) untuk direcycle kembali.


(9)

Produk gas yang keluar dari desublimator diembunkan di kondensor (E-120). Suhu operasi pada kondensor didesain 72 ºC dan tekanan atmosferis, suhu ini dipertimbangkan supaya dimetil tereftalat (DMT) pada fase gas bisa mengembun semuanya sehingga sisa gas yang tidak mengembun sudah bebas dari dimetil tereftalat (DMT). Sisa gas dari kondensor yang berupa metanol dan air akan dipurikasikan di dalam menara distilasi (D-110) sedangkan

slurry dari kondensor akan disempurkan dalam proses kristalisasi. Proses kristalisasi di dalam kristalizer (X-110) bertujuan mendinginkan slurry dari suhu 72 ºC hingga mencapai suhu 10 ºC. Kelarutan dimetil tereftalat (DMT) dalam metanol yang cukup sensitif terhadap perubahan suhu menyebabkan penggunaan

cooling operation diperlukan untuk menunjang hal tersebut. Kristalizer digunakan untuk menyempurnakan kristalisasi dimetil tereftalat (DMT) yang berasal dari kondensor. Hasil pendinginan berupa slurry dari kristalizer kemudian difiltrasi di dalam

centrifugal filtration 1 (H-140). Padatan hasil filtrasi yang keluar dari Centrifugal filtration ini masih mengandung sekitar 10% cairan metanol dan air sedangkan filtrat dipompa menuju menara distilasi.

Kandungan metanol yang cukup besar maka diperlukan pencucian di dalam mixer (M-120) yang dicampur dengan air selanjutnya difiltrasikan lagi di centrifugal filtration II (H-141). Padatan hasil dari filtrasi kedua ini mempunyai kadar metanol yang lebih kecil dibandingkan air, untuk filtrat gas dipompakan ke dalam menara distilasi untuk diolah lagi kemudian hasil padatan dikeringkan lebih lanjut di dalam rotary dryer (B-120).

Pengeringan di dalan rotary dryer menggunakan udara pengering yang masuk pada suhu 100 ºC. Pengeringan dimetil tereftalat (DMT) dalam bentuk kristal diperkirakan dapat mencapai


(10)

kesetimbangan tergantung pada sifat padatan. Padatan yang non

porous dan non hygroscopic mempunyai kadar cairan

kesetimbangan yang mendekati nol pada suhu dan tekanan tertentu. Produk padatan keluar dari rotary dryer dengan kadar 0,05% (kg cairan/kg padatan kering) selanjutnya dilewatkan melalui ayakan agar mendapatkan ukuran yang seragam sedangkan udara pengering yang keluar dari rotary dryer masih mengandung sedikit metanol dan air dimasukkan ke flaring system.

Menara distilasi pada proses tersebut bertujuan merecycle sisa metanol yang tidak bereaksi untuk memperoleh hasil metanol dengan kemurnian 99,4 (% massa) pada sisi enriching dan membuang air hasil reaksi esterifikasi pada sisi stripping. Untuk hasil atas yang berupa uap metanol dengan kemurniaan 99,4 (% massa) dan hasil bawah berupa cairan metanol dengan kadar 1 (% massa). Uap metanol kemudian dinaikan tekanannya hingga 1,7 atm di blower, sedangkan cairan metanol diolah pada unit pengolahan limbah.

