SEJARAH BERDIRINYA TUGU MARGA DI PULAU SAMOSIR.

(1)

Sejarah Berdirinya Tugu Marga di Pulau Samosir

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Tono Manihuruk

3103121084

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2014


(2)

ABSTRAK

Tono Manihuruk, NIM: 3103121084, Sejarah Berdirinya Tugu Marga di Pulau Samosir. Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah program studi S1, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah berdirinya tugu marga di Pulau Samosir serta perkembangan dan makna pendirian tugu marga bagi masyarakat di Pulau Samosir. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka penelitian menggunakan metode penelitian Field Research (penelitian lapangan) dan studi pustaka (library research).

Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa sejarah berdirnya tugu marga di Pulau Samosir dimulai sejak tahun 1960-an. Hal ini diawali oleh migrasi besar-besaran orang Batak Toba keluar dari daerah Samosir yang mengakibatkan meningkatnya perekonomian masyarakat. Para perantau yang sukses ingin menunjukkan rasa terimakasihnya kepada para leluhurnya melaulu pendirian tugu sebagai bentuk penghormatan kepada leluhurnya. Perkembangan tugu marga di Pulau Samosir dimulai tahun 1990-an. Orang Batak mulai berlomba-lomba membangun tugu marga masing-masing dengan berbagai bentuk dan ukurannya. Makna pembangunan tugu marga bagi orang Batak adalah untuk menghormati arwah para leluhurnya hal ini sejalan dengan kepercayaan tradisional orang Batak Toba yang animistis. Tugu juga merupakan lambang pemersatu antara sesama keturunan marga. Tugu juga melambangkan kekayaan, kehormatan dan kemuliaan (hamoraon,hasangapon,hagabeon) bagi satu keturunan.


(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih setianya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dengan judul “ Sejarah Berdirinya Tugu Marga di Pulau Samosir.”

Sebelumnya penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya ayahanda M.H. Manihuruk dan ibunda F. boru Samosir yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan doa yang begitu besar bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas pengorbanan kalian kepada kami anak-anak mu. Tiada kata yang bisa saya sampaikan selain ucapan terimakasih yang tiada hentinya. Semoga kalian tetap panjang umur dan bisa melihat kami anak-anakmu menjadi anak yang sukses nantinya, yang dapat membahagiakan kalian nantinya, aku sayang kalian.

Dalam melaksanakan penelitian ini maupun dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih pada:

1. Bapak Prof. Ibnu Hajar Damanik, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan. 2. Bapak Dr. Restu M.S, selaku Dekan dan seluruh citivas akademik Fakultas Ilmu Sosial

UNIMED

3. Ibu Dra. Hafnita SD. Lubis, M.si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan, arahan, masukan dan pemikiran dalam penyelesaian skripsi ini

4. Ibu Flores Tanjung, MA selaku dosen pembimbing akademik, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama megikuti perkuliahan di Jurusan Pendidikan Sejarah.


(7)

5. Ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum selaku ketua Jurusan Pendidikan Sejarah sekaligus dosen penguji skripsi penulis yang telah banyak memberikan saran, kritik, dan masukan yang membangun pengetahuan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Hafnita SD Lubis, M.Si selaku sekretaris jurusan yang telah banyak memberikan bantuan dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini

7. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Samsidar Tanjung, M.Pd selaku dosen penguji saya yang telah banyak memberi masukan yang sangat baik bagi penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan nilai yang bagus. 8. Bapak Yushar Tanjung, M.si selaku dosen pembanding bebas yang telah banyak

memberikan masukan dan saran bagi penulis agar penulisan skripsi ini baik dan selesai dengan nilai yang bagus.

9. Kepada seluruh dosen yang pernah mendidik saya dari semester awal hingga akhir. 10.Kepada Bupati Samosir dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir yang telah

memberi izin penelitian kepada penulis.

11.Kepada keluarga besar Situngkir yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian lapangan dan memberi masukan dan semangat untuk penulis. 12.Kepada grup “SAPLAK” Rades Simbolon, Josray Sibagariang, Radius Silaban,

Rainhard, Triboy Nababan, Jonatan Parhusip, Jenry Limbong yang telah bersedia menemani dan membantu saya selama melakukan penelitian,

13.Kepada abang saya Windo Manihuruk dan adik penulis Eka Monika Manihuruk semoga cepat selesai studinya dan bisa membahagiankan orang tua. Terimakasih buat doa dan dukungan kalian, semoga kalian menjadi orang yang sukses, tercapai semua cita-cita kalian.


(8)

14.Kepada kakak stambuk saya Ervina Helen Sinaga dan Monalisa Limbong, terimakasih atas dukungan dan doanya. Semoga kalian sukses dalam cita-cita kalian.

