Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Dalam Ruang Lingkup Geisha Menurut Sebuah Film Dokumenter 'The Secret Life of Geisha'.

(1)

Universitas Kristen Maranatha

ット オ ゲ ャ う 記録映画

芸者 範囲 変化

序論

日本 文化 一 芸者 芸者 江戸時代

存在 芸者 男 楽 団体 商 人

冗 談 う

楽 侍 売 春 塾 接 客

芸者 日本 女性 中 美

印 象 う

作 唐傘 着物 着 顔 白 眉 ン 薄

引 上

うえ

唇 素敵 見 う 色 付 髪 毛

桃割 わ

形 梳 芸者 必 日本 女性 伝統的

特 徴 う

持 第2次世界大戦 芸者 日本 戦士 戦争

行 前

接 客 仕事 与え 戦士 神風隊 呼

戦士 応援

うえ

与え 行


(2)

Universitas Kristen Maranatha

芸者 娘 通貧

家族 由来 娘

通 う

上 う 芸者 先任 募集

置屋

芸者 娘 母 う 芸者 夫人

5年間 教わ 母 芸者 娘

教 育 う

置屋 管理人

序論 第1章

内容 う

問題 背 問題 制限 芸者

範囲 変化 調査

外国人 客 観 的 評価

影 響 及

え う

日本 入 文化 影 響

え う

変化 生

本論

理論 基本 第2章

芸者 歴史 説 芸者

始 存在 時期 江戸時代

1603-1867 芸者

仕込 仕込 段階 見習 段階 最後

芸者 タ 章

1868 起 鳥羽

伏見 戦 内容

芸者 反乱者 手伝


(3)

Universitas Kristen Maranatha

強 置 持 ット

オ ゲ ャ う記録映画

映 う

第3章

分析 筆者 ット オ

ゲ ャ う映画

変化 起 事柄 分析 説

分 析 材 料 う

温泉芸者 ン 芸者 及

エ ゼ テ

芸者 温泉芸者 芸者 売 春 営 業

え う

行 う 芸者 芸者 最 ベ 芸者 団体

認識 価値 思わ ン 芸者 筆者

メ 変え 花 反抗

欧米 う

タ 特 ン タ

影 響

え う

受 う

ン タ 筆者 知

通 良 暮 逆 う タ

タ 暮 人 通良

メ 同一

わ エ ゼ テ

芸者 芸者 常 連 客

近代的

趣味 満 誕 生


(4)

Universitas Kristen Maranatha

設立 雰囲気 少 相違

芸者 芸者 通

服装 う

芸者 質素 服装

う う

筆者 芸者 既 上 級

う う

芸者 或

既 エ ゼ テ

芸者

結論

第4章

内容 う

結論 筆者 出 結論 欧米

文化 日本

様々 社会階層

入 芸者 範囲 影 響

え う

受 う

可能 う

回避 筆者 文化

良 保存 う 文化 特 文化 世界及 芸者

芸 術 行 う 人物 元 戻

人物 文化 進歩 良 進行

欧米 う

影 響

え う

特 良

方向 う う

導 影 響

え う

文化 う 形 守 基本


(5)

Universitas Kristen Maranatha

芸者 最初 現代 常 連 客

楽 存在

自分 生活 支え 者 要 求

う う

満 存在

関わ 非常

閉鎖的 え 日本

文化 変化 生 芸者 江戸時代

現代 存在

正 真 正 銘

う う


(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Kata pengantar ... i

Daftar isi ... iv

Bab I pendahuluan Perubahan-perubahan dalam ruang lingkup Geisha 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Pembatasan masalah ... 4

1.3Tujuan penelitian ... 4

1.4Metodelogi penelitian ... 4

1.5Organisasi penulisan ... 10

Bab II Landasan Teori Sejarah,tahap pelatihan,dan gaya hidup Geisha 2.1 Sejarah Geisha ... 11

2.2 Tahap Pelatihan Geisha ... 17

2.2.1 Tahap Shikomi ... 18

2.2.2 Tahap Minarai ... 18

2.2.3 Tahap Maiko ... 19

2.2.4 Tahap geisha ... 20


(7)

Universitas Kristen Maranatha Bab III Analisis

Hot Spring Geisha.Punk Geisha,Geisha Eksekutif

3.1 Hot spring Geisha ... 28

3.2 Punk Geisha ... 32

3.3 Geisha Eksekutif ... 35

Bab IV Kesimpulan ... 41

Daftar Pustaka ... 45 Sinopsis


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

1. DATA PRIBADI

Nama : Henry Sucipto Sukasmin

Tempat/Tanggal Lahir : Ranoyapo MINSEL, 18 Maret 1982 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Anak ke : 3 dari 4 bersaudara