IV. Kesimpulan

Pabrik DMT dari metanol dan AT dengan katalis alumina aktif kapasitas 150.000 ton/tahun digolongkan pabrik beresiko tinggi, karena kondisi operasi mencapai suhu ± 300 ºC dan tekanan 1 atm. Dari hasil analisa kelayakan ekonomi didapatkan sebagai berikut :

1. Pabrik direncanakan berproduksi selama 330 hari per tahun dengan kebutuhan 100 orang tenaga kerja

2. Modal tetap sebesar Rp 6.415.557.781.429 3. Modal kerja sebesar Rp 3.622.297.883.511

4. Percent Return on Investment (ROI) setelah pajak sebesar 50,7% 5. Pay Out Time (POT) setelah pajak sebesar 1,7 tahun

6. Break Even Point (BEP) sebesar 40,2 % 7. Shut Down Point (SDP) sebesar 29,44 % 8. Discounted Cash Flow (DCF) sebesar 37,87 %


(11)

Jadi pabrik dimetil tereftalat (DMT) dari asam tereftalat (AT) dan metanol dengan katalis alumina berkapasitas 150.000 ton/tahun LAYAK untuk dipertimbangkan pendiriannya.


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Aries, R. a. (1955). Chemical Engineering Cost Estimation. New York: Mc Graw-Hill Book Co.

Butt, J. (1980). Reaction Kinetic and Reactor Design. New York: Prentice-Hall, Inc.

Cilegon, B. (2014). Offisial Site Of Kota Cilegon. Cilegon: http://www.bappeda-cilegon.go.id/cilegon.htm. di akses hari jum'at, tanggal 13 Juni 2014 Donald E.G. (1989). Chemical Engineering Economics. New York: Van

Nostrond.

Fogler, H. S. (2006). Element of chemical reaction engineering. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Groggins. (1958). Unit Processes in Organic Synthesis, 5 edisi. New York: Mc Graw Hill Book Company, Inc.

Hani, H. (1990). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.

Manulang, M. (1991). Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta: Liberty. Othmer, K. a. (1982).

Kirk Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, Vol.17. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Peter, M. a. (2003). Plant Design and Economic for Chemical Engineers. Tokyo: Mc Graw - Hill Book Company.

Statistik, B. P. (2012). Data Impor - Ekspor. Jakarta: http://www.bps.com//. di akses hari jum'at, tanggal 14 Februari 2014


(1)

2.1.2. Tahap penyiapan bahan baku a.Penyiapan metanol

Bahan baku berupa metanol di peroleh dari PT Kaltim Metanol Industri, Bontang. Metanol cair (99,4% massa) dari truk dialirkan menggunakan pompa pada tangki penyimpanan metanol (F-210) dengan tekanan 1 atm dan suhu 30 ºC, dipompakan menuju vaporizer (V-110) menjadi tekanan 1,7 atm. Media yang digunakan untuk memanaskan ialah dowtherm

A yang keluar dari heat exchanger (E-210). Uap metanol yang keluar dari vaporizer (V-110) diumpankan menuju tangki separator (F-213) yang berfungsi memisahkan cairan dan uapnya. Uap metanol keluaran dari vaporizer pada tekanan 1,7 atm dan suhu 30 ºC kemudian dicampur dengan uap metanol dari hasil recycle menara distilasi (D-110). Uap metanol hasil

recycle dari menara distilasi pada suhu 64,86 ºC dan tekanan 1 terlebih dahulu dinaikkan tekanannya mencapai 1,7 atm pada suhu 98,62 ºC menggunakan blower (G-220) selanjutnya campuaran uap metanol tersebut dinaikkan suhunya mencapai 389 ºC di furnace (Q-110)

b.Penyiapan asam tereftalat

Bahan baku asam tereftalat diperoleh dari PT Mitsubishi Chemical Indonesia Cilegon, Banten, Jawa Barat yang berupa kristal. Asam tereftalat (AT) tersebut diangkat menggunakan

bucket elevator menuju ke silo (F-260) kemudian dicampurkan dengan asam tereftalat (AT) hasil recycle dari desublimator di bin (F-240) kemudian campuran asam tereftalat (AT) tersebut disublimasikan menggunakan uap metanol panas dari furnace

(Q-110) pada tekanan 1,7 atm dan suhu 389 ºC di dalam sublimator (B-110). Keluaran hasil sublimator ini dipisahkan di dalam siklon (H-250) dari impuritas logam – logam yang tidak


(2)

tersublimasi selanjutkan campuran uap metanol dan uap asam tereftalat (AT) diumpankan ke dalam reaktor.