15.Kepada sahabat-sahabat saya dan teman seperjuangan kelas A REG 2010 yang sudah wisuda lebih dulu (opung Indri, ito Berkat Penggabean, Junita, Desi, febri dan Dora) semoga kalian cepat dapat kerja daoakan kami segera menyusul. Dan teman-teman yang belum wisuda Nelly, Nurhairina, Flora, Ekalia, Hetty, Maria, Fatwa, Josray, Frianko, Rode, susi, Radius, Arinda, Rima, Putri, Ikhbal, Evan, Edo, Morris, Budi, Pratica, Febri, Naomi, fitri, Nur Indah, Juliar, Normayani, Sugi, Ferry, Muslim, Dila, Ayu, Muna, Hesry, Jarahman, Agus, Boy semoga kalian sukses.

16.Khsusnya kepada teman-teman PPL SMA NEGERI 1 LIMBANJULU. Terimakasih atas kebersamaan kita selama 3 bulan tapi sudah seperti keluarga. Semoga kalian cepat wisuda dan selalu dalam lindungan Tuhan.

17.Terkhusus untuk guru pamong saya pak Jinthar Makmur Silaen S.Pd, terimakasih atas bimbingan dan kebaikan bapak selama saya PPL di SMA NEGERI 1 LUMBANJULU, semoga bapak panjang umur dan sukses terus.

18.Teristimewa untuk si pesek Susi M. Silalahi, terimakasih selalu ada buat saya dalam suka maupun duka, terimakasih buat dukungan dan semangatnya yang tidak pernah berhenti. Semoga apa yang kamu cita-citakan tercapai.

19.Kepada teman-teman seangkatanku mulai dari kelas A Reguler, A/B Ekstensi, kakak serta adik stambuk yang telah banyak membantu.

20.PANSER FC terima kasih atas dukungan dan pertemanan kita selama 4 tahun, banyak hal yang kita lalui yang penulis anggap sebagai proses pendewasaan diri kita, tak bisa dipungkiri banyak rintangan yang kita lalui di dalam menjalani perkuliahan dan menjadi rekan satu tim namun kita bisa melaluinya dengan baik. Semoga pertemanan kita tidak hanya di Unimed saja, jangan lupa ya kawan apabila ada di antara kita yang


(9)

suskses jangan jadi sombong karena kita pun pernah makan hanya pake kerupuk nasi satu piring bagi empat dan kerupuknya 1 bagi 2..hahahaaa

21.Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI FIS UNIMED) yang telah banyak memberikan pengalaman dan pengetahuan berorganisasi selama penulis duduk di bangku perkuliahan di UNIMED.

22.Terima kasih kepada Ikatan Mahasiswa Kristen Sejarah yang memberi banyak pengalaman. Semoga IMKRIS ke depan semakin eksis di jurusan pendidikan Sejarah dan bisa membantu mempererat seluruh mahasiswa di sejarah

23.Kepada IMABATO terimakasih atas dukungan dan pengalamannya semoga kedepan organisasi ini lebih di kenal dan mampu merangkul seluruh mahasiswa Batak Toba yang ada di Unimed.

Skripsi ini bisa terselesaikan berkat bantuan dan doa dari semua pihak. Dan kepada teman-teman dan pihak yang tidak bisa sebutkan satu-persatu, saya ucapkan terima kasih. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan, Agustus 2014 Penulis

Tono Manihuruk NIM. 3103121084


(10)

1 Daftar Pustaka

Aritonang. Jan, dkk.2006. Beberapa pemikiran menuju teologi dalihan Na Tolu.

Jakarta: Dian Utama

Lempp. Walter. Benih Yang Tumbuh XII. Suatu Survey Mengenai:

Gereja-Gereja di Sumatera Utara (Laporan Regional Sumatera Utara).

Loir. Henry Chambert dan Antony Reid. 2006. Kuasa lelehur nenek moyang,

Orang Suci, Dan Pahlawan di Indonesia Kontemporer. Medan: Bina Media

Perintis

Gottschalk. Louis. 1969. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press

Gultom. H. 1991. Penggalian Tulang-Belulang Leluhur (Mangongkal Holi), ` Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia

Hariyono. 1995.Mempelajari Sejarah. Malang: Pustaka Jaya

Nainggolan. Togar.2012. Batak Toba Sejarah dan Transformasi Religi, Medan. Bina Media Perintis

Panggabean. H.P dan Richard Sinaga. 2007. Hukum adat dalihan Na Tolu

tentang hak waris. Jakarta: Dian Utama

Pederson, Paul Bodholdt. 1975. Darah Batak dan Jiwa Protestan Perkembangan


(11)

2 Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.1984. Sejarah

Nasional Indonesia I. Jakarta. PN BALAI PUSTAKA

Siahaan. Bisuk. 2005. Batak Toba Kehidupan di Balik Tembok Bambu. Jakarta: Kempala Foundation.

