NILAI JAMBAR PADA SUKU BATAK TOBA DI DESA PARADUAN KECAMATAN RONGGUR NI HUTA KABUPATEN SAMOSIR.
NILAI JAMBAR PADA SUKU BATAK TOBA DI DESA
PARADUAN KECAMATAN RONGUR NI HUTA
KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana S-1
Jurusan Pendidikan Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial
Oleh:
JOU S.T. PANDIANGAN
NIM: 3103122028
JURUSAN PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
UNIMED
2015
ABSTRAK
Jou S.T Pandiangan, NIM. 3103122028. Nilai Jambar Pada Suku Batak Toba
di Desa Paraduan Kecamatan Ronggur Ni Huta Kabupaten Samosir,
Skiripsi. Fakultas Ilmu Sosial, Pendidikan Antropologi, Universitas Negeri
Medan 2015
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh konflik yang sering terjadi akibat
kekeliruan pembagian jambar pada pesta adat Batak Toba, di desa Paraduan
kecamatan Ronggur Ni Huta kabupaten Samosir. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui, apa yang dimaksud dengan jambar, siapa saja yang berhak
menerima jambar, bagaimana proses pembagian jambar, fungsi jambar, mengapa
jambar berpotensi konflik serta nilai jambar pada suku Batak Toba.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan nilai jambar
pada suku Batak Toba. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling,
maka informan dalam penelitian adalah para ketua adat dan orang-orang yang
pernah mengalami konflik dalam proses pembagian jambar. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara (interview)
dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan cara menyusun data,
mengkategorikan data, menginterpretasikan data, menganalisa data serta membuat
kesimpulan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jambar pada suku Batak Toba
mengandung nilai yaitu menunjukkan eksistensi pribadi seseorang terhadap
kelompok, menunjukkan silsilah keluarga (tarombo), menunjukkan status dan
peran seseorang dalam suatu uapcara adat, serta menjamin suatu sistem sosial
yakni Dalihan Na Tolu.
Kata kunci: Pesta adat, Jambar dan Dalihan Na Tolu
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan penyertaanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Nilai Jambar Pada Suku Batak Toba Di Desa Paraduan Kecamatan
Ronggu Ni Huta Kabupaten Samosir”.
Penulis juga tidak lupa menyampaikan rasa terimakasih bagi pihak-pihak
yang telah memberikan motivasi maupun kontribusi bagi penulis, sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini . Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Dr. Restu MS beserta jajarannya yang telah
memberikan segala kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Antropologi, Ibu Puspitawati,
M,Si yang telah memberikan fasilitas dan motivasi dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Drs. Payerli Pasaribu, M.Si selaku Pembimbing Skripsi yang telah
membimbing dan memberikan banyak masukan, arahan dan nasihat yang
sangat baik kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Supsiloani, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang
telah memberikan masukan, nasehat selama proses penyelesaian skripsi
ini.
6. Ibu Puspitawati M.Si, Ibu Supsiloani M.Si dan Bapak Erond Litno
Damanik selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan
dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.
7. Teristimewa kepada keluarga tercinta, Ayanda S.Pandiangan dan Ibunda
B. Sitanggang, yang telah membimbing penulis hingga sampai pada saat
ini juga memberikan motivasi tidak terhitung baik secara materi dan
nonmateri sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
8. Abang saya Ronald Pandiangan, Dian Ray Pandiangan, Donris
Pandiangan, Supentro Pandiangan dan kakak saya Lismawati Pandiangan,
yang banyak memberikan bantuan materi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tuhan selalu memberkati.
9.
Kepala desa Paraduan, yang telah memberikan izin penelitian dalam
penyelesaian skripsi ini.
10. Kepada seluruh informan yang telah memberikan waktunya untuk
bercerita panjang lebar guna melengkapi data skripsi ini
11. Teman-teman tercinta (Dapot Purba, Leo Simbolon, Metho Sihombing,
Panri Situmorang, Diko Silaban dan Tomket Purba).
12. Semua teman Antropologi stambuk 2010 yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu, khususnya Tutur Sinurat dan Lely Purba yang selalu bersama
dalam berjuang dalam menyelesaikan perkuliahan di Prodi Antropologi
Unimed.
Serta kepada pihak-pihak informan yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian serta diberikan berkat dan
rahmatNya.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini membawa manfaat yang baik.
Medan, Maret 2015
Penulis
Jou S.T Pandiangan
NIM : 3103122028
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki
kebudayaan sendiri yang menjadi ciri khas bagi setiap suku tersebut. Salah satu
suku yang terdapat di Indonesia adalah suku Batak Toba, yang merupakan salah
satu suku di sumatera bagian utara. Suku Batak sangat terkenal dengan adat
hingga sekarang ini, suku Batak Toba yang tinggal di Sumatera Utara masih
mempertahankan adat istiadat yang dianut secara turun-temurun dari leluhurnya.