Alamat : Jl. Budi Luhur 1 No. 1 Setia Budi Bandung Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Ayah : Idris Rudiyanto Sukasmin

Nama Ibu : Ylse Yvonne Waworuntu

2. PENDIDIKAN

1988 – 1994 : Sekolah Dasar GMIM, Amurang

1994 – 1997 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 1, Amurang 1997 – 2000 : Sekolah Menengah Atas Negeri 1, Amurang

2002 – 2010 : Mahasiswa Jurusan Sastra Jepang Universitas Kristen Maranatha, Bandung


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

Perubahan-perubahan dalam ruang lingkup Geisha

1.1Latar Belakang Masalah

Menurut Williams (Chris Barker, 2000, Cultural Studies: Theory and practice, London, SAGE Publications, hal 19), kata culture pertama kali muncul sebagai kata benda, yaitu cultivation (pembudidayaan), yang berkaitan dengan proses pertumbuhan tanaman pangan. Selanjutnya pembudayaan itu mengalami perluasan makna sehingga mencakup hal yang berhubungan dengan jiwa manusia

atau “roh” yang memunculkan ide tentang orang yang berbudi daya (cultivated) atau berbudaya (cultured).

Pada abad 19 muncul definsi yang lebih antropologis yang

memandang kebudayaan sebagai “keseluruhan cara hidup yang khas” dengan

penekanan pada pengalaman sehari-hari1. Sementara budaya tradisional berarti sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun2.

Jepang adalah salah satu negara termaju di dunia, teknologi adalah obsesinya dan usaha efisiensi negara ini menciptakan perubahan yang sangat cepat. Seperti yang diketahui bahwa negara ini menomor-satukan hal-hal yang berbau teknologi sehingga teknologi-teknologi tersebut menyebabkan modernisasi yang sangat signifikan untuk negara Jepang sendiri. Baik dari media sampai ke

1

Chris Barker,2000, Cultural Studies : Theory and Practice, London, SAGE Publications, hal 20-21 2


(10)

2 Universitas Kristen Maranatha

pelayanan masyarakat, semuanya mengalami perubahan yang signifikan, hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kebudayaan di negara tersebut, khususnya pada sebuah kebudayaan yang telah bertahun-tahun ada dan kehadirannya masih ditemui oleh masyarakat Jepang sendiri. Budaya tersebut adalah Geisha (芸者).

Geisha (芸者) sendiri dianggap menjadi suatu lambang kecantikan dalam

diri wanita Jepang yang menggunakan kimono sambil membawa payung yang terbuat dari bambu serta pada bagian muka di putihkan, alis di garis tipis, bagian mulut diberi pewarna agar supaya terlihat menarik dan rambutnya disisir berbentuk persi. Geisha (芸者) selalu memiliki ciri khas tradisional wanita jepang.

Pada saat perang dunia kedua, Geisha (芸者) diberi tugas untuk menemani para

pejuang Jepang sebelum berperang, para pejuang ini diberi nama pasukan Kamikaze hal ini bermaksud untuk memberikan dukungan pada para pejuang tersebut. Menurut pandangan dari orang-orang barat dalam buku karangan Sumiko Iwao, tertulis bahwa kecantikan seorang wanita Jepang dapat dilihat ketika wanita tersebut memakai kimono, membawa payung yang dibuat dari bambu dan berjalan sambil menunduk berada di belakang Danna-nya3.

Pada awalnya keberadaan Geisha (芸者) dinilai rendah oleh masyarakat

Jepang, tapi secara perlahan mereka bisa mengubah status tersebut dan menjadi terkemuka dalam masyarakat Jepang. Geisha (芸者) pertama kali muncul pada

zaman Edo (tahun 1603-1867)4 dan awalnya mereka adalah pria. Pada mulanya, fungsi Geisha (芸者) sebagai pelawak panggung yang mengisi acara pada

3

Sumiko Iwao, 1993, Japanese woman : Traditional Image and Changing reality

4


(11)

3 Universitas Kristen Maranatha

pesta para pelacur eksklusif yang menemani para samurai atau pedagang di rumah-rumah hiburan.

Walaupun tradisi Geisha (芸 者) masih bertahan, tapi seiring dengan

kemajuan pesat negara Jepang secara tidak langsung terjadi perubahan dalam ruang lingkup Geisha (芸者) itu sendiri. Sejak kependudukan bangsa Amerika di

Jepang (pada tahun 1860), citra Geisha (芸 者) dinodai oleh bayang-bayang

prostitusi. Ada pihak yang ingin merubah kesan ini tapi beberapa Geisha (芸者)

memanfaatkan situasi ini dan Geisha (芸 者) yang paling terkenal adalah Hot

Spring Geisha (芸 者). Geisha (芸 者) ini dianggap sebagai golongan terendah

dalam hierarki Geisha (芸 者), ini dikarenakan para Geisha (芸 者) tersebut

menjalankan bisnis prostitusi.