Silalahi. Henry James. 2000. Pandangan injil terhadap upacara adat Batak. Medan: KMK

Simanjuntak.Bungaran Antonius.2006. Struktur social dan system politik Batak

Toba hingga 1945. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Simanjuntak.Bungaran Antonius.2011. Pemikiran Tentang Batak, setelah 150

tahun agama Kristen di Sumatera Utara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Sjamsuddin. Helius.2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Sinaga.Richard. 2012. Meninggal adat dalihan Natolu. Jakarta: Dian Utama

Sitompul.R.H.P. 2010. Tugu Parsadaan. Jakarta: Dian Utama

http://wartanasrani.blogspot.com/2014/03/tugu-manihuruk-bangkitkan-wisata-samosir.html di unduh tanggal 15 maret 2014 pukul 19.00 WIB.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Samosir merupakan sebuah pulau yang terletak ditengah-tengah Danau Toba. Daerah ini merupakan pusat kebudayaan masyarakat Batak Toba. Di pulau inilah lahir si Raja Batak yang di percaya sebagai nenek moyang suku Batak. Samosir juga Memiliki keragaman budaya yang sangat unik mulai dari batu megalitik makam Sidabutar, Tor-tor, Ulos dan Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan. Salah satu hal yang menarik di pulau ini adalah banyaknya bangunan tugu (monumen kuburan nenek moyang). Bangunan Tugu merupakan bagian dari budaya yang masih dipertahankan hingga saat ini dan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bahkan hampir setiap keturunan membangun Tugu untuk menghormati arwah nenek moyangnya masing-masing.

Tradisi penghormatan kepada nenek moyang dengan pemakaman kembali tulang-belulang nenek moyang merupakan salah satu bagian budaya tua orang Batak, yaitu tradisi megalit. Batu-batu besar merupakan ‘tugu-tugu jiwa’, yang dengan perantaraannya orang -orang hidup berhubungan dengan -orang--orang mati. Peninggalannya masih ada, yaitu sarkofagus yang terdapat di Samosir. Sesudah Sarkofagus muncullah tambak, yaitu gundukan tanah yang berbentuk bukit segi empat. Kemudian muncullah simin/ batu na pir, kuburan yang dibangun dari semen berbentuk segi empat. Dan yang terakhir adalah tugu, yaitu bangunan (Monumen) atau tiang yang dibangun dari semen dalam berbagai bentuk dan jenis untuk menghormati arwah nenek moyang dan mempersatukan keturunan satu generasi.


(13)

Perkembangan pembangunan Tugu mulai berkembang sekitar tahun 1960-an. Hal ini didukung oleh munculnya orang Batak kaya dan sukses yang mengadu nasib diperantauan. Mayoritas anak-anak dari Samosir yang pergi merantau ke kota cenderung kembali ke kampung halamannya hanya untuk berpesta dan untuk acara pemakaman. Makam dan monumen orang meninggal adalah satu-satunya tanda investasi oleh orang-orang Batak rantau di kampung halaman nenek moyang mereka.

Ada beberapa faktor yang melatar belakangi pendirian Tugu bagi orang Batak Toba. Hal yang mendasar yaitu adanya cita-cita hidup dasar orang Batak yaitu Hamoraon, Hasangapon, Hagabeon. Pertama orang Batak yang sukses di perantauan ingin menunjukkan kekayaan (hamoraon) dan kesuksesan mereka di perantauan. Tugu yang dibangun oleh salah satu marga akan mengundang kecemburuan marga yang lain, sehingga mereka pun akan melakukan hal sama. Kedua, Tugu dibagun supaya orang tua dihormati (hasangapon). Ketiga adalah tugu dibangun untuk mempersatukan garis keturunan. Para perantau mensahkan identitas mereka dalam silsilah marganya dengan membangun monumen nenek moyang. Meski mereka jauh merantau tapi kampung halaman mereka yang sebenarnya adalah tanah Batak. Pembangunan tugu merupakan sebuah kesempatan untuk membangun jaringan, mereka saling mengenal dan dekat satu sama lain. Dengan orang semarga dan sekaligus menunjukkan banyaknya keturunan nenek moyang mereka (hagabeon). Orang Batak menganggap jika sesorang membangun gereja atau sekolah dia hanya mau mengangkat dirinya sendiri, tetapi jika ia membangun tugu, ia meninggikan seluruh garis keturunannya.

Dalam kehidupan masyarakat Batak toba Dalihan Natolu merupakan suatu pedoman hidup yang harus ditaati dalam kehidupan masyarakat Batak toba. Dalam mengatasi suatu masalah yang terjadi di kehidupan masyarakat Batak toba Dalihan Natolu juga berfungsi sebagai landasan untuk memecahkan masalah yang mungkin terjadi ditengah-tengah keluarga


(14)

baik suka maupun duka dengan mencari solusi dengan cara musyawarah dan mufakat. Ada tiga unsur yang ada di dalam Dalihan Natolu yaitu hula-hula, mardongan tubu dan juga boru. Dalam hal penyelesaian masalah ketiga unsur Dalihan Natolu berhak memberi pendapat untuk menemukan satu solusi berdasarkan musyawarah dan mufakat.