Keseluruhan hidup suku Batak Toba diatur di dalam adat. Bagi suku Batak
Toba, adat difungsikan untuk menciptakan keteraturan di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat, suku Batak Toba sangat menghargai adat
istiadat yang diwarisi dari nenek moyangnya. Hal ini terbukti dari kepedulian
suku Batak Toba pada umunya, terhadap berbagai atribut yang berkaitan dengan
adat. Setiap atribut yang berkaitan dengan adat- istiadat dipandang penting dan
bernilai tinggi. Meniadakan atau menghilangkan salah satu atribut adat istiadat
adalah sebagai pelecehan atau penghinaan, yang dapat menimbulkan konflik.
Salah satu dari atribut adat istiadat suku Batak Toba adalah pembagian
jambar. Sebagaimana diketahui setiap kegiatan atau upacara yang didasari adat istiadat pada suku Batak Toba, haruslah melibatkan unsur Dalihan Na Tolu.
Dalam kegiatan atau upacara demikian, jambar menjadi salah satu atribut yang
tidak dapat diabaikan. Tanpa jambar, pelaksanaan adat dianggap tidak sempurna.
Jambar adalah istilah yang khas dan lazim disebut pada pelaksanaan
upacara adat suku Batak Toba. Kata jambar menunjuk kepada hak atau bagian
yang ditentukan bagi seseorang dan atau sekelompok orang. Dalam budaya suku
Batak Toba dikenal 3(tiga) jenis jambar yaitu:
1. Hak untuk mendapat bagian dari hewan sembelihan pada upacara adat
yang biasanya hewan berkaki empat seperti kerbau, babi dan lembu
(jambar juhut),
2. Hak untuk berbicara dalam pelaksanaan adat ( jambar hata)
3. Hak untuk mendapat peran atau tugas dalam upacara adat (jambar
ulaon).
Pembagian jambar pada adat Batak toba pada dasarnya berpatokan
terhadap falsafah hidup orang Batak yakni manat mardongan tubu, somba
marhula-hula dan elek marboru yang dalam suku Batak Toba sering disebut
dengan Dalihan Na Tolu. Dalam pembagian jambar pada adat Batak Toba
tidaklah memandang dari ukuran kekayaan ataupun jabatan, akan tetapi
pembagian jambar tersebut, harus sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur
Dalihan Na Tolu.
Berbicara soal jambar khususnya jambar juhut, adalah hal yang paling
rumit dalam pesta adat Batak Toba, karena pemahaman tentang bagian-bagian
tubuh hewan yang patut diterima masing-masing unsur Dalihan Na Tolu, tidaklah
selalu sama untuk setiap daerah. Hal ini dinyatakan dalam pepatah Batak Toba, “
asing dolok, asing sihaporna; asing luat, asing paradatanna”. Dalam terjemahan
bebas, pepatah ini mengungkapkan bahwa, “ lain bukit, lain belalangnya ; lain
daerah, lain pula adatnya”. Sehubungan dengan pepatah ini, pembagian jambar
masing-masing daerah menghayati bahwa, pembagian jambar yang berlaku di
daerahnyalah yang paling benar. Oleh karena itu, ketika unsur-unsur Dalihan Na
Tolu yang terlibat dalam pembagian jambar berasal dari daerah yang berbeda,
cenderung timbul masalah, karena masing-masing pihak selalu mempertahankan
kebiasaan di daerah masing-masing. Kadang kala, karena keinginan kuat untuk
mempertahankan kebiasaan masing-masing dalam pembagian jambar, bisa terjadi
perkelahian yang mengakibatkan kekacauan acara adat tersebut.
Selain masalah tentang bagian jambar yang diterima, masalah lain dalam
pembagian jambar adalah soal pihak-pihak yang patut dihargai sebagai penerima
jambar. Jika dalam pelaksanaan upacara adat, ada orang yang merasa sepatutnya
menerima atau mendapat jambar (baik jambar juhut, jambar hata, maupun
jambar ulaon), tetapi Ia tidak mendapatkannya, maka orang yang bersangkutan
bisa saja merasa tersinggung dan meninggalkan acara adat yang tengah
berlangsung. Bahkan karena merasa disepelekan, bisa sampai terjadi pemutusan
hubungan kerabat terhadap pihak yang melaksanakan acara adat.
Keadaan sebagaimana dipaparkan di atas, tidak jarang terjadi dalam
pelaksanaan upacara adat Batak Toba di desa Paraduan kecamatan Ronggur Ni
Huta kabupaten Samosir. Jambar merupakan hal yang sangat penting dalam setiap
upacara adat di desa tersebut. Jambar dimaknai sebagai penghargaan, karena
jambar tersebut menunjukkan kedudukan seseorang dalam pesta adat, sehingga
seseorang akan merasa tidak dihargai jika jambarnya disepelekan. Sampai saat ini
masih banyak masyarakat yang tinggal di desa tersebut yang saling bermusuhan
akibat kekeliruan pembagian jambar. Kekeliruan pembagian jambar tersebut
biasanya terjadi akibat dari ketidak sepahaman antara pihak-pihak yang berbagi
jambar terhadap bagian hewan yang dibagikan sebagai jambar. Selain itu,
kesalahan urutan pemanggilan pembagian jambar juga sering menjadi masalah di
desa Paraduan. Urutan pemanggilan pembagian jambar harus sesuai dengan
urutan silsilah keluarga, artinya pemanggilan pembagian jambar anak pertama,
tidak boleh didahului pemanggilan pembagian jambar anak kedua. Jika hal
tersebut terjadi maka anak pertama bisa saja merasa tersingung dan merasa
kedudukannya tidak dihargai sebagai anak pertama.