Pada saat ini peluang wanita Jepang untuk menjadi seorang Geisha (芸者)

terbilang banyak, tapi hal ini justru sangat sulit untuk rumah-rumah Geisha (芸者)

menemukan seseorang yang benar-benar berdedikasi dalam dunia Geisha (芸者).

Hal ini disebabkan adanya seorang Geisha (芸者) di Tokyo yang bernama Hana

Chan di mana ia memperkenalkan dirinya ke Eropa sebagai Punk Geisha (芸者)

yang pertama. Sementara di Tokyo, dikarenakan desakan untuk bertahan, para

Geisha (芸者) eksekutif Tokyo membuka bar-bar untuk memenuhi selera modern

para pelanggan. Sedangkan di Kyoto, ada seorang warga negara Kanada yang bernama Peter Mac menjadi pelanggan tetap Geisha (芸 者). Biasanya ia


(12)

4 Universitas Kristen Maranatha

rumah-rumah teh dan para Geisha (芸 者) tersebut biasanya menemani Peter

berkaraoke atau minum-minum di bar.

Tidak hanya sampai disitu saja, kehidupan para Geisha (芸者) pun telah

berubah dari tradisional menjadi modern bertumpu pada kemajuan tekhnologi Jepang yang berkembang pesat.

Dengan melihat aspek-aspek Geisha (芸 者) yang ada di film tersebut

sehingga penulis menganggap bahwa ada perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang lingkup Geisha (芸者) hingga saat ini, sehingga penulis memutuskan

untuk meneliti lebih jauh tentang perubahan-perubahan itu.

1.2Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian ini dibatasi pada film dokumenter The Secret Life of Geisha (芸 者) sebagai sumber data utama dan

data-data lain sebagai penambah untuk mempersepsikan perubahan-perubahan yang terjadi.

1.3Tujuan Penelitian

Untuk menggambarkan bentuk perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang lingkup Geisha (芸者) yang telah mengakar sampai sekarang ini.

1.4Metodologi Penelitian

Dengan adanya fenomena ini di Jepang, penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode Fenomenologi. Kata “Fenomenologi” berasal dari bahasa


(13)

5 Universitas Kristen Maranatha

Yunani, yang diambil dari kata phainomenon yang berarti sesuatu yang tampak, terlihat karena bercahaya, atau disebut “gejala” dalam bahasa Indonesia. Jadi, fenomenologi merupakan suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang menampakan diri. Dalam hal ini, fenomenologi adalah bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai fenomena. Maksudnya, pengalaman manusia dihubungkan dengan yang ada di luar benda itu sendiri tanpa perlu bergantung pada teori, logika, ataupun pendapat subyektif dari aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya.

Kita bisa melihat pengalaman kita sebagai suatu fenomena yang terjadi di hadapan kita. Pada saat itu kita melihat seperti kejadian biasa tanpa mengaitkan dengan berbagai bentuk teori, logika ataupun pendapat orang lain yang bersifat subyektif atau sepihak. Edmund Husserl, seorang ilmuwan Jerman yang dikenal sebagai Bapak pendiri sebuah pendekatan yang sampai sekarang terkenal dengan nama “fenomenologi”, memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman langsung baik secara religius, moral, estetis, konseptual, serta inderawi.

Perhatian filsafat hendaknya difokuskan pada penyelidikan tentang

Lebenswelt (dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah)

yang hendaknya menekankan watak intensional kesadaran dan tanpa mengandaikan praduga-praduga konseptual. Semboyannya yang terkenal adalah

“Zuruck zu den sachen selbst” (kembalilah kepada benda-benda itu sendiri). Metode ini dimaksudkan untuk melepaskan jalan pikiran dari apa saja yang dianggap ideal tetapi tidak berdasar pada realitas. Bagaimanapun juga, yang


(14)

6 Universitas Kristen Maranatha

terpenting adalah masalah itu sendiri, bukan gagasan tentang hal tersebut. Bagi Husserl, yang terpenting adalah hasil dari proses yang terjadi bukan proses yang terjadi. Metode yang negatif disebut Voraussetzungslosigkeit (terjemahan bebas: kekurangan pengandaian yang mutlak). Dalam kaitan ini, Husserl mendekatkan diri pada metode yang dikemukakan oleh Descartes, walaupun terdapat perbedaannya.