Keputusan yang diperoleh dari hasil rapat Dalihan Natolu merupakan suatu keputusan yang tertinggi dan harus dipenuhi oleh anggota masyarakat apabila ada yang menolak maka akan mendapatkan sanksi dikucilkan dari anggota-anggota Dalihan Natolu dan mereka akan disebut sebagai orang yang tidak beradat.

Unsur-unsur Dalihan Natolu yaitu:

1. Hula-hula yaitu pihak atau marga yang memberi anak perempuan kepada pihak marga yang menerima anak perempuan. Semua dongan sabotuha orang tua pengantin perempuan menjadi hula-hula bagi dongan sabotuha pengantin laki-laki. Bagi masyarakat Batak Toba, hula-hula dianggap sebagai pemberi kehidupan dan penyalur berkah sehingga harus dihormati. Hal ini tercermin dalam filsafat Batak Toba yang menyatakan “somba marhula-hula”.

2. Dongan sabotuha, yaitu saudara semarga yakni orang-orang seketurunan menurut garis bapak atau turunan dari laki-laki satu leluhur. Dengan demikian dongan sabotuha berarti mempunyai hubungan persaudaraan yang sangat erat. Hai ini juga tercermin dalam filsafat Batak Toba “manat mardongan tubu”.

3. Boru yaitu golongan atau pihak atau marga yang menerima anak perempuan dari pihak yang memberikan anak perempuan (hula-hula). Seluruh keluarga (dongan sabotuha) penerima anak perempuan dengan demikian termasuk golongan boru. Posisi yang demikian menjadikan kelompok hula-hula harus mengasihi dan bersikap


(15)

membukuk terhadap boru. Hal ini terermin dari filsafat Batak Toba yang menyatakan “ elek marboru”.

Tugu selain merupakan simbol yang tepat untuk proses kesatuan marga, juga menjadi bukti bahwa penghormatan kepada nenek moyang tetap berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi orang Batak untuk menghormati leluhur mereka sebelum datangnya Kristen ke tanah Batak masih tetap berlangsung bahkan sampai Kristen memasuki tanah Batak. Nenek moyang yang dihormati adalah jaminan kepastian identitas mereka. Disini kematiaan tidak dilihat secara perorangan melainkan sesuatu yang bersifat genealogis. Tugu merupakan simbol kebatakan (marga) dan simbol untuk kebatakan (adat). Melalui tugu, orang Batak membentuk kebatakannya, mempersatukan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, Mempersatukan kota dan kampung.

Menurut Johannes Warneck dalam (Nainggolan 2012:22-25) dari hasil studinya tentang mitos kosmologi, terciptanya dunia, kita tahu bahwa orang Batak Toba percaya akan adanya tiga dunia, yaitu dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah. Masing –masing dunia ini dihuni oleh dewata (debata) (Warneck 1909:4-6). Tema studi Warneck ialah animisme pada masyarakat Batak Toba.

Mengenai penghuni dunia atas, penulis menemukan dua versi tentang dewata. Versi yang pertama mengatakan bahwa ada lima dewata di dunia atas, yaitu Batara Guru, Soripada, Mangalabulan (juga malabulan), Ompu Tuhan Mulajadi, dan Debata Asiasi. Kelima dewata ini dianggap sejajar dan hampir tidak ada perbedaan.kadang-kadang dipertukarkan begitu saja (Warneck 1909:4). Sedangkan versi yang kedua mengatakan bahwa mulajadi berada di atas dewata-dewata yang lain. Mulajadi mencipta tiga ‘manusia’, yaitu Batara Guru, Soripada, dan Mangabulan.


(16)

Penghuni dunia tengah ialah manusia, yang juga disebut ‘dewata dunia tengah’ (Gotter der Mittelwelt). Ada dua versi tentang penciptaan manusia di dunia tengah. Yang pertama ialah manusia lahir dari perkawinan antara boru si Deak Parujar dengan Tuan Ruma uhir Tuan Ruma Gorga. Sedang versi kedua mengatakan bahwa sesudah Siboru Deak Parujar pulang kedunia atas dia menjatuhkan air matanya kedunia tengah. Lalu air mata itu bersama cendawan kemudian menjadi manusia. Dengan demikian sebenarnya jelas bahwa manusia di dunia tengah lahir dari keturunan Dewata dunia atas.