Pada dasarnya, masyarakat yang tinggal di desa tersebut masih terikat
oleh ikatan darah, tetapi tidak sedikit masyarakat yang pernah mengalami konflik
karena kekeliruan dalam pembagian jambar. Oleh sebab itu, pembagian jambar
pada pelaksanaan adat Batak Toba merupakan sesuatu yang sangat pelik, karena
bisa menimbulkan banyak kerugian sebagai akibat dari perselisihan yang terjadi
dalam kesalahan pembagian jambar tersebut.
Hubungan persaudaraan yang masih terikat oleh ikatan darah bisa saja
menjadi renggang, bahkan tidak jarang suku Batak Toba yang secara geneologis
terikat hubungan kekerabatan, tetapi karena persoalan jambar, hubungan
kekerabatan tersebut bisa saja putus. Jika melihat keuntungan materi dari
pembagian jambar tersebut tidaklah besar. Secara logika berfikir, keuntungan
yang diperoleh dari daging sebagai hasil pembagian jambar juhut yang diperoleh
tidaklah seberapa jika dilihat dari sudut pandang materi.
Pentingnya pembagian jambar, menuntut kehati-hatian pelaksanaannya.
Nasehat umum suku Batak Toba “ manat unang tartuktuk, dadap unang
tarrobung(terjemahan bebas, hati- hati agar tidak tersandung, melangkah pelan
agar tidak terjerambat). Nasehat tersebut harus lah dipedomani dalam pembagian
jambar.
Berpedoman terhadap nasehat ini, maka dalam setiap pembagian jambar
juhut dan jambar hata, suku Batak Toba selalu terlebih dahulu memaparkan
kebiasaan yang berlaku pada pihak suhut (yang melaksanakan adat). Hal ini
dimaksud untuk mengetahui apakah pihak-pihak yang akan menerima atau
mendapat jambar setuju atau tidak setuju dengan bagian yang akan diterimanya,
sekaligus untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman.
Demikian juga dalam hal pembagian jambar ulaon, didahului dengan
musyawarah (tonggo raja). Dalam hal ini dibicarakan siapa, pihak yang patut
mengerjakan, dan melakukan apa.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa jambar tersebut memiliki nilai
tersendiri bagi masyarakat Batak Toba. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik
melakukan penelitian tentang “ Nilai Jambar Pada Suku Batak Toba di Desa
Paraduan Kecamatan Rongur Ni Huta Kabupaten Samosir”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi identifikasi
masalah pada Nilai Jambar Pada Suku Batak Toba di Desa Paraduan Kecamatan
Ronggur Ni Huta Kabupaten samosir adalah sebagai berikut:
1. Latar belakang pembagian jambar.
2. Jenis- jenis atau macam jambar dalam adat-istiadat Batak Toba.
3. Jambar sebagai atribut pelaksanaan adat pada suku Batak Toba.
4. Pentingnya jambar bagi suku Batak Toba.
5. Masalah-masalah dalam pembagian jambar.
6. Potensi konflik dalam pembagian jambar.
7. Fungsi jambar dalam pelaksanaan adat Batak Toba.
8. Nilai jambar pada suku Batak Toba
1.3 Batasan Masalah
Mengingat banyaknya masalah yang terkait dengan jambar dalam
pelaksanaan adat Batak Toba, maka masalah yang akan diteliti dibatasi dengan
fokus terhadap “ Nilai Jambar Pada suku Batak Toba di Desa Paraduan
Kecamatan Ronggur Ni Huta Kabupaten Samosir”.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan jambar pada suku Batak Toba?
2. Siapakah yang berhak menerima jambar dalam adat Batak Toba?
3. Bagaimana proses pembagian jambar dalam adat Batak Toba?
4. Apa fungsi jambar pada pelaksanaan adat suku Batak Toba?
5. Mengapa pembagian jambar berpotensi konflik?
6. Mengapa jambar dipandang bernilai oleh suku Batak Toba?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui, apa yang dimaksud dengan jambar pada adat Batak
Toba.
2. Untuk mengetahui, fungsi jambar dalam pelaksanaan adat Batak Toba.
3. Untuk mengetahui, siapakah yang berhak menerima jambar dalam adat
Batak Toba.