Descartes memulainya dengan sikap ragu-ragu, ia menyangkal segala sesuatu dan ingin memulai proses pemikirannya dari titik yang benar-benar nol. Husserl ingin memberikan tanda petik pada keraguanya atau memberikan kualitas dipertanyakan pada objek-objek. Sebagai contoh misalnya: eksistensi objek tidak esensial bagi objek itu sendiri atau sebuah segitiga akan tetap merupakan segitiga. Dengan menggunakan kedua metode yang diketengahkan di atas, yang menurut

semboyannya yaitu “kembali kepada hal itu sendiri” dan “kekurangan pengandaian yang mutlak”, boleh dikatakan ia memulai karyanya dengan tepat. Ketika ia membicarakan tentang tiga tingkatan kesadaran, di mana pada salah satu tingkatannya Husserl membicarakan tentang Phenomenologisches Residuum atau

“objek murni” atau “esensi murni”.

Fenomenologi mencoba untuk memahami bahwa masih ada objek-objek yang berada di dunia ini yang menjadikan hidup lebih jelas dan nyata.5 Seorang filsuf sekaligus kritikus yang berasal dari Jerman, Martin Heidegger, mengatakan bahwa untuk dapat mengerti konsep dari fenomenologi, kita perlu menelusuri masalah dari konsep fenomenologi itu sendiri karena konsep fenomenologi

5


(15)

7 Universitas Kristen Maranatha

memiliki konsep yang bermacam-macam. Akan tetapi, untuk membatasi masalah tersebut secara kongkrit, kita tidak perlu memotong habis dan mengerti sepenuhnya dari konsep fenomenologi. Maksudnya untuk dapat mengambil inti dari faham fenomenologi ini, kita harus mengikuti dan mengerti permasalahan dari masalah itu karena kita tidak akan bisa mengambil inti permasalahannya.6 (http://phenomenologyonline.cominquiry/49htm)

Fenomenologi merupakan metode dan filsafat. Sebagai metode, fenomenologi membentangkan langkah-langkah yang harus diambil sehingga kita sampai pada fenomena yang murni. Fenomenologi sendiri mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsik fenomen-fenomen sebagaimana fenomen itu sendiri menyingkapkan diri pada kesadaran. Kita harus bertolak dari subyek (manusia)

serta kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada “Kesadaran Murni”. Disini, fenomenologi lebih mengutamakan kenyataan yang terlihat daripada prasangka-prasangka yang dibuat dari pemikiran yang sudah ada. Serta menjelaskan masalah tersebut secara rasional.

Fenomenologi mempunyai slogan: “kembali pada kenyataan itu sendiri!”. Dengan kata lain tunda dulu semua keputusanmu

tentang kenyataan. Biarlah kenyataan, atau istilah filosofinya, fenomen, mewujudkan kebenarannya sendiri. Misalnya fenomen-fenomen seperti keadilan, cinta, dan simpati. Ketiganya jangan di ukur berdasarkan utilitarianime dan hedonisme (faham yang mengagungkkan kebebasan). Diukur berdasarkan untung rugi, nikmat sakit, dan lain sebagainya. Persahabatan yang tulus tetap sebuah kemungkinan terbuka.

6


(16)

8 Universitas Kristen Maranatha

Hubungan antara objek penelitian (Geisha (芸 者)) dengan metode

fenomenologi dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang lingkup

Geisha (芸者), yang tergambar dalam film dokumenter The secret Life of Geisha (

芸者). Penulis berusaha untuk mengungkapkan penyebab perubahan-perubahan

tersebut sebagai suatu fenomena karena jika dilihat lebih jauh sesuai dengan film bahwa perubahan-perubahan tersebut memberi pengaruh terhadap citra Geisha (

芸 者) yang sebenarnya. Sesuai dengan data yang didapatkan, Geisha (芸 者)

merupakan suatu profesi yang jauh dari citra negatifnya (prostitusi). Dalam penelitian ini, melalui metode penelitian fenomenologi penulis berharap dapat menemukan inti dari permasalahan Geisha (芸者) tersebut.

Dalam kasus ini penulis ingin mencoba menguraikan apakah sumber data ini valid dengan menggunakan metodelogi fenomenologi ini. Film ini diproduksi pada tahun 2006 oleh BBC, diarahkan oleh Janice Sutherland, dan produsernya

adalah Anthony Geffen. Film ini diangkat dari buku top seller “Memoirs of

Geisha (芸者)” karya Arthur Golden. The Secret Life of Geisha (芸者) membawa

kita melewati rahasia yang tidak dapat dimasuki, yaitu institusi wanita Jepang yang terkenal.