Dunia bawah dihuni oleh roh orang yang sudah meninggal, roh-roh lain dan setan-setan. Penghuni lain didunia bawah ialah Debata Idup, Boraspati ni tano, boru Saniang naga, Boru na mora dan Raja (naga) Padoha. Debata Idup ialah Dewata (Gottheit) yang menolong pasangan suami istri untuk memperoleh keturunan. Bagi orang Batak Toba keturunan sangat penting. Boraspati ni tano adalah personifikasi dari Dewata kesuburan tanah. Dewata ini mendapat tempat yang penting untuk orang Batak Toba sebab orang Batak Toba hidup dari pertanian. Boru Saniang naga adalah roh yang hidup didalam air. Roh ini memberkati para nelayan dengan tanggakap ikan mereka. Tetapi dia juga bisa mendatangkan maut dengan tenggelammnya kapal atau orang hanyut. Roh ini sangat penting bagi mereka yang tinggal disekitar Danau Toba. Masih ada Dewata lain yang sangat penting di Danau Toba, yaitu Boru Namora. Boru namora ialah Dewata angin yang ganas. Kemudian gempa bumi terjadi karena Raja (Naga) Padoha, yang telah diikat oleh Siboru Deak Parujar, bergerak. Nampaknya dewa-dewa penghuni dunia bawah ini, kecuali Dewata idup, merupakan personifikasi kekuatan alam.

Sinaga dalam Nainggolan (2012:7) menjelaskan bahwa mitos penciptaan dan konsep tentang manusia merupakan satu bagian dari religi Batak Toba. Kosmos terdiri dari tiga tingkatan atau tiga dunia : dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. Selanjutnya Loed dalam Nainggolan (2012:7) menjelaskan bahwa dunia atas dihuni oleh Mulajadi Nabolon dan


(17)

dewata-dewata lain bersama famili mereka. Dunia tengah untuk manusia. Dan dunia bawah didiami oleh roh-roh orang meninggal dan setan-setan. Mulajadi Nabolon adalah pencipta kosmos. Konsep orang Batak Toba tentang manusia terdiri atas tondi (roh), roha (ego), dan pamatang (badan). Tondi diterima oleh manusia dari Mulajadi Nabolon dan masuk dalam diri manusia pada waktu dia berada dalam kandungan ibunya. Apabila orang meninggal maka tondinya kembali ke Mulajadi Nabolon, ego menjadi begu/sumangot dan badan menjadi tanah.

Sesudah beberapa tahun nenek moyang tertentu dikubur dalam tanah, kemudian digali dan dimasukkan kedalam tempat permanen (periuk, sarkofagus,tambak,dan tugu). Dengan demikian, status nenek moyang tersebut menjadi lebih tinggi didunia orang mati dan kuasa mereka menjadi lebih besar kepada keturunannya. Hingga kini peranan nenek moyang sangat penting dalam kehidupan dan nasib orang Batak Toba. Nenek moyang dapat memberikan berkat atau hukuman. Roh nenek moyang ini dapat mengingatkan orang hidup melalui kecelakaan atau mimpi buruk hal ini dilihat sebagai tanda peringatan bahwa keturunan nenek moyang itu telah melupakan nenek moyang ereka karena tidak mengadakan ritus penghormatan.

Tondi dari junjungan leluhur yang hidup sebagai Sombaon diyakini dapat berhubungan dengan keturunannya dalam kondisi spiritual. Pemujaan secara pribadi dapat dilakukan oleh orang per orang dari keturunannya, tetapi untuk hal-hal besar dapat juga dilakukan melalui perhelatan besar. Biasanya perhelatan besar ini dilakukan apabila dalam kehidupan keturunannya mengalami banyak musibah, gagal panen, wabah, musim kering berkepanjangan dan hal-hal buruk yang bersifat missal dan berkesinambungan. Menurut Warneck dalam (Nainggolan 2012:35) tondi (Seele) memegang peranan penting dalam religi orang Batak Toba. Tondi adalah suatu kekuatan hidup, materi kehidupan atau bahan


(18)

kehidupan. Orang Batak Toba percaya bahwa apabila orang meninggal maka tondinya meninggalkan tubuhnya. Tondi itu kembali kepada sumber tondi di dunia atas dan dari sana kemudian pergi menghidupi makhluk lain. Tondi tidak tinggal di dalam badan orang yang sudah mati. Yang ada sekarang ialah mayat. Begu sesudah tondi pulang ke dunia atas, yang masih ada ialah kedirian orang itu dalam bentuk bayang-bayang yang disebut begu. Begu ini tidak memiliki hubungan dengan dewata tetapi dia mempunyai relasi khusus dengan manusia. Begu ada di udara, tempat seram dan di bawah tanah. Begu ditakuti oleh manusia sebab dia dapat mendatangkan penyakit, bencana, kemiskinan atau kematian. Tetapi kalau mereka dibuat senang maka begu ini akan memberi berkat. Untuk menyenangkan hati begu ini, orang menangisi mayat orang meninggal dengan kata-kata pujian terhadap begu tersebut.