4. Untuk mengetahui, bagaimana proses pembagian jambar dalam adat
Batak Toba.
5. Untuk mengetahui, mengapa proses pembagian jambar berpotensi
konflik dalam adat suku Batak Toba.
6. Untuk mengetahui, mengapa jambar dipandang bernilai oleh suku
Batak Toba.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian
dibidang yang sama dan dilokasi yang berbeda.
2. Sebagai bahan bacaan bagi orang-orang yang ingin belajar tentang
kebudayaan suku Batak Toba.
3. Menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan berfikir penulis,
khususnya dalam bidang penelitian.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Jambar adalah salah satu atribut pesta adat pada suku Batak Toba, dan
harus dibagikan dalam setiap pelaksanaan pesta adat. Jambar terdiri dari tiga
jenis yaitu: hak untuk mendapatkan bagian daging hewan sembelihan (jambar
juhut), hak untuk berbicara (jambar hata) serta hak untuk mendapatkan
pekerjaan (jambar ulaon).
Penerima jambar dalam adat suku Batak Toba adalah semua orang yang
masuk kedalam silsilah keluarga (tarombo) dari pihak yang mengadakan pesta
(suhut). Silsilah keluarga (tarombo) akan menunjukkan Dalihan Na Tolu dari
pihak yang mengadakan pesta (suhut).
Proses pembagian jambar dalam adat suku Batak Toba diawali dengan
pembagian jambar ulaon, yang dibagikan pada saat musyawarah para ketua adat
(martonggo raja). Selanjutnya, jambar juhut dan jambar hata, dibagikan pada
saat pesta adat tengah berlangsung, dimana setiap orang yang menerima jambar
juhut maka orang tersebut juga berhak menerima jambar hata.
Fungsi pembagian jambar pada suku Batak Toba adalah untuk
menunjukkan tarombo (kekerabatan), sehingga setiap orang pada suku Batak
Toba tetap mengingat siapa saja yang masuk kedalam sistem kekerabatannya
masing-masing. Pembagian jambar juga berfungsi sebagai sarana untuk
mengingat sejarah dan silsilah keluarga. Tujuan pembagian jambar adalah untuk
65
menghormati setiap unsur Dalihan Na Tolu, serta untuk memperkenalkan
hubungan kekeluargaan yang mengadakan pesta dengan para undangan.
Pembagian jambar pada suku Batak Toba berpotensi konflik karena
jambar memiliki nilai pada suku Batak Toba. Hal inilah yang mendorong setiap
orang untuk mempertahankan jambar yang merupakan haknya. Pembagian
jambar bertujuan untuk menghormati setiap unsur Dalihan Na Tolu, serta
meperkenalkan hubungan kekeluargaan yang mengadakan pesta (suhut) dengan
para undangan.
Jambar bagi suku Btak Toba mengandung nilai yakni; menunjukkan
eksistensi pribadi seseorang terhadap kelompoknya, menunjukkan silsilah
keluarga (tarombo), menunjukkan status dan peran seseorang dalam suatu uapcara
adat, serta menjamin suatu sistem sosial yakni Dalihan Na Tolu.
5.2. Saran
1) Perlu dilakukan penelitian lanjutan, untuk mengkaji budaya suku Batak
Toba, sehingga kita dapat mengetahui gambaran budaya suku Batak
Toba lebih dalam lagi.
2) Sebagai suku Batak Toba kita harus memahami, mempelajari serta
melestarikan budaya tersebut, karena budaya tersebut merupakan
warisan dari nenek moyang kita yang harus kita jaga. Untuk itu sebagai
suku Batak Toba kita harus patuh terhadap adat, karena adat tersebut
dapat menciptakan integrasi dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Fedyani. (2005). Antropologi Kontemporer.Jakarta: Kencana.
Sembiring Dermawan(2013). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Medan: Unumed Press.
Danandjaja James. (1988). Antropologi Psikologi. Jakarta: Rajawali.
Idianto. (2004). Sosiologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. (1987). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI-press.
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: P.T Rineka Cipta.
Muhyadi Yad. (1999). Antropolgi.Jakarta: P.T Prasejati Mandiri.
Raja Marpodang. (1992). Dalihan Na Tolu dan Prinsip Dasar Nilai Budaya
Batak. Medan.
Ritzer George dan Goodman Douglas J. (2007). Teori Sosiologi Modren. Jakarta:
Kencana Media Group.
Siahaan H.B. (1995) .Adat Batak . Jakarta: Sapta Darma.
Sijabat Bonar. (2007). Ahu Si Singamangaraja.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Simanjuntak. (2009). Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Soekanto Soerjono. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali pers.
Sihombing T.M. (1989). Jambar Hata. Jakarta: Balai Pustaka
Sihombing T.M. (1986). Filsafat Batak. Jakarta: Balai Pustaka.
Taufik Rohman (2007). Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta:
Yudhistira.