2.1.3. Tahap pembentukan produk

Campuran yang berupa uap metanol dan asam tereftalat (AT) diumpankan pada reaktor fixed bed (R-110) pada tekanan 1,55 atm dan suhu 324 ºC dengan kondisi non isotermal dan adiabatis. Pembentukan produk di dalam reaktor terjadi reaksi esterifikasi dimana reaksi bersifat eksotermis dan irreversible dapat dilihat sebagai berikut :

C6H4(COOH)2 + 2CH3OH C6H4(COOCH3)2 + 2H2O Reaksi yang terjadi fase gas dengan katalis alumina A + 1% KOH, reaksi ini berlangsung secara eksotermis dan adiabatis sehingga suhu gas keluaran dari reaktor 1,4 atm. Suhu yang keluar dari reaktor tidak melebihi suhu 330 ºC walaupun reaksinya eksotermis. Hal ini disebabkan metanol yang sangat berlebihan, sehingga kebutuhan panas sensible dalam menaikan suhu gas semakin besar. Reaksi berlangsung sangat cepat dengan suhu 324 – 330 ºC dan konversi dapat mencapai 97%.

2.1.4. Tahap pemurnian produk

Produk gas yang dihasilkan dari reaktor terdiri dari dimetil tereftalat (DMT), air, dan sisa reaktan dari metanol maupun asam tereftalat (AT). Reaktan asam tereftalat (AT) yang tidak teresterifikasi dapat diolah kembali dengan cara didesublimasi di dalam desublimator (B-111) pada suhu 235 ºC. Produk tersebut dialirkan menuju heat exchanger (E-221) untuk didinginkan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam desublimator dari suhu 324 ºC hingga 287 ºC . Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban panas di desublimator. Hasil keluaran desublimator berupa padatan asam tereftalat (AT) yang diangkut dengan belt conveyor (J-230) dan ditampung di bin (F-240) untuk direcycle kembali.


(3)

Produk gas yang keluar dari desublimator diembunkan di kondensor (E-120). Suhu operasi pada kondensor didesain 72 ºC dan tekanan atmosferis, suhu ini dipertimbangkan supaya dimetil tereftalat (DMT) pada fase gas bisa mengembun semuanya sehingga sisa gas yang tidak mengembun sudah bebas dari dimetil tereftalat (DMT). Sisa gas dari kondensor yang berupa metanol dan air akan dipurikasikan di dalam menara distilasi (D-110) sedangkan

slurry dari kondensor akan disempurkan dalam proses kristalisasi. Proses kristalisasi di dalam kristalizer (X-110) bertujuan mendinginkan slurry dari suhu 72 ºC hingga mencapai suhu 10 ºC. Kelarutan dimetil tereftalat (DMT) dalam metanol yang cukup sensitif terhadap perubahan suhu menyebabkan penggunaan

cooling operation diperlukan untuk menunjang hal tersebut. Kristalizer digunakan untuk menyempurnakan kristalisasi dimetil tereftalat (DMT) yang berasal dari kondensor. Hasil pendinginan berupa slurry dari kristalizer kemudian difiltrasi di dalam

centrifugal filtration 1 (H-140). Padatan hasil filtrasi yang keluar dari Centrifugal filtration ini masih mengandung sekitar 10% cairan metanol dan air sedangkan filtrat dipompa menuju menara distilasi.

Kandungan metanol yang cukup besar maka diperlukan pencucian di dalam mixer (M-120) yang dicampur dengan air selanjutnya difiltrasikan lagi di centrifugal filtration II (H-141). Padatan hasil dari filtrasi kedua ini mempunyai kadar metanol yang lebih kecil dibandingkan air, untuk filtrat gas dipompakan ke dalam menara distilasi untuk diolah lagi kemudian hasil padatan dikeringkan lebih lanjut di dalam rotary dryer (B-120).