Lebih tinggi statusnya dari begu dan sumangot ialah sombaon, artinya yang patuh disembah. Sombaon adalah nenekmoyang dari masa yang sangat tua, atau yang disebut nenek moyang dari nenek moyang. Sombaon ini mempunyai tempat khusus, yaitu tempat-tempat mengerikan/ menakutkan, seperti gunung hutan lebat, sumber air panasdan Danau Toba.

Orang memberikan persembahan kepada Sombaon dengan sukarela atau karena diminta oleh sumbaon itu sendiri. Dengan sukarela orang memberi persembahan karena kemakmuran yang diperoleh oleh keturunannya. Dan persembahan diminta oleh Sombaon melalui penyakit massal atau bencana alam.

Berdasarkan uraian masalah diatas penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang sejarah berdirinya Tugu marga, oleh karena itu peneliti membuat judul penelitian ini “Sejarah berdirinya Tugu Marga Di Pulau Samosir”


(19)

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Identifikasi masalah dilakukan agar penelitian yang dilaksanakan lebih efektif. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas maka dapat dikemukakan suatu identifikasi sebagai berikut:

1. Sejarah berdirinya Tugu Marga di Pulau Samosir 2. Perkembangan Tugu Marga Di Pulau Samosir

3. Makna pendirian Tugu bagi masyarakat Batak Toba Di Pulau Samosir

C. Rumusan Masalah

Untuk lebih memusatkan pembahasan dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Sejarah berdirinya Tugu Marga di Pulau Samosir? 2. Bagaimanakah Perkembangan Tugu Marga Di Pulau Samosir?

3. Apakah Makna pendirian Tugu bagi masyarakat Batak Toba Di Pulau Samosir D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:


(20)

2. Untuk mengetahui Perkembangan Tugu Marga Di Pulau Samosir

3. Untuk mengetahui makna pendirian tugu marga bagi masyarakat Batak Toba di Pulau Samosir

E. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas maka diharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Untuk memberikan pengetahuan bagi pembaca tentang sejarah perkembangan Tugu marga Di Pulau Samosir

2. Sebagai bahan perbandingan untuk mahasiswa atau peneliti lainnya khusus dalam meneliti yang sama pada lokasi yang berbeda


(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan penulis tentang Sejarah Berdirinya Tugu Marga di Kabupaten Samosir, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Sejarah berdirinya tugu marga di Pulau Samosir di awali migrasi besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat Batak. Migrasi ini berpengaruh besar terhadap ekonomi masyarakat Batak Toba. Setelah migrasi ini muncullah putra-putri Batak yang telah sukses di perantauan. Keberhasilan mereka di perantauan, menimbulkan dorongan untuk memberikan ucapan terima kasih sesuai dengan keyakinan yang di anutnya yaitu keyakinan agama leluhur orang Batak. Di tahun 1960-an tugu mulai berdiri di Pulau Samosir namun tidak begitu berkembang akibat banyak yang menilai hal itu membangkitkan hasipelebeguon (penyembahan berhala) yaitu suatu tradisi lama orang Batak yang telah lama ditinggalkan setelah masuknya kristen di Pulau Samosir yang di bawa oleh para missionaris jerman.

b. Perkembangan pembangunan tugu di Pulau Samosir mulai terlihat sejak tahun 1990-an. Hal ini didorong oleh pambangunan tugu para pahlawan nasional Indonesia contohnya pahlawan nasional dari tanah Batak yaitu Raja Sisingamangaraja XII yang dibangun untuk mengenang jasa pahlawan tersebut. Namun bagi sebagian masyarakat Batak tugu Sisingamangaraja dianggap sebagai tugu marga Sinambela. Hal ini mendorong marga lainnya untuk mendirikan tugu marga meraka masing-masing. Perkembangan tugu marga di kabupaten Samosir juga dapat dilihat dari segi bangunannya baik arsitektur, keindahan dan


(22)

kemegahannya. Sebelum tahun 1990-an bangunan tugu masih sederhana yaitu terbuat dari semen biasa dan bentuknya pun masih sederhana dan polos. Namun sejak tahun 1990-an bangunan tugu mulai mengalami perubahan seperti menggunakan keramik dan arsitekturnya pun bermacam-macam. Bahkan sebagian tugu contohnya Tugu Marga Manihuruk sudah dilengkapi dengan museum mini dan tempat untuk berdoa. Orang Batak berlomba-lomba untuk membangun tugu yang megah dan membangun tugu mereka yang terbaik dari tugu marga lainnya. c. Orang Batak Toba di Samosir meyakini bahwa akan adanya hubungan antara

orang yang hidup dengan roh orang mati, hal ini tercermin di dalam berbagai upacara adat yang dilakukan terhadap orang-orang yang akan dan telah mati, seperti manulangi (menyulangi orang yang di anggap akan meninggal/ biasanya orang tua yang sudah berumur cukup tua), Hamatean (kematian), mangongkal holi (menggali tulang-belulang), dan pesta pendirian tugu serta pesta tahunan tugu-tugu marga. Pembangunan tugu juga mengimpresetasikan religi tradisional Batak selain itu juga sebagai simbol pemersatu keturunan yang telah lama merantau.