Film yang berdurasi hampir dua jam ini menelusuri cerita Geisha (芸者)

dan melihat keaslian Geisha (芸者) di zaman Jepang kuno di mana penuh dengan

latihan yang hebat untuk mencapai status sebagai Geisha (芸 者). Film ini


(17)

9 Universitas Kristen Maranatha

modern Jepang, dan pelayanan seperti apakah yang sebenarnya disediakan oleh Geisha (芸者).

Penelitian ini juga bertujuan untuk menyelidiki apakah ada hubungan sebab akibat berdasar pada pengamatan yang ada dan mencari fakta yang mungkin terjadi melalui data-data yang ada.

Berikut adalah langkah-langkah yang akan diambil dalam penelitian ini: 1. Mendefinisikan masalah.

2. Melakukan telaah pustaka. 3. Merumuskan hipotesis

4. Merumuskan asumsi yang mendasari hipotesis serta prosedur yang akan digunakan.

5. Menyusun rancangan cara pendekatannya:

a. Memilih subyek serta prosedur yang akan digunakan. b. Memilih teknik yang digunakan untuk pengumpulan data.

c. Menetukan kategori untukpengklasifikasian data yang jelas, sesuai dengan tujuan studi.

6. Mencari validitas teknik dalam mengumpulkan data dan diinterpretasikan hasilnya dengan jelas dan cermat.


(18)

10 Universitas Kristen Maranatha 1.5Organisasi Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menjabarkan penelitian ke dalam organisasi penulisan yang dibagi ke dalam beberapa susunan, yaitu:

Bab 1, berisikan: 1.1 Latar Belakang Masalah mengenai sejarah Geisha (

芸者) dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam ruang lingkup Geisha (芸 者) menurut film dokumenter The Secret Life of Geisha (芸者),1.2 Pembatasan

masalah di mana penelitian ini dibatasi pada film dokumenter sebagai sumber data utama dan data-data lain sebagai penambah untuk mempersepsikan perubahan-perubahan yang terjadi. 1.3 Tujuan Penelitian yaitu untuk menggambarkan bentuk perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang lingkup Geisha (芸者) yang telah

mengakar sampai sekarang ini. 1.4 Metodologi Penelitian di mana peneliti menggunakan metode fenomenologi sebagai pendukung dari penelitian ini.

Bab II peneliti menggambarkan sejarah Geisha (芸 者) dan tahap-tahap

pelatihan Geisha (芸 者). Sedangkan Bab III menganalisis tradisi-tradisi yang

mengalami perubahan. Bab IV sendiri berisi tentang kesimpulan hasil analisis Bab III. Organisasi penulisan ini dirancang demikian agar pembaca mudah menelusuri pikiran penulis.


(19)

43 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV

KESIMPULAN

Geisha (芸者) adalah wanita yang menghibur pelanggannya dengan

menari,teman ngobrol,dan bermain.tetapi oleh masyarakat dari luar Jepang mereka menganggap bahwa Geisha (芸者) identik dengan dunia prostitusi, tapi

jika dicermati lagi dari awal bahwa Geisha (芸者) merupakan sebuah profesi yang

menghibur para pelanggan dengan cara melawak pada pesta-pesta pelacur ekslusif yang menemani para samurai atau para pedagang di rumah-rumah hiburan. Para Geisha (芸者) ini tidak akan melakukan hubungan intim dengan

sembarang pelanggan mereka hanya akan melakukannya dengan danna atau penyokong hidupnya. Adapun peran Geisha (芸者) terhadap dannanya yaitu

Geisha (芸者) berperan sebagai istri bagi dannanya, bagi laki-laki yang belum

menikah Geisha (芸者) dapat dianggap sebagi seorang istri, sedangkan bagi yang

sudah menikah Geisha (芸者) dianggap sebagai pelengkap kebutuhan suami, ini

maksudnya adalah Geisha (芸者) sebagai pelengkap kebutuhan yang tidak di

dapat dari istri para laki-laki yang sudah menikah, misalnya kejadian-kejadian yang terjadi di luar rumah maka hal itu bisa di bicarakan dengan para Geisha (芸者) tanpa perlu takut jika hal-hal tersebut bisa diketahui oleh istrinya karena


(20)

44 Universitas Kristen Maranatha

Jika hal tersebut dilanggar maka para Geisha (芸者) ini akan mendapatkan

hukuman dari kenban karena telah melanggar peraturan-peraturan yang ada, adapun peraturan-peraturan tersebut.

Para Geisha (芸者) tidak lagi diperbolehkan untuk meniggalkan tempat

mereka bekerja untuk menghibur orang lain. Mereka hanya boleh meninggalkan tempat tersebut hanya pada saat tahun baru dan saat festival Obon berlangsung. Pada hari festival tersebut para Geisha (芸者) harus kembali ke tempatnya pada

pukul 4 sore.