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Aryo Fajar S yang berjudul “Analisis Interaksi
Simbolik Yang Membentuk Pola Komunikasi Pada Komunitas Pesisir
Kabupaten jember”, vol 5 No.2 Juli 2011.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Samosir
PARADUAN KECAMATAN RONGUR NI HUTA
KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana S-1
Jurusan Pendidikan Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial
Oleh:
JOU S.T. PANDIANGAN
NIM: 3103122028
JURUSAN PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
UNIMED
2015
ABSTRAK
Jou S.T Pandiangan, NIM. 3103122028. Nilai Jambar Pada Suku Batak Toba
di Desa Paraduan Kecamatan Ronggur Ni Huta Kabupaten Samosir,
Skiripsi. Fakultas Ilmu Sosial, Pendidikan Antropologi, Universitas Negeri
Medan 2015
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh konflik yang sering terjadi akibat
kekeliruan pembagian jambar pada pesta adat Batak Toba, di desa Paraduan
kecamatan Ronggur Ni Huta kabupaten Samosir. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui, apa yang dimaksud dengan jambar, siapa saja yang berhak
menerima jambar, bagaimana proses pembagian jambar, fungsi jambar, mengapa
jambar berpotensi konflik serta nilai jambar pada suku Batak Toba.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan nilai jambar
pada suku Batak Toba. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling,
maka informan dalam penelitian adalah para ketua adat dan orang-orang yang
pernah mengalami konflik dalam proses pembagian jambar. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara (interview)
dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan cara menyusun data,
mengkategorikan data, menginterpretasikan data, menganalisa data serta membuat
kesimpulan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jambar pada suku Batak Toba
mengandung nilai yaitu menunjukkan eksistensi pribadi seseorang terhadap
kelompok, menunjukkan silsilah keluarga (tarombo), menunjukkan status dan
peran seseorang dalam suatu uapcara adat, serta menjamin suatu sistem sosial
yakni Dalihan Na Tolu.
Kata kunci: Pesta adat, Jambar dan Dalihan Na Tolu
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan penyertaanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Nilai Jambar Pada Suku Batak Toba Di Desa Paraduan Kecamatan
Ronggu Ni Huta Kabupaten Samosir”.
Penulis juga tidak lupa menyampaikan rasa terimakasih bagi pihak-pihak
yang telah memberikan motivasi maupun kontribusi bagi penulis, sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini . Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Dr. Restu MS beserta jajarannya yang telah
memberikan segala kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Antropologi, Ibu Puspitawati,
M,Si yang telah memberikan fasilitas dan motivasi dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Drs. Payerli Pasaribu, M.Si selaku Pembimbing Skripsi yang telah
membimbing dan memberikan banyak masukan, arahan dan nasihat yang
sangat baik kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Supsiloani, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang
telah memberikan masukan, nasehat selama proses penyelesaian skripsi
ini.
6. Ibu Puspitawati M.Si, Ibu Supsiloani M.Si dan Bapak Erond Litno
Damanik selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan
dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.
7. Teristimewa kepada keluarga tercinta, Ayanda S.Pandiangan dan Ibunda
B. Sitanggang, yang telah membimbing penulis hingga sampai pada saat
ini juga memberikan motivasi tidak terhitung baik secara materi dan
nonmateri sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
8. Abang saya Ronald Pandiangan, Dian Ray Pandiangan, Donris
Pandiangan, Supentro Pandiangan dan kakak saya Lismawati Pandiangan,
yang banyak memberikan bantuan materi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tuhan selalu memberkati.
9.
Kepala desa Paraduan, yang telah memberikan izin penelitian dalam
penyelesaian skripsi ini.
10. Kepada seluruh informan yang telah memberikan waktunya untuk
bercerita panjang lebar guna melengkapi data skripsi ini
11. Teman-teman tercinta (Dapot Purba, Leo Simbolon, Metho Sihombing,
Panri Situmorang, Diko Silaban dan Tomket Purba).
12. Semua teman Antropologi stambuk 2010 yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu, khususnya Tutur Sinurat dan Lely Purba yang selalu bersama
dalam berjuang dalam menyelesaikan perkuliahan di Prodi Antropologi
Unimed.
Serta kepada pihak-pihak informan yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian serta diberikan berkat dan
rahmatNya.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini membawa manfaat yang baik.
Medan, Maret 2015
Penulis
Jou S.T Pandiangan
NIM : 3103122028
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki
kebudayaan sendiri yang menjadi ciri khas bagi setiap suku tersebut. Salah satu
suku yang terdapat di Indonesia adalah suku Batak Toba, yang merupakan salah
satu suku di sumatera bagian utara. Suku Batak sangat terkenal dengan adat
hingga sekarang ini, suku Batak Toba yang tinggal di Sumatera Utara masih
mempertahankan adat istiadat yang dianut secara turun-temurun dari leluhurnya.