Pengeringan di dalan rotary dryer menggunakan udara pengering yang masuk pada suhu 100 ºC. Pengeringan dimetil tereftalat (DMT) dalam bentuk kristal diperkirakan dapat mencapai kadar cairan kesetimbangan yang sangat kecil, dimana kadar cairan


(4)

kesetimbangan tergantung pada sifat padatan. Padatan yang non porous dan non hygroscopic mempunyai kadar cairan kesetimbangan yang mendekati nol pada suhu dan tekanan tertentu. Produk padatan keluar dari rotary dryer dengan kadar 0,05% (kg cairan/kg padatan kering) selanjutnya dilewatkan melalui ayakan agar mendapatkan ukuran yang seragam sedangkan udara pengering yang keluar dari rotary dryer masih mengandung sedikit metanol dan air dimasukkan ke flaring system.

Menara distilasi pada proses tersebut bertujuan merecycle sisa metanol yang tidak bereaksi untuk memperoleh hasil metanol dengan kemurnian 99,4 (% massa) pada sisi enriching dan membuang air hasil reaksi esterifikasi pada sisi stripping. Untuk hasil atas yang berupa uap metanol dengan kemurniaan 99,4 (% massa) dan hasil bawah berupa cairan metanol dengan kadar 1 (% massa). Uap metanol kemudian dinaikan tekanannya hingga 1,7 atm di blower, sedangkan cairan metanol diolah pada unit pengolahan limbah.

IV. Kesimpulan

Pabrik DMT dari metanol dan AT dengan katalis alumina aktif kapasitas 150.000 ton/tahun digolongkan pabrik beresiko tinggi, karena kondisi operasi mencapai suhu ± 300 ºC dan tekanan 1 atm. Dari hasil analisa kelayakan ekonomi didapatkan sebagai berikut :

1. Pabrik direncanakan berproduksi selama 330 hari per tahun dengan kebutuhan 100 orang tenaga kerja

2. Modal tetap sebesar Rp 6.415.557.781.429 3. Modal kerja sebesar Rp 3.622.297.883.511

4. Percent Return on Investment (ROI) setelah pajak sebesar 50,7% 5. Pay Out Time (POT) setelah pajak sebesar 1,7 tahun

6. Break Even Point (BEP) sebesar 40,2 % 7. Shut Down Point (SDP) sebesar 29,44 % 8. Discounted Cash Flow (DCF) sebesar 37,87 %


(5)

Jadi pabrik dimetil tereftalat (DMT) dari asam tereftalat (AT) dan metanol dengan katalis alumina berkapasitas 150.000 ton/tahun LAYAK untuk dipertimbangkan pendiriannya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Aries, R. a. (1955). Chemical Engineering Cost Estimation. New York: Mc Graw-Hill Book Co.

Butt, J. (1980). Reaction Kinetic and Reactor Design. New York: Prentice-Hall, Inc.

Cilegon, B. (2014). Offisial Site Of Kota Cilegon. Cilegon: http://www.bappeda-cilegon.go.id/cilegon.htm. di akses hari jum'at, tanggal 13 Juni 2014 Donald E.G. (1989). Chemical Engineering Economics. New York: Van

Nostrond.

Fogler, H. S. (2006). Element of chemical reaction engineering. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Groggins. (1958). Unit Processes in Organic Synthesis, 5 edisi. New York: Mc Graw Hill Book Company, Inc.

Hani, H. (1990). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.

Manulang, M. (1991). Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta: Liberty. Othmer, K. a. (1982).

Kirk Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, Vol.17. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Peter, M. a. (2003). Plant Design and Economic for Chemical Engineers. Tokyo: Mc Graw - Hill Book Company.

Statistik, B. P. (2012). Data Impor - Ekspor. Jakarta: http://www.bps.com//. di akses hari jum'at, tanggal 14 Februari 2014