Geisha (芸者) dilarang keras memakai pakaian yang mewah, dan mereka

dibatasi untuk memakai pakaian polos. Kerah pakaian mereka pun harus berwarna putih, gaya rambut yang sama yang dinamakan gaya rambut shimada. Para Geisha (芸者) hanya di pebolehkan memakai 3 ornamen pada rambutnya seperti sebuah

sisir, dan dua buah tusuk konde yang berbeda ukuran panjangnya.

Untuk menghindari keakraban dengan para tamu, maka Geisha (芸者) di

pekerjakan dalam sebuah grup yang terdiri dari 3 orang, para Geisha (芸者) pun

tidak boleh duduk bersebelahan dengan tamunya kecuali jika keadaan yang mengharuskan Geisha (芸者) harus duduk di sebelah tamunya. Jika Geisha (芸者)

terlalu intim dengan tamunya maka Geisha (芸者) tersebut akan di periksa oleh

kenban dan jika tidak taat pada peraturan maka Geisha (芸者) tersebut akan di


(21)

45 Universitas Kristen Maranatha

Waktu yang di berikan bagi para Geisha (芸者) untuk bekerja di mulai

dari sore hari sampai pada jam sepuluh malam, walaupun waktu kerjanya masih bisa di tambah sampai tengah malam.

Tapi pada film dokumenter “ The Secret Life Of Geisha (芸者)” sudah

terdapat perubahan-perubahan dimana para Geisha (芸者) sudah tidak berada

pada jalur budaya yang seharusnya di pertahankan sesuai dengan hukum –hukum yang telah di buat oleh kenban. Hal ini dapat dilihat dari film tersebut dimana para Geisha (芸者) di Tokyo mendirikan bar untuk memenuhi selera modern para

pelanggannya, Geisha (芸者) yg menghibur pelanggannya tidak di ochaya lagi

tapi biasanya dibawa oleh pelanggannya, kemudian munculnya punk Geisha (芸者), dan adanya kelompok-kelompok Geisha (芸者) yang memanfaatkan

statusnya untuk menjalankan bisnis profesi. Hal-hal ini kemungkinan besar terjadi dikarenakan adanya pola hidup barat dimana pemikiran-pemikiran barat telah mempengaruhi kehidupan di Jepang sehingga tidak dapat dielakkan lagi maka terjadilah perubahan-perubahan tersebut.

Pada bab III telah dijelskan beberapa perubahan oleh penulis dan salah satunya adalah seorang perempuan yang bernama Hana Chan yang merubah image Geisha (芸者)nya dan memperkenalkan dirinya ke dunia barat sebagai

seorang Punk Geisha (芸者). Seperti yang penulis ketahui bahwa orang yang

hidup dengan gaya Punk adalah orang yang hidup dengan menentang kemapanan yang ada, dengan cara inilah Hana Chan ingin memperkenalkan dirinya dia ingin menunjukkan bahwa dia hidup dengan Geisha (芸者) tapi tidak ingin hidup


(22)

46 Universitas Kristen Maranatha

dengan aturan-aturan yang ada dalam ruang lingkup Geisha (芸者) itu sendiri. Dia

ingin menjalankan hidup Geisha (芸者)nya sesuai dengan yang dia mau.

Sebagai kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah dengan masuknya budaya barat ke dalam berbagai lapisan masyarakat di Jepang maka tidak bisa dihindari juga bahwa ruang lingkup Geisha (芸者) ini bisa terpengaruh juga tetapi

menurut penulis bahwa bisa atau tidak bisanya dipertahankan kebudayaan ini dengan baik kembali lagi kepada individu-individu sebagai pelaku kegiatan budaya khusunya dalam dunia budaya dan seni Geisha (芸者) itu sendiri. Karena

mereka merupakan dasar atau fundamental dari budaya ini dapat tetap bergerak pada jalurnya dengan baik, dapat tetap mempertahankan nilai-nilai budayanya dalam bentuk apapun dari pengaruh-pengaruh budaya barat khususnya pengaruh yang dapat membawa ke arah negatif.

Sebagai kata penutup bahwa Geisha (芸者) baik dari mulanya sampai

sekarang merupakan penghibur bagi pelanggannya sekaligus menjadi seorang pelengkap kebutuhan bagi para penyokong hidupnya tapi tak lepas dari itu Geisha (芸者) merupakan penghibur sejati yang ada sejak zaman edo sampai sekarang

walaupun telah terjadi perubahan-perubahan dalam pejalanan sejarah budaya jepang yang bisa dibilang sangat tertutup ini.