Keseluruhan hidup suku Batak Toba diatur di dalam adat. Bagi suku Batak
Toba, adat difungsikan untuk menciptakan keteraturan di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat, suku Batak Toba sangat menghargai adat
istiadat yang diwarisi dari nenek moyangnya. Hal ini terbukti dari kepedulian
suku Batak Toba pada umunya, terhadap berbagai atribut yang berkaitan dengan
adat. Setiap atribut yang berkaitan dengan adat- istiadat dipandang penting dan
bernilai tinggi. Meniadakan atau menghilangkan salah satu atribut adat istiadat
adalah sebagai pelecehan atau penghinaan, yang dapat menimbulkan konflik.
Salah satu dari atribut adat istiadat suku Batak Toba adalah pembagian
jambar. Sebagaimana diketahui setiap kegiatan atau upacara yang didasari adat istiadat pada suku Batak Toba, haruslah melibatkan unsur Dalihan Na Tolu.
Dalam kegiatan atau upacara demikian, jambar menjadi salah satu atribut yang
tidak dapat diabaikan. Tanpa jambar, pelaksanaan adat dianggap tidak sempurna.
Jambar adalah istilah yang khas dan lazim disebut pada pelaksanaan
upacara adat suku Batak Toba. Kata jambar menunjuk kepada hak atau bagian
yang ditentukan bagi seseorang dan atau sekelompok orang. Dalam budaya suku
Batak Toba dikenal 3(tiga) jenis jambar yaitu:
1. Hak untuk mendapat bagian dari hewan sembelihan pada upacara adat
yang biasanya hewan berkaki empat seperti kerbau, babi dan lembu
(jambar juhut),
2. Hak untuk berbicara dalam pelaksanaan adat ( jambar hata)
3. Hak untuk mendapat peran atau tugas dalam upacara adat (jambar
ulaon).
Pembagian jambar pada adat Batak toba pada dasarnya berpatokan
terhadap falsafah hidup orang Batak yakni manat mardongan tubu, somba
marhula-hula dan elek marboru yang dalam suku Batak Toba sering disebut
dengan Dalihan Na Tolu. Dalam pembagian jambar pada adat Batak Toba
tidaklah memandang dari ukuran kekayaan ataupun jabatan, akan tetapi
pembagian jambar tersebut, harus sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur
Dalihan Na Tolu.
Berbicara soal jambar khususnya jambar juhut, adalah hal yang paling
rumit dalam pesta adat Batak Toba, karena pemahaman tentang bagian-bagian
tubuh hewan yang patut diterima masing-masing unsur Dalihan Na Tolu, tidaklah
selalu sama untuk setiap daerah. Hal ini dinyatakan dalam pepatah Batak Toba, “
asing dolok, asing sihaporna; asing luat, asing paradatanna”. Dalam terjemahan
bebas, pepatah ini mengungkapkan bahwa, “ lain bukit, lain belalangnya ; lain
daerah, lain pula adatnya”. Sehubungan dengan pepatah ini, pembagian jambar
masing-masing daerah menghayati bahwa, pembagian jambar yang berlaku di
daerahnyalah yang paling benar. Oleh karena itu, ketika unsur-unsur Dalihan Na
Tolu yang terlibat dalam pembagian jambar berasal dari daerah yang berbeda,
cenderung timbul masalah, karena masing-masing pihak selalu mempertahankan
kebiasaan di daerah masing-masing. Kadang kala, karena keinginan kuat untuk
mempertahankan kebiasaan masing-masing dalam pembagian jambar, bisa terjadi
perkelahian yang mengakibatkan kekacauan acara adat tersebut.
Selain masalah tentang bagian jambar yang diterima, masalah lain dalam
pembagian jambar adalah soal pihak-pihak yang patut dihargai sebagai penerima
jambar. Jika dalam pelaksanaan upacara adat, ada orang yang merasa sepatutnya
menerima atau mendapat jambar (baik jambar juhut, jambar hata, maupun
jambar ulaon), tetapi Ia tidak mendapatkannya, maka orang yang bersangkutan
bisa saja merasa tersinggung dan meninggalkan acara adat yang tengah
berlangsung. Bahkan karena merasa disepelekan, bisa sampai terjadi pemutusan
hubungan kerabat terhadap pihak yang melaksanakan acara adat.
Keadaan sebagaimana dipaparkan di atas, tidak jarang terjadi dalam
pelaksanaan upacara adat Batak Toba di desa Paraduan kecamatan Ronggur Ni
Huta kabupaten Samosir. Jambar merupakan hal yang sangat penting dalam setiap
upacara adat di desa tersebut. Jambar dimaknai sebagai penghargaan, karena
jambar tersebut menunjukkan kedudukan seseorang dalam pesta adat, sehingga
seseorang akan merasa tidak dihargai jika jambarnya disepelekan. Sampai saat ini
masih banyak masyarakat yang tinggal di desa tersebut yang saling bermusuhan
akibat kekeliruan pembagian jambar. Kekeliruan pembagian jambar tersebut
biasanya terjadi akibat dari ketidak sepahaman antara pihak-pihak yang berbagi
jambar terhadap bagian hewan yang dibagikan sebagai jambar. Selain itu,
kesalahan urutan pemanggilan pembagian jambar juga sering menjadi masalah di
desa Paraduan. Urutan pemanggilan pembagian jambar harus sesuai dengan
urutan silsilah keluarga, artinya pemanggilan pembagian jambar anak pertama,
tidak boleh didahului pemanggilan pembagian jambar anak kedua. Jika hal
tersebut terjadi maka anak pertama bisa saja merasa tersingung dan merasa
kedudukannya tidak dihargai sebagai anak pertama.