2. SARAN

Melalui tulisan ini penulis berharap kepada seluruh marga yang ada di Pulau Samosir pembangun tugu marga di Pulau Samosir sudah seharusnya jangan lagi menjadi sebuah ajang untuk pamer atau menunjukkan gengsi sosial. Tugu bukanlah merupakan lambang kesombongan melainkan harus menjadi sebuah lambang pemersatu antara sesama keturunan baik yang ada di kota maupun yang ada di kampung halaman , dan yang kaya maupun yang misikin.


(23)

Pembangunan tugu marga bisa dijadikan sebagai sebuah ikon pariwisata di Pulau Samosir mengingat tugu merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Batak. Dewasa ini sebagian tugu marga yang ada di Pulau Samosir seperti tugu Marga Manihuruk sudah dilengkapi dengan museum mini dan ruang untuk berdoa. Hendaknya langkah ini juga ditempuh oleh marga-marga lain sehingga masyarakat lebih tertarik lagi untuk mengunjungi tugu bukan sekedar menghormati leluhurnya, melainkan juga sebagai sarana untuk mengenal kembali leluhurnya. Sehingga setiap orang yang akan berkunjung atau mendengar kata

Samosir maka yang ada di pikiran orang tersebut adalah “Samosir pulau seribu Tugu”.

Bagi pemerintah setempat sabaiknya pembangunan tugu di manfaatkan sebagai tujuan wisata demi menunjang kelancaran pariwisata di pulau samosir. Dengan membuat duplikat tugu tersebut dan disatukan di satu wilayah tertentu.


(1)

kehidupan. Orang Batak Toba percaya bahwa apabila orang meninggal maka tondinya meninggalkan tubuhnya. Tondi itu kembali kepada sumber tondi di dunia atas dan dari sana kemudian pergi menghidupi makhluk lain. Tondi tidak tinggal di dalam badan orang yang sudah mati. Yang ada sekarang ialah mayat. Begu sesudah tondi pulang ke dunia atas, yang masih ada ialah kedirian orang itu dalam bentuk bayang-bayang yang disebut begu. Begu ini tidak memiliki hubungan dengan dewata tetapi dia mempunyai relasi khusus dengan manusia. Begu ada di udara, tempat seram dan di bawah tanah. Begu ditakuti oleh manusia sebab dia dapat mendatangkan penyakit, bencana, kemiskinan atau kematian. Tetapi kalau mereka dibuat senang maka begu ini akan memberi berkat. Untuk menyenangkan hati begu ini, orang menangisi mayat orang meninggal dengan kata-kata pujian terhadap begu tersebut.

Lebih tinggi statusnya dari begu dan sumangot ialah sombaon, artinya yang patuh disembah. Sombaon adalah nenekmoyang dari masa yang sangat tua, atau yang disebut nenek moyang dari nenek moyang. Sombaon ini mempunyai tempat khusus, yaitu tempat-tempat mengerikan/ menakutkan, seperti gunung hutan lebat, sumber air panasdan Danau Toba.

Orang memberikan persembahan kepada Sombaon dengan sukarela atau karena diminta oleh sumbaon itu sendiri. Dengan sukarela orang memberi persembahan karena kemakmuran yang diperoleh oleh keturunannya. Dan persembahan diminta oleh Sombaon melalui penyakit massal atau bencana alam.

Berdasarkan uraian masalah diatas penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang sejarah berdirinya Tugu marga, oleh karena itu peneliti membuat judul penelitian ini “Sejarah berdirinya Tugu Marga Di Pulau Samosir”


(2)

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Identifikasi masalah dilakukan agar penelitian yang dilaksanakan lebih efektif. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas maka dapat dikemukakan suatu identifikasi sebagai berikut:

1. Sejarah berdirinya Tugu Marga di Pulau Samosir

2. Perkembangan Tugu Marga Di Pulau Samosir

3. Makna pendirian Tugu bagi masyarakat Batak Toba Di Pulau Samosir

C. Rumusan Masalah

Untuk lebih memusatkan pembahasan dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Sejarah berdirinya Tugu Marga di Pulau Samosir?