(23)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Barker, Chris, 2000, Cultural Studies: Theory and Practice, SAGE Publications, London

Dalby, Liza, 2000, The Life of Geisha, Tuttle

Kodansha, 1993; Japan an Illustrated Encyclopedia, 446 Fenomenologi, http://Wikipedia.org/wiki/fenomenologi

Fenomenologi, http://phenomenologyonline.com/inquiry/49.htm

Prabasmoro, Aquarini Priyatna, 2006, Kajian Budaya Feminis (Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop), Jalansutra

The Secret Life of Geisha, BBC World Wide Limited, 2006 www.phenomenology center.org/phenom.htm


(1)

10 Universitas Kristen Maranatha

1.5Organisasi Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menjabarkan penelitian ke dalam organisasi penulisan yang dibagi ke dalam beberapa susunan, yaitu:

Bab 1, berisikan: 1.1 Latar Belakang Masalah mengenai sejarah Geisha ( 芸者) dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam ruang lingkup Geisha (

者) menurut film dokumenter The Secret Life of Geisha (芸者),1.2 Pembatasan masalah di mana penelitian ini dibatasi pada film dokumenter sebagai sumber data utama dan data-data lain sebagai penambah untuk mempersepsikan perubahan-perubahan yang terjadi. 1.3 Tujuan Penelitian yaitu untuk menggambarkan bentuk perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang lingkup Geisha (芸者) yang telah mengakar sampai sekarang ini. 1.4 Metodologi Penelitian di mana peneliti menggunakan metode fenomenologi sebagai pendukung dari penelitian ini.

Bab II peneliti menggambarkan sejarah Geisha (芸 者) dan tahap-tahap pelatihan Geisha (芸 者). Sedangkan Bab III menganalisis tradisi-tradisi yang mengalami perubahan. Bab IV sendiri berisi tentang kesimpulan hasil analisis Bab III. Organisasi penulisan ini dirancang demikian agar pembaca mudah menelusuri pikiran penulis.


(2)

43 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV

KESIMPULAN

Geisha (芸者) adalah wanita yang menghibur pelanggannya dengan menari,teman ngobrol,dan bermain.tetapi oleh masyarakat dari luar Jepang mereka menganggap bahwa Geisha (芸者) identik dengan dunia prostitusi, tapi jika dicermati lagi dari awal bahwa Geisha (芸者) merupakan sebuah profesi yang menghibur para pelanggan dengan cara melawak pada pesta-pesta pelacur ekslusif yang menemani para samurai atau para pedagang di rumah-rumah hiburan. Para Geisha (芸者) ini tidak akan melakukan hubungan intim dengan sembarang pelanggan mereka hanya akan melakukannya dengan danna atau penyokong hidupnya. Adapun peran Geisha (芸者) terhadap dannanya yaitu Geisha (芸者) berperan sebagai istri bagi dannanya, bagi laki-laki yang belum menikah Geisha (芸者) dapat dianggap sebagi seorang istri, sedangkan bagi yang sudah menikah Geisha (芸者) dianggap sebagai pelengkap kebutuhan suami, ini maksudnya adalah Geisha (芸者) sebagai pelengkap kebutuhan yang tidak di dapat dari istri para laki-laki yang sudah menikah, misalnya kejadian-kejadian yang terjadi di luar rumah maka hal itu bisa di bicarakan dengan para Geisha (芸者) tanpa perlu takut jika hal-hal tersebut bisa diketahui oleh istrinya karena Geisha (芸者) selalu harus bisa menjaga rahasia dari para pelanggannya.


(3)

44 Universitas Kristen Maranatha

Jika hal tersebut dilanggar maka para Geisha (芸者) ini akan mendapatkan hukuman dari kenban karena telah melanggar peraturan-peraturan yang ada, adapun peraturan-peraturan tersebut.

Para Geisha (芸者) tidak lagi diperbolehkan untuk meniggalkan tempat mereka bekerja untuk menghibur orang lain. Mereka hanya boleh meninggalkan tempat tersebut hanya pada saat tahun baru dan saat festival Obon berlangsung. Pada hari festival tersebut para Geisha (芸者) harus kembali ke tempatnya pada pukul 4 sore.

Geisha (芸者) dilarang keras memakai pakaian yang mewah, dan mereka dibatasi untuk memakai pakaian polos. Kerah pakaian mereka pun harus berwarna putih, gaya rambut yang sama yang dinamakan gaya rambut shimada. Para Geisha (芸者) hanya di pebolehkan memakai 3 ornamen pada rambutnya seperti sebuah sisir, dan dua buah tusuk konde yang berbeda ukuran panjangnya.