Pada dasarnya, masyarakat yang tinggal di desa tersebut masih terikat
oleh ikatan darah, tetapi tidak sedikit masyarakat yang pernah mengalami konflik
karena kekeliruan dalam pembagian jambar. Oleh sebab itu, pembagian jambar
pada pelaksanaan adat Batak Toba merupakan sesuatu yang sangat pelik, karena
bisa menimbulkan banyak kerugian sebagai akibat dari perselisihan yang terjadi
dalam kesalahan pembagian jambar tersebut.
Hubungan persaudaraan yang masih terikat oleh ikatan darah bisa saja
menjadi renggang, bahkan tidak jarang suku Batak Toba yang secara geneologis
terikat hubungan kekerabatan, tetapi karena persoalan jambar, hubungan
kekerabatan tersebut bisa saja putus. Jika melihat keuntungan materi dari
pembagian jambar tersebut tidaklah besar. Secara logika berfikir, keuntungan
yang diperoleh dari daging sebagai hasil pembagian jambar juhut yang diperoleh
tidaklah seberapa jika dilihat dari sudut pandang materi.
Pentingnya pembagian jambar, menuntut kehati-hatian pelaksanaannya.
Nasehat umum suku Batak Toba “ manat unang tartuktuk, dadap unang
tarrobung(terjemahan bebas, hati- hati agar tidak tersandung, melangkah pelan
agar tidak terjerambat). Nasehat tersebut harus lah dipedomani dalam pembagian
jambar.
Berpedoman terhadap nasehat ini, maka dalam setiap pembagian jambar
juhut dan jambar hata, suku Batak Toba selalu terlebih dahulu memaparkan
kebiasaan yang berlaku pada pihak suhut (yang melaksanakan adat). Hal ini
dimaksud untuk mengetahui apakah pihak-pihak yang akan menerima atau
mendapat jambar setuju atau tidak setuju dengan bagian yang akan diterimanya,
sekaligus untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman.
Demikian juga dalam hal pembagian jambar ulaon, didahului dengan
musyawarah (tonggo raja). Dalam hal ini dibicarakan siapa, pihak yang patut
mengerjakan, dan melakukan apa.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa jambar tersebut memiliki nilai
tersendiri bagi masyarakat Batak Toba. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik
melakukan penelitian tentang “ Nilai Jambar Pada Suku Batak Toba di Desa
Paraduan Kecamatan Rongur Ni Huta Kabupaten Samosir”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi identifikasi
masalah pada Nilai Jambar Pada Suku Batak Toba di Desa Paraduan Kecamatan
Ronggur Ni Huta Kabupaten samosir adalah sebagai berikut:
1. Latar belakang pembagian jambar.
2. Jenis- jenis atau macam jambar dalam adat-istiadat Batak Toba.
3. Jambar sebagai atribut pelaksanaan adat pada suku Batak Toba.
4. Pentingnya jambar bagi suku Batak Toba.
5. Masalah-masalah dalam pembagian jambar.
6. Potensi konflik dalam pembagian jambar.
7. Fungsi jambar dalam pelaksanaan adat Batak Toba.
8. Nilai jambar pada suku Batak Toba
1.3 Batasan Masalah
Mengingat banyaknya masalah yang terkait dengan jambar dalam
pelaksanaan adat Batak Toba, maka masalah yang akan diteliti dibatasi dengan
fokus terhadap “ Nilai Jambar Pada suku Batak Toba di Desa Paraduan
Kecamatan Ronggur Ni Huta Kabupaten Samosir”.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan jambar pada suku Batak Toba?
2. Siapakah yang berhak menerima jambar dalam adat Batak Toba?
3. Bagaimana proses pembagian jambar dalam adat Batak Toba?
4. Apa fungsi jambar pada pelaksanaan adat suku Batak Toba?
5. Mengapa pembagian jambar berpotensi konflik?
6. Mengapa jambar dipandang bernilai oleh suku Batak Toba?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui, apa yang dimaksud dengan jambar pada adat Batak
Toba.
2. Untuk mengetahui, fungsi jambar dalam pelaksanaan adat Batak Toba.
3. Untuk mengetahui, siapakah yang berhak menerima jambar dalam adat
Batak Toba.
4. Untuk mengetahui, bagaimana proses pembagian jambar dalam adat
Batak Toba.
5. Untuk mengetahui, mengapa proses pembagian jambar berpotensi
konflik dalam adat suku Batak Toba.