2. Bagaimanakah Perkembangan Tugu Marga Di Pulau Samosir?

3. Apakah Makna pendirian Tugu bagi masyarakat Batak Toba Di Pulau Samosir

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:


(3)

2. Untuk mengetahui Perkembangan Tugu Marga Di Pulau Samosir

3. Untuk mengetahui makna pendirian tugu marga bagi masyarakat Batak Toba di Pulau Samosir

E. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas maka diharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Untuk memberikan pengetahuan bagi pembaca tentang sejarah perkembangan Tugu marga Di Pulau Samosir

2. Sebagai bahan perbandingan untuk mahasiswa atau peneliti lainnya khusus dalam meneliti yang sama pada lokasi yang berbeda


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan penulis tentang Sejarah Berdirinya Tugu Marga di Kabupaten Samosir, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Sejarah berdirinya tugu marga di Pulau Samosir di awali migrasi besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat Batak. Migrasi ini berpengaruh besar terhadap ekonomi masyarakat Batak Toba. Setelah migrasi ini muncullah putra-putri Batak yang telah sukses di perantauan. Keberhasilan mereka di perantauan, menimbulkan dorongan untuk memberikan ucapan terima kasih sesuai dengan keyakinan yang di anutnya yaitu keyakinan agama leluhur orang Batak. Di tahun 1960-an tugu mulai berdiri di Pulau Samosir namun tidak begitu berkembang akibat banyak yang menilai hal itu membangkitkan hasipelebeguon (penyembahan berhala) yaitu suatu tradisi lama orang Batak yang telah lama ditinggalkan setelah masuknya kristen di Pulau Samosir yang di bawa oleh para missionaris jerman.

b. Perkembangan pembangunan tugu di Pulau Samosir mulai terlihat sejak tahun 1990-an. Hal ini didorong oleh pambangunan tugu para pahlawan nasional Indonesia contohnya pahlawan nasional dari tanah Batak yaitu Raja Sisingamangaraja XII yang dibangun untuk mengenang jasa pahlawan tersebut. Namun bagi sebagian masyarakat Batak tugu Sisingamangaraja dianggap sebagai tugu marga Sinambela. Hal ini mendorong marga lainnya untuk mendirikan tugu marga meraka masing-masing. Perkembangan tugu marga di kabupaten Samosir juga dapat dilihat dari segi bangunannya baik arsitektur, keindahan dan


(5)

kemegahannya. Sebelum tahun 1990-an bangunan tugu masih sederhana yaitu terbuat dari semen biasa dan bentuknya pun masih sederhana dan polos. Namun sejak tahun 1990-an bangunan tugu mulai mengalami perubahan seperti menggunakan keramik dan arsitekturnya pun bermacam-macam. Bahkan sebagian tugu contohnya Tugu Marga Manihuruk sudah dilengkapi dengan museum mini dan tempat untuk berdoa. Orang Batak berlomba-lomba untuk membangun tugu yang megah dan membangun tugu mereka yang terbaik dari tugu marga lainnya. c. Orang Batak Toba di Samosir meyakini bahwa akan adanya hubungan antara

orang yang hidup dengan roh orang mati, hal ini tercermin di dalam berbagai upacara adat yang dilakukan terhadap orang-orang yang akan dan telah mati, seperti manulangi (menyulangi orang yang di anggap akan meninggal/ biasanya orang tua yang sudah berumur cukup tua), Hamatean (kematian), mangongkal holi (menggali tulang-belulang), dan pesta pendirian tugu serta pesta tahunan tugu-tugu marga. Pembangunan tugu juga mengimpresetasikan religi tradisional Batak selain itu juga sebagai simbol pemersatu keturunan yang telah lama merantau.

2. SARAN

Melalui tulisan ini penulis berharap kepada seluruh marga yang ada di Pulau Samosir pembangun tugu marga di Pulau Samosir sudah seharusnya jangan lagi menjadi sebuah ajang untuk pamer atau menunjukkan gengsi sosial. Tugu bukanlah merupakan lambang kesombongan melainkan harus menjadi sebuah lambang pemersatu antara sesama keturunan baik yang ada di kota maupun yang ada di kampung halaman , dan yang kaya maupun yang misikin.


(6)

Pembangunan tugu marga bisa dijadikan sebagai sebuah ikon pariwisata di Pulau Samosir mengingat tugu merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Batak. Dewasa ini sebagian tugu marga yang ada di Pulau Samosir seperti tugu Marga Manihuruk sudah dilengkapi dengan museum mini dan ruang untuk berdoa. Hendaknya langkah ini juga ditempuh oleh marga-marga lain sehingga masyarakat lebih tertarik lagi untuk mengunjungi tugu bukan sekedar menghormati leluhurnya, melainkan juga sebagai sarana untuk mengenal kembali leluhurnya. Sehingga setiap orang yang akan berkunjung atau mendengar kata Samosir maka yang ada di pikiran orang tersebut adalah “Samosir pulau seribu Tugu”.

Bagi pemerintah setempat sabaiknya pembangunan tugu di manfaatkan sebagai tujuan wisata demi menunjang kelancaran pariwisata di pulau samosir. Dengan membuat duplikat tugu tersebut dan disatukan di satu wilayah tertentu.