Untuk menghindari keakraban dengan para tamu, maka Geisha (芸者) di pekerjakan dalam sebuah grup yang terdiri dari 3 orang, para Geisha (芸者) pun tidak boleh duduk bersebelahan dengan tamunya kecuali jika keadaan yang mengharuskan Geisha (芸者) harus duduk di sebelah tamunya. Jika Geisha (芸者) terlalu intim dengan tamunya maka Geisha (芸者) tersebut akan di periksa oleh kenban dan jika tidak taat pada peraturan maka Geisha (芸者) tersebut akan di hukum penjara dalam beberapa hari.


(4)

45 Universitas Kristen Maranatha

Waktu yang di berikan bagi para Geisha (芸者) untuk bekerja di mulai dari sore hari sampai pada jam sepuluh malam, walaupun waktu kerjanya masih bisa di tambah sampai tengah malam.

Tapi pada film dokumenter “ The Secret Life Of Geisha (芸者)” sudah terdapat perubahan-perubahan dimana para Geisha (芸者) sudah tidak berada pada jalur budaya yang seharusnya di pertahankan sesuai dengan hukum –hukum yang telah di buat oleh kenban. Hal ini dapat dilihat dari film tersebut dimana para Geisha (芸者) di Tokyo mendirikan bar untuk memenuhi selera modern para pelanggannya, Geisha (芸者) yg menghibur pelanggannya tidak di ochaya lagi tapi biasanya dibawa oleh pelanggannya, kemudian munculnya punk Geisha (芸者), dan adanya kelompok-kelompok Geisha (芸者) yang memanfaatkan statusnya untuk menjalankan bisnis profesi. Hal-hal ini kemungkinan besar terjadi dikarenakan adanya pola hidup barat dimana pemikiran-pemikiran barat telah mempengaruhi kehidupan di Jepang sehingga tidak dapat dielakkan lagi maka terjadilah perubahan-perubahan tersebut.

Pada bab III telah dijelskan beberapa perubahan oleh penulis dan salah satunya adalah seorang perempuan yang bernama Hana Chan yang merubah image Geisha (芸者)nya dan memperkenalkan dirinya ke dunia barat sebagai seorang Punk Geisha (芸者). Seperti yang penulis ketahui bahwa orang yang hidup dengan gaya Punk adalah orang yang hidup dengan menentang kemapanan yang ada, dengan cara inilah Hana Chan ingin memperkenalkan dirinya dia ingin menunjukkan bahwa dia hidup dengan Geisha (芸者) tapi tidak ingin hidup


(5)

46 Universitas Kristen Maranatha

dengan aturan-aturan yang ada dalam ruang lingkup Geisha (芸者) itu sendiri. Dia ingin menjalankan hidup Geisha (芸者)nya sesuai dengan yang dia mau.

Sebagai kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah dengan masuknya budaya barat ke dalam berbagai lapisan masyarakat di Jepang maka tidak bisa dihindari juga bahwa ruang lingkup Geisha (芸者) ini bisa terpengaruh juga tetapi menurut penulis bahwa bisa atau tidak bisanya dipertahankan kebudayaan ini dengan baik kembali lagi kepada individu-individu sebagai pelaku kegiatan budaya khusunya dalam dunia budaya dan seni Geisha (芸者) itu sendiri. Karena mereka merupakan dasar atau fundamental dari budaya ini dapat tetap bergerak pada jalurnya dengan baik, dapat tetap mempertahankan nilai-nilai budayanya dalam bentuk apapun dari pengaruh-pengaruh budaya barat khususnya pengaruh yang dapat membawa ke arah negatif.

Sebagai kata penutup bahwa Geisha (芸者) baik dari mulanya sampai sekarang merupakan penghibur bagi pelanggannya sekaligus menjadi seorang pelengkap kebutuhan bagi para penyokong hidupnya tapi tak lepas dari itu Geisha (芸者) merupakan penghibur sejati yang ada sejak zaman edo sampai sekarang walaupun telah terjadi perubahan-perubahan dalam pejalanan sejarah budaya jepang yang bisa dibilang sangat tertutup ini.


(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Barker, Chris, 2000, Cultural Studies: Theory and Practice, SAGE Publications, London

Dalby, Liza, 2000, The Life of Geisha, Tuttle

Kodansha, 1993; Japan an Illustrated Encyclopedia, 446 Fenomenologi, http://Wikipedia.org/wiki/fenomenologi

Fenomenologi, http://phenomenologyonline.com/inquiry/49.htm

Prabasmoro, Aquarini Priyatna, 2006, Kajian Budaya Feminis (Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop), Jalansutra

The Secret Life of Geisha, BBC World Wide Limited, 2006 www.phenomenology center.org/phenom.htm