6. Untuk mengetahui, mengapa jambar dipandang bernilai oleh suku
Batak Toba.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian
dibidang yang sama dan dilokasi yang berbeda.
2. Sebagai bahan bacaan bagi orang-orang yang ingin belajar tentang
kebudayaan suku Batak Toba.
3. Menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan berfikir penulis,
khususnya dalam bidang penelitian.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Jambar adalah salah satu atribut pesta adat pada suku Batak Toba, dan
harus dibagikan dalam setiap pelaksanaan pesta adat. Jambar terdiri dari tiga
jenis yaitu: hak untuk mendapatkan bagian daging hewan sembelihan (jambar
juhut), hak untuk berbicara (jambar hata) serta hak untuk mendapatkan
pekerjaan (jambar ulaon).
Penerima jambar dalam adat suku Batak Toba adalah semua orang yang
masuk kedalam silsilah keluarga (tarombo) dari pihak yang mengadakan pesta
(suhut). Silsilah keluarga (tarombo) akan menunjukkan Dalihan Na Tolu dari
pihak yang mengadakan pesta (suhut).
Proses pembagian jambar dalam adat suku Batak Toba diawali dengan
pembagian jambar ulaon, yang dibagikan pada saat musyawarah para ketua adat
(martonggo raja). Selanjutnya, jambar juhut dan jambar hata, dibagikan pada
saat pesta adat tengah berlangsung, dimana setiap orang yang menerima jambar
juhut maka orang tersebut juga berhak menerima jambar hata.
Fungsi pembagian jambar pada suku Batak Toba adalah untuk
menunjukkan tarombo (kekerabatan), sehingga setiap orang pada suku Batak
Toba tetap mengingat siapa saja yang masuk kedalam sistem kekerabatannya
masing-masing. Pembagian jambar juga berfungsi sebagai sarana untuk
mengingat sejarah dan silsilah keluarga. Tujuan pembagian jambar adalah untuk
65
menghormati setiap unsur Dalihan Na Tolu, serta untuk memperkenalkan
hubungan kekeluargaan yang mengadakan pesta dengan para undangan.
Pembagian jambar pada suku Batak Toba berpotensi konflik karena
jambar memiliki nilai pada suku Batak Toba. Hal inilah yang mendorong setiap
orang untuk mempertahankan jambar yang merupakan haknya. Pembagian
jambar bertujuan untuk menghormati setiap unsur Dalihan Na Tolu, serta
meperkenalkan hubungan kekeluargaan yang mengadakan pesta (suhut) dengan
para undangan.
Jambar bagi suku Btak Toba mengandung nilai yakni; menunjukkan
eksistensi pribadi seseorang terhadap kelompoknya, menunjukkan silsilah
keluarga (tarombo), menunjukkan status dan peran seseorang dalam suatu uapcara
adat, serta menjamin suatu sistem sosial yakni Dalihan Na Tolu.
5.2. Saran
1) Perlu dilakukan penelitian lanjutan, untuk mengkaji budaya suku Batak
Toba, sehingga kita dapat mengetahui gambaran budaya suku Batak
Toba lebih dalam lagi.
2) Sebagai suku Batak Toba kita harus memahami, mempelajari serta
melestarikan budaya tersebut, karena budaya tersebut merupakan
warisan dari nenek moyang kita yang harus kita jaga. Untuk itu sebagai
suku Batak Toba kita harus patuh terhadap adat, karena adat tersebut
dapat menciptakan integrasi dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Fedyani. (2005). Antropologi Kontemporer.Jakarta: Kencana.
Sembiring Dermawan(2013). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Medan: Unumed Press.
Danandjaja James. (1988). Antropologi Psikologi. Jakarta: Rajawali.
Idianto. (2004). Sosiologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. (1987). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI-press.
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: P.T Rineka Cipta.
Muhyadi Yad. (1999). Antropolgi.Jakarta: P.T Prasejati Mandiri.
Raja Marpodang. (1992). Dalihan Na Tolu dan Prinsip Dasar Nilai Budaya
Batak. Medan.
Ritzer George dan Goodman Douglas J. (2007). Teori Sosiologi Modren. Jakarta:
Kencana Media Group.
Siahaan H.B. (1995) .Adat Batak . Jakarta: Sapta Darma.
Sijabat Bonar. (2007). Ahu Si Singamangaraja.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Simanjuntak. (2009). Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Soekanto Soerjono. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali pers.
Sihombing T.M. (1989). Jambar Hata. Jakarta: Balai Pustaka
Sihombing T.M. (1986). Filsafat Batak. Jakarta: Balai Pustaka.
Taufik Rohman (2007). Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta:
Yudhistira.
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Aryo Fajar S yang berjudul “Analisis Interaksi
Simbolik Yang Membentuk Pola Komunikasi Pada Komunitas Pesisir
Kabupaten jember”, vol 5 No.2 Juli 2011.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Samosir